bab ii tinjauan pustaka 2.1 lapis beton aspal (laston)eprints.itenas.ac.id/536/3/05 bab 2...

28
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lapis Beton Aspal (Laston) Lapis aspal beton adalah lapisan pada konstruksi jalan raya, yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus ( well graded) dicampur, dihamparkan dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu. Jenis agregat yang digunakan terdiri dari agregat kasar, agregat halus dan filler, sedangkan aspal yang digunakan sebagai bahan pengikat untuk lapis aspal beton harus terdiri dari salah satu aspal keras penetrasi 40/50, 60/70 dan 80/100 yang seragam, tidak mengandung air bila dipanaskan sampai suhu 175°C tidak berbusa dan memenuhu persyaratan sesuai dengan yang ditetapkan. Pembuatan Lapis Aspal Beton (Laston) dimaksudkan untuk mendapatkan suatu lapisan pada perkerasan jalan yang mampu memberikan sumbangan daya dukung yang terukur serta berfungsi sebagai lapisan kedap air yang dapat melindungi konstruksi dibawahnya (Bina Marga, 2018). Lapisan beton aspal terdiri dari beberapa lapis, seperti terlihat pada Gambar 2.1. Sumber: www.digilib.unila.co.id Gambar 2. 1 Lapis Perkerasan Beton Aspal 1. Lapis permukaan (Surface Course) Lapisan permukaan yang terletak paling atas pada struktur perkerasan jalan, dalam istilah perkerasan biasa disebut lapisan AC yang berfungsi sebagai:

Upload: others

Post on 12-Dec-2020

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lapis Beton Aspal (Laston)eprints.itenas.ac.id/536/3/05 Bab 2 222015219.pdf · 2019. 9. 4. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lapis Beton Aspal (Laston)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lapis Beton Aspal (Laston)

Lapis aspal beton adalah lapisan pada konstruksi jalan raya, yang terdiri dari

campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus (well graded) dicampur,

dihamparkan dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu. Jenis agregat yang

digunakan terdiri dari agregat kasar, agregat halus dan filler, sedangkan aspal yang

digunakan sebagai bahan pengikat untuk lapis aspal beton harus terdiri dari salah satu

aspal keras penetrasi 40/50, 60/70 dan 80/100 yang seragam, tidak mengandung air bila

dipanaskan sampai suhu 175°C tidak berbusa dan memenuhu persyaratan sesuai dengan

yang ditetapkan.

Pembuatan Lapis Aspal Beton (Laston) dimaksudkan untuk mendapatkan suatu

lapisan pada perkerasan jalan yang mampu memberikan sumbangan daya dukung yang

terukur serta berfungsi sebagai lapisan kedap air yang dapat melindungi konstruksi

dibawahnya (Bina Marga, 2018).

Lapisan beton aspal terdiri dari beberapa lapis, seperti terlihat pada Gambar 2.1.

Sumber: www.digilib.unila.co.id

Gambar 2. 1 Lapis Perkerasan Beton Aspal

1. Lapis permukaan (Surface Course)

Lapisan permukaan yang terletak paling atas pada struktur perkerasan jalan, dalam

istilah perkerasan biasa disebut lapisan AC yang berfungsi sebagai:

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lapis Beton Aspal (Laston)eprints.itenas.ac.id/536/3/05 Bab 2 222015219.pdf · 2019. 9. 4. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lapis Beton Aspal (Laston)

7

a. Lapis perkerasan penahan beban roda, lapisan ini mempunyai stabilitas tinggi

untuk menahan beban roda selama masa pelayanan.

b. Lapis kedap air, sehingga air hujan yang jatuh di atasnya tidak meresap ke

lapisan di bawahnya.

c. Lapis aus (wearing course), lapisan yang langsung menerima gesekan akibat

rem kendaraan sehingga mudah menjadi aus.

Fungsi diatas dapat dipenuhi jika lapisan permukaan dibuat dengan menggunakan

bahan pengikat aspal sehingga menghasilkan lapisan yang kedap air dengan

stabilitas yang tinggi dan daya tahan selama masa pelayanan.

2. Lapis fondasi BC (Base Course)

Lapis perkerasan yang terletak di antara lapis fondasi bawah dan lapis permukaan

dinamakan lapis fondasi dan berfungsi sebagai:

a. Bagian struktur perkerasan yang menahan gaya vertikal dari beban kendaraan

dan disebarkan ke lapis dibawahnya.

b. Lapis peresap untuk fondasi bawah.

c. Bantalan atau perletakkan lapis permukaan.

3. Lapis fondasi bawah (Subbase Course)

Lapis fondasi bawah yaitu lapis perkerasan yang terletak di antara lapis fondasi dan

tanah dasar. Lapisan fondasi bawah berfungsi sebagai:

a. Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban kendaraan ke

tanah dasar.

b. Efisiensi penggunaan material yang relative murah, agar lapis diatasnya dapat

dikurangi tebalnya.

c. Lapis peresap, agar air tanah tidak berkumpul di fondasi.

d. Lapis filler untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar naik ke

lapis fondasi.

4. Lapis tanah dasar (Subgrade)

Lapisan tanah dasar adalah lapisan tanah yang terletak diatas lapisan fondasi bawah.

Lapisan tanah dasar dapat berupa tanah asli yang dipadatkan, jika tanah aslinya baik,

atau tanah yang didatangkan dari tempat lain dan dipadatkan.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lapis Beton Aspal (Laston)eprints.itenas.ac.id/536/3/05 Bab 2 222015219.pdf · 2019. 9. 4. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lapis Beton Aspal (Laston)

8

2.1.1 Gradasi Campuran

Gradasi adalah susunan ukuran butir agregat. Ukuran butir agregat dapat diperoleh

melalui pemeriksaan analisa saringan. Analisa saringan dapat dilakukan secara basah atau

kering (saringan basah atau saringan kering). Menurut Silvia Sukirman (2016), gradasi

agregat adalah menentukan besarnya rongga atau pori yang mungkin terjadi dalam

agregat campuran. Agregat campuran yang terdiri dari agregat berukuran sama akan

berongga atau berpori banyak karena tidak terdapat agregat berukuran kecil yang dapat

mengisi rongga antar butiran. Sebaliknya, bila gabungan agregat terdistribusi dari agregat

yang kecil sampai besar secara merata, maka rongga yang terbentuk oleh susunan agregat

akan kecil. Gradasi agregat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel

2.1 dan untuk grafik gradasi campuran Laston AC-WC dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Tabel 2. 1 Gradasi Agregat Untuk Campuran Beraspal

Ukuran Ayakan % Berat yang Lolos terhadap Total Agregat

Laston (AC)

ASTM (mm) WC Gradasi Target

1½" 37,5

1" 25

¾" 19 100 100

½" 12,5 90 - 100 95

3/8" 9,5 77 - 90 83.5

No. 4 4,75 53 - 69 61

No. 8 2,36 33 - 53 43

No. 16 1,18 21 - 40 30.5

No. 30 0,6 14 - 30 22

No. 50 0,3 9 - 22 15.5

No. 100 0,15 6 - 15 10.5

No. 200 0,075 4 – 9 6.5

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lapis Beton Aspal (Laston)eprints.itenas.ac.id/536/3/05 Bab 2 222015219.pdf · 2019. 9. 4. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lapis Beton Aspal (Laston)

9

Gambar 2. 2 Grafik Gradasi Campuran Laston AC-WC

2.1.2 Sifat Campuran Aspal Beton

Sebagai lapis permukaan perkerasan jalan, Laston (AC) mempunyai nilai struktur,

kedap air, dan mempunyai stabilitas tinggi. Ketentuan sifat-sifat campuran beraspal panas

menurut Spesifikasi Bina Marga 2018 untuk Laston (AC), tertera pada Tabel 2.2.

Tabel 2. 2 Ketentuan Sifat-sifat Campuran Laston (AC)

Sifat-sifat Campuran

Laston

Lapis

Aus Lapis Antara Fondasi

AC-WC AC-BC AC-Base

Jumlah tumbukan per bidang 75 112

Rasio partikel lolos ayakan 0.075

mm min 0.6

dengan kadar aspal efektif maks 1.2

Rongga dalam campuran (%) min 3

maks 5

Rongga dalam agregat (VIM) (%) maks 15 14 13

Rongga Terisi Aspal (%) min 65 65 65

Stabilitas Marshall min 800 1800

Pelelehan (mm) min 2 3

maks 4 6

Sumber: Spesifikasi Bina Marga 2018

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

110

0,01 0,1 1 10 100

% B

erat

Agre

gat

yan

g L

olo

s

Ukuran Saringan (mm)

Spesifikasi Batas

Bawah

Spesifikasi Batas Atas

Gradasi Target

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lapis Beton Aspal (Laston)eprints.itenas.ac.id/536/3/05 Bab 2 222015219.pdf · 2019. 9. 4. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lapis Beton Aspal (Laston)

10

Tabel 2. 2 Ketentuan Sifat-sifat Campuran Laston (AC) (Lanjutan)

Sifat-sifat Campuran

Laston

Lapis Aus Lapis Antara Fondasi

AC-WC AC-BC AC-Base

Stabilitas Marshall sisa (%)

setelah perendaman selama 24

jam, 600C min 90

Rongga dalam campuran (%) pada min 2

Kepadatan Membal (refusal)

Sumber: Spesifikasi Bina Marga 2018

2.1.3 Karakteristik Beton Aspal

Menurut Sukirman,S.,(2016) bahwa campuran dari aspal dan agregat yang

direncanakan harus dapat memenuhi karakteristik tertentu agar dapat bertahan pada

kondisi beban lalulintas dan iklim sehingga dapat menghasilkan suatu perkerasan yang

kuat, aman dan nyaman. Maka setiap campuran beton aspal (AC) harus memiliki

karakteristik sebagai berikut:

1. Stabilitas adalah kemampuan perkerasan jalan menerima beban lalu lintas tanpa

terjadi perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur, dan bleeding. Kebutuhan

akan stabilitas sebanding dengan fungsi jalan, dan beban lalu lintas yang akan

dilayani. Jalan yang melayani volume lalu lintas tinggi dan dominan terdiri dari

kendaraan berat, membutuhkan perkerasan jalan dengan stabilitas tinggi.

Sebaliknya perkerasan jalan yang diperuntukkan untuk melayani lalu lintas

kendaraan ringan tentu tidak perlu mempunyai nilai stabilitas yang tinggi.

2. Keawetan (durabilitas) adalah kemampuan beton aspal menerima repetisi beban

lalu lintas seperti berat kendaraan dan gesekan antara roda kendaraan dan

permukaan jalan, serta menahan keausan akibat pengaruh iklim, seperti udara, air,

atau perubahan temperatur. Durabilitas beton aspal dipengaruhi oleh tebalnya film

atau selimut aspal, banyaknya pori dalam campuran, kepadatan dan kedap airnya

campuran.

3. Kelenturan (fleksibilitas) adalah kemampuan beton aspal untuk menyesuaikan diri

akibat penurunan (konsolidasi / settlement) dan pergerakan dari pondasi atau tanah

dasar, tanpa terjadi retak. Penurunan terjadi akibat berat sendiri tanah timbunan

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lapis Beton Aspal (Laston)eprints.itenas.ac.id/536/3/05 Bab 2 222015219.pdf · 2019. 9. 4. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lapis Beton Aspal (Laston)

11

yang dibuat diatas tanah asli. Fleksibilitas dapat ditingkatkan dengan

mempergunakan agregat bergradasi terbuka dengan kadar aspal yang tinggi.

4. Ketahanan terhadap kelelahan (fatique resistance) adalah kemampuan beton aspal

menerima lendutan berulang akibat repitisi beban, tanpa terjadinya kelelahan

berupa alur dan retak. Hal ini dapat tercapai jika mempergunakan kadar aspal yang

tinggi.

5. Kekesatan / tahanan geser (skid resistance) adalah kemampuan permukaan beton

aspal terutama pada kondisi basah, memberikan gaya gesek pada roda kendaraan

sehingga kendaraan tidak tergelincir, ataupun slip. Berikut adalah faktor – faktor

yang mempengaruhi kekesatan jalan yaitu:

a. Kekasaran permukaan dari butirbutir. Dalam hal ini agregat yang digunakan

tidak hanya mempunyai permukaan yang kasar, tetapi juga mempunyai daya

tahan

b. Luas bidang kontak antar butir atau bentuk butir

c. Gradasi agregat

d. Kepadatan campuran

e. Tebal film aspal

f. Ukuran maksimum butir agregat

6. Kedap air (impermeabilitas) adalah kemampuan beton aspal untuk tidak dapat

dimasuki air ataupun udara ke dalam lapisan beton aspal. Air dan udara dapat

mengakibatkan percepatan proses penuaan aspal, dan pengelupasan selimut aspal

dari permukaan agregat. Jumlah pori yang tersisa setelah beton aspal dipadatkan

dapat menjadi indikator kekedapan air campuran. Tingkat impermeabilitas beton

aspal berbanding terbalik dengan tingkat durabilitasnya.

7. Kemudahan Pelaksanaan (workability) adalah kemampuan campuran beton aspal

untuk mudah dihamparkan dan dipadatkan. Tingkat kemudahan dalam

pelaksanaan, menentukan tingkat efisiensi pekerjaan. Faktor yang mempengaruhi

tingkat kemudahan dalam proses penghamparan dan pemadatan adalah:

a. Viscositas aspal

b. Kepekaan aspal terhadap perubahan temperatur

c. Gradasi dan kondisi agregat Revisi atau koreksi terhadap rancangan

campouran dapat dilakukan jika ditemukan kesukaran

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lapis Beton Aspal (Laston)eprints.itenas.ac.id/536/3/05 Bab 2 222015219.pdf · 2019. 9. 4. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lapis Beton Aspal (Laston)

12

2.1.4 Temperatur

Aspal pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat. Jika dipanaskan

sampai suatu temperatur tertentu aspal dapat menjadi lunak/cair sehingga dapat

membungkus partikel agregat pada waktu pembuatan aspal beton atau masuk kedalam

pori-pori saat penyemprotan/penyiraman pada perkerasan macadam ataupun peleburan.

Jika temperatur mulai turun, aspal akan mengeras dan mengikat agregat pada tempatnya

(sifat termoplastis). Setiap jenis aspal mempunyai kepekaan terhadap temperatur berbeda

– beda, karena kepekaan tersebut dipengaruhi oleh komposisi kimiawi aspalnya,

walaupun mungkin mempunyai nilai penetrasi atau viskositas yang sama pada temperatur

tertentu. Pemeriksan sifat kepekaan aspal terhadap perubahan temperatur perlu dilakukan

sehingga diperoleh informasi tentang rentang temperatur yang baik untuk pelaksanaan

pekerjaan. Pada Tabel 2.3 memperlihatkan nilai viskositas aspal dan batasan suhu selama

pencampuran, penghamparan dan pemadatan

Tabel 2. 3 Ketentuan Viskositas dan Temperatur Aspal untuk Pencampuran dan

Pemadatan

No Prosedur Pelaksanaan Viskositas Aspal Perkiraan Temperatur Aspal

Aspal Pen .60/70

1 Pencampuran Benda Uji Marshall 0,17 ± 0,02 130 ± 2

2 Pemadatan Benda Uji Marshall 0,28 ± 0,03 115 ± 2

3 Pemncampuran. Rentang

Temperatur Sasaran

0,2 - 0,5 130 - 135

4 Menuangkan Campuran beraspal

dari alat pencampur ke dalam Truk

± 0,5 120 - 130

5 Pemasok ke alat Penghampar 0,5 - 1,0 115 - 125

6 Pemadatan Awal (Roda Baja) 1 -2 110 - 120

7 Pemadatan Antara ( Roda Karet) 2 - 20 90 - 115

8 Pemadatan Akhir (Roda Baja) <20 > 80

Sumber: Spesifikasi Bina Marga 2018

2.2 Campuran Aspal Hangat

Metode pencampuran aspal dapat dibedakan menjadi 3 kategori yakni

pencampuran panas (Hot Mix Asphalt), pencampuran hangat (Warm Mix Asphalt), dan

pencampuran dingin (Cold Mix Asphalt). Metode yang paling umum digunakan saat ini

adalah pencampuran panas, karena karakteristik akhir campuran yang memenuhi

persyaratan perkerasan. Namun untuk beberapa alasan, pencampuran aspal panas (HMA)

dianggap memiliki dampak negatif karena kebutuhan energi yang besar dan dampak

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lapis Beton Aspal (Laston)eprints.itenas.ac.id/536/3/05 Bab 2 222015219.pdf · 2019. 9. 4. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lapis Beton Aspal (Laston)

13

samping terhadap lingkungan. WMA dan CMA adalah cara lain pencampuran aspal yang

mengizinkan proses pencampuran dengan suhu yang lebih rendah atau tanpa pemanasan

sama sekali. WMA diproduksi pada suhu 100°C-140°C, sendangkan CMA diproduksi

tanpa proses pemanasan sama sekali. Namun pada karakteristik akhir CMA sangat rentan

terhadap proses pencampurannya. WMA diharapkan dapat menjadi jalan tengah antara

HMA dan CMA untuk mendapatkan karakteristik campuran memenuhi syarat.

Campuran aspal hangat (WMA) adalah campuran perkerasan yang proses

pembuatan dan penghamparannya pada suhu yang jauh lebih rendah dibandingkan

dengan HMA. Namun, dengan karakteristik perkerasan yang sama ataupun lebih baik

dibandingkan campuran aspal panas (HMA). Apabila HMA diproduksi pada suhu 160°C-

140°C, WMA memungkinkan produksi campuran pada suhu 100°C-140°C. Pada suhu

yang lebih rendah dari 100°C, campuran tersebut tergolong pada “half warm asphalt”.

2.3.1 Keuntungan Campuran Aspal Hangat

Campuran beraspal hangat WMA adalah sebuah istilah umum yang sering

digunakan untuk berbagai teknologi yang memungkinkan proses pembuatan bahan

perkerasan Hot Mix Asphalt HMA untuk menurunkan suhu, di mana bahan ini dicampur

dan dihampar di lapangan. Teknologi ini sudah terbukti berguna untuk:

1. Mengurangi biaya perkerasan

2. Memperpanjang umur perkerasan.

3. Meningkatkan proses pemadatan aspal.

4. Membuat campuran aspal dapat diangkut pada jarak yang lebih jauh lagi.

5. Meningkatkan kondisi kerja dengan mengurangi paparan emisi bahan bakar, asap,

dan panas.

2.3 Material Perkerasan AC-WC

Pembuatan lapis aspal beton (Laston) dimaksudkan untuk mendapatkan suatu

lapisan permukaan atau lapis antara pada perkerasan jalan raya yang mampu memberi

sumbangan daya dukung yang terukur serta berfungi sebagai lapisan kedap air yang dapat

melindungi konstruksi dibawahnya. Perkerasan jalan yang bermutu baik sangat

menunjang bagi kehidupan manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Perkerasan lentur di

Indonesia biasanya sebelum mencapai umur rencana sudah mengalami kerusakan salah

satunya akibat pengaruh cuaca dan iklim, seperti udara, air, dan perubahan temperatur.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lapis Beton Aspal (Laston)eprints.itenas.ac.id/536/3/05 Bab 2 222015219.pdf · 2019. 9. 4. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lapis Beton Aspal (Laston)

14

Pada musim hujan, tidak sedikit jalan yang terendam oleh air akibat banjir. Hal ini dapat

mempengaruhi keawetan atau durabilitas jalan tersebut.

1. Agregat

Agregat adalah bahan penyusun utama dalam perkerasan jalan. Mutu dari agregat

akan sangat menentukan mutu dari perkerasan yang akan dihasilkan. Pengawasan

terhadap mutu agregat dapat dilakukan dengan pengujian di laboratorium.

Agregat didefinisikan sebagai batu pecah, kerikil, pasir atau komposisi mineral

lainnya baik yang berupa hasil pengolahan (penyaringan, pemecahan) yang merupakan

bahan baku utama konstruksi perkerasan jalan. Pada perkerasan beton aspal yang dibuat

melalui proses pencampuran panas, agregat mengisi 95% berat campuran atau 75-85%

volume campuran. Agregat yang dipakai harus diperhatikan dengan baik, memperhatikan

sifat-sifat dari agregat tersebut seperti gradasi dan ukuran butir, kebersihan, bentuk dan

tekstur permukaan, kekuatan dan porositas. Diperlukan pemeriksaan laboratorium

mengenai mutu dari agregat itu sendiri. Dengan demikian agregat yang akan dipakai

dalam penelitian dapat memenuhi sesuai dengan syarat yang ditentukan.

Sifat agregat memberikan pengaruh yang penting pada campuran beton aspal.

Sifat agregat tersebut antara lain adalah gradasi. Gradasi adalah pembagian ukuran

agregat. Gradasi agregat dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu:

1. Gradasi seragam (uniform gradation) adalah gradasi dengan ukuran butir yang

hampir sama.

2. Gradasi baik (well gradation) adalah agregat yang ukuran butir dari besar ke kecil

dengan porsi yang hampir seimbang.

3. Gradasi senjang (gap gradation) adalah gradasi dimana ada bagian tertentu yang

dihilangkan sebagaian.

Pada campuran beraspal, agregat memberikan konstribusi sampai 90 – 95%

terhadap berat campuran, sehingga sifat-sifat agregat (jenis-jenis agregat) merupakan

salah satu faktor penentu dari kualitas campuran tersebut. sifat-sifat agregat tersebut

adalah:

1. Ukuran agregat pada suatu campuran beraspal terdistribusi dari yang berukuran

besar sampai yang berukuran kecil. Ukuran tersebut berpengaruh terhadap

kemudahan pekerjaan serta kepadatan campuran. Pada ukuran agregat menurut

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lapis Beton Aspal (Laston)eprints.itenas.ac.id/536/3/05 Bab 2 222015219.pdf · 2019. 9. 4. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lapis Beton Aspal (Laston)

15

Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina Marga 2018 dibedakan

dalam beberapa istilah, antara lain:

a. Agregat kasar untuk rancangan campuran adalah yang tertahan ayakan No.4

(4,75 mm) yang dilakukan secara basah dan harus bersih, keras, awet dan

bebas dari lempung atau bahan yang tidak dikehendaki lainnya dan memenuhi

ketentuan yang diberikan dalam Tabel 2.4.

Tabel 2. 4 Ketentuan Agregat Kasar

No. Jenis Pemeriksaan Metode Pengujian Syarat Satuan

1

Kekekalan

bentuk agregat

terhadap

larutan

Natrium Sulfat

SNI 3407:2008

Maks.

12 %

Magnesium

Sulfat

Maks.

18 %

2

Abrasi dengan

mesin Los

Angeles

100 putaran

SNI 2417:2008

Maks. 8 %

500 putaran Maks.

40 %

3 Kekekalan agregat terhadap aspal SNI 2439:2011 Min. 95 %

4 Butiran pecah terhadap agregat

kasar SNI 7619:2012 95/90

5 Partikel pipih dan lonjong ASTM D4791-10

Perbandingan 1 : 5

Maks.

10 %

6 Material lolos ayakan No.200 SNI ASTM

C117:2012 Maks. 1 %

Sumber: Spesifikasi Bina Marga 2018

b. Agregat halus dari sumber bahan manapun, harus terdiri dari pasir atau hasil

pengayakan batu pecah yang terdiri dari bahan yang lolos ayakan No.4 (4,75

mm). Agregat halus harus memenuhi ketentuan sebagaimana ditunjukkan

pada Tabel 2.5.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lapis Beton Aspal (Laston)eprints.itenas.ac.id/536/3/05 Bab 2 222015219.pdf · 2019. 9. 4. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lapis Beton Aspal (Laston)

16

Tabel 2. 5 Ketentuan Agregat Halus

No Jenis Pemeriksaan Metoda Pengujian Syarat Satuan

1 Nilai setara pasir SNI 03-4428-1997 Min. 50 %

2 Uji kadar rongga tanpa

pemadatan SNI 03-6877-2002 Min. 45

3

Gumpalan lempung dan butir-

butir mudah pecah dalam

agregat

SNI 03-4141-1996 Maks. 1 %

4 Agregat lolos ayaka No.200 SNI ASTM

C117:2012 Maks.10 %

Sumber: Spesifikasi Bina Marga 2018

c. Bahan pengisi (filler), adalah bagian dari agregat halus yang lolos saringan

No.200 (0,075 mm).

Gradasi adalah susunan butir agregat sesuai ukurannya, merupakan sifat yang

sangat luas pengaruhnya terhadap kualitas perkerasan secara keseluruhan. Gradasi

agregat menentukan besarnya rongga yang mungkin terjadi dalam agregat campuran.

Secara umum terdapat perbedaan mendasar dari sifar campuran agregat bergradasi baik

dan buruk seperti pada Tabel 2.6.

Tabel 2. 6 Perbedaan Sifat Campuran Gradasi Agregat

Sifat Bergradasi Buruk Bergradasi Baik

Permeabilitas Baik Buruk

Tingkat Kepadatan Buruk Baik

Rongga Pori Besar Sedikit

Stabilitas Buruk Baik

Sumber: Sukirman, S., 2016

2. Kebersihan agregat, agregat yang kotor akan memberikan pengaruh yang buruk

pada kualitas perkerasan jalan, seperti berkurangnya ikatan antara aspal dengan

agregat yang disebabkan karena banyaknya kandungan lempung pada agregat

tersebut.

3. Kekerasan, semua agregat yang digunakan harus kuat, mampu menahan abrasi

dan degradasi selama proses produksi dan operasionalnya di lapangan.

4. Bentuk butir agregat, bentuk partikel agregat yang bersudut memberikan ikatan

antar agregat yang baik yang dapat menahan perpindahan agregat yang mungkin

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lapis Beton Aspal (Laston)eprints.itenas.ac.id/536/3/05 Bab 2 222015219.pdf · 2019. 9. 4. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lapis Beton Aspal (Laston)

17

terjadi. Agregat yang bersudut tajam, berbentuk kubikal dan agregat yang

memiliki lebih dari satu bidang pecah akan menghasilkan ikatan antar agregat

yang paling baik.

5. Tekstur permukaan agregat, selain memberikan sifat ketahanan terhadap gelincir

(skid resistance) pada permukaan perkerasan, juga merupakan faktor lainnya yang

menentukan kekuatan, workabilitas dan durabilitas campuran beraspal.

6. Keporusan agregat menentukan banyaknya zat cair yang dapat diserap agregat.

Kemampuan agregat untuk menyerap air dan aspal adalah suatu informasi yang

penting yang harus diketahui dalam pembuatan campuran beraspal.

7. Kelekatan agregat terhadap aspal adalah kecenderungan agregat untuk menerima,

menyerap dan menahan lapisan aspal.

8. Berat jenis agregat adalah perbandingan antara berat volume agregat dan volume

air. Besarnya berat jenis agregat sangat penting dalam perencanaan campuran

agregat dan aspal, karena pada umumnya direcanakan berdasarkan perbandingan

berat dan untuk menentukan banyak pori. Agregat dengan berat jenis kecil

mempunyai volume yang besar sehingga dengan berat yang sama membutuhkan

jumlah aspal yang lebih banyak dan agregat yang berat jenisnya besar tidak

membutuhkan aspal yang lebih banyak. Terdapat empat macam berat jenis

agregat, antara lain:

a. Berat jenis bulk atau bulk specific gravity (Gsb), adalah berat jenis dengan

memperhitungkan berat agregat dalam keadaan kering dan seluruh volume

agregat.

Perhitungan berat jenis bulk ada 2, yaitu:

Perhitungan berat jenis bulk untuk agregat kasar:

Gsb = Bk

(Bj - Ba) ..........................................(2.1)

Perhitungan berat jenis bulk untuk agregat halus:

Gsb = Bk

(B+500 - Bt) ....................................(2.2)

b. Berat jenis kering permukaan atau Saturated Surface Dry Specific Gravity

(Gssd), adalah berat jenis dengan memperhitungkan berat agregat dalam

keadaan kering permukaan.

Perhitungan berat jenis kering ada 2, yaitu:

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lapis Beton Aspal (Laston)eprints.itenas.ac.id/536/3/05 Bab 2 222015219.pdf · 2019. 9. 4. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lapis Beton Aspal (Laston)

18

Perhitungan berat jenis kering permukaan untuk agregat kasar:

Gssd = Bj

(Bj - Ba) ............................................(2.3)

Perhitungan berat jenis kering permukaan untuk agregat kasar:

Gssd = 500

(B+500 - Bt) .....................................(2.5)

c. Berat jenis semu atau apparent specific gravity (Gsa), adalah berat jenis

dengan memperhitungkan berat agregat dalam keadaan kering dan volume

agregat yang tidak dapat diresapi oleh air.

Perhitungan berat jenis apparent ada 2, yaitu:

Perhitungan berat jenis semu untuk agregat kasar:

Gsa = Bk

(Bk - Ba) ..........................................(2.5)

Perhitungan berat jenis semu untuk agregat halus:

Gsa = Bk

(B+Bk-Bt) ..........................................(2.6)

d. Berat jenis efektif (Gse), adalah berat jenis dengan memperhitungkan berat

agregat dalam keadaan kering, jadi merupakan berat agregat kering dan

volume agregat yang tidak dapat diresapi oleh aspal. Nilai berat jenis agregat

umumnya konstan untuk agregat campuran, karena hanya dipengaruhi oleh

kemampuan aspal menyerap ke dalam pori dari masing-masing butir agregat.

Perhitungan berat jenis efektif ada 2, yaitu:

Perhitungan berat jenis untuk agregat kasar:

Gse = Gsb + Gsa

2 ........................................(2.7)

Perhitungan berat jenis untuk bahan pengisi (filler), yaitu:

Berat jenis = Wt

W5 - W3 .................................(2.8)

2. Bahan Pengikat/ Aspal

Aspal atau bitumen adalah suatu cairan kental yang merupkan senyawa

hidrokarbon dengan sedikit mengandung sulfur, oksigen, dan klor. Aspal sebagai bahan

pengikat dalam perkerasan lentur mempunyai sifat viskoelastis. Aspal bersifat

termoplastis yaitu mencair jika dipanaskan dan kembali membeku jika temperatur turun.

Sifat ini digunakan dalam proses konstruksi perkerasan jalan. Banyaknya aspal dalam

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lapis Beton Aspal (Laston)eprints.itenas.ac.id/536/3/05 Bab 2 222015219.pdf · 2019. 9. 4. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lapis Beton Aspal (Laston)

19

campuran perkerasan berkisar antara 4-10% berdasarkan berat campuran, atau 10-15%

berdasarkan volume campuran.

Berdasarkan tempat diperolehnya, aspal dibedakan menjadi 2 jenis yaitu:

1. Aspal Alam

Aspal alam yaitu aspal yang ditemui di alam, dapat berbentuk batuan ataupun

aspal alam. Batuan aspal adalah batuan yang mengandung aspal di dalamnya,

dapat digunakan sebagaimana adanya ataupun dapat diolah terlebih dahulu.

Indonesia memiliki batuan aspal di Pulau Buton, terkenal dengan nama Asbuton

(Aspal Batu Beton). Produk asbuton dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu:

a. Produk asbuton yang masih mengandung material filler, seperti asbuton

kasar, asbuton halus, asbuton mikro, dan butonite mastic asphalt.

b. Produk asbuton yang telah dimurnikan menjadi aspal murni melalui proses

ekstraksi atau proses kimiawi.

Aspal alam adalah aspal yang ditemui di alam, dalam jumlah besar di dunia

terdapat di Trinidad, berupa aspal danau (Trinidad Lake Asphalt).

2. Aspal Minyak

Aspal minyak adalah aspal yang merupakan residu destilasi minyak bumi. Setiap

minyak bumi dapat menghasilkan residu jenis asphaltic base crude oil yang

banyak mengandung aspal, paraffin base crude oil yang banyak mengandung

parafin, atau mixed base crude oil yang banyak mengandung campuran antara

parafin dan aspal. Untuk perkerasan jalan umumnya digunakan aspal minyak

asphaltic base crude oil.

Aspal minyak dapat dibedakan atas:

a. Aspal Padat (Asphalt Cement)

b. Aspal Cair (Cut Back Asphalt)

c. Aspal Emulsi (Emulsified Asphalt)

Aspal padat (Asphalt Cement) adalah proses destilasi yang terkandung dalam

minyak bumi dipisahkan dengan destilitas sederhana hingga menyisakan suatu residu

yang disebut dengan aspal padat. Pada proses destilitas tersebut aspal padat baru

dihasilkan melalui proses destilitas hampa pada temperatur sekitar 4800C. Aspal yang

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lapis Beton Aspal (Laston)eprints.itenas.ac.id/536/3/05 Bab 2 222015219.pdf · 2019. 9. 4. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lapis Beton Aspal (Laston)

20

berbentuk padat pada suhu ruang (250C -300C). Jika aspal ini akan digunakan maka

terlebih dahulu harus dipanaskan sampai mencapai suhu tertentu agar mencair.

penggunaan aspal ini sebelumnya harus dipanaskan sampai mencapai suhu tertentu agar

menjadi cair. Aspal padat dengan penetrasi rendah digunakan di daerah bercuaca panas

atau lalu lintas dengan volume tinggi, sedangkan aspal padat dengan penetrasi tinggi

digunakan untuk daerah bercuaca dingin atau lalu lintas dengan volume rendah. untuk

penggunaan aspal jenis ini di Indonesia biasanya menggunakan penetrasi 60/70 dan

penetrasi 80/100.

Sifat-sifat aspal adalah sebagai berikut:

1. Daya tahan (durability), adalah kemampuan aspal menahan keausan akibat

pengaruh cuaca dan air dan perubahan suhu atauoun keausan akibat gesekan roda

kendaraan.

2. Adesi dan kohesi. Adesi adalah kemampuan aspal untuk mengikat agregat

sehingga ikatan yang baik antara agregat dengan aspal. Kohesi adalah kemampuan

aspal untuk mempertahankan agregat tetap di tempatnya setelah terjadi

pengikatan.

3. Kepekaan terhadap temperatur. Aspal adalah material yang termoplastis, berarti

akan menjadi keras atau kental jika temperatur berkurang dan akan lunak atau

lebih cair jika temperatur bertambah.

4. Kekerasan aspal, aspal pada proses pencampuran dipanaskan dan dicampur

dengan agregat sehingga agregat dilapisi aspal atau aspal panas disiramkan ke

permukaan agregat yang telah disiapkan. Pada proses pemanasan inilah akan

terjadi pengerasan. Peristiwa pengerasan akan mengakibatkan terjadinta proses

perapuhan yang terus berkurang setelah masa pelaksanaan selesai.

Fungsi aspal antara lain:

1. Untuk mengikat batuan agar tidak lepas dari permukaan jalan akibat lalu lintas

(water proofing, protect terhadap erosi).

2. Sebagai bahan pelapis dan perekat agregat.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lapis Beton Aspal (Laston)eprints.itenas.ac.id/536/3/05 Bab 2 222015219.pdf · 2019. 9. 4. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lapis Beton Aspal (Laston)

21

3. Lapis resap pengikat (prime coat) adalah lapisan tipis aspal cair yang diletakan

diatas lapis fondasi sebelum lapis berikutnya.

4. Lapis pengikat (tack coat) adalah lapis aspal cair yang di letakan diatas jalan yang

telah beraspal sebelum lapis berikutnya dihampar, berfungsi pengikat di antara

keduanya.

5. Sebagai pengisi ruang yang kosong antara agregat kasar, agregat halus, dan filler.

Aspal adalah bahan yang Thermoplastis, yaitu konsistensinya atau viskositasnya

akan berubah seusai dengan perubahan temperatur yang terjadi. Semakin tinggi

temperatur aspal, maka viskositasnya akan semakin rendah. Aspal mempunyai sifat

Thixotropy, yaitu jika dibiarkan tanpa mengalami tegangan regangan akan berakibat aspal

menjadi mengeras sesuai dengan jalannya waktu. Semakin besar angka penetrasi aspal

(semakin kecil tingkat konsistensi aspal) akan memberikan nilai modulus elastis aspak

yang semakin kecil dalam tinjauan temperatur dan pembebanan yang sama. Semakin

tinggi suhu udara dan makin lambat beban yang lewat, maka modulus elastis aspal makin

kecil. Lama pembebanan merupakan fungsi dari tebal perkerasan dan kecepatan

kendaraan.

Aspal keras dengan penetrasi rendah digunakan di daerah bercuaca panas atau lalu

lintas dengan volume tinggi, sedangkan aspal semen penetrasi tinggi digunakan untuk

daerah bercuaca dingin atau lalu lintas dengan volume rendah. Aspal untuk lapis beton

harus memenuhi beberapa syarat sebagaimana tercantum pada tabel 2.7.

Tabel 2. 7 Ketentuan untuk Aspal Keras

No. Jenis Pengujian Metoda Pengujian Tipe I Aspal

Pen. 60/70

1 Penetrasi terhadap 250C (0,1

mm) SNI 2456:2011 60-70

2

Temperatur yang menghasilkan

geser dinamis (G*/sin) pada

osilasi 10 rad/detik ≥ 1,0

kPa.(0C)

SNI 06-6442-2000 -

3 Viskositas Kinematis 1350C ASTM D2170-10 ≥ 300

4 Titik lembek (0C) SNI 2434:2011 ≥ 48

Sumber: Spesifikasi Bina Marga 2018

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lapis Beton Aspal (Laston)eprints.itenas.ac.id/536/3/05 Bab 2 222015219.pdf · 2019. 9. 4. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lapis Beton Aspal (Laston)

22

Tabel 2. 8 Ketentuan untuk Aspal Keras (Lanjutan)

No. Jenis Pengujian Metoda Pengujian Tipe I Aspal

Pen. 60/70

5 Daktilitas pada 250C (cm) SNI 2432:2011 ≥ 100

6 Titik nyala (0C) SNI 2433:2011 ≥ 232

7 Kelarutan dalam

Trichloroethylene (%) AASHTO T44-14 ≥ 99

8 Berat jenis SNI 2441:2011 ≥ 1,0

9 Stabilitas penyimpana:

Perbedaan titik lembek (0C)

ASTM D5976-00 Part 6.1 dan

SNI 2434:2011 -

10 Dkadar parafin lilin (%) SNI 03-3639-2002 ≤ 2

Pengujian Residu hasil TFOT (SNI -06-2440-1991) atau RTFOT (SNI 03-6835-2002)

11 Berat jenis hilang (%) SNI 06-2441-1991 ≤ 0.8

12

Temperatur yang

menghasilkan geser dinamis

(G*/sin) pada osilasi 10

rad/detik ≥ 2,2 kPa.(0C)

SNI 06-6442-2000 -

13 Penetrasi terhadap 250C (0%

semula) SNI 2456:2011 ≥ 54

14 Daktilitas pada 250C (cm) SNI 2432:2011 ≥ 50

Residu aspal segar setelah PAV (SNI 03-6878-2002) pada temperatur 1000C dan

tekanan 2,1 Mpa

15

Temperatur yang

menghasilkan geser dinamis

(G*/sin) pada osilasi 10

rad/detik ≥ 5000 kPa.(0C)

SNI 06-6442-2000 -

Sumber: Spesifikasi Bina Marga 2018

Pengujian aspal yang dilakukan antara lain:

1. Penetrasi SNI 06-2456-1991, penetrasi merupakan kedalaman yang dicapai oleh

suatu jarum standar (diameter 1 mm) pada suhu 250C, beban total 100 gram

dengan berat jarum 50 gram dan pemberat 50 gram, dan selama waktu 5 detik

dinyatakan dalam 0,1 mm. pemeriksaan penetrasi aspal bertujuan untuk

memeriksa tingkat kekerasan aspal.

2. Viskositas ASTM D2170-10, pemeriksaan ini menentukan kekentalan kinematis

dari aspal, minyak untuk jalan dan sisa destilasi aspal cair pada suhu 600C dan

aspal kekerasan pada suhu 1350C dalam batas-batas 30-100.000 cst (Centitokes).

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lapis Beton Aspal (Laston)eprints.itenas.ac.id/536/3/05 Bab 2 222015219.pdf · 2019. 9. 4. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lapis Beton Aspal (Laston)

23

3. Titik lembek SNI 2434:2011, titik lembek adalah suhu pada saat bola baja dengan

berat tertentu mendesak turun suatu lapisan aspal yang tertahan dengan cincin

berukuran tertentu, aspal tersebut menyentuh pelat dasar yang terletak di bawah

cincin pada tinggi 25,4 mm akibat kecepatan pemanasan tertentu.

4. Daktilitas SNI 2432:2011, pengukuran daktilitas adalah cara uji tidak langsung

untuk menunjukan sifat adhesi dan kohesi aspal. Pengujian dilakukan dengan

mencetak aspal dengan cetakan dan meletakan benda uji ke dalam tempat

pengujian yang berisi cairan dengan berat jenis yang mendekati berat jenis aspal.

Nilai daktilitas aspal adalah panjang benda uji aspal ketika putus pada saat

dilakukan penarikan dengan kecepatan 5 cm/menit.

5. Titik nyala SNI 2433:2011, titik nyala adalah suhu pada saat terlihat nyala

sekurang-kurangnya 5 detik pada suatu titik di atas permukaan aspal. Pengujian

titik nyala dan titik bakar bertujuan untuk menentukan titik bakar dan titik nyala

dari aspal beton. Titik nyala dan titik bakar perlu diketahui untuk menentukan

temperatur maksimum pemanasan aspal sehingga tidak terbakar. Jika terbakar

tentunya akan menyebabkan menurunnya kualitas aspal.

6. Berat jenis SNI 2441:2011, berat jenis adalah perbandingan antara berat aspal dan

berat air suling dengan isi yang sama pada temperatur yang sama. Adapun rumus

yang digunakan sebagai berikut:

Berat Jenis = Berat Aspal

Berat Isi Aspal ...................................(2.9)

3. Bahan Tambah Zeolit

Zeolit merupakan senyawa aluminosilikat yang mempunyai struktur kerangka tiga

dimensi dengan rongga didalamnya. Struktur kerangka zeolit tersusun atas unit- unit

tetrahedral (AlO4) -5 dan (SiO4) -4 yang saling berikatan melalui atom oksigen

membentuk pori-pori zeolit.

Berdasarkan bahan baku pemanfaatannya, zeolit dibagi kedalam 2 jenis, yaitu:

1. Zeolit Alam merupakan jenis zeolit yang tersedia di alam. Pada saat ini dikenal

sekitar 40 jenis zeolit alam, meskipun yang memiliki nilai komersial hanya ada

sekitar 12 jenis saja, beberapa diantaranya adalah klinoptiloit, mordernit, filipsit,

kabasit dan eriorit.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lapis Beton Aspal (Laston)eprints.itenas.ac.id/536/3/05 Bab 2 222015219.pdf · 2019. 9. 4. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lapis Beton Aspal (Laston)

24

2. Zeolit Sintetis adalah suatu senyawa kimia yang mempunyai sifat fisik dan kimia

yang sama dengan zeolit yang terdapat di alam, terbuat dari bahan lain dengan

proses sintetis, dimodifikasi sedemikian rupa sehingga menyerupai zeolit yang

ada di alam. Zeolit sintetik merupakan usaha yang dilakukan karena zeolit alam

sudah banyak dimanfaatkan sehingga jumlahnya semakin berkurang.

Pada awalnya zeolit berupa bongkahan-bongkahan besar yang kemudian

dipecahkan menjadi ukuran yang lebih kecil sesuai dengan kegunaan zeolit nantinya.

Untuk penggunaan pada campuran beraspal, zeolit diproses menjadi bentuk yang sangat

halus (powder), yaitu zeolit lolos saringan no.200 (0,074 mm). Zeolit yang digunakan

untuk campuran beraspal hangat, penggunaannya adalah 1-1,5% dari berat agregat serta

harus mempunyai sifat seperti yang dicantumkan pada Tabel 2.8.

Tabel 2. 9 Sifat Bahan Tambah Zeolit untuk Campuran Beraspal Hangat

No Sifat-sifat Metode Pengujian Nilai

1 Gembur - -

2 Ukuran butir max %berat lolos

No.200

SNI ASTM

C117:2012 100

3 Kadar Air(%) SNI 1970-2016 18-22

4 Kandungan HCL (%) SNI 6989. I9-2009 0

5 Kandungan Natrium (%) ASTM E1621-I3 0

6 Kandungan Calcium (%) ASTM E1621-I3 Max. 1

Sumber: Spesifikasi Bina Marga 2018

Sebelum ditambahkan pada campuran beraspal, zeolit terlebih dahulu diaktivasi

dengan tujuan untuk mengolah zeolit alam menjadi zeolit yang mampu menyerap air

dalam jumlah yang banyak dan dapat melepaskannya ketika dipanaskan.

Dalam metode aktivasi secara kimia, zeolit yang sudah lolos saringan nomor 200

dipanaskan dengan larutan bahan kimia yaitu larutan HCl pada temperatur sekitar dan

tidak lebih dari 80˚C selama 3 jam. Kemudian zeolit yang sudah dipanaskan, ditiriskan

dalam suhu ruang dan selanjutnya dicuci dengan air “D mineral” sampai bersih lalu

ditiriskan dalam suhu ruang tanpa melakukan pemanasan lagi untuk mengeringkan zeolit.

Hal ini berguna untuk membersihkan permukaan pori-pori zeolit, membuang senyawa

kotor dan mengatur kembali letak atom yang dipertukarkan, sehingga nantinya akan

menghasilkan zeolit dengan penyerapan kadar air yang maksimal.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lapis Beton Aspal (Laston)eprints.itenas.ac.id/536/3/05 Bab 2 222015219.pdf · 2019. 9. 4. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lapis Beton Aspal (Laston)

25

2.4 Perencanaan Campuran Beton Aspal

Sebelum melakukan pembuatan benda uji perlu dilakukan penentuan kadar aspal

yang akan digunakan. Kadar aspal acuan dalam campuran dapat ditentukan dengan

Rumus 2.10.

KAA = 0,035(%CA) + 0,045(%FA) + 0,18(%filler) + K ............................ (2.10)

Dengan:

KAA = kadar aspal acuan, persen terhadap berat campuran

CA = persen agregat tertahan saringan No. 8

FA = persen agregat lolos saringan No. 8 dan tertahan saringan No.200

Filler = persen agregat minimal 75% lolos No. 200

K = konstanta (0,5 – 1,0 untuk lapisan aspal beton)

2.5 Pengujian Ekstraksi Material RAP

Ekstraksi adalah pemeriksaan sampel (benda uji) aspal yang bertujuan untuk

mengetahui kandungan aspal yang ada apakah sesuai dengan spesifikasi yang telah

ditentukan menurut SKBI– 24.26.1987: yaitu kadar aspal yang diijinkan berkisar antara

4% sampai 7%. Kadar aspal merupakan presentase dari berat endapan dan berat sampel

campuran yang dibuat dalam percobaan.

Perbedaan nilai kadar aspal yang diperoleh dan dengan yang direncanakan

kemungkinan diakibatkan ketidaktelitian praktikan pada saat membuat campuran aspal,

sehingga kandungan aspal yang dicampurkan melebihi kadar yang ditentukan. Selain itu,

perbedaan tersebut juga dikarenakan pada saat percobaan yang tidak memenuhi aturan

yang seharusnya, yaitu dilakukannya dua percobaan sekaligus, dimana benda uji yang

satu di atas dan yang lain di bawah sehingga aspal yang telah dilarutkan oleh TCE

merembes ke bawahnya dimana di bawahnya ada benda uji yang lain. Perbedaan ini juga

disebabkan oleh pengadukan campuran aspal yang tidak merata.

Ekstraksi adalah proses pemisahan dua zat atau lebih dengan menggunakan

pelarut yang tidak saling campur. Ada empat faktor penting yang secara dominan

mempengaruhi laju ekstraksi yaitu sebagai berikut:

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lapis Beton Aspal (Laston)eprints.itenas.ac.id/536/3/05 Bab 2 222015219.pdf · 2019. 9. 4. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lapis Beton Aspal (Laston)

26

1. Ukuran partikel, semakin kecil ukuran solute, akan semakin mudah

mengekstraksinya selain itu hendaknya ukuran butiran partikel tidak memiliki

range yang jauh satu sama lain, sehingga setiap partikel akan menghabiskan waktu

ekstraksi yang sama.

2. Pelarut (solvent), pelarut harus mempunyai selektivitas tinggi, artinya kelarutan

zat yang ingin dipisahkan dalam pelarut harus besar, sedangkan kelarutan dari

padatan pengotor kecil atau diabaikan. Viskositas pelarut sebaiknya cukup rendah

sehingga dapat bersirkulasi dengan mudah.

3. Temperatur dalam banyak kasus, kelarutan material yang diekstraksi akan

meningkat dengan naiknya temperatur, sehingga laju ekstraksi semakin besar.

Koefisien difusi diharapkan meningkat dengan naiknya temperatur untuk

memberikan laju ekstraksi yang lebih tinggi.

4. Agitasi fluida (solvent) akan memperbesar transfer material dari permukaan

padatan ke larutan. Selain itu agitasi dapat mencegah terjadinya sedimentasi.

Rumus untuk menentukan kadar aspal hasil ekstraksi adalah sebagai berikut:

H=A-(E+D)

Ax 100% ............................................(2.11)

Dengan:

H =Kadar Aspal (%)

A =Berat benda uji sebelum ekstraksi (gram)

D =Berat massa dari kertas filter (gram)

E =Berat benda uji setelah ekstraksi (gram)

2.6 Pengujian Marshall

Alat Marshall merupakan alat tekan yang di lengkapi dengan proving ring yang

berkapasitas 22,5 KN atau 5000 lbs. Proving ring dilengkapi dengan arloji pengukur

yang berguna untuk mengukur stabilitas campuran. Disamping itu terdapat arloji

kelelehan (flow meter) untuk mengukur kelelehan plastis, karena prinsip dasar metode

Marshall adalah pemeriksaan stabilitas dan kelelehan (flow), serta analisis kepadatan

dan pori dari campuran padat yang terbentuk. Rancangan campuran berdasarkan

metode Marshall ditemukan oleh Bruce Marshall, dan telah distandarisasi oleh ASTM

ataupun AASHTO melalui beberapa modifikasi, yaitu ASTM D 1559-76, atau

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lapis Beton Aspal (Laston)eprints.itenas.ac.id/536/3/05 Bab 2 222015219.pdf · 2019. 9. 4. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lapis Beton Aspal (Laston)

27

AASHTO T-245-90. Benda uji Marshall standart berbentuk silinder berdiameter 4

inchi (10,16 cm) dan tinggi 2,5 inchi (6,35 cm) seperti pada Gambar 2.3.

Gambar 2. 3 Alat Marshall

Sumber: www.indotrading.com

Menurut Sukirman. S., (2016) menyatakan bahwa pengujian Marshall

dilakukan untuk berbagai tujuan antara lain:

1. Sebagai bagian dalam proses mencancang campuran beton aspal.

2. Sebagai bagian dalam sistem peminjaman mutu campuran.

3. Sebagai bagian dari penelitian karakteristik beton aspal

Hasil uji akan menunjukkan karakteristik Marshall dan karakteristik akan

dipengaruhi oleh sifat-sifat campuran yaitu: kepadatan, rongga diantara agregat

(VMA), rongga terisi aspal (VFA), rongga dalam campuran (VIM), rongga dalam

campuran pada kepadatan mutlak, stabilitas, kelelehan, kadar aspal optimum (KAO)

serta hasil bagi Marshall Quotient (MQ) yaitu merupakan hasil pembagian dari

stabilitas dengan kelelehan. Secara skematik berbagai jenis volume yang terdapat di

dalam campuran beton aspal padat ditunjukan pada Gambar 2.4

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lapis Beton Aspal (Laston)eprints.itenas.ac.id/536/3/05 Bab 2 222015219.pdf · 2019. 9. 4. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lapis Beton Aspal (Laston)

28

Gambar 2. 4 Skematis Berbagai Jenis Volume Beton Aspal

Sumber: Sukirman, S., 2016

2.9 Volumetrik Campuran Aspal Beton

Volumetrik campuran beraspal yang dimaksud adalah volume benda uji campuran

yang telah dipadatkan. Komponen campuran beraspal secara volumetrik tersebut adalah:

Volume rongga diantara mineral agregat (VMA), Volume bulk campuran padat, Volume

campuran padat tanpa rongga, Volume rongga terisi aspal (VFA), Volume rongga dalam

campuran (VIM), Volume aspal yang diserap agregat. Berikut ini penjelasan dari kata-

kata di atas:

1. Voids In Mix (VIM) atau disebut juga rongga dalam campuran digunakan untuk

mengetahui besarnya rongga campuran dalam persen. Rongga udara yang

dihasilkan ditentukan oleh susunan partikel agregat dalam campuran serta

ketidakseragaman bentuk agregat. Rongga udara merupakan indikator durabilitas

campuran beraspal sedemikian sehingga rongga tidak terlalu kecil atau terlalu

besar. Volume rongga dalam campuran benda uji (VIM), dapat dihitung dengan

rumus:

VIM = 100Gmm

Gmb Gmm

−.......................................(2.12)

Dengan:

Gmb = Berat jenis bulk dari beton aspal padat

Gmm = berat jenis maksimum dari beton aspal yang dipadatkan

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lapis Beton Aspal (Laston)eprints.itenas.ac.id/536/3/05 Bab 2 222015219.pdf · 2019. 9. 4. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lapis Beton Aspal (Laston)

29

2. Rongga pada campuran agregat adalah rongga antar butiran agregat dalam

campuran aspal yang sudah dipadatkan serta aspal efektif yang dinyatakan dalam

persentase volume total campuran. Agregat bergradasi menerus memberikan

rongga antar butiran VMA yang kecil dan menghasilkan stabilitas yang tinggi

tetapi membutuhkan kadar aspal yang rendah untuk mengikat agregat. VMA yang

kecil menyebabkan aspal menyelimuti agregat terbatas, sehingga menyebabkan

lapisan perkerasan tidak kedap air jadi oksidasi mudah terjadi dan menyebabkan

terjadinya kerusakan. Volume rongga antara agregat dalam benda uji (VMA),

dihitung dengan rumus:

VMA = Gsb

Ps Gmb100

− ......................................…..(2.13)

Dengan:

Gmb = Berat jenis bulk dari beton aspal padat

Ps = Kadar agregat,% terhadap berat beton aspal padat

Gsb = Berat jenis bulk agregat campuran

3. Rongga terisi aspal / Void Filled with Asphalt (VFA) adalah persen rongga yang

terdapat diantara partikel agregat VMA yang terisi oleh aspal, tetapi tidak

termasuk aspal yang diserap oleh agregat. Volume rongga antara butir agregat

terisi aspal (VFA), dapat dihitung dengan rumus:

VFA = ( )

VMA

VIM -VMA 100…...............................(2.14)

Dengan:

VMA = Volume pori dalam antara agregat dalam benda uji

VIM = Volume pori dalam campuran benda uji

4. Marshall Quotient (MQ). Nilai MQ menyatakan sifat kekakuan suatu campuran.

Bila nilai MQ terlalu tinggi, maka campuran akan cenderung terlalu kaku dan

mudah retak. Sebaliknya bila nilai MQ terlalu rendah, maka perkerasan menjadi

terlalu lentur dan cenderung kurang stabil. Dapat dihitung dengan rumus:

MQ = S

F ....................................................(2.15)

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lapis Beton Aspal (Laston)eprints.itenas.ac.id/536/3/05 Bab 2 222015219.pdf · 2019. 9. 4. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lapis Beton Aspal (Laston)

30

Dengan:

MQ = Marshall Quotient (kg/mm)

S = Nilai stabilitas terkoreksi (kg)

F = Nilai flow (mm)

5. Berat jenis yang diuji terdiri dari tiga jenis yaitu berat jenis bulk (dry), berat jenis

bulk campuran (density), berat jenis maksimum (theoritis). Perbedaan ketiga

istilah ini disebabkan karena perbedaan asumsi kemampuan agregat menyerap air

dan aspal. Perhitungan berat jenis bulk aspal padat pada (Gmb), dapat dihitung

dengan rumus:

Gmb = Bk

Bssd - Ba ..........................................(2.16)

Dengan:

Bk = Berat kering beton aspal padat (gr)

Bssd = Berat kering permukaan dari aspal yang telah dipadatkan (gr)

Ba = Berat aspal didalam air (gr)

a. Perhitungan berat jenis agregat campuran (Gse), dapat dihitung dengan

rumus:

Gse = P1 + P2 + P3 + . . . + PnP1

Ge1+

P2Ge2

+ P3

Ge3+ . . . +

Pn

Gen

.....................(2.17)

Dengan:

P1, P2, P3, . . . , Pn = Persentase berat masing-masing fraksi agregat

terhadap berat total agregat campuran

Ge1, Ge2, Ge3, . . . , Gen = Berat jenis efektif masing-masing fraksi agregat

Gse = Berat jenis efektif dari agregat pembentuk aspal

porus padat

b. Perhitungan berat jenis bulk agregat campuran (Gsb), dapat dihitung dengan

rumus:

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lapis Beton Aspal (Laston)eprints.itenas.ac.id/536/3/05 Bab 2 222015219.pdf · 2019. 9. 4. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lapis Beton Aspal (Laston)

31

Gsb = P1 + P2 + P3 + . . . + PnP1

Gb1+

P2Gb2

+ P3

Gb3+ . . . +

Pn

Gbn

...................(2.18)

Dengan:

P1, P2, P3, . . . , Pn = Persentase berat masing-masing fraksi agregat

terhadap berat total agregat campuran

Gb1, Gb2, Gb3, . . . , Gbn = Berat jenis bulk masing-masing fraksi agregat

c. Perhitungan berat jenis maksimum aspal yang belum dipadatkan(Gmm),

dapat dihitung dengan rumus:

Gmm = 100

Ps

Gse+

Pa

Ga .......................................(2.19)

Dengan:

Ps = Kadar aspal, % terhadap berat beton aspal padat

Pa = Kadar agregat, % terhadap berat beton aspal padat

Ga = Berat jenis aspal

6. Stabilitas Marshall, adalah kemampuan campuran aspal untuk menahan deformasi

akibat beban yang bekerja tampa mengalami deformasi yang permanen seperti

gelombang, alur ataupun bleeding yang di nyatakan dalam satuan Kg atau Lb.

Nilai stabilitas yang terlalu tinggi akan menghasilkan perkerasan yang terlalu kaku

sehingga tingkat keawetan nya berkurang.

7. Kelelehan (Flow), nilai flow merupakan nilai dari masing masing yang di tujukan

oleh jarum dial (dalam satuan mm) pada saat melakukan pengujian Marshall.

Suatu campuran yang mempunyai kelelehan yang rendah akan lebih kaku dan

cenderung untuk mengalami retak dini pada usia pelayanan nya. sedangkan nilai

kelelehannya yang tinggi mengidikasikan campuran yang bersifat plastis.

2.10 Penelitian Terdahulu

1. Seno, Ardi (2016) melakukan penelitian yang berjudul studi pemanfaatan RAP

dan aspal elvaloy pada campuran Laston AC-BC. Berdasarkan hasil analisis dari

data pengujian di laboratorium, Kadar Aspal Optimum dari gradasi campuran

Laston AC-BC tanpa RAP pada pengujian mempunyai nilai 6,14 %. Campuran

Laston AC-BC yang menggunakan agregat RAP menggunakan Kadar Aspal

Acuan = Kadar Aspal Optimum 6%. Nilai VIM dan VMA agregat RAP 5% dan

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lapis Beton Aspal (Laston)eprints.itenas.ac.id/536/3/05 Bab 2 222015219.pdf · 2019. 9. 4. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lapis Beton Aspal (Laston)

32

7,5% pada campuran lebih kecil, tetapi dengan bertambahnya kadar agregat RAP

10% memiliki Nilai VIM dan VMA lebih besar dibandingkan RAP 0%. Agregat

RAP 0% nilai VFA lebih kecil dibandingkan agregat RAP 5% dan 7,5%, tetapi

untuk agregat RAP 10% memiliki nilai VFA lebih kecil dari agregat RAP 0%, 5%

dan 7,5%. Stabilitas dengan menggunakan agregat RAP 5% dan 7,5 % nilainya

semakin besar dibandingkan RAP 0% dan RAP 10%. Besarnya nilai stabilitas

dipengaruhi oleh nilai pori (VIM) dan rongga (VMA) yang semakin kecil, selain

itu juga disebabkan oleh kekasaran permukaan butir agregat RAP.

2. (Indra Maha, 2015) melakukan penelitian untuk mengetahui Kinerja Campuran

Beraspal Hangat menggunakan material daur ulang pada campuran Laston lapis

pengikat (AC-BC) dengan bahan aditif adalah Sasobit. Penelitian ini mengambil

RAP sebesar 30% sebagai bahan pengganti agregat baru didalam penelitian ini

dikaitkan dengan metode pencampuran hangat khususnya terhadap temperatur

yaitu pada 1350C (hasil modifikasi AM.P60/70 akibat penambahan sasobit). Pada

pengujian pencampuran antara agregat baru dengan RAP akan dperoleh

temperatur baru yang besarannya dibatasi minimal 1350C. Dengan mengambil

temperatur sebagai temperatur pemanasan terhadap agregat baru, maka diperoleh

perkiraan RAP yang didapat digunakan yaitu sebesar 30%.

Gambar 2. 5 Hubungan Temperatur gabungan terhadap jumlah RAP

Sumber: Indra Maha, 2015

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lapis Beton Aspal (Laston)eprints.itenas.ac.id/536/3/05 Bab 2 222015219.pdf · 2019. 9. 4. · 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lapis Beton Aspal (Laston)

33

Bahan aditif Sasobit dapat menurunkan temperatur pencampuran hingga ±300C

dengan nilai volumetrik dan parameter Marshall campuran yang hampir sama dengan

campuran menggunakan aspal tanpa modifikasi (aspal minyak Pen 60/70), baik pada

campuran dengan ataupun tanpa RAP sebagai penggant agregat baru-nya. Pencampuran

hangat yang dilakukan diatas titik melembek aspal RAP memperlihatkan adanya aktifasi

aspal RAP terhadap aspal barunya yang ditunjukan dengan jumlah kebutuhan aspal lebih

tinggi hanya 0,1% antara campuran yang menggunakan RAP terhadap Campuran tanpa

RAP.