bab ii tinjauan pustaka 2.1. kinerja pegawairepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35040/4/chapter...

20
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja Pegawai Kinerja Pegawai menurut Kusriyanto yang dikutip oleh Harbani Pasolong dalam bukunya “Teori Administrasi Publik” adalah “Kinerja pegawai adalah hasil kerja perseorangan dalam suatu organisasi”. (Pasolong, 2007). Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja individu dari seorang pegawai, mengacu dari sejumlah studi empiris, beberapa ahli berpendapat sebagai berikut: 1) Teori kinerja menurut Gie dan Ibrahim Sebagaimana dikemukakan oleh Gie dan Ibrahim (1999) menyatakan bahwa kinerja sangat ditentukan antara lain oleh dimensi-dimensi : a. Motivasi kerja, b. Kemampuan kerja, c. Perlengkapan dan fasilitas, d.Lingkungan eksternal, e. Leadership, f. Misi strategi, g. Fasilitas kerja h. Kinerja individu dan organisasi, i. Praktik manajemen, j. Struktur, k. Iklim kerja. Motivasi kerja dan kemampuan kerja merupakan dimensi yang cukup penting dalam penentuan kinerja. Motivasi sebagai sebuah dorongan dalam diri pegawai akan menentukan kinerja yang dihasilkan. Begitu juga dengan kemampuan kerja pegawai, dimana mampu tidaknya pegawai dalam melaksanakan tugas akan berpengaruh terhadap kinerja yang dihasilkan. Semakin tinggi kemampuan yang dimiliki pegawai akan semakin menentukan kinerja yang dihasilkan. Universitas Sumatera Utara

Upload: trandang

Post on 16-Feb-2018

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja Pegawairepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35040/4/Chapter II.pdf · Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari tidak ... budaya pasti terbentuk

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kinerja Pegawai

Kinerja Pegawai menurut Kusriyanto yang dikutip oleh Harbani Pasolong

dalam bukunya “Teori Administrasi Publik” adalah “Kinerja pegawai adalah hasil

kerja perseorangan dalam suatu organisasi”. (Pasolong, 2007).

Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja individu dari seorang pegawai,

mengacu dari sejumlah studi empiris, beberapa ahli berpendapat sebagai berikut:

1) Teori kinerja menurut Gie dan Ibrahim Sebagaimana dikemukakan oleh Gie dan

Ibrahim (1999) menyatakan bahwa kinerja sangat ditentukan antara lain oleh

dimensi-dimensi : a. Motivasi kerja, b. Kemampuan kerja, c. Perlengkapan dan

fasilitas, d.Lingkungan eksternal, e. Leadership, f. Misi strategi, g. Fasilitas

kerja h. Kinerja individu dan organisasi, i. Praktik manajemen, j. Struktur, k.

Iklim kerja.

Motivasi kerja dan kemampuan kerja merupakan dimensi yang cukup

penting dalam penentuan kinerja. Motivasi sebagai sebuah dorongan dalam diri

pegawai akan menentukan kinerja yang dihasilkan. Begitu juga dengan kemampuan

kerja pegawai, dimana mampu tidaknya pegawai dalam melaksanakan tugas akan

berpengaruh terhadap kinerja yang dihasilkan. Semakin tinggi kemampuan yang

dimiliki pegawai akan semakin menentukan kinerja yang dihasilkan.

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja Pegawairepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35040/4/Chapter II.pdf · Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari tidak ... budaya pasti terbentuk

2) Teori kinerja menurut Schermerhorn (1996), untuk mengetahui kinerja

organisasi dan individu dapat dilihat dari 5 (lima) faktor yang mempengaruhi,

yaitu : a. Pengetahuan, b. Ketrampilan, c. Kemampuan, d. Sikap, e. Perilaku

Schermerhorn mengungkapkan kemampuan dan ketrampilan sebagai faktor

individual masing-masing pegawai. Semakin kompeten kemampuan dan ketrampilan

yang dimiliki masing-masing pegawai, akan mempengaruhi pencapaian hasil kinerja.

3) Teori kinerja menurut Stephen Robbins

Menurut pendapat Robbins (1996), tingkat kinerja pegawai akan sangat

tergantung pada dua faktor yaitu kemampuan pegawai dan motivasi kerja.

Kemampuan pegawai seperti: tingkat pendidikan, pengetahuan, dan pengalaman.

Tingkat kemampuan akan dapat mempengaruhi hasil kinerja pegawai dimana

semakin tinggi tingkat kemampuan pegawai akan menghasilkan kinerja yang semakin

tinggi pula. Faktor lain adalah motivasi kerja yaitu dorongan dari dalam pegawai

untuk melakukan suatu pekerjaan. Dengan adanya motivasi kerja yang tinggi pegawai

akan terdorong untuk melakukan suatu pekerjaan sebaik mungkin yang akan

mempengaruhi hasil kinerja. Semakin tinggi motivasi yang dimiliki semakin tinggi

pula kinerja yang dapat dihasilkan.

4) Teori Kinerja menurut Peter Ducker

Menurut pendapat Peter Ducker (dalam Handoko, 1997) bahwa kinerja

adalah tes pertama kemampuan manajemen untuk melakukan suatu perbandingan dari

hasil kegiatan senyatanya yang dinyatakan dalam presentase yang berkisar antara 0%

sampai 1%. Ditambah pula faktor-faktor yang menunjang kinerja antara lain:

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja Pegawairepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35040/4/Chapter II.pdf · Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari tidak ... budaya pasti terbentuk

a. Pendidikan dan program pelatihan, b. Gizi, nutrisi, dan kesehatan, c. Motivasi,

d. Kesempatan kerja, e. Kebijakan ekstern, f. Pengembangan secara terpadu.

2.1.1. Penilaian Kinerja Pegawai

Penilaian kinerja dapat diartikan sebagai poses dimana organisasi menilai

kineja individu pegawai. Penilaian ini dapat meliputi produktivitas, sikap, disiplin,

dan lain sebagainya. Untuk menemukan di level mana seorang pegawai

melaksanakan pekerjaannya (Davis, 1996). Bagi organisasi yang cukup maju hasil

penilaian kinerja dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk promosi,

demosi, diklat, kompensasi, pemutusan hubungan kerja dan sebagainya. Dengan

digunakannya penilaian kinerja ini sebagai bahan pertimbangan hal-hal tesebut akan

memotivasi pegawai untuk selalu meningkatkan kinerjanya, yang pada akhirnya akan

mempengaruhi pula kinerja organisasi. Melihat betapa pentingnya hasil penilaian

kinerja ini baik terhadap organisasi maupun pegawai, maka pelaksanaannya perlu

diupayakan seobyektif mungkin, dengan menghindari faktor suka dan tidak suka dari

penilai. Menurut Henry Simamora (1999), maksud ditetapkan tujuan kinerja adalah

untuk menyusun sasaran yang berguna tidak hanya evaluasi kinerja pada akhir

periode, tetapi juga untuk mengelola proses kerja selama periode tesebut. Terdapat 3

(tiga) alasan yang berkaitan mengapa penentuan sasaran mempengaruhi kinerja :

1. Mengarahkan karyawan untuk memfokuskan kegiatan-kegiatan kearah tertentu

(sasaran) dari pada lainnya.

2. Karyawan akan dapat mengarahkan kemampuannya secara proporsional terhadap

kualitas dalam pencapaian sasaran.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja Pegawairepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35040/4/Chapter II.pdf · Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari tidak ... budaya pasti terbentuk

3. Sasaran yang sukar akan membuahkan suatu kekuatan. Dapat disimpulkan bahwa

penilaian kinerja sebuah organisasi itu sangat penting baik yang proses maupun

hasil, baik para karyawan maupun organisasi, khususnya organisasi

publik/pemerintah guna mengetahui apakah kinerja yang dilakukan karyawan itu

sudah memenuhi harapan atau sebaliknya.

Dengan penilaian tersebut dapat diketahui pengukuran kinerja, menurut

Gibson et.al (1995) dapat dilakukan berdasarkan waktu:

1) Waktu jangka pendek; a. Produksi, b. Mutu (kualitas) c. Efisiensi dan fleksibilitas

2) Waktu jangka menengah; a. Persaingan, b. Pengembangan

3) Waktu jangka panjang adalah merupakan kelangsungan hidup suatu organisasi.

Menurut Robbins (1996:20) hakekat penilaian terhadap individu merupakan hasil

kerja yang diharapkan berupa sesuatu yang optimal. Penilaian pekerjaan yang

mencukup: kerja sama, kepemimpinan, kualitas pekerjaan, kemampuan teknik,

inisiatif, semangat, kehandalan/tanggung jawab, kuantitas pekerjaan.

2.2. Budaya Organisasi

Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari tidak terlepas dari ikatan budaya

yang diciptakan. Ikatan budaya tercipta oleh masyarakat yang bersangkutan, baik

dalam keluarga, organisasi, bisnis maupun bangsa. Budaya membedakan masyarakat

satu dengan yang lain dalam cara berinteraksi dan bertindak menyelesaikan suatu

pekerjaan. Budaya mengikat anggota kelompok masyarakat menjadi satu kesatuan

pandangan yang menciptakan keseragaman berperilaku atau bertindak. Seiring

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja Pegawairepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35040/4/Chapter II.pdf · Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari tidak ... budaya pasti terbentuk

dengan bergulirnya waktu, budaya pasti terbentuk dalam organisasi dan dapat pula

dirasakan manfaatnya dalam memberi kontribusi bagi efektivitas organisasi secara

keseluruhan. Berikut ini dikemukakan beberapa pengertian budaya organisasi

menurut beberapa ahli :

a. Menurut Wood, Wallace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, Osborn (2001), budaya

organisasi adalah sistem yang dipercayai dan nilai yang dikembangkan oleh

organisasi dimana hal itu menuntun perilaku dari anggota organisasi itu sendiri.

b. Menurut Tosi, Rizzo, Carroll seperti yang dikutip oleh Munandar (2001), budaya

organisasi adalah cara-cara berpikir, berperasaan dan bereaksi berdasarkan pola-

pola tertentu yang ada dalam organisasi atau yang ada pada bagian-bagian

organisasi.

c. Menurut Robbins (1996), budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama yang

dianut oleh anggota-anggota organisasi itu.

d. Menurut Schein (1992), budaya organisasi adalah pola dasar yang diterima oleh

organisasi untuk bertindak dan memecahkan masalah, membentuk karyawan yang

mampu beradaptasi dengan lingkungan dan mempersatukan anggota-anggota

organisasi. Untuk itu harus diajarkan kepada anggota termasuk anggota yang baru

sebagai suatu cara yang benar dalam mengkaji, berpikir dan merasakan masalah

yang dihadapi.

e. Menurut Cushway dan Lodge (2000), budaya organisasi merupakan sistem nilai

organisasi dan akan mempengaruhi cara pekerjaan dilakukan dan cara para

karyawan berperilaku. Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan budaya

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja Pegawairepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35040/4/Chapter II.pdf · Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari tidak ... budaya pasti terbentuk

organisasi dalam penelitian ini adalah sistem nilai organisasi yang dianut oleh

anggota organisasi, yang kemudian mempengaruhi cara bekerja dan berperilaku

dari para anggota organisasi.

2.2.1. Fungsi Budaya Organisasi

Menurut Robbins (1996), fungsi budaya organisasi sebagai berikut :

a. Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain.

b. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggoa organisasi.

c. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas dari pada

kepentingan diri individual seseorang.

d. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu

dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan.

e. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan

membentuk sikap serta perilaku karyawan.

2.3. Komitmen Organisasi

Mowday, Porter, dan Steers (1982) mendefinisikan komitmen organisasi

sebagai: the relative strength of an individual's identification with and involvement in

aparticular organization. Definisi menunjukkan bahwa komitmen organisasi memiiki

arti lebih dari sekedar loyalitas yang pasif, tetapi melibatkan hubungan aktif dan

keinginan karyawan untuk memberikan kontribusi yang berarti pada organisasinya.

Komitmen organisasi yang dikemukakan oleh Mowday dkk ini bercirikan adanya: (1)

belief yang kuat serta penerimaan terhadap tujuan dan nilai organisasi; (2) kesiapan

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja Pegawairepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35040/4/Chapter II.pdf · Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari tidak ... budaya pasti terbentuk

untuk bekerja keras; serta (3) keinginan yang kuat untuk bertahan dalam organisasi.

Komitmen ini tergolong komitmen sikap atau afektif karena berkaitan dengan

sejauhmana individu merasa nilai dan tujuan pribadinya sesuai dengan nilai dan

tujuan organisasi. Semakin besar kongruensi antara nilai dan tujuan individu dengan

nilai dan tujuan organisasi maka semakin tinggi pula komitmen karyawan pada

organisasi.

Komitmen organisasi (organizational commitment) merupakan salah satu

tingkah laku dalam organisasi yang banyak dibicarakan dan diteliti, baik sebagai

variabel terikat, variabel bebas, maupun variabel mediator. Hal ini antara lain

dikarenakan organisasi membutuhkan karyawan yang memiliki komitmen organisasi

yang tinggi agar organisasi dapat terus bertahan serta meningkatkan jasa dan produk

yang dihasilkannya. Menurut Greenberg dan Baron (1993), karyawan yang memiliki

komitmen organisasi yang tinggi adalah karyawan yang lebih stabil dan lebih

produktif sehingga pada akhirnya juga lebih menguntungkan bagi organisasi.

Bagi individu dengan komitmen organisasi tinggi, pencapaian tujuan

organisasi merupakan hal penting. Sebaliknya, bagi individu atau karyawan dengan

komitmen organisasi rendah akan mempunyai perhatian yang rendah pada pencapaian

tujuan organisasi, dan condong berusaha memenuhi kepentingan pribadi.

Komitmen organisasi yang kuat didalam diri individu akan menyebabkan individu

berusaha keras mencapai tujuan organisasi sesuai dengan tujuan dan kepentingan

organisasi.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja Pegawairepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35040/4/Chapter II.pdf · Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari tidak ... budaya pasti terbentuk

2.4. Keadilan Prosedural

Keadilan prosedural berhubungan pada keadilan prosedural yang digunakan

untuk menentukan hasil-hasil yang terdistribusi yaitu seperti beban kerja, penghasilan

dan yang lain (Leventhal, 1980). Keadilan prosedural berhubungan dengan persepsi

bawahan akan suatu bentuk keadilan dari semua proses yang diterapkan oleh pihak

atasan dalam perusahaan tersebut dan untuk mengevaluasi kinerja mereka.

Mengkomunikasikan umpan balik kinerja dan menentukan apakah penghargaan yang

mereka terima seperti promosi atau kenaikan jabatan dan peningkatan gaji (McFarlin

& Sweeny, 1992).

Keadilan prosedural yang bernilai tinggi atau rendah akan terjadi saat pihak

bawahan merasakan bahwa prosedur dalam perusahaan dan proses yang terjadi dalam

perusahaan adalah adil atau tidak adil.

Menurut Lind dan Tyler (1998), Keadilan prosedural berhubungan dengan

apakah pihak pegawai mempercayai bahwa prosedur dalam perusahaan dan hasil

akhirnya adalah adil. Lind dan Tyler (1998) menjelaskan bahwa Keadilan prosedural

dimulai dengan hipotesis yang menyatakan adanya kelompok reaksi psikologis atas

suatu kepatuhan atau pelanggaran terhadap norma yang menjelaskan pola perlakuan

tertentu atau dalam pola lokasi tertentu.

Reaksi semacam ini sudah dikenal lama akan mendayagunakan pengaruhnya

yang kuat terhadap kognisi individu dan perilakunya. Norma yang membentuk suatu

dasar dari respon keadilan dapat dibagi menjadi dua kategori; salah satu kategori

berhubungan dengan hasil akhir sosial (keadilan distributif) dan kategori satunya

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja Pegawairepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35040/4/Chapter II.pdf · Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari tidak ... budaya pasti terbentuk

berhubungan dengan proses sosial (keadilan prosedural), yaitu perilaku yang tepat

dan perlakuan terhadap individu.

Dalam hasil studinya mengenai keadilan prosedural, Thibaut dan Walker

(1975) membantah bahwa prosedur yang berbeda akan dipandang secara berbeda

pula oleh individu yang berbeda dibawah kondisi lingkungan yang berbeda pula.

Sehingga mereka menjelaskan bahwa prosedur yang berbeda dibutuhkan untuk

menempatkan berbagai jenis permasalahan yang berbeda yang berpotensi muncul.

Karena studi ini berdasarkan pada sistem keadilan hukum untuk meredakan

suatu permasalahan atau pertikaian hukum, mereka menganggap dan

mempertimbangkan lingkungan individu menjadi nilai penting. Menurut mereka,

untuk mengatasi suatu pertikaian atau permasalahan akan kepentingan pribadi dan

distribusi hasil akhir, maka prosedur bernilai tinggi dalam pengendalian proses atas

sebuah konflik sebaiknya digunakan.

Karena prosedur ini meskipun mengalami bias dalam pengumpulan

informasi, namun menjamin dan memastikan pertimbangan disertakannya lingkungan

individu yang diperlukan untuk memaksimalkan suatu keadilan’ (Thibaut dan

Walker, 1975). Karenanya, keberadaan pengendalian konflik (yang berlawanan

dengan pihak ketiga) memiliki proses untuk membantu mencapai sebuah keputusan

(pengendalian proses) dianggap berguna dalam menilai suatu keadilan. Dengan kata

lain, keadilan prosedural dipengaruhi oleh keberadaan konflik yang dibiarkan terjadi

untuk memberikan solusi atau pemecahan terhadap suatu konflik legal atau konflik

hukum.

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja Pegawairepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35040/4/Chapter II.pdf · Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari tidak ... budaya pasti terbentuk

Selain pengendalian terhadap proses seperti diidentifikasi oleh Thibaut dan

Walker (1975), untuk menilai suatu keadilan prosedural, maka Leventhal (1980)

mengidentifikasi empat kriteria lebih lanjut yang dapat mempengaruhi persepsi akan

sebuah keadilan. Kriteria tersebut adalah: (i) Keadilan atau kesesuaian, yang artinya

adalah prosedur yang ada harus diterapkan secara keadilan antar individu dan terjadi

sepanjang waktu; (ii) penekanan terhadap bias, yang artinya adalah pengambil

keputusan tidak boleh memiliki kepentingan pribadi; (iii) akurasi informasi yang

menjadi dasar suatu keputusan; dan (iv) kesepakatan terhadap standar etika personal

dan moralitas. Empat kriteria tambahan ini, menjadi dasar sebuah keadilan

prosedural, menjelaskan bahwa partisipasi dalam proses tunggal tidak akan

mencukupi untuk meyakinkan persepsi pihak bawahan akan keadilan sebuah prosedur

dalam perusahaan. Misalkan, pihak bawahan yang diijinkan untuk berpartisipasi

dalam permasalahan perusahaan akan diterapkan secara tidak keadilan atau

perusahaan kekurangan alat untuk mengumpulkan informasi yang akurat atau tidak

memiliki spesifikasi utuk mengkoreksi keputusan yang salah.

Studi dari Leventhal (1980) diakui untuk menjabarkan riset mengenai

keadilan prosedural dengan latar belakang hukum menuju latar belakang

organisasional. Hal ini akan membuka riset tentang keadilan prosedural terhadap

pengaruh dari beragam faktor yang terjadi dengan latar belakang organisasional.

Misalnya, riset lanjutan yang dipengaruhi oleh faktor tingkat keadilan dalam aplikasi

atau penerapan sebuah prosedur (Greenberg, 1986). Leung dan Lind (1986)

menyatakan bahwa budaya bangsa dari pegawai dapat mempengaruhi persepsi

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja Pegawairepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35040/4/Chapter II.pdf · Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari tidak ... budaya pasti terbentuk

pegawai tersebut akan keadilan prosedural dalam perusahaan. Karena riset dengan

latar belakang legal memiliki efek terhadap pemberian pendapat (dalam bentuk

partisipasi), sehingga Lind dan Tyler (1988) menyimpulkan bahwa hal ini bukanlah

studi lanjutan dari Leventhal dengan latar belakang organisasional, karena sebagian

besar variasi atau keragaman individu tentang persepsi dan penilaian mereka tentang

sebuah bentuk keadilan disebabkan adanya dua faktor: yaitu pendapat mereka dan

hasil akhir tentang prosedur yang memberikan kontribusi untuk menilai suatu

keadilan.

2.4.1. Teori Keadilan

Teori keadilan pertama kali dipopulerkan oleh J Stacy Adam tahun 1963.

teori ini menganggap bahwa individu membandingkan masukan dan keluaran

pekerjaan mereka dengan masukan atau keluaran orang lain untuk menghapuskan

setiap ketidakadilan.(Ikhsan A dan Iskhak M, 2005).

Peran Keadilan selama anggaran telah difokuskan pada penelitian akuntansi

perilaku, seperti penelitian Lindquist (1995) yang menemukan bahwa suatu

organisasi cenderung ingin mempertahankan keadilan dalam proses anggaran

Keadilan telah dinyatakan sebagai cara untuk memecahkan konflik, menyeleksi

pegawai, menyelesaikan perselisihan tenaga kerja, negoisasi gaji (Greenberg, 1986).

Pendekatan yang dilakukan dengan cara yang berbeda terhadap keadilan

akan sangat berguna untuk menjelaskan bermacam perilaku dalam konteks organisasi

pada saat ini. Berdasarkan teori keadilan, bila karyawan mempersepsikan suatu

ketidakadilan mereka dapat meramalkan untuk mengambil salah satu dari enam

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja Pegawairepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35040/4/Chapter II.pdf · Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari tidak ... budaya pasti terbentuk

pilihan yaitu: mengubah masukan, mengubah keluaran, mendistorsikan persepsi

mengenai diri, mendistorsi persepsi mengenai orang lain, memilih acuan yang

berlainan dan meninggalkan (Robbin PS, 2003).

Teori tentang keadilan mengindikasikan bahwa ada dua bentuk keadilan: (i)

keadilaan distributif, yang memfokuskan pada respon yang berorientasi pada keadilan

terhadap hasil akhir dan (ii) keadilan prosedural, yang memfokuskan pada respon

yang berorientasi pada keadilan aturan dan prosedur dalam perusahaan.

Dalam tinjauan pustaka literatur tentang keadilan, Lind dan Tyler (1998)

menyimpulkan bahwa keadilan prosedural menjadi penyebab utama keadilan

distributif. Dengan adanya studi berlatar belakang legal, mereka menemukan bahwa

gambaran yang tampaknya muncul adalah individu yang merasa cemas dengan proses

interaksi hukum dan tidak terlalu mencemaskan dengan adanya hasil akhir dari

interaksi yang diduga oleh seorang individu.

Mereka menyimpulkan bahwa beberapa dari contoh persuasif yang paling

alamiah dari sebuah nilai proses adalah situasi dimana seorang individu menerima

hasil akhir yang mereka inginkan, tetapi bagaimanapun juga kurang memuaskan.

Ketidakpuasan semacam ini susah untuk dipahami dan jika ini diasumsikan bahwa

seseorang individu merasa cemas tentang hasil akhir yang akan mereka terima, tetapi

lebih mudah dijelaskan jika hal ini diasumsikan bahwa seseorang merasa cemas akan

proses dalam perusahaan. Penjelasan diatas menyatakan bahwa keadilan prosedural

sangat penting dan bahkan lebih penting dari keadilan distributif.

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja Pegawairepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35040/4/Chapter II.pdf · Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari tidak ... budaya pasti terbentuk

Dengan mempertimbangkan nilai dari keadilan prosedural, maka ada

kecenderungan bahwa perusahaan yang terikat dengan nilai dari pemeliharaan suatu

keadilan, akan bertindak untuk memastikan bahwa keadiaan prosedural yang ada

bernilai tinggi. Selain itu, juga banyak terdapat bukti riset tentang keadilan prosedural

yang mengindikasikan bahwa penerapan atau implementasi dari prosedur yang

dianggap tidak adil cenderung merugikan kepentingan perusahaan. Bukti ini

menjelaskan bahwa implementasi akan prosedur yang adil mengarah pada

terpenuhinya atau dipatuhinya aturan dan keputusan yang berhubungan dengan

prosedur. Sebaliknya, kurang dipatuhinya suatu prosedur dianggap tidak adil.

Berdasarkan tinjauan pustaka mengenai riset keadilan prosedural maka Lind

dan Tyler (1998) menyimpulkan bahwa riset tentang keadilan prosedural mengacu

pada bahaya praktis penggunaan prosedur palsu. Riset tentang kepatuhan dan

keadilan prosedural memberikan hasil yang memuaskan bahwa suatu prosedur yang

dianggap palsu dan tidak hanya akan menyebabkan ketidakpatuhan, tetapi juga

kepatuhan dengan tingkatan rendah.

Dengan mempertimbangkan nilai dari keadilan prosedural, mereka

menjelaskan bahwa Prosedur yang adil adalah aspek kritis dalam kualitas kehidupan

kerja dan memiliki tingkat kepentingan yang tinggi terhadap hubungan antara

perusahaan dan pegawai., perusahaan yang mengabaikan kecemasan akan keadilan

prosedural berhadapan dengan resiko yang membahayakan yaitu munculnya perilaku

organisasional yang negatif ketidakpuasan dengan hasil akhir perusahaan dan tidak

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja Pegawairepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35040/4/Chapter II.pdf · Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari tidak ... budaya pasti terbentuk

dipatuhinya sebuah keputusan yang telah dicapai, dengan aturan dan prosedur dan

menyebabkan penurunan kinerja (Lind dan Tyler, 1998).

2.5. Konflik

Menurut Minnery (1985), Konflik organisasi merupakan interaksi antara dua

atau lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun

terpisahkan oleh perbedaan tujuan. Konflik dalam organisasi sering terjadi tidak

simetris terjadi hanya satu pihak yang sadar dan memberikan respon terhadap konflik

tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan adanya pihak lain yang telah atau akan

menyerang secara negatif (Robbins, 1996).

2.4.1. Faktor penyebab konflik

1. Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan

Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki

pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian

dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor

penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak

selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di

lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada

yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.

2. Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja Pegawairepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35040/4/Chapter II.pdf · Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari tidak ... budaya pasti terbentuk

Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan

pendirian kelompok. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan

menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.

3. Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok

Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan

yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang

atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang

dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai

contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh

masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari

kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani

menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk

membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan

kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan.

Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga

harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu

kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di

masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang

politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau

antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan

pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh

menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja Pegawairepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35040/4/Chapter II.pdf · Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari tidak ... budaya pasti terbentuk

yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha

mereka.

4. Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat

Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan

itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu

terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami

proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-

nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat

berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti

nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang

disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi

hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai

kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu

yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti

jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi

seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di

masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan

karena dianggap mengacaukan tatanan kehidupan masyarakat yang telah ada.

2.5. Tinjauan Penelitian Terdahulu

1. Subroto (2008)

Universitas Sumatera Utara

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja Pegawairepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35040/4/Chapter II.pdf · Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari tidak ... budaya pasti terbentuk

“Analisis Kinerja Pegawai Kantor Pertanahan Kota Semarang”. Variabel

dependen kinerja pegawai. Sedangkan variabel independennya kemampuan kerja,

motivasi kerja dan fasilitas kerja Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada hubungan

positif dan signifikan antara kemampuan, motivasi dan fasilitas kerja dengan kinerja

pegawai dan secara bersama-sama mempengaruhi kinerja pegawai.

2. Said (2008)

“Analisis Kinerja Pegawai pada Balai Pendidikan dan Pelatihan Keagamaan

Semarang”. Variabel dependen adalah kinerja pegawai. Sedangkan variabel

independennya adalah produktivitas pegawai dan kemampuan pegawai. Kesimpulan

dari penelitian ini adalah Ada pengaruh yang signifikan antara produktivitas pegawai

dan kemampuan pegawai secara simultan terhadap kinerja pegawai di Balai

Pendidikan dan Pelatihan Keagamaan Semarang.

3. Mudjiati (2008)

“Studi Pengaruh Penggunaan Sistem Informasi terhadap Kinerja Karyawan

Fakultas Ekonomi”. Variabel dependen adalah kinerja karyawan. Sedangkan variabel

independennya adalah penggunaan sistem informasi. Kesimpulannya adalah adanya

sistem informasi di Fakultas Ekonomi jelas sangat mempengaruhi kinerja karyawan.

4. M. Rangga Yuzar (2005)

“Implementasi Sistem Informasi Sumber Daya Manusia dan Budaya

Organisasi Dampaknya terhadap Kinerja Karyawan CV. Bi-ensi Fesyenindo

Bandung”. Variabel dependen adalah Kinerja Karyawan, sedangkan variabel

independennya adalah SDM dan Budaya Organisasi. Kesimpulannya adalah secara

Universitas Sumatera Utara

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja Pegawairepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35040/4/Chapter II.pdf · Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari tidak ... budaya pasti terbentuk

simultan SDM dan Budaya Organisasi berpengaruh secara simultan terhadap Kinerja

Karyawan. Dan secara parsial SDM berpengaruh terhadap Kinerja karyawan di CV.

Bi-ensi Fesyenindo Bandu.

5. Kunto Wibisono (2003)

“Manajemen Konflik sebagai Variabel pemoderasi Hubungan antara

Relationship Conflict dengan Kreatifitas dan Kepuasan Anggota Tim”. Variabel

dependen adalah Kepuasan Anggota Tim. Variabel independen adalah Relation

Conflict dengan Kreatifitas dan Variabel Moderatingnya Manajemen Konflik”.

Kesimpulannya manajemen konflik tidak memberikan efek moderasi positif pada

hubungan antara relationship conflict dengan kepuasan anggota terhadap tim.

6. Fitri Nugraheni dan Ratna Yulia Wijayanti (2009)

“Pengaruh keadilan distributif dan keadilan prosedural terhadap kinerja : studi

kasus pada akademisi universitas muria kudus”. Variabel dependen adalah Keadilan

distributif dan keadilan prosedural variabel dependennya adalah Kinerja dosen.

Kesimpulannya keadilan distributif dan keadilan prosedural berpengaruh secara

bersama-sama terhadap kinerja dosen; (2) variabel keadilan distributif lebih

berpengaruh terhadap kinerja dibanding variabel prosedural.

Universitas Sumatera Utara

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja Pegawairepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35040/4/Chapter II.pdf · Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari tidak ... budaya pasti terbentuk

Tabel 2.1. Daftar Tinjauan Peneliti Terdahulu

No Nama Peneliti (Tahun)

Judul Penelitian Variabel yang Digunakan

Hasil Penelitian

1

2

Titien Indarwati Subroto

(2008)

Moh. Dachirin Said

(2008)

“Analisis Kinerja Pegawai Kantor Pertahanan Kota Semarang”.

“Analisis Kinerja Pegawai pada Balai Pendidikan dan Pelatihan Keagamaan Semarag”.

Variabel dependen kinerja pegawai, variabel independen kemampuan kerja, motivasi kerja, fasilitas kerja.

Variabel dependen kinerja Pegawai, variabel independen adalah produktivitas pegawai dan kemampuan pegawai.

Ada hubungan positif dan signifikan antara kemampuan kerja, motivasi kerja dan fasilitas kerja dengan kinerja pegawai dan secara bersama-sama mempengaruhi kinerja pegawai. Ada pengaruh yang signifikan antara produktivitas pegawai dan kemampuan pegawai secara simultan terhadap kinerja pegawai

3

4

Johanna Mudjiati (2008)

M. Rangga Yuzar (2005)

Kunto Wibisono (2003)

“Studi Pengaruh Pengguna Sistem Informasi terhadap Kinerja Karyawan Fakultas Ekonomi”. “Implementasi Sistem Informasi Sumber Daya Manusia dan Budaya Organisasi Dampaknya terhadap Kinerja Karyawan CV. Bi-ensi Fesyenindo Bandung”. “Manajemen konflik sebagai variabel pemoderasi hubungan antara relationship conflict dengan kreatifitas dan kepuasan

Variable dependen kinerja Karyawan Variable independen Pengguna Sistem Informasi Variabel dependen kinerja karyawan variabel independen SDM dan Budaya organisasi Variabel independen relationship conflict, kreatifitas, kepuasan Anggota Tim”. Variabel moderating

Adanya sistem informasi di Fakultas Ekonomi jelas sangat mempengaruhi kinerja karyawan. Adanya pengaruh signifikan simultan SDM dan Budaya organisasi terhadap kinerja karyawan dan SDM berpengaruh secara parsial terhadap kinerja karyawan manajemen konflik tidak memberikan efek moderasi positif pada hubungan antara relationship conflict

Universitas Sumatera Utara

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja Pegawairepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35040/4/Chapter II.pdf · Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari tidak ... budaya pasti terbentuk

5

Fitri dan Ratna

(2009)

Anggota Tim” Pengaruh keadilan distributif dan keadilan prosedural terhadap kinerja : studi kasus pada akademisi universitas muria kudus

Manajemen konflik Variabel dependen adalah Keadilan distributif dan keadilan prosedural variabel dependennya adalah Kinerja dosen.

dengan kepuasan anggota terhadap tim.

keadilan distributif dan keadilan prosedural berpengaruh secara bersama-sama terhadap kinerja dosen; (2) variabel keadilan distributif lebih berpengaruh terhadap kinerja dibanding variabel prosedural.

Universitas Sumatera Utara