mengenal perlakuan panas (heat treatment) pada baja.doc

39
Saturday, August 23, 2008 Perlakuan Panas MENGENAL PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT) PADA BAJA Oleh Okasatria Novyanto Sifat mekanik tidak hanya tergantung pada komposisi kimia suatu paduan, tetapi juga tergantung pada strukturmikronya. Suatu paduan dengan komposisi kimia yang sama dapat memiliki strukturmikro yang berbeda, dan sifat mekaniknya akan berbeda. Strukturmikro tergantung pada proses pengerjaan yang dialami, terutama proses laku-panas yang diterima selama proses pengerjaan. Proses laku-panas adalah kombinasi dari operasi pemanasan dan pendinginan dengan kecepatan tertentu yang dilakukan terhadap logam atau paduan dalam keadaan padat, sebagai suatu upaya untuk memperoleh sifat-sifat tertentu. Proses laku-panas pada dasarnya terdiri dari beberapa tahapan, dimulai dengan pemanasan sampai ke temperatur tertentu, lalu diikuti dengan penahanan selama beberapa saat, baru kemudian dilakukan pendinginan dengan kecepatan tertentu. Secara umum perlakukan panas (Heat treatment) diklasifikasikan dalam 2 jenis : 1. Near Equilibrium (Mendekati Kesetimbangan) Tujuan umum dari perlakuan panas jenis Near Equilibrium ini diantaranya adalah untuk : melunakkan struktur kristal, menghaluskan butir, menghilangkan tegangan dalam dan memperbaiki machineability. Jenis dari perlakukan panas Near Equibrium, misalnya : Full Annealing (annealing), Stress relief Annealing, Process annealing, Spheroidizing, Normalizing dan Homogenizing. 2. Non Equilirium (Tidak setimbang) Tujuan umum dari perlakuan panas jenis Non Equilibrium ini adalah untuk mendapatkan kekerasan dan kekuatan yang lebih tinggi. Jenis dari perlakukan panas Non Equibrium, misalnya : Hardening, Martempering, Austempering, Surface Hardening (Carburizing, Nitriding, Cyaniding, Flame hardening, Induction hardening)

Upload: chrisp-johan

Post on 26-Oct-2015

264 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

MENGENAL PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT) PADA BAJA

TRANSCRIPT

Page 1: MENGENAL PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT) PADA BAJA.doc

Saturday, August 23, 2008

Perlakuan Panas

MENGENAL PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT) PADA BAJAOleh Okasatria Novyanto

Sifat mekanik tidak hanya tergantung pada komposisi kimia suatu paduan, tetapi juga tergantung pada strukturmikronya. Suatu paduan dengan komposisi kimia yang sama dapat memiliki strukturmikro yang berbeda, dan sifat mekaniknya akan berbeda. Strukturmikro tergantung pada proses pengerjaan yang dialami, terutama proses laku-panas yang diterima selama proses pengerjaan.Proses laku-panas adalah kombinasi dari operasi pemanasan dan pendinginan dengan kecepatan tertentu yang dilakukan terhadap logam atau paduan dalam keadaan padat, sebagai suatu upaya untuk memperoleh sifat-sifat tertentu. Proses laku-panas pada dasarnya terdiri dari beberapa tahapan, dimulai dengan pemanasan sampai ke temperatur tertentu, lalu diikuti dengan penahanan selama beberapa saat, baru kemudian dilakukan pendinginan dengan kecepatan tertentu.Secara umum perlakukan panas (Heat treatment) diklasifikasikan dalam 2 jenis :1. Near Equilibrium (Mendekati Kesetimbangan)Tujuan umum dari perlakuan panas jenis Near Equilibrium ini diantaranya adalah untuk : melunakkan struktur kristal, menghaluskan butir, menghilangkan tegangan dalam dan memperbaiki machineability. Jenis dari perlakukan panas Near Equibrium, misalnya : Full Annealing (annealing), Stress relief Annealing, Process annealing, Spheroidizing, Normalizing dan Homogenizing.2. Non Equilirium (Tidak setimbang)Tujuan umum dari perlakuan panas jenis Non Equilibrium ini adalah untuk mendapatkan kekerasan dan kekuatan yang lebih tinggi. Jenis dari perlakukan panas Non Equibrium, misalnya : Hardening, Martempering, Austempering, Surface Hardening (Carburizing, Nitriding, Cyaniding, Flame hardening, Induction hardening)

Sebelum kita membahas lebih jauh lagi tentang perlakuan panas, tidak ada salahnya jika kita sedikit mereview kembali (mengulang kembali) pengetahuan kita tentang Diagram Near Equilibrium Ferrite-Cementid (Fe-Fe3C)

Page 2: MENGENAL PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT) PADA BAJA.doc

Penekanan kita terletak pada Struktur mikro, garis-garis dan Kandungan Carbon.Kandungan Carbon0,008%C = Batas kelarutan maksimum Carbon pada Ferrite pada temperature kamar0,025%C = Batas kelarutan maksimum Carbon pada Ferrite pada temperature 723 Derajat Celcius0,83%C = Titik Eutectoid2%C = Batas kelarutan Carbon pada besi Gamma pada temperature 1130 Derajat Celcius4,3%C = Titik Eutectic0,1%C = Batas kelarutan Carbon pada besi Delta pada temperature 1493 Derajat CelciusGaris-garisGaris Liquidus ialah garis yang menunjukan awal dari proses pendinginan (pembekuan).Garis Solidus ialah garis yang menunjukan akhir dari proses pembekuan (pendinginan).Garis Solvus ialah garis yang menunjukan batas antara fasa padat denga fasa padat atau solid solution dengan solid solution.Garis Acm = garis kelarutan Carbon pada besi Gamma (Austenite)Garis A3 = garis temperature dimana terjadi perubahan Ferrit menjadi Autenite (Gamma) pada pemanasan.Garis A1 = garis temperature dimana terjadi perubahan Austenite (Gamma) menjadi Ferrit pada pendinginan.Garis A0 = Garis temperature dimana terjadi transformasi magnetic pada Cementid.Garis A2 = Garis temperature dimana terjadi transformasi magnetic pada Ferrite.Struktur mikroFerrite ialah suatu komposisi logam yang mempunyai batas maksimum kelarutan Carbon 0,025%C pada temperature 723 Derajat Celcius, struktur kristalnya BCC (Body Center Cubic) dan pada temperature kamar mempunyai batas kelarutan Carbon 0,008%C.Austenite ialah suatu larutan padat yang mempunyai batas maksimum kelarutan Carbon 2%C pada temperature 1130 Derajat Celcius, struktur kristalnya FCC (Face Center Cubic).Cementid ialah suatu senyawa yang terdiri dari unsur Fe dan C dengan perbandingan tertentu (mempunyai rumus empiris) dan struktur kristalnya Orthohombic.Lediburite ialah campuran Eutectic antara besi Gamma dengan Cementid yang dibentuk

Page 3: MENGENAL PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT) PADA BAJA.doc

pada temperature 1130 Derajat Celcius dengan kandungan Carbon 4,3%C.Pearlite ialah campuran Eutectoid antara Ferrite dengan Cementid yang dibentuk pada temperature 723 Derajat Celcius dengan kandungan Carbon 0,83%C.

Dari sedikit penjelasan diatas dapat kita tarik benang merah bahwa secara umum laku panas dengan kondisi Near Equilibrium itu dapat disebut dengan anneling.Anneling ialah suatu proses laku panas (heat treatment) yang sering dilakukan terhadap logam atau paduan dalam proses pembuatan suatu produk. Tahapan dari proses Anneling ini dimulai dengan memanaskan logam (paduan) sampai temperature tertentu, menahan pada temperature tertentu tadi selama beberapa waktu tertentu agar tercapai perubahan yang diinginkan lalu mendinginkan logam atau paduan tadi dengan laju pendinginan yang cukup lambat. Jenis Anneling itu beraneka ragam, tergantung pada jenis atau kondisi benda kerja, temperature pemanasan, lamanya waktu penahanan, laju pendinginan (cooling rate), dll. Sehingga kita akan mengenal dengan apa yang disebut : Full Annealing (annealing), Stress relief Annealing, Process annealing, Spheroidizing, Normalizing dan Homogenizing.1. Full annealing (annealing)Merupakan proses perlakuan panas untuk menghasilkan perlite yang kasar (coarse pearlite) tetapi lunak dengan pemanasan sampai austenitisasi dan didinginkan dengan dapur, memperbaiki ukuran butir serta dalam beberapa hal juga memperbaiki machinibility.Pada proses full annealing ini biasanya dilakukan dengan memanaskan logam sampai keatas temperature kritis (untuk baja hypoeutectoid , 25 Derajat hingga 50 Derajat Celcius diatas garis A3 sedang untuk baja hypereutectoid 25 Derajat hingga 50 Derajat

Page 4: MENGENAL PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT) PADA BAJA.doc

Celcius diatas garis A1). Kemudian dilanjutkan dengan pendinginan yang cukup lambat (biasanya dengan dapur atau dalam bahan yang mempunyai sifat penyekat panas yang baik).Perlu diketahui bahwa selama pemanasan dibawah temperature kritis garis A1 maka belum terjadi perubahan struktur mikro. Perubahan baru mulai terjadi bila temperature pemanasan mencapai garis atau temperature A1 (butir-butir Kristal pearlite bertransformasi menjadi austenite yang halus). Pada baja hypoeutectoid bila pemanasan dilanjutkan ke temperature yang lebih tinggi maka butir kristalnya mulai bertransformasi menjadi sejumlah Kristal austenite yang halus, sedang butir Kristal austenite yang sudah ada (yang berasal dari pearlite) hampir tidak tumbuh. Perubahan ini selesai setelah menyentuh garis A3 (temperature kritis A3). Pada temperature ini butir kristal austenite masih halus sekali dan tidak homogen. Dengan menaikan temperature sedikit diatas temperature kritis A3 (garis A3) dan memberI waktu penahanan (holding time) seperlunya maka akan diperoleh austenite yang lebih homogen dengan butiran kristal yang juga masih halus sehingga bila nantinya didinginkan dengan lambat akan menghasilkan butir-butir Kristal ferrite dan pearlite yang halus.Baja yang dalam proses pengerjaannya mengalami pemanasan sampai temperature yang terlalu tinggi ataupun waktu tahan (holding time) terlalu lama biasanya butiran kristal austenitenya akan terlalu kasar dan bila didinginkan dengan lambat akan menghasilkan ferrit atau pearlite yang kasar sehingga sifat mekaniknya juga kurang baik (akan lebih getas). Untuk baja hypereutectoid, annealing merupakan persiapan untuk proses selanjutnya dan tidak merupakan proses akhir.2. NormalizingMerupakan proses perlakuan panas yang menghasilkan perlite halus, pendinginannya dengan menggunakan media udara, lebih keras dan kuat dari hasil anneal.Secara teknis prosesnya hampir sama dengan annealing, yakni biasanya dilakukan dengan memanaskan logam sampai keatas temperature kritis (untuk baja hypoeutectoid , 50 Derajat Celcius diatas garis A3 sedang untuk baja hypereutectoid 50 Derajat Celcius diatas garis Acm). Kemudian dilanjutkan dengan pendinginan pada udara. Pendinginan ini lebih cepat daripada pendinginan pada annealing.3. SpheroidizingMerupakan process perlakuan panas untuk menghasilkan struktur carbida berbentuk bulat (spheroid) pada matriks ferrite. Pada proses Spheroidizing ini akan memperbaiki machinibility pada baja paduan kadar Carbon tinggi. Secara sederhana dapat dijelaskan sebagai berikut : bahwa baja hypereutectoid yang dianneal itu mempunyai struktur yang terdiri dari pearlite yang “terbungkus” oleh jaringan cemented. Adanya jaringan cemented (cemented network) ini meyebabkan baja (hypereutectoid) ini mempunyai machinibility rendah. Untuk memperbaikinya maka cemented network tersebut harus dihancurkan dengan proses spheroidizing.Spheroidizing ini dilaksanakan dengan melakukan pemanasan sampai disekitar temperature kritis A1 bawah atau sedikit dibawahnya dan dibiarkan pada temperature tersebut dalam waktu yang lama (sekitar 24 jam) baru kemudian didinginkan. Karena berada pada temperature yang tinggi dalam waktu yang lama maka cemented yang tadinya berbentuk plat atau lempengan itu akan hancur menjadi bola-bola kecil (sphere) yang disebut dengan spheroidite yang tersebar dalam matriks ferrite.4. Process Annealing

Page 5: MENGENAL PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT) PADA BAJA.doc

Merupakan proses perlakuan panas yang ditujukan untuk melunakkan dan menaikkan kembali keuletan benda kerja agar dapat dideformasi lebih lanjut. Pada dasarnya proses Annealing dan Stress relief Annealing itu mempunyai kesamaan yakni bahwa kedua proses tersebut dilakukan masih dibawah garis A1 (temperature kritis A1) sehingga pada dasarnya yang terjadi hanyalah rekristalisasi saja.5. Stress relief AnnealingMerupakan process perlakuan panas untuk menghilangkan tegangan sisa akibat proses sebelumnya. Perlu diingat bahwa baja dengan kandungan karbon dibawah 0,3% C itu tidak bisa dikeraskan dengan membuat struktur mikronya berupa martensite. Nah, bagaimana caranya agar kekerasannya meningkat tetapi struktur mikronya tidak martensite? Ya, dapat dilakukan dengan pengerjaan dingin (cold working) tetapi perlu diingat bahwa efek dari cold working ini akan timbu yang namanya tegangan dalam atau tegangan sisa dan untuk menghilangkan tegangan sisa ini perlu dilakukan proses Stress relief Annealing.

BESI vs BAJAby gendis (03/09/2008 - 04:49) Perbedaan Besi dan Baja

 

 

Perbedaan besi dan baja terletak pada kandungan paduan karbon (C) yang akan

menentukan sifat-sifat lain dari besi dan baja tersebut. Paduan baja yang mengandung

lebih banyak karbon dari nilai komersialnya dapat dinamakan besi. Kandungan karbon

pada beberapa jenis baja mencapai 0,04 persen sampai 2,0 persen. Besi tuang, besi tuang

maleable, pig iron mengandung jumlah karbon sekiar 2-4 persen. Tetapi ada juga besi

yang tidak mengandung karbon yaitu white-heart malleable iron.

Pembuatan bahan baku besi dan baja dapat dilakukan dalam blast furnace ang

menghasilkan pig iron. Pembuatan langsung juga dapat dilakukan dengan alat revolving

kiln yang menghasilkan  spong iron.

Paduan baja dan besi dapat dikelompokan dalam ferroalloys. Paduan ini dapat

menghasilkan jenis-jenis baja. Jumlah paduan yang diunakan dalam pembuatan besi dan

baja bervariasi hingga mengandung 20 sampai 80 persen dari elemen paduan. Paduan ini

seperti Mangan, Silkon , dan Cromium.

Page 6: MENGENAL PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT) PADA BAJA.doc

 

Sejarah

 

Teknik peleburan logam telah ada sejak zaman Mesir kuno pada tahun 3000 SM.

Bahkan pembuatan perhiasan dari besi telah ada pada zaman sebelumnya. Proses

pengerasan pada besi dengan heat treatment mulai diperkenalkan untuk pembuatan

senjata pada zaman Yunani 1000 SM.

Proses pemaduan yang dibuat mulai ada sejak abad 14 yang diklasifikasikan sebagai besi tempa. Proses ini dilakkan dengan pemanasan sejumlah besar bijih besi dan charchoal dalam tungku atau furnance. Dengan proses ini bijih besi mengalami reduksi menjadi besi sponge metalik yang terisi oleh slag yang merupakan campuran dari pengotor metalik dan abu charcoal. Spone iron ini dipindahkan dari furnance pada saat masih bercahaya dan diselimuti oleh slag yang tebal lalu slagnya dihilangkan untuk memperkuat besi. Pembuatan besi meggunakan metode ini menghasilkan kandingan slag sekiar 3 persen dan 0,1 persen pengotor lain. Kadang kala hasil produksi dengan metode ini menghasilkan baja bukannya besi tempa. Parapembuat besi belajar untuk membuat baja dengan memanaskan besi tempa dan charcoal pada boks yang terbuat dar tanah liat selama beberapa hari. Dengan proses ini besi akan menyerap cukup karbon untuk menjadi baja sebenarnya.

            Setelah abad ke 14 tungku atau furnance yang digunakan mulai mengalami

peningkatan ukuran dan  draft yang digunakan untuk pembakaran gas melewati “charge,”

pada pencampuran material mentah. Pada tungku yang lebih besar ini, bijih besi pada

bagian bagian atas furnance akan direduksi pertama kali direduksi menjadi besi metalik

dan menghasilkan banyak karbon sebagai hasil dari serangan gas yang dilewatinya. Hasil

dari furnance ini adalah pig iron, yaitu paduan yang meleleh pada temperatur rendah. Pig

iron akan dproses lebih lanjut untuk membuat baja.

            Pembuatan baja modern menggunakan blast furnance yang juga digunakan untuk

memurniakan besi oleh pembuat besi yang lamapu. Proses pemurnian besi cair dengan

peledakan udara diakui oleh penemu Inggris Sir Henry Bessemer yang mengembangkan 

Bessemer furnance, atau pengkonversi, pada tahun 1855. Sejak tahun 1960 telah

diproduksi baja dari besi bekas secara kecil-kecilan pada furnance elektrik, sehingga

dinamakan mini mills. Mini mills adalah komponen yang sangat sangat penting bagi

Page 7: MENGENAL PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT) PADA BAJA.doc

produksi baja Amerika. Mills yang lebih besar digunakan pada produksi baja dari bijih

besi.

 

Produksi Pig Iron

 

Bahan bakudasar dari produksi pig iron adalah bijih besi, coke, dan lim stone.

Coke dibakar sebagai bahan bakar pada furnance. Ketika coke terbakar, coke

memberikan  karbon monoksida, yang digukombinasikan dengan iron oksida pada bijih

besi, sehingga mereduksi menjadi besi metalik.

Reaksi dasar dalam blsat furnance yaitu Fe2O3 + 3CO = 3CO2 + 2Fe. Limestone pada

furnace berfungsi sebagai sumber carbon monoksida tambahan yang digunakan sebagai

fluks yang dkombinasikan dengan silika infusible yang ada pada bijih besi untuk

membentuk fusible calsium silikat. Tanpa limstone, iron silikat tidak mungkin terbentuk,

sehingga metalik iron juga tidak terbentuk. Kalsium silikat ditambah pengotor lain

membentuk slag yang akan mengambang pada lelehan metal pada bian belakang tungku.

Pig iron biasa yang diproduksi blast furnance mengandung 92 persen besi, 3-4 persen

karbon, 0,5-3,0 persen silikon, 0,25-2,5 persen mangan, 0,04-2,0 persen fospor, dan

sulfur.

Blast furnance (tanur tinggi) beroprasi secara kontinu. Material yang akan dimasukan

dibagi mejadi bagian-bagian kecil pengisian yang dimasukan ke furnance dengan waktu

10-15 setiap pemasukan. Slag dibuang dari permukaan setiap dua jam dan besi yang

dihasilkan dituang sebanyak lima kali sehari.

 

            Blast furnance yang umum terdiri dari baja silinder yang dilapisi dengn batu tahan

api (refraktori), yang tidak mengandung logam seperti batu bata tahan api. Lapisan

diperuncing pada bagian atas dan bagian bawah. Bagian terlebar dari furnance adalah ¼

bagian dari bawah. Porsi yang lebih rendah, disebut bosh yang dilengkapi dengan

beberapa pipa pembuka atau tuyeres yang dilewati tiupan aliran ledakan udara. Dekat

Page 8: MENGENAL PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT) PADA BAJA.doc

dasar dari bosh terdapat lubang tempat mengalirnya lelehan logam pig iron ketika

furnance dituang (tapped). Dan diatas lubang ini tetapi dibawah tuyeres terdapat lubang

lain untuk mengeluaarkan slag. Puncak furnance yang memiliki tnggi sekiar 27 m,

mengandung pipa udara untuk pembuangan gas dan sepasang hoppers berbentuk katup

dengan pengungkit untuk tempat pengisian material yang akan dicor.

Udara yang akan digunakan dalam blast furnance dipreheat hinga mencapai temperatur 540° dan 870° C. Pemanasan dilakukan menggunakan kompor dengan silinder yang menggunakan bata tahan  api yang disusun. Bata pada kompor dipanaskan selama beberapa jam dengan membakar gas blast furnance, gas buangan dari bagian atas tungku. Kemudian api dimatikan dan udara ditiupkan melalui kompor ke blast furnance. Total berat gas yang digunakan adalah lebih banyak sedikit dari jumlah berat material dari material mentah yang dipakai.

            Perkembangan yang penting dalam teknologi tanur tinggi (blast furnance)

diperkenalkan setelah perang dunia kedua dengan mengecilkan aliran gas dari fentilasi

furnance. Tekanan didalam furnance sebesaar 1,7 atm atau lebih. Teknik pengepresan

dapat membuat pembakaran lebih baik dari coke dan menghasilkan hasil pig iron yang

besar pula. Output yang dihasilkan dengan metode pengepresan 25 prersen lebih banyak

daripada metode biasa. Hasil yang lebih juga telah dicoba dengan menambahkan oksigen

pada udara blast furnance.

            Proses penuangan logam cair melalui saluran dekat bosh bagian bawah dan logam

cair akan melewati saluran runner tanah liat, lalu ke saluran bata yang lebih besar sebagai

penampug yang berupa ladle atau kereta mobil yang dapat menampung sebanyak 100 ton

metal. Slag yang mungkin mengalir dari furnance bersama logam di ambil dengan

gayung sebelum masuk ke penampung. Penampung dari lelehan  peig iron kemudian

diantar ke toko pembuat baja.

            Pada zaman sekarang, blast furnance dioprasikan dengan dihubungkan ke tungku

basic oksigen, dan kadang-kadang pembuatan besi menjadi satu bagian dari rencana

poduksi baja. Dalam rencana itu lelehan pig iron digunakan untuk mengisi tungku 

pembuatan baja. Lelehan metal dari beberapa blast furnance dapat dicampur dalam satu

ladle yang besar sebelum diolah kembali menjadi baja untuk meminimalisasi

ketidakhomogenan komposisi dalam peleburan masing-masing.

Page 9: MENGENAL PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT) PADA BAJA.doc

 

Metode Lain untuk Pemurnian Besi

 

            Hampir semua besi dan baja diproduksi dengan menggunakan pig iron dengan

proses blast furnance, tetapi ada metode lain yang digunakan dalam pembuatan baja dan

besi yaitu metode pembuatan langsung besi dan baja dari bijih besi tanpa pembuaan pig

iron. Pada proses ini bijih besi dan coke dicampur pada alat pencampur yang disebut

revolving kiln, dan dipanaskan sampai temperatur 9500C. Carbon monoksida diberikan

dari hasil pemanasan coke seperti pada blast furnance dan mereduksi oksida dari bijih

besi menjadi besi metalik. Proses reaksi kedua pada blast furnance tidak terjadi sehingga

terbentuk sponge iron. Spong iron memiliki kemurnian yang lebih tinggi dari pada

daripada pig iron. Besi murni juga didapat dari proses elektrolisis, tetapi proses

elektrolisis tidak digunakan untuk mendapatkan besi secara komersil.

           

Proses Perapian Terbuka untuk Pembuatan Baja

 

            Produksi baja dari pig iron terdiri dari pembakaran karbon yang berlebih dan

pengotor lainnya yang ada pada besi. Kesulitan dari produksi baja adalah tingginya suhu

pelelehan, yaitu sekitar 13700C yang tidak bisa dicapai menggunakan bahan bakar yang

umum digunakan untuk pembuatan besi. Untuk mengurangi keslitan ini maka

dikembangkan teknologi proses perapian terbuka, furnance pada teknologi ini dapat

bekerja pada suhu tinggi dengan regeneratif preheating pada gas dan udara yang

digunakan untuk pembakaran di dalam furnance (tungku). Dengan regeneratif preheaing,

gas pembuangan dari furnance dialirkan dalam suatu tempat yang mengandung banyak

bata dan memberikan kebanyakan dari panas yang dihasilkan pada bata. Lalu kembali

dialirkan sepanjang furnance sehingga bahan bakar, dan udara melewati tempat pemanas

sehingga dapat terpanaskan oleh bata yang telah menyerap panas. Melalui teknologi ini

furnance dapat menghasilkan panas sebesar 16500C.

Page 10: MENGENAL PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT) PADA BAJA.doc

            Furnance tersebut biasanya tersusun atas bata perapian berbentuk kotak datar

berukuran 6 m X 8 m denagn tinggi 2,5 m. Di depan perapian terdapat  satu rangkaian

pintu yang membuka ke luar ke suatu lantai kerja di depan perapian. Perapian secara

keseluruhan dan lantai kerja adalah satu cerita diatas lantai dasar, dan ruangan dibawah

perapian merupakan ruangan pemanas dengan heat regenerating dari furnace. Furnace

dengan ukuran ini mampu memproduksi sekitar 100 metric ton baja stiap 11 jam.

 

            Furnace tersebut diisi dengan campuran pig iron (cair maupun dingin), scarp baja,

dan bijih besi yang akan menghasilkan oksigen tambahan. Limstone ditambahkan untuk

membentuk flux dan fluorspar ditambahkan agar slag yang dihasilkan lebih cair. Proporsi

penambahan bervariasi tergantung dari batas lebar, tetpi pengisian logam yang umum

yaitu 56,750 kg (125,000 lb) of scrap baja, 11,350 kg (25,000 lb) pig iron dingin, 45,400

kg (100,000 lb) pig iron cair, 11,800 kg (26,000 lb) limestone, 900 kg (2,000 lb) of bijih

besi, dan 230 kg (500 lb) fluorspar. Setelah furnance diisi, furnace bercahaya dan api

bertiup di perapian dengan arah dapat diatur operator agar terjadi heaat regeneration.

 

            Secara kimia furnace perapian terbuka terdiri dari perendahan kandungan karbon

logam yang dilebur dengan oksidasi dan penghilangan pengotor seperti silikon, phospor,

mangan, dan sulfur, yang dikombinasikan dengan limstone dari slag.. Reaksi ini terjadi

ketika logam berada dalam furnece pada suhu pelelehan yaitu temperatur antara 1400

sampai 16500 C untuk beberapa jam sampai logam yang diinginkan memiliki kandungan

karbon yan diinginkan. Pengalaman operator dapat menentukan kandunan carbon dari

logam dengan melihat warnanya tetapi biasanya pencairan logam diuji dengan menambil

sebagian kecil logam dari furnace, mendinginkannya, dan mengujinya dengan cara fisika

maupun kimia.

 

            Ketika kandungan karbon telah mencapai level yang diinginkan, furnace

kemudian dituang dengan membuka keran taping pada bagian bawah. Logam cair

Page 11: MENGENAL PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT) PADA BAJA.doc

kemudian mengalir ke ladle yang diletakan dibawah furnace. Dari ladle, baja kemudian

dituang ke cetakan besi tuang yang berbentuk ingot dengan panjang umumnya 1,5 m dan

lebar 48 cm. Ingot ini menjadi bahan baku pada industri baja, beratnya kira-kira 2,25

metric ton pada ukuran ini. Ada juga metode yang langsung membuat benda cor tanpa

pembentukan ingot terlebih dahulu.

 

 

Basic Oksygen Process

 

Proses yang paling tua dalam pembuatan baja dengan kuanitas besar, proses

Bessemer , dibuat dengan ketinggian, pear-shaped furnace, disebut proses converter

Bessemer, yang dapat dimringkan untuk dapat menambahkan dan menuangkan. Jumlah

besar gas ditiupkan melewati lelehan logam. Oksigen tersebut bersatu secara kimia

dengan pengotor dan membawa mereka keluar.

            Dalam basic oksygen process, baja juga dimurnikan dalam pear shape furnace

yang dapat dimiringkan untuk mengisi dan menuang. Udara juga dihilangkan dengan

meniupkan arus oksigen yang hampr murni. Setelah furnace selesai diisi dan diputar

tegak lurus, oksigen diturunkan dengan tinggi lance sekitar 2 m atau sesuai denan

kebutuhan. Ribuan kubik oksigen ditiukan  kedalam furnace dengan kecepatan

supersonik. Oksigen berkombinasi dengan karbon dan elemen yang tidak diinginkan dan

dimulai temperatur reaksi pengocokan sehingga dengan cepat membakar pengotor dan

mengubah pig iron menjadi baja. Waktu pemurnian sekitar 50 menit atau kurang, sekitar

275 metric ton baja yang dapat diproduksi denggan metode ini dalam satu jam.

 

Electric Furnace Steel

 

Page 12: MENGENAL PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT) PADA BAJA.doc

Dalam beberapa Furnace digunakan listrik sebagai pengganti bahan bakar untuk proses

melelehkan dan memurnikan baja karena Electric Furnaces lebih mudah diatur daripada

perapin terbuka dengan basic oksien furnace. Electric furnace steel lebih  khusus

digunakan untuk memproduksi Stainless Steels dan Baja paduan tinggi lainnya yang

harus dibuat dengan spesifikasi yang tepat. Pemurnian terjadi dekat bilik dimana

temperature dan kondisi lainnya dikontrol dengan alat secara otomatis.

Pada tingkat awal Refining process, oksigen tingkat tinggi disuntikkan melalui

Lance, kemudian menaikan temperature Furnace dan mengurangi waktu untuk

memproduksi Baja. Jumlah oksigen yang masuk ke dalam Furnace dapat diatur untuk

menghindari reaksi oksidasi yang tidak diinginkan.

Kebanyakan logam pengisi terdiri dari Scrap. Sebelum dapat digunakan, Scrap

harus dianalisa terlebih dahulu dan disortir, karena kandungan paduannya akan

mempengaruhi komposisi. Material lainnya, seperti jumlah kecil bijih besi dan dry lime,

ditambahkan untuk membantu memindahkan Carbon dan pengotor lainnya yang ada.

Elemen paduan tambahan lainnya ditambahkan pada baja saat  pengisian atau akan di

tuang ke ladle.

 

Setelah Furnace diisi logam, elektroda didekatkan dengan permukaan logam.

Arus dialirkan melalui salah satu elektrodanya lalu membentuk Arc/busur pada muatan

logam, kemudian mengalir melalui logam dan busur kembali ke elektroda selanjutnya.

Panas dihasilkan dari tahanan aliran arus dengan muatan. Panas ini bersamaan dengan

busur mempercepat peleburan logam. Ada juga electric furnace yang panasnya diasilkan

dari koil.

 

Proses Penyelesaian

 

Baja dipasarkan dalam berbagai variasi ukuran dan bentuk, seperti rods, pipa, railroad

rails, tees, channels dan I-beams. Bentuk-bentuk ini diproduksi dengan rolling dan

Page 13: MENGENAL PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT) PADA BAJA.doc

forming, memanaskan ingot untuk mendapatkan bentuk yang diinginkan. Perlakuan

terhadap baja juga dapat meningkatkan kualitasnya dengan memurnikan  struktur

kristalnya dan membuat logam lebih tangguh.

Proses dasar pembuatan baja dikenal dengan hot rolling. Dalam hot rolling, ingot

baja dipanaskan terlebih dahulu sampai merah dalam furnace yang dinamakan soaking pit

dan dilewatkan diantara sepasang metal rollers yang memeras sampai dihasilkan bentuk

dan ukuran yang diinginkan. Jarak antara kedua Rollers berkurang seiring dengan

pertambahan panjang dan pengurangan ketebalan.

 

Besi Tempa

 

Proses pembuatan material yang tangguh, paduan Malleable yang dikenal dengan Besi

Tempa karena proses pembuatannya. Prosesnya dikenal dengan puddling, membutuhkan

kemampuan tangan buruh. Produksi besi tempa dalam jumlah ton tidak memungkinkan.

Pengembangan  proses baru dengan bessemer converters dan furnaces perapian terbuka

meningkatkan kuantitas besi tempa.

Besi tempa  tidak lagi diproduksi secara komersial, karena dapat diganti dengan

Low-carbon Steel pada hampir semua aplikasi, yang lebih murah untuk memproduksinya

dan lebih uniform kualitasnya dibandingkan besi tempa.

Puddling Furnace menggunakan arched roof dan depressed hearth yang

dipisahkan oleh dinding dari pembakaran saat arang terbakar. Setelah furnace panas,

Puddler atau Furnace operator, “Fettles” dengan melapisi perapian dan dinding dengan

pasta oksida Fe, biasanya Hematite Ore.

Furnace diisi dengan 270 kg pig iron dan pintunya ditutup. Setelah 30 menit Iron

meleleh dan Puddler ditambahkan oksida besi atau mill scale untuk mengisinya,

perlakuan oksida ke dalam besi dengan bent iron bar disebut Raddle. Si, dan Mn dalam

oksida besi serta S dan P dihilangkan. Temperature meningkat drastis dan carbon mulai

terbakar menjadi gas carbon-oxide. Saat carbon terbakar, temperatur lebur paduan

Page 14: MENGENAL PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT) PADA BAJA.doc

meningkat dan logam menjadi lebih pucat. Fe menjadi murni, Puddler mengendalikan

muatan dengan raddle untuk memastikan komposisi yang seragam.

Spongelike dipisahkan jadi gumpalan (lumps) yang disebut balls, sekitar 80-90

kg. Balls dikeluarkan dari furnace dengan tongs dan ditempatkan pada squeezer. Besi

dipotong jadi tipis dan ditumpuk, kemudian dipanaskan sampai welding temperature.

Akhirnya di-rolled menjadi single piece. Rolling terkadang dilakukan berulang kali untuk

meningkatkan kualitas produk.

 

 

Klasifikasi Baja

 

Baja dikelompokan menjadi lima kelompok besar, yaitu:

 

1.   Baja Karbon

 

            Lebih dari 90 persen dari semua baja yanng diproduksi adalah baja karbon.

Mengandung jumlah karbon bervariasi dengan jumlah mangan tidak lebih dari 1,65

persen, silikon 0,6 persen, dan Cu sebanyak 0,6 persen. Digunakan pada mesin, body

automobil, baja strutural untuk bangunan, ship hulls, kasur per, bobby pins.

2.   Baja Paduan

            Baja ini memiliki komposisi yang spesifik yang mengandung beberapa persen

vanandium, Mo, dan elemen paduan lain. Memiliki kandungan mangan, Si, dan Cu lebih

besar daripada bja karbon biasa. Digunakan pada gigi dan axel mobil, roller skates, dan

carving knives.

3.   High-Strength Low alloy Steel (HSLA)

Page 15: MENGENAL PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT) PADA BAJA.doc

            Merupakan baja jenis terbaru diantara lima keluarga baja. Biaya produksi lebih

rendah karena hanya sedikit mengandung paduan yang mahal. HSLA lebih ringan

daripada baja biasa.

4.   Stainless Steel

            Stainless steel adalah baja tahan karat yang mengandung Cr, Ni, dan elemen lain

yang membuat baja tersebut tahan karat pada kelembaban asam dan gas tertentu.

Beberapa jenis Stainless steel sangat keras. Karena permukaannya yang mengkilap,

arsitek sering menggunakannya untuk tujuan dekorasi. Untuk membuat pipa, alat-alat

oprasi, dan yang lainnya.

 

5.   Tool Steel

 

Dibuat menjadi beberapa jenis tools atau cutting dan shaping machinery untuk

operasi manufaktur yang bervariasi. Toolsteel mengandung W, Mo dan elemen paduan

lainnya yang membuat jadi lebih kuat, keras dan tahan aus.

 

Struktur Baja

 

Physical Properties dari berbagai jenis Baja dan paduannya pada temperature tertentu

tergantung dari kadar karbon dan bagaimana proses distribusinya. Sebelum dikeraskan

dengan proses heat treatment, baja umumnya memiliki struktur: ferrite, pearlite, dan

cementite. Ferrite merupakan Besi dengan kandungan kecil karbon dan elemen lain yang

larut, sifatnya soft dan ulet. Cementite, paduan Besi dengan 7% Carbon, umumnya rapuh

dan keras. Pearlite merupakan campuran ferrite dan cementite dengan komposisi yang

spesifik dan struktur yang berkarakter. Physical characteristics intermediate antara dua

konstituen tersebut.

Page 16: MENGENAL PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT) PADA BAJA.doc

Ketangguhan dan kekerasan baja tidak terlalu tergantung oleh heat treatment,

tetapi tergantung sama tiga komposisi utama tersebut. Jika kandungan Carbon meningkat,

maka jumlah ferrite berkurang dan jumlah pearlite meningkat sampi Baja mengandung

0.8% Carbon, keseluruhannya merupakan komposisi pearlite. Baja dengan Carbon lebih

merupakan campuran pearlite dan cementite. Meningkatkan temperature perubahan

ferrite dan pearlite menjadi bentuk allotropic dari paduan iron-carbon (austenite), yang

memiliki property kelarutan semua Carbon bebas dalam logam. Jika baja didinginkan

secara lambat, austenite menjadi ferrite dan pearlite, tapi jika pendinginan cepat austenite

“membeku” atau berubah menjadi martensite, yang sangat keras.

 

Heat Treatment Baja

 

1.      Hardening

Baja dapat ditingkatkan kekerasannya dengan perlakuan panas. Timbul struktur martensit

melalui proses pendinginan yang sangat cepat (rapid cooling) dari fasa austenite (struktur

FCC) ke temperatur ruang. Pada proses pendinginan normal (equilibrium) terjadi

perubahan fasa dari -austenite menjadi -ferite. Perubahan fasa seiring dengan struktur

kristal dari FCC menjadi BCC.

 

Kelarutan karbon dalam BCC lebih rendah dari kelarutan karbon dalam FCC, karbon

yang larut dalam austenite harus berdifusi keluar dari kisi kristal FCC dan membentuk

senyawa karbida saat terjadi transformasi kristal. Difusi berlangsung sangat lama, jika

proses pendinginan berlangsung sangat cepat, maka atom karbon yang terlarut dalam

FCC tidak sempat berdifusi keluar. Akibatnya tidak terjadi transformasi FCC ke BCC,

melainkan transformasi geser yang membentuk struktur BCT yang sangat jenuh akan

karbon dan menimbulkan tegangan pada struktur BCT, serta meningkatnya kekerasan

secara drastis. Peningkatan kekerasan baja dengan cara solid solution treatment yang

dilanjutkan dengan pendinginan cepat dikenal dengan istilah quenching.

Page 17: MENGENAL PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT) PADA BAJA.doc

 

Banyak faktor yang mempengaruhi kekerasan baja hasil quenching, diantaranya

temperatur austenisasi yang dibahas pada paper ini. Secara umum kekerasan baja akan

meningkat seiring dengan peningkatan temperatur austenisasi sampai pada batas

maksimum kelarutan karbon dalam fasa austenite pada diagram Fe-Fe3C.

 

2.      Tempering

 

Proses hardening menghasilkan struktur martensit yang sangat brittle, maka

jarang digunakan dalam aplikasi. Perlu mekanisme perlakuan panas agar martensit yang

telah terbentuk dapat dimodifikasi sifatnya dan dihasilkan baja yang lebih tangguh

(tough). Mekanisme ini disebut dengan tempering. Proses ini terdiri atas dua tahap,

dimana di dalamnya terjadi reduksi kadar karbon dalam martensit hingga 0.3%.

Kekerasan baja menurun dan keuletannya (ductility) meningkat, maka dapat dihasilkan

baja yang lebih tangguh.

Martensite

From Wikipedia, the free encyclopedia

Jump to: navigation, searchv • d • e

Iron alloy phases

Ferrite (α-iron, δ-iron; soft)Austenite (γ-iron; harder)SpheroiditePearlite (88% ferrite, 12% cementite)BainiteMartensite

Page 18: MENGENAL PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT) PADA BAJA.doc

Ledeburite (ferrite-cementite eutectic, 4.3% carbon)Cementite (iron carbide, Fe3C; hardest)

Steel classes

Carbon steel (≤2.1% carbon; low alloy)Stainless steel (+chromium)Maraging steel (+nickel)Alloy steel (hard)Tool steel (harder)

Other iron-based materials

Cast iron (>2.1% carbon)Ductile ironWrought iron (contains slag)

Martensite in AISI 4140 steel

0.35%C Steel, water-quenched from 870°CFor the transformation, see Diffusionless transformations.

Martensite, named after the German metallurgist Adolf Martens (1850–1914), most commonly refers to a very hard form of steel crystalline structure, but it is also any crystal structure that is formed by displacive transformation. It includes a class of hard minerals occurring as lath- or plate-shaped crystal grains. When viewed in cross-section, the lenticular (lens-shaped) crystal grains appear acicular (needle-shaped), which is how they are sometimes incorrectly described.[vague]

In the 1890s, Martens studied samples of different steels under a microscope, and found that the hardest steels had a regular crystalline structure. He was the first to explain the cause of the widely differing mechanical properties of steels. Martensitic structures have since been found in many other practical materials, including shape memory alloys and transformation-toughened ceramics.

Page 19: MENGENAL PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT) PADA BAJA.doc

The martensite is formed by rapid cooling (quenching) of austenite which traps carbon atoms that do not have time to diffuse out of the crystal structure. This martensitic reaction begins during cooling when the austenite reaches the martensite start temperature (Ms) and the parent austenite becomes mechanically unstable. At a constant temperature below Ms, a fraction of the parent austenite transforms rapidly, then no further transformation will occur. When the temperature is decreased, more of the austenite transforms to martensite. Finally, when the martensite finish temperature (Mf) is reached, the transformation is complete.

One of the differences between the two phases is that martensite has a body centered tetragonal crystal structure, whereas austenite has a face center cubic (FCC) structure. The transition between these two structures requires very little thermal activation energy because it is a martensitic transformation, which results in the subtle but rapid rearrangement of atomic positions, and has been known to occur even at cryogenic temperatures. Martensite has a lower density than austenite, so that the martensitic transformation results in a relative change of volume.[1]

Martensite is not shown in the equilibrium phase diagram of the iron-carbon system because it is a metastable phase, the kinetic product of rapid cooling of steel containing sufficient carbon. Since chemical processes (the attainment of equilibrium) accelerate at higher temperature, martensite is easily destroyed by the application of heat. This process is called tempering. In some alloys, the effect is reduced by adding elements such as tungsten that interfere with cementite nucleation, but, more often than not, the phenomenon is exploited instead. Since quenching can be difficult to control, many steels are quenched to produce an overabundance of martensite, then tempered to gradually reduce its concentration until the right structure for the intended application is achieved. Too much martensite leaves steel brittle, too little leaves it soft.

Cementite or iron carbide is a chemical compound with the formula Fe3C (or Fe2C:Fe), and an orthorhombic crystal structure. It is a hard, brittle material, normally classified as a ceramic in its pure form, though it is more important in metallurgy.

It forms directly from the melt in the case of white cast iron. In carbon steel, it either forms from austenite during cooling or from martensite during tempering. It mixes with ferrite, the other product of austenite, to form lamellar structures called pearlite and bainite. Much larger lamellae, visible to the naked eye, make up the structure of Damascus steel, though the process has been lost to history.

Fe3C is also known as cohenite, particularly when found mixed with nickel and cobalt carbides in meteorites. This forms a hard, shiny, silver mineral which was first described by E. Weinschenk in 1889.

Page 20: MENGENAL PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT) PADA BAJA.doc

Ferrite or alpha iron (α-Fe) is a materials science term for iron, or a solid solution with iron as the main constituent, with a body centred cubic crystal structure. It is the component which gives steel and cast iron their magnetic properties, and is the classic example of a ferromagnetic material.

Practically speaking, it can be considered pure iron. It has a strength of 280 N/mm2[citation

needed] and a hardness of approximately 80 Brinell.[1] Ferrite can be strictly defined as a solid solution of iron in body-centered cubic (BCC) containing a maximum of 0.03% carbon at 723 °C (1,333 °F) and 0.006% carbon at room temperature.

Mild steel (carbon steel with up to about 0.2 wt% C) consist mostly of ferrite, with increasing amounts of pearlite (a fine lamellar structure of ferrite and cementite) as the carbon content is increased. Since bainite (shown as ledeburite on the diagram) and pearlite each have ferrite as a component, any iron-carbon alloy will contain some amount of ferrite if it is allowed to reach equilibrium at room temperature.

In pure iron, ferrite is stable below 910 °C (1,670 °F). Above this temperature the face-centered cubic form of iron, austenite (gamma-iron) is stable. Above 1,390 °C (2,530 °F), up to the melting point at 1,539 °C (2,802 °F), the body-centred cubic crystal structure is again the more stable form of delta-ferrite (δ-Fe).

Only a very small amount of carbon can be dissolved in ferrite; the maximum solubility is about 0.02 wt% at 723 °C (1,333 °F). This is because carbon dissolves in iron interstitially, with the carbon atoms being about twice the diameter of the interstitial "holes", so that each carbon atom is surrounded by a strong local strain field. Hence the enthalpy of mixing is positive (unfavourable), but the contribution of entropy to the free energy of solution stabilises the structure for low carbon content. 723 °C (1,333 °F) also is the minimum temperature at which iron-carbon austenite (0.8 wt% C) is stable; at this temperature there is a eutectoid reaction between ferrite, austenite and cementite.

Page 21: MENGENAL PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT) PADA BAJA.doc

Austenite (or gamma phase iron) is a metallic non-magnetic solid solution of iron and an alloying element. In plain-carbon steel, austenite exists above the critical eutectoid temperature of 1000 K (about 727 °C); other alloys of steel have different eutectoid temperatures. It is named after Sir William Chandler Roberts-Austen (1843-1902).

[edit] Behavior in Plain-Carbon Steel

As austenite cools, it often transforms into a mixture of ferrite and cementite as dissolved carbon falls out of solution. Depending on alloy composition and rate of cooling, pearlite may form. If the rate of cooling is very fast, the alloy may experience a slight lattice distortion known as martensitic transformation, instead of transforming into a mixture. In this industrially very important case, the carbon is not allowed to blend out in the remaining melt due to the cooling speed, but is captured inside the FCC-structure of austenite, creating tension in the crystal when the alloy cools. The result is hard martensite. The rate of cooling determines the relative proportions of these materials and therefore the mechanical properties (e.g. hardness, tensile strength) of the steel. Quenching (to induce martensitic transformation), followed by tempering will transform some of the brittle martensite into bainite. If a low-hardenability steel is quenched, a significant amount of austenite will be retained in the microstructure.

Pearlite is a two-phased, lamellar (or layered) structure composed of alternating layers of alpha-ferrite (88 wt%) and cementite (12%) that occurs in some steels and cast irons. It forms by a eutectoid reaction as austenite is slowly cooled below 727°C. The eutectoid composition of Austenite is approximately 0.8% carbon [1]; steel with less carbon content will contain a corresponding proportion of relatively pure ferrite crystallites that do not participate in the eutectoid reaction and cannot transform into pearlite.

The appearance of pearlite under the microscope resembles mother of pearl (also a lamellar structure), from which it takes its name.

A similar structure with lamelle much smaller than the wavelength of visible light lacks this pearlescent appearance. Called bainite, it is prepared by more rapid cooling. Unlike pearlite, whose formation involves the diffusion of all atoms, bainite grows by a displacive transformation mechanism.

Bainite is a phase that exists in steel microstructures after certain heat treatments. First described by Davenport E. S. and Edgar Bain, it is one of the decomposition products that may form when austenite (the face centered cubic crystal structure of iron) is cooled past

Page 22: MENGENAL PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT) PADA BAJA.doc

a critical temperature of 723 °C (about 1333 °F). Davenport and Bain originally described the microstructure as being similar in appearance to tempered martensite.

A fine non-lamellar structure, bainite commonly consists of ferrite, carbide, and retained austenite. In these cases it is similar in constitution to pearlite, but with the ferrite forming by a displacive mechanism similar to martensite formation, usually followed by precipitation of carbides from the supersaturated ferrite or austenite.

The temperature range for transformation to bainite is between those for pearlite and martensite. When formed during continuous cooling, the cooling rate to form bainite is higher than that required to form pearlite, but lower than that to form martensite, in steel of the same composition.

The microstructures of martensite and bainite at first seem quite similar; this is a consequence of the two phases sharing many aspects of their transformation mechanisms. However, morphological differences do exist on the resolution level of the TEM and can be used in microstructural evaluation. Under a simple light microscope, the microstructure of bainite appears dark (i.e., it has low reflectivity).

Bainite is generally stronger but less ductile than pearlite.

In iron and steel metallurgy, ledeburite is the eutectic that results when some forms of molten steel solidify.

It is named after the metallurgist Karl Heinrich Adolf Ledebur (1837–1916). He was the first professor of metallurgy at the Bergakademie Freiberg. He discovered ledeburite in 1882.

Ledeburite arises when the carbon content is between 2.06% and 6.67%. The eutectic mixture of austenite and cementite is 4.3% carbon, Fe3C:2Fe, with a melting point of 1147 °C.

Ledeburite-II (at ambient temperature) is composed of cementite-I with recrystallized secondary cementite (which separates from austenite as the metal cools) and (with slow cooling) of pearlite. The pearlite results from the eutectoidal decay of the austenite that comes from the ledeburite-I at 723 °C. During swifter cooling, bainite can develop instead of pearlite, and with swift cooling martensite can develop.

Stainless Material

Rangkuman Diskusi Mailing List Migas Indonesia – Mei 2003

Pertanyaan : (Agus Rusmiaji – Pauwels Travo Asia)

Page 23: MENGENAL PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT) PADA BAJA.doc

Apakah stainless steel 304 & 316 itu pasti mempunyai sifat A MAGNET?

Tanggapan 1 : (Rudi S Rachmat - MIDC)

Stainless steel 304 dan 316 termasuk jenis austenitic stainless steel yang tidak bersifat magnetis karena pengaruh kandungan unsur Nickel antara 8 -13 mass%. Mekanisme austenitic stainless steel tidak bersifat megnetik yaitu unsur Nickel yang berkisi FCC mempromote terbentuknya phasa austenit dengan cara merubah phasa feritic(BCC) menjadi phasa gama (FCC) austenit.

alpha (BCC) + Ni (FCC) --> Gama (FCC) Austenit

Batas minimum kestabilan phasa austenit untuk karbon = 0.03%, Chrom 17 - 21% dan Molibdenum = 2-3% untuk austenitic stainless steel, yaitu minimum kandungan Nickel 8%. Semakin banyak unsur Nickel maka semakin luas phasa austenit atau semakin stabil phasa austenit, oleh karena itu stainless steel tersebut semakin semakin ulet dan tahan magnit. Semakin sedikit kandungan Nickel di stainless steel atau kurang dari 8% maka semakin mempromote terbentuknya phasa ferit yang bersifat magnetik. Unsur unsur yang mempromote terbentuknya phasa ferit yaitu C, Cr, Mo dan unsur-unsur pembentuk karbida lainnya.

>Apakah stainless steel 304 & 316 itu pasti mempunyai sifat A MAGNETIS?

Lazimnya stainless steel 304 & 316 bersifat tidak magnetik, oleh karena itu pemesan 304 &316 selalu membawa magnet untuk mengecek hasilnya. Kenyataanya, dilapangan saat pembuatan autenitic stainless steel agak susah. Contoh, hasil pemeriksaan spectrometer sedikit kelebihan unsur C, untuk mencapai target komposisi C tersebut caranya diholding , sedangkan temperatur pembuatan sekitar 1650 C, kalau diholding lama ada unsur lain masuk dari lining. Atau kandungan Nickel banyak lossesnya pada saat peleburan maka austenitic stainless steel yang bersifat non magnetik tidak terjadi. Oleh karena itu pengendalian komposisi, temperatur, atmosfir tungku peleburan, proses, SDM dan peralatan sangat menentukan keberhasilan pembuatan stainless steel.

Ada kasus yang bagus di kota Toms, Siberia, Rusia. Dengan kondisi ekonomi yang serba terbatas, tetapi SDM yg kuat, disiplin keras dalam proses dan pemelihara peralatan yang teratur dan benar. Hasil stainless steel buatan Toms kualitasnya bisa diandalkan.

Tanggapan 2 : (Agus Rusmiaji – Pauwels Travo Asia)

Terima kasih atas jawaban yang bapak berikan. Pertanyaan tambahan dari saya adalah;Okey dilapangan kita sudah mendapatkan st-steel 304 & 316 yang A- Magnetis (dengan menggunakan magnet untuk mengeceknya). Pertanyaan saya: Apakah sifat A-magnetis dari st-steel ini bisa berganti menjadi sifat magnetisbila material ini di gabungkan / di sambung dengan mild-steel biasa melalui proses pengelasan (electric welding)? 

Tanggapan 3 : (Rudi S Rachmat - MIDC)

Page 24: MENGENAL PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT) PADA BAJA.doc

Untuk dibase metal stainless steel yang mempunyai sifat non magnetik, diposisi yang jauh dari efek las... sifatnya akan tetap non magnetik... Tetapi didaerah lasan dan HAZ... little bit complicated... karena ada penambahan logam tambah (filler metal)... komposisi logam las... prosedur pengelasan... Pre-Heat...PWHT...akan mempengaruhi sifat mekanik, sifat fisik termasuk struktur.... Seperti yang telah saya paparkan terdahulu... apabila.. pengelasannya komposisinya tidak sama dengan base metal stainless steel... kecenderungannya non magnetic berubah menjadi magnetik di daerah lasan ... sangat mungkin terjadi karena C, Si, Cr dan unsur pembentuk karbida... yang terkandung di filler metal akan mempromote fasa ferit yang bersifat magnetik.... belum perbedaan struktur oleh karena itu memerlukan PWHT dll.

Nah sekian dulu dari saya....mudah mudahan ada manfaatnya. Karena pertanyaan ini terkait ke bidang pengelasan.... Silahkan moderator bidang pengelasan dan para ahlinya untuk menambahkan

Tanggapan 4 : (Farid Moch. Zamil – Mexo Inoxprima)

Saya hanya ingin menambahkan apa yang telah disampaikan oleh Pak Rudi Rahmat untuk masalah stainless steel yang mempunyai sifat non magnetic dampaknya terhadap pengelasan (welding). Dari paparan yang telah disampaikan oleh Pak Rudi jelas type AUSTENITIC - NON MAGNETIC dan perlu diketahui juga bahwa semua jenis Stainless steel dapat disambung dan diperbaiki dengan berbagai proses pengelasan. Faktor utama yang perlu diperhatikan adalah KETAHANAN KOROSI DI DAERAH LAS (WELD) dan HEAT AFFECTED ZONE (HAZ). Perlu diingat juga AUSTENITIC pada umumnya memiliki struktur FASA TUNGGAL dengan adanya fasa tunggal inilah selama pengelasan akan dapat terbentuk KRISTAL FERRITE dimana fasa ferrit akan dapat membentuk ASA MAGNETIK dalam matriks FASA NON MAGNETIK akibatnya dengan adanya fasa non magnetik akan mengalami penurunan terhadap ketahanan KOROSI pada bagian tersebut. Perlu diketahui juga memilih filler metal yang akan digunakan untuk melakukan penyambungan atau perbaikan pada material yang SIMILAR ataupun DISSIMILAR harus selektip. Kebanyakan komposisi filler metal diatur oleh manufacturer (pabrik pembuat kawat las) karena kebanyakan kawat las yang dibuat pada saat menghasilkan DEPOSITE WELD mikrostrukturnya mengandung FERRITE. Ferrite yang terbentuk oleh pabrik pembuat kawat las Cr dan Mo dijaga pada prosentase yang tinggi didalam kisaran range yang diijinkan, sedangkan AUSTENITE forming element seperti Ni dijaga tetap rendah. Nah untuk mengukur terjadi FERRIT ( MAGNETIK ) sebelum pengelasan kita tentukan FERRITE NUMBER ( FN ) dengan perhitungan SCHAEFFLER - DELONG, ESPY atau WRC 92. Lebih-lebih yang DISSIMILAR joint.

Tanggapan 5 : (Deny Mulya Nugraha – McDermott Indonesia)

Berikut kutipan artikel yg pernah saya baca:"In the annealed condition all (austenitic SS) are essentially non-magnetic, but some may slightly magnetic by cold working."

Bila hal tersebut benar, saya menduga dengan adanya cold working tsb mengakibatkan transformasi fasa austenite menjadi fasa lain yg bersifat magnetik. Keumungkinan ini terjadi hanya untuk kasus-kasus tertentu dimana kondisinya memenuhi syarat untuk terjadinya transformasi fasa tsb. Dugaan ini mengambil analogi TRIP (TRansformation Induced Plasticity) steel, dimana terjadi transformasi fasa pada retain-austenite menjadi martensite akibat deformasi yg dialami.

Page 25: MENGENAL PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT) PADA BAJA.doc

Sekali lagi..sekedar menduga...

Tanggapan 6 : (Ananto Wardono – Unilever)

Dear Pak Farid, Ada sedikit tulisan Pak Farid yang membuat saya bingung :

Pertama :

Selama pengelasan akan terbentuk Kristal ferit, sepengetahuan saya fasa untuk stainless steel adalah austenit dengan komposisi 18% Ni dan 8 % Cr (AISI 304 Detail lihat Handbook). Kristal Ferit kalau kita lihat didiagram fasa Fe-Fe3C jika Fe memiliki carbon content maksimum 0.025% (Fe Base).

Refer pada teori diatas, Stainless yang berfasa Austenit, akan berubah menjadi fasa Ferit jika ada difusi Nickel (Ni) danCarbon sampai batas diatas (%C < 0.025% dan Nickel <0.001%). Saya kira untuk Nickel difusion distainless steel sangat susah (Difusi Substitusi), karena diameter atom Ni & Fe hampir sama. Jadi pembentukan kristal ferit sebagai product after pengelasan untuk stainless steel tidak mungkin. Atau yang dimaksud Pak Farid adalah untuk Dissimilar Welding antara Stainless Steel (AISI 304) dengan HSLA atau steel Biasa. Kalau kasus ini pembentukan fasa ferit didaerah HAZ Base steelnya mungkin karena Perbedaan konsentrasi carbon di steel (0.3 % C) - stainless steel (0.03%) dan Panas yang tinggi diHAZ akan mendorong difusinya carbon dari HAZ Steel ke sisi Stainless steel dan membentuk CrCarbida diHAZnya stainless steel. Daerah diHSLA atau steel yang kadar karbonnya minimum(< 0.025 %) akibat difusi menjadi berfasa ferit. Akibatnya strenght di Steel (HAZ) turun.

Kedua :

Yang kedua hubungan antara fasa magnetik ke Corrosion resistant. Menurut pendapat saya - yang menyebabkan corrosion resistent distainless steel turun, contoh : AISI 304 adalah difusinya carbon ke batas butis austenit dan membentuk ikatan metalurgi M23C6. Hal ini mengakibatkan fungsi Cr Oxide sebagai corrosion barrier hilang akibat reaksi diatas. Untuk itulah kenapa ada AISI 316L yang kadar karbonnya <0.03%

Mohon kiranya jika tulisan saya salah dikoreksi oleh teman-teman sekalian.

Tanggapan 7 : (Mohamad Isa Ansori – Pertamina UP VI Balongan)

Kenyataannya memang demikian Pak Ananto, saya juga heran.Saya jumpai pada produk lasan sesama SS 321 ternyata sedikit magnetic walaupun base metalnya tidak magnetic. Kawat las yang dipakai juga SS321. Sudah sesuai WPSnya

Saya juga coba check pada coran SS321 (body valve) ternyata juga sedikit magnetik.

Tanggapan 8 : (Ananto Wardono – Unilever)

Dear Pak Isa,

Page 26: MENGENAL PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT) PADA BAJA.doc

SS 321 bersifat sedikit magnetik memang masuk akal, Fasa Austenit disteel jika dikenai deformasi secara kejut (Kesempatan untuk difusi diminimize) akan mengalami mekanisme geser dan transfer ke Martensit - magnetik.

Kalau tidak salah di ITB pernah ada penelitian tentang ini salah satu aplikasinya TRIP Steel. Tetapi yang menjadi concern saya dibawah adalah transformasi dari Austenit ke Ferit pada pengelasan stainless steel & Sifat Magnetik terhadap efek korosi.

Tanggapan 9 : (Farid Moch. Zamil – Mexo Inoxprima)

Dear Pak IsaCoba Pak Isa tanya berapa FN (Ferrite content yang ada pada kawat tersebut)?Kalau ada unsur FASA FERRITE sedikit banyak akan terdeteksi oleh MAGNET.Adapun fenomena terbentuknya FASA FERRITE lihat penjelasan yang telah sayakirim dibeberapa rekan milis yang lainnya.

Selain itu untuk material ini ada tambahan unsur titanium, columbium dantantalum kecenderungan pengelasan materil ini akan membentuk KARBIDA CHROM Cr23 C6) merupakan bentuk terlarutnya unsur KARBON dalam AUSTENITIC untukmengikat CHROM.

Tanggapan 10 : (Farid Moch. Zamil – Mexo Inoxprima)

Dear Pak Ananto,Perlu ada koreksi Stainless steel komposisinya 18 % Cr dan 8% Ni.Mikrostruktur pada stainless stell tergantung pada penstabil FERRIT dan AUSTENITE. Penstabil FERRIT meliputi : Chromium (Cr), Mo ( Nb atau Cb = penstabil Niobium) dan titanium (Ti). Penstabil Austenite meliputi : Ni ; Mn ; Cu dan N (nitrogen).

Dari keterangan diatas Iron nickel dengan adanya penambahan chromium akandapat membuat tranformasi ke ferrite (Coba Pak Ananto baca Welding Metallurgy Of Stainless Steel by Welding Institute Of Canada) selain itu struktur yang terbentuk dalam logam las merupakan keseimbangan unsure penstabil ferrite dan austenite.

Masalah lain pada pengelasan Austenitik Stainless Steel adalah RETAK PANAS ( HOT SHORT CRACK ) terjadi bila logam yang dihasilkan AUSTENITIK PENUH artinya tidak ada DELTA FERRITE yang terbentuk. Retak panas ini terjadi pada temperature 1300° - 1400° C. Untuk mencegah retak panas unsur delta ferrite inilah perlu dimasukkan. Kalau boleh saya pinjam penjelasan saya terdahulu (Perlu diketahui juga memilih filler metal yang akan digunakan untukmelakukan penyambungan atau perbaikan pada material yang SIMILAR ataupun DISSIMILAR harus selektip. Kebanyakan komposisi filler metal diatur oleh manufacturer (pabrik pembuat kawat las) karena kebanyakan kawat las yang dibuat pada saat menghasilkan DEPOSITE WELD mikrostrukturnya mengandung FERRITE) sedikitnya diperlukan 3 - 8% delta ferrite untuk mencegah terjadinya RETAK PANAS. Coba Pak ananto analisa kawat las yang bapak pakai berapa ferrite content yang terdapat pada kawat las tersebut ? rata-rata 3 - 4 % Ferrite contentnya. Ada sih yang Ferrite content nya NOL tetapi setelahdiweld akan ada Ferrite contentnya. SELAMAT MENCOBA.

Salah satu penyebab dari turunnya corrosion resistant adalah KARBIDA jugaKANDUNGAN FERRITE. Coba Pak Ananto Baca disemua hand book stainless steel dan literaruter welding metalurgi lainnya sifat dari FASA FERRITE kalau saya boleh pinjam penjelasan dari Pak Rudi mengenai sifat dari FASA FERRITE ( pengelasannya

Page 27: MENGENAL PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT) PADA BAJA.doc

komposisinya tidak sama dengan base metal stainless steel... kecenderungannya non magnetik berubah menjadi magnetik di daerah lasan ... sangat mungkin terjadi karena C, Si, Cr dan unsur pembentuk karbida... yang terkandung di filler metal akan mempromote fasa ferit yang bersifat magnetik)

Demikian pencerahan yang bisa saya sampaikan dan apa yang telah dipaparkanoleh Pak Ananto adalah salah satu bagian dari sifat-sifat AUSTENITIK STAINLESS STEEL.

Tanggapan 11 : (Ananto Wardono – Unilever)

Dear Pak Farid,Terimakasih atas pencerahannya, Nggak salah memang Komunitas Migas-Indonesia memilih Pak Farid sebagai moderator Migas Indonesia.

Pak, saya hanya coba mengingat tentang Phase Transformastion refer to Hukum Fick 1 dan 2 dan menghubungkan dengan penjelasan Pak Farid tentang pembentukan Ferit :

1. Driving force process difusi adalah Panas (Heat input dari process welding) & Perbedaan konsentrasi (%wt atom).

2. Heat input dari welding mengakibatkan Cr berdifusi.3. Daerah yang kaya Cr transform dari austenite ke Ferit karena Cr penyetabil

ferit.Nah, Pak sekarang saya baru jelas.