bab ii tinjauan pustaka 2.1 beban struktur
TRANSCRIPT
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Beban Struktur
Beban pada struktur bangunan merupakan salah satu hal terpenting dalam
perencanaan sebuah gedung. Struktur yang akan dirancang harus kuat, aman,
fleksibel dan mudah dalam pengerjannya. Analisis struktural merupakan bagian
yang sangat penting karena beban dari struktural dapat menyebabkan stress,
deformasi, dan pemindahan yang dapat mengakibatkan munculnya masalah
struktural bahkan sampai terjadi kegagalan. Peraturan bangunan mengharuskan
struktur yang dirancang dan dibangun dapat menahan semua jenis beban yang
kemungkinan akan dihadapi selama siklus hidupnya.
Menurut pedoman perencanaan pembebanan untuk rumah dan gedung
(PPIUG) 1987 beban yang bekerja pada suatu struktur bangunan dapat
diklasifikasikan kedalam beberapa kategori antara lain adalah beban mati (DL),
beban hidup (LL), beban angin (W), dan beban gempa (E). Berikut ini merupakan
penjelasan dari beban-beban tersebut:
Berdasarkan SNI 1727:2013 beban mati merupakan berat semua bagian dari
suatu gedung yang bersifat tetap, termasuk segala unsur tambahan, dinding, balok,
kolom, atap, plafon, finishing, mesin-mesin, dan peralatan yang tak terpisahkan dari
gedung tersebut. Beban mati dari suatu merupakan berat sendiri struktur yang
disebabkan oleh adanya gravitasi bumi. Beban ini hanya bekerja dengan arah
vertical ke bawah secara terus menerus dalam struktur. Perhitungan beban mati
pada struktur berdasarkan berat satuan material dan volume elemen tersebut.
Sebelum dilakukan perencanaan struktur, beban mati terlebih dahulu kemudian
dilakukan perhitungan pembebaban sesuai dengan berat dan volume dari elemen.
Beban mati secara teori harus dihitung dengan tingkat akurasi yang tinggi.
Namun, insinyur struktural terkadang konservatif dengan perkiraan mereka,
meminimalkan potensi defleksi, memungkinkan margin or error dan
6
memungkinkan untuk terjadi perubahan dari waktu ke waktu, dan desain beban
mati seringkali jauh melebihi yang dialami dalam praktek.
Tabel 2.1 Beban mati bahan bangunan dan komponen gedung
Bahan Bangunan Berat
Baja 7850 kg/m3
Beton 2200 kg/m3
Beton Bertulang 2400 kg/m3
Kayu (kelas I) 1000 kg/m3
Pasir (kering udara) 1600 kg/m3
Komponen Gedung
Spesi dari semen, per cm tebal 21 kg/m2
Dinding bata merah Β½ batu 250 kg/m2
Penutup atap genting 50 kg/m2
Penutup lantai ubin semen per cm tebal 24 kg/m2
Sumber: Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung, 1987
Berdasarkan SNI 1727:2013 beban hidup merupakan beban yang
diakibatkan oleh pemakaian atau penghunian suatu gedung yang bersifat berpindah-
pindah dan tidak tetap. Termasuk beban penggunaan adalah beban berat manusia
dan beban-beban pada lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat berpindah
sewaktu-waktu. Beban yang diakibatkan oleh salju atau air hujan juga termasuk ke
dalam beban hidup. Semua beban hidup memiliki karakteristik dapat berpindah atau
bergerak. Secara umum beban ini bekerja dengan arah vertikal ke bawah, namun
terkadang dapat juga berarah horizontal. Beban hidup dapat terkosentrasi atau
terdistribusi dan mungkin melibatkan benturan, getaran atau akselerasi.
Beberapa beban hidup dapat memberikan beban secara permanen
sedangkan lainnya hanya bekerja sekejap. Berat dan kepadatan dari beban hidup
tidak dapat diketahui secara pasti, maka besar yang sebenarnya dari beban ini sulit
untuk ditentukan. Oleh karena itu, untuk memperoleh keamanan gedung yang
memadai beban hidup yang digunakan sebagai beban kerja dalam perencanaan
ditetapkan oleh peraturan bangunan dari pemerintah.
7
Tabel 2.2 Beban hidup pada lantai gedung
Komponen Bangunan Berat
Lantai dan tangga rumah tinggal sederhana 125 kg/m2
Lantai sekolah, ruang kuliah, kantor, toko, toserba, restoran, hotel, asrama,
rumah sakit
250 kg/m2
Lantai ruang olahraga 400 kg/m2
Lantai pabrik, bengkel, gudang, perpustakaan, ruang arsip, toko buku,
ruang mesin
400 kg/m2
Lantai gedung parkir bertingkat, untuk lantai bawah 800 kg/m2
Sumber: Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung, 1987
Berdasarkan SNI 1727:2013 beban angin merupakan beban yang berkerja
pada bangunan karena adanya selisih tekanan udara. Beban angin berpengaruh
terhadap lokasi dan tinggi suatu bangunan. Beban angin dapat diterapkan oleh
pergerakan udara relatif terhadap stuktur dan analisis mengacu pada pemahaman
meteorologi dan aerodinamika serta struktur. Beban angin mungkin tidak menjadi
perhatian yang lebih pada bangunan kecil, masif, tingkat rendah. Untuk gedung-
gedung yang dianggap tinggi, beban angin harus diperhitungkan karena akan
berpengaruh terhadap simpangan gedung (story drift) dan penulangan geser. Selain
ketinggian, beban angin juga penting pada bangunan yang menggunakan material
lebih ringan dan menggunakan bentuk yang mempengaruhi aliran udara biasanya
bentuk atap. Intensitas tekanan tiup yang direncanakan dapat diambil minimum
sebesar 25 kg/m2 , kecuali untuk kondisi berikut ini:
1. Tekanan tiup di tepi laut sampai sejauh 5 km dari pantai harus diambil minimum
40 kg/m2.
2. Untuk bangunan di daerah lain yang kemungkinan tekanan tiupnya lebih dari 40
kg/m2, harus diambil sebesar p = V2 / 16 (kg/m2), dengan V adalah kecepatan
angin dalam m/s.
3. Untuk cerobong, tekanan tiup dalam kg/m2 harus ditentukan dengan rumus (42,5
+ 0,6h), dengan h adalah tinggi cerobong seluruhnya dalam meter.
Nilai tekanan tiup yang diperoleh masih harus dikalikan dengan suatu koefisien
angin, guna mendapatkan gaya resultan yang bekerja pada struktur.
8
Berdasarkan SNI 1727:2013 beban gempa merupakan beban yang
diakibatkan oleh adanya pergerakan tanah akibat proses alami dibawah struktur
suatu gedung atau bangunan, maka perlu diperhatikan sebagai berikut:
1. Setiap struktur gedung bertingkat direncanakan dan dilaksanakan agar mampu
menahan suatu beban dasar akibat gempa (V), dengan persamaan:
π = πΆπ .π .......................................................................................... (2.1)
Dimana:
Cs = Koefisien respon seismik
W = Berat seismik efektif
Yang mana Cs dapat dihitung sebagai berikut:
πΆπ =ππ·π
(π
πΌπ) ............................................................................................. (2.2)
Dengan
SDS= parameter percepatan spektrum respons desain pada periode pendek 0,2
detik
R = faktor modifikasi respons
Ie = faktor keutamaan
2. Nilai Cs dihitung dalam persamaan 2.2 tidak melebihi:
πΆπ =ππ·1
π(π
πΌπ) ............................................................................................ (2.3)
Dan tidak boleh kurang dari:
Cs = 0,044.SDS.Ie β₯ 0,01 ...................................................................... (2.4)
Untuk struktur dengan lokasi yang memiliki nilai S1 sama dengan atau lebih
besar dari 0,6 g, maka Cs tidak boleh kurang dari:
πΆπ =0,5π1
(π
πΌπ)
............................................................................................ (2.5)
3. Pendistribusian gaya geser dasar seismik ke semua tingkat menjadi gaya gempa
lateral (Fx) dengan persamaan sebagai berikut:
Fx = Cvx.V ........................................................................................... (2.6)
πΆπ£π₯ =π€π₯βπ₯
π
β π€πβπππ
π=1
.................................................................................... (2.7)
9
Dengan
Cvx = faktor distribusi vertikal
V = gaya geser dasar seismik
wi, wx = bagian berat seismik efektof total struktur (W) yang dikenakan pada
tingkat i atau x
hi, hx = tinggi dari dasar sampai tingkat i atau x
k = eksponen yang terkait dengan periode struktur
3. Selanjutnya pada setiap elemen vertikal dari sistem penahan gaya seismik pada
tingkat yang di tinjau harus didistribusikan geser tingkat desain gempa (Vs),
dengan persamaan sebagai berikut:
ππ = β πΉπππ=π₯ ........................................................................................ (2.8)
4. Untuk diafragma kaku, distribusi gaya lateral pada masing-masing tingkat harus
memperhitungkan pengaruh momen torsi bawaan (Mt) dengan persamaan
sebagai berikut:
Mt = Vx.e ............................................................................................. (2.9)
Dengan:
Vx = geser pada tingkat x ditiap arah yang ditinjau
e = eksentrisitas antara pusat massa dan pusat kekakuan
5. Gaya seismik lateral (Fx) akan menghasilkan momen guling (Mx) dengan
persamaan:
ππ₯ = πβ πΉπππ=1 (βπ β βπ₯) ................................................................... (2.10)
Dengan:
Fi = bagian dari gaya geser dasar pada lantai i
hi, hx = tinggi dari dasar ke lantai i dan x
π = koefisien reduksi momwn guling
= 1,0 untuk 10 lantai teratas
= 0,8 untuk lantai ke-20 dari atas dan bawah
Diizinkan menggunakan nilai π sama dengan 1,0 untuk keseluruhan lantai
10
Beban terfaktor menurut SNI 1727:2013 tentang beban minimum untuk
perancangan bangunan gedung dan struktur lain, maka digunakan kombinasi
pembebanan sebagai berikut:
a. 1,4D
b. 1,2D + 1,6L + 0,5 (Lr atau R)
c. 1,2D + 1,6L (Lr atau R) + (L atau 0,5W)
d. 1,2D + 1,0W + L + 0,5 (Lr atau R)
e. 1,2D + 1,0E + L
f. 0,9D + 1,0W
g. 0,9D + 1,0E
Dimana:
D = beban mati
L = beban hidup
Lr = beban hidup atap
R = beban hujan
W = beban angin
E = beban gempa
Berikut ini merupakan beberapa catatan tambahan untuk kombinasi beban:
1. Nilai faktor beban L dalam persamaan c, d, dan e dapat direduksi menjadi 0,5L,
jika nilai L < 4,8 kN/m2 (atau 500 kg/m2) disamping itu faktor tersebut tidak
boleh direduksi di area garasi atau tempat publik.
2. Jika beban angin (W) belum direduksi oleh faktor arah, maka faktor beban untuk
beban angin dalam persamaan d harus diganti menjadi 1,6 dan dalam persamaan
c diganti menjadi 0,8.
3. Unsur beban fluida untuk struktur yang memikul beban fluida dapat dimasukkan
persamaan a hingga e dan g dengan faktor beban yang sama dengan faktor beban
mati.
4. Jika terdapat pengaruh tekanan tanah lateral (H), maka ada tiga kemungkinan
yang terjadi yaitu sebagai berikut:
11
a. Apabila H bekerja sendiri atau menambah efek dari beban-beban lainnya, maka
H harus dimasukkan dalam kombinasi pembebanan dengan faktor beban sebesar
1,6.
b. Apabila H permanen dan bersifat melawan pengaruh dari beban-beban lainnya,
maka H dapat dimasukkan dalam kombinasi pembebanan dengan menggunakan
faktor beban sebesar 0,9.
c. Apabila H bersifat tidak permanen, namun pada saat H bekerja mempunyai sifat
melawan beban-beban lainnya, maka beban H boleh tidak dimasukkan dalam
kombinasi pembebanan.
2.2 Elemen Struktur
Struktur mempunyai beberapa elemen yang mempunyai fungsi masing-
masing yang saling terangkai menjadi satu kesatuan yaitu bangunan konstruksi.
Untuk merangkai elemen struktur menjadi satu kesatuan bangunan yang baik, maka
dibutuhkan pengetahuan mengenai klasifikasi pada struktur baik dari bentuk
maupun fungsinya. Berikut ini merupakan penjelasan mengenai elemen struktur
sederhana yang pada umumnya digunakan pada bangunan struktur.
2.3 Pelat
Menurut Dipohusodo (1994) pelat merupakan panel-panel beton bertulang,
dua atau satu arah saja yang bergantung pada sistem strukturnya. Umumnya pelat
lantai menerus dan dicetak menjadi satu kesatuan monolit dengan balok anak dan
balok induk. Tebal dari pelat kemungkinan lebih kecil dibandingkan dengan
panjang atau lebarnya. Pelat beton ini sangat kaku dan arahnya yang horizontal
maka pelat ini berfungsi sebagai elemen pengaku atau diafragma yang berguna
untuk mendukung peran balok portal bangunan. Struktur dari pelat biasanya
dimodelkan oleh elemen solid 3D, tetapi elemen solid membutuhkan banyak
elemen solid untuk menghitung tegangan normal dan tegangan geser dalam arah
tebal dimana hal ini diabaikan untuk pelat tipis. Pelat dibagi menjadi dua macam
dari segi struktur atas yaitu sebagai berikut:
12
Pelat satu arah merupakan pelat sederhana yang dapat dianalisa dengan teori
mekanika teknik yang didasarkan pada teori elastis linier. Menurut Yunan dan
Zamzami (2005) pelat satu arah dapat bersifat statis tertentu atau statis tak tentu.
Pelat yang menggunakan besi tulangan pokok yang melajur satu arah ini banyak
ditemukan pada bangunan yang lebih mendominasi menahan beban yang
merupakan lentur pada bentang yang arahnya satu saja. Contoh dari pelat satu arah
adalah pelat kantilever dan pelat yang ditumpu oleh 2 tumpuan.
Momen lentur yang bekerja pada bidang adalah satu arah yaitu dalam arah
rentang L. Pegas yang diperkuat peregangan dipasang dalam satu arah saja karena
untuk menjaga posisi tulangan tidak berubah atau bergeser saat pengecoran beton.
Posisi dasar dan penguatan selalu berpotongan tegak lurus dan dipasang berdekatan
dengan tepi luar, sementara tulangan dipasang di bagian dalam dan diletakkan pada
penguatan dasar. Tepat di lokasi salib, dua bala bantuan terikat erat dengan kawat
bendrat. Fungsi penguat adalah untuk memperkuat posisi tulangan utama serta
penguatan untuk menahan beton retak karena penyusutan dan perbedaan suhu pada
beton.
Pelat dua arah merupakan pelat yang apabila dibandingkan sisi panjang
terhadap sisi pendek kurang dari sama dengan dua, dan lentur yang terjadi timbul
di arah yang saling bersilangan (tegak lurus). Karena momen lentur bekerja dalam
dua arah, yaitu dalam arah span (Lx) dan span (Ly), penguatan dasar juga dipasang
dalam dua arah vertikal, sehingga tidak perlu untuk penguatan.
1. Pelat Satu Arah
Berdasarkan SNI 2847:2013 pasal 9 ayat 5.2 kriteria tinggi balok dan pelat
dikaitkan dengan bentangnya dalam rangka untuk membatasi lendutan besar yang
dapat mengganggu kemampuan kelayanan kinerja atau kinerja struktur pada beban
bekerja. Penentuan tebal pelat terlentur satu arah tergantung pada beban atau
momen lentur yang bekerja, defleksi yang terjadi, dan kebutuhan kuat geser.
13
Tabel 2.3. Tebal minimum balok dan pelat satu arah
Komponen
Struktur
Tebal Minimum, h
Dua
Tumpuan
Satu Ujung
Menerus
Kedua
Ujung
Menerus
Kantilever
Komponen tidak mendukung atau menyatu dengan partisi atau
konstruksi lain yang akan merusak akibat lendutan besar
Pelat masih satu
arah l/20 l/24 l/28 l/10
Balok atau pelat
rusuk satu arah l/16 l/18,5 l/21 l/8
(Sumber: SNI 2847:2013)
2. Pelat Dua Arah
Berdasarkan SNI 2847:2013 pasal 9 ayat 5.3.3 tebal pelat dua arah dapat
ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut:
a. Penentuan tebal pelat dua arah jika Ξ±m lebih besar dari 0,2 tapi tidak lebih dari
2,0 menggunakan rumus sebagai berikut:
β =ππ(0,8+
ππ¦
1400)
36+5π½(πΌππβ0,2) ............................................................................ (2.11)
b. Jika nilai Ξ±m lebih besar dari 2,0, maka tebal pelat dihitung menggunakan rumus
sebagai berikut:
β =ππ(0,8+
ππ¦
1400)
36+9π½ .................................................................................. (2.12)
c. Untuk mencari nilai dari πfm dengan menggunakan persamaan berikut ini:
πππ =πππ+πππ
2 ..................................................................................... (2.13)
πππ =πΈπΌπ
πΈπΌπ ............................................................................................. (2.14)
πππ =πΈπΌπ
πΈπΌπ ............................................................................................. (2.15)
d. Sedangkan untuk mencari nilai rasio bentang bersih dari arah panjang terhadap
arah pendek dari pelat dua arah yaitu dengan persamaan:
π½ =πΏπ¦
πΏπ₯ ................................................................................................. (2.16)
Dengan:
ln = panjang bentang bersih
14
Ξ² = rasio bentang bersih
afm = nilai rata-rata af
af = rasio kekakuan lentur penampang balok
Ib = momen inersia bruto dari penampang balok
Is = momen inersia bruto dari penampang pelat
2.4 Balok
Balok merupakan elemen struktur yang berfungsi menyalurkan beban dari
pelat ke kolom. Umumnya elemen balok dicor secara monolit dengan pelat atau
slab, dan secara struktural diberi tulangan di bagian bawah dan bagian atas
penampang. Berdasarkan pengalaman Yunan dan Zamzami (2005) perencanaan
dimensi balok diambil sebesar 1/12 sampai dengan 1/15 dari bentang balok,
sedangkan lebar balok dapat diambil sebesar 1/2 sampai dengan 2/3 dari tinggi
balok tergantung dari besarnya beban yang bekerja diatasnya.
Beton akan mengalami retak akibat tarik, oleh karena itu dibutuhkan
tulangan baja untuk memikul tegangan tarik yang ditimbulkan oleh momen lentur,
gaya aksial maupun efek susut pada beton. Suatu balok yang tertumpu sederhana
memikul beban merata akan mengalami momen lentur. Karena momen lentur yang
timbul adalah momen positif, maka pada sisi bawah balok akan timbul tegangan
lentur tarik serta retak-retak minor.
Suatu balok penampang T yang mengalami kondisi lentur pada bagian
lapangan terjadi momen positif, sisi bawah balok mengalami tarik sedangkan sisi
atas balok mengalami tekan (Setiawan, 2016). Maka sayap dari balok akan
berfungsi sebagai daerah tekan beton. Dalam kasus ini, daerah tekan beton dapat
berupa persegi atau juga dapat berupa penampang T. Pada bagian tumpuan terjadi
momen negatif, yang mengakibatkan sisi atas balok mengalami tarik dan sisi bawah
balok mengalami tekan. Sehingga daerah dari tekan beton dapat dipastikan berupa
penampang persegi.
15
Gambar 2.1 Syarat lebar efektif balok T dan L (Sumber: Setiawan, 2016:56)
Berdasarkan SNI 2847:2013 pasal 8.12 untuk menentukan lebar efektif
balok T dan balok L dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
1. Untuk balok T
be β€ 16 hf + bw ................................................................................. (2.17)
be β€ ln + bw ...................................................................................... (2.18)
be β€ 1
4πΏ .............................................................................................. (2.19)
2. Untuk balok L
be β€ 6 hf + bw ..................................................................................... (2.20)
be β€ 1
2 ln + bw ...................................................................................... (2.21)
be β€ 1
12+ L + bw ................................................................................. (2.22)
Dimana:
bw = lebar balok
L = bentang balok
ln = jarak bersih antar balok
hf = tebal pelat
Dalam merencanakan desain balok T menggunakan persamaan sebagai
berikut:
1. Jika d diketahui dan mencari nilai As
a. Menghitung kuat momen dari sayap dengan persamaan sebagai berikut:
ΙΈMnf = ΙΈ(0,85fcβ)b.hf(d β hf/2) ............................................................ (2.23)
16
jika Mn > ΙΈMnf maka a > hf. jika Mu < ΙΈMnf, maka a < hf dan penampang dapat
di desain seperti balok persegi.
b. Jika a < hf, maka Ο dihitung dengan menggunakan persamaan 2.41 dan As =
Ο.b.d. periksa bahwa Ο β₯ Οmin
c. Jika a > hf, menentukan Asf dengan persamaan:
Asf = 0,85.fcβ(b β bw)hf/fy ..................................................................... (2.24)
Mu2 = ΙΈAsffy(d β hf/2) .......................................................................... (2.25)
Momen yang dipikul bagian badan adalah:
Mu1 = Mu β Mu2 ................................................................................... (2.26)
d. Menghitung nilai Ο1 menggunakan mu1, bw dan d dengan persamaan 2.41 dan
menentukan As1 = Ο1.bw.d:
As = As1 + Asf ...................................................................................... (2.27)
Lalu memeriksa As β€ As maks, dan Οw = Asβ(bw.d) β₯ Οmin
e. Jika a = hf, maka As = ΙΈ(0,85fcβ)b.hf/fy
2. Jika d dan As sama-sama belum diketahui
a. Asumsikan a = hf dan hitung luas tulangan yang diperlukan untuk memikul gaya
tekan di seluruh penampang sayap dengan persamaan:
π΄π ππ‘0,85ππ
β².π.βπ
ππ¦...................................................................................... (2.28)
b. Menghitung nilai d berdasarkan pada Asft dan a = hf dari persamaan berikut ini:
Mu = ΙΈAsftfy(d β hf/2) ........................................................................... (2.29)
Menurut Setiawan (2016:35) penampang persegi dengan penulangan
tunggal atau kondisi seimbang terjadi apabila tulangan baja luluh pada saat beton
mencapai regangan ultimitnya sebesar 3.10-3 yang berarti pada saat itulah tulangan
baja mencapai regangan luluhnya βy (fy/Es).
17
Gambar 2.2 Penampang persegi pada kondisi seimbang (Sumber: Setiawan,
2016:36)
Berdasarkan diagram regangan pada gambar 2.2, maka dengan
menggunakan perbandingan segitiga akan diperoleh hubungan sebagai berikut:
πΆπ
π=
0,003
0,003+ππ¦/πΈπ ....................................................................................... (2.30)
atau jika nilai Es sebesar 200.000 MPa, maka:
πΆπ = (600
600+ππ¦)π ...................................................................................... (2.31)
Selanjutnya dengan menggunakan persamaan kesetimbangan gaya, maka
dapat diperoleh persamaan:
C = T
0,85.fcβ.ab.b = Asb.fy ................................................................................. (2.32)
Atau jika dituliskan untuk nilai ab:
ππ =π΄π ππ₯ππ¦
0,85.ππβ²π₯π
.......................................................................................... (2.33)
Presentase tulangan yang dibutuhkan untuk memperoleh kondisi seimbang
disebut rasio tulangan seimbang, pb. Nilai pb didapatkan dari persamaan berikut:
ππ =π΄π π
ππ₯π .................................................................................................. (2.34)
Subtitusi nilai Asb kedalam persamaan 2.32:
0,85.fcβ.ab.b = fy.pb.b.d ............................................................................ (2.35)
Atau
ππ =0,85.ππ
β²
ππ₯ππ¦π₯ππ =
0,85πβ²πππ₯ππ¦
π₯π½1π₯ππ .......................................................... (2.36)
18
Selanjutnya disubtitusikan nilai cb dari persamaan 2.31, untuk mendapatkan
persamaan umum rasio tulangan seimbang pb:
ππ = 0,85π₯π½1ππβ²
ππ¦(
600
600π₯ππ¦) ....................................................................... (2.37)
Secara umum, momen nominal dari suatu balok persegi dengan tulangan
tunggal dihitung dengan cara mengalikan nilai C atau T pada gambar 2.2 dengan
jarak antar kedua gaya tersebut. Maka diperoleh persamaan:
Mn = C.Z = T.z ........................................................................................ (2.38)
Atau
ππ = 0,85. ππβ². π. π (π β
π
2) = π΄π . ππ¦ (π β
π
2) ......................................... (2.39)
Nilai a, dihitung lebih terlebih dahulu dari persamaan 2.33 untuk
mendapatkan besarnya kuat rencana, ΙΈMn, maka kuat momen nominal, Mn, harus
direduksi dengan cara dikalikan dengan faktor reduksi ΙΈ. Persamaannya adalah:
πππ = ππ΄π . ππ¦ (π βπ
2) = ππ΄π . ππ¦ (π β
π΄π π₯ππ¦
1,7.ππβ²π₯π) .................................. (2.40)
Nilai As = Ο.b.d, maka didapatkan Ο dengan persamaan berikut:
π =0,85.ππ
β²
ππ¦[1 β β1 β
4ππ’
1,7πππβ².π.π2
] ............................................................ (2.41)
Selanjutnya akan ditinjau batasan presentase tulangan baja yang diizinkan
dalam suatu komponen struktur lentur, balok persegi bertulangan tunggal.
Berdasarkan SNI 2847:2013 pasal 10.3.5 disyaratkan bahwa nilai Ιt β₯ 0,004.
Gambar 2.3 Penampang seimbang dan penampang terkendali tarik (Sumber:
Setiawan, 2016:58)
Regangan penampang pada kondisi seimbang ditunjukan pada gambar 2.3
dengan persamaan:
19
ππ =ππ
π½1=
π΄π ππ₯ππ¦
0,85.ππβ²π₯π
=πππ₯ππ¦π₯π
0,85.ππβ²π₯π
................................................................ (2.42)
π =ππ₯ππ¦π₯π
0,85.ππβ²π₯π
............................................................................................. (2.43)
Dari kedua persamaan tersebut dapat dinyatakan perbandingan antar c dan cb:
π
π=
π
ππ
ππ
π .................................................................................................. (2.44)
Dari gambar 2.3 didapatkan persamaan dengan menggunakan perbandingan
segitiga:
π
π=
0,003
0,003+ π‘ .............................................................................................. (2.45)
ππ
π=
0,003
0,003+ππ πΈπ
` ........................................................................................... (2.46)
Persamaan 2.44 disubtitusikan ke dalam persamaan 2.46:
π
ππ=
0,003+ππ πΈπ
0,003+ π‘ ............................................................................................ (2.47)
Sehingga didapatkan nilai πππππ dengan persamaan:
πππππ = (0,003+
ππ πΈπ
0,008)ππ ............................................................................ (2.48)
Jika tulangan baja mempunyai fy = 400 MPa dan E = 200.000 MPa, maka πππππ =
0,625. ππ
Menurut Dipohusodo (1994:87) penampang persegi dengan penulangan
tarik dan tekan dinamakan juga penampang bertulangan rangkap. Karena beton
cukup kuat untuk menahan tekan maka penulangan didaerah tekan perenannya
tidak sebesar didaerah tarik.
Dalam menganalisis balok beton bertulangan rangkap, biasanya terdapat
dua kasus yang berbeda tergantung pada kondisi tulangan tekannya. Apakah
tulangan tekan tersebut sudah luluh atau belum.
Pada tulangan tekan yang sudah luluh didapatkan persamaan sebagai
berikut:
T1 = Cc
As1.fy = 0,85. fcβ.a.b
20
π =π΄π 1ππ¦
0,85.ππβ²π₯π
............................................................................................. (2.49)
ππ’1 = ππ΄π 1ππ¦ (π βπ
2) ........................................................................... (2.50)
Gambar 2.4 Penampang persegi dengan tulangan rangkap (Sumber: Setiawan,
2016:48)
Syarat batasan tulangan untuk As1 yang harus dipenuhi adalah p1 (As1/b.d) <
pmaks untuk penampang terkendali tarik dari balok bertulang tunggal, seperti yang
dituliskan dalam persamaan 2.48. Selanjutnya Mu2 dapat dihitung dengan
mengasumsikan tulangan tekan, Aβs sudah luluh, yaitu sebagai berikut:
Mu2 = ΙΈAs2.fy(d-dβ) = ΙΈAβs.fy(d-dβ) .......................................................... (2.51)
Dalam hal ini As2 = Asβ menghasilkan gaya yang sama besar namun berlawanan
arah seperti yang ditunjukan pada gambar 2.4. Dan pada akhirnya momen nominal
total dari suatu balok bertulangan rangkap diperoleh dengan menjumlahkan Mu1 +
Mu2. Persamaannya adalah sebagai berikut:
πππ = ππ’1 +ππ’2 = π [π΄π 1. ππ¦ (π βπ
2) + π΄π β²ππ¦(π β πβ²)] .................. (2.52)
21
Luas total tulangan baja tarik yang digunakan adalah jumlah dari As1 dan
As2, sehingga:
As1 = As β Asβ ........................................................................................... (2.53)
Selanjutnya persamaan 2.49 dan 2.52 dapat dituliskan pula dalam bentuk:
π =(π΄π βπ΄π
β²)ππ¦
0,85πβ²ππ₯π ............................................................................................ (2.54)
πππ = ππ’1 +ππ’2 = π [(π΄π β π΄π β² ). ππ¦ (π β
π
2) + π΄π
β²ππ¦(π β πβ²)] ........ (2.55)
Serta diperoleh pula syarat batas maksimum rasio tulangan, yaitu:
(π β πβ²) < πππππ = ππ (0,003+
ππ¦
πΈπ
0,008) ......................................................... (2.56)
Dalam analisis yang sudah dilakukan, digunakan asumsi bahwa tulangan
tekan sudah luluh. Dari gambar 2.5, apabila tulangan tekan sudah luluh maka
dipenuhi:
νπ β² β₯ νπ¦ =
ππ¦
πΈπ
Dari kesamaan segitiga di atas sumbu netral, serta menggunakan Es =
200.000 MPa, maka:
π
πβ²=
0,003
0,003βππ¦
πΈπ
=600
600βππ¦
Atau
π = (600
600βππ¦)πβ² ....................................................................................... (2.57)
Gambar 2.5 Diagram regangan balok beban bertulangan rangkap (Sumber:
Setiawan, 2016:49)
22
Maka diperoleh hubungan sebagai berikut:
(p β pβ)b.d.fy = 0,85.fcβ.a.b
Atau
(π β πβ²) = 0,85 (ππβ²
ππ¦) (
π
π)........................................................................ (2.58)
Dengan mengingat pula hubungan a = Ξ²1.c, serta dari persamaan 2.57, maka
diperoleh persamaan :
π = π½1. π = π½1 (600
600βππ¦)πβ² ...................................................................... (2.59)
Persamaan 2.59 dapat dituliskan kembali menjadi:
(π β πβ²) = 0,85. π½1 (ππβ²
ππ¦)(
πβ²
π) (
600
600βππ¦) = πΎ ........................................... (2.60)
Gambar 2.6 Balok dengan tulangan tekan: (a) sudah luluh; (b) belum luluh (Sumber: Setiawan, 2016:50)
Selain itu, dari persamaan 2.60 dapat diturunkan suatu syarat pemeriksaan
apakah tulangan tekan sudah luluh atau belum, yaitu:
(π β πβ²) β₯ 0,85. π½1 (ππ
ππ¦) (
πβ²
π) (
600
600βππ¦) = πΎ ........................................... (2.61)
Nilai K untuk beberapa nilai fcβ dan fy didapatkan dari tabel 2.4, yaitu sebagai
berikut.
23
Tabel 2.4. Nilai K untuk pemeriksaan keluluhan tulangan beton
fcβ (MPa) fy (MPa) Ξ²1 K K (dengan dβ=50 mm)
20 400 0,850 0,1084(dβ/d) 5,4188/d
25 400 0,850 0,1355(dβ/d) 6,7734/d
30 400 0,850 0,1599(dβ/d) 7,9943/d
35 400 0,850 0,1785(dβ/d) 8,9250/d
40 400 0,764 0,1948(dβ/d) 9,7410/d
(Sumber: Setiawan, 2016:51)
Sedangkan pada tulangan belum luluh apabila:
(π β πβ²) β€ 0,85π½1 (ππ
ππ¦) (
πβ²
π) (
600
600βππ¦) = πΎ ............................................. (2.62)
Tulangan baja tarik akan luluh sebelum beton mencapai regangan
maksimumnya yaitu sebesar 0,003 dan regangan pada tulangan tekan, Ιsβ belum
mencapai Ιy pada saat terjadi keruntuhan. Luluhnya tulangan tekan juga dipengaruhi
oleh letaknya terhadap serat terluar dβ. Semakin tinggi rasio dβ/c artinya tulangan
tekan semakin dekat dengan sumbu netral, maka semakin kecil kemungkinan
tulangan tekan mencapai kuat luluhnya.
Dari gambar 2.5 dengan menggunakan perbandingan segitiga, diperoleh:
νπ β² = 0,003 (
πβπβ²
π)
ππ β² = πΈπ . νπ
β² = 200.000(0,003) (πβπβ²
π) = 600 (
πβπβ²
π)
Dengan memperhitungkan luas beton yang ditempati oleh tulangan baja, maka
dapat dituliskan rumus untuk besarnya gaya tekan pada tulangan Cs dan gaya tekan
pada beton Cc, yaitu sebagai berikut:
πΆπ = π΄π β² (ππ
β² β 0,85. ππβ²) = π΄π
β² [600 (πβπβ²
π) β 0,85. ππ
β²]
πΆπ = 0,85. ππβ². π½1. ππ
Karena T = As.fy = Cs + Cc, maka:
π΄π . ππ¦ = 0,85. ππβ². π½1. ππ + π΄π
β² [600 (πβπβ²
π) β 0,85. ππ
β²]
Maka persamaan diatas dapat dituliskan dalam bentuk:
(0,85fcβ.Ξ²1.b)c2 + [(600.Asβ) β (0,85.fβc.Asβ) β As.fy] c β 600.Asβ.dβ = 0 .. (2.63)
Persamaan diatas dapat disimpulkan dengan:
K1c2 + K2c + K3 = 0 ................................................................................ (2.64)
24
Dengan
K1 = 0,85fcβ.Ξ²1.b
K2 = Asβ(600 - 0,85.fcβ) β As.fy
K3 = 600.Asβ.dβ
Nilai c dalam persamaan 2.64 dapat dihitung dengan rumus ABC sederhana,
yaitu:
π =βπΎ2Β±βπΎ2
2β4πΎ1πΎ3
2πΎ1 .................................................................................. (2.65)
Dengan diketahui c, fβs, a, Cc, dan Cs dapat hitung, demikian pula dengan
kuat momen rencana penampang, yaitu:
πππ = π [πΆπ (π βπ
2) + πΆπ (π β πβ²)] ..................................................... (2.66)
Bila tulangan tekan belum luluh, fsβ < fyβ, maka luas total tulangan tarik yang
dibutuhkan untuk suatu penampang persegi adalah:
ππππ π΄π = πππππ . π. π + π΄π β² ππ
β²
ππ¦= π. π (πππππ +
πβ²ππ β²
ππ¦) .......................... (2.67)
Atau jika dinyatakan dalam rasio tulangan, maka persamaan 2.67 dapat dibagi
dengan b.d yaitu:
ππππ π = ππππ π΄π
π. π β€ πππππ +
πβ²ππ β²
ππ¦
Atau
π βπβ²ππ
β²
ππ¦< πππππ ..................................................................................... (2.68)
Berdasarkan SNI 2847:2013 kebutuan perencanaan tulangan geser
ditentukan sebagai berikut:
1. Menghiitung gaya geser ultimit, Vu dari beban terfaktor yang bekerja pada
struktur. Nilai Vu yang diambil sebagai dasar desain adalah nilai Vu pada lokasi
penampang kritis, yaitu sejarak d dari muka tumpuan.
2. Menghitung nilai Vc dari persamaan:
ππ = (0,17. π. βπβ²π. )ππ€ . π ............................................................. (2.69)
Dengan nilai = 0,75
25
3. Memeriksa nilai Vu
a. Jika nilai Vu < Β½Vc, tidak dibutuhkan tulangan geser
b. Jika Β½Vc < Vu β€ Vc, dibutuhkan tulangan geser minimum. Dapat dipasang
tulangan sengkang vertikal berdiameter 10 mm dengan jarak maksimum
ditentukan pada langkah 7
c. Jika Vu > Vc tulangan geser harus disediakan sesuai langkah 4 hingga 8
4. Jika Vu > Vc hitung gaya geser yang harus dipikul oleh tulangan geser adalah:
Vu = Vc + Vs
Atau
ππ =ππ’βπππ
π ......................................................................................... (2.70)
5. Menghitung nilai Vc1 dan Vc2 sebagai berikut:
ππ1 = 0,33. βππβ². ππ€. π ........................................................................ (2.71)
ππ2 = 0,66. βππβ². ππ€. π ........................................................................ (2.72)
Apabila Vs lebih kecil daripada Vc2, maka proses desain dapat dilanjutkan ke
langkah berikutnya, namun bila Vs lebih besar dari Vc2 maka ukuran penampang
harus diperbesar.
6. Menghitung jarak tulangan sengkang berdasarkan persamaan:
π1 =π΄π£.ππ¦π‘.π
ππ ......................................................................................... (2.73)
7. Menentukan jarak maksimum tulangan sengkang sesuai dengan persyaratan
dalam SNI 2847:2013. Jarak maksimum tersebut diambil dari nilai terkecil
antara s2 dan s3 yaitu berikut ini:
a. π 2 =π
2β€ 600ππ,jika ππ β€ ππ1 = 0,33.βππβ². ππ€. π ......................... (2.74)
π 2 =π
4β€ 300ππ,jika ππ1 < ππ β€ ππ2 = 0,66.βππβ². ππ€ . π .............. (2.75)
b. π 3 =π΄π£.ππ¦π‘
0,35ππ€β₯
π΄π£.ππ¦π‘
0,062.βππβ².ππ€
.................................................................... (2.76)
8. Apabila nilai s1 yang dihitung dalam langkah 6 lebih kecil dari smaks (nilai terkecil
antara s2 dan s3), maka gunakan jarak sengkang vertikal s1 dan jika s1 > smaks
maka gunakan smaks sebagai jarak antar tulangan sengkang.
26
Dimana:
Vu = gaya geser terfaktor pada penampang yang ditinjau
Vn = kekuatan geser nominal
Vs = kekuatan geser nominal pada tulangan geser
Av = luas tulangan geser
fy = kuat leleh tulangan
fcβ = mutu beton
d = tinggi efektif balok
s = jarak antar sengkang
bw = lebar balok
2.5 Balok Grid
Menurut Puspantoro (1993:25) dari bentuk dan sistem balok silang yang
membentuk segmen-segmen wafel, maka pelat dengan sistem grid mempunyai
kekuatan jauh lebih besar dibandingkan dengan pelat datar biasa. Dari bentuk dan
posisi silang baloknya, struktur grid dapat dibedakan antara lain sebagai berikut:
Menurut Puspantoro (1993:26) sistem grid persegi dibentuk oleh dua buah
balok yang saling bersilang tegak lurus satu sama lain. Dapat terdiri hanya satu
balok atau beberapa balok, yang memiliki sifat utama mendistribusikan beban
dalam dua arah atau lebih.
Gambar 2.7 Sistem grid persegi (Sumber: Puspantoro, 1993:26)
27
Menurut Puspantoro (1993:26) pada sistem ini arah balok saling tegak lurus,
tetapi miring sehingga membentuk diagonal yang saling berpotongan. Meskipun
balok-balok diagonal ini memiliki panjang yang tidak sama, tetapi selalu
mempunyai panjang yang sebanding.
Gambar 2.8 Sistem grid diagonal (Sumber:Puspantoro, 1993:27)
Menurut Puspantoro (1993:28) pada sistem grid majemuk, satu titik simpul
dapat dilewati oleh lebih dari satu balok atas atau balok bawah. Sehingga beban
terpusat yang bekerja pada titik simpul akan menjadi P/n untuk masing-masing
balok (n = jumlah balok atas yang lewat titik simpul tersebut).
Gambar 2.9 Sistem grid majemuk (Sumber: Puspantoro, 1993:28)
28
2.6 Dasar-Dasar Perencanaan Balok Grid
Menurut Puspantoro (1993:2) untuk menganalisa struktur grid ada dua
metode, yaitu metode gaya dan metode kekakuan. Metode gaya dapat diselesaikan
dengan bantuan tabel makowsky sehingga caranya cukup sederhana. Sedangkan
analisis dengan metode kekakuan mempunyai langkah yang lebih panjang dan
diperlukan pengetahuan dasar aljabar linier matrix dan elastisitas.
Menurut Puspantoro (1993:3) pada analisis grid dengan metode gaya,
pengaruh puntir tidak diperhitungkan. Sifat dan karakteristik dari pemindahan
beban pada dua arah digambarkan secara jelas oleh kinerja dari dua balok yang
saling tegak lurus dan saling mempengaruhi sehingga lendutan kedua balok tersebut
dapat dianggap sama.
Pada gambar 5 dapat kita lihat suatu sistem struktur balok grid. Kedua balok
silang tersebut dapat dinyatakan sebagai balok atas dengan bentang L1 dan balok
bawah dengan bentang L2. Sedangkan pada titik silang kedua balok di tengah
bentang bekerja gaya sebesar P.
Gambar 2.10 Balok silang pada sistem grid (Sumber: Puspantoro, 1993:3)
Struktur grid yang terdiri dari banyak balok sehingga banyak pula titik
potongnya maka untuk mencari reaksi pada tiap titik potongnya dapat digunakan
tabel makowski.
29
Tabel 2.5 Tabel makowski
N Ξ΄ pada k Unit beban satuan yang diterapkan pada I
Faktor IαΆ/EI
1 2 3 4 5
2 1 1 1/48
3 1 8
1/468 2 7 8
4
1 9
1/768 2 11 16
3 7 11 9
5
1 3
1/3750 2 45 72
3 40 68 72
4 23 40 45 23
6
1 25
1/3888
2 38 64
3 39 69 81
4 31 56 69 64
5 17 31 39 38 25
(Sumber: Puspantoro, 1993:8)
Menurut Puspantoro (1993:4) dengan menyatakan bahwa momen inersia
dari kedua balok adalah I1 dan I2 dengan modulus elastisitas yang sama (E) pada
gambar diatas, maka didapatkan persamaan yaitu sebagai berikut:
π1 =(πβπ).πΌ1
3
48.πΈ.πΌ1 .......................................................................................... (2.77)
π2 =π.πΌ2
3
48.πΈ.πΌ2 ............................................................................................. (2.78)
Jika d1 = d2 maka didapatkan nilai X yaitu:
π =π
1+(πΌ2πΌ1)3.(πΌ1πΌ2) ....................................................................................... (2.79)
Sedangkan untuk momen di tengah bentang yaitu:
M balok-a = (πβπ)
2
πΌ1
2=
(πβπ).πΌ1
4 ............................................................... (2.80)
M balok-b = π
2
πΌ2
2=
π.πΌ2
4 ............................................................................ (2.81)
Menurut Puspantoro (1993:8) metode kekakuan adalah salah satu cara
menganalisa struktur dengan cara memberikan lendutan sebesar satu satuan di titik-
30
titik diskrit yang akan dicari. Maka dengan demikian akan didapatkan hubungan
antara gaya yaitu sebagai berikut:
ππ =6.πΈ.πΌ.πΏ
πΏ2 ............................................................................................ (2.82)
ππ =6.πΈ.πΌ.πΏ
πΏ2 ........................................................................................... (2.83)
π π =12.πΈ.πΌ.πΏ
πΏ3 ........................................................................................... (2.84)
ππ =β12.πΈ.πΌ.πΏ
πΏ3 ........................................................................................ (2.85)
2.7 Kolom
Berdasarkan SNI 2847:2013 kolom harus direncanakan guna menahan gaya
aksial dan momen maksimum dari beban terfaktor pada semua lantai atau atap.
Kondisi pembebanan yang memberikan rasio momen maksimum terhadap beban
aksial juga harus ditinjau.
Menurut Dipohusodo (1994) ada tiga jenis kolom yaitu:
1. Kolom menggunakan pengikat sengkang lateral, yaitu kolom beton yang
ditulangi dengan batang tulangan pokok memanjang dengan pengikat sengkang
kearah lateral pada jarak spasi tertentu. Tulangan ini berfungsi agar tulangan
pokok memanjang tetap kokoh pada tempatnya.
2. Kolom menggunakan pengikat spiral, yaitu kolom beton yang ditulangi dengan
batang tulangan pokok memanjang dengan pengikat spiral yang dililitkan
keliling membentuk heliks menerus di sepanjang kolom.
3. Stuktur kolom komposit, yaitu komponen struktur yang diperkuat profil baja
pada arah memanjang atau tanpa diberi tulangan pokok memanjang.
Kolom pendek merupakan jenis kolom yang mengalami keruntuhan akibat
gaya tekan atau luluhnya tulangan baja di bawah kapasitas ultimit dari kolom
tersebut. Apabila kolom runtuh dengan kegagalan pada materialnya yaitu
hancurnya beton atau luluhnya tulangan baja, maka kolom digolongkan sebagai
kolom pendek (Nawi, 1990).
31
Kondisi seimbang penampang kolom dapat terjadi pada kondisi beban Pb
yang bekerja pada penampang dan dapat menghasilkan regangan sebesar 0,003
pada serat tekan beton, dan pada saat yang bersamaan pula tulangan baja mengalami
luluh, atau regangannya mencapai Ιy = fy/Es. Jika beban eksentris yang bekerja lebih
besar daripada Pb, dapat mengakibatkan kolom mengalami keruntuhan tekan.
Sedangkan apabila beban eksentris yang bekerja lebih kecil daripada Pb kolom akan
mengalami keruntuhan tarik. Analisis penampang kolom pada keruntuhan
seimbang dilakukan sebagai berikut:
1. Misalkan c merupakan jarak dari serat tekan beton terluar ke sumbu netral, maka
dari diagram regangan diperoleh hubungan sebagai berikut:
ππ
π=
0,003
0,003+ππ¦/πΈπ untuk nilai Es = 200.000 MPa, maka:
ππ =600
600+ππ¦. π ..................................................................................... (2.86)
Tinggi dari balok tegangan ekuivalen adalah:
ππ = π½1ππ =600
600+ππ¦. π½1. π .................................................................. (2.87)
Dengan Ξ²1 = 0,85 untuk fcβ = 30 MPa, dan berkurang 0,05 setiap kenaikan fcβ
sebesar 7 MPa.
2. Dari kesetimbangan gaya dalam arah horizontal diperoleh:
Ξ£π» = 0
Pb - Cc - Cs + T = 0
Dengan:
Cc = 0,85fβc.ab.b ................................................................................. (2.88)
T = As.fy .............................................................................................. (2.89)
Cs = Asβ (fβs β 0,85fcβ) ......................................................................... (2.90)
Nilai fs yang digunakan sama dengan nilai fy apabila tulangan tekan sudah luluh,
maka:
ππ β² = 600(
ππβπβ²
ππ) β€ ππ¦ ........................................................................ (2.91)
Sehingga persamaan kesetimbangan gaya arah horizontal dapat dituliskan
kembali dengan persamaan:
Pb = 0,85 fcβ.ab.b + Asβ(fsβ β 0,85 fcβ) β As.fy....................................... (2.92)
32
3. Nilai eb ditentukan dengan cara mengambil jumlah momen terhadap pusat berat
plastis. Maka didapatkan persamaan:
Gambar 2.11 Kondisi keruntuhan seimbang penampang kolom persegi (Sumber: Setiawan, 2016:162)
πππ₯ππ = πΆπ(π βπ
2β π")+Cs(d-d'-d") + ππ" .................................... (2.93)
Atau
πππ₯ππ = ππ ................................................................................................(2.94)
ππ = 0,85ππβ²πππ(π β
π
2β π")+π΄π
β² (ππ¦ β 0,85ππβ²)(d-d'-d")+ π΄π ππ¦π"
Nilai eksentrisitas pada kondisi seimbang diperoleh dari persamaan:
ππππ
ππ ................................................................................................... (2.95)
Terdapat dua kasus keruntuhan kolom yaitu keruntuhan tekan atau
keruntuhan tarik. Guna melakukan analisis terhadap dua kasus tersebut, maka dapat
digunakan dua buah persamaan dasar yaitu, jumlah gaya dalam arah
horizontal/vertikal = 0 dan jumlah momen terhadap sembarang momen = 0.
33
Gambar 2.12 Kolom penampang persegi dengan beban eksentris (Sumber:
Setiawan, 2016:164)
Dari gambar 2.12 diatas, maka dapat dituliskan beberapa persamaan berikut:
1. Ξ£π» = 0 Pn - Cc - Cs + T = 0 .................................................... (2.96)
Dengan:
Cc = 0,85.fcβ.ab.b
T = As.fy (jika tulangan tarik luluh, fs = fy)
Cs = Asβ (fβs β 0,85.fcβ) (jika tulangan tekan luluh, fβs = fy)
2. Mengambil momen terhadap As:
πππβ² β πΆπ (π β
π
2)βπΆπ (π β πβ²) = 0 .................................................. (2.97)
Dengan eβ = e + dβ, dan eβ = e + d β h/2 untuk penampang dengan tulangan
simetris dan jika dβ adalah jarak dari pusat plastis ke pusat tulangan tarik. Maka:
ππ =1
πβ²[πΆπ (π β
π
2) β πΆπ (π β πβ²)] ..................................................... (2.98)
Mengambil momen terhadap Cc:
ππ [πβ² β (π β
π
2)] β π (π β
π
2) β πΆπ (
π
2β πβ²) = 0 ............................ (2.99)
ππ =π(πβ
π
2)+πΆπ (
π
2βπβ²)
(πβ²+πβπ
2)
........................................................................... (2.100)
Apabila As = Asβ dan fs = fsβ = fy maka:
ππ =π΄π .ππ¦(πβπ
β²)
(πβ²+πβπ
2)=
π΄π .ππ¦(πβπβ²)
(πββ
2βπ
2)
.............................................................. (2.101)
π΄π = π΄π β² =
ππ(πββ
2βπ
2)
ππ¦(πβπβ²)
.......................................................................... (2.102)
34
Keruntuhan tarik terjadi ketika penampang kolom diberi beban tekan
eksentris dengan eksentrisitas yang besar. Kolom akan mengalami keruntuhan yang
disebabkan oleh luluhnya tulangan baja dan hancurnya beton pada saat regangan
tulangan baja melampaui Ιy (= fy/Es). Untuk melakukan prediksi awal apakah terjadi
keruntuhan tarik atau tekan yaitu apabila e > d, dapat diasumsikan terjadi
keruntuhan tarik. Prosedur analisis dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Bila terjadi keruntuhan tarik, maka tulangan tarik luluh dan tegangannya adalah
fs = fy. asumsikan bahwa tegangan pada tulangan tekan adalah fsβ = fy
2. Mengevaluasi Pn dalam kondisi kesetimbangan:
Pn = Cc + Cs β T
Dengan:
Cc = 0,85.fcβ.ab.b
T = As.fy
Cs = Asβ (fβs β 0,85.fcβ)
3. Menghitung Pn:
πππβ² = πΆπ (π β
π
2)+πΆπ (π β πβ²)
Dengan eβ = e + dβ, dan eβ = e + d β h/2 serta As = Asβ
4. Menyamakan Pn dari langkah 2 dan 3
Cc + Cs β T = 1
πβ²[πΆπ (π β
π
2) + πΆπ (π β πβ²)]
Persamaan ini akan menghasilkan persamaan kuadrat untuk a. Untuk
mendapatkan nilai a dengan cara mensubtitusikan Cc, Cs, dan T
5. Maka dari persamaan pada langkah 4 dapat disederhanakan menjadi:
As2 + Ba + C = 0 ............................................................................... (2.103)
π =βπ΅ Β± βπ΅2 β 4π΄πΆ
2π΄
Dengan:
A = 0,425.fcβ.b
B = 0,85.fcβ.b(eβ β d) = 2A(eβ β d)
C = Asβ (fβs β 0,85.fcβ)(eβ β d + dβ) - As.fy.eβ
35
6. Memeriksa apakah tulangan tekan sudah luluh jika Ιsβ β₯ Ιy
7. Menggunakan faktor reduksi ΙΈ sebesar 0,65 sampai 0,90
Penampang kolom akan mengalami keruntuhan tekan apabila gaya tekan Pn
melebihi gaya tekan dalam kondisi seimbang Pb, atau apabila eksentrisitas e = Mn/Pn
lebih kecil daripada nilai eksentrisitas dalam kondisi seimbang eb (Setiawan,
2016:167). Dalam kondisi ini regangan beton akan mencapai 0,003 sedangkan nilai
dari regangan pada tulangan baja akan kurang dari Ιy. Sebagian penampang akan
berada dalam kondisi tekan. Pergerakan sumbu netral akan mendekati tulangan
tarik kemudian menambah luas daerah tekan beton dan mengakibatkan jarak sumbu
netral dari serat tekan beton akan melebihi jaraknya dalam kondisi seimbang (c
>cb). Nilai dari beban tekan nominal Pn dapat dihitung dengan menggunakan
prinsip-prinsip dasar kesetimbangan gaya. Prosedur analisis dari penampang kolom
yang mengalami keruntuhan tekan dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Menghitung jarak sumbu netral untuk penampang dalam kondisi seimbang cb
dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
ππ =600
600+ππ¦. π ..................................................................................... (2.104)
2. Mengevaluasi Pn dari kesetimbangan gaya dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut:
Pn = Cc + Cs β T ................................................................................. (2.105)
3. Mengevaluasi Pn dengan mengambil momen terhadap As, persamannya adalah
sebagai berikut:
πππβ² = πΆπ (π β
π
2)+πΆπ (π β πβ²) ......................................................... (2.106)
Dengan eβ = e + dβ (atau = e + d β h/2, jika As = Aβs), Cc = 0,85ππβ²πππ, Cs = Asβ
(fβs β 0,85.fcβ) dan T = Asfs
4. Mengasumsikan suatu nilai c sehingga c > cb. Menghitung π = π½1c, dengan
asumsi fsβ = fy
5. Menghitung nilai fs berdasarkan asumsi nilai c, maka:
ππ β² = νπ πΈπ = 600(
ππ β πβ²
ππ) β€ ππ¦
36
6. Memeriksa apakah tulangan tekan sudah luluh, jika belum maka ππ β² dihitung
sebagai berikut:
ππ β² = 600(
ππ β πβ²
ππ) β€ ππ¦
Kolom panjang merupakan jenis kolom yang mengalami keruntuhan akibat
oleh faktor tekuk kolom tersebut, maka dari itu perencanaannya harus
memperhitungkan rasio kelangsingan dan efek tekuk agar kapasitasnya berkurang
dibandingkan dengan kolom pendek. Kolom dengan tumpuan kedua ujungnya
berupa sendi dengan memiliki panjang tak terkekang sebesar Iu dan jarak antara
kedua titik yang memiliki momen sama dengan nol adalah Iu juga yang memiliki
faktor panjang efektif sebesar k = Iu/Iu = 1,0. Jika kedua tumpuan ujung merupakan
jepit dan momen nol terjadi pada jarak Iu/4 dari kedua tumpuan, maka nilai dari k =
0,5 Iu/Iu = 0,5. Nilai dari k juga dapat ditentukan dengan nomogram yaitu pada
gambar 2.13, dengan terlebih dahulu menghitung faktor tahanan ujungnya yaitu πΞ
dan πΞ pada sisi atas dan bawah dari kolom, yaitu:
π =βπΈπΌ
πππππππ
βπΈπΌ
ππππππ
.......................................................................................... (2.107)
Gambar 2.13 Nomogram untuk menentukan faktor panjang efektif, k (Sumber: Setiawan, 2016:199)
37
Untuk modulus elastisitas beton bertulang diperoleh dengan menggunakan
persamaan empiris sebagai berikut:
πΈπ = 0,043.π€1,5βπβ²π .............................................................................. (2.108)
Atau
πΈπ = 4.700βπβ²π ....................................................................................... (2.109)
Yang mana menggunkan modulus elastisitas untuk tulangan bajanya sebesar Es =
200.000 MPa.
Untuk menghitung faktor π, maka nilai El dari balok dan kolom juga harus
diperhitungkan, dan momen inersia pada penampang dapat direduksi yang
dicantumkan dalam peraturan SNI 2847:2013 yaitu sebagai berikut:
a. Elemen struktur tekan
Kolom I = 0,70Ig
Dinding Geser (tidak retak) I = 0,70Ig
Dinding Geser (retak) I = 0,35Ig
b. Elemen struktur lentur
Balok I = 0,35Ig
Pelat datar dan slab datar I = 0,25Ig
Dengan Ig merupakan momen inersia bruto dari penampang. Sebagai alternatifnya,
untuk mengetahui momen inersia dari elemen struktur tekan dan lentur dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini:
Untuk elemen struktur tekan persamaannya adalah:
πΌ = (0,80 + 0,25π΄π π‘
π΄π) (1 β
ππ’
ππ’ββ 0,5
ππ’
π0) πΌπ β€ 0,875πΌπ ......................... (2.110)
Dengan Pu dan Mu didapatkan dari kombinasi beban yang ditinjau, atau dari
kombinasi dari Pu dan Mu yang akan menghasilkan nilai terkecil untuk I. Nilai dari
I sendiri tidak perlu diambil lebih kecil dari 0,35Ig.
Untuk elemen struktur lentur persamaannya adalah:
πΌ = (0,10 + 25π)(1,2 β 0,2ππ€
π)πΌπ β€ 0,5πΌπ ............................................ (2.111)
Berdasarkan SNI 2847:2013 rasio kelangsingan kolom dapat dirumuskan
sebagai berikut:
38
a. Komponen struktur kompresi yang tidak tercampur untuk goyangan lateral
yaitu:
π.ππ’π
1 β€
44
2 ............................................................................................ (2.112)
b. Komponen struktur dikompresi nongol terhadap goyangan lateral (elemen
struktur tekan tak bergoyang) yaitu:
π.ππ’
π β€ 34 β 12. [
π1
π2] β€ 40 ............................................................... (2.113)
Dimana:
k = faktor panjang efektif kolom
lu = panjang kolom yang ditopang
r = jari-jari potongan lintang kolom
Langkah awal dalam mendesain kolom panjang adalah dengan menentukan
apakah portal yang akan dianalisis termasuk portal yang berjenis bergoyang atau
tidak (Setiawan, 2016:201). Elemen struktur kolom pada suatu portal dapat disebut
tak bergoyang apabila:
1. Pertambahan momen pada ujung kolom hasil analisis di orde kedua tidak lebih
dari 5% terhadap hasil analisis orde pertama
Q = βππ’β0
ππ’π πΌπβ€ 0,05 ................................................................................ (2.114)
2.
Gambar 2.14 (a) Kelengkungan tunggal; (b) Kelengkungan ganda (Sumber:
Setiawan, 2016:201)
Yang mana βππ’ dan Vus merupakan beban vertikal total dan gaya geser lantai
total pada tingkat yang ditinja, dan βπ merupakan simpangan relative antar
39
tingkat orde pertama pada tingkat yang ditinjau akibat dari Vu. Panjang Ic
merupakan panjang elemen struktur kolom yang diukur dari as ke as titik kumpul
pada portal.
Pengaruh kelangsingan pada elemen struktur tak bergoyang dapat diabaikan
apabila rasio klu/r < 34 β 12M1/M2 < 40. Jika klu/r < 34 β 12M1/M2 maka pengaruh
kelangsingannya harus diperhitungkan dengan salah satu metodenya dengan
menggunakan metode perbesaran momen, yang prosedurnya adalah sebagai
berikut:
1. Menentukan apakah kolom yang dianalisis termasuk bagian dari portal tak
bergoyang, dan menentukan panjang tak terkekang Iu serta faktor panjang efektif
k.
2. Menghitung kekakuan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
πΈπΌ = 0,2πΈππΌπ+πΈπ πΌπ π
1+π½πππ ............................................................................... (2.115)
Atau
πΈπΌ =0,4πΈππΌπ
1+π½πππ ........................................................................................ (2.116)
Dengan
Ec = 4.700 βπβ²π
Es = 200.000 MPa
Ig = Momen inersia bruto penampang terhadap sumbu yang ditinjau
Ise = Momen inersia tulangan baja
Ξdns = ππππππ‘ππ‘πππππ ππππ‘ππππππ‘ππππππ πππ’π
ππππππππ ππππ‘ππππππ‘ππππππ πππ’π =
1,2π·
1,2π·+1,6πΏ
3. Menetukan besarnya beban tekuk Euler Pc dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut:
ππΆ =π2πΈπΌ
(πππ’)2.......................................................................................... (2.117)
Menggunakan nilai EI, k dan Iu yang diperoleh dari langkah 1 dan 2
4. Menghitung nilai dari Cm yang digunakan untuk menghitung faktor perbesaran
momen, dengan persamaan:
πΆπ = 0,6 +0,4π1
π2 β₯ 0,4 ................................................................... (2.118)
40
Rasio M1/M2 bernilai positif untuk kelenkungan tunggal sedangkan untuk
kelengkungan ganda adalah negatif. Untuk kolom yang memikul beban
transversal diantara kedua tumpuannya, maka nilai dari Cm harus sama dengan
1,0.
5. Menghitung faktor perbesaran momen πΏππ dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut:
πΏππ =πΆπ
1βππ’
0,75ππ
β₯ 10 .......................................................................... (2.119)
Dengan ππ’ merupakan beban aksial terfaktor yang bekerja dan Pc serta Cm telah
dihitung dalam langkah 3 dan 4.
6. Mendesain kolom dengan beban aksial terfaktor Pu serta momen Mc yang
besarnya adalah:
ππ =πΏππ π2
Dengan M2 adalah momen ujung terfaktor yang terbesar.
7. M2 yang harus diambil tidak kurang dari:
M2min β₯ Pu(15 + 0,03h)
Pada elemen struktur kolom yang merupakan bagian portal bergoyang jika
nilai dari klu/r < 22 maka efek kelangsingan dapat diabaikan (Setiawan, 2016:205).
Langkah - langkah untuk menentukan faktor perbesaran momen pada portal
bergoyang adalah sebagai berikut:
1. Menentukan faktor panjang efektif, k dan panjang tak terkekang Iu
2. Menghitung EI, Pc dan Cm pada persamaan 2.115 hingga 2.118
3. Faktor perbesaran momen dapat dihitung dengan persamaan berikut:
πΏπ =1
1βπβ₯ 1,0 .................................................................................. (2.120)
Namun jika nilai πΏπ > 1,5, maka πΏπ harus dihitung dengan menggunakan analisis
orde kedua yaitu:
πΏπ =1
1βΞ£ππ’
0,75Ξ£ππ
β₯ 10 .......................................................................... (2.121)
4. Menghitung momen ujung, M1 dan M2 yang telah diperbesar
π1 = π1ππ + πΏπ π1π ........................................................................... (2.123)
41
π2 = π2ππ + πΏπ π2π ........................................................................... (2.124)
5. Jika nilai M2 > M1 maka persamaan yang digunakan untuk desain kolom adalah:
ππ = π2ππ + πΏπ π2π ........................................................................... (2.125)
6. Melakukan pendesainan elemen struktur tekan terhadap beban terfaktor Pu
apabila:
ππ’
π<
35
βππ’
ππβ² .π΄π
........................................................................................... (2.126)