bab ii tinjauan pustaka 2.1. -...

24
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gear pump Gear pump (pompa roda gigi) adalah jenis pompa positive displacement dimana fluida akan mengalir melalui celah-celah roda gigi dengan dinding rumahnya. Disebut sebagai pompa karena fluida yang dialirkan pada umumnya berupa cairan (liquid) atau bubur (slurry). Sedangkan pompa positive displacement berarti pompa tersebut menghisap sejumlah fluida yang terjebak yang kemudian ditekan dan dipindahkan ke arah keluaran (outlet). Gear pump sering digunakan untuk aplikasi hydrolic fluid power. Namun, tidak jarang juga digunakan pada bidang kimia untuk mengalirkan fliuda pada viskositas tertentu. Terdapat dua jenis gear pump, yaitu external gear pump dan internal gear pump. Pompa ini digolongkan sebagai fixed displacement karena jumlah fluida yang dialirkan setiap putarannya selalu tetap,( Fauzih A, 2010). Di PT.Asia Pasific Fibers gear pump digunakan untuk mempompa bahan baku benang yang sudah dilelehkan(polimer) setelah proses extrusi untuk diteruskan pada cetakan benang.Pemilihan gear pump sebagai pompa dikarenakan gear pump mempunyai jumlah fluida yang dialirkan setiap putaran tetap.Gear pump yang dipakai di Pt Asia pacific fiber yaitu gear pump dua tingkat dengan 1 input dan output 8 buah.Kapasitas gear pump yang dipakai ada beberapa jenis disesuaikan dengan jenis benang yang produksi salah satunya 2,4cc/rev dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1 Gear Pump Kapsitas 2,4cc/rev (Minardi, 2012)

Upload: hakhanh

Post on 14-Mar-2018

224 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gear pump

Gear pump (pompa roda gigi) adalah jenis pompa positive

displacement dimana fluida akan mengalir melalui celah-celah roda gigi dengan

dinding rumahnya. Disebut sebagai pompa karena fluida yang dialirkan pada

umumnya berupa cairan (liquid) atau bubur (slurry). Sedangkan pompa positive

displacement berarti pompa tersebut menghisap sejumlah fluida yang terjebak

yang kemudian ditekan dan dipindahkan ke arah keluaran (outlet). Gear pump

sering digunakan untuk aplikasi hydrolic fluid power. Namun, tidak jarang juga

digunakan pada bidang kimia untuk mengalirkan fliuda pada viskositas tertentu.

Terdapat dua jenis gear pump, yaitu external gear pump dan internal gear pump.

Pompa ini digolongkan sebagai fixed displacement karena jumlah fluida yang

dialirkan setiap putarannya selalu tetap,( Fauzih A, 2010).

Di PT.Asia Pasific Fibers gear pump digunakan untuk mempompa

bahan baku benang yang sudah dilelehkan(polimer) setelah proses extrusi untuk

diteruskan pada cetakan benang.Pemilihan gear pump sebagai pompa dikarenakan

gear pump mempunyai jumlah fluida yang dialirkan setiap putaran tetap.Gear

pump yang dipakai di Pt Asia pacific fiber yaitu gear pump dua tingkat dengan 1

input dan output 8 buah.Kapasitas gear pump yang dipakai ada beberapa jenis

disesuaikan dengan jenis benang yang produksi salah satunya 2,4cc/rev dapat

dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Gear Pump Kapsitas 2,4cc/rev (Minardi, 2012)

6

2.2. Material shaft

Material shaft banyak menggunakan baja karbon dan baja khusus yang

dipakai untuk membuat alat( tool steel). Adapun sifat fisis dan mekanis yang

harus dimiliki oleh shaft adalah keras,tangguh dan tahan terhadap benturan,

stabil,tidak bereaksi terhadap bahan kimia serta mempunyai koefisin muai yang

bagus.

2.2.1 Klasifikasi Baja Karbon

Menurut persentase karbonnya baja komersial diklasifikasikan

menjadi 3 jenis yaitu:

1. Baja karbon rendah

Baja ini disebut baja ringan (Mild Steel) atau baja perkakas,

baja ini bukan baja yang keras karena kandungan karbonya rendah

yaitu kurang dari 0.3%. Baja ini dapat dijadikan mur, baut, ulir skrup

dan lain-lain. Baja jenis karbon rendah mempunyai sifat tidak terlalu

keras, cukup kuat, ulet, mudah dibentuk dan ditempa, tetapi karena

kurangnya kadar karbon maka tidak dapat disepuh keras. (Amanto,

2003).

2. Baja karbon sedang

Baja karbon sedang merupakan baja dengan kandungan karbon

0,3–0,6%, cukup keras dibandingkan dengan baja karbon rendah.

Baja ini memungkinkan untuk dikeraskan sebagian dengan

pengerjaan panas (heat treatment) yang sesuai. Baja karbon sedang

digunakan untuk roda gigi, poros engkol, sekrup dan sebagainya.

(Amanto, 2003).

3. Baja karbon tinggi

Baja karbon tinggi mempunyai kandungan karbon 0,6–1,5%,

baja ini sangat keras namun keuletannya rendah, biasanya digunakan

untuk alat potong seperti gergaji, pahat, kikir, pegas dan lain

sebagainya. Karena baja karbon tinggi sangat keras, maka jika

digunakan untuk produksi harus dikerjakan dalam keadaan panas.

(Amanto, 2003).

7

2.2.2 Diagram Fe3C

Diagram Fe3C, Seperti pada Gambar 2.2 yang menampilkan

hubungan antara temperatur dimana terjadi perubahan fasa selama

proses pendinginan lambat dan pemanasan lambat dengan

kandungan karbon (%C). Diagram fasa besi dan karbida besi Fe3C

ini menjadi landasan untuk laku panas kebanyakan jenis baja yang

kita kenal (Lawrench, 1985)

Gambar 2.2 Diagram Fe– C (Tata Surdia, 1999)

Dengan memperhatikan diagram fasa tersebut maka baja

karbon yang karbonnya <0.77 % adalah jenis baja hypoeutektoid,

sedangkan baja dengan kadar karbon 0.77-2.11 adalah jenis baja

hypereutectoid.

2.2.3 Struktur Logam

Sifat-sifat yang dimiliki logam akan berpengaruh dalam

penggunaan logam, hal inilah yang merupakan dasar dari pemilihan

bahan. Sifat-sifat yang dimiliki setiap logam sangatlah berbeda

karena adanya perbedaan unsur-unsur penyusun serta paduan yang

8

akan membentuk struktur mikronya. Bentuk geometri dari

persenyawaan logam besi dan baja biasanya berupa kubus, yang

tersusun dari atom-atomnya. Bentuk geometris inti adalah BCC

(Body Center Cubic), FCC (Face Center Cubic), HCP (Hexagonal

Close Pocked) (Arifin, 2006). Seperti terdapat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Bentuk Geometris Kristal Logam (Arifin, 2006)

Macam-macam struktur logam antara lain:

1. Struktur Austenite

Austenite disebut juga besi gamma (γ) seperti Gambar 2.4

dibawah, fase ini terjadi diatas tempratur 723oC, sifat dari austenite

adalah lunak, tidak magnetis, dan dapat di tempa. Austenite

merupakan pemanasan lanjut dari ferrite dan pearlite (Arifin,

2006)

Gambar 2.4 Struktur Austenite (Arifin, 2006).

9

2. Struktur Ferrite

Struktur ferrite sering juga disebut besi alpha (α) seperti Gambar

2.5 dibawah yang merupakan larutan karbon pada besi murni, fase

ini terjadi pada tempratur 723oC ≥ 910

oC. kandungan C sebesar

0.025, sifat dari baja ini adalah lunak, ulet, magnetis dan baik untuk

di tempa.

Gambar 2.5 Struktur Ferrite pada Baja Lunak (Masyrukan, 2006)

3. Struktur Cementite

Cementite disebut juga karbid besi atau Fe3C, Struktur Cementite

adalah struktur yang sifatnya sangat keras, yang mengandung

6.67% C. Sifat dari besi ini adalah keras, rapuh dan magnetis

sampai pemanasan pada suhu 210oC. (Arifin, 2006). Struktur

sementite seperti pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Struktur Sementite Pada Baja Karbon Tinggi (Arifin, 2006).

Ferit

10

4. Struktur Pearlite

Struktur pearlite adalah struktur yang terbentuk karena

persenyawaan antara struktur ferrite dan struktur cementite yang

seimbang, Struktur pearlite jika dipanaskan sampai suhu 723 oC

akan berubah menjadi struktur austenite. Sifat dari pearlite adalah

keras, dan lebih kuat dari pada ferrite, tetapi kurang ulet, dan tidak

magnetis. Struktur pearlite seperti terdapat pada Gambar 2.7

Gambar 2.7 Struktur Pearlite Pada Baja Karbon Rendah (0,25% C)

(Masyrukan, 2006)

5. Struktur martensite

Struktur martensite sifatnya sangat keras dengan susunan kristalnya

berbentuk Kubus Pusat tetragonal. Sruktur martensite seperti

terlihat pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Struktur Sementite Pada Baja Karbon (Masyrukan, 2006)

Ferit

Perlit

11

2.2.4 Pengaruh Unsur Paduan Terhadap Baja

Baja yang hanya mengandung unsur C tidak akan memiliki sifat

seperti yang diinginkan, dengan penambahan unsur-unsur paduan

seperti Si, Mn, Ni, Cr, V, W, dan lain sebagainya dapat menolong

untuk mencapai sifat-sifat yang diinginkan (Amanto, 2003).

Penambahan beberapa unsur paduan spesifikasi terhadap sifat baja

antara lain (Amanto, 2003) :

a. Unsur Silikon (Si)

Silikon merupakan unsur paduan yang ada pada setiap baja dengan

jumlah kandungan lebih dari 0,4% yang mempunyai pengaruh

kenaikan tegangan tarik dan menurunkan kecepatan pendinginan kritis

(laju pendinginan minimal yang dapat menghasilkan 100%

martensite)

b. Unsur Mangan (Mn)

Unsur Mangan dalam proses pembuatan baja berfungsi sebagai

deoxider (pengikat O2) sehingga proses peleburan dapat berlangsung

baik. Kadar Mn yang rendah dapat menurunkan kecepatan

pendinginan kritis.

c. Nikel (Ni)

Nikel memberi pengaruh sama seperti Mn yaitu menurunkan suhu

kritis dan kecepatan pendinginan kritis. Ni membuat struktur butiran

menjadi halus dan menambah keuletan.

d. Unsur Krom (Cr)

Unsur krom meningkatkan kekuatan tarik dan keplastisan, kekerasan,

mungurangi korosif dan tahan suhu tinggi.

e. Unsur Vanadium (V) dan Wolfram (W)

Unsur Vanadium dan Wolfram membentuk karbida yang sangat keras

dan meningkatkan keekrasan baja, kemampuan potong dan daya tahan

panas, untuk pahat potong dengan kecepatan tinggi.

12

2.2.5 Material Shaft Gear Pump

Semakin berkembangnya ilmu bahan sekarang ini,shaft gear pump

banyak menggunakan baja karbon tinggi dan baja karbon sedang dan tool

steel disesuaikan dengan fungsi dan kegunaannya.Salah satu tool steel

yang digunakan untuk membuat shaft gear pump adalah CPM 76 atau M48

denagan kekerasan mencapai 67-69HRC (ASM Handbook,Volume 1,

2005)seperti dtunjukan pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Standart Komposisi CPM 76 dan M48

(ASM Handbook, Volume 1, 2005)

Trade

Name

AISI

Constituent Elements, %

Designation Hardness

C Cr W Mo V Co s HRC

CPM

Rex

T15

T15 1.55 4.00 12.25 0 5.00 0.06 0.06 65-67

CPM

Rex

T15

HS

T15 1.55 4.00 12.25 0 5.00 0.22 0 65-67

CPM

Rex 76 M48 1.50 3.75 10.0 3.10 9.0 0.06 0 67-69

CPM

Rex 76

HS

M48 1.50 3.75 10.0 3.10 9.0 0.22 0 67-69

Hap10

1.35 5.0 3.0 6.0 6.0 3.8 0 67-69

2.3 Kerusakan Shaft Gear Pump

Kerusakan shaft gear pump original di PT. Asia Pasific Fibers

adalah patah pada ujung dan posisi tengah shaft terlihat pada Gambar 2.9,

yang disebabkan temperatur pada beam rendah menyebab beban kerja tinggi.

Untuk shaft gear pump buatan lokal terjadi deformasi bentuk diujung shaft

disebabkan kekerasan dan koefisiensi muai yang rendah, ditunjukan pada

Gambar 2.10.

13

Gambar 2.9 patahan Shaft Gear Pump Original (Minardi ,2012)

Gambar 2.10 Perubahan Bentuk Shaft Gear Pump Lokal (Minardi, 2012)

2.4 Proses Perlakuan Panas

Untuk memperoleh sifat- sifat mekanik dan struktur mikro yang

diinginkan dari baja karbon dalam batasan yang direncanakan, dapat dilakukan

dengan suatu perlakuan panas. Perlakuan Panas adalah suatu proses mengubah

sifat logam dengan jalan mengubah struktur mikro melalui proses pemanasan dan

pengaturan kecepatan pendinginan.

Keberhasilan perlakuan panas pada baja didominasi struktur mikro

martensit dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu (1) komposisis paduan, (2) jenis dan

karakter dari media quenching dan (3) ukuran dan bentuk dari benda specimen.

(Callister, 2007).

patah

Deformasi

bentuk

14

Proses perlakuan panas untuk baja karbon dengan metoda austempering

bertujuan untuk menghasilkan mikrostruktur yang kuat,ulet dan tahan. Tahap

proses, yaitu :

2.4.1 Proses Austenisasi

Proses pemanasan material besi cor sampai pada daerah austenit, yaitu

daerah dengan temperatur antara 845 – 925

oC (ASM vol.1, 2005). Keseluruhan

fasa material akan diubah ke dalam austenite dan feritik, dimana atom – atom

karbon akan larut interstiti pada struktur FCC pada permukaan sampel sampai

pada kedalaman tertentu. Masuknya atom – atom karbon (C) secara interstiti ke

dalam struktur kristal logam pada temperatur austenit disebut proses difusi.

2.4.2 Proses Penahanan (holding time)

Proses homogenisasi (penyeragaman) dari komposisi fasa austenit, yaitu

waktu penahanan pada daerah austenit selama periode waktu tertentu dan

bertujuan untuk menjamin diperolehnya keseragaman fase austenit (complete

austenitization).

2.4.3 Proses Quenching

Proses pendinginan dari material yang telah selesai menjalani proses

austenisasi. Proses quenching dilakukan dengan jalan pencelupan ke dalam media

pendingin secara cepat. Laju pendinginan selama tahap ini sangat penting karena

menentukan mikrostruktur matrik dari baja yang akan di austemper pencelupan

lambat akan menghasilkan pearlite, ini biasa terjadi pada benda coran. Derajat

dimana bainit dapat dicapai selama laju panas iso termal untuk menghindari

pearlite atau martensit dikenal sebagai pengerasan bainit pada paduan (Raharjo S,

2007).

2.4.4 Proses Austempering

Proses transformasi isothermal untuk mendapatkan struktur ausferit, yaitu

matrik yang terdiri dari acicular ferit dan austenit stabil dengan kandungan karbon

2%. Proses austempering dilakukan dengan perendaman dan penahanan material

(soaking) dalam media pendingin yang berupa media gramus pada daerah

temperatur konstan. Biasanya temperatur austempering yang digunakan berkisar

antara 232 – 400oC bila dibawah temperatur itu, akan terbentuk martensit (Ms).

15

Tempertur austempering merupakan parameter terpenting untuk menentukan sifat

mekanik besi ulet austemper ; temperature austemper tinggi (350 - 400oC)

menghasilkan keuletan dan ketangguhan yang tinggi, dan kekuatan luluh dan

kekuatan tarik yang lebih rendah, sedangkan temperature austemper rendah (250 –

300oC) menghasilkan kekuatan luluh dan kekuatan tarik yang tinggi, katahanan

aus yang tinggi dan ketangguhan dan keuletan serta ketangguhan lebih rendah

(Smallman. R.E, dkk, 1999).

2.4.5 Proses Air Cooling (pendinginan udara)

Proses terakhir yang dilakukan, yaitu dengan mengeluarkan material dari

rendaman media oli dan didinginkan pada temperatur ruangan. Dari diagram fasa

Fe-C seperti Gambar 2.11 diperoleh hubungan antara temperatur dengan fasa

yang terbentuk pada proses perlakuan panas.

Gambar 2.11. Diagram Kesetimbangan Fasa Fe – C (Callister, 2007)

16

2.6 Pengujian Kekerasan

Kekerasan merupakan ketahanan suatu material terhadap penetrasi

material lain. Pada umumnya kekerasan menyatakan ketahanan terhadap

deformasi, dan untuk logam dengan sifat tersebut merupakan ketahanannya

terhadap deformasi plastik atau deformasi permanen. Ada 2 (dua) tipe

pengidentasian, yaitu statik dan dinamis. Test identasi statik yang umumnya

dipakai merupakan pengidentasian yang dilakukan pada permukaan material

dengan beban tertentu. Sedangkan test identasi dinamik meliputi beban bebas

yang dijatuhkan yang memberikan impak terhadap material (Callister,2007).

Berikut ini metode-metode pengujian logam :

a) Metode Brinell

Penetrator yang digunakan berupa bola baja yang dikeraskan

dengan diameter 0,625 s/d 10 mm dan standard beban 0,97 s/d 3000 Kgf.

Lama penekanan 10 s/d 30 detik. Bola harus berupa baja yang dikeraskan,

ditemper, dan dengan kekerasan minimum 850 VPN.

Kekerasan yang diberikan merupakan hasil bagi beban penekan

dengan keras permukaan lekukan bekas penekanan dari bola baja yang

ditunjukan pada Gambar 2.12.

Gambar 2.12. Metode Brinell (Callister,2007).

17

22 -

2

dDDD

FHB

(2.2)

Dimana : HB = Nilai kekerasan Menurut Brinell

F = Beban yang diterapkan (Kg)

D = Diameter bola (mm)

d = diameter (mm)

Diameter lekukan diukur pada kaca pembesar dengan

menggunakan mistar yang sesuai dengan pembesarannya. HB dilihat

langsung dalam Tabel 2.2 yang tertera pada body preparat. Bola baja

hanya digunakan untuk mengetes baja yang dikeraskan, besi tuang kelabu

dan non logam.

Tabel 2.2. Standar Uji Brinell (ASTM E-10,1990)

Diameter Bola (mm) Beban ( kg ) Daerah Angka

Kekerasan

10 mm 3000 96 s/d 600

10mm 1500 48 s/d 300

10mm 500 16 s/d 100

b) Metode Rockwell

Pengujian kekerasan Rockwell didasarkan pada kedalaman

masuknya penekan benda uji. Nilai kekerasan dapat langsung dibaca

setelah beban utama dihilangkan. Untuk menghittung nilai kekerasan

Rokwell dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

eHR -E= (2.3)

Dimana: HR= Nilai kekerasan Menurut Rockwell

E = Konstanta tergantung pada bentuk identor.

e = Perbedaan antara dalamnya penembusan,

Untuk itulah digunakan Tabel 2.3 Skala Kekerasan Rockwell yang

memperlihatkan skala yang digunakan untuk tipe-tipe material tertentu.

18

Pengujian kekerasan Rockwell memiliki dua metode yang biasa

digunakan yaitu:

1) Metode dengan Kerucut (HRC)

Pada percobaan dengan metode ini menggunakan identer

kerucut untuk penekanan ke material (Gambar 2.13) dengan besar

nilai kekerasan HRC. Skala HRC memiliki nilai kekerasan 0

sampai 100,

Tabel 2.3. Skala Kekerasan Rockwell (Callister,2007).

Skala Beban Mayor (Kg) Tipe Indentor Tipe Material Uji

A 60 1/16” bola intan

kerucut Sangat keras, tungsten, karbida

B 100 1/16” bola

Kekerasan sedang, baja karbon

rendah dan sedang, kuningan,

perunggu

C 150 Intan kerucut

Baja keras, paduan yang

dikeraskan, baja hasil

tempering

D 100 1/8” bola Besi cor, paduan alumunium,

magnesium yg dianealing

E 100 Intan Kerucut Baja kawakan

F 60 1/16” bola Kuningan yang dianealing dan

tembaga

G 150 1/8” bola Tembaga, berilium, fosfor,

perunggu

H 60 1/8” bola Pelat alumunium, timah

K 150 ¼” bola Besi cor, paduan alumunium,

timah

L 60 ¼” bola Plastik, logam lunak

M 100 ¼” bola Plastik, logam lunak

R 60 ¼” bola Plastik, logam lunak

S 100 ½” bola Plastik, logam lunak

V 150 ½” bola Plastik, logam lunak

19

Gambar 2.13. Diagram mekanisme uji kekerasan Rockwell

(Callister,2007).

Namun pengujian untuk material tersebut dapat dilakukan dengan

menggunakan mesin khusus yang memiliki kapasitas beban 1-30

kg. Metode ini hanya cocok untuk bahan-bahan dengan susunan

yang homogen. Gambar 2.14 menunjukan bagan pengujian

Rockwell Cone atau HRC:

Gambar 2.14. Bagan Pengujian HpRC (Callister,2007).

2) Metode dengan Peluru (HRB)

Metode ini pada dasarnya sama dengan metode kerucut.

Hanya saja metode ini menggunakan penetrator sebuah peluru.

Berikut ini adalah bagan pengujian Rockwell Ball atau HRB

(Gambar 2.15)

20

Gambar 2.15. Bagan Pengujian HRB (Callister,2007).

3) Metode Rockwell Superficial

Perbedaannya dengan Rockwell biasa adalah dalam beban

minor dan beban mayor. Pada Rockwell Superficial, beban minor

adalah 3 kg, sedangkan beban maayor adalah 15, 30 dan 45 kg

(Tabel 2.4).

Tabel 2.4. Skala Superficial Rockwell (Callister,2007).

Scale Simbol Identor Mayor Load

(Kg)

15 N Diamond 15

30 N Diamond 30

45 N Diamond 45

15 T 1/16 in ball 15

30 T 1/16 1n ball 30

45 T 1/16 in ball 45

15 W 1/8 in ball 15

30 W 1/8 in ball 30

45 W 1/18 in ball 45

21

c) Metode Vickers

Metode ini mirip dengan metode brinell tetapi penetrator yang

dipakai berupa intan berbentuk piramida dengan dasar bujur sangkar dan

sudut puncak 1360

dijelaskan pada Gambar 2.16. Maka pada bahannya

terdapat bekas pijakan dari intan tersebut. Cetakan ini bertambah besar

hanya jika bahannya bertambah lunak, dan jika bebannya bertambah besar.

Beban yang digunakan biasanya 1 s/d 120 kg.

Gambar 2.16. Cara Pengukuran Diameter Pada Identor Vickers

(Callister,2007).

Perhitungan dengan metode vikers:

2

21 DDD

+=

(2.4)

2854,1D

FHV = (2.5)

Dimana : F = Beban yang ditetapkan

D = Panjang diagonal rata-rata

D1 = Panjang diagonal 1

D2 = Panjang diagonal 2

D = Panjang diagonal rata-rata

22

2.6 Pengujian Struktur Mikro

Struktur mikro adalah struktur terkecil yang terdapat dalam suatu

bahan yang keberadaannya tidak dapat di lihat dengan mata telanjang, tetapi

harus menggunakan alat pengamat struktur mikro diantaranya; mikroskop

cahaya, mikroskop electron, mikroskop field ion, mikroskop field emission

dan mikroskop sinar-X. Penelitian ini menggunakan mikroskop cahaya,

adapun manfaat dari pengamatan struktur mikro ini adalah:

1. Mempelajari hubungan antara sifat-sifat bahan dengan struktur dan cacat

pada bahan.

2. Memperkirakan sifat bahan jika hubungan tersebut sudah diketahui.

Langkah-langkah untuk melakukan pengamatan struktur mikro dapat

memakai referensi ASTM E3 dari persiapan sempel dan prosedur pengujian

mikroskop sebagai berikut :

2.6.1 Cutting (Pemotongan)

Pemilihan sampel yang tepat dari suatu benda uji studi

mikroskopik merupakan hal yang sangat penting. Pemilihan sampel tersebut

didasarkan pada tujuan pengamatan yang hendak dilakukan. Pada umumnya

bahan komersil tidak homogen, Sehingga satu sampel yang diambil dari

suatu volume besar tidak dapat dianggap representatif.

Pengambilan sampel harus direncanakan sedemikian sehingga

menghasilkan sampel yang sesuai dengan kondisi rata-rata bahan atau

kondisi di tempat-tempat tertentu (kritis) yang mana ditunjukan pada

Gambar 2.17 dengan memperhatikan kemudahan pemotongan pula. Secara

garis besar, pengambilan sampel dilakukan pada daerah yang akan diamati

mikrostruktur.

Maka sampel diambil sedekat mungkin pada daerah kegagalan

(pada daerah kritis dengan kondisi terparah), untuk kemudian dibandingkan

dengan sampel yang diambil dari daerah yang jauh dari daerah gagal. Perlu

diperhatikan juga bahwa dalam proses memotong, harus dicegah

kemungkinan deformasi dan panas yang berlebihan. Oleh karena itu, setiap

proses pemotongan harus diberi pendinginan yang memadai.

23

Gambar 2.17 Metode Menentukan Lokasi Pemotongan Untuk

Menentukan Area Yang Dimikrografi (ASTM Handbook E18, 2002).

Ada beberapa sistem pemotongan sampel berdasarkan media

pemotong yang digunakan, yaitu meliputi proses pematahan,

pengguntingan, penggergajian, pemotongan abrasi (abrasive cutter), gergaji

kawat, dan EDM (Electric Discharge Machining) yang bisa dilihat pada

Tabel 2.5.

Tabel 2.5. Macam-Macam Pisau Pemotong Material (ASTM E18, 2002)

Hardness HV Materials abrasive Bond Bond Hardness

Up to 300 non-ferrous (Al, Cu) SiC P or R Hard Up to 400 non-ferrous (Ti) SiC P or R med hard Up to 400 soft ferrous Al2O3 P or R Hard Up to 500 Medium soft ferrous Al2O3 P or R med hard

Up to 600 Medium hard ferrous Al2O3 P or R Medium

Up to 700 hard ferrous Al2O3 P or R&R med soft Up to 800 very hard ferrous Al2O3 P or R&R Soft

> 800 extremely hard ferrous CBN P or R Hard

more brittle ceramics diamond P or R very hard

tougher ceramics diamond M ext hard P – phenolic R&R - resin and rubber

R – rubber M – Metal

Symbol in

diagram Suggested designation

A Rolled Surface B Direction of rolling

C Rolled edge

D Plannar edge

E Longitudinal section perpendicular to rolled

surface

F Transverse section

G Radial longitudinal section H Tangential longitudinal section

24

Berdasarkan tingkat deformasi yang dihasilkan, teknik

pemotongan terbagi menjadi dua, yaitu:

Teknik pemotongan dengan deformasi yang besar, menggunakan

gerinda

Teknik pemotongan dengan deformasi kecil, menggunakan

diamond saw

2.6.2 Mounting

Spesimen yang berukuran kecil atau memiliki bentuk yang tidak

beraturan akan sulit untuk ditangani khususnya ketika dilakukan

pengamplasan dan pemolesan akhir. Sebagai contoh adalah spesimen yang

berupa kawat, spesimen lembaran logam tipis, potongan yang tipis dan lain-

lain. Untuk memudahkan penanganannya, maka spesimen-spesimen

tersebut harus ditempatkan pada suatu media (media mounting). Secara

umum syarat-syarat yang harus dimiliki bahan mounting adalah :

Bersifat inert (tidak bereaksi dengan material maupun zat etsa)

Sifat eksoterimis rendah

Viskositas rendah

Penyusutan linier rendah

Sifat adesif baik

Memiliki kekerasan yang sama dengan sampel

Flowabilitas baik, dapat menembus pori, celah dan bentuk

ketidakteraturan yang terdapat pada sampel

Khusus untuk etsa elektrolitik dan pengujian SEM, bahan mounting

harus kondusif

Media mounting yang dipilih haruslah sesuai dengan material dan

jenis reagen etsa yang akan digunakan. Pada umumnya mounting

menggunakan material plastik sintetik. Materialnya dapat berupa resin

(castable resin) yang dicampur dengan hardener atau bakelit. Penggunaan

castable resin lebih mudah dan alat yang digunakan lebih sederhana

dibandingkan bakelit, karena tidak diperlukan aplikasi panas dan tekanan.

Namun bahan castable resin ini tidak memiliki sifat mekanis

yang baik (lunak) sehingga kurang cocok untuk material-material yang

keras. Teknik mounting yang paling baik adalah menggunakan

25

thermosetting resin dengan menggunakan material bakelit. Material ini

berupa bubuk yang tersedia dengan warna yang beragam.

2.6.3 Grinding (Pengamplasan)

Tabel 2.6. Ukuran Grit Amplas Standart Eropa dan USA (ASTM E18, 2002).

FEPA ANSI/CAMI

Grit Number Size Grit Number Size

P120 125.0 120 116.0

P150 100.0 180 78.0 P220 68.0 220 66.0 P240 58.5 …. …. P280 52.2 240 51.8 P320 46.2 …. …. P360 40.5 280 42,3 P400 35.0 320 34.3 P500 30.2 …. …. P600 25.8 360 27.3 P800 21.8 400 22.1

P1000 18.3 500 18.2 P1200 15.3 600 14.5 P1500 12.6 800 11.5

P2000 10.3 1000 9.5 P2500 8.4 1500 8.0

Sampel yang baru saja dipotong, atau sampel yang telah terkorosi

memiliki permukaan yang kasar. Permukaan yang kasar ini harus diratakan

agar pengamatan struktur mudah untuk dilakukan. Pengamplasan dilakukan

dengan menggunakan kertas amplas yang ukuran butir abrasifnya

dinyatakan dengan mesh. Urutan pengamplasan harus dilakukan dari nomor

mesh yang rendah (150 mesh) ke nomor mesh yang tinggi (2000 mesh) bisa

dilihat pada Tabel 2.6. Ukuran grit pertama yang dipakai tergantung pada

kekasaran permukaan dan kedalaman kerusakan yang ditimbulkan oleh

pemotongan.

Hal yang harus diperhatikan pada saat pengamplasan adalah

pemberian air. Air berfungsi sebagai pemidah geram, memperkecil

kerusakan akibat panas yang timbul yang dapat merubah struktur mikro

sampel dan memperpanjang masa pemakaian kertas amplas. Penggunaan air

dan langkah-langkah pengamplasan bisa dilihat pada Tabel 2.7 untuk

pengamplasan material lunak. Hal lain yang harus diperhatikan adalah

ketika melakukan perubahan arah pengamplasan, maka arah yang baru

adalah 450 atau 90

0 terhadap arah sebelumnya

26

Tabel 2.7 Persiapan Uji Mikrografi Material Lunak Dibawah 45 HRC

(ASTM Handbook E18, 2002).

Surface Lubricant Abrasive type/size

ANSI (FEPA)

time

sec

force N

(lbf)

Platen

RPM3 Rotation

planar grinding

paper/stone Water

120-320 (p120-400)

grit SiC/al2O3

15-

45 20-30(5-8)

200-

300 00

O

free grinding

heavy nylon

clotch

compotible

lubricant 6-15 µm diamond

160-

300 20-30(5-8)

100-

150 00

O

rought polishing

low nap cloth

compotible

lubricant 3-6 µm diamond

120-

300 20-30(5-8)

100-

150 00

O

final polishing

med/high nap

clotch

compotible

lubricant 1 µm diamond

60-

120 10-20(3-5)

100-

151 00

O

synthetic suede Water

0.04 µm diamond

colloidall silica or

0.05 or 0.05 mm

alumina

30-

60 20-30(5-8)

100-

152 Contra

2.6.4 Polishing (Pemolesan)

Setelah diamplas sampai halus, sampel harus dilakukan

pemolesan. Pemolesan bertujuan untuk memperoleh permukaan sampel

yang halus bebas goresan dan mengkilap seperti cermin dan menghilangkan

ketidakteraturan sampel hingga orde 0.01 μm (ASTM Handbook E18, 2002).

Permukaan sampel yang akan diamati di bawah mikroskop harus benar-

benar rata. Apabila permukaan sampel kasar atau bergelombang, maka

pengamatan struktur mikro akan sulit untuk dilakukan karena cahaya yang

datang dari mikroskop dipantulkan secara acak oleh permukaan sampel.

Tahap pemolesan dimulai dengan pemolesan kasar terlebih

dahulu kemudian dilanjutkan dengan pemolesan halus. Ada 3 metode

pemolesan antara lain yaitu sebagai berikut :

1. Pemolesan elektrolit kimia

Hubungan rapat arus dan tegangan bervariasi untuk larutan elektrolit

dan material yang berbeda dimana untuk tegangan, terbentuk lapisan

tipis pada permukaan, dan hampir tidak ada arus yang lewat, maka

terjadi proses etsa. Sedangkan pada tegangan tinggi terjadi proses

pemolesan.

27

2. Pemolesan kimia mekanis

Merupakan kombinasi antara etsa kimia dan pemolesan mekanis yang

dilakukan serentak di atas piringan halus. Partikel pemoles abrasif

dicampur dengan larutan pengetsa yang umum digunakan.

3. Pemolesan elektro mekanis (Metode Reinacher)

Merupakan kombinasi antara pemolesan elektrolit dan mekanis pada

piring pemoles. Metode ini sangat baik untuk logam mulia, tembaga,

kuningan, dan perunggu.

2.6.5 Etching (Etsa)

Etsa merupakan proses penyerangan atau pengikisan batas butir

secara selektif dan terkendali dengan pencelupan ke dalam larutan pengetsa

baik menggunakan listrik maupun tidak ke permukaan sampel, sehingga

detil struktur yang akan diamati akan terlihat dengan jelas dan tajam. Untuk

beberapa material, struktur mikro baru muncul jika diberikan zat etsa.

Sehingga perlu pengetahuan yang tepat untuk memilih zat etsa yang tepat.

1. Etsa kimia

Merupakan proses pengetsaan dengan menggunakan larutan kimia, lihat

Tabel 2.8 dimana zat etsa yang digunakan ini memiliki karakteristik

tersendiri sehingga pemilihannya disesuaikan dengan sampel yang akan

diamati.

2. Elektro etsa (Etsa Elektrolitik)

Merupakan proses etsa dengan menggunakan reaksi elektroetsa. Cara ini

dilakukan dengan pengaturan tegangan dan kuat arus listrik serta waktu

pengetsaan. Etsa jenis ini biasanya khusus untuk stainless steel karena

dengan etsa kimia susah untuk medapatkan detil strukturnya

28

Tabel 2.8 Jenis-Jenis Etsa Kimia Pada Uji Mikrografi Material

(ASTM Handbook E18, 2002).

6H HCL plus 2 gl

hexametylene tetamine

immerse specimentin solution for 1 to 15 min. good for steels.cleaning

action can be enhanced by light brushing or by brief (5 s) periods in

an ultrasonic cleaner

3 mL HCL use a fresh solution at room temperature. Use in an ultrasonic cleaner

for about 30 s 4 mL 2-Butyne-, 4 diol

inhibitor

50 mL water

49 mL water

wash speciment in alcohol for 2 min in ultrasonic cleaner before and

after a 2 min ultrasonic cleaning period with the inhibeted acid bath 49 mL HCL

2 mL Rodine -50

Inhibitor

6 g sodium cyanide electrolytic rust removal solution. Use under a hood with care. Use

100-mA/cm2 current density for up to 15 min 5 g sodium sulphite

100 mL distiled water

10 g ammonium citrate use solution heated to 30

oC (86F)

100 mL distiled water

70 mL orthophosphoric

acid recommended for removin oxides from aluminum alloy fracture (

some sources claim that only organic solvent shoild be used) 32 g chromic acid

130 mL water

8 0z endox 214 powder use electrolytically at 250-mA/cm2current density for 1 min with a Pt

cathoda to remove oxidation products. Wash in ultrasonic cleaner with

the solution for 1 min. repeat this cycle several times if necessary.use

under a hood

1000 mL cold water (

add small amount of

photo-flo)