bab ii tinjauan pustaka 2.1 konsep pernafasan 2.1.1...
TRANSCRIPT
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Pernafasan
2.1.1 Pengertian Pernafasan
Pernafasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang
mengandung O2 (oksigen) ke dalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak
mengandung CO2 (karbondioksida) sebagai sisa dari oksidasi keluar tubuh. Peristiwa
menghirupkan udara ini disebut inspirasi dan menghembuskannya disebut ekspirasi
(Syaifudin, 2006). Respirasi eksternal adalah proses pertukaran gas antara darah dan
atmosfer sedangkan respirasi internal adalah proses pertukaran gas antara darah
sirkulasi dan sel jaringan (Molenaar, 2014).
2.1.2 Anatomi Pernafasan
Pernafasan secara harfiah berarti menghirup O2 dari atmosfer menuju ke sel
dan mengeluarkan CO2 dari sel ke udara bebas.Pemakaian O2 dan pengeluaran CO2
diperlukan untuk menjalankan fungsi secara normal sel dalam tubuh, tetapi sebagian
besar sel-sel tubuh kita tidak dapat melakukan pertukaran gas-gas langsung dengan
udara, karena sel-sel tersebut memerlukan struktur tertentu untuk menukar maupun
mengangkut gas-gas tersebut.Penjelasan lebih lengkapnya ada pada pokok bahasan
berikutnya (Price & Wilson, 2006).
Menurut Somantri (2009), anatomi saluran pernafasan dibagi menjadi dua
bagian yaitu sebagai berikut :
1. Saluran pernafasan bagian atas
Hidung, teridiri dari hidung eskterna dan interna (rongga hidung), kedua
rongga hidung dipisahkan oleh septu. Di dalam hidung terdapat konkha superior,
11
inferior dan media. Selain konkha terdapat sinus paranasal yaitu : sphenoid, ehtmoid,
frontalis, dan maksilaris. Faring atau tenggorokan adalah struktur seperti tuba yang
menghubungkan hidung dan rongga mulut ke laring. Faring dibagi menjadi tiga
region; nasal, oral, dan laring. Trakhea merupaka tuba yang lentur atau fleksibel
dengan panjang sekitar 10 cm dan lebar 2,5 cm. Trakhea menjalar dari kartilago
krikoid ke bawah depan leher dan ke belakang manubrium sternum, untuk berakhir
pada sudut dekat sternum.
2. Saluran pernafasan bagian bawah
Bronkhus terdiri dari bronkhus lobaris; tiga pada paru kanan dan dua pada
paru kiri dan bronkhus segmentalis yang dibagi menjadi tiga bronkhus subsegmental.
Bronkhiolus; paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli, yang tersusun dalam klaster
antara 15-20 alveoli. Begitu banyaknya alveoli ini sehingga jika mereka bersatu untuk
membentuk satu lembar, akan menutupi area 70 meter persegi.
Organ pernapasan bagian atas berfungsi selain untuk jalan masuknya udara
ke organ pernapasan bagian bawah juga untuk pertukaran gas dan berperan dalam
proteksi terhadap benda asing yang akan masuk ke pernapasan bagian bawah,
menghangatkan, filtrasi dan melembabkan gas. Sedangkan fungsi organ
pernapasan bagian bawah disamping tempat untuk masuknya oksigen juga
berperan dalam proses difusi gas (Tarwoto, 2009).
Urutan saluran yang menghantarkan udara masuk ke dalam paru adalah hidung,
faring, laring, trakea, bronkus, dan bronkiolus. Sepanjang saluran pernafasan dari hidung
sampai bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa bersilia.Ketika udara masuk ke dalam
hidung, udara disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses tersebut
merupakan fungsi utama mukosa respirasi yang terdiri dari epitel toraks bertingkat,
12
bersilia dan bersel goblet. Permukaan epitel dilapisi oleh lapisan mucus yang disekresi
oleh sel goblet dan kelenjar mukosa (Price & Wilson, 2006).
Partikel-partikel debu yang kasar akan disaring oleh rambut-rambut yang
terdapat dalam lubang hidung, sedangkan partikel-partikel yang halus akan terjerat
dalam lapisan mukus. Gerakan silia mendorong lapisan mucus kearah posterior di dalam
rongga hidung, dan kearah superior di dalam sistem pernafasan bagian bawah menuju
ke faring (Price & Wilson, 2006; Scanlon & Sanders, 2006). Kebanyakan mucus ini akan
ditelan dan bakteri yang ada akan dihancurkan oleh asam HCL dalam lambung
(Scanlon & Sanders, 2006), Sedangkan partikel halus akan tertelan atau dibatukkan
keluar (Price & Wilson, 2006). Lapisan mukus memberikan air untuk kelembaban, dan
banyaknya jaringan pembuluh darah di bawahnya akan menyuplai panas ke udara
inspirasi. Jadi udara inspirasi telah disesuaikan sedemikian rupa sehingga udara yang
mencapai faring hampir bebas debu, suhunya mendekati suhu tubuh dan
kelembabannya mencapai 100% (Price & Wilson, 2006).
Udara mengalir dari faring ke laring atau kotak suara. Laring terdiri dari rangkaian
cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot-otot dan mengandung pita suara.
Ruang berbentuk segitiga yang berada diantara pita suara yaitu glottis yang bermuara ke
dalam trakea. Glottis merupakan pemisah antara saluran pernapasan bagian atas dan
bawah. Pada waktu menelan, gerakan laring ke atas, epiglottis menutup dan mengarahkan
makanan dan cairan masuk ke dalam esophagus. Jika benda asing masih mampu masuk
melampaui glottis, maka fungsi batuk yang dimiliki laring akan membantu menghalau
benda asing dan sekret keluar saluran pernafasan bagian bawah. Trakea disokong oleh
cincin tulang rawan berbentuk seperti sepatu kuda yang panjangnya ±12,5 cm (5 inci).
Struktur trakea dan bronkus dianalogikan dengan sebuah pohon, dan oleh karena itu
13
dinamakan pohon trakeobronkial. Tempat trakea bercabang menjadi bronkus utama kiri
dan kanan dikenal sebagai karina (Price & Wilson, 2006).
Bronkus utama kiri dan kanan tidak simetris.Bronkus utama kanan lebih
pendek, lebih lebar dan merupakan kelanjutan dari trakea yang arahnya hampir vertikal,
sedangkan bronkus utama kiri, lebih panjang, lebih sempit dan merupakan kelanjutan
dari trakea dengan sudut yang lebih tajam (Price &Wilson, 2006).
Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris
dan kemudian bronkus segmentalis. Percabangan tersebut berjalan terus menjadi bronkus
yang ukurannya semakin kecil sampai akhirnya menjadi bronkiolus terminalis, yaitu
saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara). Seluruh saluran
udara ke bawah sampai tingkat bronkiolus terminalis disebut saluran penghantar udara
karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas
paru. Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru,
yaitu tempat pertukaran gas yang terdiri dari bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan
sakus alveolaris terminalis (Price & Wilson, 2006).
2.1.3 Mekanisme Pernafasan
Menurut somantri (2009) secara garis besar mekanisme pernafasan dibagi
menjadi 2, yaitu pernafasan dalam (internal) dan pernafasan luar (eksterna). Pernafasan
dalam merupakan pertukaran gas antara organel sel (mitokondria) dan medium cairnya.
Hal tersebut menggambarkan proses metabolisme intraseluler yang meliputi konsumsi
oksigen (O2) (digunakan untuk oksidasi bahan nutrisi) dan pengeluaran
karbondioksida (CO2) ( terdapat dalam medium cair/sitoplasma) sampai menghasilkan
energi. Pernafasan luar (eksternal) yaitu absorbsi O2 dan pembuangan CO2 dari tubuh
secara keseluruhan ke lingkungan luar. Urutan proses pernapasan eksternal adalah
pertukaran udara luar ke dalam alveolus melalui aksi mekanik pernapasan yaitu melalui
14
proses ventilasi kemudian pertukaran O2 dan CO2 yang terjadi di antara alveolus dan
darah pada pembuluh kapiler paru-paru melalui proses difusi dan pengangkutan
(transportasi) O2 dan CO2 oleh sistem peredaran darah dari paru-paru ke jaringan
dan sebaliknya yang disebut proses transportasi. Pertukaran O2 dan CO2 darah dalam
pembuluh kapiler jaringan dengan sel-sel jaringan melalui proses difusi.
Menurut Syaifuddin (2006), mekanisme pernafasan dibagi menjadi dua yaitu
pernafasan dada dan pernafasan perut. Pernafasan dada, pada waktu seseorang
bernapas, rangka dada terbesar bergerak. Pernapasan ini dinamakan pernapasan dada.
Ini terdapat pada rangka dada lunak, yaitu pada orang-orang muda dan pada
perempuan. Pernafasan perut, jika pada waktu bernapas diafragma turun-naik, maka
ini dinamakan pernapasan perut. Kebanyakan pada orang tua, karena tulang rawannya
tidak begitu lembek dan bingkas lagi yang disebabkan oleh banyak zat kapur
mengendap di dalamnya dan ini banyak ditemukan pada pria.
2.1.4 Mekanisme Pertahanan Pernapasan
Mekanisme pertahanan meliputi penyaringan udara (filtrasi) oleh bulu-bulu
hidung, filtrasi ini akan membebaskan udara dari debris berupa partikel-partikel yang
lebih besar dari 10 mm. Partikel berukuran sekitar 10 mm akan menempel pada sputum
nasal, konka, tonsil, dan kelenjar adenoid. Partikel yang berukuran antar 0,2-5 mm akan
mampu melewati filtrasi hingga berada pada jalan napas yang lebih kecil. Faktor lain
yang diperlukan yaitu pembersihan mukosiliaris (mukus) merupakan sekresi saluran
pernapasan yang dihasilkan oleh kelenjar submukosa, sel goblet, dan cairan transudat
dan jaringan sel clara. Mukus akan melembabkan udara pernapasan, menangkap, dan
menyingkirkan pertikel asing yang terhirup, serta melindungi selaput lendir dari trauma
fisik, kimia, dan mikroorganisme berbahaya. Gerakan mukosilier paru mengarah ke
atas (faring) dan dilakukan terus-menerus, menyebabkan mukus bergerak ke atas
15
dengan kecepatan 1 cm/menit ke arah faring. Kemudian mukus dan partikel yang
dijerat oleh mukus akan dibatukkan ke luar atau ditelan (Tamsuri, 2008).
Batuk merupakan mekanisme fisik dalam upaya tubuh (saluran pernafasan)
mengeluarkan bahan fisik (mukus) dari saluran pernafasan. Reflek batuk dengan
menggunakan tekanan tinggi untuk membersihkan jalan nafas. Tekanan tinggi
mendorong sekret ke atas sehingga dapat dibatukkan keluar (Tamsuri, 2008).
Mekanisme berikutnya adalah reflek menelan dan reflek muntah, mencegah
masuknya makanan atau cairan ke saluran pernafasan. Reflek bronkokonstriksi
merupakan respons untuk mencegah iritan terinhalasi dalam jumlah besar, seperti debu
atau aerosol. Makrofag alveolus sebagai pertahanan utama pada tingkat alveolus (tidak
terdapat epitel siliaris). Partikel-partikel debu dan bakteri akan dibawa oleh makrofag ke
pembuluh limfe atau bronkiolus dan akhirnya dibuang oleh eskalator mukosiliaris
(Tamsuri, 2008).
2.1.5 Fisiologi Pernafasan
Pada proses respirasi dibagi menjadi tiga proses utama, yaitu ventilasi pulmonal
, difusi dan transportasi. Ventilasi pulmonal adalah proses keluar masuknya udara
antara atmosfer dan alveoli paru-paru. Difusi adalah proses pertukaran oksigen (O2)
dan karbondioksida (CO2) antara alveoli dan darah. Sedangkan transportasi adalah
proses beredarnya gas (O2 dan CO2) dalam darah dan cairan tubuh ke dan dari sel-sel.
Proses fisiologis respirasi dibagi menjadi tiga stadium, yaitu difusi gas-gas
antara alveolus dengan kapiler paru-paru (respirasi eksternal) dan darah sistemik
dengan sel-sel jaringan, distribusi darah dalam sirkulasi pulmoner dan penyesuaiannya
dengan distribusi udara dalam alveolus-alveolus, dan reaksi kimia dan fisik O2 dan
CO2 dengan darah (Somantri, 2008).
16
Pada proses ventilasi udara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada
selisih tekanan yang terdapat antara atmosfer dan alveolus akibat kerja mekanik otot-
otot. Selama inspirasi volume toraks bertambah besar karena diafragma turun dan iga
terangkat akibat kontraksi otot yaitu otot sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke
atas dan otot seratus, skalenus, dan interkostalis eksternus mengangkat iga-iga atau sternum
ke atas (Somantri, 2008).
Proses bernapas merupakan proses yang kompleks dan tergantung pada
perubahan volume yang terjadi pada rongga toraks dan perubahan tekanan. Tekanan
yang berperan dalam proses bernapas adalah tekanan atmosfir yaitu tenakan tekanan
udara luar, besarnya sekitar 760 mmHg. Tekanan ini diakibatkan karena kandungan gas
yang berada di atmosfir. Tekanan intrapulmonari atau intraalveoli yaitu tekanan yang
terjadi dalam alveoli paru-paru. Ketika bernapas normal atau biasa terjadi perbedaan
tekanan dengan atmosfir. Pada saat inspirasi tekanan intrapulmonari 759 mmHg, lebih
rendah 1 mmHg dari atmosfir dan pada saat ekspirasi tekanannya menjadi lebih tinggi
+ 1 mm Hg menjadi 761 mmHg. Tekanan intrapulmonary akan meningkat ketika
bernapas maksimum, pada inspirasi perbedaan tekanan dapat mencapai -30 mmHg dan
ekspirasi + 100 mmHg. Tekanan intrapleura yaitu tekanan yang terjadi pada rongga
pleura yaitu ruang antara pleura parietalis dan viseralis, besarnya tekanan ini kurang
dari tekanan pada alveoli atau atmosfer sekitar – 4 mmHg atau sekitar 756 mmHg pada
pernapasan biasa dan dapat mencapai – 18 mmHg pada inspirasi dalam atau kuat
(Tarwoto, 2009).
2.1.6 Patofisiologi Pernafasan
Proses oksigenasi dimulai dari pengambilan oksigen di atmosfir, kemudian
oksigen masuk melalui organ pernapasan bagian atas seperti hidung atau mulut, faring,
laring dan selanjutnya masuk ke organ pernapasan bagian bawah seperti trakhea,
17
bronkus utama, bronkhus sekunder, bronkhus tersier (segmental), terminal
bronkhiolus dan selanjutnya masuk ke alveoli (Tarwoto, 2009).
Udara dari luar diproses di hidung, di dalam hidung masih terjadi perjalanan
panjang menuju paru-paru (sampai alveoli). Pada laring terdapat epiglotis yang berguna
untuk menutup laring sewaktu menelan, sehingga makanan tidak masuk ke trakhea,
sedangkan waktu bernapas epiglotis terbuka begitu seterusnya. Jika makanan masuk ke
dalam laring maka kita mendapat serangan batuk, untuk mencoba mengeluarkan
makanan tersebut dari laring. Selain itu dibantu oleh adanya silia (bulu-bulu getar) yaitu
untuk menyaring debu-debu, kotoran dan benda asing. Adanya benda asing/kotoran
tersebut memberikan rangsangan kepada selaput lendir dan silia sehingga terjadi bersin
dan batuk. Akibatnya benda asing/kotoran tersebut bisa dikeluarkan melalui hidung
dan mulut. Dengan kejadian tersebut di atas udara yang masuk ke dalam alat-alat
pernapasan benar-benar bersih. Tetapi kalau kita bernapas melalui mulut, udara yang
masuk ke dalam paru-paru tidak dapat disaring, dilembabkan/dihangatkan, ini bisa
mengakibatkan gangguan terhadap tubuh. Dan sel-sel bersilia dapat rusak apabila
adanya gas beracun dan dalam keadaan dehidrasi (Syaifuddin, 2006).
Seperti diketahui, saluran napas manusia bermula dari mulut dan hidung, lalu
bersatu di daerah leher menjadi trakea (tenggorok) yang akan masuk ke paru. Di dalam
paru, satu saluran napas trakea itu akan bercabang dua, satu ke paru kiri dan satu lagi
ke paru kanan. Setelah itu, masing-masing akan bercabang-cabang lagi, makin lama
tentu makin kecil sampai 23 kali dan berujung di alveoli, tempat terjadi pertukaran gas,
oksigen (O2 ) masuk ke pembuluh darah, dan karbon dioksida (CO2 ) dikeluarkan
(Octavina, 2014).
18
2.2 Infeksi Saluran Pernafasan Akut
Penyakit ISPA sering terjadi pada anak Balita, karena sistem pertahanan tubuh
anak masih rendah Kejadian batuk pilek pada balita di Indonesia diperkirakan 3 sampai
6 kali pertahun, yang berarti seorang balita rata-rata mendapat serangan batuk-pilek 3
sampai 6 kali setahun. Penyakit ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, bersin, udara
pernapasan yang mengandungkuman yang terhirup oleh orang sehat kesaluran
pernapasannya (Sundari, 2014).
2.2.1 Definisi ISPA
ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi yang menyerang hidung
sampai alveoli. Infeksi saluran pernapasan akut adalah infeksi yang terutama mengenai
struktur saluran pernapasan di atas laring, tetapi kenyataannya, penyakit ini mengenai
bagian saluran atas dan bawah secara simultan dan berurutan. Infeksi saluran
pernapasan akut akibat polusi udara adalah infeksi saluran pernapasan yang disebabkan
oleh faktor risiko polusi udara, seperti gas buang sarana transportasi dan industri
(Depkes, 2010).
2.2.2 Etiologi ISPA
Virus dan bakteri merupakan penyebab pada kasus infeksi saluran pernapasan
akut. Sebagian besar 30-40% kasus infeksi saluran pernapasan akut disebabkan oleh
virus seperti Respiratory Syncytial Virus (RSV), rhinovirus influenza, para influenza, dan
adenovirus, tetapi hanya sedikit persentasinya dari infeksi virus ini menyebabkan
penyakit parah atau fatal. Sebagian besar infeksi virus bersifat ringan pada saluran
pernapasan bagian atas (Winarni, 2009).
2.2.3 Faktor Risiko Yang Mempengaruhi ISPA
Terdapat banyak faktor yang medasari perjalanan penyakit infeksi saluran
pernapasan akut. Hal ini berhubungan dengan pejamu, agen penyakit, dan lingkungan
19
(WHO, 2007). Beberapa faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya infeksi saluran
pernapasan akut antara lain sebagai berikut :
a. Usia
ISPA diketahui dapat menyerang segala jenis umur. ISPAakan sangat beresiko
pada bayi berumur kurang dari 1 tahun, kemudian risiko tersebut akan menurun pada
kelompok umur 15-24 tahun. Setelah itu, risiko ISPA akan terus meningkat ketika
berumur 24 tahun. Semakin tua umur seseorang maka risiko untuk terkena ISPAjuga
akan semakin meningkat (Nelson & Williams, 2007). Umur seseorang berhubungan
dengan potensi kemungkinan untuk terpapar terhadap suatu sumber infeksi, tingkat
imunitas, dan aktivitas fisiologis berbagai jaringan yang mempengaruhi perjalanan
penyakit seseorang (Fitriyani, 2011).
b. Jenis Kelamin
Penyakit ISPA dapat terjadi pada setiap orang dengan tidak memandang suku,
ras, agama, umur, jenis kelamin, dan status sosial. Namun insiden ISPA pada anak
balita berdasarkan jenis kelamin disebutkan bahwa insiden ISPA pada laki-laki lebih
tinggi dari pada perempuan (Sukamawa, 2006).
c. Status Gizi
Status gizi merupakan faktor risiko penting terjadinya infeksi saluran
pernapasan. (Wantania, 2012. Interaksi antara infeksi dan gizi di dalam tubuh
dikemukakan sebagai suatu peristiwa sinergistik, selama terjadi infeksi, status gizi akan
menurun dengan menurunnya status gizi, maka akan menjadi kurang resisten terhadap
infeksi. Respon imun menjadi kurang efektif dan kuat ketika seseorang mengalami gizi
kurang. Rintangan yang harus dilalui mikroba untuk menimbulkan infeksi, yaitu kulit
dan mukosa traktus respiratorius menjadi lemah dan komponen seluler serta humoral
pada sistem pertahanan tubuh akan berkurang (Manary, 2009).
20
d. Polusi Udara
Polusi udara yang berasal dari pembakaran di dalam rumah seperti asap obat
anti nyamuk bakar, asap dari dapur, dan lain-lain, mempunyai peran pada resiko
kematian balita di beberapa negara berkembang. Diperkirakan 1,6 juta kematian
berhubungan dengan polusi udara dari dalam rumah. Hasi penelitian Dherani, dkk
(2008) menyimpulkan bahwa dengan menurunkan polusi pembakaran dari dalam
rumah akan menurunkan morbiditas dan mortalitas pneumonia. Hasil penelitian juga
menunjukkan anak yang tinggal di rumah yang dapurnya menggunakan listrik atau gas
cenderung lebih jarang sakit ISPA dibandingkan dengan anak yang tinggal dalam
rumah yang menggunakan asap bakaran seperti minyak tanah, kayu, dan pembakaran
pestisida ataupun rokok yang meningkatkan resiko terjadinya ISPA (Cissy, 2010).
e. Pendidikan
Faktor lain yang mempengaruhi morbiditas dan mortalitas ISPA adalah
pendidikan ibu dan status sosio-ekonomi keluarga. Makin rendah pendidikan ibu,
makin tinggi prevalensi ISPA pada balita (Cissy, 2010). Pengetahuan sangat erat
kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi,
maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Namun perlu ditekankan
bahwa seorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan
rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari pendidikan formal,
akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang
tentang sesuatu objek juga mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan negatif.
Kedua aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap objek
tertentu. Semakin banyak aspek positif dari objek yang diketahui, akan menumbuhkan
sikap makin positif terhadap objek tersebut (Maramis, 2013).
21
f. Status Sosial Ekonomi
Keadaan sosial ekonomi berkaitan erat dengan pendidikan, keadaan sanitasi
lingkunga, gizi dan akses terhadap pelayanan kesehatan. Penurunan pendapatan dapat
menyebabkan kurangnya kemampuan daya beli dalam memenuhi konsumsi makanan
sehingga akan berpengaruh terhadap status gizi. Apabila status gizi buruk makan akan
menyebabkan kekebalan tubuh yang menurun sehingga memudahkan terkena infeksi
saluran pernapasan akut (Manary, 2009).
2.2.4 Tanda dan Gejala ISPA
Menurut tingkat keparahannya, ISPA dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu
ISPA ringan (bukan Pneumonia) yaitu seseorang dikatakan menderita ISPA ringan
apabila ditemukan gejala batuk, pilek dan sesak. ISPA sedang (Pneumonia) apabila
timbul gejala-gejala sesak nafas, suhu tubuh lebih dari 390C dan bila bernafas
mengeluarkan suara seperti mengorok, dan ISPA berat (Pneumonia berat) apabila
kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak teraba, dan nafsu makan menurun
(Kemenkes, 2012).
Khusus untuk bayi di bawah dua bulan, hanya di kenal ISPA berat dan ringan
(tidak ada ISPA sedang). Batasan ISPA berat untuk bayi kurang dari dua bulan adalah
bila frekuensi nafasnya cepat (60 kali per menit atau lebih) atau adanya tarikan dinding
yang kuat. Pada dasarnya ISPA ringan tidak berkembang menjadi ISPA sedang atau
ISPA berat tapi jika keadaan memungkinkan misalnya pasien kurang mendapatkan
perawatan atau daya tahan tubuh pasien yang kurang dapat kemungkinan akan terjadi.
Gejala ISPA ringan dapat dengan mudah diketahui oleh orang awam sedangkan ISPA
sedang dan berat memerlukan beberapa pengamatan sederhana (Kambong, 2013).
Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun yaitu;
tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam, tidak bisa minum, kejang,
22
kesadaran menurun, stridor/mendengkur, dan gizi buruk, dan ada nafas cepat. Tanda
bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan yaitu; kurang bisa minum
(kemampuan minumnya menurun sampai kurang dari setengah volume yang biasa
diminum), kejang, kesadaran menurun, mendengkur, nafas cepat, demam, dan dingin
(Kambong, 2013).
2.2.5 Cara Penularan
Sebagian besar kasus infeksi saluran pernapasan akut ditularkan melalui droplet
pada mukosa hidung atau konjungtiva, inhalasi aerosol yang mengandung partikel kecil
dan infeksius dengan berbagai ukuran, atau melalui kontak tangan dengan sekret yang
mengandung virus atau bakteri yang berasal dari penderita ataupun lingkungan (WHO,
2007). Infeksi saluran pernapasan juga biasanya terjadi melalui kontak dengan benda
mati seperti bermain kartu atau melalui kontak langsung seperti bersentuhan tangan
yang terjadi melalui berjabat tangan (Houston & Weiss, 2011).
2.2.6 Klasifikasi Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
Menurut Depekes RI ( 2005), Infeksi pada saluran napas merupakan penyakit
yang umum terjadi pada masyarakat. Infeksi saluran napas berdasarkan wilayah
infeksinya terbagi menjadi infeksi saluran napas atas dan infeksi saluran napas bawah.
Infeksi saluran napas atas meliputi rhinitis, sinusitis, faringitis, laringitis, epiglotitis,
tonsilitis, otitis. Sedangkan infeksi saluran napas bawah meliputi infeksi pada bronkhus,
alveoli seperti bronkhitis, bronkhiolitis, pneumonia.
a. Rinitis
Rinitis adalah suatu inflamasi yang timbul pada membran mukosa hidung dapat
bersifat akut ataupun kronis. Rinitis akut merupakan peradangan membran mukosa
hidung dan sinus-sinus aksesoris. Penyakit ini dapat mengenai hampir setiap orang
pada suatu waktu dan sering terjadi pada musim dingin dengan insidens tertinggi pada
23
awal musim hujan dan musim semi. Rinitis kronis merupakan suatu peradangan kronis
pada membran mukosa hidung yang dapat disebabkan oleh infeksi akut yang berulang,
alergi ataupun karena rinitis vasomotor belum jelas, kondisi ini karena ketidak
seimbangan sistem otonom yang diakibatkan adanya stres, ketegangan ataupun
beberapa penyakit endokrin (Somantri, 2008).
Rinitis akut biasanya mengalami demam dengan disertai menggigil dan
kelemahan, kongesti nasal, Sekresi hidung prulen, gatal pada hidung, bersin-bersin,
sakit kepala, terutama pada klien dengan komplikasi sinus, pada rinitis kronis terjadi
obstruksi nasal yang disertai perasaan kaku dan tertekan pada hidung serta vertigo
(Somantri, 2008).
Rinitis biasanya terjadi karena infeksi saluran pernafasan atas, penggunaan
dekongestan secara terus menerus, oral kontrasepsi, kokain dan anti hipertensi, benda
asing yang masuk kedalam hidung, deformitas struktural, neoplasma dan massa
(Somantri, 2008).
b. Otitis Media
Otitis media merupakan inflamasi pada telinga bagian tengah dan terbagi
menjadi Otitis Media Akut, Otitis Media Efusi, dan Otitis Media Kronik. Infeksi ini
banyak menjadi problem pada bayi dan anak-anak. Otitis media mempunyai puncak
insiden pada anak usia 6 bulan-3 tahun dan diduga penyebabnya adalah obstruksi
tuba Eustachius dan sebab sekunder yaitu menurunnya imunokompetensi pada
anak.10 Disfungsi tuba Eustachius berkaitan dengan adanya infeksi saluran napas atas
dan alergi. Beberapa anak yang memiliki kecenderungan otitis akan mengalami 3-4 kali
episode otitis pertahun atau otitis media yang terus menerus selama > 3 bulan (Otitis
media kronik) (Depkes, 2005).
24
Otitis media akut ditandai dengan adanya peradangan lokal, otalgia, otorrhea,
iritabilitas, kurang istirahat, nafsu makan turun serta demam. Otitis media akut dapat
menyebabkan nyeri, hilangnya pendengaran, demam, leukositosis. Manifestasi otitis
media pada anak-anak kurang dari 3 tahun seringkali bersifat non-spesifik seperti
iritabilitas, demam, terbangun pada malam hari, nafsu makan turun, pilek dan tanda
rhinitis, konjungtivitis.8 Otitis media efusi ditandai dengan adanya cairan di rongga
telinga bagian tengah tanpa disertai tanda peradangan akut. Manifestasi klinis otitis
media kronik adalah dijumpainya cairan (Otorrhea) yang purulen sehingga
diperlukan drainase. Otorrhea semakin meningkat pada saat infeksi saluran
pernapasan atau setelah terekspose air. Nyeri jarang dijumpai pada otitis kronik, kecuali
pada eksaserbasi akut. Hilangnya pendengaran disebabkan oleh karena destruksi
membrana timpani dan tulang rawan (Depkes, 2005).
Pada kebanyakan kasus, otitis media disebabkan oleh virus, namun sulit
dibedakan etiologi antara virus atau bakteri berdasarkan presentasi klinik maupun
pemeriksaan menggunakan otoskop saja. Otitis media akut biasanya diperparah oleh
infeksi pernapasan atas yang disebabkan oleh virus yang menyebabkan oedema
pada tuba eustachius. Hal ini berakibat pada akumulasi cairan dan mukus yang
kemudian terinfeksi oleh bakteri. Patogen yang paling umum menginfeksi pada anak
adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Moraxella catarrhalis (Depkes,
2005).
Otitis media kronik terbentuk sebagai konsekuensi dari otitis media akut yang
berulang, meskipun hal ini dapat pula terjadi paska trauma atau penyakit lain. Perforasi
membrana timpani, diikuti dengan perubahan mukosa (seperti degenerasi polipoid dan
granulasi jaringan) dan tulang rawan (osteitis dan sclerosis). Bakteri yang terlibat pada
25
infeksi kronik berbeda dengan otitis media akut, dimana P. aeruginosa, Proteus species,
Staphylococcus aureus, dan gabungan anaerob menjadi nyata (Depkes, 2005)
c. Faringitis
Faringitis adalah peradangan yang terjadi pada faring. Faringitis akut
merupakan peradangan tenggorokan yang paling sering terjadi. Faringitis akut berat
sering disebut sebagai streap thoat, karena pada umumnya disebabkan oleh streptokokus
(Somantri, 2008). Faringitis banyak diderita anak-anak usia 5-15 th di daerah dengan
iklim panas. Faringitis dijumpai pula pada dewasa yang masih memiliki anak usia
sekolah atau bekerja di lingkungan anak-anak (Depkes, 2005).
Faringitis mempunyai karakteristik yaitu demam yang tiba-tiba, nyeri
tenggorokan, nyeri telan, adenopati servikal, malaise dan mual. Faring, palatum, tonsil
berwarna kemerahan dan tampak adanya pembengkakan. Eksudat yang purulen
mungkin menyertai peradangan. Gambaran leukositosis dengan dominasi
neutrofil akan dijumpai. Khusus untuk faringitis oleh streptococcus gejala yang
menyertai biasanya berupa demam tiba-tiba yang disertai nyeri tenggorokan, tonsillitis
eksudatif, adenopati servikal anterior, sakit kepala, nyeri abdomen, muntah, malaise,
anoreksia, dan rash atau urtikaria (Depkes, 2005).
Faringitis yang paling umum disebabkan oleh bakteri Streptococcus pyogenes yang
merupakan Streptocci Grup A hemolitik. Bakteri lain yang mungkin terlibat adalah
Streptocci Grup C, Corynebacterium diphteriae, Neisseria Gonorrhoeae. Streptococcus Hemolitik
Grup A hanya dijumpai pada 15-30% dari kasus faringitis pada anak-anak dan 5-
10% pada faringitis dewasa. Penyebab lain yang banyak dijumpai adalah nonbakteri,
yaitu virus-virus saluran napas seperti adenovirus, influenza, parainfluenza, rhinovirus dan
respiratory syncytial virus (RSV). Virus lain yang juga berpotensi menyebabkan faringitis
adalah echovirus, coxsackievirus, herpes simplex virus (HSV). Epstein barr virus (EBV)
26
seringkali menjadi penyebab faringitis akut yang menyertai penyakit infeksi lain.
Faringitis oleh karena virus dapat merupakan bagian dari influenza (Depkes RI, 2005)
d. Laringitis
Laringitis adalah peradangan membran mukosa yang melapisi laring dan
disertai edema pita suara (Somantri, 2008). Terdapat 2 tanda dari laringitis, yaitu
laringits akut yaitu suara serak, tidak dapat mengeluarkan suara (afonia), batuk berat,
dan tenggorokan nyeri, sedangkan pada laringitis kronis yaitu terjadi suara yang
persisten, nyeri tenggorokan memburuk pada pagi dan malam hari,batuk kering dan
keras (Somantri, 2008).
Laringitis mempunyai beberapa penyebab yaitu (virus, bakteri, dan perluasan
infeksi rinitis) Selain penyebab tersebut dapat juga disebabkan oleh (suhu udara yang
dingin, perubahan temperatur tiba-tiba, pemajanan terhadap debu, bahan kimia,
asap/uap, penggunaan pita suara berlebihan, merokok berlebihan) (Somantri, 2008).
e. Sinusitis
Sinusitis merupakan peradangan pada mukosa sinus paranasal.
Peradangan ini banyak dijumpai pada anak dan dewasa yang biasanya didahului oleh
infeksi saluran napas atas. Sinusitis dibedakan menjadi sinusitis akut yaitu infeksi pada
sinus paranasal sampai dengan selama 30 hari baik dengan gejala yang menetap
maupun berat. Gejala yang menetap yang dimaksud adalah gejala seperti adanya
keluaran dari hidung, batuk di siang hari yang akan bertambah parah pada malam hari
yang bertahan selama 10-14 hari, yang dimaksud dengan gejala yang berat adalah di
samping adanya sekret yang purulen juga disertai demam (bisa sampai 39ºC) selama 3-
4 hari. Sinusitis berikutnya adalah sinusitis subakut dengan gejala yang menetap selama
30-90 hari. Sinusitis berulang adalah sinusitis yang terjadi minimal sebanyak 3 episode
dalam kurun waktu 6 bulan atau 4 episode dalam 12 bulan. Sinusitis kronik didiagnosis
27
bila gejala sinusitis terus berlanjut hingga lebih dari 6 minggu. Sinusitis bakteri dapat
pula terjadi sepanjang tahun oleh karena sebab selain virus, yaitu adanya obstruksi oleh
polip, alergi, berenang, benda asing, tumor dan infeksi gigi. Sebab lain adalah
immunodefisiensi, abnormalitas sel darah putih dan bibir sumbing (Depkes, 2005).
Tanda lokal sinusitis adalah hidung tersumbat, sekret hidung yang kental
berwarna hijau kekuningan atau jernih, dapat pula disertai bau, nyeri tekan pada wajah
di area pipi, di antara kedua mata dan di dahi. Tanda umum terdiri dari batuk, demam
tinggi, sakit kepala/migraine, serta menurunnya nafsu makan, malaise. Sinusitis bakteri
akut umumnya berkembang sebagai komplikasi dari infeksi virus saluran napas atas.
Bakteri yang paling umum menjadi penyebab sinusitis akut adalah Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenzae dan Moraxella catarrhalis. Patogen yang
menginfeksi pada sinusitis kronik sama seperti pada sinusitis akut dengan ditambah
adanya keterlibatan bakteri anaerob dan S. Aureus (Depkes, 2005)
f. Bronkitis
Bronkitis adalah suatu peradangan yang terjadi pada bronkus. Bronkitis dapat
bersifat akut maupun kronis. Bronkitis akut adalah peradangan bronki dan kadang-
kadang mengenai trakhea yang timbul secara mendadak. Hal ini dapa disebabkan oleh
perluasan infeksi saluran pernafasan atas seperti: common cold atau dapa juga disebabkan
oleh agen fisik atau kimia seperti: asap, debu atau kabut yang menguap. Sedangkan
bronkitis kronis adalah gangguan klinis yang ditandai dengan pembentukan mukus
yang berlebihan pada bronkus dan bermanifestasi sebagai batuk kronik dan
pembentukan sputum selama sedikitnya 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya
dalam 2 tahun berturu-turut (Somantri, 2008).
28
Bronkhitis memiliki manifestasi klinik yaitu batuk yang menetap yang
bertambah parah pada malam hari serta biasanya disertai sputum. Rhinorrhea sering
pula menyertai batuk dan ini biasanya disebabkan oleh rhinovirus. Sesak napas bila
harus melakukan gerakan eksersi (naik tangga, mengangkat beban berat), Lemah, lelah,
lesu, nyeri telan (faringitis), laringitis (biasanya bila penyebab adalah chlamydia), nyeri
kepala, demam pada suhu tubuh yang rendah yang dapat disebabkan oleh virus
influenza, adenovirus ataupun infeksi, bakteri, adanya ronchii dan skin rash dijumpai
pada sekitar 25% kasus (Depkes, 2005)
Penyebab bronkhitis akut umumnya virus seperti rhinovirus, influenza A dan B,
coronavirus, parainfluenza, dan respiratory synctial virus (RSV). Ada pula bakteri atypical yang
menjadi penyebab bronkhitis yaitu Chlamydia pneumoniae ataupun Mycoplasma pneumoniae
yang sering dijumpai pada anak-anak, remaja dan dewasa. Bakteri atypical sulit
terdiagnosis, tetapi mungkin menginvasi pada sindroma yang lama yaitu lebih dari 10
hari. Penyebab bronkhitis kronik berkaitan dengan penyakit paru obstruktif, merokok,
paparan terhadap debu,polusi udara, infeksi bakteri (Depkes, 2005).
g. Pneumonia
Penumonia merupakan proses peradangan pada parenkim paru-paru, yang
biasanya dihubungkan dengan meningkatnya cairan pada alveoli. Penyakit ini
merupakan salah satu penyakit infeksi saluran napas yang banyak didapatkan dan sering
penyebab kematian hampir di seluruh dunia. Bayi dan anak kecil lebih rentan terhadap
penyakit ini karean respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik
(Somantri, 2008).
Apabila menemukan klien dengan penyakit pneumonia, maka gejala-gejala
yang dapat ditemui pada klien secara umum adalah klien demam, berkeringan, batuk
dengan sputum yang produktif, klien mengeluh sesak nafas, sakit kepala, lelah dan nyeri
29
dada. Pada pemeriksaan auskultasi dijumpai adanya ronchi dan dullness pada perkusi
dada (Somantri, 2008).
Penyebab pneumonia adalah bakteri, virus, mikoplasma, jamur dan protozoa.
Bakteri penyebab pneumonia: bakteri gram positif (streptococcus pneumoniae/pneumococcal
pneumonia, staphylococcus aureus) dan bakteri gram negatif (haemophilus influenzae,
pseudomonas aeruginosa, kleibsiella pneumoniae dan anaerobik bakteria). Atypikal bacteria
(legionella pneumophila dan mycoplasma pneumonia). Virus penyebab pneumonia adalah
influenza, parainfluenza dan adenovirus. Jamur penyebab pneumonia: kandidiasis,
histoplasmosis dan kriptokokkis. Protozoa penyebab pneumonia: pneumokistis karinii
pneumonia (Somantri, 2008).
2.2.7 Penatalaksanaan ISPA
Penatalaksanaan ISPA dibedakan berdasarkan derajat keparahan ISPA. Pada
penderita ISPA ringan penatalaksanaan tanpa diberikan antibiotik. Penderita dapat
diberikan perawatan di rumah. Apabila batuk, penderita dapat diberikan obat batuk
tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang merugikan, seperti
kodein, dekstrometorfan, dan antihistamin. Namun, jika demam, maka penederita
dapat diberikan obat penurun panas, yaitu parasetamol. Bila batuk lebih dari 3 minggu
rujuk ke rumah sakit.
Pada penderita ISPA sedang diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral selama
3 hari. Penderita dapat diberikan perawatan di rumah. Dianjurkan untuk kontrol 2 hari
atau lebih cepat bila keadaan anak memburuk. Bila demam dapat diberikan obat
penurun panas. Pada penderita ISPA berat dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik
parenteral, oksigen, dan sebagainya (Kemenkes, 2012)
30
2.3 Konsep Obat Anti Nyamuk Bakar
2.3.1 Pengertian Obat Anti Nyamuk Bakar
Obat anti nyamuk bakar adalah pengusir nyamuk dengan asap atau baunya,
biasanya dibuat dengan cara mencampurkan bahan aktif, yang umumnya adalah
piretroid atau knockdown agent, dengan bahan pembawa seperti tepung tempurung
kelapa, tepung kayu, tepung lengket, pasta kering dari pyrethrum bubuk dan bahan
lainnya seperti pewangi, anti jamur dan bahan pewarna. Warnanya bermacam-macam
(biasanya hanya hijau), bentuknya yang tidak selalu melingkar, dan berbagai jenis bahan
pewangi untuk menarik pembeli (Kemenkes RI, 2012).
Obat anti nyamuk merupakan salah satu jenis pestisida pembunuh serangga
(insektisida) yang mengandung bahan-bahan kimia beracun. Walaupun penggunaan
insektisida sintetik tersebut memiliki daya bunuh cukup tinggi dan praktis untuk
digunakan, tetapi pemakaian secara terus menerus akan menyebabkan resistensi
nyamuk terhadap jenis insektisida tertentu serta menimbulkan dampak negatif
terhadap lingkungan di antaranya keracunan pada manusia, hewan ternak, dan polusi
lingkungan. Salah satu bahan aktif yang terkandung dalam obat nyamuk adalah
allethrin. Pemberian formulasi insektisida yang mengandung bahan aktif mengandung
propoksur, transflutrin, bioaleterin, diklorvos, dalletherine, Metofluthrin, dan octachlorophil eter.
Senyawa-senyawa tersebut bersifat karsinogenik menyebabkan perubahan
histopatologi pada organ hati dan ginjal. Hal tersebut menunjukkan bahwa bahan aktif
tersebut sangat berbahaya (Manaf, 2009).
2.3.2 Kandungan Bahan Aktif Obat Anti Nyamuk Bakar
Obat nyamuk mempunyai bahan aktif bermacam-macam, yaitu dichlorvos,
propoxur, pyrethroid, diethyltoluamide dan transflutrin, serta bahan kombinasinya.
Bahan aktif yang masuk ke dalam tubuh secara inhalasi dalam waktu yang lama, selain
31
akan menyebabkan gangguan pada paru-paru seperti iritasi juga akan menyebabkan
hati tidak mampu untuk melakukan detoksifikasi secara sempurna (Wahjuni, 2011).
Tabel 2.3 Bahan Aktif Dalam Obat Anti Nyamuk Yang Beredar
Merek Bahan Aktif
Baygon (Kaleng, Cair dan Bakar) Propuxpur 4.05 g/l Transflutrin 0.162 g/l
Bayer (Cair, Botol, Bakar) Propuxpur 1% Transflutrin 0.04%
Mafu (Semua Jenis) Propuxpur 2.4 g/l Bioletrin 0.24 g/l
Raid (Cair, Kaleng) Propuxpur 5 g/l Dichlorovnil dimenthylphosphate 1%
Raid (Cair, Botol) Propuxpur 0.75 g/l Dichlorovnil dimenthylphosphate 1%
Vape (Semua Jenis) Praletrin 0.25 g/l Sifenotrin 1.105 g/l
Pro Vap Propuxpur 8.90 g/l Diklorvos 8.05 g/l
Mortein (Cair) Esbiortin 0.18 %
Tiga Roda (Cair dan Bakar) Propuxpur 6.11 g/l D- Alletrin 0.56 g/l
Ridsect Praletrin 6.11 g/l Sifenotrin h/l
Sumber : Indonesian Pharmaceuciticcal Watch 2001; dalam Dahniar, 2011
Beberapa macam tentang kandungan bahan aktif obat anti nyamuk bakar
menurut Narendra (2008), yang efeknya menyebabkan iritasi mata maupun kulit yang
sensitif, batuk, sakit dada, sakit tenggorokan, sesak nafas, yaitu sebagai berikut :
2.3.2.1 Tranflutrin
Tranflutrin adalah bahan aktif anti nyamuk berbentuk padatan lingkar
berwarna hijau dan jenis pestisida golongan pyretroid yang merupakan bagian dari
insektisida organik sintetik. Sama halnya dengan allterin yang juga termasuk insektisida
organik sintetis dan sering digunakan sebagai bahan aktif insektisida rumah tangga.
Transfultrin bila dipakai selama empat jam bisa menurunkan kadar eritrosit atau sel
32
darah merah, yang berakibat orang tersebut akan menderita anemia dan sesak nafas
dan detak jantung lemah.
2.3.2.2 Alletrin
Allterin adalah senyawa sintetis yang mempunyai senyawa cinerin 1 dan
pyrethrum. Mula-mula alletrin disintesa oleh para ahli untuk menggantikan pyrethrum
alamiah yang harganya cukup mahal. Terpapar allethrin menyebabkan masalah perut,
kemudian masalah sistem saraf. Paparan dalam jangka panjang dengan dosis besar juga
memiliki pengaruh batuk-batuk, sesak napas.
2.3.2.3 S-bioallethrin
S-bioallethrin adalah suatu pyretrroid insectisida (obat pembasmi serangga)
dengan suatu spektrum aktifitas luas, bereaksi dengan kontak langsung dan mempunyai
karakteristik efek a strong knock-down (efek langsung jatuh pada serangga), bahan ini aktif
pada serangga yang terbang dan merayap khususnya pada nyamuk, lalat, tawon, lipas,
kutu, kutu busuk, semut, dan lain-lain, S-bioallethrin secara luas digunakan dalam
pembuatan obat pembasmi serangga bakar, obat serangga cair dan obat serangga
elektrik.
2.3.2.4 D-Allethrin
S-bioallethrin adalah suatu pyrethroid campuran, merupakan suatu insektisida
kontak kuat yang menghasilkan a strong knock down, melawan hama-hama rumah tangga
(lalat, nyamuk,kutu,kecoa).
2.3.2.5 Metofluthrin
S-bioallethrin merupakan hasil perulangan depolarisasi dari axons dengan
menghambat aktvasi dari sodium. Metofluthrin bersifat beracun terhadap saraf.
33
2.3.3 Komponen-Komponen Pada Obat Anti Nyamuk Bakar
2.3.3.1 Formaldehida
Formaldehida adalah zat kimia penting yang digunakan secara luas oleh industri
untuk memproduksi bahan bangunan dan produk rumah tangga. Ini juga merupakan
produk sampingan dari pembakaran dan beberapa proses alam lainnya. Jadi, zat ini
mungkin ada dalam konsentrasi yang besar baik indoor maupun outdoor (EPA, 2008).
Sumber formaldehida dalam rumah termasuk bahan bangunan, asap rokok,
produk rumah tangga, dan penggunaan un-vented, bahan bakar membakar peralatan,
seperti kompor gas atau pemanas minyak tanah ruang. Formaldehida sendiri atau
dalam kombinasi dengan bahan kimia lainnya, bermanfaat dalam memproduksi barang.
Misalnya, digunakan untuk menambah kualitas permanen tekan untuk pakaian dan
gorden, sebagai komponen lem dan perekat, dan sebagai pengawet dalam beberapa cat
dan produk-produk coating (EPA, 2008).
Formaldehida, tidak berwarna, tidak berbau pedas gas, dapat menyebabkan
mata berair, sensasi terbakar di mata dan tenggorokan, mual, dan kesulitan bernafas
dalam beberapa manusia terpapar pada tinggkat tinggi. Konsentrasi formaldehida yang
tinggi dapat memicu serangan pada penderita asma. Ada bukti bahwa beberapa orang
dapat mengembangkan kepekaan terhadap formaldehida. Hal ini juga telah terbukti
menyebabkan kanker pada hewan dan dapat menyebabkan kanker pada manusia. Efek
kesehatan yang terjadi pada mata, hidung, dan iritasi tenggorokan, mengi dan batuk,
kelelahan, ruam kulit, reaksi alergi yang parah. Formalin ini juga dapat menyebabkan
kanker dan efek lainnya (EPA, 2008).
2.3.3.2 Asetaldehida
Asetaldehida adalah cairan bening yang mudah terbakar. Asetaldehida memiliki
bau yang kuat yang memiliki konsentrasi tinggi yang dapat membuat sulit bernapas.
34
Dikenal juga sebagai etanol, asetaldehida bentuk alami ada di dalam tubuh dan tanaman
(EPA, 2008).
Asetaldehida ditemukan di dalam alam yang banyak makanan seperti buah-
buahan matang, keju dan susu dipanaskan. Asetaldehida terutama digunakan untuk
memproduksi bahan kimia lainnya, termasuk asam asetat dan desinfektan, obat-obatan
dan parfum (EPA, 2008).
Efek akut utama dari paparan inhalasi asetaldehida adalah iritasi mata, kulit,
dan saluran pernapasan pada manusia. Pada tingkat paparan yang lebih tinggi,
asetaldehida dapat menyebabkan eritema, batuk, edema paru, dan nekrosis. Inhalasi
akut asetaldehida menghasilkan tingkat pernapasan tertekan dan tekanan darah tinggi
pada hewan percobaan. Pengujian melibatkan paparan akut tikus, kelinci, dan hamster
telah menunjukkan asetaldehida memiliki toksisitas rendah pada inhalasi dan toksisitas
moderat pada paparan oral atau dermal. Gejala keracunan kronis pada manusia mirip
dengan alkoholisme. Pada hamster, inhalasi paparan kronis telah menghasilkan
perubahan pada mukosa hidung dan trakea, retardasi pertumbuhan, anemia ringan, dan
berat ginjal meningkat (EPA, 2008).
2.3.4 Kandungan Gas Dalam Asap Obat Anti Nyamuk Bakar
Obat nyamuk anti bakar mengeluarkan mengeluarkan asap dan racun pembunuh
nyamuk yang dapat terhirup, asap tersebut mengandung sejumlah besar partikel
submikrometer yaitu fine particles (partikel dengan diameter <2,5 mikron atau PM 2,5)
(Zhang, 2010) dan kandungan asap obat nyamuk bakar dalam bentuk gas yaitu CO,
CO2, NO2, NO, NH3, CH4, dan partikel insektisida (Rimzha, 2008). Adapun gas-gas
yang terkandung dalam asap obat nyamuk sebagai berikut :
35
2.3.4.1 Karbon monoksida (CO)
CO merupakan gas yang tidak berbau, tidak berasa dan tidak berwarna.
Mekanisme CO masuk ke dalam tubuh manusia yaitu saat manusia bernapas dan
menghirup udara, maka udara yang kemungkinan mengandung oksigen, nitrogen,
maupun karbon monoksida akan tertarik ke dalam paru dan terus masuk ke alveoli.
Alveoli yang menyerupai kantung kecil sebenarnya terbentuk dari lapisan sel tipis dan
diperkuat oleh jaringan yang lembut. Pada alveoli gas akan berpindah dari udara ke
sistim peredaran darah. Perpindahan tersebut dipengaruhi oleh hukum fisika yang
menyatakan bahwa gas akan berpindah dari tempat yang bertekanan tinggi ke tempat
bertekanan rendah. Dalam kondisi normal, tekanan oksigen di alveoli akan lebih tinggi
dibandingkan dengan tekanan oksigen di saluran pembuluh darah. Karena perbedaan
tekanan tersebut oksigen dapat menembus dinding jaringan dan diikat oleh
hemoglobin pada sel darah merah. Namun tidak semua gas memiliki tekanan yang
lebih tinggi di alveoli. Gas karbon dioksida memiliki tekanan yang lebih tinggi di
peredaran darah. Hal tersebut yang membuat karbon dioksida berpindah dari aliran
darah ke paru dan kemudian dilepaskan kembali ke atmosfer (Mahalastri, 2014).
Saat udara mengandung CO sebesar 30 ppm, maka kadar CO dalam darah
sekitar 5% dan akan terus dipertahankan pada kadar tersebut jika frekuensi pernapasan
dan kadar CO di atmosfer tidak berubah. Jadi kadar HbCO tergantung pada dua
keadaan yaitu frekuensi pernapasan dan kadar CO di atmosfer. Jika kadar HbCO
meningkat, maka kadar CO akan menurun karena CO mengikat hemoglobin lebih kuat
dibanding dengan oksigen. Berkurangnya kadar oksigen dalam darah akan
menimbulkan berbagai gejala seperti pusing, rasa kurang nyaman pada mata, mual,
muntah, telinga berdengung, detak jantung meningkat, kesukaran bernapas, rasa
tertekan di dada, kelemahan otot, hilang kesadaran dan bahkan dapat menyebabkan
36
meninggal dunia. Menurut Master dalam Mukono (2008), pada keadaan normal,
konsentrasi CO di dalam darah berkisar antara 0,2% hingga 1,0% dengan rata-rata
konsentrasi CO sekitar 0,5%. Kadar CO dalam darah dapat seimbang dengan syarat
kadar CO di atmosfer tidak meningkat dan kecepatan bernapas konstan (Mahalastri,
2014)
2.3.4.2 Karbon dioksida (CO2)
Setiap proses pembakaran selalu menghasilkan gas CO2. Jumlah CO2 yang
dihasilkan tergantung pada persediaan O2 di udara. Apabila jumlah O2 di udara cukup,
maka akan terjadi pembakaran sempurna dan CO2 yang dihasilkan banyak. Tetapi
apabila jumlah O2 di udara tidak mencukupi, akan menghasilkan CO2 dan CO yang
lebih toksik daripada CO2 dapat menyebabkan terjadinya infeksi asfiksia, yaitu kondisi
kekurangan oksigen pada pernapasan yang bersifat mengancam jiwa. Keadaan ini
dapat menyebabkan hipoksemia dan hiperkapnia yang disertai dengan metabolik asidosis,
sehingga menyebabkan gagalnya paru-paru untuk bernapas. (Mahalastri, 2014).
2.3.4.3 Metana dan Amoniak (CH4, dan NH3)
Gas yang terdapat pada asap tersebut seperti CO2 NO2, dan NO dapat
menyebabkan kelainan morfologi fetus apabila terinhalasi induk yang bunting. Tetapi
ada gas lain yang tidak menyebabkan kelainan morfologi fetus, yaitu CO2, CH4, dan
NH3. Gas CO2, CH4, dan NH3 dalam konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkan
gangguan mental, gangguan irama denyut nadi, dan muntah-muntah (Mahalastri,
2014).
2.3.4.4 Oksidasi Nitrogen (NO dan NO2)
Gas pada NO dan NO2 dapat menimbulkan kadar hemoglobin jika dihirup
terjadinya peningkatan inspiratory resistance, peningkatan ekspiratory resistance,
terjadinya sembab paru maupun fibrosis paru. Hal ini dikarenakan NO2 adalah
37
oksidator yang mengoksidasi ferro menjadi ferri pada hemoglobin maupun
oksihemoglobin. Gas NO2 memiliki toksisitas tinggi yaitu empat kali lebih besar dari
pada NO. Konsentrasi NO2 yang terdapat di atmosfer tidak mengakibatkan iritasi dan
tidak berbahaya. Tetapi konsentrasi NO yang tinggi dapat menyebabkan gangguan
pada sistem saraf, yaitu mengakibatkan kejang-kejang. Apabila keracunan gas NO terus
berlanjut, maka dapat menyebabkan kelumpuhan. Gas NO akan lebih berbahaya jika
teroksidasi oleh oksigen sehingga menjadi gas NO2 (Mahalastri, 2014).
2.3.5 Penggunaan Obat Anti Nyamuk Bakar
Ketersediaan obat nyamuk bakar yang banyak tersedia di masyarakat dengan
harga yang terjangkau, menyebabkan banyak masyarakat menggunakan Obat nyamuk
bakar untuk membasmi nyamuk di dalam rumah karena efek dari pembakaran obat
nyamuk tersebut sangat cepat dalam membunuh nyamuk-nyamuk, namun banyak
masyarakat yang tidak memikirkan efek dari asap pembakaran obat nyamuk tersebut
bagi keluarga terutama balita dan anak-anak (Marjuki, 2009).
2.3.6 Pengaruh Obat Anti Nyamuk Bakar Terhadap Kesehatan
Berdasarkan penelitian Sunyataningkamto (2004), yang menyatakan bahwa
anak yang terpapar dengan asap penggunaan obat nyamuk bakar memiliki risiko 1,13
kali lebih besar diabndingkan anak yang tidak terpapar asap penggunaan obat nyamuk
bakar untuk menderita pneumonia. Sedangkan untuk penelitian yang dilakukan
Widodo (2011), tentang pneumonia pada anak balita di Puskesmas Kawalu Kota
Tasikmalaya mendapatkan hasil uji interaksi bahwa faktor dominan yang
mempengaruhi kejadian pneumonia anak balita adalah interaksi antara asap obat
nyamuk dengan status gizi dengan nilai B 1,040 dan OR=2,828 (CI 95%=1,667-
4,7988) (Annah, 2012).
38
2.3.7 Pengaruh Asap Obat Nyamuk Bakar Pada Fungsi Pernafasan
Partikel-partikel dari asap obat nyamuk dapat mencapai saluran pernapasan
bagian bawah dan dapat dilapisi dengan berbagai senyawa organik yang dihasilkan
melalui pembakaran tidak lengkap pada bahan dasar obat nyamuk. Para peneliti juga
telah menemukan bahwa fase gas asap obat nyamuk mengandung beberapa senyawa
karbonil dengan sifat-sifat yang dapat menghasilkan efek iritasi kuat pada saluran
pernapasan bagian atas seperti, formalin dan asetaldehida ( Elia, 2015).
2.4 Hubungan Obat Anti Nyamuk Bakar Dengan ISPA
Bahan aktif dan obat nyamuk akan masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan
dan kulit lalu akan beredar dalam darah. Setelah itu menyebar pada sel-sel tubuh.
Ada yang ke pernafasan, ke otak lewat susunan syaraf pusat, dan lain-lain. Efek terbesar
akan dialami oleh organ yang sensitif. Karena, obat nyamuk lebih banyak
mengenai hirupan, maka yang biasanya yang terkena adalah pernafasan. Sementara
efek samping pada kulit sangat tergantung pada daya sensitifitas atau kepekaan kulit.
Gangguan-gangguan pada organ tubuh manusia akan terjadi jika pemakaian obat
nyamuk tidak terkontrol atau dosisnya yang berlebihan. Orang yang memiliki alergi
akan lebih cepat menunjukkan reaksi. Alergi yang paling banyak muncul biasanya
mengenai saluran nafasnya sehingga menimbulkan batuk (Dahniar, 2011)
Obat nyamuk bisa mempengaruhi kerja saluran pernafasan, karena Saluran
nafas manusia dilengkapi suatu epitel atau pelapis saluran nafas. Epitel mempunyai
silia seperti rambut getar yang berfungsi untuk mengeluarkan sesuatu. Silia akan
bereaksi terhadap sekret (cairan lendir) atau benda asing yang ada dalam saluran. Benda
ini akan dikeluarkan ke atas dengan bantuan silia yang menyapu seperti
gelombang. Namun karena bahan kimia pada obat nyamuk terdiri dan zat aktif
39
yang iritatif, bukan kuman, maka sel epitel lebih mudah rusak. Begitu pula dengan
silianya. Jika epitel dan silia rusak, benda-benda tadi tak dapat disapu. Selain itu, sel-sel
di bawah epitel juga akan terkena dampaknya. Akibatnya, keluarlah lendir atau cairan
kental. Selanjutnya, saluran nafas jadi sedikit mengkerut, karena syaraf - syaraf
terganggu. Jadi batuk terjadi ketika epitel dan silia rusak. Tubuh berusaha untuk
mengeluarkan sekret atau benda asing tersebut secara aktif. Caranya dengan batuk.
Keluhan inilah yang sering terjadi. Reaksi terhadap obat nyamuk dapat timbul dalam
rangkaian waktu yang berbeda. Bisa cepat, dapat juga lambat. Orang yang organ
pernafasannya sensitif akan bereaksi saat itu juga atau beberapa menit setelah
menghirup bau obat nyamuk. Tapi, ada juga yang setelah enam jam baru batuk-batuk
(Dahniar, 2011).
2.5 Cara Penggunaan Obat Anti Nyamuk Bakar.
Menurut Kemenkes RI (2011), ada beberapa cara untuk menghindari pengaruh
negatif terhadap penggunaan obat anti nyamuk bakar adalah sebagai berikut :.
1. Ruangan harus ada ventilasi sehingga sirkulasi udara cukup
2. Diletakkan di bawah tempat tidur karena targetnya adalah nyamuk bukan manusia
penggunanya
3. Diletakkan searah dengan aliran udara sehingga tidak mengganggu pernapasan
4. Letakkan obat nyamuk bakar dengan jarak paling dekat 1,5 meter dari manusia.
5. Bila memiliki gangguan asma, maka sebaiknya gunakan obat nyamuk bakar pada
sore hari sebelum masuk kamar. Dan keluarkan ketika Anda akan tidur sehingga
tidak mengganggu pernapasan.
40
2.6 Tanaman Yang Dapat Mengusir Nyamuk
Menurut Rahayu (2008), cara penanggulangan nyamuk menggunakan alternatif
lain yaitu sebagai berikut :
1. Selasih (Ocimum spp)
Tanaman perdu ini dari keluarga Labiatae. Tanaman ini sangat banyak
variasinya dan sering berubah-ubah penampilan, khususnya warna daun jika ditanam
di lingkungan yang berbeda-beda. Daya adaptasi tanaman ini dengan lingkungan cukup
baik, sehingga mudah tumbuh di hampir semua tempat. Selasih mengandung eugenol,
linalool dan geraniol yang dikenal sebagai zat penolak serangga, sehingga zat-za
tersebut juga berfungsi sebagai pengusir nyamuk. Komponen-komponen utama selasih
yang bersifat volatil (menguap) menyebabkan nyamuk enggan mendekati tanaman ini.
2. Suren (Toona sureni, Merr)
Salah satu tanaman yang cukup potensial sebagai insektisida adalah
Surian/Suren. Tumbuhan ini banyak mempunyai keistimewaan seperti daunnya
mempunyai bau yang sangat merangsang dan dapat mengusir maupun mematikan
serangga. Di daerah Minangkabau daun surian digunakan untuk mengusir maupun
membunuh serangga. Ekstrak air daunnya dipakai untuk menyemprot sawah dan kulit
kayunya ditanam dalam lumpur sawah untuk melindungi tanaman padi yang masih
muda dari serangan hama air. Biji dipakai sebagai racun ikan dan serangg.
Studi Fitokimia mengenai jenis metabolit sekunder dalam daun surian
tumbuhan ini mengandung senyawa triterpenoid, steroid, alkaloid, flavonoid. Suren
berperan penghambat pertumbuhan, insektisida dan antifeedant (menghambat daya
makan) terhadap larva serangga uji Epilahcna septima. Bahan-bahan tersebut juga
terbukti merupakan repellant (pengusir atau penolak) serangga, termasuk nyamuk
3. Zodia (Evodia suaveolens, Scheff).
41
Tanaman perdu ini berasal dari keluarga Rutacea. Tinggi tanaman 0,3 – 2 m
dan panjang daun dewasa 20 – 30 cm. Bentuk zodia cukup menarik sehingga banyak
digunakan sebagai tanaman hias. Zodia berasal dari Papua, namun saat ini sudah
banyak tumbuh di Pulau Jawa. Tanaman ini tumbuh baik di ketinggian 400–1.000 m
dpl.. Di daerah asalnya Papua, masyarakat di sana sudah lama menggunakan tanaman
ini untuk penghalau serangga, khususnya nyamuk. Zodia memiliki kandungan
evodiamine dan rutaecarpine, sehingga menghasilkan aroma yang cukup tajam yang
tidak disukai serangga. Selain itu, daun zodia terasa pahit, bisa digunakan sebagai obat
tradisional, antara lain untuk menambah stamina tubuh, sementara rebusan kulit
batangnya bermanfaat sebagai pereda demam malaria.
4. Geranium (Geranium homeanum, Turez).
Tanaman ini merupakan keluarga Geraniaceae, tanaman perdu ini tingginya
20–60 cm. Sebagai tanaman perdu, umur tanaman ini cukup panjang karena mampu
bertahan hidup 3–5 tahun. Karena penampilannya yang indah, geranium sering
dijadikan tanaman hias yang ditanam dalam pot dan diletakkan di halaman atau dalam
rumah. Selain penampilan yang indah, tanaman ini mengeluarkan aroma yang cukup
harum. Namun, aroma tersebut tidak disukai serangga. Geranium memiliki kandungan
geraniol dan sitronelol yang merupakan bahan yang berbau menyengat dan harum,
sehingga sering digunakan sebagai bahan untuk membuat sabun mandi. Bahan tersebut
bersifat antiseptik dan tidak disukai nyamuk.
5. Lavender (Lavandula latifolia,Chaix).
Lavender selain bisa digunakan langsung untuk pengusir nyamuk, bunganya
juga menghasilkan minyak yang digunakan sebagai bahan penolak serangga (repellant
dan antifeedant), bahkan termasuk bahan yang sering digunakan sebagai lotion anti
nyamuk. Komposisi utama dalam minyak lavender adalah linalool asetat.
42
Tanaman lain yang bisa digunakan sebagai pengsir nyamuk adalah Akar wangi,
Tembelekan, Tahi kotok/ Bunga tahi ayam dan Sereh wangi.