bab ii tinjauan pustaka 2.1 heat treatment

33
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Heat Treatment Proses perlakuan panas (Heat Treatment) adalah proses mengubah sifat logam dengan mengubah struktur mikronya melalui pemanasan dan pengaturan kecepatan pendinginan dengan atau tanpa merubah komposisi kimia logam penyusunnya. Tujuan proses perlakuan panas untuk menghasilkan sifat-sifat logam yang diinginkan. Perubahan sifat logam akibat proses perlakuan panas dapat mencakup keseluruhan maupun sebagian dari logam. Adanya sifat alotropik dari besi menyebabkan timbulnya variasi struktur mikro dari berbagai jenis logam. Alotropik merupakan transformasi dari satu bentuk susunan atom ke bentuk susunan atom yang lain [21]. Berikut merupakan proses heat treatment yang biasa dilakukan : 2.1.1 Tempering Tempering didefinisikan sebagai proses pemanasan logam setelah dikeraskan pada temperatur tempering (di bawah suhu kritis), yang kemudian dilanjutkan dengan proses pendinginan. Logam yang telah dikeraskan bersifat rapuh dan tidak cocok untuk digunakan, melalui perlakuan ini kekerasan dan kerapuhan dapat diturunkan sampai memenuhi persyaratan penggunaan. Kekerasan turun, kekuatan tarik akan turun pula sedangkan keuletan dan ketangguhan logam akan meningkat . 1. Normalizing Normalizing adalah jenis perlakuan panas yang umum diterapkan pada hampir semua produk cor, over-heated forgings dan produk-produk tempa yang besar. Proses perlakuan panas pada logam ini terjadi di sekitar 40°C diatas batas kritis

Upload: others

Post on 02-Oct-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Heat Treatment

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Heat Treatment

Proses perlakuan panas (Heat Treatment) adalah proses mengubah sifat logam

dengan mengubah struktur mikronya melalui pemanasan dan pengaturan kecepatan

pendinginan dengan atau tanpa merubah komposisi kimia logam penyusunnya. Tujuan

proses perlakuan panas untuk menghasilkan sifat-sifat logam yang diinginkan.

Perubahan sifat logam akibat proses perlakuan panas dapat mencakup keseluruhan

maupun sebagian dari logam. Adanya sifat alotropik dari besi menyebabkan timbulnya

variasi struktur mikro dari berbagai jenis logam. Alotropik merupakan transformasi dari

satu bentuk susunan atom ke bentuk susunan atom yang lain [21].

Berikut merupakan proses heat treatment yang biasa dilakukan :

2.1.1 Tempering

Tempering didefinisikan sebagai proses pemanasan logam setelah dikeraskan

pada temperatur tempering (di bawah suhu kritis), yang kemudian dilanjutkan dengan

proses pendinginan. Logam yang telah dikeraskan bersifat rapuh dan tidak cocok untuk

digunakan, melalui perlakuan ini kekerasan dan kerapuhan dapat diturunkan sampai

memenuhi persyaratan penggunaan. Kekerasan turun, kekuatan tarik akan turun pula

sedangkan keuletan dan ketangguhan logam akan meningkat .

1. Normalizing

Normalizing adalah jenis perlakuan panas yang umum diterapkan pada hampir

semua produk cor, over-heated forgings dan produk-produk tempa yang besar.

Proses perlakuan panas pada logam ini terjadi di sekitar 40°C diatas batas kritis

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Heat Treatment

6

logam, kemudian ditahan pada temperatur tersebut untuk masa waktu yang cukup

dan dilanjutkan dengan pendinginnan pada udara terbuka, yang ditujukan untuk

memperhalus butir, memperbaiki mampu mesin, menghilangkan tegangan sisa dan

juga memperbaiki sifat mekanik baja karbon struktural dan baja paduan rendah [22].

Untuk lebih jelas membahas proses normalizing, berikut ini merupakan diagram

temperatur yang diperuntukan pada proses normalizing tersebut.

Gambar.2.1 Diagram untuk temperatur Normalizing

(Sumber : Anrinal, 2011) 2. Quenching

Proses quenching melibatkan beberapa faktor yang saling berhubungan.

Pertama yaitu jenis media pendingin dan kondisi proses yang digunakan, yang

kedua adalah komposisi kimia dan hardenbility dari logam tersebut. Hardenbility

merupakan fungsi dari komposisi kimia dan ukuran butir pada temperatur tertentu.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Heat Treatment

7

Selain itu, dimensi dari logam juga berpengaruh terhadap hasil proses quenching

[23].

1) Pendinginan tidak menerus

Jika suatu logam didinginkan dari suhu yang lebih tinggi dan kemudian ditahan

pada suhu yang lebih rendah selama waktu tertentu, maka akan menghasilkan

struktur mikro yang berbeda. Ukuran butir sangat dipengaruhi oleh tingginya

suhu pemanasan, lamanya pemanasan dan semakin lama pemanasannya akan

timbul butiran yang lebih besar. Semakin cepat pendinginan akan menghasilkan

ukuran butir yang lebih kecil.

2) Pendinginan Terus menerus

Dalam prakteknya proses pendinginan pada pembuatan material logam

dilakukan secara terus menerus mulai dari suhu yang lebih tinggi sampai

dengan suhu rendah. Pengaruh kecepatan pendinginan terus menerus terhadap

struktur mikro yang ini menghasilkan dekomposisi fasa austenite menjadi

martensit.

Pada penelitian ini penggunaan proses quenching merupakan pilihan yang tepat

dimana setelah material diberikan proses perlakuan panas dengan cepat didinginkan

dengan media air sehingga struktur kristal yang terdapat pada material tidak sempat

berubah ke fase lain.

2.2 Precipitation Hardening (Pengerasan Presipitasi)

Penguatan dan pengerasan logam paduan bisa ditingkatkan dengan

pembentukan penyebaran partikel-partikel dari fasa kedua kedalam matrik fasa yang

asli atau pertama. Prosesnya disebut precipitation hardening karena partikel-partikel

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Heat Treatment

8

kecil dari fasa yang baru membentuk precipitasi atau endapan. Terkadang disebut pula

dengan sebutan pengerasan penuaan, karena proses penguatan terjadi karena proses

waktu (Daryus, 2009).

Proses precipitation hardening terjadi atas dua tahap yaitu:

1) Solution Heat Treating

Solution heat treatment yaitu penasan logam aluminium dalam dapur pemanas

dengan temperatur 550°C-560°C dan dilakukan penahanan atau holding sesuai dengan

jenis dan ukuran benda kerja (Schonmetz, 1990). pada tahap solution heat treatment terjadi

pelarutan fasa-fasa yang ada, menjadi larutan padat. Tujuan dari solution heat

treatment itu sendiri yaitu untuk mendapatkan larutan padat yang mendekati

homogenya. Pada Tօ struktur logam adalah α, dengan komposisi Cօ. Kemudian

dilakukan pendinginan cepat hingga temperatur T1 yaitu temperature ruang sehingga

phase β tidak bisa terbentuk. Karena itu kondisi logam adalah tidak setimbang atau non

equilibrium dimana hanya ada phase α jenuh dengan atom β didalamnya. Sifat bahan

adalah lunak dan lemah. Proses solution heat treatment dapat dijelaskan dalam gambar

2.2, pada temperatur T1 tersebut pemanasan ditahan beberapa saat agar didapat larutan

padat yang mendekati homogen [25].

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Heat Treatment

9

Gambar.2.2 Diagram fase pemanasan logam paduan

(Sumber : D. Callister, 2000)

2) Precipitation Heat Treating

Setelah solution heat treatment dan quenching tahap selanjutnya dalam proses

age hardening adalah aging atau penuaan. Perubahan sifat-sifat dengan berjalannya

waktu pada umumnya dinamakan aging atau penuaan. Aging atau penuaan pada paduan

aluminium dibedakan menjadi dua, yaitu penuaan alami (natural aging) dan penuaan

buatan (artificial aging), adapun penjelasan dari keduanya adalah sebagai berikut ini.

a) Natural Aging

Penuaan alami (natural aging) adalah penuaan untuk paduan aluminium

yang di age hardening dalam keadaan dingin. Natural aging berlangsung pada

temperatur suhu kamar (25°C) dan dengan waktu penahanan 5 sampai 8 hari [25].

b) Artificial aging

Artificial aging merupakan penuaan buatan yang dapat dilakukan dengan

beberapa variasi perlakuan. Salah satu variasi tersebut adalah variasi temperatur

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Heat Treatment

10

artificial aging. Temperatur artificial aging dapat ditetapkan pada suhu 120°C -

180°C, di bawah temperatur pengkristalan atau di atas temperatur pengkristalan

logam paduan alumunium [1]. Proses pengendapan ini dimulai dengan pengintian

dari klaster atom yang kecil dalam kisi yang nantinya akan menjadi inti prespitat.

Laju pertumbuhan inti dikendalikan oleh laju migrasi atom, sehingga prespitasi

meningkat dengan naiknya suhu aging [16]. Dalam kurva penuaan dibawah ini,

pada awal-awal tahap artificial aging struktur atau fasanya masih berupa larutan

padat lewat jenuh (Super Saturated Solid Solution).

Gambar.2.3 Hubungan antara lamanya waktu (aging) dengan kekuatan dan

kekerasan paduan aluminium

(Sumber : D. Callister, 2000)

Seiring dengan penambahan waktu penuaan atau ketika penuaan sampai di

daerah under aged, maka mulai terbentuk zona presipitat zona [GP 1] dan paduan

aluminium menjadi agak kuat dan keras. Ketika waktu aging ditambah lagi maka

akan masuk dalam daerah peak aged. Pada daerah peak aged presipitat

mengumpul atau mulai terbentuk zona [GP 2] dan fasa antara yang halus (fasa θ’).

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Heat Treatment

11

Jika fasa-fasa tersebut mulai terbentuk maka akan didapatkan tingkat kekerasan

dan kekuatan logam paduan alumunium yang optimal. Apabila setelah mencapai

peak aged (puncak penuaan) waktu artificial aging masih ditambah lagi maka akan

masuk dalam daerah over aged. Pada daerah over aged ini akan didapatkan fasa θ,

jika fasa θ ini terbentuk maka akan menyebabkan paduan alumunium menjadi

lunak kembali dan berkurang kekerasannya [2].

Gambar.2.4 (a) supersaturated solute solution, (b) fasa θ” mulai terbentuk presipitasi (Al-Cu), (c) fasa keseimbangan θ Al-Cu

(Sumber : D. Callister, 2000)

Mekanisme pengerasan presipitasi umumnya dilakukan pada paduan

aluminium. Perlakuan panas pada aluminum dilakukan dengan memanaskan

sampai terjadi fase tunggal kemudian ditahan beberapa saat dan diteruskan dengan

pendinginan cepat hingga tidak sempat berubah ke fase lain [26].

Penggunaan proses artificial aging dilakukan karena waktu penahanan yang

singkat dan dapat menyesuaikan suhu yang digunakan dengan fasa yang diinginkan,

serta proses ini lebih efektif daripada proses natural aging yang hanya menggunakan

suhu ruangan dengan waktu penahanan yang lebih lama.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Heat Treatment

12

2.3 Aluminium

Mengingat dalam penelitian ini logam yang digunakan dalam pengelasan adalah

logam Alumunium, maka sedikit dipaparkan mengenai alumunium. Aluminium

diambil dari bahasa Latin: alumen, alum. Pada tahun 1827, Wohler disebut sebagai

ilmuwan yang berhasil mengisolasi logam ini. Pada tahun 1807, Davy memberikan

proposal untuk menamakan logam ini Aluminum, walau pada akhirnya setuju untuk

menggantinya dengan Aluminium. Aluminium merupakan unsur logam terbanyak di

muka bumi, dimana hampir 8% berat dari kerak bumi adalah aluminium. Bijih bauksit

adalah bahan utama untuk pembuatan aluminium, didalam bebatuan tersebut

aluminium masih berbentuk silikat dan komponen lain yang lebih kompleks, karena

komponen aluminium yang begitu komplek tersebut maka diperlukan penelitian lebih

dari 60 tahun untuk menemukan cara yang ekonomis untuk membuat aluminium dari

bijih bauksit [1].

Logam ringan ini banyak digunakan dalam kegiatan sehari-hari baik dalam

industri maupun peralatan rumah tangga karena mempunyai sifat-sifat logam yang baik

dan mempunyai keunggulan disbanding dengan material lain. Sebagai tambahan

terhadap kekuatan mekaniknya yang sangat mengikat dengan penambaan Cu, Mg, Si,

Mn, Zn, Ni, dan sebagainya secara satu persatu atau bersamaan memberikan juga sifat

baik lainnya. Berikut merupakan beberapa sifat alumunium.

a) Ringan

Memiliki bobot sekitar 1/3 dari bobot besi dan baja, atau tembaga dan banyak

digunakan dalam industri transportasi seperti angkutan udara

b) Tahan terhadap korosi

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Heat Treatment

13

Sifatnya durabel sehingga baik dipakai untuk lingkungan yang dipengaruhi oleh

unsur-unsur seperti air, udara, suhu dan unsur-unsur kimia lainnya, baik di ruang

angkasa atau bahkan sampai ke dasar laut.

c) Kuat

Aluminium memiliki sifat yang kuat terutama bila dipadu dengan logam lain.

Digunakan untuk pembuatan komponen yang memerlukan kekuatan tinggi seperti:

pesawat terbang, kapal laut, bejana tekan, kendaraan dan lain-lain.

d) Mudah dibentuk

Proses pengerjaan Aluminium mudah dibentuk karena dapat disambung dengan

logam/material lainnya dengan pengelasan, brazing, solder, adhesive bonding,

sambungan mekanis, atau dengan teknik penyambungan lainnya.

e) Konduktor listrik

Aluminium dapat menghantarkan arus listrik dua kali lebih besar jika

dibandingkan dengan tembaga. Karena Aluminium tidak mahal dan ringan, maka

Aluminium sangat baik untuk kabel-kabel listrik overhead maupun bawah tanah.

f) Konduktor panas

Sifat ini sangat baik untuk penggunaan pada mesin-mesin/alat-alat pemindah

panas sehingga dapat memberikan penghematan energi.

g) Memantulkan sinar dan panas

Aluminium dapat dibuat sedemikian rupa sehingga memiliki kemampuan pantul

yang tinggi yaitu sekitar 95% dibandingkan dengan kekuatan pantul sebuah

cermin. Sifat pantul ini menjadikan Aluminium sangat baik untuk peralatan

penahan radiasi panas.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Heat Treatment

14

h) Non magnetik

Aluminium sangat baik untuk penggunaan pada peralatan elektronik, pemancar

radio/TV dan lain-lain. Dimana diperlukan faktor magnetisasi negatif. [27]

Selain sifat-sifat aluminium diatas, pada tabel 1 dibawah merupakan sifat

mekanik dari aluminium untuk mengetahui kekuatan dari aluminium itu sendiri,

dimana pada tabel dibawah ini merupakan kekuatan mekanik dari aluminium murni

yang dapat dijadikan acuan pada kekuatan aluminium paduan yang diberikan

perlakuan.

Tabel 2.1. Sifat mekanik aluminium (sumber : Surdia, 1984)

Aluminium terbagi menjadi dua jenis, yaitu aluminium murni dan aluminium

paduan. Berikut ini perbedaan dari kedua jenis aluminium.

1) Aluminium murni

Aluminium memiliki berat jenis 2,7 gram/ cm3, kira-kira sepertiga dari berat

jenis baja (7,83 gram/ cm3), tembaga (8,93gram/ cm3), atau kuningan. Selain itu

aluminum dengan kemurnian 99% atau diatasnya menunjukan ketahanan korosi

yang baik pada kebanyakan lingkungan termasuk udara, air(air garam),

petrokimia dan lingkungan kimia lainya. Dilihat dari konduktivitas termalnya

adalah antara 50-60 % dari tembaga, bersifat nonmagnetic dan tidak beracun [1].

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Heat Treatment

15

Tabel 2.2. Sifat fisik aluminium (Sumber : Surdia, 1984)

2) Aluminium paduan

Berdasarkan metode pengerasannya, aluminium dapat dibagi menjadi dua

kelompok, heattreatable alloys dan non-heat treatable alloys. Heattreatable

alloys adalah paduan aluminium yang dapat diperkeras dengan penuaan (aging).

Sementara nonheattreatable alloys tidak dapat diperkuat dengan penuaan

melainkan dengan penguatan larutan-padat (solid solution strengthening),

pengerasan butir (strain hardening), atau pengerasan dispersi (dispersion

strengthening).

Paduan tempa yang dapat diperkuat lewat perlakuan panas adalah kelas 2xxx,

6xxx, 7xxx, dan beberapa jenis dari kelas 8xxx. Beberapa kombinasi

penambahan unsur pemadu, mekanisme penguatannya, serta perkiraan nilai

kekuatan yang dapat dicapai dapat dilihat dalam Tabel 2.3 [4].

Tabel 2.3. Klasifikasi paduan tempa aluminium, mekanisme penguatan, dan

rentang nilai kekuatannya (Sumber : Davis, 1993)

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Heat Treatment

16

Berikut ini tabel klasifikasi aluminium paduan yang dapat diperkuat dengan

perlakuan panas dan yang tidak dapat di berikan perlakuan panas. Seperti pada

tabel 2.3 yang memberikan perkiraan nilai kekuatan yang dapat dicapai dan tabel

2.4 merupakan pengelompokan paduan Aluminium. Dari tabel tersebut akan

diketahui kodefikasi dan sifat bahan alumunium dengan paduan yang berbeda-

beda sesuai dengan pengelompokan atau klasifikasi dari tabel dibawah ini.

Tabel 2.4. Klasifikasi paduan aluminium. (Sumber : Subagyo, 2017)

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Heat Treatment

17

Paduan aluminium dapat diklasifikasikan berdasarkan perlakuan yang telah

dilakukan pada paduan aluminium tersebut, seperti berikut.

Tabel 2.5. Klasifikasi paduan aluminium berdasarkan perlakuan bahan. (Sumber : Surdia, 1984)

Berikut ini merupakan jenis-jenis aluminium paduan yang sering digunakan

dan paduan aluminium dengan proses pengerjaan yang berbeda beda.

a) Paduan Aluminium-Silikon

Paduan aluminium dengan silikon hingga 15% akan memberikan kekerasan dan

kekuatan tensil yang cukup besar, hingga mencapai 525 MPa pada aluminium

paduan yang dihasilkan pada perlakuan panas. Jika konsentrasi silikon lebih

tinggi dari 15%, tingkat kerapuhan logam akan meningkat secara drastis akibat

terbentuknya kristal granula silika.

b) Paduan Aluminium-Magnesium

Keberadaan magnesium hingga 15,35% dapat menurunkan titik lebur logam

paduan yang cukup drastis, dari 660°C hingga 450°C. Namun, hal ini tidak

menjadikan aluminium paduan dapat ditempa menggunakan panas dengan

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Heat Treatment

18

mudah karena korosi akan terjadi pada suhu di atas 60°C. Keberadaan

magnesium juga menjadikan logam paduan dapat bekerja dengan baik pada

temperatur yang sangat rendah, di mana kebanyakan logam akan mengalami

failure pada temperatur tersebut.

c) Paduan Aluminium-Tembaga

Paduan aluminium-tembaga juga menghasilkan sifat yang keras dan kuat,

namun rapuh. Umumnya, untuk kepentingan penempaan, paduan tidak boleh

memiliki konsentrasi tembaga di atas 5,6% karena akan membentuk senyawa

CuAl2 dalam logam yang menjadikan logam rapuh.

d) Paduan Aluminium-Mangan

Penambahan mangan memiliki akan berefek pada sifat dapat dilakukan

pengerasan tegangan dengan mudah (work-hardening) sehingga didapatkan

logam paduan dengan kekuatan tensil yang tinggi namun tidak terlalu rapuh.

Selain itu, penambahan mangan akan meningkatkan titik lebur paduan

aluminium.

e) Paduan Aluminium-Seng

Paduan aluminium dengan seng merupakan paduan yang paling terkenal karena

merupakan bahan pembuat badan dan sayap pesawat terbang. Paduan ini

memiliki kekuatan tertinggi dibandingkan paduan lainnya, aluminium dengan

5,5% seng dapat memiliki kekuatan tensil sebesar 580 MPa dengan elongasi

sebesar 11% dalam setiap 50 mm bahan. Bandingkan dengan aluminium

dengan 1% magnesium yang memiliki kekuatan tensil sebesar 410 MPa namun

memiliki elongasi sebesar 6% setiap 50 mm bahan.[21]

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Heat Treatment

19

Selain jenis-jenis aluminium paduan diatas, Aluminium memiliki kelas atau

grade yang tergantung pada unsur paduan dan perlakuan panas yang dilakukkan

terhadap paduan aluminium tersebut. Grade dari aluminium dapat menunjukkan

berbagai sifat mekanik dari aluminium tersebut dari penampilan yang baik,

kemudahan fabrikasi, ketahanan korosi yang baik, mampu las yang baik dan

ketangguhan retak tinggi. Pemilihan grade aluminium yang tepat tergantung pada

aplikasi yang diperlukan dan kondisi kerja. Berikut adalah aluminium paduan yang

sesuai dengan grade dan kodefikasi yang dimiliki setiap paduan aluminium itu

sendiri.

1) Grade aluminium Seri 1xxx

Grade dari aluminium ini (1050, 1060, 1100, 1145, 1200, 1230, 1350 dll)

ditandai dengan ketahanan korosi yang sangat baik, konduktivitas termal dan

elektrik yang tinggi, sifat mekanik yang rendah, dan kemampuan kerja yang

sangat baik. Grade aluminium ini memiliki kandungan Besi dan silikonyang

besar.

2) Grade aluminium Seri 2xxx

Paduan aluminium ini (2011, 2014, 2017, 2018, 2124, 2219, 2319, 201,0;

203,0; 206,0; 224,0; 242,0 dll) memerlukan solution heat treatment untuk

mendapatkan sifat yang optimal, didalam kondisi solution heat treatment , sifat

mekanik yang mirip dengan baja karbon rendah dan kadang-kadang melebihi

sifat mekanik baja karbon rendah. Dalam beberapa contoh, proses perlakukan

panas (aging) digunakan untuk lebih meningkatkan sifat mekanik. Paduan

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Heat Treatment

20

aluminium dalam seri 2xxx tidak memiliki ketahanan korosi yang baik

ketimbang kebanyakan paduan aluminium lainnya, dan dalam kondisi tertentu

paduan ini mungkin akan terjadi korosi pada antar butir. Grade aluminium

dalam seri 2xxx ini baik untuk bagian yang membutuhkan kekuatan yang bagus

yaitu pada suhu sampai 150°C (300°F). Kecuali untuk kelas 2219, paduan

aluminium ini sudah memiliki mampu las tetapi masih terbatas. beberapa

paduan dalam seri ini memiliki kemampuan mesin yang baik.

3) Grade aluminium Seri3xxx

Paduan aluminium ini (3003, 3004, 3105, 383,0; 385,0; A360; 390,0) umumnya

memiliki ketidakmampuan panas tetapi memiliki kekuatan sekitar 20% lebih

dari paduan aluminium seri 1xxx karena hanya memiliki presentase mangan

yang sedikit (sampai sekitar 1,5%) yang dapat ditambahkan ke aluminium.

mangan digunakan sebagai elemen utama dalam beberapa paduan.

4) Grade aluminium Seri 4xxx

Unsur paduan utama dalam paduan seri 4xxx (4032, 4043, 4145, 4643 dll)

adalah silikon, yang dapat ditambahkan dalam jumlah yang cukup (hingga

12%) menyebabkan substansial menurunkan rentang lebur. Untuk alasan ini,

paduan aluminium-silikon yang digunakan dalam kawat las dan sebagai paduan

untuk menyolder digunakan untuk menggabungkan aluminium, di mana titik

lebur lebih rendah dari logam dasar yang digunakan.

5) Grade aluminium Series 5xxx

Unsur paduan utama grade aluminium ini adalah magnesium, bila digunakan

sebagai elemen paduan utama atau digabungkan dengan mangan, hasilnya

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Heat Treatment

21

adalah paduan yang memiliki kekerasan sedang hingga kekuatan yang tinggi.

Magnesium jauh lebih efektif daripada mangan sebagai pengeras - sekitar 0,8%

Mg sama dengan 1,25% Mn dan dapat ditambahkan dalam jumlah yang jauh

lebih tinggi. Paduan aluminium dalam seri ini (5005, 5052, 5083, 5086, dll)

memiliki karakteristik pengelasan yang baik dan ketahanan yang relatif baik

terhadap korosi dalam atmosfer laut.

6) Grade aluminium Seri 6xxx

Paduan aluminium dalam seri 6xxx (6061 dan 6063) mengandung silikon dan

magnesium sekitar dalam proporsi yang diperlukan untuk pembentukan

magnesium silisida (Mg2Si), sehingga membuat paduan ini memiliki mampu

perlakukan panas yang baik. Meskipun tidak sekuat pada paduan 2xxx dan

7xxx, paduan aluminium seri 6xxx memiliki sifat mampu bentuk yang baik,

mampu las , mampu mesin, dan ketahanan korosi yang relatif baik dengan

kekuatan sedang.

Untuk paduan aluminium seri 6xxx yang memiliki unsur paduan utama

Al-Mg-Si, dalam sistem klasifikasi AA dapat diperoleh paduan Al 6063 dan Al

6061. Sedangkan paduan aluminium seri 6061 adalah salah satu jenis material

yang banyak penerapannya pada industri maju karena memiliki keunggulan

dari berbagai sisi yaitu seperti kemampuan permesinan yang baik, kekuatan

yang tinggi dan ringan, serta tahan terhadap korosi.

Tabel 2.6. Komposisi Kimia Aluminium Seri 6061 (Sumber : ASM Metal Handbook Volume 9, 1992)

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Heat Treatment

22

Paduan alumunium seri 6061 berdasarkan tabel di atas maka unsur yang

memiliki komposisi paling besar serta sangat mempengaruhi sifat mekanik dari

padual alumunium seri 6061 adalah Magnesium (Mg) dan Silika (Si), sehingga

jika paduan alumunium seri 6061 diberi perlakuan panas maka yang terbentuk

adalah senyawa Mg2Si.

Tabel 2.7. Sifat mekanik alumunium seri 6061. (Sumber : Surdia, 1984)

7) Grade aluminium Seri 7xxx

Zinc jumlah dari 1% sampai 8% ) merupakan unsur paduan utama dalam

paduan aluminium seri 7xxx (7075, 7050, 7049, 710,0; 711,0 dll) dan ketika

digabungkan dengan persentase magnesium yang lebih kecil didalam perlakuan

panas yang cukup maka paduan ini akan memiliki kekuatan yang sangat tinggi.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Heat Treatment

23

Biasanya unsur-unsur lain, seperti tembaga dan kromium, juga ditambahkan

dalam jumlah kecil. paduan seri 7xxx digunakan dalam struktur badan pesawat,

peralatan besar yang bergerak dan bagian lainnya memiliki tekanan yang sangat

tinggi.

8) Grade aluminium Seri 8xxx

Seri 8xxx (8006; 8111; 8079; 850,0; 851,0; 852,0) dicadangkan untuk paduan

unsur selain yang digunakan untuk seri 2xxx sampai 7xxx. Besi dan nikel yang

digunakan untuk meningkatkan kekuatan tanpa kerugian yang signifikan dalam

konduktivitas listrik, dan begitu juga berguna dalam paduan konduktor seperti

8017. Aluminium-lithium paduan 8090, yang memiliki kekuatan dan kekakuan

yang sangat tinggi, dikembangkan untuk aplikasi ruang angkasa. Paduan

aluminium dalam seri 8000 sesuai dengan sistem penomoran A98XXX dan lain

sebagainya [4].

Penggunaan alumunium 6061 pada penelitian ini dikarenakan seri alumunium

ini merupakan salah satu material yang banyak digunakan pada bidang konstruksi,

otomotif dan pesawat. Paduan Al-Mg-Si pada seri ini diklasifikasikan pada heat-

treatable sehingga memungkinkan untuk dilakukan pengelasan serta heat treatment

pada proses pembentukannya.

2.4 GTAW (Gas Tungsten Arc Welding)

Las TIG (Tungsten Inert Gas Welding) adalah nama dalam bahasa Inggris untuk

Wolfram Inert Gas atau kalau dalam bahasa Indonesia dapat kita sebut sebagai las

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Heat Treatment

24

busur gas elektroda tungsten. Jenis las ini adalah salah satu metode yang termasuk

paling penting dalam pengerjaan baja paduan tingggi (high-alloy) dan logam bukan

besi (non-ferrous) seperti aluminium, tembaga, titanium, molibdenum dan paduan dari

padanya. Stabilitas busur yang tinggi menjadikan las TIG atau GTAW (Gas Tungsten

Arc Welding) adalah yang terbaik dari proses las listrik modern, karena penyebaran

panas yang berlebihan pada benda kerja dikurangi dengan adanya penambahan gas

pelindung inert yang sekaligus sebagai gas pendingin. Dalam pengelasan TIG, hampir

tidak ada cacat las, dan beban kesehatan karena asap las relatif rendah. Sebuah

keuntungan tertentu dari pengelasan TIG adalah bahwa juru las tidak bekerja dengan

elektroda habis sekali pakai.

Sistem pengelasan TIG terdiri dari sumber daya yang dapat dihubungkan,

dalam banyak kasus pada pengelasan arus searah atau bolakbalik, dan pembakar las

yang terhubung ke sumber arus las melalui paket selang dan kabel. Paket selang dan

kabel saat pengelasan mengalirkan pasokan gas pelindung, arus las, dan air pendingin

(untuk sistem pendingin air). Gambaran tentang las busur gas adalah cara pengelasan

dimana aliran gas pelindung menyelubungi daerah lasan dan melindunginya dari

pengaruh buruk udara atmosfer, busur las menyala diantara elektroda wolfram (tidak

mencair) dan benda kerja. Gas inert yang tidak menimbulkan reaksi kimia, seperti

Argon dan Helium atau campuran dari padanya menyelubungi sekaligus melindungi

elektroda wolfram dan kawah las dari pengaruh udara.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Heat Treatment

25

Gambar.2.5 konstuksi perangkat las GTAW (Sumber : Dadang, 2013)

Dalam pengelasan GTAW output energi panas dikeluarkan melalui elektroda

tungsten. Elektroda Tungsten merupakan elektroda pembangkir busur pada proses las

GTAW. Elektroda ini memiliki berbagai macam jenis dan karakteristik yang berbeda.

Tugas utama dari peralatan dalam perangkat las GTAW ini sangat vital sehingga perlu

sekali dipelajari oleh peserta didik, agar dapat memahami jenis dan karakteristik

macam-macam elektroda sehingga dapat memilih dan menggunakan peralatan tersebut

dengan benar [19].

a) Jenis dan Karakteristik Elektroda Tungsten

Terdapat dua jenis elektroda tungsten yaitu murni dan paduan, setiap jenis

memiliki kelebihan dan kekruangan, kelebihan dan kekurangan dari masing masing

jenis yaitu untuk elektroda tungsten murni keuntungannya harga lebih murah, pada

arus bolak-balik efek rectifier tidak ada dan busur las stabil. Kerugiannya daya nyala

rendah, kurang awet, muatan arus rendah. pada elektroda tungsten paduan

keuntungannya lebih awet, muatan arus tinggi, daya nyala lebih baik Kerugiannya

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Heat Treatment

26

lebih mahal, dengan arus bolak balik ada efek rectifier dan stabilitas busur rendah.

jenis jenis dari elektroda tungsten sendiri terbagi menjadi empat di antaranya :

1) Thoriated Tungsten Electrodes

Thoriated Tungsten merupakan tungsten yang sangat umum digunakan di

Amerika dan beberapa negara lain. Secara khusus, ia bekerja dengan baik ketika

kelebihan beban/arus. Semenjak ia beresiko radioaktif tingkat rendah banyak

pengguna beralih ke alternatif lainnya. Tungsten ini utamanya digunakan bagi

pengelasan arus DC untuk baja karbon, stainless steels, paduan nickel dan

titanium.

2) Zirconiated Tungsten Electrodes

Zirconiated Tungsten mempunyai unjuk kerja yang baik dalam pengelasan AC.

Ia memiliki busur yang lebih stabil dibandingkan Pure tungsten. Terutama

dengan kesempurnaan unjuk kerja pada beban arus AC yang tinggi. Ia juga

tahan terhadap kontaminasi dalam pengelasan AC. Zirconiated Tungsten paling

umum digunakan untuk pengelasan arus AC seperti Aluminum dan paduan

magnesium.

3) Lanthanated Tungsten Electrodes

Lanthanated Tungsten merupakan bahan non-radioactive dengan unjuk kerja

pengelasan yang baik. Konduktifitas listriknya hampir sama dengan 2%

thoriated tungsten. Welder dapat dengan mudah mengganti thoriated tungsten

electrodes with lanthanated tanpa mengubah program pengelasan. Di Eropa

dan Jepang, Lanthanated Tungsten paling populer sebagai alternatif bagi 2%

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Heat Treatment

27

Thoriated Tungsten. Tungsten ini utamanya digunakan untuk pengelasan DC

tapi juga menunjukkan hasil bagus untuk pengelasan arus AC.

4) Ceriated Tungsten Electrodes

Ceriated Tungsten adalah bahan non-radioactive. Dikenal secara khusus untuk

pengelasan arus DC dengan amper rendah karena sangat mudah dinyalahkan

dan biasanya membutuhkan arus 10% lebih kecil dari kebutuhan arus untuk

operasional bahan thoriated. Sangat populer digunakan untuk pengelasan pipa,

komponen sangat kecil serta siklus pengelasan yang pendek [19].

b) Gas Pelindung

Diudara bebas terdapat gas Nitrogen dan Oksigen. Pada temperatur tinggi satu

sama lain gas tersebut bereaksi dengan kebanyakan logam dan menimbulkan logam

oksida dan gas-gas oksida yang membahayakan kesehatan. Disamping itu pengaruh

terhadap hasil lasan sangat negatif. Terhadap pengaruh negatif tersebut maka

dengan gas yang sesuai, udara harus dijauhkan dari kawah las dan elektroda

Tungsten. Untuk itu diperlukan gas yang tidak menimbulkan reaksi kimia terhadap

logam maupun pada temperatur tinggi. Berikut di klasifikasi gas yang digunakan

sebagai inert atau pelindung pada pengelasan, di antaranya adalah:

1) Argon, dengan tingkat kemurnian ( 99,996 % ) diperoleh melalui distilasi

fraksional udara cair dari atmosfer, di mana ada sekitar 1% (0,932%) dari volum.

disediakan dengan tabung bercat biru yang mengandung 1,7, 2,0, 8,48 dan 9,66

m3 gas pada 175 atau 200 bar tekanan maksimum atau dari pasokan massal. Hal

ini digunakan sebagai gas pelindung karena tidak membentuk senyawa. Argon

adalah gas pelindung yang sangat cocok untuk logam non ferrous dan alloy.

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Heat Treatment

28

2) Karbon dioksida, CO2 diproduksi dari hasil proses industri seperti pembuatan

amonia, dari pembakaran bahan bakar dengan oksigen atau dari proses

fermentasi dalam produksi alkohol, dan tersedia dalam tabung bercat hitam

mengandung kurang lebih 35 kg CO2 cair. Karbon di oksida murni adalah gas

pelindung termurah yang biasa digunakan dalam pengelasan baja karbon rendah.

3) Helium lebih ringan daripada argon, yang memiliki berat atom 40. Ditemui

dengan jumlah yang sangat kecil di udara namun dapat ditemukan pada daerah

gas alam di Texas, Oklahoma, Kansas, Alberta, dll yang merupakan sumber

utama dalam menyediakan gas tersebut. Memerlukan laju aliran yang lebih besar

dari gas argon dan memiliki panas yang dapat menyebabkan bahaya pada

kesehatan. Biasanya di sediakan dalam tabung berwarna cokelat. Panas yang

tinggi menyebabkan helium perlu dicampurkan dengan argon, oksigen atau

karbon dioksida untuk dapat menstabilkan dr panasnya. Helium biasanya

digunakan untuk pengelasan baja tahan karat, dan baja nikel [20].

Pada penelitian ini gas pelindung yang digunakan dalam proses pengelasan

yaitu gas argon (99,99%) dimana gas tersebut mempunyai karakteristik tidak berbau,

tidak berwarna, tidak berasa, mudah larut dalam air, dan bukan gas yang mudah

terbakar. Tidak mudah terbakar sangat penting dalam hal ini dikarenakan dalam

pengelasan logam dengan kampuh 70° memerlukan pengelasan lebih dari satu lasan

yang menyebabkan panas terlalu tinggi, gas argon dapat mencegah pemanasan yang

terlalu tinggi pada logam las [19].

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Heat Treatment

29

c) Logam pengisi

Pemilihan bahan tambah TIG tergantung dari logam dasar (base metal) yang

akan dilas. Biasanya filler rod dibuat dari logam yang komposisinya lebih unggul

dibanding logam dasar. Mengingat dalam proses pengelasan ada beberapa unsur

logam yang berkurang atau bertransformasi strukturnya sehingga berdampak pada

pengurangan sifat-sifat mekanik logam. Filler metal harus dibuat komposisinya

lebih unggul agar mampu mengatasi dampak-dampak tersebut diatas. Batang

pengisi untuk las TIG diberi umpan secara manual oleh tangan yang kedua

sedangkan yang pertama memegang pembakar las (torch). logam pengisi menurut

AWS dibagi menjadi beberapa jenis diantaranya:

a) Untuk Mengelas Baja Karbon

Kode ER70S-2, ER70S-6 dan beberapa pilihan ER70S-seri lainnya dengan

angka yang berbeda di akhir. Masing-masing mewakili resep aditif kimia dalam

logam pengisi untuk mengatasi kondisi tertentu dari logam (misalnya kotor atau

bersih) atau jenis sendi yang dilas. Klasifikasi filler rod diatas digunakan untuk

mengelas pipa berdiameter kecil dan pelat baja, maupun lajur akar (root pass)

pada pengelasan pipa.

b) Untuk Mengelas Logam Stainless Steel

Filler rod dengan kode ER308 dan ER308L merupakan filler rod yang paling

umum digunakan untuk mengelas stainless steel tipe 304 maupun tipe seri 300

lainnya, yang secara luas digunakan di bidang manufaktur. ER309 dan ER309L

digunakan untuk pengelasan logam induk yang berbeda (dissimilar). Dapat

menangani panas tinggi serta memiliki ketahanan korosi yang baik. ER316 dan

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Heat Treatment

30

ER316L umumnya digunakan untuk bejana tekan, katup, peralatan kimia dan

aplikasi dilaut. Huruf " L " mengacu pada ekstra karbon rendah dalam batang

(kurang dari 0,8%), yang membantu bahkan lebih dalam mencegah korosi.

c) Untuk Mengelas Logam Aluminium

Filler rod dengan kode ER4043 digunakan untuk mengelas paduan aluminium

seri 6000, bersama dengan sebagian besar paduan cor lainnya. Cocok

digunakan untuk mengelas komponen otomotif seperti rangka, poros

penggerak, dan rangka sepeda. ER5356 merupakan filler rod paduan

Aluminium magnesium yang baik dugunakan untuk mengelas paduan

Aluminium cor dan tempa. Umumnya direkomendasikan untuk pengelasan

paduan Aluminium seri 5000 atau 6000 [19].

Penggunaan gas argon pada pengelasan ini dilakukan sebagai gas pelindung

karena tidak membentuk senyawa, serta cocok digunakan untuk non ferrous dan alloy.

Selain penggunaan elektroda tungsten dan argon, Filler rod dengan kode ER4043

digunakan karena lebih mudah didapatkan dipasaran.

2.5 Struktur Mikro

Mengingat pada penelitian ini di lakukan pengujian mikro struktur maka sedikit

di paparkan tentang mikro struktur. Logam umumnya dibangun dari sejumlah besar

kristal (butir disebut seperti biji-bijian pasir di pantai) yang terdiri dari satu atau lebih

fase. Umumnya berukuran kecil, berkisar mulai dari 10 untuk µm, namun ada juga

dengan ukuran berkisar dari nm ke cm, susunan logam berukuran mikroskopis inilah

yang di sebut mikro struktur dan hanya dapat diamati menggunakan mikroskop.

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Heat Treatment

31

Struktur mikro dari ukuran butir ini mempengaruhi tingkat kekuatan material

berdasarkan ukuran butirnya. Ukuran butir tidak dapat digunakan untuk mengontrol

kekuatan pada alumunium atau paduannya namun hal ini digunakan untuk mengurangi

resiko terjadinya retak panas. Umumnya, pertambahan besar ukuran butir akan

menurunkan tingkat kekuatan luluh (yield strength) dan kekuatan tarik maksimal

(ultimate tensile strength), fenomena ini lebih dikenal dengan persamaan hail and fatch

[18]. Bentuk butiran aluminium dapat dilihat pada Gambar 2.6

Gambar 2.6 Struktur mikro alumunium 6061

(Sumber : Abdillah, 2013)

Pengamatan lebih jauh pada struktur mikro dapat menggunakan elektron

sebagai probe untuk menscan permukaan material yang biasa disebut scanning electron

microscope (SEM), cara lain dapat dilakukan dengan membuat foil yang sangat tipis

tebal berukuran sekitar 100 nm, dan mengamati materi menggunakan transmission

electron microscope (TEM).

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Heat Treatment

32

Pada proses pengamatan struktur mikro, pengujian ini menggunakan scanning

electron microscope (SEM) untuk mengidentifikasi prespitasi yang terjadi serta

mengetahui perubahan fasa pada spesimen yang dilakukan proses artificial aging

dengan variasi temperatur yang dapat merubah sifat mekanisnya.

2.6 Pengujian Tarik

Mengingat dalam pengelitian ini dilakukan pengujian tarik, maka sedikit

diaparkan tentang kekuatan tarik logam. Deformasi bahan yang disebabkan oleh beban

tarik statis adalah dasar dari pengujian-pengujian dan studi mengenai kekuatan tarik

bahan, hal ini disebabkan beberapa alasan yaitu mudah dilakukan, menghasilkan

tegangan uniform pada penampang, dan kebanyakan bahan mempunyai kelemahan

untuk menerima beban tegangan tarik pada penampang. Maka dalam pengujian bahan

industri terhadap bahan – bahan, kekuatan ditentukan dengan menggunakan penarikan

statik. Pengujian tarik adalah suatu metode yang digunakan untuk menguji kekuatan

suatu bahan/material dengan cara memberikan beban gaya yang berlawanan arah

dalam satu garis lurus. Pengujian uji tarik digunakan untuk mengukur ketahanan suatu

material terhadap gaya statis yang diberikan secara lambat. Pemberian beban pada

kedua arah sumbunya diberi beban yang sama besarnya. Beban yang diberikan pada

bahan yang di uji ditransmisikan pada pegangan bahan yang di uji. Dimensi dan ukuran

pada benda uji disesuaikan dengan standar baku pengujian.

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Heat Treatment

33

Gambar 2.7 Standart dimensi uji tarik (Sumber : ASTM E8, 2010)

Gambar 2.8 Profil data pengujian tarik

(Sumber : Sastranegara, 2009)

Dari gambar di atas dapat diuraikan dengan pengertian berikut ini :

a) Batas elastis σE (elastic limit) yaitu dinyatakan pada titik A dimana bila bahan

diberi beban sampai di titik A kemudian bebannya dihilangkan bahan tersebut

kembali ke kondisi semula pada titik O dan bila bahan diberi beban melebihi titik

A bahan akan mengalami perubahan permanen atau hukum Hooke tidak lagi

berlaku.

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Heat Treatment

34

b) Batas proporsional σP (proportional limit) yaitu batas di mana penerapan hukum

Hooke masih bisa di tolelir.

c) Deformasi plastis (plastic deformation) yaitu batas dimana bahan mengalami

perubahan bentuk dan tidak dapat kembali ke bentuk semula.

d) Tegangan luluh atas σuy (upper yield stress) yaitu peralihan deformasi elastis ke

plastis atau tegangan maksimum sebelum bahan memasuki fase daerah landing.

e) Tegangan luluh bawah σly (lower yield stress) yaitu tegangan rata-rata daerah

landing sebelum memasuki fase deformasi plastis.

f) Regangan luluh εy (yield strain) yaitu regangan permanen saat bahan akan

memasuki fase deformasi plastis.

g) Regangan elastis εe (elastic strain) yaitu regangan yang diakibatkan perubahan

elastis bahan (pada saat beban dilepaskan regangan ini akan kembali ke posisi

semula).

h) Regangan plastis εp (plastic strain) yaitu regangan yang diakibatkan perubahan

plastis bahan (pada saat beban dilepaskan regangan ini tetap tinggal sebagai

perubahan permanen bahan).

i) Tegangan tarik maksimum TTM σB (UTS, ultimate tensile strength) yaitu besar

tegangan maksimum yang didapatkan dalam uji tarik.

j) Kekuatan patah (breaking strength) yaitu besar tegangan di mana bahan yang di

uji patah.

k) Kelenturan (ductility) yaitu sifat mekanik bahan yang menunjukkan derajat

deformasi plastis yang terjadi sebelum bahan putus atau gagal pada uji tarik.

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Heat Treatment

35

l) Derajat kelentingan (resilience) yaitu kapasitas suatu bahan menyerap energi

dalam fase perubahan elastis.

m) Derajat ketangguhan (toughness) yaitu kapasitas suatu bahan menyerap energi

dalam fase plastis sampai bahan tersebut putus.

n) Modulus elastisitas (E) yaitu nilai yang menunjukkan tingkat kekakuan bahan

material (mudah atau tidak bahan mengalami deformasi plastis) [31].

Pengujian tarik dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat spesimen yang digunakan

dengan cara menarik spesimen secara vertikal, dengan standar uji spesimen ASTM E8

kita akan segera mengetahui bagaimana bahan tersebut bereaksi terhadap tenaga

tarikan dan mengetahui sejauh mana material itu bertahan hingga terputus oleh data

yang dihasilkan.

2.7 Pengujian Elektrokimia

Elektrokimia adalah ilmu yang mempelajari hubungan sebuah bahan kimia

dengan kelistrikan (elektro). Metode ini dapat ditemukan pada sel volta basah (aki

basah). Metode elektrokimia juga dapat digunakan untuk mengukur laju korosi dengan

mengukur beda potensial objek hingga didapat perbedaan potensial, sehingga laju

korosi yang terjadi dapat diukur setelah selisih potensial tersebut diketahui, metode ini

digunakan untuk mengetahui tingkat pengkorosian sebuah logam. Kelebihan dari

metode ini ialah pengukuran laju korosi tidak perlu mengurangi tebal lapisan korosi.

Dengan mengalirkan tegangan kostan pada suatu material dapat diketahui arus yang

terjadi per satuan luas (kerapatan arus), disisi lain metode ini juga mempunyai

kelemahan. Kelemahan metode ini adalah tidak dapat menggambarkan secara pasti laju

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Heat Treatment

36

korosi yang terjadi secara akurat karena hanya dapat mengukur laju korosi hanya pada

waktu tertentu saja. Baik secara umur logam maupun perlakuan panas yang telah

diaplikasikan pada logam tidak dapat diketahui [32].

Gambar 2.9 Susunan sel elektrolisis

(Sumber : Brown, et al. 2015)

Korosi yang di berdasarkan proses elektro-kimia (electrochemical process)

terdiri dari 4 komponen utama yaitu:

a) Anode (Anoda)

Anoda biasanya terkorosi dengan melepaskan elektron-elektron dari atom- atom

logam netral untuk membentuk ion- ion yang bersangkutan. Ion-ion ini mungkin

tetap tinggal dalam larutan atau bereaksi membentuk hasil korosi yang tidak larut.

Reaksi pada anoda dapat dituliskan dengan persamaan :

M → MZ+ + ze−

Dengan z adalah valensi logam dan umumnya z = 1, 2, atau 3

b) Cathode (Katoda)

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Heat Treatment

37

Katoda biasanya tidak mengalami korosi, walaupun mungkin menderita kerusakan

dalam kondisi-kondisi tertentu. Reaksi yang terjadi pada katoda berupa reaksi

reduksi. Reaksi pada katoda tergantung pada pH larutan yang bersangkutan, seperti

:

1) pH < 7 ∶ H+ + e− → H ( atom )

2H → H2 ( gas )

2) pH ≥ 7 ∶ 2H2O + O2 + 4e− − 4OH−

c) Elektrolit

Elektrolit adalah larutan yang mempunyai sifat menghantarkan listrik. Elektrolit

dapat berupa larutan asam, basa dan larutan garam. Larutan elektrolit mempunyai

peranan penting dalam korosi logam karena larutan ini dapat menjadikan kontak

listrik antara anoda dan katoda.

d) Anoda dan Katoda harus terhubung secara elektris

Antara anoda dan katoda harus ada hubungan listrik agar arus dalam sel korosi dapat

mengalir. Hubungan secara fisik tidak diperlukan jika anoda dan katoda merupakan

bagian dari logam yang sama [33].

Pengujian polarisasi dilakukan guna mengetahui kelajuan korosi akibat proses

pengelasan dan perlakuan panas, sehingga didapatkan hasil yang terbaik dari

penggunaan variasi temperatur dengan proses artificial aging.