bab ii tinjauan pustaka 2.1 efektivitas 2.1.1 pengertian...

41
12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Efektivitas 2.1.1 Pengertian Efektivitas Pengertian efektivitas mempunyai arti yang berbeda-beda bagi setiap orang, tergantung pada kerangka acuan yang dipakainya. Mengingat keanekaragaman pendapat mengenai sifat dan komposisi dari efektivitas, maka tidaklah mengherankan jika terdapat sekian banyak pertentangan pendapat sehubungan dengan cara meningkatkannya, cara mengaturnya, bahkan cara menentukan indikator efektivitas. Efektivitas merupakan taraf sampai sejauh mana peningkatan kesejahteraan manusia dengan adanya suatu program tertentu, karena kesejahteraan manusia merupakan tujuan dari proses pembangunan. Untuk mengetahui tingkat kesejahteraan tersebut dapat dilakukan dengan mengukur beberapa indikator spesial seperti; pendapatan, pendidikan ataupun rasa aman dalam mengadakan pergaulan (Soekanto, 1989:48). Efektivitas berasal dari kata efektif, batasan konsep ini sulit untuk diperinci, karena masingmasing disiplin ilmu memberikan pengertian sendiri. Bagi seorang ahli ekonomi atau analis keuangan, efektivitas semakna dengan keuntungan, atau laba investasi Bagi seorang manajer produksi, efektivitas seringkali berarti kuantitas keluaran (output) barang atau jasa. Bagi seorang ilmuwan bidang riset, efektivitas dijabarkan dengan jumlah paten, penamaan atau produk baru suatu organisasi. Bagi sejumlah sarjana ilmu sosial efektivitas sering kali ditinjau dari sudut kualitas kehidupan bekerja (Streers, 1980: 1). Universitas Sumatera Utara

Upload: vophuc

Post on 26-Apr-2018

218 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Efektivitas

2.1.1 Pengertian Efektivitas

Pengertian efektivitas mempunyai arti yang berbeda-beda bagi setiap orang,

tergantung pada kerangka acuan yang dipakainya. Mengingat keanekaragaman

pendapat mengenai sifat dan komposisi dari efektivitas, maka tidaklah

mengherankan jika terdapat sekian banyak pertentangan pendapat sehubungan

dengan cara meningkatkannya, cara mengaturnya, bahkan cara menentukan indikator

efektivitas. Efektivitas merupakan taraf sampai sejauh mana peningkatan

kesejahteraan manusia dengan adanya suatu program tertentu, karena kesejahteraan

manusia merupakan tujuan dari proses pembangunan. Untuk mengetahui tingkat

kesejahteraan tersebut dapat dilakukan dengan mengukur beberapa indikator spesial

seperti; pendapatan, pendidikan ataupun rasa aman dalam mengadakan pergaulan

(Soekanto, 1989:48).

Efektivitas berasal dari kata efektif, batasan konsep ini sulit untuk diperinci,

karena masing‐masing disiplin ilmu memberikan pengertian sendiri. Bagi seorang

ahli ekonomi atau analis keuangan, efektivitas semakna dengan keuntungan, atau

laba investasi Bagi seorang manajer produksi, efektivitas seringkali berarti kuantitas

keluaran (output) barang atau jasa. Bagi seorang ilmuwan bidang riset, efektivitas

dijabarkan dengan jumlah paten, penamaan atau produk baru suatu organisasi. Bagi

sejumlah sarjana ilmu sosial efektivitas sering kali ditinjau dari sudut kualitas

kehidupan bekerja (Streers, 1980: 1).

Universitas Sumatera Utara

13

Tindakan yang efektif adalah tindakan pencapaian tujuan tanpa

memperhitungkan bagaimana atau seberapa pengorbanan yang diberikan atau

ditimbulkan, asalkan tujuan dapat tercapai. Dengan demikian dapat terjadi

penghamburan usaha (tenaga, waktu, fikiran, ruang benda dan uang) dari yang

melaksanakan pekerjaan. Menurut pengertian tersebut, efektivitas adalah

kemampuan untuk memilih sasaran yan tepat.

Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang

telah ditentukan. Efektivitas disebut juga efektif, apabila tercapainya tujuan atau

sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Hal tersebut sesuai dengan pengertian

efektivitas menurut Hidayat (1986) yang menjelaskan bahwa: “Efektivitas adalah

suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu)

yang telah tercapai. Dimana makin besar presentase target yang dicapai, makin tinggi

efektivitasnya” (Hidayat, dalam http://blog.wordPress.Com/defenisidanpengertian

efektifitas/28Maret2009/).

Efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam

jumlah tertentu yang ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang

atas jasa kegiatan yang dijalankannya. Efektivitas menunjukan keberhasilan dari segi

tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkannya. Jika hasil kegiatan semakin

mendekati sasaran, berarti makin tinggi efektivitasnya (Siagian, 2001: 24).

Pada dasarnya, dikemukakan bahwa cara yang terbaik untuk meneliti

efektivitas ialah memperhatikan secara serempak tiga buah konsep yang saling

berhubungan, diantaranya adalah paham mengenai optimal tujuan, prespektif

sistematika, tekanan pada segi tingkah laku manusia dalam susunan organisasi.

Efektivitas dijabarkan berdasarkan kapasitas suatu organisasi untuk memperoleh dan

Universitas Sumatera Utara

14

memanfaatkan sumber daya yang langka dan berharga secara sepandai mungkin

dalam usahanya mengejar tujuan operasi dan operasionalnya (Streers, 1980:4-5).

Efektivitas menunjukkan kemampuan suatu perusahaan dalam mencapai

sasaran yang telah ditetapkan secara tepat. Pencapaian sasaran yang telah ditetapkan

dan ukuran maupun standar yang berlaku mencerminkan suatu perusahaan tersebut

telah memperhatikan efektivitas operasionalnya. Terdapat beberapa cara pengukuran

terhadap efektivitas, sebagai berikut:

1. Keberhasilan program

2. Keberhasilan sasaran

3. Kepuasan terhadap program

4. Tingkat input dan output

5. Pencapaian tujuan menyeluruh (Campbell, 1989:121).

Sementara menurut Gibson, efektivitas organisasi dapat diukur sebagai berikut:

1. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai

2. Kejelasan strategi pencapaian tujuan

3. Proses analisis dan perumusan kebijaksanaan yang mantap

4. Perencanaan yang matang

5. Penyusunan program yang tepat

6. Tersedianya sarana dan prasarana

7. Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik (Gibson,

dalam Tangkilisan, 2005:65)

Definisi-definisi tersebut menilai efektivitas dengan menggunakan tujuan akhir atau

tujuan yang diinginkan. Kenyataan dalam upaya mencapai tujuan akhir, perusahaan

harus mengenali kondisi-kondisi yang dapat menghalangi tercapainya tujuan,

Universitas Sumatera Utara

15

sehingga dapat diterima pandangan yang menilai efektivitas organisasi sebagai

ukuran seberapa jauh sebuah organisasi berhasil mencapai tujuan yang layak dicapai.

2.1.2 Pendekatan terhadap Efektivitas

Pendekatan terhadap efektivitas dilakukan dengan bagian yang berbeda,

dimana perusahaan mendapatkan input berupa berbagai macam sumber dari

lingkungannya. Kegiatan dan proses internal yang terjadi dalam perusahaan

mengubah input menjadi output atau program yang kemudian dilemparkan kembali

kepada lingkungannya. Pendekatan terhadap efektifitas terdiri dari:

1. Pendekatan Sasaran

Pendekatan ini mencoba mengatur sejauh mana suatu perusahaan berhasil

merealisasikan sasaran yang hendak dicapai. Pendekatan sasaran dalam

pengukuran efektivitas dimulai dengan identifikasi sasaran organisasi dan

mengukur tingkat keberhasilan organisasi dalam mencapai sasaran tersebut.

Sasaran yang perlu di perhatikan dalam pengukuran efektifitas ini adalah

sasaran yang realistis untuk memberikan hasil maksimal berdasarkan sasaran

resmi dengan memperhatikan permasalahan yang ditimbulkan. Dan

memusatkan perhatian terhadap asperk output, yaitu dengan mengukur

keberhasilan program dalam mencapai tingkat output. Pendekatan sasaran

dapat direalisasikan apabila organisasi mampu melakukan pendekatan kepada

warga binaaan sosial dalam mengarahkan kepada tujuan yang ingin dicapai

yaitu semua warga binaan sosial dapat berfungsi sosial.

2. Pendekatan Sumber

Pendekatan sumber mengukur efektivitas melalui keberhasilan suatu

perusahaan dalam mendapatkan berbagai macam sumber yang dibutuhkan.

Universitas Sumatera Utara

16

Suatu organisasi harus dapat memperoleh berbagai macam sumber dan juga

memelihara keadaan dan sistem agar dapat menjadi efektif. Pendekatan ini

didasarkan pada teori mengenai keterbukaan sistem suatu organisasi terhadap

lingkungannya, karena perusahaan mempunyai hubungan yang merata dengan

lingkungannya dimana dari lingkungan diperoleh sumber-sumber yang

merupakan input lembaga tersebut dan output yang dihasilkan juga

dilemparkannya pada lingkungannya. Sementara itu sumber-sumber yang

terdapat pada lingkungan sering kali bersifat langka dan bernilai tinggi.

Pendekatan sumber dalam organisasi dapat di ukur dari seberapa jauh

hubungan antara warga binaan sosial dengan lingkungan sekitarnya.

3. Pendekatan Proses

Pendekatan proses menganggap efektivitas sebagai defenisi dan kondisi

kesehatan dari suatu organisasi. Pada organisasi yang efektif, proses internal

berjalan dengan lancar dimana kegiatan bagian-bagian yang ada berjalan secara

terkoordinasi. Pendekatan ini tidak memperhatikan lingkungan melainkan

memusatkan perhatian terhadap kegiatan yang dilakukan terhadap berbagai

sumber yang dimiliki organisasi, yang menggambarkan tingkat efesiensi serta

kesehatan organisasi. Tujuan dari pada pendekatan proses yang dilakukan

organisasi adalah bagaimana organisasi mampu menggunakan semua program

secara terkoordinir dengan baik kepada warga binaan (Cunningham, 1978:

635).

2.1.3 Masalah dalam Pengukuran Efektivitas

Kesulitan menilai efektivitas disebabkan oleh beberapa masalah yang tak

terpisahkan dari model yang sekarang ada mengenai keberhasilan organisasi.

Universitas Sumatera Utara

17

Masalah-masalah pengukuran ini sangat beraneka ragam baik dalam sifat maupun

titik asal mereka. Adapun masalah-masalah dalam pengukuran efektivitas yang

dimaksudkan adalah sebagai berikut:

1. Masalah kesahihan susunan.

Maksud susunan disini adalah suatu hipotesis yang abstrak (sebagai lawan dari

yang kongkrit) mengenai hubungan antara beberapa variabel yang saling

berhubungan. Ia mengungkapkan keyakinan bahwa variabel-variabel tersebut

bersama-sama membentuk suatu keseluruhan yang utuh.

2. Masalah stabilitas kriteria

Artinya bahwa banyak kriteria evaluasi yang digunakan ternyata relatif tidak

stabil setelah beberapa waktu. Yaitu kriteria yang dipakai untuk mengukur

efektivitas pada suatu waktu mungkin tidak tepat lagi atau menyesatkan pada

waktu berikutnya. Kriteria tersebut berubah-ubah tergantung pada permintaan,

kepentingan dan tekanan-tekanan ekstern.

3. Masalah perspektif waktu.

Masalah yang ada hubungannya dengan hal diatas adalah perspektif waktu

yang dipakai orang pada waktu menilai efektivitas. Masalah bagi mereka yang

mempelajari manajemen adalah cara yang terbaik menciptakan keseimbangan

antara kepentingan jangka pendek dengan kepentingan jangka panjang, dalam

usaha mempertahankan stabilitas dan pertumbuhan dalam perjalanan waktu.

4. Masalah kriteria ganda.

Seperti ditunjukkan sebelumnya, keuntungan utama dari ancangan multivariasi

dalam evaluasi efektivitas adalah sifatnya yang komprehensif, memadukan

beberapa faktor kedalam suatu kerangka yang kompak. Hal yang terpenting

adalah bahwa jika menerima kriteria tersebut untuk efektivitas, maka

Universitas Sumatera Utara

18

organisasi menurut defenisinya tidak dapat menjadi efektif, mereka tidak dapat

memaksimalkan kedua dimensi tersebut secara serempak.

5. Masalah ketelitian pengukuran.

Pengukuran terdiri dari peraturan atau prosedur untuk menentukan beberapa

nilai atribut dalam rangka agar atribut-atribut ini dapat dinyatakan secara

kuantitatif. Jadi, berbicara mengenai pengukuran efektivitas organisasi,

dianggap ada kemungkinan menentukan kuantitas dari konsep ini secara

konsisten dan tetap. Tetapi penentuan kuantitas atau pengukuran demikian

sering sulit karena konsep yang diteliti rumit dan luas. Dihadapkan dengan

masalah tersebut, orang harus berusaha mengenali kriteria yang dapat diukur

dengan kesalahan minimum atau berusaha mengendalikan pengaruh yang

menyesatkan dalam proses analisis.

6. Masalah kemungkinan generalisasi

Apabila berbagai masalah pengukuran diatas dapat dipecahkan, masih akan

timbul persoalan mengenai seberapa jauh orang dapat menyatakan kriteria

evaluasi yang dihasilkannya dapat berlaku juga pada organisasi lainnya. Jadi,

pada waktu memilih kriteria orang harus memperhatikan tingkat konsistensi

kriteria tersebut dengan tujuan dan maksud organisasi yang sedang dipelajari.

7. Masalah relevansi teroitis.

Tujuan utama dari setiap ilmu adalah merumuskan teori-teori dan model-model

yang secara tepat mencerminkan sifat subyek yang dipelajari. Jadi, dari sudut

pandang teoritis harus diajukan pertanyaan yang logis sehubungan dengan

relevansi model-model tersebut. Jika model tersebut tidak membantu kita

dalam memahami proses, struktur dan tingkah laku organisasi, maka mereka

kurang bernilai pandang dari sudut teoritis.

Universitas Sumatera Utara

19

8. Masalah tingkat analisis

Kebanyakan model efektivitas hanya menggarap tingkat makro saja, membahas

gejala keseluruhan organisasi dalam hubungannya dengan efektivitas tetapi

mengabaikan hubungan yang kritis antara tingkah laku individu dengan

persoalan yang lebih besar yaitu keberhasilan organisasi. Jadi, hanya ada

sedikit integrasi antar model makro dengan apa yang dapat kita sebut model

mikro dari karya dan efektivitas (Steers, 1980: 61-64).

Berdasarkan uraian efektivitas tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

efektivitas adalah tingkat pencapaian tujuan atau sasaran organisasional sesuai yang

ditetapkan. Efektivitas adalah seberapa baik pekerjaan yang dilakukan dan sejauh

mana perusahaan menghasilkan keluaran sesuai dengan yang diharapkan. Ini dapat

diartikan, apabila sesuatu pekerjaan dapat dilakukan dengan baik sesuai dengan yang

direncanakan. Oleh karena itu, dalam menentukan efektivitas tanggung jawab sosial

perusahaan pada penelitian ini, dapat diukur melalui indikator sebagai berikut :

1. Pemahaman program

2. Ketepatan sasaran

3. Ketepatan waktu

4. Tercapainya target

5. Tercapainya tujuan

6. Perubahan nyata

2.2 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

2.2.1 Pengertian Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Tanggung jawab sosial perusahaan adalah bahwa perusahaan bertanggung

jawab atas setiap tindakannya yang berpengaruh terhadap masyarakat dan

Universitas Sumatera Utara

20

lingkungannya, dalam melakukan tanggung jawab sosial keuntungan perusahaan

tentunya berkurang. Namun bukan berarti dengan melakukan tanggung jawab sosial

perusahaan tidak untung. Tanggung jawab sosial yang dilakukan perusahaan

memerlukan usaha yang menyeimbangkan antara biaya yang dikeluarkan dan

manfaat yang diperoleh. Tanggung jawab sosial modern yang berkembang memiliki

fungsi essensial yaitu melakukan tugasnya untuk kemasyarakatan (sosial) dan

mempunyai dampak yang luas terhadap masyarakat (http://sugengfitriyono.blogspot

.com/2011/05/blog-post.html).

World Business Council for Sustainable Development memberikan definisi

Tanggung Jawab Sosial atau Corporate Social Responsibility sebagai: “business

commitment to contribute to sustainable economic development, working with

employees, their families, the local community, and society at large to improve their

quality of life”, yaitu komitmen bisnis untuk memberikan kontribusi bagi

pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, bekerjasama dengan para pegawai,

keluarga mereka, komunitas lokal, dan masyarakat luas untuk meningkatkan kualitas

hidup bersama.

Lebih lanjut lagi World Business Council menambahkan: “Continuing

commitment by business to behave ethically and contribute to economic development

while improving the quality of life of the workforce and their families as well as of

the local community and society at large”, yaitu komitmen dunia usaha yang terus-

menerus untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk

peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan

dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas lokal dan masyarakat

secara lebih luas (World Business Council, dalam http://bismar.wordpress.com/2009/

12/23/tanggungjawab-sosial-perusahaan).

Universitas Sumatera Utara

21

Tidak ada pengertian tunggal mengenai konsep tanggung jawab sosial, akan

tetapi dapat diartikan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan merupakan komitmen

dari pelaku usaha untuk memberikan perhatian terhadap kesejahteraan karyawannya

dan bertindak adil terhadap berbagai pihak yang terkait dengan aktivitasnya, serta

dengan iklas menyisihkan sebagian dari hasil usahanya untuk membiayai dan secara

langsung atau tidak langsung melakukan program-program yang bermanfaat bagi

peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat. Artinya adalah pelaku usaha harus

memiliki niat yang baik atau komitmen untuk menyisihkan sebagian dari hasil usaha

atau keuntungan perusahaannya serta bertanggung jawab dalam berlangsungnya

berbagai program atau aktivitas yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat

secara signifikan (Siagian dan Suriadi, 2010: 99).

2.2.2 Sejarah Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Tanggung jawab sosial perusahaan lahir dari desakan masyarakat atas perilaku

perusahaan mengabaikan tanggung jawab sosial seperti perusakan lingkungan,

eksploitasi sumber daya alam, tidak membayar pajak dan menindas buruh.

Pendeknya perusahaan berdiri secara diametral dengan kehidupan sosial.

Tanggung jawab sosial korporasi telah menjadi pemikiran para pembuat

kebijakan sejak lama. Bahkan dalam Kode Hammurabi (1700-an SM) yang berisi

282 hukum telah memuat sanksi bagi para pengusaha yang lalai dalam menjaga

kenyamanan warga atau menyebabkan kematian bagi pelanggannya. Dalam Kode

Hammurabi disebutkan bahwa hukuman mati diberikan kepada orang-orang yang

menyalah gunakan ijin penjualan minuman, pelayanan yang buruk dan melakukan

pembangunan gedung di bawah standar sehingga menyebabkan kematian orang lain.

Universitas Sumatera Utara

22

Pada Tahun 1940-an pengembangan masyarakat, secara resmi istilah

pengembangan masyarakat dipergunakan di Inggris 1948 untuk mengganti istilah

pendidikan massa. Di Amerika Serikat pengembangan masyarakat berakar dari

disiplin pendidikan ditingkat pedesaan, sedangkan diperkotaan dikembangkan

organisasi komunitas yang bersumber dari ilmu kesejahteraan sosial dan diawali

pada tahun 1873. Pengembangan masyarakat merupakan pembangunan alternatif

yang komprehensif serta berbasis komunitas dan dapat melibatkan pemerintah,

swasta, dan lembaga non pemerintah, dari segi tujuan bisa bersifat spesifik tidak

selalu multi-tujuan.

Pengembangan masyarakat semakin menjadi kebutuhan tidak saja bagi

masyarakat, tetapi juga perusahaan. Perusahaan bukan lagi merupakan kesatuan yang

independen dan terisolasi, sehingga manajer tidak hanya bertanggung jawab kepada

pemilik tetapi juga kepada kepentingan yang lebih luas yang membentuk dan

mendukungnya dari lingkungan sekitarnya. Dalam mengejar tujuan ekonomisnya,

perusahaan menimbulkan berbagai konsekuensi sosial lainnya, baik kemanfaatan

(keamanan, kenyamanan, dan kemakmuran bagi masyarakat) maupun biaya sosial

(degradasi potensi sumberdaya lingkungan, limbah dan pencemaran). Perkembangan

lebih lanjut, konsep community development mempunyai kontribusi yang signifikan

terhadap tanggung jawab sosial perusahaan.

Literatur-literatur awal yang membahas tanggung jawab sosial perusahaan pada

tahun 1950-an menyebut tanggung jawab sosial perusahaan sebagai Social

Responsibility. Tidak disebutkannya kata corporate dalam istilah tersebut

kemungkinan besar disebabkan pengaruh dan dominasi korporasi modern belum

terjadi atau belum disadari. Menurut Howard R. Bowen dalam bukunya: “Social

Responsibility of The Businessman” dapat dianggap sebagai tonggak bagi tanggung

Universitas Sumatera Utara

23

jawab sosial perusahaan modern, dalam buku itu Bowen (1953) memberikan definisi

awal dari tanggung jawab sosial perusahaan sebagai: “… obligation of businessman

to pursue those policies, to make those decision or to follow those line of action wich

are desirable in term of the objectives and values of our society” (Bowen, dalam

http://csrjatim.org/2/data/sejarah-csr.pdf).

Walaupun judul dan isi buku Bowen bias gender (hanya menyebutkan

businessman tanpa mencantumkan businesswoman), sejak penerbitan buku tersebut

definisi tanggung jawab sosial perusahaan yang diberikan Bowen memberikan

pengaruh besar kepada literatur-literatur tanggung jawab sosial perusahaan yang

terbit setelahnya. Sumbangsih besar pada peletakan fondasi tanggung jawab sosial

perusahaan tersebut membuat Bowen pantas disebut sebagai “Bapak tanggung jawab

sosial perusahaan”.

Pada tahun 1960-an banyak usaha dilakukan untuk memberikan formalisasi

definisi tanggung jawab sosial perusahaan. Salah satu akademisi tanggung jawab

sosial perusahaan yang terkenal pada masa itu adalah Keith Davis. Davis dikenal

karena berhasil memberikan pandangan yang mendalam atas hubungan antara

tanggung jawab sosial perusahaan dengan kekuatan bisnis. Davis mengutarakan

“Iron Law of Responsibility” yang menyatakan bahwa tanggung jawab sosial

pengusaha sama dengan kedudukan social yang mereka miliki (social responsibilities

of businessmen need to be commensurate with their social power). Sehingga, dalam

jangka panjang, pengusaha yang tidak menggunakan kekuasaan dengan

bertanggungjawab sesuai dengan anggapan masyarakat akan kehilangan kekuasaan

yang mereka miliki sekarang. Kata corporate mulai dicantumkan pada masa ini. Hal

ini bisa jadi dikarenakan sumbangsih Davis yang telah menunjukkan adanya

Universitas Sumatera Utara

24

hubungan yang kuat antara tanggung jawab sosial dengan korporasi (http://csrjatim.

org/2/data/ sejarah-csr.pdf).

Tahun 1962, Rachel Carlson menulis buku yang berjudul “Silent Spring”. Buku

tersebut dianggap memberikan pengaruh besar pada aktivitas pelestarian alam. Buku

tersebut berisi efek buruk penggunaan DDT sebagai pestisida terhadap kelestarian

alam, khususnya burung. DDT menyebabkan cangkang telur menjadi tipis dan

menyebabkan gangguan reproduksi dan kematian pada burung. Silent Spring juga

menjadi pendorong dari pelarangan penggunaan DDT pada tahun 1972. Selain

penghargaan Silent Spring juga menuai banyak kritik dan dinobatkan sebagai salah

satu ”buku paling berbahaya abad ke-19 dan ke-20” versi majalah Human Events.

Tahun 1963, Joseph W. McGuire (1963) memperkenalkan istilah Corporate

Citizenship. McGuire menyatakan bahwa: “The idea of social responsibilities

supposes that the corporation has not only economic and legal obligations but also

certain responsibilities to society which extend beyond these obligations”. McGuire

kemudian menjelaskan lebih lanjut kata “beyond” dengan menyatakan bahwa

korporasi harus memperhatikan masalah politik, kesejahteraan masyarakat,

pendidikan, “kebahagiaan” karyawan dan seluruh permasalahan sosial

kemasyarakatan lainnya. Oleh karena itu korporasi harus bertindak “baik,” sebagai

mana warga negara yang baik (McGuire, dalam http://csrjatim.org/2/data/ sejarah-

csr.pdf).

Tahun 1971, Committee for Economic Development menerbitkan Social

Responsibilities of Business Corporations. Penerbitan yang dapat dianggap sebagai

code of conduct bisnis tersebut dipicu adanya anggapan bahwa kegiatan usaha

memiliki tujuan dasar untuk memberikan pelayanan yang konstruktif untuk

memenuhi kebutuhan dan kepuasan masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

25

Committee for Economic Development merumuskan tanggung jawab sosial

perusahaan dengan menggambarkannya dalam lingkaran konsentris. Lingkaran

dalam merupakan tanggungjawab dasar dari korporasi untuk penerapan kebijakan

yang efektif atas pertimbangan ekonomi (profit dan pertumbuhan); lingkaran tengah

menggambarkan tanggung jawab korporasi untuk lebih sensitive terhadap nilai-nilai

dan prioritas sosial yang berlaku dalam menentukan kebijakan mana yang akan

diambil; lingkaran luar menggambarkan tanggung jawab yang mungkin akan muncul

seiring dengan meningkatnya peran serta korporasi dalam menjaga lingkungan dan

masyarakat.

Tahun 1970-an juga ditandai dengan pengembangan definisi tanggung jawab

sosial perusahaan. Dalam artikel yang berjudul “Dimensions of Corporate Social

Performance”, S. Prakash Sethi memberikan penjelasan atas perilaku korporasi yang

dikenal dengan social obligation, social responsibility, dan social responsiveness.

Dalam hal ini social obligatioan hanya menekankan pada aspek ekonomi dan hukum

saja. Social responsibility merupakan perilaku korporasi yang tidak hanya

menekankan pada aspek ekonomi dan hukum saja tetapi menyelaraskan social

obligation dengan norma, nilai dan harapan kinerja yang dimiliki oleh lingkungan

sosial.

Social responsivenes merupakan perilaku korporasi yang secara responsif dapat

mengadaptasi kepentingan sosial masyarakat. Social responsiveness merupakan

tindakan antisipasi dan preventif. Sesuai dengan pemaparan Sethi dapat disimpulkan

bahwa social obligation bersifat wajib, social responsibility bersifat anjuran dan

social responsivenes bersifat preventif. Dimensi kinerja social yang dipaparkan Sethi

juga mirip dengan konsep lingkaran konsentris yang dipaparkan oleh Committee for

Economic Development.

Universitas Sumatera Utara

26

Tahun 1980-an, era ini ditandai dengan usaha-usaha yang lebih terarah untuk

lebih mengartikulasikan secara tepat apa sebenarnya corporate responsibility.

Walaupun telah menyinggung masalah coorporate social responsibility pada 1954,

Peter F. Drucker baru mulai membahas secara serius bidang tanggung jawab sosial

perusahaan pada tahun 1984, Drucker berpendapat: “But the proper ‘social

responsibility’ of business is to tame the dragon, that is to turn a social problem into

economic opportunity and economic benefit, into productive capacity, into human

competence, into well-paid jobs, and into wealth”, dalam hal ini, Drucker telah

melangkah lebih lanjut dengan memberikan ide baru agar korporasi dapat mengelola

aktivitas coorporate social responsibility yang dilakukannya dengan sedemikian rupa

sehingga tetap akan menjadi peluang bisnis yang menguntungkan (Drucker, dalam

http://csrjatim.org/2/data/sejarah-csr.pdf).

Tahun 1987, Persatuan Bangsa-Bangsa melalui World Commission on

Environment and Development menerbitkan laporan yang berjudul “Our Common

Future” juga dikenal sebagai Brundtland Report untuk menghormati Gro Harlem

Brundtland yang menjadi ketua World Commission on Environment and

Development waktu itu. Laporan tersebut menjadikan isu lingkungan sebagai agenda

politik yang pada akhirnya bertujuan mendorong pengambilan kebijakan

pembangunan yang lebih sensitif pada isu lingkungan. Laporan ini menjadi dasar

kerjasama multilateral dalam rangka melakukan pembangunan berkelanjutan.

Earth Summit dilaksanakan di Rio de Janeiro pada 1992. Dihadiri oleh 172

negara dengan tema utama Lingkungan dan Pembangunan Berkelanjutan.

Menghasilkan Agenda 21, Deklarasi Rio dan beberapa kesepakatan lainnya. Hasil

akhir dari pertemuan tersebut secara garis besar menekankan pentingnya eco-

Universitas Sumatera Utara

27

efficiency dijadikan sebagai prinsip utama berbisnis dan menjalankan pemerintahan

(http://csrjatim.org/2/data/sejarah-csr.pdf).

2.2.3 Dasar Hukum Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Indonesia

Tanggung jawab sosial perusahaan di Indonesia telah diatur dalam beberapa

perundang-undangan, yaitu:

1. Keputusan Presiden Nomor 90 Tahun 1995, dimana pasal dua butir satu

menyatakan bahwa wajib pajak organisasi ataupun orang pribadi dapat

menyumbangkan sampai dengan setinggi-tingginya 2% dari keuntungan atau

penghasilan setelah pajak penghasilan yang diperoleh dalam satu tahun pajak

yang digunakan bagi pemberdayaan keluarga prasejahtera dan keluarga

sejahtera satu.

2. Keputusan presiden Nomor 92 Tahun 1996, diubah menjadi: wajib pajak

organisasi ataupun orang pribadi wajib memberikan kontribusi bagi

pemberdayaan keluarga yang belum sejahtera dan keluarga sejahtera satu

sebanyak dua persen dari keuntungan setelah pajak penghasilan dalam satu

tahun pajak.

3. Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003, dimana pasal dua butir e menyatakan

bahwa BUMN harus terlibat aktif memberikan bimbingan dan kontribusi

kepada perusahaan lemah, koperasi, dan masyarakat.

4. Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep-236/MBU.2003, mewajibkan BUMN

untuk mengimplementasikan program kerjasama dan program pengembangan

lingkungan.

Universitas Sumatera Utara

28

5. Surat edaran Menteri BUMN Nomor SE-433/MBU/2003, menyatakan bahwa

BUMN diwajibkan membentuk bagian tersendiri yang secara khusus

mengelola program pembinaan lingkungan.

6. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007, dimana pasal 15 butir b menyatakan

bahwa setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab

sosial perusahaan; Pasal 17 menyatakan bahwa penanam modal yang

memanfaatkan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui wajib

menyediakan biaya secara bertahap untuk pemulihan lingkungan; Pasal 34

menyatakan bahwa perusahaan yang tidak melaksanakan kewajiban program

tanggung jawab sosial akan dikenai hukuman yang bersifat administratif.

7. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 dimana ayat satu menyatakan bahwa

perusahaan yang menjalankan aktivitas ekonominya disektor dan atau

berkaitan dengan sumber daya alam wajib mengimplementasikan tanggung

jawab sosial perusahaan bagi masyarakat setempat dan lingkungan; ayat dua

menyatakan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan bagi masyarakat

setempat dan linkungan adalah kewajiban perusahaan yang diperuntukkan dan

diperhitungkan sebagai biaya perusahaan yang pelaksanaannya dilakukan

dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran; dan ayat tiga menyatakan

bahwa perusahaan yang tidak menjalankan kewajiban dikenakan hukuman

sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku (Siagian dan

Suriadi, 2010:27-29).

Universitas Sumatera Utara

29

2.3 Konsep-konsep yang Berkaitan dengan Tanggung Jawab Sosial

Perusahaan

2.3.1 Pengelolaan Perusahaan yang Baik

Dalam melakukan usahanya perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban

yang bersifat ekonomis dan legal, namun juga kewajiban yang bersifat etis. Etika

bisnis merupakan tuntutan perilaku bagi dunia usaha untuk bisa membedakan mana

yang baik dan mana yang buruk, mana yang boleh, dan mana yang tidak boleh

dilakukan. Untuk mengejar keuntungan semaksimal mungkin tentu mudah terjadi

pelanggaran etika, yaitu pelanggaran asas-asas etika umum atau kaidah-kaidah dasar

moral yang di antaranya:

1. Asas kewajiban berbuat baik

2. Asas kewajiban tidak berbuat yang menimbulkan madharat

3. Asas menghormati otonomi manusia

4. Asas berlaku adil

Dalam upaya mencegah pelanggaran terhadap asas-asas etika umum atau

kaidah-kaidah dasar moral tersebut, tentu diperlukan pengelolaan perusahaan yang

baik. Asas-asas yang dikembangkan dan dilaksanakan dalam pengelolaan perusahaan

yang baik merupakan rujukan bagi perilaku para pelaku usaha. Agar harapan yang

baik ini dapat terjadi maka konsep good corporate governance dengan segala asas-

asasnya harus dimasukkan dalam kebijakan perusahaan dan implementasinya

(Siagian dan Suriadi, 2010: 32).

Indonesia telah memiliki pedoman good corporate governance yang disusun

oleh Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance. Perusahaan yang

menerapan good corporate governance secara konsisten akan mendapatkan manfaat,

selain kinerja perusahaan yang terus membaik, harga saham dan citra perusahaan

Universitas Sumatera Utara

30

terus terdongkrak, bahkan kredibilitas perusahaan terus meningkat. Governance

berada dalam keadaan yang baik apabila terdapat sinergi diantara pemerintah, sektor

swasta dan komunitas sipil dalam pengelolaan sumber-sumber alam, sosial,

lingkungan dan ekonomi (Rudito dan Famiola, 2007:168).

Lebih rinci lagi, terdapat lima prinsip pengelolaan perusahaan yang baik yang

oleh para pelaku usaha dapat dijadikan sebagai acuan diantaranya adalah:

1. Prinsip Keterbukaan

Prinsip menuntut keterbukaan atas informasi. Perusahaan dituntut memiliki

kerelaan dan kemampuan, memberikan informasi yang lengkap, benar atau

akurat, dan tepat waktu kepada semua pemangku kepentingan.

2. Prinsip Akuntabilitas

Prinsip ini menuntut perwujudan atas kejelasan berkenaan dengan fungsi,

struktur, sistem, dan pertanggungjawaban elemen perusahaan. Apabila prinsip

ini diterapkan secara efektif, maka akan ada kejelasan akan fungsi, hak,

kewajiban, dan wewenang serta tanggungjawab antara pemegang saham,

dewan komisaris dan dewan direksi.

3. Prinsip Pertanggungjawaban

Bentuk pertanggungjawaban perusahaan adalah kepatuhan perusahaan terhadap

peraturan yang berlaku, termasuk masalah pajak, hubungan industrial,

kesehatan dan keselamatan kerja, perlindungan lingkungan hidup, dan

memelihara lingkungan bisnis yang kondusif bersama masyarakat.

Implementasi penerapan prinsip ini diharapkan akan menyadarkan perusahaan

bahwa dalam kegiatan operasionalnya, perusahaan juga mempunyai peran

untuk bertanggungjawab selain kepada pemegang saham juga kepada seluruh

pemangku kepentingan.

Universitas Sumatera Utara

31

4. Prinsip Kemandirian

Prinsip ini mensyaratkan agar perusahaan dikelola secara professional tanpa

ada benturan kepentingan dan tanpa tekanan atau intervensi dari pihak

manapun yang tidak sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku.

5. Prinsip Kesetaraan dan Kewajaran

Prinsip ini menuntut adanya perlakuan yang adil dalam memenuhi hak setiap

pemangku kepentingan. Prinsip ini diharapkan dapat menjadi faktor pendorong

yang dapat memonitor dan memberikan jaminan perlakuan yang adil di antara

beragam kepentingan dalam perusahaan (Hasmadillah, dalam Siagian dan

Suriadi, 2005: 33-34).

Penerapan tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social

responsibility merupakan salah satu bentuk implementasi dari konsep good corporate

governance. Sebagai etitas bisnis yang bertanggung jawab kepada masyarakat dan

lingkungannya, perusahaan harus bertindak sebagai good citized yang merupakan

tuntutan dari good business ethics.

2.3.2 Pembangunan Berkelanjutan

Perkembangan corporate social responsibility tidak bisa terlepas dari konsep

pembangunan berkelanjutan, definisi pembangunan berkelanjutan menurut The

World Commission On Environment and Development yang lebih dikenal dengan

The Brundtland Comission, bahwa pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan

yang dapat memenuhi kebutuhan manusia saat ini tanpa mengorbankan kemampuan

generasi yang akan datang dalam memenuhi kebutuhan.

The Brundtland Comission dibentuk untuk menanggapai keprihatinan yang

semakin meningkat dari para pemimpin dunia terutama menyangkut peningkatan

Universitas Sumatera Utara

32

kerusakan lingkungan hidup dan sumber daya alam yang semakin cepat. Selain itu

komisi ini juga dibentuk untuk mencermati dampak kerusakan lingkungan hidup dan

sumber daya alam terhadap ekonomi dan pembangunan sosial. Oleh karena itu,

konsep sustainability development dibangun diatas tiga pilar yang berhubungan dan

saling mendukung satu dengan lainnya, ketiga pilar tersebut adalah sosial, ekonomi

dan lingkungan. Oleh karena itu, yang harus dilakukan oleh seluruh negara dalam

pelaksanaan pembangunannya adalah dengan memasukkan keberlanjutan sosial

kedalam perangkat kebijakan, sehingga tujuan dari masing-masing negara dalam

usaha meningkatkan taraf hidup komunitasnya dapat disejajarkan antara satu dengan

lainnya. Pembangunan yang berkelanjutan, yang artinya memenuhi kebutuhan saat

ini dengan menguasahakan keberlanjutan pemenuhan kebutuhan bagi generasi

selanjutnya. Artinya untuk memberikan kesempatan kepada generasi selanjutnya

dalam memenuhi kebutuhannya, bukan dalam bentuk saving sumber daya alam,

akan tetapi dalam bentuk ahli teknologi.

Pembangunan yang berkelanjutan tidak akan dapat berjalan dengan baik

apabila tidak memperhatikan aspek kemanusiaanya, perhatian terhadap aspek

manusia merupakan sasaran untuk menuju kemasa depan yang berkelanjutan.

Pembangunan yang berkelanjutan juga dipengaruhi oleh aspek internal yaitu

peningkatan kualitas manusia secara etika seperti pendidikan, kesehatan, rasa

empati, saling menghargai dan kenyamanan baik spritual, emosional maupun

intelektual (Rudito dan Famiola, 2007: 205).

2.3.3 Millenium Development Goals

Tujuan pembangunan milenium merupakan upaya internasional dan nasional

untuk memenuhi kebutuhan kesejahteraan rakyat dan meningkatkan kualitas sumber

Universitas Sumatera Utara

33

daya manusia. Negara-negara keanggotaan Perserikatan Bangsa Bangsa kemudian

mengadopsi millenium development goals. Seluruh negara yang tergabung dalam

Perserikatan Bangsa Bangsa merasa perlu melakukan sesuatu untuk mengatasi

permasalahan-permasalahan tersebut. Sebanyak 189 negara anggota Perserikatan

Bangsa Bangsa, termasuk Indonesia yang sebagian besar diwakili oleh kepala

pemerintahan sepakat untuk mengadopsi Deklarasi Milenium.

Pembangunan milenium mempunyai delapan tujuan yang ingin dicapai pada

tahun 2015 adalah memberantas kemiskinan dan kelaparan, mewujudkan pendidikan

dasar, mendorong kesetaraan gender dan memberdayakan perempuan, mengurangi

tingkat kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi HIV/AIDS, malaria

dan penyakit lain, menjamin kelestarian lingkungan, dan mengembangkan kemitraan

global bagi pembangunan (Siagian dan Suriadi, 2010:44).

Millenium development goals menempatkan pembangunan manusia sebagai

fokus utama pembangunan, memiliki tengat waktu dan kemajuan yang terukur.

Millenium development goals didasarkan pada konsensus dan kemitraan global,

sambil menekankan tanggung jawab negara berkembang untuk melaksanakan

pekerjaan rumah mereka. Sedangkan negara maju berkewajiban mendukung upaya

tersebut. Manfaat dari Millenium Development Goals tidak semata-mata untuk

mengukur target dan menentukan indikator dari berbagai bidang pembangunan

yang menjadi tujuan, tetapi yang terpenting adalah bagaimana tujuan pembangunan

milenium dikonkritkan pelaksanaannya.

2.3.4 Tiga Garis Dasar

Konsep Triple Bottom Line merupakan pengukuran kinerja secara holistic

dengan memasukkan ukuran kinerja ekonomis berupa perolehan keuntungan dan

Universitas Sumatera Utara

34

juga ukuran kepedulian sosial dan pelestarian lingkungan. Ketiga faktor tersebut

dikenal dengan Triple-P (3P) yaitu people, profit and planet.

Konsep 3P mengimplikasikan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan

merupakan suatu konsep yang mewajibkan perusahan untuk memenuhi dan

memperhatikan kepentingan para stakeholder dalam kegiatan operasinya mencari

keuntungan. Stakeholder yang dimaksud diantaranya adalah para karyawan (buruh),

kustomer, komunitas lokal, pemerintah, maupun lembaga swadaya masyarakat.

People menekankan pentingnya praktik bisnis suatu perusahaan yang mendukung

kepentingan tenaga kerja, memperhatikan kesehatan dan pendidikan bagi tenaga

kerja. Planet berarti mengelola dengan baik penggunaan energi terutama atas sumber

daya alam yang tidak dapat diperbaharui, mengurangi hasil limbah produksi dan

mengolah kembali menjadi limbah yang aman bagi lingkungan, mengurangi emisi

CO2 ataupun pemakaian energi merupakan praktik yang banyak dilakukan oleh

perusahaan yang menerapkan konsep 3P (Elkington, dalam Wibisono, 2007:32).

Triple Bottom Line digunakan sebagai kerangka atau formula untuk mengukur

dan melaporkan kinerja perusahaan mencakup parameter ekonomi, sosial dan

lingkungan dengan memperhatikan kebutuhan setiap pemangku kepentingan guna

meminimalkan gangguan atau kerusakan pada manusia dan lingkungan dari berbagai

aktivitas perusahaan. Keberadaan pemangku kepentingan bisa hadir sebagai

penunjang keberhasilan tanggung jawab sosial perusahaan ataupun sebaliknya, jika

proses sinergi di antara para pelaku tersebut tidak dilakukan.

2.3.5 International Organization for Standardization 26000

Pada bulan September 2004, International Organization for Standardization

sebagai induk organisasi standarisasi internasional, berinisiatif mengundang

Universitas Sumatera Utara

35

berbagai pihak untuk membentuk tim yang membidani lahirnya panduan dan

standarisasi untuk tanggung jawab sosial yang diberi nama International

Organization for Standardization 26000: Guidance Standard on Social

Responsibility. International Organization for Standardization 26000 menyediakan

standar pedoman yang bersifat sukarela mengenai tanggung tanggung jawab sosial

suatu institusi yang mencakup semua sektor badan publik ataupun badan privat

baik di negara berkembang maupun negara maju. International Organization for

Standardization 26000 memberikan tambahan nilai terhadap aktivitas tanggung

jawab sosial yang berkembang saat ini dengan cara:

1. Mengembangkan suatu konsensus terhadap pengertian tanggung jawab sosial

dan isunya.

2. Menyediakan pedoman tentang penterjemahan prinsip-prinsip menjadi

kegiatan yang efektif.

3. Memilah praktek-praktek terbaik yang sudah berkembang dan disebarluaskan

untuk kebaikan komunitas atau masyarakat internasional.

International Organization for Standardization 26000 menerjemahkan

tanggung jawab sosial sebagai tanggung jawab suatu organisasi atas dampak dari

keputusan dan aktivitasnya terhadap masyarakat dan lingkungan, melalui perilaku

yang transparan dan etis, yang konsisten dengan pembangunan berkelanjutan dan

kesejahteraan masyarakat, memperhatikan kepentingan dari para stakeholder, sesuai

hokum yang berlaku dan konsisten dengan norma-norma internasional, terintegrasi

di seluruh aktivitas organisasi, dalam pengertian ini meliputi baik kegiatan, produk

maupun jasa (http://rahmatullah.banteninstitute.org/2010/05/masalahpengelolaan

programcorporate.html).

Universitas Sumatera Utara

36

2.3.6 Model Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Inti pelaksanaan tanggung jawab sosial oleh suatu perusahaan adalah dengan

membangun kerjasama antara perusahaan dengan pihak-pihak yang menjadi

pemegang kepentingannya. Langkah awal yang wajib ditempuh oleh suatu

perusahaan adalah mengetahui siapa saja pihak pemegang atau pemangku

kepentingan perusahaannya, dan apa saja yang menjadi indikator kepuasan tiap-tiap

pemegang kepentingan. Pada umumnya sikap dan tindakan pemangku kepentingan

berorientasi pada indikator kepuasan tersebut.

Latar Belakang munculnya pemikiran mengikutsertakan unsur pemerintah

dalam model pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan, adalah bahwa

pemerintah sebagai personifikasi negara memiliki kepentingan dan komitmen yang

kuat dalam mensejahterakan masyarakat. Tanggung jawab sosial sebagai suatu

kewajiban perusahaan dianggap sebagai bagian dari performance perusahaan yang

secara menyeluruh telah diatur dalam hukum, dimana pemerintah merupakan pihak

yang memiliki kepentingan dan komitmen atas berlakunya hukum.

Saidi dan Abidin mengemukakan sedikitnya ada empat model atau pola yang

secara umum dapat dilaksanakan di Indonesia, sebagai berikut:

1. Model keterlibatan langsung

Perusahaan sendiri yang secara langsung mengimplementasikan program

tanggung jawab sosial perusahaaan.

2. Model yayasan atau organisasi sosial perusahaan

Perusahaan sendiri mendirikan yayasan atau organisasi sosial.

Universitas Sumatera Utara

37

3. Model bermitra dengan pihak lain

Pihak perusahaan melakukan kerjasama dengan organisasi lain, dimana

organisasi mitra kerjasama tersebut secara langsung mengelola pelaksanaan

program tanggung jawab sosial perusahaan.

4. Model mendukung atau bergabung dalam suatu konsortium

Sejumlah perusahaan bekerjasama mendirikan organisasi sosial dan secara

langsung bertanggung jawab dalam melaksanakan program tanggung jawab

sosial perusahaan (Saidi dan Abidin, dalam Siagian dan Suriadi, 2010:78).

Implementasi tanggung jawab sosial perusahaan yang memiliki efektivitas yang

tinggi hanya dapat dicapai jika pelaku usaha tidak lagi berperan hanya sebagai

dermawan. Sikap tersebut hanya akan berdampak negatif, yaitu melestarikan

ketergantungan pada uang kontribusi. Pelaksanaan tanggung jawab sosial

perusahaan, semestinya dapat dibangun suatu relasi dalam bentuk mitra kerja antara

perusahaan dengan masyarakat setempat dalam upaya mencapai tujuan bersama

(Siagian dan Suriadi, 2010:78).

2.3.7 Sistematika Tahapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Tahapan tanggung jawab sosial perusahaan yang sistematis dan kompleks

maka langkah yang dapat ditempuh adalah:

1. Dimulai dengan melihat dan menilai kebutuhan (need assessment) masyarakat

sekitar. Caranya dengan mengidentifikasi masalah yang terjadi di masyarakat

dan lingkungan. Setelah itu dicari solusi yang terbaik menurut kebutuhan

masyarakat.

2. Membuat rencana aksi, lengkap dengan anggaran, jadwal, indikator, untuk

mengevaluasi dan sumberdaya manusia yang ditunjukkan untuk

Universitas Sumatera Utara

38

melakukannya. Dalam hal ini, perusahaan dapat membagi program dalam

bentuk kegiatan jangka pendek, jangka panjang, hingga masyarakat menjadi

mandiri.

3. Monitoring yang dapat dilakukan melalui survei ataupun kunjungan langsung.

Evaluasi dilakukan secara regular dan dilaporkan agar menjadi panduan untuk

strategi atau pengembangan program selanjutnya. Disamping itu perlu

dilakukan audit sosial secara objektif terhadaap pelaksanaan program, untuk

melihat apakah program telah dapat sasaran dan manfaatnya dapat dirasakan

oleh masyarakat sesuai tujuan pelaksanaannya (Ambadar, 2008: 39).

2.4 Pemberdayaan Masyarakat dalam Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Pemberdayaan masyarakat atau community development adalah bagaimana

individu, kelompok atau komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri

dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka.

Pemberdayaan masyarakat memiliki fokus terhadap upaya membantu anggota

masyarakat yang memiliki kesamaan minat untuk bekerja sama dengan

mengidentifikasi kebutuhan bersama dan kemudian melakukan kegiatan bersama

untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Community development sering kali

diimplikasikan dalam bentuk:

1. Proyek-proyek pembangunan yang memungkinkan anggota masyarakat

memperoleh dukungan dalam memenuhi kebutuhan.

2. Kampanye dan aksi sosial yang memungkinkan kebutuhan-kebutuhan tersebut

dapat dipenuhi oleh pihak-pihak lain yang bertanggung jawab.

Community development dapat didefenisikan sebagai metode yang

memungkinkan orang dapat meningkatkan kualitas hidupnya serta mampu

Universitas Sumatera Utara

39

memperbesar pengaruhnya terhadap proses-proses yang mempengaruhi

kehidupannya. Community development adalah “the process of assiting ordinary

people to improve their own communities by undertaking collective actons”. Secara

khusus community development berkenaan dengan upaya pemenuhan orang-orang

yang tidak beruntung atau tertindas, baik yang disebabkan oleh kemiskinan maupun

oleh deskriminasi berdasarkan kelas sosial, suku, jender, jenis kelamin, usia dan

kecacatan (Twelvetrees, 1991:1).

Pemberdayaan masyarakat atau community development merupakan sebuah

aktualisasi dari tanggung jawab sosial perusahaan yang lebih bermakna dari sekedar

aktivitas charity ataupun dimensi tanggung jawab sosial perusahaan lainnya seperti

community relation. Hal ini disebabkan karena dalam pelaksanaanya community

development, terdapat kolaborasi kepentingan bersama antara perusahaan dengan

komunitas, adanya partisipasi, produktivitas dan berkelanjutan. Dalam aktualisasi

Good Corporate Citizenship, maka kontribusi dunia usaha turut untuk serta dalam

meningkatkan kesejahteraan masyarakat harus mengalami metamorfosis dari

aktivitas yang bersifat charity menjadi aktivitas yang lebih menekan kepada

penciptaan kemandirian masyarakatnya, yakni program pemberdayaan.

Tabel 2.5.1 berikut, akan menunjukkan hal penting yang membedakan antara

aktivitas charity dengan philanthropy antara lain bahwa, aktivitas philanthropy lebih

didorong oleh norma dan etika hukum, bukan sekedar memenuhi kewajiban. Selain

itu inspirasi aktivitas adalah untuk memenuhi kepentingan semua pihak, baik

perusahaan maupun komunitas. Oleh karena itu tampak bahwa community

development merupakan pelaksanaan aktivitas tanggung jawab sosial perusahaan.

Khususnya di Indonesia, pelaksanaan kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan

tampak lebih cocok dengan program pemberdayaan masyarakat. Diharapkan dengan

Universitas Sumatera Utara

40

aktivitas tanggung jawab sosial perusahaan yang bernafaskan community

development dapat mencapai tujuan strategis perusahaan. Disamping untuk mencapai

profit optimum juga dapat bermanfaat bagi komunitas. Dengan adanya aktivitas

tersebut, komunitas memiliki mitra yang peduli terhadap kemandirian. Metamorfosis

tersebut pernah diungkapkan oleh Saidi (2003:13), dalam tabel berikut:

Tabel 2.5.1 Karakteristik Tahap-tahap Kedermawanan Sosial Paradigma

Paradigma Charity Philanthropy Good Corporate Citizenship (GCC)

Motivasi Agama, tradisi, adaptasi

Norma, etika, dan hukum universal

Pencerahan diri dan rekonsiliasi dengan ketertiban sosial

Misi

Mengatasi masalah setempat

Mencari dan mengatasi akar masalah

Memberikan kontribusi kepada masyarakat

Pengelolaan Jangka pendek, mengatasi masalah sesaat

Terencana, teorganisir, dan terprogram

Terinternalisasi dalam kebijakan perusahaan

Pengorganisasian

Kepanitiaan Yayasan/ dana abadi/ profesionalitas

Keterlibatan baik dana maupun sumber daya lain

Penerima Manfaat

Orang miskin Masyarakat luas Masyarakat luas dan perusahaan

Kontribusi Hibah sosial Hibah pembangunan

Hibah (pembangunan serta keterlibatan sosial)

Inspirasi Kewajiban Kepentingan Bersama

-

2.5 Peranan Pekerja Sosial dalam Pelaksanaan Program Tanggung Jawab

Sosial Perusahaan

Secara garis besar, pekerjaan sosial melibatkan intervensi atau penanganan

masalah pada dua tingkatan, yakni tingkatan mikro (individu, keluarga dan

kelompok) dan makro (organisasi dan masyarakat). Selain dituntut untuk memiliki

Universitas Sumatera Utara

41

pemahaman mengenai penanganan masalah yang dialami individu, keluarga dan

kelompok, pekerja sosial juga harus memiliki pemahaman mengenai metode atau

strategi dalam melakukan perubahan organisasi, masyarakat dan kebijakan.

Ketentuan umum Undang-undang No.11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan

Sosial ditegaskan bahwa pengertian Pekerja Sosial Profesional yaitu; seorang yang

bekerja baik di lembaga pemerintah maupun swasta yang memiliki kompetensi dan

profesi pekerjaan sosial dan kepedulian terhadap pekerjaan sosial yang diperoleh

melalui pendidikan, pelatihan atau pengalaman praktek pekerja sosial untuk

melaksanakan tugas-tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial (Kementrian

Dalam Negeri Republik Indonesia).

Untuk menjalankan perannya mengorganisasi masyarakat, pekerja sosial harus

menghargai asa-asas pentingnya mengembangkan pemimpin masyarakat setempat

atas beberapa klien dan bukan mengambil ahli kepemimpinan pada saat masalah

terjadi. Selanjutnya pekerja sosial harus melibatkan klien memberikan input

meningkatkan efektivitas suatu program dimasa yang akan depan. Sementara dalam

upaya mencapai tujuan, pekerja sosial yang bekerja dalam masyarakat memiliki

tugas-tugas yang harus dilakukan seperti; menolong orang memperluas keterampilan

dan kemampuan mereka dalam upaya menghadapi serta memecahkan masalah

sendiri, membuat organisasi-organisasi yang tanggap dalam memberikan manfaat

sosial, menolong orang memperoleh sumber-sumber, mempengaruhi interaksi antara

organisasi dengan institusi, dan mempengaruhi pengambilan kebijakan sosial

ataupun kebijakan lingkungan agar lebih baik.

Organisasi Pekerja-pekerja Sosial Nasional Amerika menetapkan sepuluh

kemahiran atau keterampilan yang harus dimiliki oleh pekerja sosial yang bekerja

pada masyarakat, yaitu:

Universitas Sumatera Utara

42

1. Mahir dalam mendengarkan orang lain dan paham akan tujuan mereka

2. Mahir dalam mengumpulkan data yang sesuai sehingga mengetahui kondisi

masyarakat secara keseluruhan

3. Mahir membentuk program bantuan yang profesional dengan membentuk

hubungan dengan semua pihak

4. Mahir dalam observasi dan membuat pemaknaan yang tepat atas perilaku

masyarakat

5. Mahir menjalin hubungan masyarakat dengan sistem sumber

6. Mahir dalam berdiskusi dengan pengendalian perasaan yang tinggi

7. Mahir membentuk cara-cara baru dalam memecahkan masalah dan memenuhi

keperluan masyarakat

8. Mahir dalam penetapan waktu mengakhiri hubungan kerjanya dengan

masyarakt setempat dan bagaimana berbuat demikian

9. Mahir dalam menggunakan hasil kajian dan penelitian yang sesuai dengan

profesinya

10. Mahir menyediakan pelayanan hubungan organisasi-organisasi, memaknai dan

menghubungkan keperluan sosial dengan sumber-sumber anggaran, dengan

pemerintah atau dengan anggota parlemen (National Association of Sosial

Workers, dalam Siagian dan Suriadi, 2010: 87-90).

Peranan pekerja sosial sangat di perlukan dalam upaya membangun hubungan

sistem klien, yang dalam konteks ini adalah masyarakat setempat dengan

perusahaan. Masyarakat adalah klien dan perusahaan sebagai sistem sumber, dimana

program tanggung jawab sosial perusahaan merupakan suatu aktivitas yang sangat

tepat digunakan dalam memecahkan masalah dan memenuhi keperluan masyarakat

setempat.

Universitas Sumatera Utara

43

Peranan pekerja sosial mengupayakan masyarakat memperoleh manfaat dari

perusahaan, dengan membangun hubungan antara perusahaan dengan masyarakat

setempat. Pekerja sosial harus merancang agar masyarakat lebih berdaya dan mandiri

di masa depan. Dalam kaitannya dengan implementasi program tanggung jawab

sosial perusahaan, maka pekerja sosial menolong masyarakat setempat merumuskan

kepentingan dan menjadikan masyarakat tersebut memahami hak-hak mereka yang

diatur dalam hukum.

Fasilitator, peran pekerja sosial sebagai fasilitator adalah menyadarkan

masyarakat bahwasanya mereka adalah pribadi yang unik dan memiliki potensi

untuk maju dan berkembang. Perantara, peran pekerja sosial sebagai perantara adalah

meningkatkan kualitas hubungan antara perusahaan dengan masyarakat setempat.

Pembela, peran pekerja sosial sebagai pembela bertujuan agar perusahaan

menjalankan kewajibannya atas masyarakat setempat melalui implementasi program

tanggung jawab sosial perusahaan sebagai satu kewajiban hukum. Pelindung, peran

pekerja sosial sebagai pelindung diharapkan dapat mendukung masyarakat setempat

dalam upaya memperoleh hak-hak mereka (Siagian dan Suriadi, 2010: 95-97).

2.6 Efektivitas Pelaksanaan Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

2.6.1 Kebijakan Publik

Salah satu aspek yang penting untuk mewujudkan tujuan perusahaan adalah

aspek tanggung jawab sosial perusahaan dan lingkungan. Konsentrasi program

tanggung jawab sosial perusahaan didasarkan pada pemberdayaan masyarakat yang

bertitik tolak pada aspirasi dan kebutuhan masyarakat itu sendiri. Fungsinya adalah

sebagai mekanisme layanan sumber daya dukung untuk membantu masyarakat agar

masyarakat tersebut dapat mengentaskan permasalahannya sendiri. Untuk mengelola

Universitas Sumatera Utara

44

operasional perusahaan maka perlu ditetapkan konsep 3P (People, Planet, and

Profit) dalam kerangka praktik good corporate governance. Konsep tersebut

dimaksudkan untuk mensinergikan aspek sosial, lingkungan, serta ekonomi

perusahaan sehingga bisa menghasilkan manfaat secara maksimal, baik bagi

masyarakat, perusahaan, maupun lingkungan.

Visi yang hendak dicapai perusahaan dalam melaksanakan tanggung jawab

sosial perusahaan adalah mewujudkan masyarakat sejahtera. Eksistensi program

tanggung jawab sosial perusahaan difokuskan pada proses pendampingan masyarakat

untuk mengidentifikasi permasalahan dasar dan menemukan keunggulan komparatif

berupa potensi diri dan lingkungannya. Dukungan Community Development adalah

berupa upaya memunculkan kreativitas kelompok basis masyarakat lokal dalam

bentuk aneka kegiatan pemecahan masalah berdasarkan sumber daya yang dimiliki.

Berdasarkan visi tersebut, maka dirumuskan tiga misi yang harus diemban

perusahaan dalam melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan, sebagai berikut:

1. Membangun kemandirian masyarakat dalam mengembangkan asset ekonomi.

2. Mengembangkan sumberdaya alam dan lingkungannya.

3. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan status sosial budaya (Elyas,

2001:14).

2.6.2 Tujuan dan Target Pelaksanaan Program Tanggung Jawab Sosial

Perusahaan

Tujuan tanggung jawab sosial perusahaan adalah meningkatkan sumber daya

manusia dalam rangka mengembangkan sumber daya alam dan lingkungan secara

arif dan berkelanjutan. Memberdayakan masyarakat untuk menganalisa diri dan

lingkungannya serta mengaktualisasikan kreatifitasnya untuk pemenuhan kebutuhan

Universitas Sumatera Utara

45

dan pemecahan masalah yang dihadapi. Menciptakan tatanan hubungan perusahaan

dan masyarakat yang berkeadilan, demokratis dan harmonis antara keduanya.

Strategi yang dilakukan dalam mencapai tujuan adalah menciptakan iklim yang

kondusif bagi masyarakat, untuk lebih berpartisipasi aktif dalam pembangunan

wilayahnya dan mampu memanfaatkan secara optimal. Pendampingan bagi

kelompok terentan sebagai pendidikan masyarakat, untuk mencapai perubahan diri

dan kelompok secara mendasar, mampu melaksanakan adaptasi, serta terrealisasinya

berkelanjutan pada setiap kegiatan yang dirintis.

Target adalah suatu tingkatan keinginan yang dicapai dan biasa didasari pada

perencanaan yang telah disusun sebelumnya. Sasaran tersebut biasanya dipantau

melalui kegiatan yang rutin dilaksanakan dan pada akhirnya dibandingkan dengan

kondisi sebelumnya. Target perusahaan dalam upaya pencapaian tujuan tanggung

jawab sosial perusahaan adalah sebagai berikut:

a. Pendapatan dan basis modal masyarakat meningkat

b. Masyarakat lebih berpendidikan

c. Hubungan sosial dan masyarakat kondusif

d. Lingkungan yang nyaman dan sehat (Elyas, 2005:15)

2.6.3 Kriteria Pemberdayaan Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

1. Adanya tujuan, sasaran, target (capaian) dan program kegiatan yang jelas

2. Adanya perubahan cara pandang, pola berpikir dan kemampuan teknis

3. Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat

4. Pembinaan dan pendampingan yang berkelanjutan

5. Program disusun secara parisipatif

6. Adanya pengembangan kebersamaan dan kontrol sosial (Elyas, 2005:16).

Universitas Sumatera Utara

46

2.6.4 Penyusunan dan Pelaksanaan Program

1. Menampung gagasan pemecahan masalah secara bottom-up

2. Melibatkan tenaga ahli internal

3. Mendayagunakan tenaga ahli eksternal (Perguruan tinggi, Lembaga Swadaya

Masyarakat, Dinas-dinas terkait)

4. Memakai pendekatan Partisipatory Rapid Appraissal atau metode penilaian

terhadap desa dalam segala aspeknya secara partisipatif. Melalui metode ini

akan diperoleh informasi dari masyarakat desa tentang kebutuhan mendasar

dan kekuatan yang ada sebagai landasan untuk menentukan program yang akan

diimplementasikan (Elyas, 2005:16)

2.6.5 Lokasi dan Sasaran Program

Untuk mengantisipasi masalah yang dihadapi maupun yang akan timbul antara

masyarakat dan perusahaan, maka dalam penentuan lokasi dan sasaran program

didasarkan pada urutan dan prioritas. Lokasi program adalah wilayah sekitar

lingkungan perusahaanan, sedangkan yang menjadi sasaran prioritas tanggung jawab

sosial perusahaan adalah masyarakat tempatan, dengan tanpa meninggalkan

komunitas internal perusahaan (Elyas, 2005:16).

2.7 Kerangka Pemikiran

Tanggung jawab sosial perusahaan adalah komitmen dari pelaku usaha untuk

memberikan perhatian terhadap kesejahteraan karyawannya dan bertindak adil

terhadap berbagai pihak yang terkait dengan aktivitasnya, serta dengan iklas

menyisihkan sebagian dari hasil usahanya untuk membiayai dan secara langsung atau

tidak langsung melakukan program yang bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan

Universitas Sumatera Utara

47

masyarakat setempat. Kesejahteraan sosial dapat diwujudkan melalui konsep

pemberdayaan masyarakat karena pembangunan yang demikian, sangat menjunjung

tinggi martabat dan harga diri masyarakat sekaligus menjadi upaya mengembalikan

status dan peranan masyarakat dalam proses pembangunan dan perubahan.

PT. Riau Andalan Pulp And Paper menaruh perhatian yang sangat besar

dibidang pengembangan masyarakat, khususnya bagi masyarakat yang berada

disekitar wilayah produksi dan operasioanal perusahaan. Aktivitas program tanggung

jawab sosial perusahaan dijalankan oleh Community Development Department

melalui berbagai bidang program pemberdayaan, diantaranya bidang sistem

pertanian terpadu, pendidikan, kesehatan, infrastruktur, keagamaan, dan bidang

kesukarelawanan sosial. Sasaran program tanggung jawab sosial perusahaan adalah

masyarakat tempatan dengan tanpa meninggalkan komunitas internal perusahaan.

Salah satu wilayah binaan Community Development Department adalah Desa Rantau

Panjang yang berlokasi di daerah operasional Pelabuhan Buatan dan hutan tanam

industri. Kondisi masyarakat sebelum adanya program tanggung jawab sosial

perusahaan yaitu pada umumnya masyarakat bermatapencaharian sebagai petani,

jiwa tani masyarakat kurang sementara lahan memadai, pendapatan masyarakat

rendah, tingkat pendidikan yang rendah dan minimnya pengetahuan masyarakat akan

pola hidup sehat. Tujuan Program tanggung jawab sosial perusahaan PT. Riau

Andalan Pulp And Paper adalah terciptanya masyarakat yang lebih sejahtera melalui

kemitraan yang harmonis antara perusahaan, masyarakat dan pemerintah.

Efektivitas merupakan taraf sampai sejauh mana peningkatan kesejahteraan

manusia dengan adanya suatu program. Efektivitas disebut efektif apabila

tercapainya tujuan atau sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Efektivitas

pelaksanaan program tanggung jawab sosial perusahaan dapat diukur melalui enam

Universitas Sumatera Utara

48

indikator sebagai berikut: pemahaman atas program, ketepatan sasaran, ketepatan

waktu, tercapainya target, tercapainya tujuan dan perubahan nyata. Inti dari pada

program tanggung jawab sosial perusahaan adalah meningkatnya pendapatan dan

basis modal masyarakat, masyarakat lebih berpendidikan, hubungan-sosial

masyarakat kondusif, lingkungan yang nyaman dan sehat.

Gambar 2.8

Bagan Alir Pikiran

Kondisi Masyarakat Desa Rantau Panjang Sebelum Program:

1. Mata pencaharian adalah petani 2. Jiwa tani masyarakat Kurang sementara

lahan memadai 3. Pendapatan masyarakat rendah 4. Tingkat pendidikan yang rendah 5. Minimnya pengetahuan akan pola hidup sehat

Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Community Development Department PT. Riau

Andalan Pulp and Paper, meliputi: Pendapatan masyarakat meningkat, masyarakat lebih berpendidikan, hubungan sosial masyarakat kondusif, lingkungan yang nyaman dan sehat, guna terwujudnyanya kesejahteraan masyarakat desa Rantau Panjang kecamatan Koto Gasib kabupaten Siak.

Bidang-bidang Program Tanggung

Jawab Sosial Perusahaan

1. Sistem Pertanian

Terpadu 2. Pendidikan 3. Kesehatan 4. Infrastruktur 5. Keagamaan 6. Kesukarelawanan

Sosial

Efektivitas Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

1. Pemahaman program 2. Ketepatan sasaran 3. Ketepatan waktu 4. Tercapainya target 5. Tercapainya tujuan 6. Perubahan nyata

Universitas Sumatera Utara

49

2.8 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional

2.8.1 Defenisi Konsep

Defenisi konsep adalah pengertian yang terbatas dari suatu konsep yang dianut

dalam suatu penelitian (Siagian, 2011:136). Defenisi konsep ditujukan untuk

mencapai keseragaman pemahaman tentang konsep-konsep, baik berupa objek,

peristiwa maupun fenomena yang diteliti. Untuk lebih memahami pengertian

mengenai konsep-konsep yang akan digunakan, maka peneliti membatasi konsep

yang digunakan sebagai berikut:

1. Efektivitas merupakan taraf sampai sejauh mana peningkatan kesejahteraan

manusia dengan adanya suatu program dan merupakan unsur pokok untuk

mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Efektivitas

disebut efektif apabila tercapainya tujuan atau sasaran yang telah ditentukan

sebelumnya.

2. Tanggung jawab sosial perusahaan merupakan komitmen dari pelaku usaha

untuk memberikan perhatian terhadap kesejahteraan karyawannya dan

bertindak adil terhadap berbagai pihak yang terkait dengan aktivitasnya, serta

dengan iklas menyisihkan sebagian dari hasil usahanya untuk membiayai dan

secara langsung atau tidak langsung melakukan program-program yang

bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat.

3. Pemberdayaan masyarakat atau community development adalah bagaimana

individu, kelompok atau komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka

sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan

keinginan mereka. Pemberdayaan masyarakat memiliki fokus terhadap upaya

membantu anggota masyarakat yang memiliki kesamaan minat untuk bekerja

Universitas Sumatera Utara

50

sama dengan mengidentifikasi kebutuhan bersama dan kemudian melakukan

kegiatan bersama untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

4. PT. Riau Andalan Pulp ang Paper adalah salah satu perusahaan pulp dan

kertas di Indonesia yang terletak di kota Pangkalan Kerinci provinsi Riau. PT.

Riau Andalan Pulp And Paper berada dibawah naungan Raja Garuda Mas

Internasional untuk Indonesia dan APRIL GROUP untuk Asia Tenggara

(Asia Pasific Resources Internasional Holding Limited). PT. Riau Andalan

Pulp And Paper dalam organisasinya menempatkan satu departmen khusus

yang disebut dengan Community Development Department. Tugas

Community Development Department adalah menjalankan program

pemberdayaan masyarakat secara berkelanjutan agar dapat meningkatkan

kesejahteraan sosial masyarakat sekitar wilayah produksi dan operasional

perusahaan.

2.8.2 Defenisi Operasional

Defenisi operasional bertujuan untuk memudahkan peneliti dalam

melaksanakan kegiatan penelitian dilapangan. Maka perlu operasionalisasi dan

konsep untuk menggambarkan tentang apa yang harus diamati (Silalahi, 2009: 120).

Defenisi operasional ditujukan dalam upaya transformasi konsep ke dunia nyata

sehingga konsep-konsep penelitian dapat di observasi (Siagian 2011: 141).

Adapun yang menjadi defenisi operasional, efektivitas pelaksanaan program

tanggung jawab sosial perusahaan PT. Riau Andalan Pulp ang Paper di Desa Rantau

Panjang Kecamatan Koto Gasib Kabupaten Siak dapat diukur melalui indikator

sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

51

1. Pemahaman program, meliputi:

a. Sumber informasi program tanggung jawab sosial perusahaan

b. Tingkat pemahaman responden setelah mendapatkan informasi program

tanggung jawab sosial perusahaan,

c. Pengetahuan responden mengenai sasaran program

d. Pengetahuan responden mengenai tujuan program

e. Pengetahuan responden mengenai target program

f. Pengetahuan responden mengenai program yang direncanakan

g. Pengetahuan responden mengenai program yang terealisasi

2. Ketepatan sasaran, meliputi:

a. Tahun ditetapkannya sasaran

b. Pihak yang menetapkan sasaran program

c. Ukuran atau pertimbangan yang digunakan dalam menetapkan sasaran

d. Ketepatan ukuran yang digunakan dalam menetapkan sasaran

e. Dampak negatif yang dirasakan

3. Ketepatan waktu, meliputi:

a. Pemberian informasi waktu pelaksanaan penyuluhan sebelum menjadi

mitra bina

b. Ketepatan waktu pemberian bimbingan atau penyuluhan dengan waktu

yang telah ditentukan

c. Ketepatan waktu pemberian bimbingan atau penyuluhan kepada

responden setelah menjadi mitra bina

d. Kesesuaian waktu pemberian bantuan dengan waktu yang telah

ditentukan

4. Tercapainya Target, meliputi:

a. Penetapan target yang harus dicapai sebelum pelaksanaan kegiatan

b. Sosialisasi Penetapan target

c. Pengetahuan mengenai target yang harus dicapai

d. Kesesuaian target dengan kebutuhan responden

5. Tercapainya Tujuan, meliputi:

a. Pencapaian target yang ditetapkan melalui berbagai kegiatan

b. Pencapaian tujuan yang ditetapkan melalui berbagai kegiatan

c. Manfaat yang diperoleh

d. Kelanjutan pelaksanaan program tanggung jawab sosial perusahaan

Universitas Sumatera Utara

52

6. Perubahan nyata, meliputi:

a. Perubahan pada mata pencaharian

b. Perubahan pada pendapatan

c. Perubahan pada pola pikir

d. Perubahan pada lama jam bekerja

Universitas Sumatera Utara