bab ii tinjauan pustaka 2.1 penelitian terdahulueprints.umm.ac.id/55472/3/bab_ii.pdf · sumber daya...
TRANSCRIPT
19
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Pariwisata merupakan salah satu potensi yang dimiliki masing-masing
daerah. Setiap daerah biasanya memiliki potensi wisata berupa sungai, danau, laut,
bukit, gunung, taman-taman kota, kebun binatang, tempat-tempat kuliner yang ada
di daerah dan sebagainya. Masing-masing daerah juga biasanya memiliki ikon
wisata yang menjadi daya tarik wisata sehingga mengundang wisatawan dari luar
daerah maupun luar negeri datang ke daerah tersebut. Kota Banjarmasin contohnya
dikenal dengan pasar terapungnya yang menjadi daya tarik wisata dan kebanggan
warga Kota Banjarmasin. Pariwisata daerah karena itu sangatlah penting dalam
menjamu wisatawan yang akan meningkatkan pendapatan daerah tersebut.
Pembangunan di bidang pariwisata membutuhkan sumber daya dalam
pengelolaannya. Pembangunan tersebut karenanya juga akan menyerap tenaga
kerja dan mengurangi pengangguran. Pembangunan wisata Pasar Terapung Siring
Sungai Martapura dalam hal ini menjadi contoh dalam pengelolaan yang
terintegrasi. Kawasan Siring Sungai Martapura merupakan kawasan wisata yang di
dalamnya menyediakan wisata pasar terapung, menara pandang, wisata kuliner,
penjualan produk-produk daerah dan kawasan permainan anak-anak. Pemerintah
menyediakan kawasan tersebut untuk masyarakat berkreasi dalam berbagai bidang.
Pemerintah memberikan fasilitas tempat dan pembinaan bagi para pedagang pasar
terapung. Peneliti dalam bab ini akan menjabarkan penelitian terdahulu yang
menjadi acuan dalam penelitian. Penelitian terdahulu akan dijelaskan sebagai
berikut.
20
No Judul/ Penulis Rumusan Masalah Metode Teori Pembahasan/ Isi
1
Pengelolaan
Sungai Menurut
Peraturan
Daerah Kota
Banjarmasin No
2 Tahun 2007/
Faris Ali Sidqi19
Bagaimana pengaturan
mengenai pengelolaan
sungai menurut
Peraturan Daerah
(PERDA) Kota
Banjarmasin No. 2
Tahun 2007 serta
sanksi atas
pelanggarannya ?
Penelitian bersifat
deskriptif kualitatif.
Teknik pengumpulan data
dilakukan dengan cara
studi kepustakaan yaitu
menggunakan buku-buku,
peraturan perundang-
undangan, media cetak
dan elektronik serta
dokumen-dokumen lain
yang berkaitan dengan
permasalahan kajian.
Perda merupakan produk
hukum yang dibentuk oleh
Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) dengan
persetujuan bersama
Kepala Daerah sesuai
Peraturan Perundang-
Undangan Republik
Indonesia. Materi muatan
perda bertujuan
melaksanakan otonomi
daerah dan tugas
pembantuan serta
menampung kondisi khusus
daerah.
Sungai memiliki manfaat sebagai
sumber daya air bersih, pengarian dan
irigasi, sumber pembangkit listrik,
sarana transportasi, budidaya
perikanan serta sebagai sarana
pariwisata. Menurut Perda Kota
Banjarmasin No. 2 Tahun 2007,
sungai adalah life support system bagi
manusia sebagaimana diatur dalam
UU No. 5 Tahun 1990 tentang
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati
dan Ekosistemnya. Pelestarian sungai
sangat diperlukan meliputi penyediaan
air, prasarana transportasi, penyedia
tenaga, prasarana pengaliran
(drainase) serta pariwisata dan
aktivitas sosial budaya. Perda No. 2
Tahun 2007 pada pasal 11 berbunyi :
1. Setiap orang mempunyai hak yang
sama atas kondisi sungai yang baik
dan sehat;
2. Setiap orang mempunyai hak atas
informasi yang berkaitan dengan
peran dalam pengelolaan sungai;
19 Faris Ali Sidqi. Op Cit
21
No Judul/ Penulis Rumusan Masalah Metode Teori Pembahasan/ Isi
3. Masyarakat dapat berperan aktif
dalam perencanaan, pemanfaatan,
perlindungan dan pengawasan
sungai;
4. Masyarakat wajib ikut serta dalam
menjaga kelestarian fungsi dan
manfaat sungai;
5. Masyarakat dapat membentuk
kelompok yang berperan dalam
pemanfaatan, perlindungan dan
pengawasan sungai.
Terkait sanksi dalam pelanggaran
dalam pelestarian sungai telah
dilaskan dalam pasal 16 yang
menyatakan hukuman pidana
kurungan paling lama 6 (enam)
bulan dan/atau denda paling tinggi
Rp 50.000.000,- (lima puluh juta
rupiah) terhadap masyarakat yang
melakukan perbuatan :
a) Mendirikan bangunan atas
sempadan dan/atau garis sungai;
b) Merusak tebing, pinggiran atau
bantaran sungai;
c) Meletakkan atau menempatkan
suatu benda ke sungai, pinggir
22
No Judul/ Penulis Rumusan Masalah Metode Teori Pembahasan/ Isi
sungai, sempadan atau garis
sungai, yang berakibat rusaknya
pinggir, sempadan atau garis
sungai.
d) Membuang sampah dan/atau
limbah organik dan non organik
ke sungai, atau pinggir sungai,
atau garis sungai.
e) Menggunakan bahan dan alat
berbahaya untuk mengambil
manfaat dari permukaan dan
dalam sungai;
f) Melaggar rambu-rambu yang
ada diperuntukkan mengatur
penggunaan dan pemanfaatan
sungai;
g) Merubah atau menambah suatu
bangunan yang sudah ada di
bantaran atau sempadan sungai
sebelum perda ini diberlakukan.
2
River and City
Image of
Banjarmasin-
South
Kalimantan/
Parida Angriani
How are the efforts that
have been and are
being done by the
government associated
with the direction of
image improvement in
This research is a
descriptive qualitative.
The data were collected
through field surveys,
Based on P. D.
Buzarboruah, River for
most of people of
Banjarmasin become an
important thing that can use
for physical aspect,
Local government has being restored
the fumction of river area as a program
of them through the Department of
Water Resource and Drainage
(DSDAD). The program has started
from 2008 until now. It refers to the
23
No Judul/ Penulis Rumusan Masalah Metode Teori Pembahasan/ Isi
dan kawan-
kawan20
Banjarmasin city
development concept ?
documentation and data
from related agencies.
ecological, economy and
social activities.21 The
pattern of river-side
settlements is a cultural
manifestation of
Banjarmasin society that
originally is river-oriented,
but on the other side raises
its own problems mainly
related to laws and
regulations about buildings
built near the land and water
(tivers), or partly on land
and partially on water or all
parts above water.22
Regional Regulation of Banjarmasin
City No. 2 year 2007 on Rover
Management Program. The main
activities are maintenance of large and
small rivers, normalization of large and
small rivers, construction and
maintenance of drainage channels,
revitalization and structuring of river
banks.
3
Identifikasi
Tourism
Business
District di Kota
Banjarmasin/
Noor Aina23
Bagaimana
karakteristik
penawaran destinasi
pariwisata yang ada di
Kota Banjarmasin ?
Penelitian merupakan
jenis penelitian deskriptif.
Teknik pengumpulan data
dilakukan dengan studi
literatur melalui buku,
jurnal serta dokumen-
dokumen pemerintah
Tourism Business District
(TBD) adalah atraksi dalam
pariwisata guna
memperoleh minat
wisatawan dan kegiatan
jasa yang terintegrasi
dengan fungsi pusat kota
Sesuai Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Provinsi Kalimantan
Selatan (2011), Sungai Martapura dan
Sungai Barito dengan objek wisata
budaya Pasar Terapung sebagai
potensi kawasan strategis pariwisata
dan destinasi unggulan pariwisata alam
20 Parida Angriani dkk, River and City Image of Banjarmasin-South Kalimantan, Advances in Social Science, Education and Humanities Research (ASSEHR) Journal, 2017, Vol. 147 No. 1,
hlm. 240-244 21 P. D. Buzarboruah dalam Parida Angriani dkk. Ibid, hlm. 240 22 S. B. Utomo dan J. Prijotomo dalam Parida Angriani dkk. Ibid, hlm. 241 23 Noor Aina, Identifikasi Tourism Business District di Kota Banjarmasin, Jurnal Arsitektur Manusia dan Lingkungan (JAMANG), 2019, Vol. I No. 1, hlm. 34-40
24
No Judul/ Penulis Rumusan Masalah Metode Teori Pembahasan/ Isi
tentang pariwisata seperti
RIPDA Provinsi
Kalimantan Selatan dan
Analisis Pasar Pariwisata.
atau Center Business
District (CBD).24 Destinasi
wisata harus memiliki
elemen-elemen yang saling
bergantung satu sama lain
untuk menunjang kepuasan
liburan wisatawan. Elemen-
elemen tersebut meliputi
atraksi, fasilitas
infrastruktur, transportasi
dan keramahan.25
Kota Banjarmasin. Zona Core
Attraction atau wilayah yang menjadi
konsentrasi wisata Kota Banjarmasin
adalah sepanjang tepian Sungai
Martapura. Potensi wisata yang berada
di pusat kota seperti Kampung
Heritage, atraksi budaya Pasar
Terapung dan Kawasan Siring Sungai
Martapura, Pusat Perbelanjaan
Tradisional di Pasar Sudimampir serta
Pusat Perbelanjaan Modern di Duta
Mall Banjarmasin. Hal tersebut
menjadi magnet bagi wisatawan
hingga ke wilayah Kalimantan Tengah.
Zona Central Business District (CBD)
meliputi wilayah kantor pemerintahan,
perkantoran swasta maupun publik,
retail serta gedung pertemuan sehingga
dapat mendukung infrastruktur danj
fasilitas fungsi pusat kota. Zona
Essential Service adalah wilayah
penting yang menunjang wisatawan
dalam melakukan wisata di Kota
Banjarmasin. Penyediaan fasilitas jalur
pejalan kaki terdapat di kawasan TBD
24 Getz dalam Noor Aina. Ibid, hlm. 35 25 Mill dan Marrison dalam Noor Aina. Ibid
25
No Judul/ Penulis Rumusan Masalah Metode Teori Pembahasan/ Isi
namun masih berstandar minim,
fasilitas tempat makan dan/atau
restoran banyak tersedia di kawasan
TBD serta fasilitas akomodasi dan
informasi wisata juga tersedia di pusat
konsentrasi wisatawan di menara
pandang Siring Sungai Martapura.
4
Potensi dan
Strategi
Pengembangan
Destinasi
Wisata Sungai
Sebagai Daya
Tarik Pariwisata
Kota
Banjarmasin/
Rasyida Nur
Hafidha dan Lea
Emilia Farida26
Bagaimana potensi dan
strategi pengembangan
destinasi wisata sungai
sebagai daya tarik
pariwisata kota
Banjarmasin ?
Jenis penelitian adalah
deskriptif. Teknik
pengumpulan data berupa
observasi dan
dokumentasi. Teknik
analisis data berupa
analisis statistik
deskriptif.
Banjarmasin memiliki potensi
destinasi wisata yang bisa dikunjungi
pengunjung seperti Tugu Maskot
Bekantan, Rumah Anno 1925, Pasar
Terapung, Siring Sungai Martapura
dan Menara Pandang Siring serta Pulau
Kembang dan Pulau Bakut. Wisatawan
yang berkunjung ke Banjarmasin
mengalami peningkatan setiap
tahunnya baik dari dalam negeri
maupun luar negeri. Hal tersebut juga
tidak terlepas dari strategi
pengembangan wisata sungai di Kota
Banjarmasin, antara lain :
1. Pengelolaan jejaring sosial seperti
Facebook, Twitter, Instagram,
26 Rasyida Nur Hafidha & Lea Emilia Farida, Potensi dan Strategi Pengembangan Destinasi Wisata Sungai Sebagai Daya Tarik Pariwisata Kota Banjarmasin, Prosiding Seminar Nasional
ASBIS, 2018, hlm. 447-458
26
No Judul/ Penulis Rumusan Masalah Metode Teori Pembahasan/ Isi
Youtube, dan sebagainya. Selain itu,
juga menggunakan metode mouth to
mouth;
2. Meningkatkan jumlah website
pariwisata Kota Banjarmasin dan
melakukan update informasi serta
konten yang ada di dalamnya;
3. Meningkatkan ekonomi kreatif
sebagai produk daerah dengan
melibatkan masyarakat lokal;
4. Membangun kerjasama antara
Pemerintah Kota Banjarmasin
dengan penyelenggara seperti agen
biro perjalanan, penyelenggara
tempat wisata, pengusaha jasa
akomodasi dan lainnya;
5. Menciptakan daya tarik yang
berkesan bagi wisatawan seperti
adanya atraksi-atraksi wisata
daerah;
6. Merumuskan kebijakan yang
mendukung mutu pelayanan
pariwisata dan kelestarian
lingkungan pariwisata;
7. Menggelar event rutin seperti
Festival Budaya Pasar Terapung
guna menarik wisatawan;
27
No Judul/ Penulis Rumusan Masalah Metode Teori Pembahasan/ Isi
8. Menggalakkan wisata susur sungai
yang merupakan perjalanan wisata
sungai terpadu;
9. Perbaikan sarana dan prasaran yang
mendukung pariwisata tersebut.
5
Analisis
Pengaruh
Pembangunan
Objek Wisata
Sungai
Terhadap
Pendapatan
Masyarakat
Lokal dan
Pedagang
Tradisional
(Studi Pada
Objek Wisata
Menara
Pandang Piere
Tendean
Banjarmasin)/
Gusti Marliani27
Bagaimana pengaruh
pembangunan objek
wisata sungai terhadap
pendapatan masyarakat
lokal dan pedagang
tradisional di objek
wisata Menara
Pandang Pierre
Tendean Banjarmasin ?
Penelitian bersifat
deskriptif kuantitatif.
Subjek penelitian adalah
masyarakat lokal dan
pedagang tradisional di
sekitar Menara Pandang
Pierre Tendean. Teknik
pengumpulan data
dilakukan dengan cara
observasi, dokumentasi
dan metode angket
(kuisioner).
Pembangunan suatu
kawasan yang di dalamnya
terdapat kesamaan atau
kemiripan dalam
kemampuan berkembang,
kondisi lokasi, kondisi fisik
serta keberadaan sarana
transportasi merupakan
sebuah proyek positif dalam
mengalokasikan dana
investasi pembangunan
yang akan berjalan secara
efektif dan efisien.28
Adanya pembangunan wisata Siring
Sungai Martapura memberikan
pengaruh terhadap pendapatan
masyarakat lokal dan pedagang
tradisional. Meningkatnya pendapatan
masyarakat lokal dan pedagang
tradisional tersebut menjadikan
pembangunan dan promosi wisata
Kota Banjarmasin memiliki dampak
positif dan manfaat serta mendorong
perekonomian masyarakat lokal dan
pedagang tradisional sekitar.
27 Gusti Marliani. Op Cit 28 Adisasmita dalam Gusti Marliani. Ibid, hlm. 35
28
No Judul/ Penulis Rumusan Masalah Metode Teori Pembahasan/ Isi
6
Strategi
Pengembangan
Kawasan Wisata
Pasar Terapung
Berbasis
Kearifan Lokal
di Kota
Banjarmasin/
Desy Sugianti
dan Shellyana
Junaedi29
1. Bagaimana bentuk
kearifan lokal
masyarakat dalam
pengelolaan kawasan
pasar terapung di
Banjarmasin?
2. Bagaimana strategi
pengembangan
kawasan wisata
Pasar Terapung di
Banjarmasin yang
berbasis kearifan
lokal ?
Metode penelitian
menggunakan triangulasi
kualitatif deskriptif
dengan kuantitatif analisis
SWOT. Teknik
pengumpulan data berupa
identifikasi, wawancara
dan dokumentasi.
Sedangkan, teknik
sampling menggunakan
teknik purposive
sampling yaitu sampel
dipilih secara sengaja
dengan tujuan tertentu.
Penelitian dilakukan di
Pasar Terapung Muara
Kuin, Pasar Terapung
Siring Sungai Martapura
serta Kawasan Wisata
Siring Sungai Martapura.
Menurut UU No. 9 Tahun
2009 tentang
Kepariwisataan, destinasi
pariwisata adalah kawasan
geografis yang berada
dalam satu atau lebih
wilayah administratif yang
di dalamnya terdapat daya
tarik wisata, fasilitas
umum, fasilitas pariwisata,
aksesibilitas, serta
masyarakat yang saling
terkait dan melengkapi
terwujudnya
kepariwisataan.30
Pemerintah menghadirkan Pasar
Terapung Siring sebagai upaya untuk
mempermudah akses wisatawan, tetapi
berdampak buruk dengan tidak
hadirnya pemerintah dalam
pengelolaan Pasar Terapung Kuin.
Ketersedian fasilitas umum dan
fasilitas pariwisata sebagai kebutuhan
penunjang pariwisata lebih banyak
dilaksanakan pemerintah terhadap
Pasar Terapung Siring daripada Pasar
Terapung Kuin. Masyarakat dan
pedagang di Pasar Terapung Siring
cenderung telah sadar akan potensi
pariwisata sehingga dapat berdampak
terhadap peningkatan ekonomi
daripada di Pasar Terapung Kuin.
7 Moral Ekonomi
Para Pedagang
Pasar Terapung
Bagaimana penerapan
moral ekonomi para
pedagang pasar
Metode penelitian
menggunakan pendekatan
kualitatif yang bersifat
Menurut Wilk32, moral
ekonomi merupakan
norma-norma tradisional
Para pedagang pasar terapung
berpedoman pada moral ekonomi
Kebudayaan Banjar dalam melakukan
29 Desi Sugianti dan Shellyana Junaedi. Op Cit 30 UU No. 9 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan 32 Wilk dalam M Fauzan Kurni dan J Emmed M P. Ibid, hlm. 4
29
No Judul/ Penulis Rumusan Masalah Metode Teori Pembahasan/ Isi
di Sungai
Martapura, Lok
Baintan,
Banjarmasin/ M
Fauzan Kurni
dan J. Emmed M
P31
terapung dalam
kegiatan ekonomi di
pasar terapung maupun
di rumah tangga ?
deskriptif. Teknik
pengumpulan data berupa
observasi dan wawancara
dan studi literatur.
yang menitikberatkan pada
status sosial individu dalam
pertukaran ekonomi
sehingga lebih dominan
pada nilai sosialnya.
Menurut Scott33, moral
ekonomi dalam kehidupan
peasant pedesaan mengacu
pada prinsip hubungan
timbal balik dan hak atas
subsistensi. Prinsip
hubungan timbal balik
merupakan acuan dalam
kehidupan bermasyarakat
sedangkan prinsip hak atas
subsistensi menjadi
pedoman kebutuhan
minimal yang harus
terpenuhi.
kegiatan ekonomi. Hal tersebut
dibuktikan dengan tolong menolong
sesama pedagang maupun lingkungan
tempat tinggal, konsep berhutang,
pengambilan keputusan dan
manajemen keuangan dalam rumah
tangga, tawar menawar, menabung,
kepercayaan (trust) serta riba.
Berhutang merupakan hal yang biasa
bagi para pedagang di pasar terapung.
Konsep berhutang misalnya pedagang
A mengambil barang kepada pedagang
B, kemudian setelah dijual oleh
pedagang B dan memperoleh
keuntungan, pedagang B membayar
hutangnya kepada pedagang A.
Konsep tolong menolong juga
diterapkan sebagai moral ekonomi
para pedagang pasar terapung yang
menganggap sesama pedagang bukan
saingan. Hal tersebut dicontohkan
seperti misalnya sedang kehabisan
plastik untuk bungkus dagangan, maka
pedagang lain akan memberikan
plastik. Para pedagang di pasar
31 M. Fauzan Kurni dan J. Emmed M. P., Moral Ekonomi Para Pedagang Pasar Terapung di Sungai Martapura, Lok Baintan, Banjarmasin, Naskah Ringkas, 2014, hlm. 1-22 33 Scott dalam M Fauzan Kurni dan J Emmed M P. Ibid
30
No Judul/ Penulis Rumusan Masalah Metode Teori Pembahasan/ Isi
terapung sejatinya bekerja hanya untuk
membantu meringankan pekerjaan
suami. Masyarakat Banjar memiliki
pedoman hidup yang mengharuskan
suami mencari nafkah dan istri
mengurus rumah atau bisa membantu
meringankan pekerjaan suami seperti
yang dilakukan pedagang pasar
terapung.
8
The Role of
Local
Government for
Local Product
Processing : the
Implication for
Tourism
Sustainability in
Lok Baintan
Floating
Market/ Deasy
Arisanty dan
kawan-kawan34
How is the role of
government for local
product processing in
Lok Baintan Floating
Market to improve the
tourism activity ?
The research is located on
Lok Baintan Floating
Market in Banjar
Regency, South
Kalimantan. The study
used fieldwork and
qualitative approach. The
data collected through
observation, depth
interview and document.
Data analysis consisted of
data grouping, data
The role of government is
important for tourism
industry development. It
depends on the quality of
the product. The most
important thing in the
tourism industry is who
pays for the product and
who benefits from it.35 The
government as the
motivator, facilitator and
dynamist. All of that is for
tourism industry
Local government of Banjar Regency
on Agriculture and Farm Agency has
never implements processing of
agricultural product program in Lok
Baintan. It cause of the limitation of
cost. In addition, the local government
has never applied to assist the
management of plantation products.
Also, on fishery product has never
been implemented by Fishery Agency
of Banjar Regency. Based on both of
them, we can connect that the quality
of products in Lok Baintan still has to
increase, especially on processing of
34 Deasy Arisanty dkk, The Role of Local Government for Local Product Processing : the Implication for Tourism Sustainability in Lok Baintan Floating Market, Journal of Indonesian
Tourism and Development Studies, Vol. 7 No. 1, hlm. 7-12 35 Shone, M. C. dalam Deasy Arisanty dkk. Ibid, hlm. 7
31
No Judul/ Penulis Rumusan Masalah Metode Teori Pembahasan/ Isi
reduction, data display
and conclusion drawing.
development goal.36 The
role of local government is
also important for driving
the sustainability of the
tourism agenda and provide
a good environment for the
private sector, local
community, tourists and
other stakeholders for
tourism sustainability.37
goods. Processing of raw goods into
finished goods is an important think
which local governments still have not
made a training for that. The
processing of raw consist of agriculture
and fishery, and handicraft items. It
also be an important thing when
domestic or international tourists are
coming and looking for the products or
goods that can brought to their home.
36 Adi dkk dalam Deasy Arisanty. Ibid 37 Brokaj dalam Deasy Arisanty. Ibid
32
Taksonomi yang telah dibuat terdiri dari jurnal-jurnal pilihan yang peneliti
dapatkan guna mendukung penelitian ini. Jurnal-jurnal tersebut diambil dari
peneliti lain yang memiliki kesamaan tema tetapi terdapat perbedaan di antaranya.
Hal ini dimaksudkan untuk menambah modal penelitian ini seperti teori, data-data
awal, serta permasalahan yang telah dibahas. Penelitian terdahulu karena itu
menjadi penting sehingga penelitian ini menjadi terarah dan menjadi sumbangsih
dalam pembangunan di daerah.
Jurnal-jurnal penelitian terdahulu yang telah dibuat taksonomi di atas telah
menjelaskan beberapa masalah melalui pembahasan pada jurnal-jurnal tersebut.
Permasalahan mulai dari aturan tentang pengelolaan sungai yang diatur dalam
Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor 2 Tahun 2007. Peraturan tersebut telah
mengatur terkait hak dan kewajiban masyarakat bersama pemerintah atas sungai di
Kota Banjarmasin beserta sanksi-sanksinya. Pemerintah daerah juga telah membuat
program-program dalam pengelolaan sungai yang berlandaskan pada peraturan
tersebut di antaranya membersihkan dan merapikan sungai-sungai besar maupun
kecil, melaksanakan pembangunan dan perawatan terhadap sistem drainase,
melakukan revitalisasi dan menata kawasan tepian sungai. Penataan kawasan tepian
sungai salah satunya diimplementasikan melalui kawasan Siring Sungai Martapura.
Pembangunan infrastruktur sangat penting dalam menunjang kegiatan
pariwisata di Kota Banjarmasin. Analisis Tourism Business District (TBD) di Kota
Banjarmasin menilai fasilitas pariwisata cukup dapat menunjang wisatawan
walaupun masih belum sepenuhnya baik. Keberadaan Zona Core Attraction,
Central Business District (CBD), Zona Essential Service serta Tourism Business
District (TBD) yang cukup menunjang menjadikan Kota Banjarmasin sebagai
33
magnet wisatawan dari seluruh penjuru Kalimantan Selatan bahkan sampai ke
Provinsi Kalimantan Tengah. Beberapa hal tetap ada yang harus diperbaiki seperti
jalur pejalan kaki (trotoar), jembatan penyeberangan dan lain sebagainya.
Wisatawan yang berkunjung ke Kota Banjarmasin selalu mengalami
peningkatan setiap tahunnya. Hal tersebut tidak terlepas dari strategi
pengembangan wisata berupa promosi berbasis teknologi, ekonomi kreatif,
kerjasama dengan agen wisata, kebijakan pendukung mutu pelayanan wisata,
penambahan destinasi wisata serta event tahunan Kota Banjarmasin. Adanya
pembangunan kawasan Siring Sungai Martapura juga menjadi ikon wisata baru
bagi Kota Banjarmasin sejak 2013. Penambahan pasar terapung Siring Sungai
Martapura pada tahun 2015 juga melengkapi wisata Kota Banjarmasin serta
berdampak baik bagi peningkatan pendapatan masyarakat lokal dan pedagang
tradisional. Adanya pasar terapung baru tersebut justru juga menjadikan pasar
terapung Muara Kuin yang telah ada sejak ratusan tahun lalu menjadi terancam
eksistensinya. Hal ini dikarenakan pemerintah fokus pada pasar terapung Siring
Sungai Martapura sehingga pasar terapung Muara Kuin kurang diperhatikan.
Para pedagang tradisional pasar terapung dalam melakukan kegiatan
ekonomi berpedoman pada moral ekonomi kebudayaan Banjar. Hal ini dicontohkan
salah satunya ketika mengambil barang dagangan. Pedagang biasnya mengambil
barang dagangan kepada pedagang lainnya untuk dijual. Setelah mendapat
keuntungan, barulah pedagang tersebut melunasi hutangnya. Barang dagangan
yang dijual tersebut kebanyakan barang mentah seperti buah-buahan, sayuran dan
ikan asin dalam satuan yang besar (biasanya hitungan keranjang). Hal ini dapat
terlihat bahwa pedagang belum bisa menjual dagangan menyesuaikan zaman.
34
Masalah inilah yang harus menjadi perhatian pemerintah dalam memberikan
pelatihan mengolah barang mentah menjadi barang jadi. Pemerintah selama ini
belum fokus dalam memberikan pelatihan dalam mengolah produk bagi para
pedagang pasar terapung tersebut.
Posisi peneliti berdasarkan penjelasan di atas berfokus pada kebijakan pada
pengelolaan sungai integratif antara pemerintah daerah dengan masyarakat dan
swasta dalam mengembangkan wisata di Kota Banjarmasin. Pengembangan wisata
yang dimaksud adalah penyediaan sarana dan prasarana serta atraksi wisata.
Penelitian ini mengacu pada penelitian terdahulu serta teori-teori yang akan
diuraikan pada subbab berikutnya.
2.2 Kerangka Teori
A. Kebijakan
Kebijakan dikenal sebagai suatu upaya pemerintah dalam melaksanakan
pembangunan. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan “kebijakan”
sebagai konsep dan asas yang memuat dasar-dasar dalam melakukan pekerjaan,
kepemimpinan serta cara bertindak.38 Kebijakan berdasarkan penjelasan tersebut
menjadi dasar bagi seseorang dalam bertindak dan mengerjakan sesuatu khususnya
sektor publik.
Berbagai definisi kebijakan disampaikan oleh para ahli. Said Zainal Abidin39
di dalam bukunya berjudul Kebijakan Publik, mengutip pendapat beberapa ahli
tentang definisi kebijakan. Dye misalnya mengartikan kebijakan sebagai pilihan
38 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) melalui Pencarian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
Online: https://kbbi.web.id, diakses pada 19 Agustus 2019 39 Said Zainal Abidin. Op Cit, hlm. 5
35
pemerintah untuk melakukan ataupun tidak melakukan suatu tindakan. David
Easton mengartikan kebijakan sebagai “kekuasaan pengalokasian nilai-nilai bagi
masyarakat secara menyeluruh”. Laswell dan Kaplan mengartikan kebijakan lebih
sebagai “program yang diproyeksikan berkenaan dengan tujuan, nilai dan praktik”.
Prof. Drs. Budi Winarno40 di dalam bukunya berjudul “Kebijakan Publik :
Teori, Proses dan Studi Kasus” menjelaskan berbagai definisi kebijakan dari
beberapa ahli. Eyestone menjelaskan bahwa kebijakan dapat didefinisikan sebagai
hubungan suatu unit pemerintahan dengan lingkungannya. Definisi tersebut
menurutnya masih terlalu luas dan kurang pasti dalam memahami definisi
kebijakan karena mencakup banyak hal. Richard Rose mengartikan kebijakan
sebagai serangkaian kegiatan yang saling terhubung beserta konsekuensinya
terhadap pelaku kebijakan tersebut. Definisi ini sebenarnya bersifat ambigu, namun
memiliki makna bahwa kebijakan dipahami sebagai pola kegiatan bukan sebagai
keputusan belaka.
Proses pembuatan kebijakan merupakan rangkaian kegiatan yang kompleks.
Proses ini membahas mulai dari pengumpulan masalah hingga penilaian kebijakan
yang kemudian memutuskan kebijakan tersebut harus diubah atau dihentikan.
Peneliti dalam pembahasan subbab ini menggunakan pendapat William Dunn41
tentang proses pembuatan kebijakan.
40 Prof. Drs. Budi Winarno, Kebijakan Publik : Teori, Proses dan Studi Kasus, Jakarta, CAPS (Center of
Academic Publishing Service), cetakan ke-2, 2014, hlm. 20 41 William Dunn dalam Budi Winarno. Ibid, hlm. 35-37.
Penyusunan
Agenda
Adopsi
Kebijakan
Formulasi
Kebijakan
Implemen-
tasi
Kebijakan
Evaluasi
Kebijakan
36
Tahap penyusunan agenda merupakan tahap penyeleksian kebijakan. Pejabat
yang dipilih atau diangkat menyeleksi masalah-masalah untuk dimasukkan ke
dalam agenda kebijakan. Berbagai permasalahan tersebut pada akhirnya setelah
diseleksi kemudian disusun berdasarkan prioritas pembahasannya.
Tahap formulasi kebijakan akan membahas masalah-masalah yang telah
masuk ke dalam agenda kebijakan. Para pembuat kebijakan pada tahap ini akan
mencari pemecahan masalah terbaik menggunakan berbagai pilihan kebijakan
(policy option). Berbagai pilihan kebijakan akan bersaing untuk menjadi
pemecahan masalah terbaik. Para aktor akan berkompetisi dalam mengusulkan
pemecahan masalah terbaik.
Tahap adopsi kebijakan merupakan hasil dari seleksi pilihan kebijakan. Salah
satu pilihan kebijakan yang ditawarkan oleh berbagai perumus kebijakan akan
diadopsi sebagai kebijakan. Adopsi kebijakan tersebut ditandai dengan dukungan
dari mayoritas legislator, konsensus antara pimpinan lembaga atau keputusan
peradilan.
Tahap implementasi kebijakan mengharuskan adanya pelaksanaan kebijakan
di semua badan administrasi dan agen-agen pemerintah di tingkat bawah. Kebijakan
yang telah diambil tersebut kemudian dilaksanakan oleh unit-unit administrasi di
tingkat bawah dengan memobilisasi sumber daya finansial dan manusia. Berbagai
kepentingan pada tahap ini juga akan bersaing dengan didukung atau ditentang oleh
para pelaksana kebijakan di tingkat bawah.
Tahap evaluasi kebijakan bukan merupakan tahap akhir dalam rangkaian
kebijakan. Tahap ini merupakan penilaian atau evaluasi terhadap kebijakan yang
37
telah dilaksanakan. Tahap ini akan melihat sejauh mana dampak kebijakan tersebut
dalam memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat. Ukuran-ukuran atau
kriteria-kriteria untuk menilai kebijakan publik kemudian ditentukan dalam meraih
dampak yang diinginkan. Tahap akhir dalam proses pembuatan kebijakan adalah
perubahan kebijakan dan terminasi (penghentian kebijakan).
B. Pengelolaan Sungai Integratif
Pengelolaan DAS (Daerah Aliran Sungai) terpadu atau peneliti menyebutnya
dengan pengelolaan sungai integratif merupakan kerjasama berbagai unsur dari
pemerintah, masyarakat dan bahkan swasta yang terintegrasi dalam mengurusi
permasalahan sungai. Unsur-unsur tersebut pada pelaksanaannya berbagi
kewenangan sesuai bidangnya masing-masing. Hal ini lebih menekankan pada
pengelolaan lintas sektoral dan koordinasi masing-masing unsur.
Haeruman42 berpendapat bahwa pengelolaan terpadu merupakan
pengembangan keserasian tujuan antar sistem dalam mengelola sumber daya alam.
Hal itu berarti sumber daya dikelola oleh banyak pihak yang memiliki berbagai
kepentingan namun tetap berkaitan satu sama lain. Haeruman selanjutnya
menjelaskan tentang beberapa indikator yang harus dicapai dalam pengelolaan
terpadu. Pertama, terkoordinasinya berbagai aktor yang memiliki keterkaitan
kepentingan dalam suatu sistem guna mencapai keserasian tujuan. Kedua,
memadukan berbagai kepentingan pemanfaatan, penataan, pemeliharaan,
pengawasan, pengendalian dan pengembangan ke dalam suatu sistem yang
terintegrasi.
42 Haeruman dalam Sudaryono. Op Cit, hlm. 154
38
Pengelolaan sungai harus dilaksanakan secara integratif untuk memadukan
berbagai kepentingan dalam mencapai keserasian tujuan. Hal ini merupakan tujuan
dari adanya integrasi pengelolaan sungai. Notohadiprawiro43 menjelaskan
setidaknya ada tiga alasan pengelolaan DAS harus dilaksanakan secara terpadu.
Pertama, adanya keterkaitan dalam pengelolaan sumber daya alam dan pembinaan
aktivitas manusia di dalamnya. Kedua, multidisiplin ilmu merupakan ciri dalam
mengelola DAS. Ketiga, tidak ada instansi yang memiliki kewenangan secara utuh
dalam pengelolaannya, karena penyelenggaraannya bersifat lintas sektoral.
C. Collaborative Governance
Istilah Collaborative Governance atau pemerintahan kolaboratif merupakan
salah satu model pemerintahan untuk mengatasi permasalahan masyarakat.
Pemerintah pada model ini membuka kerjasama dengan berbagai pihak dalam
mengelola suatu urusan atau permasalahan. Salah satu bentuk dari Collaborative
Governance adalah Public Private Partnership (PPP). Pemerintah biasanya
berkolaborasi dengan pihak swasta dalam suatu kebijakan.
Nurul Dwi Purwanti44 banyak mengutip pendapat para ahli terkait definisi
Collaborative Governance di dalam buku karya kolektif yang berjudul “Kebijakan
Publik dan Pemerintahan Kolaboratif : Isu-Isu Kontemporer”. Menurut Cordery
dan Hartman, Collaborative Governance dapat diartikan sebagai suatu proses yang
melibatkan berbagai stakeholder yang saling terikat guna mengusung kepentingan
masing-masing dalam mencapai tujuan yang sama. Dwiyanto menjelaskan bahwa
43 Notohadiprawiro dalam Sudaryono. Ibid 44 Agustinus Subarsono dkk, Kebijakan Publik dan Pemerintahan Kolaboratif : Isu-Isu Kontemporer,
Yogyakarta: Penerbit Gava Media, 2016, hlm. 175-178
39
Collaborative Governance mencakup kesamaan visi, tujuan, strategi dan aktivitas
dari para pelaku yang berbeda namun tetap independen dalam menjalankan roda
organisasi masing-masing walaupun terikat dalam kesepakatan bersama.
Ansell dan Gash45 mendefinisikan Collaborative Governance sebagai suatu
aturan yang mengatur kerjasama antara lembaga publik maupun pemangku
kepentingan non publik yang terlibat secara langsung dalam pengambil keputusan
bersama (kolektif) yang bersifat formal, berorientasi konsensus, dan musyawarah
dengan tujuan untuk membuat dan/atau mengimplementasikan kebijakan publik
atau mengelola program atau aset publik. Nurul Dwi Purwanti kemudian
merumuskan enam kata kunci maksud dari definisi tersebut. Pertama, forum
tersebut diinisiasi oleh lembaga publik maupun aktor-aktornya. Kedua, peserta
terdiri dari aktor publik maupun non publik. Ketiga, para peserta terlibat langsung
dalam pengambilan keputusan termasuk usul dari aktor-aktor non publik. Keempat,
forum diorganisir secara formal dan pertemuan diadakan secara bersama-sama.
Kelima, forum berorientasi pada konsensus. Keenam, fokus kolaborasi adalah
kebijakan publik dan manajemen publik.
Suharyanto menjelaskan dua prinsip46 dalam Collaborative Governance.
Pertama, keserasian dan keterpaduan antara kebijakan fiskal, moneter, anggaran
dan sektor riil. Prinsip pertama ini bertujuan untuk mendorong peningkatan
efisiensi, produktivitas, stabilitas, pemerataan alokasi, dan pemanfaatan sumber
daya ekonomi. Kedua, prinsip pemberdayaan (empowering). Prinsip ini mendorong
peran partisipatif masyarakat dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan
45 Ansel dan Gash dalam Agustinus Subarsono dkk. Ibid 46 Suharyanto dalam Agustinus Subarsono dkk. Ibid, hlm. 185-186
40
pengawasan pembangunan. Peran pemerintah pada prinsip ini adalah mengurangi
hambatan dan kendala peran partisipatif masyarakat serta memberikan kesempatan
kepada masyarakat untuk belajar dan berperan aktif dalam memanfaatkan dan
mendayagunakan sumber daya produktif.
D. Pengembangan Wisata
Pengembangan wisata berpedoman pada konsep wisata berkelanjutan
(Sustainable Tourism) serta konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable
development). Kedua istilah tersebut merupakan konsep dalam mengelola suatu
bidang. Terdapat kata ‘berkelanjutan’ yang dapat diartikan sebagai suatu proses
yang berjalan terus menerus. Pengembangan wisata karenanya merupakan salah
satu bentuk dari konsep wisata berkelanjutan dan konsep pembangunan
berkelanjutan. Pengembangan tersebut secara terus-menerus selalu ada dengan
desain-desain yang senantiasa diperbaharui menyesuaikan keadaan yang dinamis.
Istilah tourism policy menurut Goeldner47 dapat diartikan sebagai
sekumpulan aturan, ketentuan, tujuan, dan strategi untuk kebutuhan
pengembangan/promosi pariwisata yang dijadikan dasar dalam pengambilan
keputusan baik secara kolektif maupun individual yang akan mempengaruhi
pengembangan wisata secara langsung serta pola kehidupan masyarakat sehari-hari
pada destinasi tersebut. Penjelasan tersebut dijelaskan kembali oleh Marceilla
Hidayat bahwa kebijakan pariwisata mencoba untuk memberikan pengalaman
yang berkualitas bagi pengunjung. Kebijakan pariwisata selain itu juga mencoba
47 Goeldner dalam Marceilla Hidayat, Strategi Perencanaan dan Pengembangan Objek Wisata (Studi Kasus
Pantai Pangandaran Kabupaten Ciamis Jawa Barat). Toursim and Hospitally Essentials (THE) Journal, 2011 Vol. I No. 1, hlm. 33-44
41
memberikan profit kepada stakeholder destinasi dan tidak dikompromi dalam
integritas lingkungan, sosial dan budaya. Maksud dari pernyataan tersebut adalah
kebijakan pariwisata berupaya memberikan kesan terbaik bagi pengunjung dengan
harapan pengunjung tersebut dapat kembali lagi ke destinasi tersebut. Kebijakan
pariwisata juga mengharapkan masyarakat sekitar destinasi memperoleh
keuntungan, salah satunya dengan peningkatan ekonomi masyarakat.
Terdapat 7 fungsi48 yang dapat diambil dari adanya kebijakan pariwisata.
Pertama, mensosialisasikan ketentuan-ketentuan bagi para pelaku yang
menjalankan dan mengelola pariwisata. Kedua, sebagai arahan dan rujukan bagi
stakeholder pariwisata dalam suatu daerah destinasi tertentu. Ketiga, mengontrol
aktivitas dan perilaku semua pihak dalam pariwisata. Keempat, sebagai fasilitator
konsensus dalam suatu daerah destinasi tertentu. Kelima, sebagai kerangka dalam
diskusi publik/swasta tentang peran dan kotribusi sektor pariwisata terhadap
ekonomi dan masyarakat umum. Keenam, menambah keterkaitan hubungan sektor
swasta dengan sektor-sektor lain.
Inskeep49 menjelaskan 8 pendekatan yang menjadi pertimbangan dalam
perencanaan pariwisata. Pertama, Continuous Incremental and Flexible Approach
merupakan perencanaan pariwisata dilihat sebagai proses yang berlangsung secara
terus-menerus dengan didasarkan pada kebutuhan wisatawan dan timbal balik dari
destinasi wisata. Kedua, System Approach memandang pariwisata sebagai suatu
sistem dan harus direncanakan. Ketiga, Comprehensive Approach merupakan
pendekatan holistik dalam memandang pariwisata secara menyeluruh . Keempat,
48 Ibid 49 Inskeep dalam Marceilla Hidayat. Ibid, hlm. 35
42
Integrated System merupakan pendekatan pariwisata yang berhubungan dengan
pendekatan sistem dan pendekatan komprehensif di mana pariwisata harus
dilakukan secara terintegrasi sebagai sebuah kesatuan yang utuh. Kelima,
Environmental and Sustainable Development Approach merupakan pembangunan
pariwisata dengan tidak merusak lingkungan sekitar sehingga sumber daya alam dan
budaya yang ada tetap dapat dilestarikan. Keenam, Community Approach
merupakan pendekatan pariwisata yang menekankan pada keterlibatan masyarakat
lokal dalam perencanaan dan pengambilan keputusan sektor pariwisata. Ketujuh,
Implementable Approach merupakan penerapan pariwisata dengan
memformulasikan kebijakan, rencana dan rekomendasi melalui teknik
implementasi meliputi pengembangan, program aksi atau strategi. Kedelapan,
Application of Systematic Planning Approach merupakan pendekatan dalam
perencanaan pariwisata yang didasarkan pada logika dan aktivitas.
McIntyre50 mengemukakan ada 3 prinsip utama dalam pembangunan
berkelanjutan (Sustainable Development). Pertama, Ecological Sustainability di
mana pengembangan pariwisata harus menyesuaikan kondisi ekologi dan sumber
daya yang ada. Kedua, Social and Cultural Sustainability mengharuskan
pengembangan pariwisata dapat memberi dampak positif bagi kehidupan sosial dan
budaya serta sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku pada masyarakat setempat.
Ketiga, Economic Sustainability didasarkan pada efisiensi ekonomi dan sumber
daya dapat bertahan di masa mendatang.
50 McIntyre dalam Marceilla Hidayat. Ibid, hlm. 37
43
Bagan Kerangka Berpikir
Pengembangan
Wisata
Kebijakan Pengelolaan
Sungai Integratif
Collaborative
Governance
Pasar Terapung
Kebijakan Pengelolaan
Sungai Integratif Peran Masyarakat
1. Partisipasi
masyarakat
dalam
pengembangan
wisata pasar
terapung
2. Dampak ekonomi
pasar terapung
terhadap
kehidupan
Masyarakat
1. Perda Nomor 2
Tahun 2007
2. Pengelolaan
Sungai
3. Kebijakan
Wisata Sungai
4. Pembangunan
Kawasan Wisata
5. Kegiatan
Pengelolaan
Pasar Terapung
Penerapan Kebijakan
Pengelolaan Sungai Integratif