bab ii tinjauan pustaka 2.1 definisi sistem pengendalian

30
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Sistem Pengendalian Internal Dalam rangka pencapaian visi, misi, dan tujuan serta pertanggung jawaban kegiatan Instansi Pemerintah, pimpinan Instansi Pemerintah wajib menerapkan setiap unsur dari Sistem Pengendalian Internal. Untuk memastikan bahwa Sistem Pengendalian Intern tersebut sudah dirancang dan di implementasikan dengan baik, dan secara memadai diperbaharui untuk memenuhi keadaan yang terus menerus melakukan perubahan perlu dilakukan pemantauan secara terus-menerus. Pimpinan Instansi Pemerintah melakukan pemantauan antara lain melalui evaluasi terpisah atas Sistem Pengendalian Internya masing-masing untuk mengetahui kinerja dan efektivitas Sistem Pengendalian Intern serta cara menigkatkannya. Pemantauan juga berguna untuk mengidentifikasi, mengatasi resiko utama seperti penggelapan, pemborosan, penyalahgunaan, dan salah kelola. Pasal 58 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 mengenai Sistem Pengendalian Intern dalam Peraturan Pemerintah ini dilandasi pada pemikiran bahwa Sistem Pengendalian Intern dalam Peraturan Pemerintah ini dilandasi pada pemikiran bahwa Sistem Pengendalian Intern melekat sepanjang kegiatan, dipengaruhi oleh sumber daya manusia, serta hanya memberikan keyakinan yang memadai, bukan keyakinan mutlak.

Upload: phamxuyen

Post on 18-Jan-2017

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Sistem Pengendalian

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Sistem Pengendalian Internal

Dalam rangka pencapaian visi, misi, dan tujuan serta pertanggung jawaban

kegiatan Instansi Pemerintah, pimpinan Instansi Pemerintah wajib menerapkan

setiap unsur dari Sistem Pengendalian Internal. Untuk memastikan bahwa Sistem

Pengendalian Intern tersebut sudah dirancang dan di implementasikan dengan

baik, dan secara memadai diperbaharui untuk memenuhi keadaan yang terus

menerus melakukan perubahan perlu dilakukan pemantauan secara terus-menerus.

Pimpinan Instansi Pemerintah melakukan pemantauan antara lain melalui evaluasi

terpisah atas Sistem Pengendalian Internya masing-masing untuk mengetahui

kinerja dan efektivitas Sistem Pengendalian Intern serta cara menigkatkannya.

Pemantauan juga berguna untuk mengidentifikasi, mengatasi resiko utama seperti

penggelapan, pemborosan, penyalahgunaan, dan salah kelola.

Pasal 58 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004

mengenai Sistem Pengendalian Intern dalam Peraturan Pemerintah ini dilandasi

pada pemikiran bahwa Sistem Pengendalian Intern dalam Peraturan Pemerintah

ini dilandasi pada pemikiran bahwa Sistem Pengendalian Intern melekat

sepanjang kegiatan, dipengaruhi oleh sumber daya manusia, serta hanya

memberikan keyakinan yang memadai, bukan keyakinan mutlak.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Sistem Pengendalian

11

2.1.1 Pengertian Sistem Pengendalian Internal

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem

Pengendalian Internal Pemerintah menyatakan bahwa :

“Sistem Pengendalian Internal adalah proses yang integral pada tindakan

dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan

seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya

tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan

pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap

peraturan perundang-undangan. Sistem Pengendalian Internal Pemerintah,

yang kemudian disingkat SPIP adalah Sistem Pengendalian Internal yang

diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan

pemerintah daerah.”

Sistem Pengendalian Internal merupakan kegiatan pengendalian terutama

atas pengelolaan sistem informasi yang bertujuan untuk memastikan akurasi dan

kelengkapan informasi. Kegiatan pengendalian atas pengelolaan informasi

meliputi Pengendalian Umum dan Pengendalian Aplikasi, yang masing-masing

akan dijelaskan sebagai berikut :

a. Pengendalian Umum

Pengendalian ini meliputi pengamanan sistem informasi, pengendalian

atas pengembangan dan perubahan perangkat lunak aplikasi,

pengendalian atas perangkat lunak sistem, pemisahan tigas, dan

kontinuitas pelayanan.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Sistem Pengendalian

12

b. Pengendalian Aplikasi

Pengendalian ini meliputi pengendalian otorisasi, pengendalian

kelengkapan,pengendalian akurasi, dan pengendalian terhadap keandalan

pemrosesan dan file data.

Pengendalian internal dirancang, diimplementasikan, dan dipelihara oleh

manajemen dan karyawan lain untuk menangani risiko bisnis di dalam suatu

organisasi dan risiko kecurangan yang diketahui (identified business and fraud

risks) mengancam pencapaian tujuan entitas, seperti pelaporan keuangan yang

andal. Pengendalian selalu merupakan jawaban (response) untuk menangkal

(mitigate) suatu ancaman. Pengendalian yang tidak merupakan jawaban untuk

menangkal ancaman, adalah kesia-siaan (redundant). Menurut AICPA dalam

Statement On Auditing Standard No.1, dalam Basalamah (2008:135) definisi

pengendalian internal sebagai berikut :

“Pengendalian internal terdiri dari rencana organisasi serta seluruh metode

koordinasi dan pengukuran yang diterapkan oleh perusahaan untuk

menjaga aktivanya, menguji keakuratan dan keandalan data akuntansinya,

mendukung efisiensi operasioanalnya, serta mendorong dipatuhinya

kebijakan-kebijakan manejerial yang telah ditetapkan”.

Laporan COSO dalam Sunarto (2003:137) mendefinisikan pengendalian

internal sebagai berikut :

“Pengendalian internal ialah suatu proses yang dipengaruhi oleh dewan

komisaris, manajemen, personal satuan usaha lainnya, yang dirancang

untuk mendapatkan keyakinan memadai tentang pencapaian tujuan dalam

hal-hal berikut : 1) Keandalan pelaporan keuangan, 2) Kesesuaian dengan

undang-undang dan peraturan yang berlaku, 3) Efektifitas dan efisiensi

kegiatan operasi”.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Sistem Pengendalian

13

Menurut COSO dalam Rahayu dan Suhayati (2009) pengendalian intern

adalah suatu proses yang dipengaruhi oleh dewan komisaris, manajemen dan

personel lainnya untuk memberikan keyakinan memadai guna mencapai

keandalan pelaporan keuangan, menjaga kekayaan dan catatan organisasi,

kepatuhan terhadap hukum dan peraturan dan efektivitas dan efisiensi operasi.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pengendalian internal adalah suatu proses

yang berkaitan dengan prosedur-prosedur yang harus dipatuhi dalam proses

operasional organisasi atau perusahaan agar tujuan dari organisasi atau perusahaan

dapat tercapai.

2.1.2 Unsur-Unsur Sistem Pengendalian Internal Pemerintahan

Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian

Internal Pemerintah menyebutkan bahwa:

“SPIP terdiri dari unsur-unsur berikut: lingkungan pengendalian, penilaian

resiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi, serta pemantauan.”

Unsur-unsur SPIP dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Lingkungan Pengendalian

Pimpinan Instansi Pemerintah wajib menciptakan dan memelihara

lingkungan pengendalian yang menimbulkan perilaku positif dan kondusif

untuk penerapan Sistem Pengendalian Internal dalam lingkungan

kerjanya. Lingkungan pengendalian terdiri dari:

a. Penegakan integritas dan nilai etika;

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Sistem Pengendalian

14

b. Komitmen terhadap kompetensi;

c. Kepemimpinan yang kondusif;

d. Pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan;

e. Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat;

f. Penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan

sumber daya manusia;

g. Perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif;

h. Hubungan kerja yang baik dengan Instansi Pemerintah terkait.

2. Penilaian Resiko

Dalam rangka penilaian resiko, pimpinan Instansi Pemerintah

menetapkan tujuan instansi pemerintah dan tujuan pada tingkatan

kegiatan, dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

Penilaian resiko terdiri dari:

a. Penetapan tujuan instansi secara keseluruhan

b. Penetapan tujuan pada tingkatan kegiatan

c. Identifikasi resiko

d. Analisis resiko

e. Mengelola resiko selama perubahan

3. Kegiatan Pengendalian

Pimpinan Instansi pemerintah wajib menyelenggarakan kegiatan

pengendalian sesuai dengan ukuran, kompleksitas, dari sifat dan tugas dan

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Sistem Pengendalian

15

fungsi yang bersangkutan. Penyelenggaraan kegiatan pengendalian terdiri

dari:

a. Reviu atas kinerja Instansi Pemerintah yang bersangkutan;

b. Pembinaan sumber daya manusia;

c. Pengendalian atas pengelolaan sistem informasi;

d. Pengendalian fisik atas aset;

e. Penetapan dan reviu atas indikatir dan ukuran kinerja;

f. Pemisahan fungsi;

g. Otorisasi atas transaksi dan kejadian yang penting;

h. Pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas transaksi dan kejadian;

i. Pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya;

j. Akuntabilitas terhadap sumber daya dan pencatatannya; dan

k. Dokumentasi dan kejadian penting atas Sistem Pengendalian Intern.

4. Informasi dan Komunikasi

Pimpinan Instansi pemerintah wajib mengidentifikasi, mencatat, dan

mengkomunikasikan informasi dalam bentuk dan waktu yang tepat.

Komunikasi atas informasi wajib diselenggarakan secara efektif.

a. Informasi

b. Komunikasi

c. Bentuk dan sarana komunikasi

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Sistem Pengendalian

16

5. Pemantauan

Pimpinan Instansi pemerintah wajib melakukan pemantauan Sistem

Pengendalian Internal melalui:

a. Pemantauan berkelanjutan

b. Evaluasi terpisah

c. Penyelesaian audit

2.1.3 Tujuan Sistem Pengendalian Internal

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 Sistem

Pengendalian Internal Pemerintah sendiri memiliki tujuan untuk mencapai

kegiatan pemerintahan yang efektif dan efisien, perlindungan aset Negara,

keterandalan laporan keuangan, kepatuhan pada perundang-undangan dan

peraturan serta kebijakan yang berlaku.

Arens et. Al. (198:2011) yang dialih bahasakan oleh Herman

Wibowo memaparkan tiga tujuan umum manajemen dalam merancang

sistem pengendalian internal yang efektif, yaitu:

1. Reliability Of Financial Reporting

2. Efficiency and Effectiveness Of Operations

3. Compliance With Laws and Regulations

Pengendalian dalam perusahaan akan mendorong pemakaian sumber

daya secara efektif dan efisien untuk mengoptimalkan sasaran-sasaran

perusahaan. Tujuan yang penting dari pengendalian ini adalah memperoleh

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Sistem Pengendalian

17

informasi keuangan dan non-keuangan yang akurat tentang operasi

perusahaan untuk keperluan pengambilan keputusan. Manajemen harus

menguji efektifitas pelaksanaan pengendalian untuk menentukan apakah

pengendalian sudah berjalan seperti yang telah dirancang dan apakah

orang yang melaksanakan memiliki kewenangan serta kualifikasi yang

diperlukan untuk melaksanakan pengendalian secara efektif.

2.1.4 Pihak yang Bertanggung Jawab atas Sistem Pengendalian Internal

Menurut Mulyadi (2002:182) terdapat pihak-pihak yang bertanggung

jawab atas pengendalian internal organisasi, diantaranya adalah:

1. Manajemen

2. Dewan komisaris dan komite audit

3. Auditor intern

4. Personel lain entitas

5. Auditor independen

Pihak-pihak yang bertanggung jawab atas pengendalian internal organisasi

dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Manajemen

Manajemen bertanggung jawab untuk mengembangkan dan

menyelenggarakan secara efektif pengendalian intern organisasinya.

Direktur utama perusahaan bertanggung jawab untuk menciptakan

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Sistem Pengendalian

18

atmosfer pengendalian di tingkat puncak, agar kesadaran terhadap

pentingnya pengendalian menjadi tummbuh diseluruh organisasi.

2. Dewan komisaris dan komite audit

Dewan komisaris bertanggung jawab untuk menentukan apakah

manajemen bertanggung jawab dalam mengembangkan dan

menyelenggarakan pengendalian intern.

3. Auditor intern

Auditor intern bertanggung jawab untuk memeriksa dan mengevaluasi

memadai atau tidaknya pengendalian intern entritas dan membuat

rekomendasi peningkatannya

4. Personel lain entitas

Peran dan tanggung jawab semua personel lain yang menyediakan

informasi atau yang menggunakan informasi yang dihasilkan oleh

pengendalian intern harus ditetapkan dan dikomunikasikan dengan

baik.

5. Auditor independen

Sebagai bagian dari prosedur auditnya terhadap laporan keuangan,

auditor dapat menemukan kelemahan pengendalian intern kliennya,

sehingga ia dapat mengkomunikasikan temuan auditnya tersebut

kepada manajemen, komite audit, atau dewan komisaris. Berdasarkan

temuan auditor tersebut, manajemen dapat melakukan peningkatan

pengendalian inter entitas.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Sistem Pengendalian

19

2.2 Komitmen Organisasi

Pengertian Komitmen Organisasi menurut Syaripudin (2015:52)

mengungkapkan bahwa :

“Komitmen organisasi menunjukkan suatu daya dari seseorang dalam

mengidentifikasikan keterlibatannya dalam suatu bagian organisasi

sehingga akan menimbulkan rasa ikut memiliki bagi karyawan terhadap

organisasi.”

Menurut Luthans (dalam Eddy, 2011:292) menyatakan komitmen organisasi

merupakan:

1. Keinginan yang kuat untuk menjadi anggota dalam suatu kelompok

2. Kemauan usaha yang tinggi untuk organisasi

3. Suatu keyakinan dan penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan-tujuan

organisasi.

Menurut Robbins dan Judge (2008:100) mendefinisikan komitmen

organisasional adalah :

“Suatu keadaan di mana seorang karyawan memihak organisasi tertentu serta

tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam

organisasi tersebut.”

Porter, Mowday dan Steers (2002) mendefiniskan komitmen organisasi yaitu

:

“For purposes of instrument development, organizational commitment

was defined here as the relative strength of an individual’s identification

with and involvement in a particular organization (Porter & Smith, Note

4). It can be characterized by at least three related factors : (1) a strong

belief in and acceptance of the organization’s goals and values; (2) a

willingness to exert considerable effort on behalf of the organization; and

(3) a strong desire to maintain membership in the organization.”

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Sistem Pengendalian

20

Dari definisi diatas dikatakan bahwa komitmen organisasi sebagai

kekuatan yang bersifat relatif dari individu dalam mengidentifikasikan

keterlibatan dirinya ke dalam bagian organisasi. Hal ini dapat ditandai dengan tiga

hal, yaitu : (1) Penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi; (2) Kesiapan

dan kesediaan untuk berusaha dengan sungguh-sungguh atas nama organisasi; (3)

Keinginan untuk mempertahankan keanggotaan di dalam organisasi.

Dari beberapa pengertian komitmen organisasi di atas bahwa komitmen

organisasi adalah sikap yang ditunjukkan oleh individu dengan adanya

identifikasi, keterlibatan serta loyalitas terhadap organisasi. Serta adanya

keinginan untuk tetap bertahan berada dalam organisasi dan tidak bersedia untuk

meninggalkan organisasinya dengan alasan apapun.

2.2.1 Jenis Komitmen Organisasi

Konsep komitmen organisasi telah didefinisikan dan diukur dengan

berbagai cara yang berbeda. Meyer dan Allen (Eddy,2011) mengemukakan tiga

komponen tentang komitmen organisasi :

1. Komitmen Afektif (Affective Commitment)

Dapat didefinisikan sebagai tingkat keterkaitan secara psikologis dengan

organisasi berdasarkan seberapa baik perasaan mengenai organisasi.

Komitmen ini muncul karena adanya dorongan kenyamanan, keamanan,

dan manfaat lain yang dirasakan dalam suatu organisasi yang tidak

diperoleh dari tempat lain.

2. Komitmen Berkelanjutan (Continuance Commitment)

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Sistem Pengendalian

21

Yaitu keterikatan anggota secara psikologis pada organisasi karena biaya

yang ditanggung sebagai konsekuensi keluar organisasi. Anggota akan

cenderung memilih daya tahan atau komitmen yang tinggi dalam

keanggotaan jika pengorbanan akibat keluar organisasi semakin tinggi.

3. Komitmen Normatif (Normative Commitment)

Timbul dari nilai-nilai karyawan. Karyawan bertahan menjadi anggota

organisasi karena ada kesadaran bahwa berkomitmen terhadap organisasi

merupakan hal yang memang seharusnya dilakukan. Keterikatan anggota

secara psikologis dengan organisasi karena kewajiban moral untuk

memelihara hubungan dengan organisasi.

Mayer dan Allen (Eddy,2011) merumuskan suatu definisi mengenai

komitmen dalam berorganisasi sebagai suatu konstruk psikologis yang merupakan

suatu karakteristik hubungan anggota organisasi dengan organisasinya dan

memiliki implikasi terhadap keputusan individu untuk melanjutkan

keanggotaannya dalam berorganisasi. Dari definisi tersebut anggota suatu

organisasi yang memiliki komitmen terhadap organisasinya akan lebih dapat

bertahan sebagai bagian dari organisasi dibandingkan anggota yang tidak

memiliki komitmen terhadap organisai.

Menurut Dewi (2014:22) setiap pegawai memiliki dasar dan tingkah laku

yang berbeda berdasarkan komitmen organisasi yang dimilikinya. Pegawai

memiliki komitmen organisasi dengan dasar afektif memiliki tingkah laku berbeda

dengan pegawai yang berdasarkan berkelanjutan (continuance) begitu pula

dengan normatif. Karyawan dengan komponen afektif tinggi, tetap bergabung

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Sistem Pengendalian

22

dengan organisasi karena keinginan untuk tetap menjadi bagian anggota

organisasi. Sedangkan karyawan dengan komponen continuance tinggi, tetap

bergabung dengan organisasi tersebut karena membutuhkan keuntungan dari

organisasi tesebut.

2.2.2 Karakteristik Komitmen Organisasi

Komitmen terhadap organisasi menggambarkan relatif kuatnya identifikasi

individu dan keterlibatan di dalam organisasi. Menurut Sunyoto dan Burhanudin

(2011:26) komitmen organisasi terdiri dari tiga komponen utama, yaitu:

1. Kepercayaan seseorang yang kuat dan menerima tujuan organisasi;

2. Kesediaan seseorang mengupayakan sekuat tenaga untuk menjadi

bagian dari organisasi; dan

3. Keinginan seseorang untuk memelihara keanggotaannya.

2.2.3 Aspek-apek Komitmen Organisasi

Morhead Griffin (2013:75) mengelompokkan komitmen organisasi

menjadi tiga faktor :

1. Identifikasi dengan organisasi yaitu penerimaan tujuan organisasi, dimana

penerimaan ini merupakan dasar komitmen organisasi. Identifikasi

pegawai tampak melalui sikap menyetujui kebijakan organisasi, kesamaan

nilai pribadi dan nilai-nilai organisasi, rasa kebanggaan menjadi bagian

dari organisasi.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Sistem Pengendalian

23

2. Keterlibatan yaitu adanya kesediaan untuk berusaha sungguh-sungguh

pada organisasi. Keterlibatan sesuai peran dan tanggungjawab pekerjaan di

organisasi tersebut. Pegawai yang memiliki komitmen tinggi memiliki

kemungkinan untuk mengerjakan semua tugas dan tanggung jawab

pekerjaan yang telah diberikan padanya.

3. Loyalitas yaitu adanya keinginan yang kuat untuk menjaga keanggotaan di

dalam organisasi. Loyalitas terhadap organisasi merupakan evaluasi

terhadap komitmen, serta adanya ikatan emosional dan keterikatan antara

organisasi dengan pegawai. Pegawai dengan komitmen tinggi merasakan

adanya loyalitas dan rasa memiliki terhadap organisasi.

2.2.4 Ciri-ciri Komitmen

Ciri-ciri karyawan yang memiliki komitmen menurut Morhead Griffin

(2013:80) adalah sebagai berikut :

1. Bertanggung jawab

Karyawan yang memiliki komitmen memiliki rasa tanggung jawab

yang tinggi. Hal ini merupakan pengidentifikasian atau penerimaan

tanggung jawab yaitu bekerja keras untuk menyelesaikan suatu

pekerjaan.

2. Konsisten

Suatu komitmen yang kecil atau tidak dihargai sering menjadi lebih

buruk daripada tidak memiliki komitmen sama sekali. Konsistensi

karyawan terhadap pekerjaan merupakan suatu hal yang sangat

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Sistem Pengendalian

24

penting, karena konsistensi dapat menimbulkan komitmen.

Kepercayaan yang cukup beralasan yang beralasan yang berdasarkan

pada kejujuran dan perilaku yang konsisten sepanjang waktu, yang

mempertinggi reputasi seseorang secara besar-besaran atas komitmen

yang konsisten.

3. Proaktif

Sebuah komiten dapat muncul apabila karyawan memiliki sikap

proaktif terhadap semua hal yang menyangkut pekerjaannya, dengan

sikap yang proaktif tersebut karyawan dapat menyelesaikan masalah-

masalah perusahaan dengan lebih baik sehingga dengan sendirinya

komitmen karyawan dapat timbul dengan sikap proaktif tersebut.

2.2.5 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Komitmen Organisasi

Morhead Griffin (2013:82) membedakan faktor-faktor yang

mempengaruhi komitmen terhadap perusahaan menjadi empat kategori, yaitu :

a. Karakteristik Personal

Pengertian karakteristik personal mencakup : usia, masa jabatan, motif

berprestasi, jenis kelamin, ras, dan faktor kepribadian. Sedangkan tingkat

pendidikan berkorelasi negatif dengan komitmen terhadap perusahaan.

Karyawan yang lebih senior dan lebih lama bekerja secara konsiten

menunjukkan nilai komitmen yang tinggi.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Sistem Pengendalian

25

b. Karakteristik Pekerjaan

Karakteristik pekerjaan meliputi kejelasan serta keselarasan peran, umpan

balik, tantangan pekerjaan, otonomi, kesempatan berinteraksi, dan dimensi

inti pekerjaan. Biasanya, karyawan yang bekerja pada level pekerjaan yang

lebih tinggi nilainya dan karyawan menunjukkan level yang rendah pada

konflik peran dan ambigu cenderung lebih berkomitmen.

c. Karakteristik Struktural

Faktor-faktor yang tercakup dalam karakteristik struktural antara lain ialah

derajat formalisasi, ketergantungan fungsional, desentralisasi, tingkat

partisipasi dalam pengambilan keputusan, dan fungsi kontrol dalam

perusahaan. Atasan yang berada pada organisasi yang mengalami

desentralisasi pada pemilik pekerja kooperatif menunjukkan tingkat

komitmen yang tinggi.

d. Pengalaman Bekerja

Pengalaman bekerja dipandang sebagai kekuatan sosialisasi yang penting.

Pengalaman bekerja dipandang sebagai kekuatan sosialisasi yang penting,

yang mempengaruhi kelekatan psikologis karyawan terhadap perusahaan.

Pengalaman kerja terbukti berkorelasi positif dengan komitmen terhadap

perusahaan sejauh mana menyangkut taraf seberapa besar karyawan

percaya bahwa perusahaan memperhatikan minatnya.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Sistem Pengendalian

26

2.3 Kecurangan (Fraud)

2.3.1 Pengertian Fraud

Kecurangan (fraud) menurut standar Institute of Internal Auditors (IIA)

dalam Sawyer (2006:339) adalah suatu tindakan penipuan yang mencakup

berbagai penyimpangan dan tindakan illegal yang ditandai dengan penipuan yang

disengaja. Hal ini dapat dilakukan untuk manfaat atau merugikan organisasi dan

oleh orang luar maupun di dalam organisasi.

Kecurangan (fraud) merupakan suatu perbuatan melawan hukum yang

dilakukan oleh orang-orang dari dalam dan atau luar organisasi, dengan maksud

untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan atau kelompoknya yang secara

langsung merugikan pihak lain (Hardianto, 2011:3). Hal ini termasuk berbohong,

menipu, menggelapkan dan mencuri. Penggelapan disini dimaksudkan adalah

dengan merubah kekayaan atau aset perusahaan yang dipercayakan kepadanya

secara tidak wajar untuk kepentingan pribadi yang dapat merugikan perusahaan.

Sedangkan menurut Black’s Law Dictionary dalam Kurniawati (2012), fraud

didefinisikan sebagai:

“Mencakup semua macam yang dapat dipikirkan manusia, dan yang dapat

diupayakan oleh seseorang untuk mendapatkan keuntungan dari orang lain

dengan saran yang salah atau pemaksaan kebenaran, dan mencakup semua

cara yang tak terduga, penuh siasat licik atau tersembunyi, dan setiap cara

yang tidak wajar yang menyebabkan orang lain tertipu.”

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dalam Tuanakotta (2007),

menyebutkan beberapa pasal yang mencakup pengertian fraud seperti :

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Sistem Pengendalian

27

a. Pasal 362 : Pencurian (definisi KUHP) : mengambil barang sesuatu, yang

seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk

dimiliki secara melawan hukum.

b. Pasal 372 : Penggelapan (definisi KUHP) : dengan sengaja dan melawan

hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah

kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena

kejahatan.

c. Pasal 378 : Perbuatan curang (definisi KUHP) : dengan maksud untuk

menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum,

dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat,

ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk

menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang

maupun menghapuskan piutang.

Definisi fraud juga diungkapkan menurut the Association of Certified Fraud

Examiners (ACFE) dalam Kurniawati (2012):

“Perbuatan-perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan dengan

sengaja untuk tujuan tertentu (manipulasi atau memberikan laporan keliru

terhadap pihak lain) dilakukan orang-orang dari dalam atau luar organisasi

untuk mendapatkan keuntungan pribadi ataupun kelompok yang secara

langsung atau tidak langsung merugikan pihak lain.”

Berdasarkan uraian definisi-definisi dari beberapa ahli diatas maka dapat

disimpulakan bahwa kecurangan (fraud) merupakan suatu tindakan penyimpangan

yang disengaja oleh individu atau kelompok dengan tujuan memperoleh

keuntungan pribadi ataupun kelompok.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Sistem Pengendalian

28

2.3.2 Jenis dan Pelaku Kecurangan (Fraud)

Menurut the Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) dalam

Kurniawati (2012) fraud diklasifikasikan menjadi 5 jenis.

Tabel 2.1

Jenis-jenis Fraud

Jenis

Kecurangan

Korban Pelaku Penjelasan

Penggelapan

uang atau

kecurangan

pekerjaan

Pegawai Pemberi kerja Pemberi kerja

secara langsung

atau tidak

langsung

mengambil hak

dari

pekerjaannya

Kecurangan

manajemen

Pemegang

saham

Manajemen

tingkat atas

Manajemen

tingkat atas

memberikan

penyajian yang

salah pada

informasi

keuangan

Kecurangan

investasi

Investor Individu Individu menipu

investor

Kecurangan

penyediaan

Pembeli barang

atau jasa

Penjual barang

atau jasa

Mengenakan

biaya yang

berlebih atas

barang atau jasa

kepada pembeli

Kecurangan

pelanggan

Penjual barang

atau jasa

Pelanggan Pelanggan

meminta harga

yang lebih kecil

dari seharusnya.

Sumber : the Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) dalam

Kurniawati (2012)

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Sistem Pengendalian

29

Association of Certified Fraud Examinations (ACFE) adalah salah satu

asosiasi di USA yang mempunyai kegiatan utama dalam pencegahan dan

pemberantasan kecurangan. Menurut The ACFE ada tiga kategori

kecurangan, yaitu:

1. Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement Fraud)

Kecurangan Laporan Keuangan dapat didefinisikan sebagai

kecurangan yang dilakukan oleh manajemen dalam bentuk salah

saji material Laporan Keuangan yang merugikan investor dan

kreditor. Kecurangan ini dapat bersifat financial atau kecurangan

non financial.

2. Penyalahgunaan Aset (Asset Misappropriation)

Penyalahgunaan asset dapat digolongkan ke dalam „Kecurangan

Kas‟ dan „Kecurangan atas Persediaan dan Aset Lainnya‟, serta

pengeluaran-pengeluaran biaya secara curang (fraudulent

disbursement).

3. Korupsi (Corruption)

Korupsi terbagi ke dalam pertentangan kepentingan (conflict of

interest), suap (bribery), pemberian illegal (illegal gratuity), dan

pemerasan (economic extortion). Fraud jenis ini bersifat simbiosis

mutualisme sehingga seringkali tidak dapat dideteksi karena pihak

yang bekerja sama menikmati keuntungan.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Sistem Pengendalian

30

2.3.3 Faktor Penyebab Kecurangan (Fraud)

Faktor-faktor yang mendorong seseorang berperilaku menyimpang atau

melakukan kecurangan (fraud) menurut Bologna dalam Soejono (2010:6)

dapat dijelaskan dengan GONE Theory, yaitu :

1. Greed atau keserakahan, berkaitan dengan adanya perilaku serakah

yang secara potensial ada di dalam diri setiap orang.

2. Opportunity atau kesempatan, berkaitan dengan keadaan organisasi

atau instansi atau masyarakat yang sedemikian rupa sehingga

terbuka kesempatan bagi seseorang untuk melakukan kecurangan

terhadapnya.

3. Needs atau kebutuhan, berkaitan dengan faktor-faktor yang

dibutuhkan oleh individu-individu untuk menunjang hidupnya

yang menurutnya wajar.

4. Exposure atau pengungkapan, berkaitan dengan tindakan atau

konsekuensi yang akan dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila

pelaku ditemukan melakukan kecurangan.

Sedangkan Menurut Oversights Systems Report on Corporate

Fraud (2007), dalam Hardianto (2011:2) alasan utama yang menyebabkan

terjadinya fraud adalah:

1. Adanya tekanan untuk memenuhi kebutuhan

2. Untuk mendapatkan keuntungan

3. Tidak menganggap apa yang dilakukannya adalah menyangkut

termasuk fraud.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Sistem Pengendalian

31

2.3.4 Fraud Triangle Teory

Penelitian ini menggunakan fraud triangle theory sebagai dasar teori

utama nya. Berdasarkan teori ini ada tiga faktor yang menyebabkan seseorang

melakukan kecurangan. Ketiga faktor tersebut digambarkan dalam segitiga

kecurangan (fraud triangle). Menurut Kurniawati (2012), konsep segitiga

kecurangan pertama kali diperkenalkan oleh Cressey. Melalui serangkaian

wawancara dengan 113 orang melakukan penggelapan uang perusahaan yang

disebutnya “trust violators” atau “pelanggar kepercayaan”.

Cressey dalam Tuannakotta (2007) menyimpulkan bahwa kecurangan

secara umum mempunyai tiga sifat umum. Fraud triangle terdiri dari tiga kondisi

yang umumnya hadir pada saat fraud terjadi yaitu pressure, opportunity, dan

rationalization.

Incentive / Pressure

Opportunity Rationalizations

Sumber : Fraud Triangle Theory

Gambar 2.1

Fraud Triangle

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Sistem Pengendalian

32

a. Tekanan (pressure)

Menurut Salman (2005) dalam Kurniawati (2012) tekanan yaitu

insentif yang mendorong orang melakukan kecurangan karena tuntutan

gaya hidup, ketidakberdayaan dalam soal keuangan, perilaku gambling,

mencoba-coba untuk mengalahkan sistem dan ketidakpuasan kerja.

Montgomery et al., (2002) dalam Kurniawati (2012) mengatakan tekanan

ini sesungguhnya mempunyai dua bentuk yaitu nyata (direct) dan bentuk

persepsi (indirect). Bentuk merupakan tekanan yang nyata disebabkan oleh

kondisi-kondisi kehidupan yang nyata yang dihadapi oleh pelaku yang

mendorong untuk melakukan kecurangan. Kondisi tersebut dapat berupa

kebiasaan sering berjudi, kecanduan obat terlarang, atau menghadapi

persoalan keuangan. Tekanan dalam bentuk persepsi merupakan opini

yang dibangun oleh pelaku yang mendorong untuk melakukan kecurangan

seperti misalnya executive need. Dalam SAS No. 99, terdapat empat jenis

kondisi yang umum terjadi pada pressure yang dapat mengakibatkan

kecurangan. Kondisi tersebut adalah financial stability, external pressure,

personal financial need dan financial targets.

b. Kesempatan (opportunity)

Menurut Montgomery et al., (2002) dalam Kurniawati (2012)

kesempatan yaitu peluang yang menyebabkan pelaku secara leluasa

menjalankan aksinya yang disebabkan oleh pengendalian internal yang

lemah, ketidakdisiplinan, kelemahan dalam mengakses informasi, tidak

ada mekanisme audit, dan sikap apatis. Hal yang paling menonjol di sini

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Sistem Pengendalian

33

adalah dalam hal pengendalian internal. Pengendalian internal yang tidak

baik akan memberi peluang orang untuk melakukan kecurangan, SAS no.

99 menyebutkan bahwa peluang pada financial statements fraud dapat

terjadi pada tiga kategori. Kondisi tersebut adalah nature of industry,

ineffective monitoring, dan organizational structure.

c. Rasionalisasi (Rationalization)

Menurut Norbarani (2012) rasionalisasi merupakan sikap,

karakter, atau serangkaian nilai-nilai etis yang memperbolehkan pihak-

pihak tertentu untuk melakukan tindakan kecurangan, atau orang-orang

yang berada dalam lingkungan yang cukup menekan yang membuat

mereka merasionalisasi tindakan fraud. Rasionalisai adalah komponen

penting dalam banyak kecurangan. Rasionalisasi menyebabkan pelaku

kecurangan mencari pembenaran atas perbuatannya. Rasionalisasi

merupakan bagian dari fraud triangle yang paling sulit diukur ( Skousen et

al., 2009, dalam Norbarani, 2012).

2.4. Kerangka Pemikiran

Organisasi atau perusahaan sebagai badan hukum dipandang sebagai

individu. Berkenaan dengan status tersebut organisasi dituntut berperilaku etis

terhadap pekerja, konsumen, atau masyarakat pada umum- nya. Hal demikian

dibuktikan dengan adanya berbagai tanggung jawab yang harus dipenuhi (Brooks

dan Dunn, 2007; Ernawan, 2007).

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Sistem Pengendalian

34

Kecurangan pegawai adalah salah satu perilaku tidak etis yang

menyimpang dari tugas pokok atau tujuan utama yang telah disepakati (Dijk,

2000). Perilaku tidak etis seharusnya tidak bisa diterima secara moral karena

mengakibatkan bahaya bagi orang lain dan lingkungan (Beu dan Buckley, 2001).

Dalam praktiknya kecurangan pegawai memiliki gejala yang kompleks

yang sangat bergantung pada interaksi antara karakteristik personal dengan

fenomena asosial yang muncul, lingkungan, dan faktor psikologi yang kompleks

(Buckley et al., 2008).

Pengendalian internal adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan

komisaris, manajemen, dan personel lain atau entitas yang didesain untuk

memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tujuan pengendalian

operasional yang efektif dan efisien, keandalan laporan keuangan, dan kepatuhan

terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.

Sebagai suatu perusahaan maka diperlukan suatu pemahaman mengenai

pengendalian internal yang akan diterapkan oleh pihak manajemen dalam

pengambilan keputusan dalam organisasi, dimana jika hal ini diterapkan secara

efektif maka dapat mencegah terjadinya kecurangan. Dengan diterapkannya

pengendalian internal pada perusahaan profit maupun non profit dapat melindungi

asset perusahaan dari fraud dan tentunya membantu manajemen dalam

melaksanakan segala aktivitasnya.

Selain pengendalian internal yang diterapkan sebagai salah satu tindakan

preventif dalam mencegah kemungkinan terjadinya fraud (kecurangan), maka

salah satu hal yang mungkin dapat dilakukan untuk meminimalisir terjadinya

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Sistem Pengendalian

35

kecurangan tersebut adalah komitmen organisasi. Dalam hal ini, komitmen

organisasi adalah loyalitas karyawan pada organisasinya dan proses yang berlanjut

dimana anggota organisasi menunjukkan perhatian mereka terhadap keberhasilan

organisasi.

Dengan dibangun dan diimplementasikannya pengendalian internal dan

menanamkan rasa komitmen organisasi yang tinggi pada setiap invidu dalam

suatu perusahaan, diharapkan dapat menimbulkan daya tangkal terhadap

kecurangan.

Dari landasan teori yang telah diuraikan diatas, kemudian digambarkan

dalam kerangka teoritis yang merupakan alur pemikiran dari penlitian yang

disusun sebagai berikut :

Gambar 2.2. Bagan Kerangka Pemikiran

Variabel Independen :

Sistem Pengendalian

Internal

(X1)

Variabel Independen :

Komitmen Organisasi

(X2)

Variabel Dependen :

Pencegahan

Kecurangan Pegawai

(Y)

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Sistem Pengendalian

36

2.5 Hipotesis Pemikiran

Menurut Sekaran (2007: 135) hipotesis dapat didefinisikan sebagai

hubungan yang diperkirakan secara logis diantara dua variabel yang diungkapkan

dalam bentuk pertanyaan secara logis.

2.5.1 Peranan Sistem Pengendalian Internal dalam Pencegahan

Kecurangan Pegawai

Hubungan antara pengendalian internal dengan masalah kecurangan dalam

suatu perusahaan sangat berkaitan. Dengan adanya pengendalian internal dalam

sebuah perusahaan dipercaya dapat bermanfaat dalam hal mencegah terjadinya

kecurangan dalam suatu perusahaan. Fraud dapat dikurangi bahkan dicegah

dengan cara membudayakan sikap kejujuran, keterbukaan, dan saling membantu

satu sama lain. Selain itu, pencegahan fraud dapat dilakukan dengan cara

menghilangkan kesempatan untuk melakukan fraud, misalnya dengan

menanamkan kesadaran bahwa setiap tindakan fraud akan mendapat sanksi yang

setimpal.

Dalam teori akuntansi dan organisasi, pengendalian internal atau kontrol

internal didefinisikan sebagai suatu proses, yang dipengaruhi oleh sumber daya

manusia dan sistem teknologi informasi, yang dirancang untuk membantu

organisasi mencapai suatu tujuan atau objektif tertentu. Pengendalian internal

merupakan suatu cara untuk mengarahkan, mengawasi, dan mengukur sumber

daya suatu organisasi. Ia berperan penting untuk mencegah dan mendeteksi

kecurangan (fraud) dan melindungi sumber daya organisasi baik yang berwujud

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Sistem Pengendalian

37

(seperti mesin dan lahan) maupun tidak berwujud (seperti reputasi atau hak

kekayaan intelektual seperti merek dagang).

Menurut Tuanakotta (2007), bahwa upaya mencegah fraud dimulai dari

pengendalian internal. Disamping pengendalian internal, dua konsep penting

lainnya adalah pencegahan fraud (fraud awareness) dan upaya menilai risiko

terjadinya fraud (fraud risk assesement).

Peranan pengendalian internal dipengaruhi juga oleh sikap manajemen.

Manajemen harus melindungi perusahaan dari setiap tindakan yang menimbulkan

kerugian. Menajemen harus dapat mengidentifikasi apa yang harus dilindungi

(seperti: asset perusahaan), risiko apa yang akan dihadapi, dan menyampaikan

risiko tersebut (probability dan impact cost). Dengan memperhatikan faktor

tersebut, manajemen kemudian membuat kebijakan –kebijakan dan strategi yang

sesuai untuk mengembangkan struktur perusahaan dari implementasi

pengendalian. Model preventif, investigative ataupun model corrective adalah

suatu jalan mengembangkan pengendalian secara spesifik. Kebijakan bisnis dan

hukum yang berlaku pada perusahaan membutuhkan manajemen yang

menekankan pada keefektifan pengendalian internal dan kekuatan pada

lingkungan pengendalian untuk melindungi asset perusahaan sehingga dapat

mencegah terjadinya fraud.

Kecurangan selalu menjadi isu yang sulit. Pengimplementasian dari

pengendalian internal setidaknya dapat mengurangi kolusi manajemen mengenai

fraud.

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Sistem Pengendalian

38

2.5.2 Peranan Komitmen Organisasi dalam Pencegahan Kecurangan

Pegawai

Hubungan antara komitmen organisasi dengan pencegahan fraud sangat

berkaitan. Dengan adanya komitmen organisasi dalam sebuah perusahaan maka

dipercaya akan bermanfaat dalam hal pencegahan kecurangan pegawai. Pada

dasarnya komitmen organisasi merupakan kunci utama dalam mencegah dan

mendeteksi fraud. Karyawan yang memiliki komitmen dalam bekerja, maka

mereka akan memandang usaha dan kinerja yang mereka berikan terhadap

organisasi memiliki makna yang positif bagi kesejahteraan individu. Sehingga

apabila komitmen organisasi terhadap perusahaan tingi akan mendorong untuk

mengetahui visi, misi, serta tujuan perusahaan tersebut dan meminimalisir

tindakan penyimpangan yang terjadi di perusahaan tersebut.

Menurut Griffin (2013), komitmen organisasi disebut juga sebagai

komitmen kerja, yang mencerminkan identifikasi dan ikatan seorang individu

pada organisasi. Seseorang yang sangat berkomitmen akan melihat dirinya

sebagai bagian dari anggota sejati dari sebuah perusahaan, mengabaikan sumber

ketidakpuasan kecil, dan melihat dirinya tetap sebagai anggota organisasi.

Zurnali (2010) mendefinisikan pengertian komitmen organisasi dengan

mengacu pada pendapat-pendapat Curtis and Wright (2001), dan S.G.A. Smeenk,

et.al. (2006) dimana komitmen organisasi didefinisikannya sebagai sebuah

keadaan psikologi yang mengkarakteristikkan hubungan karyawan dengan

organisasi atau implikasinya yang mempengaruhi apakah karyawan akan tetap

bertahan dalam organisasi atau tidak.

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Sistem Pengendalian

39

Dari uraian diatas mengenai komitmen organisasi, maka jelas bahwa

karyawan yang memegang komitmennya adalah orang yang memiliki sikap jujur,

terbuka serta dapat bekerja secara kompeten sehingga dapat menghasilkan kinerja

yang baik untuk perusahaan, karena karyawan yang berkomiten akan memberikan

kinerja yang terbaik bagi perusahaan sehingga kinerja di dalam perusahaan terus

maju dan terhindar dari kecurangan.

Hipotesis

Hipotesis 1 :

H1 : Terdapat peranan dari sistem pengendalian internal terhadap pencegahan

kecurangan pegawai

Hipotesis 2 :

H2 : Terdapat peranan dari komitmen organisasi terhadap pencegahan

kecurangan pegawai

Hipotesis 3 :

H3 : Terdapat peranan dari sistem pengendalian internal dan komitmen

organisasi terhadap kecurangan pegawai.