bab ii tinjauan pustaka 2.1. geologi 2.1.1. geologi...

30
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi 2.1.1. Geologi Regional Secara regional daerah Ciherang termasuk ke dalam , Peta Geologi Lembar Bogor (A.C. Efendi, Kusnama, dan B. Hermanto; 1998). Berdasarkan peta tersebut diketahui bahwa batuan tertua yang tersingkap di wilayah studi terdiri atas tufa berbatuapung yang termasuk ke dalam Batuan Gunungapi Tua yang terdapat di sebelah timur, utara dan selatan daerah penelitian. Disusun oleh litologi berupa lahar dan lava basal andesit yang termasuk kedalam Batuan Gunungapi Gunung Pangrango. Di sebelah barat daerah penelitian litologi penyusunnya berupa lahar, breksi tufan dan lapili, aliran lava berjenis andesit basal yang termasuk kedalam Batuan Gunungapi Gunung Salak. Batuan-batuan ini termasuk ke dalam Batuan Gunungapi yang berumur Kuarter (gambar 3-1. Peta Geologi Regional Lembar Bogor A.C. Efendi, Kusnama, dan B. Hermanto; 1998). Aktivitas tektonik di daerah ini dimulai pada Awal Tersier, diikuti oleh aktivitas tektonik Plio-Pleistosen yang mengaktifkan kembali produk tektonik periode Awal Tersier, membentuk sesar-sesar yang berarah umum timurlaut baratdaya dan baratlaut tenggara. Rekahan-rekahan yang terbentuk menjadi zona lemah bagi kemunculan batuan-batuan vulkanik muda berumur Kuarter.

Upload: haminh

Post on 21-Mar-2018

244 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi 2.1.1. Geologi …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710077003_2_4284.pdf · Struktur Geologi Menurut Van Bemmelen (1949), Zona Bogor telah

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Geologi

2.1.1. Geologi Regional

Secara regional daerah Ciherang termasuk ke dalam , Peta Geologi

Lembar Bogor (A.C. Efendi, Kusnama, dan B. Hermanto; 1998). Berdasarkan

peta tersebut diketahui bahwa batuan tertua yang tersingkap di wilayah studi

terdiri atas tufa berbatuapung yang termasuk ke dalam Batuan Gunungapi Tua

yang terdapat di sebelah timur, utara dan selatan daerah penelitian. Disusun

oleh litologi berupa lahar dan lava basal andesit yang termasuk kedalam

Batuan Gunungapi Gunung Pangrango. Di sebelah barat daerah penelitian

litologi penyusunnya berupa lahar, breksi tufan dan lapili, aliran lava berjenis

andesit basal yang termasuk kedalam Batuan Gunungapi Gunung Salak.

Batuan-batuan ini termasuk ke dalam Batuan Gunungapi yang berumur

Kuarter (gambar 3-1. Peta Geologi Regional Lembar Bogor A.C. Efendi,

Kusnama, dan B. Hermanto; 1998).

Aktivitas tektonik di daerah ini dimulai pada Awal Tersier, diikuti oleh

aktivitas tektonik Plio-Pleistosen yang mengaktifkan kembali produk tektonik

periode Awal Tersier, membentuk sesar-sesar yang berarah umum timurlaut –

baratdaya dan baratlaut – tenggara. Rekahan-rekahan yang terbentuk menjadi

zona lemah bagi kemunculan batuan-batuan vulkanik muda berumur Kuarter.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi 2.1.1. Geologi …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710077003_2_4284.pdf · Struktur Geologi Menurut Van Bemmelen (1949), Zona Bogor telah

6

Gambar 2.1. geologi regional daerah penelitian A.C. Efendi, Kusnama, dan B.

Hermanto; 1998).

Secara geologi daerah penyelidikan umumnya disusun oleh kelompok batuan

berumur Kuarter, berupa endapan gunung api muda tidak terpisahkan yang terdiri

atas tufa batuapung pasiran, breksi lahar tufaan dari endapan Gunung Pangrango,

endapan ini cukup tebal. Di bawahnya berupa endapan vulkanik tua tak

terpisahkan terdiri atas breksi bersusunan andesitik – basaltik, lava andesit, tufa

dan aglomerat. Ke arah selatan berkembang sedimen klastik halus sampai kasar

berumur Tersier yang telah terlipatkan dan tersesarkan (Edi Murtianto, 1991).

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi 2.1.1. Geologi …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710077003_2_4284.pdf · Struktur Geologi Menurut Van Bemmelen (1949), Zona Bogor telah

7

2.1.2. Stratigrafi

Pembahasan stratigrafi regional dimaksudkan untuk memberikan gambaran

umum dari beberapa formasi yang erat hubungannya dengan stratigrafi daerah

penelitian dan diuraikan dari satuan yang tua ke satuan yang lebih muda.

Berdasarkan (A.C. Efendi, Kusnama, dan B. Hermanto; 1998) dalam peta geologi

regional lembar bogor, diketahui bahwa batuan tertua yang tersingkap di wilayah

studi terdiri atas tufa berbatuapung yang termasuk ke dalam Batuan Gunungapi

Tua yang terdapat di sebelah timur, utara dan selatan daerah penelitian. Disusun

oleh litologi berupa lahar dan lava basal andesit yang termasuk kedalam Batuan

Gunungapi Gunung Pangrango. Di sebelah barat daerah penelitian litologi

penyusunnya berupa lahar, breksi tufan dan lapili, aliran lava berjenis andesit

basal yang termasuk kedalam Batuan Gunungapi Gunung Salak. Batuan-batuan

ini termasuk ke dalam Batuan Gunungapi yang berumur Kuarter (gambar 2.2 Peta

Geologi Regional Lembar Bogor A.C. Efendi, Kusnama, dan B. Hermanto; 1998).

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi 2.1.1. Geologi …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710077003_2_4284.pdf · Struktur Geologi Menurut Van Bemmelen (1949), Zona Bogor telah

8

Gambar 2.2 Kolom stratigrafi daerah penelitian (A.C. Efendi, Kusnama, dan B.

Hermanto; 1998).

2.1.3. Struktur Geologi

Menurut Van Bemmelen (1949), Zona Bogor telah mengalami dua kali

masa periode tektonik, yaitu pada periode intra Miosen atau Miosen-Pliosen dan

periode Pliosen-Pleistoesen. Pada periode tektonik intra Miosen, berlangsung

pembentukan ”Geantiklin Jawa” akibat gaya tekanan dari arah selatan membentuk

struktur lipatan dan sesar pada sedimen di utara. Peristiwa ini terjadi setelah

Formasi Cidadap diendapkan pada Miosen Tengah. Pada kala Miosen-Pliosen,

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi 2.1.1. Geologi …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710077003_2_4284.pdf · Struktur Geologi Menurut Van Bemmelen (1949), Zona Bogor telah

9

antiklinorium ini mengalami intrusi dasit dan andesit hornblenda. Disamping itu,

terjadi pula ekstrusi Breksi Kumbang di ujung timur Zona Bogor.

Ketidakselarasan antara Formasi Subang dan Formasi Kaliwangu yang berumur

Pliosen Bawah (Silitonga, 1973) yang terjadi pada Zona Bogor bagian utara

menandakan bahwa pada periode Miosen-Pliosen tersebut terjadi proses

perlipatan pada keseluruhan Zona Bogor bagian utara.

Pada periode tektonik Pliosen-Pleistosen, terjadi proses perlipatan dan sesar

yang berpola barat-timur serta sesar mendatar yang bepola utara-selatan, yang

diakibatkan oleh terjadinya amblesan di bagian utara Zona Bogor yang kemudian

menimbulkan gangguan tekanan yang kuat pada zona ini. Pada kala Pliosen-

Pleistosen bagian barat Zona Bogor mengalami pengangkatan dan membentuk

Kaliglakah Beds yang terdiri dari endapan klastik dan lignit. Selanjutnya,

Cigintung Beds terendapkan.

Pada kegiatan tektonik Pliosen-Pleistosen mengakibatkan terjadinya sesar

terobosan Komplek Kromong yang andesitis dasitis. Setelah berakhir kegiatan

tersebut, terbentuklah Tambakan Beds yang berumur Pleistosen Bawah dan

menutupi satuan lainnya secara tidak selaras. Pada kala Pleistosen Tengah sampai

Atas di Zona Bogor bagian tengah dan timur terbentuk endapan vulkanik tua

(Gunung Slamet Tua) dan vulkanik muda dari Gunung Ciremai, selanjutnya

disusul oleh aktivitas pada Pleistosen Atas yang menghasilkan Linggopodo Beds

dan diikuti lago oleh kegiatan vulkanik Resan dari Gunung Ciremai sehingga

terbentuk endapan vulkanik muda ke bagian utara zona tersebut.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi 2.1.1. Geologi …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710077003_2_4284.pdf · Struktur Geologi Menurut Van Bemmelen (1949), Zona Bogor telah

10

Situmorang (1976) membuat pola tektonik Pulau Jawa berdasarkan konsep

Wrench Fault Tectonic (Gambar 2.2), yaitu :

1. Sistem rekahan meridional yang merupakan akibat adanya kompresi lateral

berarah utara-selatan yang berhubungan proses konvergensi Lempeng Indo-

Australia dan Lempeng Eurasia.

2. Wrench orde pertama, kedua, dan ketiga dapat dijumpai di Pulau Jawa.

Lipatan pada umumnya mengikuti sistem lipatan primer, hanya beberapa

lipatan yang merupakan lipatan seret orde kedua.

Gambar 2.3 Pola-Pola Struktur Pulau Jawa (Situmorang, 1976).

2.2. Hidrogeologi Regional

Berdasarkan Peta Hidrogeologi Regional Indonesia Lembar Bogor, yang

disusun oleh Edi Muertianto (2006), akuifer batuan dasar, di daerah penyelidikan

penyebarannya terutama menempati daerah kaki gunungapi dari G. Salak dan G.

Gede-Pangrango. Berdasarkan telaah morfologi dan geologi, cekungan airtanah

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi 2.1.1. Geologi …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710077003_2_4284.pdf · Struktur Geologi Menurut Van Bemmelen (1949), Zona Bogor telah

11

dapat dibagi menjadi tiga wilayah , yaitu wilayah airtanah dengan luahan sumur

antara 5 – 25 l/det, wilayah airtanah dengan luahan sumur kurang dari 5 liter/det,

dan wilayah airtanah langka/nir-akuifer.

Sistem aliran airtanah pada akuifer batuan dasar bervariasi, umumnya

melalui ruang antar butir, ruang antar butir dan rekahan, serta sistem aliran

melalui celahan/saluran pelarutan pada mandala airtanah karst.

Akuifer batuan dasar umumnya terdiri atas beberapa lapisan akuifer dengan

ketebalan lapisan antara 3 - 66m. Litologi akuifer di daerah ini umumnya

merupakan batuan Kuarter terdiri atas beberapa lapis pasir dan tufa pasiran

dijumpai di daerah utara lembar peta meliputi daerah Bogor, Kedunghalang,

Ciawi. Di daerah Sukaraja, Sukabumi dan Pelabuhanratu dan sekitarnya, litologi

akuifer tersebut bervariasi dari pasir, tufa pasiran dan.

Hal ini didasarkan pada diagram pagar dari sumur bor-sumurbor terpilih di

sekitar Bogor, Kedunghalang, Ciawi dan daerah Sukaraja, Sukabumi menunjukan

lapisan-lapisan akuifer tersebut penyebarannya disebagian tempat menerus dan di

berbagai tempat lainnya tidak menerus.

Keseluruhan data yang diperoleh dari penelitian terdahulu seperti tersebut di

atas masih bersifat umum dan berskala regional. Deskripsi batuannya pun belum

teruraikan dengan jelas, sehingga agak sukar untuk mendapatkan gambaran yang

spesifik mengenai urut-urutan kejadian vulkanik (volcanic succession) dan

hubungan di antara endapan vulkanik yang telah dihasilkan.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi 2.1.1. Geologi …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710077003_2_4284.pdf · Struktur Geologi Menurut Van Bemmelen (1949), Zona Bogor telah

12

Jika dihubungkan dengan geologi regional, maka hidrogeologi dan muka air

tanah di daerah ini berkaitan dengan kondisi batuan yang terbentuk di sekitarnya.

Kondisi hidrogeologi umumnya berkaitan erat dengan sistem akuifer tertentu.

Pada lokasi penyelidikan jenis batuan yang dapat bertindak sebagai akuifer

terutama pada kelompok batuan piroklastik kasar sampai sangat kasar yang

berumur Kuarter yaitu batuan gunungapi hasil Gunung Pangrango dan Gunung

Salak.

Gambar 2.4. hidrogeologi regional lembar Bogor (Edi Muertianto, 2006)

Daerah Studi

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi 2.1.1. Geologi …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710077003_2_4284.pdf · Struktur Geologi Menurut Van Bemmelen (1949), Zona Bogor telah

13

Akuifer dengan aliran melalui ruang antar butir, setempat melalui rekahan,

melampar di bagian barat laut Gunung Pangrango. Umumnya merupakan endapan

gunung api muda, terdiri atas beberapa lapisan akuifer dengan ketebalan berkisar

antara 2 hingga 77 meter.

Kapasitas jenis sumur dapat mencapai 329,18 m³/hari, keterusan dapat

mencapai lebih besar dari 659 m³/hari. Muka Air tanah statis bervariasi mulai dari

40 meter di bawah muka tanah hingga 1,3 meter di atas muka tanah setempat.

Berdasarkan kondisi hidrogeologinya, wilayah studi termasuk ke dalam

sistem akuifer endapan vulkanik yang terdiri atas lapisan akuifer tufa bebrbutir

kasar, lapili, breksi laharik, breksi vulkanik, dan lava vesikuler.

Secara umum akuifer endapan vulkanik dapat dibedakan menjadi akuifer

bebas dan akuifer tertekan, dengan sistem aliran melalui gabungan antara media

pori dan media rekahan. Akuifer dengan sistem media pori (akuifer primer)

mempunyai debit yang lebih kecil daripada akuifer sistem rekahan (akuifer

sekunder).

Kondisi geologi wilayah studi dibentuk oleh perselingan antara material-

material vulkanik yang lepas-lepas ataupun masif dengan aliran lava yang dikenal

sebagai tipe gunungapi strato. Kondisi seperti ini membentuk sistem akuifer yang

bergradasi dari elevasi yang paling tinggi ke elevasi yang paling rendah. Sistem

akuifer yang bergradasi ini dicirikan oleh adanya hubungan antara lapisan yang

satu dengan lapisan lainnya, sehingga apabila airtanah dari akuifer bagian atas

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi 2.1.1. Geologi …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710077003_2_4284.pdf · Struktur Geologi Menurut Van Bemmelen (1949), Zona Bogor telah

14

merembes masuk ke dalam akuifer di bawahnya, maka kemungkinan

terbentuknya sistem akuifer yang baru dapat terjadi di bagian bawah.

Keterkaitan antara rekahan dan keluarnya airtanah dapat diterangkan

sebagai berikut:

Rekahan sebagai media pengalir airtanah dari satu akuifer ke akuifer lainnya.

Rekahan sebagai media pembentuk akuifer; lapisan impermeabel, seperti lava

atau breksi laharik padu, dapat berubah menjadi lapisan permeabel akibat adanya

rekahan hasil proses geologi.

2.3. Dasar Teori

2.3.1. Hidrogeologi

Hidrogeologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang keterdapatan, sifat

fisik, dan perilaku air tanah. Karakteristik air tanah di suatu daerah ditentukan

oleh kualits air yang masuk, kondisi lingkungan yang dilewati air dalam

perjalannya dan kondisi batuan tempat air itu berada.

Secara hidrogeologi terdapat beberapa istilah mengenai keterdapatan air

tanah, diantaranya:

1. Akuifer (Aquifer) adalah lapisan yang dapat menyimpan dan mengalirkan

air dalam jumlah yang ekonomis. Contoh : pasir, kerikil, batupasir,

batugamping rekahan.

2. Akiklud (Aquiclude) adalah lapisan yang mampu menyimpan air, tetapi

tidak dapat mengalirkan dalam jumlah yang berarti misalnya lempung,

serpih, tuf halus, lanau.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi 2.1.1. Geologi …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710077003_2_4284.pdf · Struktur Geologi Menurut Van Bemmelen (1949), Zona Bogor telah

15

3. Akifug (Aquifuge) adalah lapisan batuan yang kedap air, tidak dapat

menyimpan dan mengalirkan air, misalkan batuan kristalin, metamorf

kompak.

4. Akitar (Aquitard) adalah lapisan yang dapat menyimpan air dan

mengalirkan dalam jumlah yang terbatas, misalnya lempung pasiran

(sandy clay).

Gambar 2.5. Berbagai Sistem Akuifer dan Airtanah yang terdapat di alam (Santosa

dan Adji, 2004).

2.3.1.1. Akuifer

Akuifer merupakan lapisan batuan yang dapat menyimpan dan

mengalirkan air. Beberapa jenis batuan dapat berfungsi sebagai akuifer. Akuifer

yang umum dijumpai di lapangan adalah endapan pasir, kerikil, kerakal dan

bernagkal yang belum terlitifikasi lanjut. Selain itu, yang cukup baik berfungsi

sebagai akuifer adalah batupasir, juga batugamping. Batuan sedimen yang lain

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi 2.1.1. Geologi …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710077003_2_4284.pdf · Struktur Geologi Menurut Van Bemmelen (1949), Zona Bogor telah

16

misalnya serpih (shale), batugamping pejal tak berongga bukan merupakan

akuifer yang baik.

Kemampuan akuifer untuk menyimpan dan menglirkan air dipengaruhi

oleh porositas dan permeabilitas.

Porositas merupakan persentase dari pori-pori batuan yang dapat terisi

oleh fluida. Porositas secara tidak langsung berhubungan dengan konduktivitas

hidrolik. Akuifer dengan porositas yang tinggi akan memiliki nilai konduktivitas

hidrolik yang tinggi pula.

Porositas dapat terbentuk secara primer dan sekunder. Proses

pembentukan porositas primer terjadi selama proses pengendapan berlangsung

(syngenetic), yaitu terbentuknya ruang antar butiran komponen penyusun batuan

sedimen. Sedangkan porositas sekunder terbentuk setelah litifikasi (postgenetic),

baik melalui pelarutan (contoh: batugamping) dan atau pengkekaran (joint) akibat

tekanan-tekanan oleh gejala tektonik). Oleh karena itu, baik batuan beku maupun

metamorf, sepanjang memiliki porositas yang tinggi (baik primer maupun

sekunder) akan mampu berfungsi sebagai akuifer.

Hal penting lainnya yang menunjang sifat kelulusan air dari akuifer

adalah permeabilitas. Permeabilitas adalah kemamapuan batuan untuk

mengalirkan air. Untuk itu diperlukan syarat adanya pori-pori yang saling

berhubungan (interconnected pores).

Berdasarkan sifat fisik batuan, secara garis besar ada 2 jenis media

penyusun akuifer, yaitu sistem media pori dan sistem media rekahan. Kedua

sistem ini memiliki karakter airtanah yang berbeda satu sama lain. Pada sistem

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi 2.1.1. Geologi …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710077003_2_4284.pdf · Struktur Geologi Menurut Van Bemmelen (1949), Zona Bogor telah

17

media berpori, airtanah mengalir melalui rongga antar butir yang terdapat dalam

suatu batuan misalnya batupasir dan batuan aluvial. Pada sistem media rekahan,

air mengalir melalui rekahan-rekahan yang terdapat pada batuan yang terkena

tektonik kuat, pada batugamping, batuan metamorf, dan lava. Rekahan terjadi

selain akibat proses tektonik, juga akibat proses pelarutan pada batu gamping.

Gambar 2.6. Model akuifer media pori ruang antar butir dan media Rekahan

(Sumber : S. Mandel, 1981)

Pembagian sistem Akuifer dan Airtanah di Alam menurut Santosa dan

Adji, 2004, yaitu :

1. Akuifer tertekan (Confined Aquifer)

Merupakan suatu jenis akuifer yang bagian atas dan bawahnya dibatasi oleh

lapisan bersifat kedap air akifug atau akiklud.

2. Akuifer bebas (Unconfined Aquifer)

Merupakan suatu jenis akuifer yang dibatasi oleh 1 lapisan impermeabel di

bagian bawahnya dan pada bagian atasnya tidak ada lapisan

penutup/impermeabel layer.

3. Akuifer semi (Semi-confined Aquifer)

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi 2.1.1. Geologi …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710077003_2_4284.pdf · Struktur Geologi Menurut Van Bemmelen (1949), Zona Bogor telah

18

Merupakan suatu jenis akuifer yang dibatasi oleh lapisan semi permeabel /

lapisan akitard (di atas dan atau di bawahnya).

4. Akuifer melayang (Perched Aquifer)

Merupakan suatu jenis akuifer berupa bentuk lensa-lensa batuan yang

dibatasi oleh lapisan impermeable (di atas dan di bawahnya).

Gambar 2.7. tipe-tipe akuifer santosa dan adji (2004).

2.3.1.1.1. Karakteristik Akuifer

Kuantitas air bawah tanah yang dapat disimpan atau diteruskan oleh akifer

tergantung pada karakteristik akuifer tersebut. Karateristik akuifer meliputi

porositas, konduktifitas hidrolik, transmisivitas, storativitas, specific yield

(porositas efektif),dan kapasitas jenis.Berikut penjelasan mengenai karakteristik

akuifer tersebut.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi 2.1.1. Geologi …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710077003_2_4284.pdf · Struktur Geologi Menurut Van Bemmelen (1949), Zona Bogor telah

19

1. Porositas adalah semua lubang yang tidak terbatas ukurannya pada suatu

masa batuan yang kemungkinan bisa terisi oleh air (Todd, D.K., 1980).

Faktor porositas meliputi ukuran butir, bentuk butir, susunan butir dan

sementasi. Besarannya dinyatakan sebagai perbandingan antara seluruh

lubang pori-pori batuan dengan isi batuan dalam prosentase (%). Porositas

dari beberapa macam batuan dapat dilihat dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Porositas beberapa macam batuan (Todd, D.K., 1980)

2. Konduktivitas hidrolika (K) atau sering disebut juga dengan permeabilitas

merupakan unit kecepatan dari kemampuan lapisan batuan untuk

meloloskan air (Todd, D.K., 1980). Konduktivitas hidrolika dipengaruhi

oleh sifat fisik yaitu porositas, ukuran butir, susunan butir, bentuk butir,

Batuan Porositas

Tanah 50 – 60

Lempung 45 – 55

Lanau 40 – 50

Campurankerikil kasar dan menengah 35 – 40

Pasir seragam 30 – 40

Campuran pasir halus dan menengah 30 – 35

Kerikil 30 – 40

Kerikil dan pasir 20 – 35

Batupasir 10 – 20

Serpih 1 – 10

Batugamping 1 – 10

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi 2.1.1. Geologi …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710077003_2_4284.pdf · Struktur Geologi Menurut Van Bemmelen (1949), Zona Bogor telah

20

dan distribusinya. Nilai konduktivitas hidrolika dari beberapa macam

batuan dapat dilihat dalam Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Nilai konduktivitashidrolika (K) beberapa macam batuan (Todd,

D.K., 1980)

3. Transmisivitas adalah kemampuan akuifer untuk meneruskan air melalui

suatu bidang vertikal setebal akuifer dengan lebar satu satuan panjang dan

satu unit landaian hidrolika (Todd, D.K., 1980). Potensi air bawah tanah

berdasarkan nilai transmisivitas dapat dilihat dalam Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Potensi air bawah tanah berdasarkan nilai transmisivitas dan

penggunaannya (US.Dept. Of The Interior, 1977)

Batuan K (m/hari) Batuan K (m/hari)

Kerikil kasar 150 Lempung 0,0002

Kerikil menengah 270 Batugamping 0,94

Kerikil 450 Dolomit 0,001

Pasir kasar 45 Sekis 0,2

Pasir menengah 12 Batusabak 0,00008

Pasir halus 2,5 Tuff 0,2

Batupasir menengah 3,1 Basalt 0,01

Batupasir halus 0,2 Gabro lapuk 0,2

Lanau 0,08 Granit lapuk 1,4

Transmisivitas (m2/hari) Domestik Irigasi

< 1 Jelek Sangat Jelek

1 – 8 Sedang Sangat Jelek

8 – 50 Baik Sangat Jelek

50 – 300 Sangat Baik Jelek

300 – 1000 Sangat Baik Sedang

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi 2.1.1. Geologi …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710077003_2_4284.pdf · Struktur Geologi Menurut Van Bemmelen (1949), Zona Bogor telah

21

4. Storativitas (S) adalah nilai koefisien yang menunjukkan besarnya volume

air yang dapat dikeluarkan atau disimpan oleh akuifer setiap satu satuan

luas per unit perubahan kedudukan muka air bawah tanah atau bidang

pisometrik (Todd, D.K., 1980). Nilai storativitas pada akuifer bebas

berkisar antara 0,01 hingga 0,35, sedangkan pada akuifer tertekan berkisar

antara 0,00005 hingga 0,005 (Todd, D.K., 1980).

5. Specific yield (Sy) atau porositas efektif merupakan perbandingan dalam

persen (%) air yang dapat diambil dari tanah atau batuan yang jenuh air

dibandingkan dengan volume total batuan atau tanah (Todd, D.K.,1980).

Nilai specific yield dari beberapa macam batuan dapat dilihat dalam Tabel

2.4.

Tabel 2.4. Nilai specific yield (Sy) dari beberapa macam batuan (Todd,

D.K., 1980)

1000 – 10.000 Sangat Baik Baik

> 10.000 Sangat Baik Sangat Baik

Batuan Sy (%) Batuan Sy (%)

Kerakal kasar 23 Lempung 3

Kerakal 24 Batupasir halus 21

Kerikil 25 Batupasir sedang 27

Pasir kasar 27 Batugamping 14

Pasir sedang 28 Sand dune 38

Pasir halus 23 Batulanau 12

Lanau 8 Tuff 21

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi 2.1.1. Geologi …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710077003_2_4284.pdf · Struktur Geologi Menurut Van Bemmelen (1949), Zona Bogor telah

22

6. Kapasitas jenis (Sc) merupakan besarnya debit air yang diperoleh pada

setiap penurunan muka air bawah tanah atau bidang pisometrik sepanjang

satu satuan panjang dalam suatu sumur pompa pada akhir periode

pemompaan (Kruseman & de Ridder, 1991).

2.3.1.1.2. Tipologi Sistem Akifer

Pengertian mengenai geometri keterdapatan airtanah di bawah permukaan,

merupakan hal yang mutlak diketahui. Dengan memahami geometri akuifer, maka

permasalahan mengenai karakteristrik dan sifat airtanah akan lebih mudah untuk

dijelaskan. Pendekatan yang digunakan meliputi berbagai aspek kimia fisik di

alam.Kondisi dan distribusi sistem akuifer dalam sistem geologi dikontrol oleh

faktor litologi, stratigrafi dan struktur dari endapan-endapan geologi.Litologi

adalah penyusun secara fisik meliputi komposisi mineral, ukuran butir dan kemas

dari endapan-endapan atau batuan yang membentuk sistem geologi.Stratigrafi

menggambarkan kondisi geometri dan hubungan umur antar lapisan, atau satuan

batuan dalam sistem geologi.Sedangkan struktur merupakan bentuk/sifat geometri

dari sistem geologi yang diakibatkan deformasi yang terjadi setelah batuan

terbentuk.Pada sedimen yang belum terkonsolidasi/kompak, kontrol yang

berperan adalah litologi dan stratigrafi. Pengetahuan akan ketiga faktor di atas

memberikan arahan kepada pemahaman karakteristik dan distribusi sistem akuifer

(Freeze dan Cherry, 1979).

Kesamaan iklim dan kondisi geologi di suatu daerah akan memberikan

kesamaan sistem airtanah. Kondisi ini akan berpengaruh terhadap karakter fisika

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi 2.1.1. Geologi …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710077003_2_4284.pdf · Struktur Geologi Menurut Van Bemmelen (1949), Zona Bogor telah

23

dan kimia serta kualitas airtanah dalam sistem tersebut. Berdasarkan karakter

tersebut, serta mengacu pada klasifikasi Mandel (1981) dan kondisi geografis

serta morfologis keberadaan dan penyebaran airtanah di Indonesia, maka

Puradimadja (1993) mengajukan 5 (lima)tipologi sistem akuifer untuk wilayah

Indonesia, yaitu :

1. Tipologi Sistem Akuifer Endapan Gunungapi.

2. Tipologi Sistem Akuifer Endapan Aluvial.

3. Tipologi Sistem Akuifer Batuan Sedimen.

4. Tipologi Sistem Akuifer Batuan Kristalin dan Metamorf.

5. Tipologi Sistem Akuifer Endapan Glasial.

Penentuan Nilai Permeabilitas dari Pumping Test

Penilaian parameter atau karakteristik akuifer merupakan upaya untuk

mengetahui karakteristik hidraulika akuifer di daerah penyelidikan.Dalam hal

ini.didasarkan atas analisis data uji akuifer yang dilakukan pada beberapa lokasi

terpilih secara langsung di lapangan.

Pumping test atau uji pemompaan merupakan suatu tahapan untuk

menguji kapasitas debit aliran dan parameter-parameter fisik akuifer sebelum

dilakukan tahapan eksploitasi pada sumur bor tersebut. Secara umum uji

pemompaan atau pumping test terdiri dari dua metode yaitu uji akuifer dan uji

pompa.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi 2.1.1. Geologi …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710077003_2_4284.pdf · Struktur Geologi Menurut Van Bemmelen (1949), Zona Bogor telah

24

Gambar 2.8. Diagram test pemompaan atau pumping test

Uji akuifer merupakan suatu test pemompaan yang dilakukan hanya pada

satu akuifer dengan pengamatan pada beberapa sumur panyau (observation well)

atau piezometer di sekitar sumur uji. Uji akuifer relatih lebih sederhana

dibandingkan dengan uji sumur bor. Dari sumur, yang dipasangi saringan tepat

pada letak akuifernya, dipompa selama waktu tertentu serta dengan debit tertentu.

Pengaruh pemompaan terhadap muka airtanah diukur pada sumur pompa dan

pada piezometer yang letaknnya di sekitar sumur pompa. Nilai Transmisitas (T)

dan Koefisien Penyimpanan (S) dapat diketahui dengan mengolah data penurunan

muka airtannah baik yang ada di sumur pompa maupun pada piezometer, jarak

piezometer terhadap sumur pompa, debit pemompaan dan waktu dengan

menggunakan persamaan tertentu.

Tes Pemompaan

Uji Akuifer /

Aquifer Test

Time Draw – Down

Test

Uji Sumur Bor

Well Test /

Pumping Test

Recovery Test

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi 2.1.1. Geologi …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710077003_2_4284.pdf · Struktur Geologi Menurut Van Bemmelen (1949), Zona Bogor telah

25

Uji Pompa atau uji sumur bor merupakan suatu uji pemompaan yang

dilakukan pada beberapa akuifer dalam satu sumur bor dengan pengamatan pada

beberapa sumur pantau (observation well) atau piezometer di sekitar sumur uji.

Uji sumur bor ditujukan untuk mengetahui kapasitas sumur, keadaan konstruksi

sumur, dasar penentuan jenis pompa dan perkiraan biaya operasi pemompaan

sumur produksi. Pada uji sumur bor ini piezometer tidak diperlukan, hanya

besarnya debit sarta penurunan muka airtanah pada sumur yang dipompa yang

diukur.

Dari kedua tahapan tersebut akan dicari besaran dari parameter hidrolik

akuifer atau sumur bor.

Gambar 2.9. Uji akuifer (Krusmen & Ridder, 1994)

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi 2.1.1. Geologi …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710077003_2_4284.pdf · Struktur Geologi Menurut Van Bemmelen (1949), Zona Bogor telah

26

Gambar 2.10. Uji pompa (Krusmen & Ridder, 1994)

Ada beberapa parameter hidrolik yang penting yaitu Debit Air (Q),

Koefisien Transmisitas (T), Konduktifitas Hidrolik (K), dan Koefisien Isian (S).

a. Debit air (Q) dengan satuan m3/s.

Q = (V) . A

= (K . i) . A

= K (i) . A

= K (dh/dl) . A

Q ini dapat diasumsikan sebagai volume air yang dikeluarkan per satuan

waktu.

b. Koefisien Transmisitas (T) dengan satuan m2/s.

Satuan yang menunjukkan kecepatan aliran di bawah satu unit gradien

hidrolik melalui sebuah penampang pada seluruh tebal jenuh suatu akuifer.

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi 2.1.1. Geologi …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710077003_2_4284.pdf · Struktur Geologi Menurut Van Bemmelen (1949), Zona Bogor telah

27

c. Konduktifitas Hidrolik (K) dengan satuan m/s.

Dapat didefinisikan sebagai sebuah koefisien yang secara proporsional

menggambarkan kecepatan air yang dapat melaju melalui permeabel

dalam unit waktu dan gradien hidrolik. Densitas dan viskositas air harus

diperhatikan dalam mendeterminasi konduktifitas hidrolik.

d. Koefisien Isian (S) tanpa satuan.

Merupakan nilai yang menyatakan volume air yang dapat dikeluarkan atau

dimasukkan dari/ke akuifer pada unit luas dan per unit perubahan paras

muka air.

2.3.1.2. Mata Air

Pengamatan karakteristik airtanah dapat dilakukan berdasarkan

pengamatan pada lokasi kemunculannya di permukaan. Secara alami

kemunculannya di permukaan berupa suatu mata air. Pengamatan lainnya dapat

dilakukan berdasarkan pengamatan muka airtanah di sumur/lubang bor.

Jenis mata air didasarkan pada kontrol geologi (baik struktur maupun

litologi) dan topografi (fetter, 1994) yaitu :

1. Depression spring (mataair depresi)

Mata air yang disebabkan karena permukaan tanah memotong muka air

tanah (water table).

2. Contact springs (mataair kontak)

Mata air akibat kontak antara lapisan akuifer dengan lapisan impermeabel

pada bagian bawahnya.

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi 2.1.1. Geologi …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710077003_2_4284.pdf · Struktur Geologi Menurut Van Bemmelen (1949), Zona Bogor telah

28

3. Fracture artesian springs (mataair Rekahan)

Mata air yang dihasilkan oleh akuifer tertekan yang terpotong oleh struktur

impermeabel.

4. Sinkhole Springs (mataair sinkhole)

Mata air yang terjadi akibat pelarutan batuan oleh air tanah.

5. Fault Springs (mataair patahan)

Mataair yang terjadi akibat adanya struktur patahan pada suatu lapisan

akuifer tertekan.

6. Joint Springs (mataair kekar)

Mataair yang dihasilkan dari celah-celah kekar pada suatu lapisan akuifer

tertekan.

Gambar 2.11. Jenis-jenis mata air didasarkan kontrol geologi dan topografi

(Sumber : Fetter 1994).

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi 2.1.1. Geologi …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710077003_2_4284.pdf · Struktur Geologi Menurut Van Bemmelen (1949), Zona Bogor telah

29

2.3.2. Kimia Air Tanah

Pembahasan mengenai kandungan unsur-unsur kimia yang terdapat dalam air

tanah akan sangat membantu mengenai genesa airtanah serta kegunaanya dalam

budi daya manusia. Airtanah yang mengalir akan melewati akuifer dengan jenis

litologi yang berbeda-beda dan kandungan mineral yang berbeda pula, hal tersebut

akan berakibat pula dengan kandungan unsur kimia yang terkandung juga

berbeda.

Properti fisika dan kimia yang dapat dikenali di lapangan dan merupakan data

primer yang wajib diketahui dalam penelitian tentang kimia airtanah antara lain,

temperatur (0C), derajat keasaman (pH), Total Dissolved Solid (TDS) dan Daya

Hantar Listrik (DHL). Aspek-aspek tersebut dapat diukur secara kuantitatif

menggunakan alat ukur tersendiri dan harus dilakukan langsung di lokasi tubuh

sumber air, sehingga data yang didapatkan belum berubah sesuai dengan kondisi

sebenarnya.

Gambar 2.12. Hubungan temperatur udara dengan ketinggian (Matthess,1982).

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi 2.1.1. Geologi …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710077003_2_4284.pdf · Struktur Geologi Menurut Van Bemmelen (1949), Zona Bogor telah

30

Temperatur

Temperatur air tanah pada waktu dan tempat tertentu merupakan hasil dari

bermacam proses pemanasan yang terjadi di bawah dan atau di permukaan bumi.

Dari perbandingan antara temperatur air pada tubuh air dengan temperatur rata-

rata udara lokal saat pengukuran akan diketahui adanya zonasi hipertermal (Tair >

Tudara), mesotermal (Tair = Tudara), dan hipotermal (Tair < Tudara) seperti

terlihat pada gambar 2.12. Semakin tinggi lokasi pengukuran semakin rendah

temperatur udara. Sehingga untuk menentukan zonasi temperatur, perlu

diperhatikan gradien temperatur udara yang berlaku di daerah tersebut.

Kenaikan temperatur airtanah tidak selalu berhubungan dengan gradien

geotermik, tetapi bisa disebabkan oleh pengaruh aktifitas magmatic di bawah

permukaan. Komposisi kimia airtanah dapat dipakai sebagai salah satu cara untuk

membedakan kedua faktor di atas. Kenaikan temperatur air tanah menyebabkan

kandungan ion-ion terlarut di dalam air semakin besar dan secara tidak langsung

akan menambah property kimia dan fisika air.

pH

pada temperatur 25oC keaktifan ion H

+ dan ion OH

- pada air adalah 9

-4,

sehingga dengan asumsi konsentrasi H+ = OH- (1 X 9-7 mol/liter) maka nilai pH

air murni = 7. Faktor utama penentu keaktifan ion adalah jumlah reaksi kimia

yang melibatkan ion hydrogen. Reaksi kimia akan meningkat seiring dengan

perubahan temperature air. Perubahan temperature menyebabkan pH air berubah,

dan perubahan pH air tersebut bergantung pada jenis endapan akuifernya.

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi 2.1.1. Geologi …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710077003_2_4284.pdf · Struktur Geologi Menurut Van Bemmelen (1949), Zona Bogor telah

31

Air yang bersifat asam (pH < 7) terdapat pada daerah-daerah dengan endapan

volkanik. Sedangkan air yang bersifat basa (pH > 7) terdapat pada daerah-daerah

dengan batuan ultramafik (Hem, 1985).

Daya Hantar Listrik (DHL)

Daya Hantar Listrik (Specific Conductivity atau Konduktivitas) ukuran

kemampuan suatu zat menghantarkan arus listrik dalam temperature tertentu yang

dinyatakan dalam micromohs per centimeter 0C. Satuan yang lebih umum

digunakan adalah mikrosiemens (µS). Untuk menghantarkan arus listrik ion-ion

bergerak dalam larutan memindahkan muatan listriknya (ionic mobility) yang

bergantung pada ukuran dan interaksi antar ion dalam larutan.

Setiap airtanah memiliki nilai DHL yang berbeda-beda tergantung dari ion-ion

logam yang dikandungnya.

Tabel 2.5 Nilai daya hantar listrik berbagai jenis air (Mandel, 1981)

Jenis Air Nilai DHL

Air Destilasi (aquades) 0,5 – 50 µS

Air Hujan 5,0 – 30 µS

Airtanah segar 30 – 2.000 µS

Air laut 45.000 – 55.000 µS

Air garam >90.000 µS

Nilai konduktifitas merupakan fungsi antara temperatur, jenis ion-ion

terlarut, dan konsentrasi ion terlarut. Peningkatan ion-ion terlarut menyebabkan

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi 2.1.1. Geologi …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710077003_2_4284.pdf · Struktur Geologi Menurut Van Bemmelen (1949), Zona Bogor telah

32

nilai konduktivitas air juga meningkat. Sehingga dapat dikatakan bahwa nilai

konduktivitas yang terukur merefleksikan konsentrasi ion yang terlarut pada air.

Total Dissolved Solid (TDS)

Konsentrasi ion-ion terlarut pada airtanah dipengaruhi oleh beberapa hal,

yaitu kondisi lingkungan yang dilewati air dalam perjalanan dan kondisi batuan

dimana tempat air itu berada. Kandungan nilai TDS berbanding lurus dengan nilai

daya hantar listrik. Semakin tinggi nilai daya hantar listrik suatu air dapat

mengindikasikan jumlah TDS yang dikandungnya semakin tinggi pula.

Setiap airtanah memiliki nilai TDS yang berbeda-beda, tergantung dari jumlah

konsentrasi ion-ion terlarut yang dikandungnya.

Tabel 2.6 nilai TDS untuk berbagai jenis (Freeze and Cheery, 1979)

kategori Nilai TDS (mg/l atau g/m2)

Fresh water 0 – 1.000

Brackish water 1.000 – 10.000

Saline water 10.000 – 100.000

Brine water >100.000

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi 2.1.1. Geologi …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710077003_2_4284.pdf · Struktur Geologi Menurut Van Bemmelen (1949), Zona Bogor telah

33

2.3.3 Fasies Airtanah

Fasies airtanah adalah identifikasi jenis airtanah berdasarkan perbedaan dan

genesa air yang berhubungan dengan sistem dan tubuh tempat keterdapatan

airtanah (Back, 1961,1966 ; Morgan and Winner, 1962 ; Seaber, 1962 dalam

Freeze and Cheery, 1979). Fasies hidrokimia airtanah juga dinyatakan sebagai

zona dengan komposisi kation dan anion dalam kategori yang berbeda. Pembagian

fasies airtanah ini dapat dilihat pada Triliniear diagram yang umum digunakan

yaitu diagram Piper (1944) (Gambar 2.13). Unsur-unsur kimiawi yang digunakan

untuk fasies airtanah terdiri atas ion-ion Mg2+

, Ca2+

, Na+, K

+, Cl

-, SO4

2-, dan

HCO3-.

Gambar 2.13 diagram klasifikasi fasies anion kation airtanah

dalam persentasi ion utama menggunakan diagram Piper (1944).

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi 2.1.1. Geologi …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710077003_2_4284.pdf · Struktur Geologi Menurut Van Bemmelen (1949), Zona Bogor telah

34

Diagram ini menunjukkan bagaimana “Diagram Piper” dapat digunakan

dalam mengklasifikasi airtanah untuk mengetahui fasies kimia airtanahnya.

Apabila suatu sampel air dominan diplot pada bagian atas dari kedua segitiga

anion dan kation, maka air tersebut termasuk ke dalam tipe Magnesium – Sulfat.

Apabila suatu sampel air dominan diplot pada bagian bawah kiri dari segitiga

kation dan bawah kanan dari segitiga anion, maka air tersebut termasuk ke dalam

tipe Kalsium – Clorida. Jika sampel diplot dalam kedua segitiga (anion-kation)

berada di tengah-tengah segitiga, maka ini merupakan tipe non dominan.