bab ii tinjauan pustaka 2.1. landasan teori 2.1.1. nilai...
TRANSCRIPT
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Nilai Perusahaan
Menurut wikipedia, perusahaan adalah tempat terjadinya kegiatan
produksi dan berkumpulnya semua faktor produksi. Dalam undang-undang
no.3 tahun 1982 menyebutkan bahwa perusahaan merupakan setiap bentuk
usaha yang bersifat tetap, terus menerus dan yang didirikan , bekerja serta
berkedudukan dalam wilayah negara Republik Indonesia yang bertujuan
memperoleh keuntungan (laba).
Nilai perusahaan didefinisikan sebagai nilai pasar karena nilai
perusahaan dapat memberikan kemakmuran pemegang saham secara
maksimum apabila harga saham perusahaan meningkat. Nilai perusahaan go
public selain menunjukkan nilai aktiva, juga tercermin dari nilai pasar atau
harga sahamnya, sehingga semakin tinggi harga saham mencerminkan
tingginya nilai perusahaan (Afrizal, 2012). Nilai perusahaan juga dapat
menunjukkan nilai aset yang dimiliki perusahaan seperti surat-surat berharga.
Saham merupakan salah satu aset berharga yang dikeluarkan oleh perusahaan
(Martono & Agus, 2003).
Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap tingkat
keberhasilan perusahaan yang sering dikaitkan dengan harga saham. Harga
saham yang tinggi membuat nilai perusahaan tinggi. Nilai perusahaan yang
9
tinggi akan membuat pasar percaya tidak hanya pada kinerja perusahaan saat
ini namun juga jadi prospek perusahaan di masa depan. Tandelilin (2001)
mengatakan hubungan antara harga pasar dan nilai buku per lembar saham
bisa juga sebagai pendekatan alternatif untuk menentukan nilai suatu saham,
karena secara teoritis nilai pasar suatu saham haruslah mencerminkan nilai
bukunya. Harga saham yang digunakan umumnya mengacu pada harga
penutupan (closing price), dan merupakan harga yang terjadi pada saat saham
diperdagangkan dipasar (Fakhruddin & Hadianto, 2001).
2.1.1.1. Pengukuran Nilai Perusahaan
Pengukuran nilai perusahaan menurut Weston dan Copelan
(2004) dalam rasio penilaian perusahaan terdiri dari :
1) Price Earning Ratio (PER)
Menurut Tandelilin (2007), PER adalah perbandingan antara
harga saham perusahaan dengan earning per share dalam saham. PER
adalah fungsi dari perubahan kemampuan laba yang diharapkan di masa
yang akan datang. Semakin besar PER, maka semakin besar pula
kemungkinan perusahaan untuk tumbuh sehingga dapat meningkatkan
nilai perusahaan. PER dapat dihitung dengan rumus :
PER =
Harga Per Lembar Saham
Laba Per Lembar Saham x 100%
10
2) Price Book Value (PBV)
Menurut Prayitno dalam Afzal (2012), Price Book Value (PBV)
menggambarkan seberapa besar pasar menghargai nilai buku saham
suatu perusahaan. Makin tinggi risiko makan besar pula kepercayaan
pasar terhadap prospek perusahaan. PBV juga menunjukkan seberapa
jauh suatu perusahaan mampu menciptakan nilai perusahaan yang relatif
terhadap jumlah modal yang diinvestasikan. PBV juga dapat berarti rasio
yang menunjukkan apakah harga saham yang diperdagangkan overvalued
(diatas) atau undervalued (dibawah) nilai buku saham tersebut
(Fakhruddin & Hadianto, 2001). PBV dapat dihitung dengan rumus :
PBV =
PBV memiliki dua fungsi utama yaitu :
a. Melihat apakah sebuah saham saat ini sudah diperdagangkan di
harga yang mahal, masih murah atau masih wajar menurut rata-rata
historisnya
b. Menentukan mahal atau murahnya sebuah saham saat ini
berdasarkan perkiraan harga wajar untuk periode 1 tahun
mendatang.
3) Tobin’s Q
Salah satu alternatif yang digunakan untuk menilai nilai
perusahaan adalah dengan menggunakan Tobin’s Q. Tobin’s Q
Harga Per Lembar Saham
Nilai Buku Saham
11
dikembangkan oleh professor James Tobin, rasio ini merupakan konsep
yang sangat berharga karena menunjukkan estimasi pasar keuangan saat
ini tentang nilai hasil pengembalian dari setiap dollar investasi
inkremental. Tobin’s Q dihitung dengan membandingkan rasio nilai
pasar saham perusahaan dengan nilai buku ekuitas perusahaan.
Rumusnya sebagai berikut :
Q =
Dimana : Q = Nilai Perusahaan
EMV = Nilai Pasar Ekuitas
EBV = Nilai Buku dari Total Aktiva
D = Nilai Buku dari Total Hutang
EMV diperoleh dari perkalian harga saham penutupan pada akhir tahun
(closing price) dengan jumlah saham yang beredar pada akhir tahun.
EBV diperoleh dari selisih total aset perusahaan dengan total
kewajibannya.
2.1.1.2. Konsep Nilai suatu Perusahaan
Nilai perusahaan tidak hanya bergantung pada kemampuan
menghasilkan arus kas, tetapi juga bergantung pada karakteristik
operasional dan keuangan dari perusahaan yang diambil alih. Karena
tidak semua perusahaan menginginkan harga sahamnya tinggi, maka
harga saham harus dijual seoptimal mungkin agar saham yang
(EMV + D)
(EBV + D)
12
dikeluarkan perusahaan laku dipasaran. Beberapa perusahaan terbukti
telah melakukan stock split (memecahkan saham) karena harga
sahamnya yang dianggap terlalu mahal oleh para investor. Konsep
perusahaan menurut Keown, J . Arthur yaitu :
1) Nilai Buku
Nilai buku merupakan nilai aktiva dari neraca dikurangi kewajiban
yang ada atau modal pemilik. Nilai buku tidak menghitung nilai pasar
dari suatu perusahaan secara keseluruhan karena menghitung nilai buku
berdasarkan pada historis aktiva perusahaan.
2) Nilai Appraisal
Perusahaan berdasarkan appraisal independent akan mengizinkan
pengurangan terhadap goodwill apabila harga aktiva perusahaan
meningkat. Goodwill dihasilkan sewaktu nilai pembelian perusahaan
melebihi nilai aktivanya.
3) Nilai Pasar Saham
Nilai pasar saham merupakan seuatu pendekatan untuk memperkirakan
nilai bersih dari suatu bisnis. Pendekatan ini merupakan salah satu yang
sering digunakan dalam menilai perusahaan besar.
4) Nilai Arus Kas yang Diharapkan
Nilai ini dipakai dalam penilaian merger atau akuisisi. Nilai sekarang
dari arus kas yang telah ditentukan akan menjadi maksimum dan harus
dibayar oleh perusahaan yang ditargetkan, pembayaran awal kemudian
dapat dikurangi untuk menghitung nilai bersih sekarang dari merger.
13
Nilai sekarang (present value) adalah arus kas bebas dimasa yang akan
datang.
2.1.2. Laporan Keuangan
Laporan keuangan merupakan hal yang wajib dimiliki oleh suatu
perusahaan yang digunakan untuk mengetahui perkembangan dan kondisi
keuangan perusahaan tersebut. Pengertian laporan keuangan menurut IAI
(2009) yaitu, laporan keuangan adalah bagian dari proses pelaporan keuangan
yang lengkap, biasanya meliputi neraca, laporan rugi laba, dan laporan
perubahan posisi keuangan (yang disajikan dalam berbagai bentuk, misalnya
laporan arus kas, catatan atas laporan keuangan dan catatan lain yang
merupakan bagian integral dari laporan keuangan.
Laporan keuangan adalah hasil dari proses akuntansi yang dengan
segala keterbatasannya dapat menjadi alat dalam mengkomunikasikan data
keuangan suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan.
Adapun pihak-pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan maupun
perkembangan suatu perusahaan adalah (Sjahrial, 2008) :
1) Pemilik perusahaan, pemilik perusahaan yang pimpinannya
diserahkan kepada manajer memerlukan laporan keuangan untuk
menilai kinerja manajer dalam memimpin perusahaannya dan
kesuksesan seorang manajer diukur atau dinilai dari laba yang
diperoleh perusahaan. Berdasarkan hasil analisis laporan keuangan,
jika hasil yang dicapai oleh manajemen perusahaan tidak memuaskan,
maka pemilik perusahaan dapat mengambil suatu tindakan seperti
14
mengganti manajemennya atau bahkan menjual saham-saham yang
dimilikinya.
2) Manajer, laporan keuangan bagi seorang manajer merupakan alat
pertanggungjawaban kepada pemilik perusahaan atas kepercayaan
yang diberikan kepadanya. Selain itu, laporan keuangan digunakan
untuk mengukur tingkat biaya dari berbagai kegiatan perusahaan,
menilai hasil kerja tiap-tiap devisi yang telah diberi wewenang dan
tanggungjawab terhadap tugasnya dan menentukan kebijakan atau
prosedur baru untuk mencapai hasil yang lebih baik.
3) Kreditur, para kreditur sebelum mengambil keputusan untuk memberi
atau menolak permintaan kredit dari suatu perusahaan perlu
mengetahui terlebih dahulu posisi keuangan dari perusahaan yang
bersangkutan. Laporan keuangan diperlukan untuk mengukur
kemampuan perusahaan dalam membayar hutang, beban bunga, juga
untuk mengetahui apakah kredit yang akan diberikan itu cukup
mendapat jaminan dari perusahaan tersebut.
4) Investor, para investor berkepentingan terhadap laporan keuangan
suatu perusahaan sebagai penentuan kebijaksanaan penananman
modalnya, apakah perusahaan mempunyai prospek yang baik dan
akan memperoleh keuntungan yang baik. Prospek keuntungan dimasa
mendatang dan perkembangan perusahaan selanjutanya dipakai untuk
mengetahui jaminan investasinya.
15
5) Pemerintah, pemerintah berkepentingan terhadap laporan keuangan
suatu perusahaan untuk menentukan besarnya pajak yang harus
ditanggung perusahaan tersebut.
6) Karyawan, karyawan memerlukan laporan keuangan untuk
mengetahui kemampuan perusahaan dalam memberi upah atau gaji
dan jaminan sosial serta menilai apakah pemberian bonus cukup layak
dibandingkan dengan tingkat keuntungan yang dicapai perusahaan
pada periode tertentu.
Laporan keuangan memberikan ikhtisar mengenai keadaan suatu
perusahaan dimana nercara mencerminkan nilai aktiva, utang dan modal
sendiri pada suatu saat tertentu dan laporan rugi laba mencerminkan hasil-
hasil yang dicapai selama periode tertentu. Menurut Tunggal (1995), proses
akuntansi meliputi kegiatan :
1) Mengumpulkan bukti-bukti transaksi asli
2) Menganalisa bukti-bukti tersebut
3) Mengklarifikasi pengaruh transaksi tersebut pada rekenig-rekening
yang bersangkutan
4) Mencatat jurnal
5) Meringkas kedalam buku besar
Menurut Raharjo (2005), laporan keuangan merupakan data yang
dapat memberikan gambaran tentang keuangan perusahaan untuk itu perlu
dilakukan suatu interpretasi terhadap data keuangan perusahaan pada suatu
16
perusahaan. Dengan interpretasi terhadap laporan keuangan tersebut maka
diharapkan laporan keuangan dapat memberikan manfaat bagi pemakainya.
2.1.2.1. Tujuan Laporan Keuangan
Tujuan pelaporan keuangan diupayakan mempunyai cakupan
yang luas agar dapat memenuhi kebutuhan para pemakai dan melayani
kepentingan umum dari berbagai pemakai potensial, bukan hanya untuk
kebutuham khusus kelompok tertentu saja. Dari laporan keuangan yang
diterbitkan, setelah dianalisis akan bisa diperoleh rasio keuangan yang
berguna untuk mengungkapkan kekuatan dan kelemahan relatif suatu
perusahaan, serta untuk menunjukkan apakah posisi keuangan membaik
atau memburuk selama waktu tertentu.
Menurut Prastowo (2011), laporan keuangan disusun dengan
tujuan untuk menyediakan informasi yang menyangkut posisi
keuangan, kinerja dan perubahan posisi keuangan suatu perusahaan
yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan
keputusan ekonomi. Menurut Harahap (1998), tujuan umum laporan
keuangan adalah :
1) Menyediakan informasi yang dapat dipercaya tentang kekayaan
dan kewajiban
2) Menyediakan informasi yang dapat dipercaya tentang perubahan
netto dari kekayaan sebagai hasil dari aktivitas usaha
17
3) Menyediakan informasi yang dapat dipercaya tentang perubahan
kekayaan netto dari perusahaan yang berasal dari aktivitas usaha
misalnya penambahan modal oleh pemilik
4) Menyediakan informasi yang dapat membantu membuat
estimasi tentang kemampuan memperoleh laba perusahaan
5) Informasi-informasi lain yang relevan dengan kepentingan para
pemiliknya
Tujuan normatif perusahaan adalah memaksimumkan kekayaan
pemegang saham (Sudana, 2009). Memaksimalkan kemakmuran
pemegang saham dapat diwujudkan dengan memaksimalkan nilai
perusahaan. Pendirian sebuah perusahaan memiliki tujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan pemegang saham melalui peningkatan nilai
perusahan. Indikator nilai perusahaan dapat dilihat dari harga saham
perusahaan di pasar.
2.1.2.2. Jenis-jenis Laporan Keuangan
Bagi para analis, laporan keuangan merupakan media paling
penting untuk menilai prestasi dan kondisi ekonomis suatu perusahaan
karena para analis tidak akan mampu melakukan pengamatan langsung
ke perusahaan dan jika itu dilakukan maka tidak akan dapat mengetahui
banyak tentang situasi perusahaan yang sebenarnya. Menurut Harahap
(1998), jenis laporan keuangan utama dan pendukung yaitu :
1) Daftar neraca yang menggambarkan posisi keuangan pada suatu
tanggal tertentu
18
2) Perhitungan laba/rugi yang menggambarkan jumlah hasil, biaya
dan laba/rugi perusahaan pada suatu periode tertentu
3) Laporan sumber dana dan penggunaan dana yang memuat
sumber dan pengeluaran perusahaan selama satu periode
4) Laporan arus kan yang digambarkan sumber dana dan
penggunaan kas dalam suatu periode
5) Laporan harga pokok produksi yang menggambarkan berapa
dan unsur apa yang diperhitungkan dalam harga pokok produksi
suatu barang. Harga Pokok Produksi (HHPd) disatukan dalam
laporan Harga Pokok Penjualan (HPPj)
6) Laporan laba ditahan yang menjelaskan posisi laba ditahan yang
tidak dibagikan kepada pemilik saham
7) Laporan perubahan modal yang menjelaskan perubahan posisi
modal baik saham dalam PT atau Modal dalam perusahaan
perseroan
8) Dalam suatu kajian dikenal Laporan Kegiatan Keuangan,
laporan ini menggambarkan transaksi laporan keuangan
perusahaan yang mempengaruhi kas atau ekuivalen kas dimana
laporan ini jarang digunakan
2.1.2.3. Penyajian Laporan Keuangan
Menurut Harahap (1998), laporan keuangan dapat disajikan
dalam dua tipe yaitu :
1) Posisi keuangan pada suatu saat
19
Laporan posisi keuangan pada suatu saat ialah neraca yang
menyajikan tiga bagian pokok, yaitu :
a. Aktiva (kekayaan)
b. Hutang
c. Modal sendiri
2) Perubahan posisi keuangan dalam suatu periode
Laporan keuangan pada suatu periode ialah neraca yang
menyajikan dua bagian pokok yaitu :
a. Laporan laba/rugi yang berisi laporan pendapatan, biaya-
biaya, rugi/laba dari luar operasi dan rugi/laba operasi
selama suatu periode.
b. Laporan perubahan modal sendiri yang menggambarkan
perubahan total dari modal sendiri selama suatu periode
disamping laba/rugi. Dalam laporan ini juga dilaporkan
sumber-sumber modal diluar usaha operasi perusahaan.
Terdapat tiga macam laporan yaitu laporan laba/rugi,
laporan laba ditahan (laba bersih, deviden, koreksi atas laba
bersih tahun lalu) dan laporan perubahan-perubahan lain
dalam modal sendiri.
2.1.3. Rasio Profitabilitas
Profitabilitas merupakan gambaran dari kinerja menejemen dalam
mengelola perusahaan (Petronila dan Muklasin, 2003). Sofyan Syafri
20
Harahap (2008), mendefinisikan profitabilitas adalah menggambarkan
kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuan
sumber daya yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah
karyawan, jumlah cabang, dan lain sebagainya. Ukuran profitailitas dapat
diukur dengan berbagai macam faktor seperti : laba operasi, laba bersih,
tingkat pengembalian investasi atau aktiva, dan tingkat pengembalian ekuitas
pemilik.
Menurut Munawir (2004), profitabilitas adalah kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba dalam periode waktu tertentu.
Sementara Bringham dan Houston (2006) menyatakan bahwa profitabilitas
adalah hasil bersih dari serangkaian kebijakan dan keputusan. Profitabilitas
dapat ditetapkan dengan menghitung berbagai tolak ukur yang relevan. Salah
satu tolak ukur tersebut adalah dengan rasio keuangan sebagai salah satu
analisa dalam menganalisa kondisi keuangan, hasil operasi dan tingkat
profitabilitas suatu perusahaan.
2.1.3.1. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Profitabilitas
Menurut Muslich (2003), faktor yang mempengaruhi
profitabilitas diantaranya :
1) Profit Margin
Profit margin mengukur tingkat keuntungan yang dapat dicapai
oleh perusahaan berkaitan dengan besarnya penjualan perusahaan.
Semakin tinggi profit margin yang diperoleh perusahaan maka
21
akan meningkatkan tingkat profitabilitas. Profit margin adalah
laba yang diperbandingkan dengan penjualan.
2) Penggunaan Aktiva
Pengelolaan suatu usaha berkaitan dengan seberapa efektif
perusahaan menggunakan aktivanya. Semakin efektif perusahaan
menggunakan aktiva maka semakin besar keuntungan yang
diperoleh, begitupula sebaliknya.
3) Leverage
Leverage digunakan untuk menjelaskan penggunaan hutang untuk
membiayai sebagian daripada aktiva perusahaan. Pembiayaan
dengan hutang mempunyai pengaruh bagi perusahaan karena
mempunyai beban yang bersifat tetap. Kegagalan perusahaan
dalam membayar bunga atas hutang dapat menyebabkan kesulitan
keuangan yang berakhir dengan kebangkrutan perusahaan. Tetapi
penggunaan hutang juga memberikan subsidi pajak atas bunga
yang dapat menguntungkan pemegang saham karena penggunaan
hutang harus diselenggarakan antara keuntungan dan kerugian.
2.1.3.2. Pengukuran Profitabilitas
Kashmir (2014) menjelaskan bahwa hasil pengukuran dapat
dijadikan sebagai alat evauasi kinerja manajemen selama ini, apakah
mereka telah bekerja secara efektif atau tidak. Hal ini dapat menjadi
acuan untuk perencanaan laba kedepannya, sekaligus kemungkinan
22
untuk mengganti manajemen. Beberapa indikator untuk mengukur
profitabilitas adalah sebagai berikut :
1) Gross Profit Margin (GPM)
GPM menggambarkan laba kotor yang dapat dicapai dari jumlah
penjualan. Rumus perhitungan GPM adalah sebagai berikut :
GPM =
GPM merupakan ukuran efisiensi operasi perusahaan dan juga
penetapan harga produk. Apabila harga produk penjualan meningkat,
maka GPM akan menurun, begitu juga sebaliknya. Semakin besar
rasio GPM, maka semakin baik operasi perusahaan. Hal ini
menunjukkan bahwa cost of good sold relatif rendah dibandingkan
dengan penjualan. Sebaliknya, semakin rendah GPM maka semakin
kurang baik operasinya (Gitman, 2008).
2) Operating Profit Margin (OPM)
OPM menggambarkan “Pure Profit” yang diterima atas setiap rupiah
dari penjualan yang dilakukan. Menurut Lukman Syamsuddin (2009),
jumlah dalam OPM ini dikatakan murni (pure) karena benar-benar
diperoleh dari hasil operasi perusahaan dengan mengabaikan
kewajiban-kewajiban finansial berupa bungan serta kewajiban kepada
pemerintah berupa pajak. Gitman (2008) juga mengungkapkan hal
yang sama bahwa OPM mengukur presentase dari setiap penjualan
Laba Kotor
Penjualan x 100%
23
yang tersisa setelah semua biaya dan beban selain bunga, pajak dan
deviden saham preferen. Semakin tinggi rasio OPM, maka semakin
baik pula operasi suatu perusahaan. OPM dihitung dengan rumus :
OPM =
3) Net Profit Margin (NPM)
NPM adalah ukuran profitabilitas perusahaan dari penjualan setelah
memperhitungkan semua biaya dan pajak penghasilan. Rasio ini
berfungsi untuk mengukur tingkat kembalian keuntungan bersih
terhadap penjualan bersihnya. Hal ini mengindikasikan seberapa baik
perusahaan dalam menggunakan biaya operasional karena
menghubungkan laba bersih dengan penjualan bersih. NPM sering
digunakan untuk mengevaluasi efisiensi perusahaan dalam
mengendalikan beban-beban yang berkaitan dengan penjualan. Jika
suatu perusahaan menurunkan beban relatifnya terhadap penjualan
maka perusahaan tentu akan mempunyai lebih banyak dana untuk
kegiatan-kegiatan usaha lainnya (Gitman, 2008). Semakin tinggi NPM
maka semakin baik operasi perusahaan. NPM dihitung dengan
menggunakan rumus :
NPM =
Laba Operasi
Penjualan x 100%
Laba Bersih Sesudah Pajak
Penjualan x 100%
24
4) Return On Invesment (ROI)
ROI merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan
keuntungan yang akan digunakan untuk menutup investasi yang
dikeluarkan. Laba yang digunakan untuk mengukur rasio ini adalah
laba bersih setelah pajak (Sutrisno, 2012). ROI menunjukkan seberapa
baik suatu perusahaan mengendalikan biaya dan memanfaatkan
sumber daya yang dimiliki untuk memperoleh keuntungan. Besarnya
ROI dapat dihitung dengan rumus :
ROI =
ROI dapat mengukur efektifitas perusahaan dalam menghasilkan laba
bersih dengan memanfaatkan aset yang dimiliki untuk menghasilkan
laba, aset yang dimiliki adalah aset yang digunakan untuk beroperasi
sehingga dapat menjadi indikator keberhasilan perusahaan di mata
investor.
5) Return On Equity (ROE)
ROE merupakan alat ukur untuk mengukur kemampuan perusahaan
memperoleh laba yang tersedia bagi para pemegang saham
perusahaan. Rasio ini menunjukkan efisiensi penggunaan modal
sendiri. Semakin tinggi rasio ini semakin baik, artinya posisi pemilik
perusahaan semakin kuat begitupun sebaliknya. ROE diperoleh
dengan rumus sebagai berikut :
Laba Bersih Sesudah Pajak
Total Aktiva x 100%
25
ROE =
6) Return On Asset (ROA)
ROA adalah ukuran kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba
dengan semua aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. ROA merupakan
perbandingan laba bersih dengan jumlah aktiva. ROA dapat diukur
dengan menggunakan rumus :
ROA =
Menurut Hanfi dan Halim (2004), ROA merupakan rasio yang
mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba dengan
menggunakan total aset (kekayaan) yang dipunyai perusahaan setelah
disesuaikan dengan biaya-biaya untuk mendanai aset tersebut. ROA
mengukur efektifitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan
dengan mamanfaatkan aktiva yang dimiliki. Semakin besar rasio ROA
menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan seluruh
aktivanya untuk memperoleh laba. Rasio yang rendah menunjukkan
kemungkinan-kemungkinan sebagai berikut :
1) Adanya over investment dalam aktiva yang digunakan untuk
operasi dalam hubungannya dengan volume penjualan yang
diperoleh dengan aktiva tersebut
Laba Bersih Sesudah Pajak
Modal Sendiri x 100%
Laba Bersih Sesudah Pajak
Total Aset
x 100%
26
2) Merupakan cerminan rendahnya volume penjualan dibandingkan
dengan ongkos-ongkos yang diperlukan
3) Adanya inefisiensi baik dalam produksi, pembelian maupun
pemasaran
4) Adanya kegiatan ekonomi yang menurun
ROA yang negatif disebabkan laba perusahaan dalam kondisi negatif
(rugi) pula. Hal ini menunjukkan kemampuan dari model yang
diinvestasikan secara keseluruhan aktiva belum mampu menghasilkan
laba.
2.1.4. Rasio Leverage
Rasio leverage merupakan rasio untuk mengukur seberapa bagus
struktur permodalan perusahaan. Struktur permodalan merupakan pendanaan
permanen yang terdiri dari hutang jangka panjang, saham preferen dan modal
pemegang saham (Wahyono, 2002). Namun dalam pemenuhan kebutuhan
dana, perusahaan harus mencari alternatif-alternatif pendanaan yang efisien,
pendanaan yang efisien akan terjadi bila perusahaan mempunyai struktur
modal yang optimal.
Struktur modal adalah pembelanjaan permanen dimana mencerminkan
pengimbangan antara hutang jangka panjang dan modal sendiri. Modal
sendiri adalah modal yang berasaldari perusahaan itu sendiri (cadangan, laba)
atau berasal dari mengambil bagian, peserta atau pemilik (modal saham,
modal perserta dan lain-lain)(Riyanto 2008). Struktur modal yang optimal
27
dapat diartikan sebagai struktur modal yang dapat meminimalkan biaya
penggunaan modal keseluruhan atau biaya modal rata-rata (Martono dan
Agus 2005).
Menurut Bambang Riyanto (2001), struktur modal suatu perusahaan
secara umum terdiri atas :
1) Modal Sendiri (share holder equity)
Modal sendiri adalah modal yang berasal dari pemilik perusahaan dan
yang tertanam dalam perusahaan dalam jangka waktu yang tidak bisa
dipastikan lamanya. Modal sendiri berasal dari sumber intern maupun
ekstern. Sumber intern berasal dari keuntungan yang dihasilkan
perusahaan, sedangkan sumber ekstern berasal dari modal pemilik
perusahaan. Modal sendiri terdiri dari :
a. Modal saham
a) Saham biasa (common stock) adalah bentuk komponen model
jangka panjang yang ditanamkan investor, dimana dengan
memiliki saham ini berarti ia membeli prospek dan siap
menanggung segala resiko sebesar dana yang ditanamkan.
b) Saham preferen merupakan bentuk komponen modal jangka
panjang yang merupakan kombinasi antara modal sendiri
dengan hutang jangka panjang.
b. Laba ditahan
Laba ditahan adalah sisa laba dari keuntungan yang dibayarkan
sebagai deviden. Komponen modal sendiri ini merupakan modal
28
dalam perusahaan yang dipertaruhkan untuk segala resiko, baik
resiko usaha maupun resiko kerugian lainnya. modal sendiri ini
tidak memerlukan adanya jaminan atau keharusan untuk membayar
kembali dalam setiap keadaan maupun tidak adanya kepastian
tentang jangka waktu pembayaran kembali modal disetor. Modal
sendiri yang bersifat permanen akan tetap tertanam dalam
perusahaan yang dapat diperhitungkan setiap saat untuk memlihara
kelangsungan hidup serta melindungi perusahaan dari resiko
kebangkrutan.
2) Modal Asing atau Hutang Jangka Panjang (longterm debt)
Modal asing atau hutang jangka panjang adalah hutang yang jangka
waktunya memakan waktu cukup lama, umumnya lebih dari sepuluh
tahun. Hutang jangka panjang biasanya digunakan untuk membiayai
perluasan perusahaan (ekspansi) atau modernisasi perusahaan. Semakin
lama jangka waktu dan semakin ringan syarat-syarat pembayaran
kembali hutang tersebut.
2.1.4.1. Tujuan dan Manfaat Rasio Leverage
Menurut Kashmir (2008), tujuan dan manfaat perusahaan
menggunakan rasio ini yaitu :
1) Untuk mengetahui dan menganlisis posisi perusahaan terhadap
kewajiban kepada pihak lainnya (kreditor)
29
2) Untuk menilai dan menganalisis kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajiban yang bersifat tetap (seperti angsuran
pinjaman dan bunga)
3) Untuk menilai dan menganalisis keseimbangan antara nilai
aktiva khususnya aktiva tetap dengan modal
4) Untuk menilai dan menganalisis seberapa besar aktiva
perusahaan dibiayai hutang
5) Untuk menilai dan menganalisis seberapa besar pengaruh utang
perusahaan terhadap pengelolaan aktiva
6) Untuk menilai dan menganalisis atau mengukur berapa bagian
dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan utang
jangka panjang
7) Untuk menilai dan mengukur berapa dana pinjaman yang segera
akan ditagih, terdapat sekian kalinya modal sendiri yang dimiliki
2.1.4.2. Pengukuran Leverage
Menurut Kasmir (2009), rasio leverage merupakan rasio yang
digunakan untuk mengukur sampai sejauh mana aktiva perusahaan
dibiayai oleh hutang. Penggunaan aktiva tetap dan modal dari hutang
tersebut pada akhirnya untuk meningkatkan keuntungan potensial bagi
pemegang saham. Semakin tinggi leverage akan semakin tinggi risiko
yang dihadapi serta semakin tinggi pula tingkat return atau penghasilan
yang diharapkan. Menurut Sutrisno (2012) rasio leverage menunjukkan
30
seberapa besar kebutuhan dana perusahaan dibelanjai dengan hutang.
Rasio leverage terdiri dari :
1) Debt to Assets Ratio (DAR)
Rasio DAR digunakan untuk mengukur presentase besarnya dana atau
modal yang disediakan oleh kreditur. Selain itu rasio ini juga
digunakan untuk mengukur seberapa besar investasi aktiva dibiayai
dengan total hutang. Semakin tinggi rasio DAR berarti semakin besar
modal pinjaman yang digunakan untuk menghasilkan keuntungan bagi
perusahaan. DAR dapat dihitung dengan rumus :
DAR =
2) Debt to Equity Ratio (DER)
Rasio DER digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan
dalam memenuhi kewajiban dalam membayar hutangnya dengan
jaminan modal sendiri. Selain itu rasio ini juga bisa digunakan untuk
mengukur perimbangan antara kewajiban yang dimiliki perusahaan
dengan modal sendiri. Semakin tinggi rasio DER berarti modal sendiri
yang digunakan semakin sedikit dibanding dengan hutangnya. DER
dapat dihitung dengan rumus :
DER =
Total Hutang
Total Aset
Total Hutang
Modal Sendiri
31
Tidak terdapat batasan pasti mengenai DER, namun biasanya DER
yang sudah lewat dari 66% dianggap beresiko.
3) Longterm Debt to Assets Ratio (LDAR)
Rasio LDAR digunakan untuk mengukur seberapa hutang jangka
panjang digunakan untuk investasi pada sektor aktiva. Hal ini
menunjukkan hubungan antara jumlah pinjaman jangka panjang yang
diberikan oleh kreditur dengan jumlah aktiva yang dibiayai dengan
hutang jangka panjang. Perhitungan LDAR dilakukan dengan
menggunakan rumus :
LDAR =
4) Longterm Debt to Equity Ratio (LDER)
Rasio LDER menunjukkan hubungan antara jumlah pinjaman jangka
panjang yang diberika kreditur dengan jumlah modal sendiri yang
diberikan oleh pemilik perusahaan. Rasio ini juga digunakan untuk
mengukur seberapa besar perbandingan antara hutang jangka penjang
dengan modal sendiri atau seberapa besar hutang jangka panjang
dijamin oleh modal sendiri. Perhitungan LDER dilakukan dengan
menggunakan rumus :
LDER =
Hutang Jangka Panjang
Total Aset
Hutang Jangka Panjang
Modal Sendiri
32
2.2. Penelitian Terdahulu
Terdapat penelitian terdahulu yang telah dilakukan yang menguji
mengenai nilai perusahaan yang dihubungkan dengan berbagai variabel
independen dengan hasil yang berbeda-beda, diantaranya :
1) Penelitian Siti Meilani Wandini Putri (2014) dengan judul “Pengaruh
Devidend Payout Ratio DPR), Debt Equity Ratio (DER), Return On Asset
(ROA), dan Size Perusahaan Terhadap Nilai Perusahaan Pada Perusahaan
Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2009-
2012”. Dengan sampel perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini
sebanyak 20 perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahwa
secara parsial DPR dan DER tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai
perusahaan, sementara ROA dan Size secara parsial berpengaruh
signifikan terhadap nilai perusahaan. Secara simultan variabel DPR, DER,
ROA dan Size berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan dengan
51,6% pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen
sementara sisanya sebesar 48,4% dipengaruhi oleh variabel lain diluar
penelitian.
2) Penelitian Asep Hadi Wijaya (2016) denga judul “Pengaruh Return On
Asset, Debt to Equity Ratio, dan Current Ratio Terhadap Nilai Perusahaan
Sektor Manufaktur Yang Terdaftar di BEI Periode 2010-2014”. Dengan
sampel perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 17
perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial ROA dan
CR memiliki pengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan, sementara
33
secara parsial DER tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai
perusahaan. Secara simultan dengan koefisien determinasi sebesar 22,5%
nilai perusahaan dipengaruhi secara simultan oleh ROA, DER dan CR,
sementara sisanya 77,5% dipengaruhi oleh variabel lain diluar penelitian.
3) Penelitian Dewi Julianti (2016) dengan judul “Pengaruh Rasio Hutang
(DER) dan Profitabilitas (ROA) Terhadap Nilai Perusahaan (PBV) (Studi
Kasus Pada Perusahaan Manufaktur Sub Sektor Otomotif dan Komponen
Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2012-2014)”. Dengan
sampel perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 10
perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial DER
berpengaruh tidak signifikan terhadap nilai perusahaan, sementara ROA
berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Secara simultan variabel
DER dan ROA memiliki pengaruh secara signifikan terhadap nilai
perusahaan dengan kontribusi pengaruh DER dan ROA terhadap nilai
perusahaan sebesar 58%, sementara 42% merupakan kontribusi dari
varibel lain yang tidak diteliti.
4) Penelitian Ratih Anggraini (2014) yang berjudul “Analisis Pengaruh Price
Earning Ratio (PER), Debt to Equity Ratio (DER), Return On Asset
(ROA), Current Ratio (CR) dan Firmsize Terhadap Nilai Perusahaan
(PBV) Pada Perusahaan Sektor Property, Real Estate & Building
Contruction Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2008-
2012”. Dengan sampel perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini
sebanyak 22 perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara
34
parsial PER, DER, ROA dan Firmsize memiliki pengaruh secara
signifikan terhadap nilai perusahaan, sementara CR tidak memiliki
pengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Secara simultan PER,
DER, ROA, CR dan Firmsize memiliki pengaruh tidak signifikan terhadap
nilai perusahaan dengan memberikan pengaruh sebesar 33,5%, sementara
66,5% dipengaruhi oleh variabel lain diluar penelitian ini.
Tabel II.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu
No Peneliti Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian
1 Siti
Meilani
Wandini
Putri
(2014)
Pengaruh Devidend Payout
Ratio (DPR), Debt Equity
Ratio (DER), Return On
Asset (ROA), dan Size
Perusahaan Terhadap Nilai
Perusahaan Pada Perusahaan
Manufaktur Yang Terdaftar
di Bursa Efek Indonesia
(BEI) Periode 2009-2012
Independe
n :DPR,
DER,
ROA, Size
Perusahaa
n
Dependen:
PBV
Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa
ROA dan Size
perusahaan
berpengaruh
signifikan terhadap
nilai perusahaan,
sementara DPR dan
DER tidak
berpengaruh
signifikan terhadap
nilai perusahaan.
35
2 Asep
Hadi
Wijaya
(2016)
Pengaruh Return On Asset,
Debt to Equity Ratio, dan
Current Ratio Terhadap
Nilai Perusahaan Sektor
Manufaktur Yang Terdaftar
di BEI Periode 2010-2014
Independe
n: ROA,
DER, CR
Dependen:
PBV
Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa
ROA dan CR
berpengaruh
signifikan terhadap
nilai perusahaan
sementara DER tidak
berpengaruh
signifikan terhadap
nilai perusahaan.
3 Dewi
Julianti
(2016)
Pengaruh Rasio Hutang
(DER) dan Profitabilitas
(ROA) Terhadap Nilai
Perusahaan (PBV) (Studi
Kasus Pada Perusahaan
Manufaktur Sub Sektor
Otomotif dan Komponen
Yang Terdaftar di Bursa
Efek Indonesia Periode
2012-2014)
Independe
n: DER,
ROA
Dependen:
PBV
Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa
DER berpengaruh
tidak signifikan
terhadap nilai
perusahaan
sementara ROA
berpengaruh
signifikan terhadap
nilai perusahaan.
4 Ratih
Anggrai
ni
Analisis Pengaruh Price
Earning Ratio (PER), Debt
to Equity Ratio (DER),
Independe
n: PER,
DER,
Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa
PER, DER, ROA
36
(2014) Return On Asset (ROA),
Current Ratio (CR) dan
Firmsize Terhadap Nilai
Perusahaan (PBV) Pada
Perusahaan Sektor Property,
Real Estate & Building
Contruction Yang Terdaftar
di Bursa Efek Indonesia
(BEI) Tahun 2008-2012
ROA, CR,
Firmsize
Dependen:
PBV
dan Firmsize
berpengaruh secara
signifikan terhadap
nilai perusahaan,
sementara CR tidak
memiliki pengaruh
terhadap nilai
perusahaan.
2.3. Kerangka Pemikiran
Setiap perusahaan yang didirikan harus memiliki tujuan yang jelas.
Tujuan utama perusahaan pada umumnya adalah mencari laba yang sebesar-
besarnya dan setiap perusahaan yang go public menginginkan harga saham yang
dijual memiliki potensi harga tinggi dan menarik minat para investor untuk
membelinya. Salah satu sektor yang menjanjikan karena semua bahan-bahannya
dapat ditemukan dari dalam negri tanpa harus mengimpor, di Asia sendiri
industri pulp & kertas berada diperingkat ke-3 setelah China dan Jepang.
Sementara di ASEAN, Indonesia menduduki peringkat pertama bahkan beberapa
negara di Asia Tenggara mengalami ketergantungan terhadap produk kertas dan
tisu dari Indonesia.
Terlebih kementrian perindustrian telah menempatkan industri pulp &
kertas sebagai sektor strategis dengan pertumbuhan rata-rata 2,1 % per tahun
37
dengan didukung peran bidang penelitian dan pengembangan industri pulp &
kertas, diharapkan produk Indonesia akan semakin kompetitif di pasar dunia dan
menarik para investor untuk menginvestasikan saham di subsektor ini. Upaya-
upaya dilakukan oleh pihak manajemen dengan mengaplikasikan faktor-faktor
yang memaksimalkan nilai perusahaan. Faktor-faktor tersebut dapat berupa
faktor eksternal maupun internal perusahaan.
2.3.1. Pengaruh Return On Asset (ROA) dan Debt to Equity Ratio (DER)
Terhadap Nilai Perusahaan
Nilai suatu perusahaan selain diukur dari ringgi rendahnya harga jual
saham di pasar, juga dapat diukur dari tingkat kemampuan perusahaan dalam
memperoleh profitabilitas, yang selanjutnya dibandingkan dengan tingkat
pengembalian yang diharapkan oleh investor. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Dewi Julianti (2016), Siti Meilani Wandini Putri (2014) dan
Asep Hadi Wijaya (2016) membuktikan bahwa secara simultan ROA dan
DER berpengaruh signifikan terhadap Nilai Perusahaan.
2.3.2. Pengaruh Return On Asset (ROA) Terhadap Nilai Perusahaan
Menurut Nurhayati (2013), profit yang tinggi memberikan indikasi
prospek perusahaan yang baik sehingga dapat memicu investor untuk ikut
meningkatkan permintaan saham. Permintaan saham yang naik menyebabkan
nilai perusahaan meningkat. Menurut Sujoko dan Soebiantoro (2007),
menyatakan bahwa profitabilitas yang tinggi menunjukkan prospek
perusahaan yang baik, sehingga investor akan merespon positif sinyal
38
tersebut dan nilai perusahaan akan meningkat. Hal tersebut dapat dipahami
karena perusahaan yang berhasil membukukan laba yang meningkat,
mengindikasikan perusahaan tersebut mempunyai kinerja yang baik. Ini
didukung dengan hasil penelitian Asep Hadi Wijaya (2016), Dewi Julianti
(2016), Ratih Anggraini (2014) dan Siti Meilani Wandini Putri (2014) yang
menyatakan bahwa rasio profitabilitas yang diukur dengan ROA berpengaruh
signifikan terhadap nilai perusahaan.
2.3.3. Pengaruh Debt to Equity Ratio (DER) Terhadap Nilai Perusahaan
Menurut Leli Amnah Rakhimsyah dan Barbara Gunawan (2011) DER
yang tinggi akan memperlihatkan nilai hutang yang besar, dengan yang besar
dimana hutang itu dapat dijadikan modal untuk memutar kegiatan perusahaan
untuk mendapatkan laba yang nantinya akan meningkatkan nilai perusahaan.
Kemudian Eugene F.Bringham dan Joel F.Houston (2010) bahwa setiap
perusahaan memiliki struktur modal yang optimal, yang dinyatakan sebagai
kombinasi antara utang, preferen dan ekuitas biasanya menyebabkan harga
saham maksimal. Jadi, perusahaan yang ingin memaksimalkan nilai akan
mengestimasikan struktur modal optimalnya. Dimana struktur modal dapat
diukur dengan Debt to Equity Ratio. Ini didukung dengan hasil penelitian Siti
Meilani Wandini Putri (2014), Asep Hadi Wijaya (2016) dan Dewi Julianti
(2016)yang menyatakan bahwa kebijakan hutang diukur dengan DER tidak
berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan.
39
Gambar II.1
Kerangka Pemikiran
2.4. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk
kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru
didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris
yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan
sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian (Sugiyono, 2011).
Berdasarkan uraian keterkaitan antara profitabilitas dan struktur modal
terhadap nilai perusahaan, maka hipotesis dari penelitan ini adalah sebagai
berikut:
1) Secara Simultan
H1 : Diduga Return On Asset (ROA) dan Debt to Equity Ratio (DER)
secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Nilai Perusahaan
2) Secara Parsial
H2 : Diduga Return On Asset (ROA) berpengaruh positif signifikan
terhadap Nilai Perusahaan
H3 : Diduga Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh negatif signifikan
terhadap Nilai Perusahaan
Nilai Perusahaan (PBV)
Return On
Asset (ROA)
Debt to Equity
Ratio (DER)