bab ii tinjauan pustaka 2.1 landasan teori 2.1.1 agency …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/774/3/bab...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Agency Theory
Manajemen merupakan agen dari pemegang saham, sebagai pemilik
perusahaan. Para pemegang saham berharap agen akan bertindak atas kepentingan
mereka sehingga mendelegasikan wewenang kepada agen. Untuk dapat melakukan
fungsinya dengan baik, manajemen harus diberikan intensif dan pengawasan yang
memadai. Pengawasan dapat dilakukan melalui cara-cara seperti pengikatan agen,
pemeriksaan laporan keuangan, dan pembatasan terhadap keputusan yang dapat
diambil manajemen. Kegiatan pengawasan tentu saja membutuhkan biaya disebut
dengan agensi. Biaya agensi menurut Horne dan Wachowicz (1998) dalam Ambarwati
(2015) adalah biaya-biaya yang berhubungan dengan pengawasan manajemen untuk
meyakinkan bahwa menajemen bertindak konsisten sesuai dengan perjanjian
kontraktual perusahaan dengan kreditor dan pemegang saham.
Menurut Horne dan Wachowicz (1998) dalam Ambarwati (2015), salah satu
pendapat dalam teori agensi adalah siapapun yang menimbulkan biaya pengawasan,
biaya yang timbul pasti merupakan tanggungan pemegang saham. Sebagai misal,
pemegang obligasi, mengantisipasi biaya pengawasan, membebankan bunga lebih
yang lebih tinggi. Semakin besar peluang timbulnya pengawasan, semakin tinggi
tingkat bunga, dan semakin rendah nilai perusahaan bagi pemegang saham. Biaya
pengawasan berfungsi sebagai diinsentif dalam penerbitan obligasi, terutama dalam
13
jumlah yang besar. Jumlah pengawasan yang diminta oleh pemegang obligasi akan
meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah obligasi yang beredar.
Hubungan keagenan antara prinsipal (pemilik/pemegang saham) dengan agen
(manajemen) dapat memunculkan konflik mengingat keduanya berupaya
memaksimumkan utilitas masing-masing, struktur modal kemudian disusun
sedemikian rupa untuk mengurangi konflik kepentingan tersebut. Di negara
berkembang perusahaan umumnya dimiliki, dikendalikan dan diatur oleh individu dan
keluarga (Hendri Setyawan dan Sutapa; 2006).
Teori keagenan menunjukkan adanya hubungan antara pihak-pihak yang
terkait dengan keberadaan suatu entitas. Astika (2010: 65) menyatakan bahwa teori
keagenan menggambarkan konflik antara pemilik dan manajer dalam beberapa hal,
dan konflik tersebut secara eksplisit maupun implisit tercermin pada laporan
keuangan. Hubungan konflik antara pemilik (shareholders) dan manajer
(management) disebut sebagai masalah keagenan (agency problem). Teori sinyal
menjelaskan mengenai manajer suatu entitas secara insentif melaporkan informasi-
informasi kepada pasar modal secara sukarela. Selain untuk memelihara
kesinambungan kepentingan dengan para investor, secara tidak langsung informasi-
informasi tersebut menginterpretasikan kinerja dari suatu entitas atau perusahaan.
Ross (1977) dalam Hanafi (2010: 316) mengemukakan bahwa struktur modal
merupakan signal yang disampaikan oleh manajer ke pasar. Jika manajer yakin bahwa
perusahaan memiliki prospek yang baik, sehingga harga saham dapat meningkat,
manajer tentunya ingin mengomunikasikan hal tersebut kepada investor.
14
2.1.2 Pecking Order Theory
Teori ini dikenalkan pertama kali oleh Donaldson pada tahun (1961)
sedangkan penanaman packing order theory dilakukan oleh Myers (1984) (Husnan,
1996). Secara singkat teori ini menyatakan bahwa: (a) Perusahaan menyukai internal
financing (pendanaan dari hasil operasi berwujud laba ditahan), (b) Apabila
pendanaan dari luar (external financing) diperlukan, maka perusahaan akan
menerbitkan sekuritas yang paling aman terlebih dahulu, yaitu dengan penerbitan
obligasi, kemudian diikuti oleh sekuritas berkarakteristik opsi (seperti obligasi
konversi), baru akhirnya apabila masih belum mencukupi, saham baru diterbitkan.
Sesuai dengan teori ini, tidak ada suatu target debt to equity ratio, karena ada
dua jenis modal sendiri, yaitu internal dan eksternal. Modal sendiri yang berasal dari
dalam perusahaan lebih disukai daripada modal sendiri yang berasal dari luar
perusahaan. Menurut Myers (1996) dalam Ambarwati (2015) perusahaan lebih
menyukai penggunaan pendanaan dari modal internal, yakni dana yang berasal dari
aliran kas, laba ditahan dan depresiasi. Urutan penggunaan sumber pendanaan dengan
mengacu pada pecking order theory adalah: internal fund (dana internal), debt
(hutang), dan equity atau modal sendiri. (Ambarwati, 2015).
Dana internal lebih disukai dari dana eksternal karena dana internal
memungkinkan perusahaan untuk tidak perlu “membuka diri lagi” dan sorotan
pemodal luar. Kalau bisa memperoleh sumber dana yang diperlukan tanpa
memperoleh “sorotan dan publisitas publik” sebagai penerbitan saham baru.
Sedangkan dana ekstrnal lebih disukai dalam bentuk hutang dari pada modal sendiri
karena dua alasan. Pertama adalah pertimbangan biaya emisi. Biaya emisi obligasi
15
lebih murah dari biaya emisi saham baru. Kedua, manajer khawatir kalau penerbitan
saham baru akan ditafsirkan sebagai kabar buruk oleh para pemodal, dan membuat
harga saham akan turun. Hal ini disebabkan antara lain oleh kemungkinan adanya
informasi asimetrik antara pihak manajemen dengan pihak pemodal (Ambarwati,
2015).
2.1.3 Trade Off Theory
Menurut Modiglami dan Miller dalam Brigham dan Houston (2001) dalam
Ambarwati (2015) mengembangkan teori pertukaran struktur modal, mereka
menunjukkan bahwa hutang adalah suatu hal yang bermanfaat karena bunga
merupakan pengurang pajak, tetapi hutang juga membawa serta biaya-biaya yang
dikaitkan dengan kemungkinan atau kenyataan kebangkrutan. Menurut teori ini, pajak
dari hutang dan biaya-biaya yang berhubungan dengan kebangkrutan.
Pendekatan Modigliani dan Miller dengan asumsi yang tidak sempurna dan
tidak ada pajak menyatakan bahwa struktur modal tidak mempengaruhi nilai
perusahaan atau dengan kata lain struktur modal tidak relevan. Setelah memasukkan
unsur pajak, struktur modal menjadi relevan karena perusahaan yang menggunakan
hutang dalam struktur modal nya akan mendapatkan penghematan pajak.
Penghematan ini didapatkan karena penghasilan kena pajak yang dibayarkan lebih
kecil dibanding perusahaan yang tidak memiliki hutang. Pendekatan ini akan
membawa pada kesimpulan semakin banyak penggunaan hutang pada struktur modal
maka semakin besar penghematan yang diraih sehingga semakin baik bagi perusahaan
(Ambarwati, 2015).
16
Utang yang relatif tinggi kemungkinan digunakan oleh pemilik perusahaan
untuk membatasi manajer karena dalam menjalankan aktivitas perusahaan, pemegang
utang akan lebih meningkatkan pengawasan terhadap perusahaan. Ancaman
kebangkrutan dapat timbul karena adanya rasio utang yang tinggi, sehingga para
manajer menjadi lebih berhati-hati dan tidak menghambur-hamburkan uang para
pemegang saham.
Pengambil alihan perusahaan dan pembelian melalui utang dirancang
sedemikian rupa untuk meningkatkan efisiensi dengan mengurangi arus kas bebas
yang tersedia bagi para manajer. Komposisi perbandingan sumber dana perusahaan
dalam membiayai operasional perusahaan dibentuk dalam sebuah struktur keuangan
yang dilakukan manajemen keuangan melalui pembelanjaan. Pemilihan sumber dana
merupakan hal penting, karenaakan mempengaruhi profitabilitas. (Mursidah, 2011)
Menurut trade-off theory yang diungkapkan oleh Myers (2001), “Perusahaan
akan berutang sampai pada tingkat utang tertentu, dimana penghematan pajak dari
tambahan utang sama dengan biaya kesulitan keuangan. Biaya kesulitan keuangan
(Financial distress) adalah biaya kebangkrutan (bankrupcy costs), dan biaya keagenan
(agency costs) yang meningkat akibat dari turunnya kredibilitas suatu perusahaan.
(Mursidah, 2011).
Trade-off theory dalam menentukan struktur modal yang optimal memasukkan
beberapa faktor antara lain pajak, biaya keagenan (agency costs) dan biaya kesulitan
keuangan (financial distress) tetapi tetap mempertahankan asumsi efisiensi pasar dan
symmetric information sebagai imbangan dan manfaat penggunaan utang. Tingkat
utang yang optimal tercapai ketika penghematan pajak mencapai jumlah yang
17
maksimal terhadap biaya kesulitan keuangan (costs of financial distress). Trade-off
theory mempunyai implikasi bahwa manajer akan berpikir penghematan pajak dan
biaya kesulitan keuangan dalam penentuan struktur modal. Perusahaan-perusahaan
dengan tingkat profitabilitas yang tinggi tentu akan berusaha mengurangi pajaknya
dengan cara meningkatkan rasio utangnya, sehingga tambahan utang tersebut akan
mengurangi pajak.
Penghematan pajak penghasilan merupakan suatu manfaat yang
menguntungkan bagi perusahaan, dengan adanya penghematan pajak maka profit yang
diperoleh perusahaanpun akan lebih besar jika dibandingkan perusahaan yang tidak
menggunakan utang. Dalam kenyataannya jarang manajer keuangan yang berpikir
demikian. Donaldson (1961) dalam Ambarwati (2015) melakukan pengamatan
terhadap perilaku struktur modal perusahaan di Amerika Serikat. Penelitian tersebut
menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi
cenderung rasio utangnya rendah. Hal ini berlawanan dengan pendapat trade-off
theory. Trade-off theory tidak menjelaskan korelasi negatif antara tingkat profitabilitas
dan rasio utang.
Pada tahun 1977, Myers dan Majluf dalam Ambarwati (2015) memberi
justifikasi teoritis. Mereka membuat model asimetris informasi antara manajer dan
pihak luar. Teori asimetris tersebut dapat digunakan untuk menjelaskan teori pecking
order. Menurut Myers (1984), pecking order theory menyatakan bahwa ”Perusahaan
dengan tingkat profitabilitas yang tinggi justru tingkat utangnya rendah, dikarenakan
perusahaan yang profitabilitasnya tinggi memiliki sumber dana internal yang
berlimpah.” Ketika sumber dana internal berlimpah, perusahaan akan menggunakan
18
dana yang berasal dari aktivitas operasi perusahaan dari pada menggunakan utang dan
ekuitas. Gill et al. (2011) menemukan hubungan positif antara utang jangka pendek
atas total asset dan profitabilitas. Penelitian dilakukan pada perusahaan jasa dan
perusahaan manufaktur di Amerika yang listing di New York Stock Exchange (Bursa
Efek New York) untuk periode tiga tahun. Melalui analisis regresi, Mendell et al.
dalam Ambarwati (2015) menemukan hubungan negative antara profitabilitas dan
utang.
2.1.4 Profitabilitas
Menurut Sartono (1996), profitabilitas adalah kemampuan perusahaan dalam
memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal
sendiri. Pada umumnya perusahaan lebih menyukai pendapatan yang mereka terima
digunakan sebagai sumber utama dalam pembiayaan untuk investasi. Apabila sumber
dari perusahaan maka alternatif yang lain yang digunakan adalah dengan
mengeluarkan hutang, baru kemudian mengeluarkan saham baru sebagai alternatif lain
untuk pembiayaan. Perusahaan yang dapat menghasilkan laba yang besar dengan
pertumbuhan lambat akan mempunyai tingkat debt to equity ratio yang rendah jika
dibandingkan dengan rata-rata industri yang ada.
Brigham dan Houston (2011), mengatakan bahwa perusahaan dengan tingkat
pengembalian yang tinggi atas investasi menggunakan hutang yang relatif kecil.
Tingkat pengembalian yang tinggi memungkinkan untuk membiayai sebagian besar
kebutuhan pendanaan dengan dana yang dihasilkan secara internal. Beberapa
penelitian yang pernah dilakukan khususnya penelitian empiris yang telah dilakukan
19
oleh Krishnan (1996), Badhuri (2002), Moh’d (1998), Majumdar (1999) menunjukkan
bahwa profitabilitas berpengaruh terhadap profitabilitas perusahaan.
Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba pada
periode tertentu. Laba sering kali menjadi salah satu ukuran kinerja perusahaan, di
mana ketika perusahaan memiliki laba yang tinggi berarti kinerjanya baik dan
sebaliknya. Laba perusahaan selain merupakan indikator kemampuan perusahaan
memenuhi kewajiban bagi para penyandang dananya juga merupakan elemen dalam
penciptaan nilai perusahaan yang menunjukkan prospek perusahaan di masa yang akan
datang. Laba juga sering dibandingkan dengan kondisi keuangan lainnya, seperti
penjualan, aktiva, dan ekuitas. Perbandingan ini sering disebut rasio profitabilitas
(Horne dan Wachowicz, 2013). Kemampuan perusahaan untuk tetap bersaing dalam
kompetisi dengan perusahaan-perusahan lainnya, menuntut perusahaan untuk dapat
meningkatkan profitabilitas.
Brigham dan Houston (2011), menyatakan bahwa definisi profitabilitas adalah
hasil akhir dari sejumlah kebijakan dan keputusan yang dilakukan oleh perusahaan.
Munawir (2010), mengemukakan bahwa profitabilitas adalah kemampuan perusahaan
dalam memperoleh keuntungan (profit) yang berhubungan dengan total aktiva (total
assets), penjualan (sales), dan modal sendiri, dengan demikian analisis profitabilitas
merupakan hal yang sangat penting bagi investor jangka panjang karena dengan
analisis profitabilitas pemegang saham akan melihat seberapa besar keuntungan yang
akan didapatkan dalam bentuk dividen. Apabila perusahaan memilih untuk
membagikan laba dalam bentuk dividen, maka hal tersebut akan mengurangi jumlah
laba yang ditahan (retained earnings) dan selanjutnya akan menyebabkan
20
berkurangnya total sumber pendanaan dari pihak internal maupun eksternal (Munawir,
2010).
2.1.5 Struktur Modal
Struktur modal adalah perimbangan atau perbandingan antara jumlah hutang
jangka panjang dengan modal sendiri (Riyanto, 2010). Pendapat lain mengatakan
bahwa struktur modal merupakan perimbangan jumlah hutang jangka pendek yang
bersifat permanen, hutang jangka panjang, saham preferen, dan saham biasa (Sartono,
2011). Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, pada dasarnya struktur modal yaitu
pembiayaan perusahaan yang bersifat permanen yang terdiri dari hutang jangka
panjang, saham biasa dan saham preferen.
Halim dan Sarwoko (2008), menyatakan bahwa struktur modal adalah
kombinasi antara hutang baik itu dalam bentuk hutang jangka panjang maupun hutang
jangka pendek dengan modal sendiri untuk membelanjai aktiva-aktiva yang dimiliki
oleh perusahaan. Gitman and Zutter (2012) dalam Lukman (2009), mengatakan bahwa
struktur modal perusahaan merupakan kumpulan dana yang digunakan dan
dialokasikan oleh perusahaan dimana dana tersebut diperoleh dari hutang jangka
panjang dan modal sendiri. Ada dua macam tipe modal yaitu modal hutang (debt
capital) dan modal sendiri (equity capital). Wild, Subramanyam, dan Halsey (2010)
mengatakan bahwa struktur modal sangat berkaitan dengan sumber pendanaan
perusahaan. Sumber pendanaan perusahaan dapat diperoleh dari modal ekuitas yang
bersifat permanen dan sumber pendanaan jangka pendek bersifat sementara yang
memiliki risiko lebih tinggi. Struktur modal adalah pendanaan ekuitas dan hutang pada
suatu perusahaan yang sering dihitung berdasarkan besaran relatif berbagai sumber
21
pendanaan. Risiko gagal melunasi bunga dan pokok pinjaman dan stabilitas keuangan
perusahaan bergantung pada sumber pendanaan serta jenis dan jumlah dari berbagai
aset yang dimiliki perusahaan. Risiko merupakan kemungkinan atau probabilitas atas
tidak tercapainya tingkat keuntungan yang diharapkan atau kemungkinan return yang
diterima tidak sesuai dengan return yang diharapkan (Anwar, 2011).
Rodoni (2010) mengatakan bahwa: “Struktur modal merupakan pembiayaan
permanent yang terdiri dari utang jangka panjang, saham preferen dan modal
pemegang saham “. Martono dan Harjito (2008), menjelaskan bahwa; “Struktur modal
optimal adalah perbandingan atau imbangan pendanaan jangka panjang perusahaan
yang ditunjukkan oleh perbandingan hutang jangka panjang terhadap modal sendiri
yang dapat diukur melalui Debt Equity Ratio/DER dan Debt Ratio/DR”.
2.1.6 Likuiditas
Wild et al. (2010) mengatakan bahwa likuiditas mengacu pada kemampuan
perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Jangka pendek secara
konvensional dianggap periode hingga satu tahun. Hal ini dikaitkan dengan siklus
operasi normal perusahaan yaitu mencakup siklus pembelian-produksi-penjualan-
penagihan. Likuiditas merupakan salah satu faktor yang menentukan sukses atau
kegagalan perusahaan. Penyediaan kebutuhan uang tunai dan sumber-sumber untuk
memenuhi kebutuhan tersebut ikut menentukan sejauh mana perusahaan itu
menanggung risiko. Wild et al. (2010) mengatakan bahwa likuiditas merupakan
kemampuan untuk mengubah aktiva menjadi kas atau kemampuan untuk memperoleh
kas. Jangka pendek secara konvensional dianggap periode hingga satu tahun meskipun
22
jangka waktu ini dikaitkan dengan siklus operasi normal suatu perusahaan (periode
waktu yang mencakup siklus pembelian, produksi, penjualan dan penagihan).
Munawir (2010), mengemukakan bahwa likuiditas adalah menunjukkan
kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya yang harus
segera dipenuhi, atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan
pada saat ditagih. Pengertian likuiditas secara umum (liquidity) mengacu pada
kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Suatu
perusahaan yang mempunyai kekuatan membayar sedemikian besarnya sehingga
mampu memenuhi segala kewajiban finansialnya yang harus segera dipenuhi,
dikatakan bahwa perusahaan tersebut adalah liquid, dan sebaliknya yang tidak
mempunyai kemampuan membayar adalah iliquid.
Menurut Kasmir (2012) mendefinisikan likuiditas sebagai berikut: “Likuiditas
adalah rasio untuk menunjukkan atau mengukur kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajibannya yang sudah jatuh tempo, baik kewajiban kepada pihak luar
perusahaan (likuiditas badan usaha) maupun di dalam perusahaan (likuiditas
perusahaan)”.
Menurut Kasmir (2012) likuiditas yang dapat digunakan perusahaan untuk
mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya adalah Rasio
Lancar (Current Ratio). “Rasio lancar merupakan rasio untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek atau utang yang segera jatuh
tempo pada saat ditagih secara keseluruhan. Dengan kata lain, seberapa banyak
23
aktiva lancar yang tersedia untuk menutupi kewajiban jangka pendek yang
segera jatuh tempo”.
2.1.7 Ukuran Perusahaan
Ukuran (size) perusahaan bisa diukur dengan mengunakan total aktiva
penjualan, atau modal dari perusahaan tersebut. Salah satu tolak ukur yang
menunjukkan besar kecilnya perusahaan adalah ukuran aktiva dari perusahaan
tersebut. Perusahaan yang memiliki total aktiva besar menunjukkan bahwa perusahaan
tersebut telah mencapai tahap kedewasaan dimana dalam tahap ini arus kas perusahaan
sudah positif dan dianggap memiliki prospek yang baik dalam jangka waktu yang
relatif lama, selain itu juga mencerminkan bahwa perusahaan relatif lebih stabil dan
lebih mampu menghasilkan laba dibanding perusahaan dengan total aset yang kecil
(Indriani:2005).
Menurut Yuniningsih (2002), perusahaan besar dapat lebih mudah untuk
mengakses pasar modal dibandingkan dengan perusahaan kecil. Semakin besar ukuran
perusahaan semakin mudah untuk mendapatkan modal eksternal dalam jumlah yang
lebih besar terutama dari hutang.
2.2 Hubungan Logis antar Variabel dan Pengembangan Hipotesis
Sesuai dengan landasan teori, maka hipotesis yang diajukan sebagai jawaban
sementara terhadap permasalahan ini adalah:
24
2.2.1 Pengaruh Struktur Modal Terhadap Profitabilitas
Struktur modal menunjukkan seberapa besar suatu perusahaan dibiayai oleh
hutang dan modal sendiri, sedangkan profitabilitas menunjukkan seberapa besar
kemampuan perusahaan dalam memperoleh keuntungan. Struktur modal perusahaan
yang cenderung didominasi oleh hutang akan meningkatkan beban bunga yang
ditanggung perusahaan sehingga profit yang diperoleh akan kecil, tetapi pajak yang
harus dibayar perusahaan pun kecil, begitu pula sebaliknya, struktur modal perusahaan
yang cenderung didominasi oleh modal sendiri akan memperkecil beban bunga yang
ditanggung perusahaan sehingga profit yang diperoleh akan besar, tetapi pajak yang
harus dibayar perusahaan juga besar. Argumen ini diperkuat oleh argumen para
peneliti sebelumnya.
Asnawi dan Wijaya (2006), mengemukakan bahwa struktur modal yang
mempengaruhi laba adalah hutang, karena hutang memiliki biaya (bunga yang
dibayar) yang akan mengurangi jumlah laba yang diperoleh, sedangkan laba dinikmati
oleh pemegang saham. Makin besar hutang yang dipakai maka biaya bunga juga makin
besar, sehingga laba makin kecil, namun demikian makin besar hutang yang dipakai,
maka modal sendiri yang diperlukan makin kecil, karenanya walaupun laba yang
diperoleh makin kecil, namun modal sendiri pun yang dipakai makin kecil. Kesuma
(2009) dalam Novita (2015) mengemukakan bahwa jumlah laba bersih setelah pajak
yang akan diperoleh perusahaan akan semakin kecil apabila angka rasio struktur modal
semakin besar, karena semakin banyak jumlah pinjaman yang menyebabkan semakin
banyak bagian dari laba operasi dan aliran kas yang digunakan untuk membayar beban
bunga dan pokok pinjaman.
25
Menurut Astita dan Kalam (2013) struktur modal berpengaruh negatif terhadap
profitabilitas sedangkan menurut Novita dan Sofie (2015) struktur modal berpengaruh
positif terhadap profitabilitas.
Nurfadilah (2011), menyatakan bahwa apabila struktur modal semakin rendah
maka hal tersebut mencerminkan semakin besar kemampuan perusahaan dalam
menjamin hutangnya dengan ekuitas yang dimilikinya atau peningkatan/penurunan
struktur modal seharusnya tidak searah (berbanding terbalik) dengan profitabilitas,
maka hipotesis yang dirumuskan adalah:
H1: Diduga struktur modal berpengaruh terhadap Profitabilitas
2.2.2 Pengaruh Likuiditas terhadap profitabilitas
Likuiditas menunjukkan seberapa besar kemampuan perusahaan dalam
melunasi liabilitas jangka pendeknya dengan menggunakan asset lancar. Perusahaan
yang memiliki tingkat likuiditas tinggi terhindar dari risiko kegagalan melunasi
liabilitas jangka pendeknya. Perusahaan yang memiliki likuiditas yang tinggi akan
berpengaruh terhadap profit yang diperoleh. Perusahaan dengan tingkat likuiditas yang
tinggi akan memperbesar kemungkinan pembagian dividen dalam bentuk cash,
sehingga menarik minat investor untuk menanamkan modalnya. Tingkat modal yang
tinggi akan menekan angka hutang yang dimiliki perusahaan sehingga beban bunga
yang harus dibayar perusahaan akan semakin kecil yang akan menyebabkan semakin
besarnya profit yang diperoleh walaupun pajak yang harus dibayar juga besar.
Argumen ini diperkuat oleh argumen dari peneliti sebelumnya.
Likuiditas merupakan salah satu faktor yang menentukan sukses atau tidaknya
suatu perusahaan dalam kaitannya dengan profitabilitas. Kebutuhan akan uang tunai
26
dan sumber-sumber lain untuk memenuhi kebutuhan tersebut ikut menentukan
bagaimana perusahaan itu menanggung risiko untuk melunasi kewajiban jangka
pendeknya. Mardiyanto (2008) mengungkapkan bahwa likuiditas yang tinggi
merupakan indikator bahwa risiko perusahaan rendah. Artinya perusahaan aman dari
kemungkinan kegagalan membayar berbagai kewajiban lancar.
Menurut Astita dan Kalam (2013) likuiditas berpengaruh positif terhadap
profitabilitas sedangkan menurut Ambarwati dkk (2015) likuiditas tidak berpengaruh
terhadap profitabilitas. Anwar (2011) menyatakan bahwa semakin baik tingkat
likuiditas aktiva lancar atau semakin likuid aktiva lancar yang dimiliki oleh perusahaan
maka semakin besar angka profitabilitas yang akan diterima oleh perusahaan, maka
hipotesis yang dirumuskan adalah:
H2: Diduga likuiditas berpengaruh terhadap Profitabilitas
2.2.3 Pengaruh Ukuran terhadap profitabilitas
Ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang
ditunjukkan oleh total aktiva dan jumlah penjualan (Ferry dan Jones) (dalam Sujianto,
2001). Penelitian yang dilakukan oleh Merti Sri Devi (2005) menemukan bahwa
secara parsial menunjukkan bahwa variabel Firm Size (ukuran perusahaan)
berpengaruh positif signifikan terhadap profitabilitas. Didukung oleh penelitian yang
dilakukan Alfa Dera Sumantri (2012) menemukan bahwa ukuran perusahaan
berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA (Return On Asset) pada perusahaan
manufaktur.
27
Menurut Astita dan Kalam (2013) ukuran perusahaan berpengaruh positif
terhadap profitabilitas sedangkan menurut Manuella dkk (2013) ukuran perusahaan
tidak berpengaruh terhadap profitabilitas.
H3: Diduga ukuran perusahaan berpengaruh terhadap Profitabilitas
2.3 Penelitian terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh Ambarwati dkk (2014) meneliti mengenai
Pengaruh Modal Kerja, Likuiditas, Aktivitas Dan Ukuran Perusahaan Terhadap
Profitabilitas Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) secara parsial modal kerja berpengaruh
positif signifikan terhadap profitabilitas, (2) likuiditas tidak berpengaruh signifikan
terhadap profitabilitas, (3) aktivitas berpengaruh positif signifikan terhadap
profitabilitas, (4) ukuran perusahaan berpengaruh positif signifikan terhadap
profitabilitas, (5) secara simultan modal kerja, likuiditas, aktivitas dan ukuran
perusahaan berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di bursa efek indonesia.
Penelitian yang dilakukan oleh Astita dan Kalam (2013) mengenai Pengaruh
Likuiditas Dan Struktur Modal Terhadap Profitabilitas (Studi Kasus Pada Perusahaan
Manufaktur Sektor Food & Beverage Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode
2007-2012). Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) perubahan likuiditas memiliki
pengaruh positif yang signifikan terhadap profitabilitas pada perusahaan manufaktur
sektor food & beverage yang terdaftar di BEI, (2) perubahan struktur modal memilki
pengaruh negatif yang signifikan terhadap profitabilitas pada perusahaan manufaktur
sektor food & beverage yang terdaftar di BEI dan (3) perubahan likuiditas dan struktur
28
modal memiliki pengaruh signifikan terhadap profitabilitas pada perusahaan
perusahaan manufaktur sektor food & beverage yang terdaftar di BEI.
Penelitian yang dilakukan oleh Novita dan Sofie (2015) meneliti mengenai
Pengaruh Struktur Modal Dan Likuiditas Terhadap Profitabilitas. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa struktur modal memiliki pengaruh signifikan negatif terhadap
profitabilitas yang diukur dengan return on asset, sehingga hasil analisis yang
dilakukan dalam penelitian ini mendukung terhadap hipotesis yang diajukan yaitu
struktur modal berpengaruh negatif terhadap profitabilitas. Struktur modal tidak
memiliki pengaruh signifikan negatif terhadap profitabilitas yang diukur dengan
return on equity, sehingga hasil analisis yang dilakukan dalam penelitian ini tidak
mendukung terhadap hipotesis yang diajukan. Likuiditas memiliki pengaruh
signifikan positif terhadap profitabilitas. Hasil analisis yang dilakukan dalam
penelitian ini mendukung hipotesis yang diajukan yaitu likuiditas berpengaruh positif
terhadap profitabilitas.
Penelitian yang dilakukan oleh Kristantri dan Rasmini (2013) meneliti mengenai
analisa faktor-faktor yang mempengaruhi profitabilitas dengan pertumbuhan laba
sebagai variabel moderasi. Ukuran perusahaan tidak memiliki pengaruh terhadap
profitabilitas (ROE). Hasil penelitian ini sama halnya dengan penelitian Fachrudin
(2011) yang menyimpulkan bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap
profitabilitas (ROE). Debt to equity ratio (DER) berpengaruh terhadap profitabilitas
(ROE) secara positif. Pertumbuhan laba tidak memiliki pengaruh terhadap
profitabilitas (ROE). Moderasi pertumbuhan laba tidak berpengaruh terhadap
hubungan antara ukuran perusahaan dengan profitabilitas (ROE).
29
Tabel 2.1 Penelitian terdahulu
No Nama Peneliti Variabel Penelitian Metode penelitian
Hasil Penelitian
1. Ambarwati dkk (2014) Pengaruh Modal Kerja, Likuiditas, Aktivitas Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Profitabilitas
Regresi linier berganda
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) secara parsial modal kerja berpengaruh positif signifikan terhadap profitabilitas, (2) likuiditas tidak berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas, (3) aktivitas berpengaruh positif signifikan terhadap profitabilitas, (4) ukuran perusahaan berpengaruh positif signifikan terhadap profitabilitas, (5) secara simultan modal kerja, likuiditas, aktivitas dan ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di bursa efek indonesia.
2 Astita dan Kalam (2013)
Likuiditas Dan Struktur Modal Terhadap Profitabilitas
Regresi linier berganda
(1) perubahan likuiditas memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap profitabilitas (2) perubahan struktur modal memilki pengaruh negatif yang signifikan terhadap profitabilitas (3) perubahan likuiditas dan struktur modal memiliki pengaruh signifikan terhadap profitabilitas.
3 Novita dan Sofie (2015)
Struktur Modal Dan Likuiditas Terhadap Profitabilitas
Regresi linier berganda
Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur modal memiliki pengaruh signifikan negatif terhadap profitabilitas yang diukur dengan return on asset,
30
Struktur modal berpengaruh negatif terhadap profitabilitas. Struktur modal tidak memiliki pengaruh signifikan negatif terhadap profitabilitas.
4. Kristantri dan Rasmini (2013)
debt to equity ratio, earning’s growth, firm’s size, profitability (ROE)
Regresi linier berganda
Ukuran perusahaan tidak memiliki pengaruh terhadap profitabilitas (ROE). Hasil penelitian ini sama halnya dengan penelitian Fachrudin (2011) yang menyimpulkan bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap profitabilitas (ROE). Debt to equity ratio (DER) berpengaruh terhadap profitabilitas (ROE) secara positif. Pertumbuhan laba tidak memiliki pengaruh terhadap profitabilitas (ROE). Moderasi pertumbuhan laba tidak berpengaruh terhadap hubungan antara ukuran perusahaan dengan profitabilitas (ROE).
31
2.4 Kerangka Pemikiran
Untuk mempermudah dalam memahami penelitian ini, maka penulis membuat
suatu kerangka pemikiran sebagai berikut :
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
Salah satu tujuan dari sebuah perusahaan adalah mendapatkan laba yang
maksimal. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan manajemen dengan tingkat
efektifitas yang tinggi. Pengukuran tingkat efektifitas manajemen yang ditunjukkan
oleh laba yang dihasilkan dari penjualan dan dari pendapatan investasi, dapat
dilakukan dengan mengetahui seberapa besar rasio Return On Asset (ROA) yang
dimiliki. Dengan mengetahui rasio Return On Asset (ROA) yang dimiliki, perusahaan
dapat memonitor perkembangan perusahaan dari waktu ke waktu. Agar dapat
memaksimalkan laba yang didapat oleh perusahaan, manajer keuangan perlu
mengetahui faktor-faktor yang memiliki pengaruh besar terhadap Return On Asset
(ROA) perusahaan. Dengan mengetahui pengaruh dari masing-masing factor
Profitabilitas (Y)
Struktur modal (X1)
Likuiditas
(X2)
Ukuran Perusahaan
(X3)
H1
H2
H3
32
terhadap Return On Asset (ROA), perusahaan dapat menentukan langkah
untuk mengatasi masalah-masalah dan meminimalisir dampak negatif yang timbul.
Semua faktor yang terdapat dalam sebuah perusahaan memiliki pengaruh terhadap
kemampuan perusahaan untuk mendapatkan laba. Untuk memaksimalkan masing-
masing faktor, diperlukan adanya manajemen aset, manajemen biaya dan manajemen
hutang. Aktivitas aset yang terjadi dalam sebuahperusahaan memiliki pengaruh yang
cukup besar dalam menentukan seberapa besar laba yang akan diperoleh perusahaan.
Semakin lama waktu yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk melakukan produksi,
maka semakin besar biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan baik untuk
pemeliharaan ataupun biaya produksi. Lamanya periode perputaran dari beberapa
faktor yang ada, akan berpengaruh terhadap biaya yang harus dikeluarkan oleh
perusahaan.
33