bab ii tinjauan pustaka 2.1 pembebanan beban yang bekerja

39
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Beban yang bekerja pada struktur dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu beban vertikal dan beban horisontal. Beban vertikal meliputi beban mati dan beban hidup. Untuk beban horisontal dalam hal ini yaitu berupa beban gempa. 2.1.1 Beban Vertikal A. Beban mati Beban mati merupakan semua berat sendiri gedung dan segala unsur tambahan yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung tersebut. Sesuai SNI 1727:2013, yang termasuk beban mati adalah seperti dinding, lantai, atap, plafon, tangga dan finishing. B. Beban hidup Beban hidup merupakan semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu gedung, termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat berpindah. Beban hidup pada lantai gedung diambil menurut SNI 1727:2013 seperti terlihat pada Tabel 2.1

Upload: dangnga

Post on 22-Jan-2017

244 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Beban yang bekerja

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembebanan

Beban yang bekerja pada struktur dikelompokkan menjadi dua bagian,

yaitu beban vertikal dan beban horisontal. Beban vertikal meliputi beban mati dan

beban hidup. Untuk beban horisontal dalam hal ini yaitu berupa beban gempa.

2.1.1 Beban Vertikal

A. Beban mati

Beban mati merupakan semua berat sendiri gedung dan segala

unsur tambahan yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung

tersebut. Sesuai SNI 1727:2013, yang termasuk beban mati adalah seperti

dinding, lantai, atap, plafon, tangga dan finishing.

B. Beban hidup

Beban hidup merupakan semua beban yang terjadi akibat

penghunian atau penggunaan suatu gedung, termasuk beban-beban pada

lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat berpindah. Beban hidup

pada lantai gedung diambil menurut SNI 1727:2013 seperti terlihat pada

Tabel 2.1

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Beban yang bekerja

7

Tabel 2.1 Beban Hidup Gedung (SNI 1727:2013)

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Beban yang bekerja

8

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Beban yang bekerja

9

2.1.2 Beban Horisontal (Beban Gempa)

Beban gempa merupakan beban yang timbul akibat pergerakan tanah

dimana struktur tersebut berdiri. Terdapat beberapa metode analisa perhitungan

besarnya beban gempa yang bekerja pada struktur gedung. Secara umum metode

analisa ini terdiri dari:

1. Analisis gempa statik ekuivalen

Metode ini digunakan untuk menganalisa beban gempa pada struktur

beraturan dimana beban yang bekerja merupakan hasil penyederhanaan

dan modifikasi pergerakan tanah. Beban tersebut bekerja pada suatu pusat

massa lantai-lantai struktur gedung.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Beban yang bekerja

10

2. Analisa dinamis

Analisa modal

Metode ini dipakai untuk menyelesaikan analisa dinamik suatu

struktur dengan syarat bahwa respon spectrum masih elastis dan

struktur mempunyai standar mode shape.

Analisa respons spectrum

Merupakan suatu analisis dengan menentukan respons dinamik

struktur gedung yang berperilaku elastis penuh terhadap pengaruh

suatu gempa. Metode ini merupakan suatu pendekatan terhadap beban

gempa yang mungkin terjadi. Menurut SNI 1726:2012, respons

spektrum adalah suatu diagram hubungan antara percepatan respons

maksimum suatu sistem satu derajat kebebasan (SDK) akibat gempa

tertentu, sebagai fungsi dari faktor redaman dan waktu getar alami.

Analisa riwayat waktu (time history analysis)

Merupakan suatu analisis dalam menentukan riwayat waktu respons

dinamik struktur gedung yang berperilaku elastik penuh (linier)

maupun elastik-plastis (non-linier) terhadap pergerakan tanah akibat

gempa rencana.

Untuk struktur gedung sederhana dan beraturan, penentuan beban gempa

dapat dipakai Analisa statik ekuivalen. Menurut pasal 7.3.2 SNI 1726:2012,

struktur bangunan gedung dapat diklasifikasikan berdasarkan pada konfigurasi

horisontal dan vertikal dari struktur bangunan gedung, yaitu sebagai berikut :

a. Ketidakberaturan horisontal

Struktur bangunan gedung yang mempunyai satu atau lebih tipe

ketidakberaturan seperti yang terdaftar dalam Tabel 2.2 harus dianggap

mempunyai ketidakberaturan struktur horisontal. Struktur-struktur yang

dirancang untuk kategori desain seismik sebagaimana yang terdaftar dalam

Tabel 2.2 harus memenuhi persyaratan dalam pasal-pasal yang dirujuk

dalam tabel itu.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Beban yang bekerja

11

Tabel 2.2 Ketidakberaturan Horisontal pada Struktur (SNI 1726:2012)

Tipe dan penjelasan ketidakberaturan

Penerapan

kategori desain

seismik

1a Ketidakberaturan torsi didefinisikan ada jika

simpangan antar lantai tingkat maksimum, torsi yang

dihitung termasuk tak terduga, di sebuah ujung

struktur melintang terhadap sumbu lebih dari 1,2 kali

simpangan antar lantai tingkat rata-rata di kedua

ujung struktur.

Persyaratan ketidakberaturan torsi dalam pasalpasal

referensi berlaku hanya untuk struktur di mana

diafragmanya kaku atau setengah kaku

D, E, dan F

B, C, D, E, dan F

C, D, E, dan F

C, D, E, dan F

D, E, dan F

B, C, D, E, dan F

1b Ketidakberaturan torsi berlebihan didefinisikan

ada jika simpangan antar lantai tingkat maksimum,

torsi yang dihitung termasuk tak terduga, di sebuah

ujung struktur melintang terhadap sumbu lebih dari

1,4 kali simpangan antar lantai tingkat rata-rata di

kedua ujung struktur. Persyaratan ketidakberaturan

torsi berlebihan dalam pasal-pasal referensi berlaku

hanya untuk struktur di mana diafragmanya kaku atau

setengah kaku.

E dan F

D

B, C, dan D

C dan D

C dan D

D

B, C, dan D

2 Ketidakberaturan sudut dalam didefinisikan ada

jika kedua proyeksi denah struktur dari sudut dalam

lebih besar dari 15 persen dimensi denah struktur

dalam arah yang ditentukan.

D, E, dan F

D, E, dan F

3 Ketidakberaturan diskontinuitas diafragma

didefinisikan ada jika terdapat diafragma dengan

diskontinuitas atau variasi kekakuan mendadak,

termasuk yang mempunyai daerah terpotong atau

terbuka lebih besar dari 50 persen daerah diafragma

bruto yang melingkupinya, atau perubahan kekakuan

diafragma efektif lebih dari 50 persen dari suatu

tingkat ke tingkat selanjutnya.

D, E, dan F

D, E, dan F

4 Ketidakberaturan pergeseran melintang terhadap

bidang didefinisikan ada jika terdapat diskontinuitas

dalam lintasan tahanan gaya lateral, seperti pergeseran

melintang terhadap bidang elemen vertikal.

B, C, D,E, dan F

D, E, dan F

B, C, D, E, dan F

D, E, dan F

B, C, D, E, dan F

5 Ketidakberaturan sistem nonparalel didefninisikan

ada jika elemen penahan gaya lateral vertikal tidak

paralel atau simetris terhadap sumbu-sumbu ortogonal

C, D, E, dan F

B, C, D, E, dan F

D, E, dan F

B, C, D, E, dan F

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Beban yang bekerja

12

utama sistem penahan gaya gempa.

b. Ketidakberaturan vertikal

Struktur bangunan gedung yang mempunyai satu atau lebih tipe

ketidakberaturan seperti yang terdaftar dalam Tabel 2.3 harus dianggap

mempunyai ketidakberaturan vertikal.Struktur-struktur yang dirancang

untuk kategori desain seismik sebagaimana yang terdaftar dalam Tabel 2.3

harus memenuhi persyaratan dalam pasal-pasal yang dirujuk dalam tabel.

Tabel 2.3 Ketidakberaturan Vertikal pada Struktur (SNI 1726:2012)

Tipe dan penjelasan ketidakberaturan

Penerapan

kategori desain

seismik

1a Ketidakberaturan Kekakuan Tingkat Lunak

didefinisikan ada jika terdapat suatu tingkat di mana

kekakuan lateralnya kurang dari 70 persen kekakuan

lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 80 persen

kekakuan rata-rata tiga tingkat di atasnya.

D, E, dan F

1b Ketidakberaturan Kekakuan Tingkat Lunak

Berlebihan didefinisikan ada jika terdapat suatu tingkat

di mana kekakuan lateralnya kurang dari 60 persen

kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 70

persen kekakuan rata-rata tiga tingkat di atasnya.

E dan F

D, E, dan F

2 Ketidakberaturan Berat (Massa) didefinisikan ada

jika massa efektif semua tingkat lebih dari 150 persen

massa efektif tingkat di dekatnya. Atap yang lebih

ringan dari lantai di bawahnya tidak perlu ditinjau.

D, E, dan F

3 Ketidakberaturan Geometri Vertikal didefinisikan

ada jika dimensi horisontal sistem penahan gaya gempa

di semua tingkat lebih dari 130 persen dimensi

horisontal sistem penahan gaya gempa tingkat di

dekatnya.

D, E, dan F

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Beban yang bekerja

13

4 Diskontinuitas Arah Bidang dalam

Ketidakberaturan Elemen Penahan Gaya Lateral

Vertikal didefinisikan ada jika pegeseran arah bidang

elemen penahan gaya lateral lebih besar dari panjang

elemen itu atau terdapat reduksi kekakuan elemen

penahan di tingkat di bawahnya.

B, C, D, E, dan F

D, E, dan F

D, E, dan F

5a Diskontinuitas dalam Ketidakberaturan Kuat

Lateral Tingkat didefinisikan ada jika kuat lateral

tingkat kurang dari 80 persen kuat lateral tingkat di

atasnya. Kuat lateral tingkat adalah kuat lateral total

semua elemen penahan seismik yang berbagi geser

tingkat untuk arah yang ditinjau.

E dan F

D, E, dan F

5b Diskontinuitas dalam Ketidakberaturan Kuat

Lateral Tingkat yang Berlebihan didefinisikan ada

jika kuat lateral tingkat kurang dari 65 persen kuat

lateral tingkat di atasnya. Kuat tingkat adalah kuat total

semua elemen penahan seismik yang berbagi geser

tingkat untuk arah yang ditinjau.

D, E, dan F

B dan C

D, E, dan F

Ketentuan-ketentuan dalam analisa beban statik ekuivalen:

1. Arah pembebanan

Dalam perencanaan struktur gedung, arah utama pengaruh gempa

rencana harus ditentukan sedemikian rupa, sehingga memberikan

pengaruh terbesar terhadap unsur-unsur subsistem dan sistem secara

keseluruhan.

Pengaruh pembebanan gempa dalam arah utama yang ditentukan

menurut ketentuan diatas harus dianggap efektif 100% dan harus

dianggap terjadi bersamaan dengan pengaruh pembebanan gempa

dalam arah tegak lurus pada arah utama pembebanan tadi, tetapi

efektifitas 30%.

2. Beban gempa nominal statik ekuivalen

Geser dasar seismik, V , dalam arah yang ditetapkan harus ditentukan

sesuai dengan persamaan berikut :

V = Cs . W (2.1)

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Beban yang bekerja

14

Cs =

(2.2)

Dimana:

Cs = Koefisien respons seismik

W = Berat seisimk efektif

SDS = Parameter percepatan spektrum respons desain dalam

rentang perioda pendek

R = Faktor modifikasi respons

Ie = Faktor keutamaan gempa

Besarnya nilai faktor I, R, dan SDS dapat dilihat pada Tata Cara

Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung SNI

1726:2013.

Nilai Cs yang dihitung sesuai dengan persamaan 2.3 tidak perlu

melebihi berikut ini :

Cs =

(2.3)

Cs harus tidak kurang dari :

Cs = 0,044 SDS . Ie > 0,01 (2.4)

Dimana:

SD1 = Parameter percepatan spektrum respons desain pada perioda

sebesar 1,0 detik

T = Periode fundamental struktur

S1 = Parameter percepatan spektrum respons maksimum yang

dipetakan

Gaya gempa lateral (Fx) yang timbul di semua tingkat harus ditentukan

dari persamaan berikut :

Fx = Cvx . V (2.5)

Cvx =

(2.6)

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Beban yang bekerja

15

Dimana:

Cvx = Faktor distribusi vertikal

V = Gaya lateral desain total

wi dan wx = Bagian berat seisimik efektif total struktur (W) yang

dikenakan pada tingkat i atau x

hi dan hx = Tinggi dari dasar sampai tingkat i atau x

k = Eksponen yang terkait dengan perioda struktur

sebagai berikut : untuk struktur yang mempunyai

perioda sebesar 0,5 detik atau kurang, 1 k untuk

struktur yang mempunyai perioda sebesar 2,5 detik

atau lebih, 2 k untuk struktur yang mempunyai

perioda antara 0,5 dan 2,5 detik, k harus sebesar 2

atau harus ditentukan dengan interpolasi linier antara

1 dan 2

3. Waktu getar alami fundamental

Periode fundamental pendekatan (Ta) dalam detik, harus ditentukan dari

persamaan berikut :

Ta = Ct . hnx (2.7)

Dimana :

hn = ketinggian struktur (m)

Ct dan x ditentukan dari Tabel 14 SNI 1726:2012 seperti terlihat pada

Tabel 2.4

Tabel 2.4 Nilai Parameter Periode Pendekatan Ct dan x (SNI 1726:2012)

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Beban yang bekerja

16

Periode fundamental maksimal (Tmax) dalam detik, dapat ditentukan dari

persamaan berikut :

Tmax = Cu . Ta (2.8)

Tabel 2.5 Koefisien untuk Batas Atas pada Periode yang dihitung (SNI 1726:2012)

Jika salah satu syarat dalam analisa beban statik ekuivalen tidak dapat

dipenuhi maka dalam analisa beban gempa harus menggunakan analisa dinamis

dan salah satunya dengan menggunakan analisa respons spektrum.

Analisa Respon Spektrum

Dalam hal analisis beban gempa, spektrum respon disusun berdasarkan

respon terhadap percepatan tanah (ground acceleration) beberapa rekaman

gempa. Spektrum desain merupakan representasi gerakan tanah (ground motion)

akibat getaran gempa yang pernah terjadi untuk suatu lokasi. Beberapa faktor

pertimbangan untuk pemilihan desain spektrum adalah besar skala gempa, jarak

lokasi ke pusat gempa, mekanisme sesar, jalur rambatan gelombang gempa, dan

kondisi tanah lokal (Chopra, 1995).

Grafik respon spektrum merupakan hasil plot nilai tanggapan/respon

maksimum terhadap fungsi beban tertentu untuk semua sistem derajat kebebasan

tunggal yang memungkinkan. Absis dari grafik tersebut berupa

frekuensi(periode/waktu) dan ordinat berupa nilai respon maksimum (Paz, 1990).

Metode respon spektrum biasa digunakan untuk mengetahui respon

dinamik dari sebuah struktur terhadap gempa sesuai dengan peraturan gempa di

setiap negara yang berbeda-beda. Dalam hal ini, peraturan yang digunakan adalah

SNI 1726:2012 tentang tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Beban yang bekerja

17

bangunan gedung dan non gedung, peta zonasi gempa di Indonesia, dan desain

spektra Indonesia.

Dalam SNI 176:2012 terdapat tahapan mendesain spektrum respon dengan

menghitung persamaan-persamaan sesuai dengan periode. Dari parameter

percepatan batuan dasar peiode pendek (Ss) dan parameter percepatan batuan

dasar periode 1 detik (S1), didapat parameter spektrum respon dengan

menggunakan persamaan berikut:

SMS = Fa Ss (2.9)

SM1 = Fv S1 (2.10)

Faktor amplikasi getaran (Fa dan Fv) didapat dari hubungan percepatan batuan

dasar (Ss dan S1) dengan kelas situs. Faktor amplikasi getaran (Fa dan Fv) dihitung

sesuai SNI 1726:2012.

Setelah menghitung parameter spektrum respon, dapat dilakukan

perhitungan parameter percepatan spektral desain dengan persamaan:

SDS = 2/3 SMS (2.11)

SD1 = 2/3 SM1 (2.12)

Dengan menghitung parameter percepatan spektral desain, grafik respon spektrum

dapat dibuat. Grafik respon spektrum adalah hubungan antara periode dan

percepatan respon spektra yang ditunjukkan pada Gambar 2.1

Gambar 2.1 Spektrum Respon Desain (SNI 1726:2012)

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Beban yang bekerja

18

dimana:

T0 =

(2.13)

Ts =

(2.14)

Untuk T < T0

Sa = SDS(

) (2.15)

Untuk T0< T < Ts

Sa = SDS (2.16)

Untuk T > Ts

Sa =

(2.17)

Hal yang perlu diperhatikan untuk metode analisis respon spektrum adalah

skala input pada SAP2000. Analisis respon spektrum dilakukan dengan input dari

grafik spektrum respon gempa rencana yang nilai ordinatnya dikalikan faktor

koreksi

f = Ie/R (2.18)

dimana

f : faktor skala

Ie :faktor keutamaan gempa

R : koefisien modifikasi respon

Nilai skala faktor dinyatakan dalam percepatan gravitasi bumi (g) yaitu 9,81

m/detik2.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Beban yang bekerja

19

2.1.3 Kombinasi pembebanan

Kombinasi pembebanan yang dipakai sesuai dengan Tata Cara

Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung SNI 2847:2013 yaitu:

2.1.3.1 Kekuatan perlu

Kekuatan perlu U harus paling tidak sama dengan pengaruh beban

terfaktor sebagai berikut :

U = 1,4 D

U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (Lr atau R)

U = 1,2 D + 1,6 (Lr atau R) + (1,0 L atau 0,5 W)

U = 1,2 D + 1,0 W + 1,0 L + 0,5 (Lr atau R)

U = 1,2 D + 1,0 E + 1,0 L

U = 0,9 D + 1,0 W

U = 0,9 D + 1,0 E

2.1.3.2 Kuat rencana

Kuat rencana suatu komponen struktur, sambungannya dengan komponen

struktur lain, dan penampangnya, sehubungan dengan perilaku lentur,

beban normal, geser, dan torsi, harus diambil sebagai hasil kali kuat

nominal, yang dihitung berdasarkan ketentuan dan asumsi dari SNI 03-

2847-2013, dikalikan dengan faktor reduksi kekuatan (ϕ).

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Beban yang bekerja

20

2.2 Perencanaan Pelat Datar

Pelat datar adalah struktur pelat beton bertulang yang langsung ditumpu

oleh kolom tanpa adanya balok sebagai penumpu (Nawy, 1985). Pelat datar

memiliki ciri khusus yaitu tidak adanya balok-balok sepanjang garis kolom dalam,

namun untuk sepanjang garis kolom tepi balok diperbolehkan ada.

Beban gravitasi pada pelat meliputi beban pelat dan balok (bila ada) itu

sendiri yang membentang di antara tumpuan dan kolom atau dinding pendukung

yang membentuk rangka orthogonal, dapat direncanakan dengan metode

perencanaan langsung sesuai dengan SNI 2847:2013 pasal 13.6 atau dengan

metode rangka ekuivalen menurut SNI 2847:2013 pasal 13.7

Metode perencanaan langsung (Direct design method) adalah suatu cara

pendekatan dalam penentuan koefisien momen. Dalam metode ini, analisis

pendistribusian momen lentur total didasarkan atas koefisien momen pada jalur

perencanaan pelat yang telah ditentukan. Momen lentur total kemudian

didistribusikan menjadi momen-momen positif dan negatif menurut koefisien

momen dan pembagian selanjutnya dari momen-momen ini menjadi momen-

momen pada kedua jalur perencanaan yang ditetapkan dalam suatu spesifikasi.

Metode rangka ekuivalen (Equivalen frame method) adalah suatu cara

dimana konstruksi dianggap terdiri dari portal-portal ekuivalen pada jalur

rencana memanjang maupun melintang dan masing-masing portal terdiri dari

deretan kolom-kolom ekuivalen dan jalur-jalur pelat dan balok (bila ada).

Seluruh lebar pelat, yaitu setengah lebar panel pada masing-masing sisi kolom,

dipertimbangkan pada waktu menentukan beban dan kekakuan pelat.

Gambar 2.2 Pelat Datar

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Beban yang bekerja

21

2.2.1 Tebal Pelat Minimum

Menurut pasal 9.5.3.3 SNI 2847:2013, tebal pelat minimum dinyatakan

dengan:

1. Untuk αm lebih besar dari 0,2 tapi tidak lebih dari 2,0

Ketebalan pelat minimum harus memenuhi:

h = (

)

( – ) (2.19)

dan tidak kurang dari 125 mm.

2. Untuk αm lebih besar dari 2,0, ketebalan pelat minimum tidak boleh

kurang dari:

H = (

)

(2.20)

dan tidak kurang dari 90 mm.

3. Untuk αm yang sama atau lebih kecil dari 0,2, ketebalan pelat minimum

harus memenuhi ketentuan Tabel 2.6

Tabel 2.6 Tebal Pelat Minimum Pelat tanpa Balok Interior (SNI 2837:2013)

Tegangan

leleh

fy (Mpa)

Tanpa penebalan Dengan penebalan

Panel eksterior Panel interior Panel eksterior Panel interior

Tanpa

balok

pinggir

Dengan

balok

pinggir

Tanpa

balok

pinggir

Dengan

balok

pinggir

280 ln/33 ln/36 ln/36 ln/36 ln/40 ln/40

420 ln/30 ln/33 ln/33 ln/33 ln/36 ln/36

520 ln/28 ln/31 ln/31 ln/31 ln/34 ln/34

Dan tidak boleh kurang dari:

Pelat tanpa penebalan (drop panels) = 125 mm

Pelat dengan penebalan (drop panels) = 100 mm

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Beban yang bekerja

22

Dimana:

ln = Panjang bentang bersih dalam arah memanjang dari konstruksi

dua arah yang diukur dari muka ke muka tumpuan pada pelat

tanpa balok.

fy = Tegangan leleh baja.

β = Rasio dari bentang bersih dalam arah memanjang terhadap

arah memendek dari pelat dua arah.

αm = Nilai rata-rata dari rasio kekakuan lentur balok terhadap

kekakuan pelat (α) untuk semua balok pada tepi pelat. Untuk

pelat tanpa balok, αm = 0.

2.2.2 Pemeriksaan Tebal Pelat Berdasarkan Syarat Gaya Geser

Dalam perencanaan pelat tanpa balok, pemeriksaan tebal pelat berdasarkan

syarat geser perlu dilakukan. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin

tersedianya kekuatan geser yang cukup.

a. Kolom interior

Gambar 2.3 Letak Bidang Kritis Kolom Interior (Nawy, 1998)

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Beban yang bekerja

23

1. Beban ultimit

Wu = 1,2 WD + 1,6 WL (2.21)

2. Keliling bidang kritis

b0 = 2(c1 + d + c2 + d) (2.22)

3. Luas permukaan bidang geser

Ac = b0 × d (2.23)

4. Nilai terkecil Vc

(

)

(2.24)

(

)

(2.25)

√ (2.26)

Dimana:

βc = Nilai banding sisi panjang dan pendek kolom.

d = Tinggi efektif pelat.

αs = Faktor letak kolom yang mempengaruhi jumlah bidang kritis.

Nilai terkecil dari Vc digunakan dalam perhitungan awal.

b. Kolom eksterior

Gambar 2.4 Letak Bidang Kritis Kolom Eksterior (Nawy, 1998)

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Beban yang bekerja

24

1. Beban ultimit

Wu = 1,2 WD + 1,6 WL

2. Keliling bidang kritis

b0 = 2(c1 + ½d + c2 + d)

3. Luas permukaan bidang geser

Ac = b0 × d

4. Nilai terkecil Vc

(

)

(

)

Dimana:

βc = Nilai banding sisi panjang dan pendek kolom.

d = Tinggi efektif pelat.

αs = Faktor letak kolom yang mempengaruhi jumlah bidang kritis.

Nilai terkecil dari Vc digunakan dalam perhitungan awal.

Jika nilai terkecil, Vc > Vn maka tidak diperlukan tulangan geser.

Dimana:

b0 = Keliling bidang kritis.

Vu = Gaya geser keliling sisi kolom.

αs = 40 untuk kolom interior.

αs = 30 untuk kolom eksterior.

αs = 30 untuk kolom eksterior sudut.

Dalam perencanaan pelat datar ini direncanakan dengan metode

perencanaan langsung (Direct design method).

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Beban yang bekerja

25

2.2.3 Metode Perencanaan Langsung

Metode perencanaan langsung merupakan salah satu cara yang dapat

digunakan untuk menganalisis pelat dua arah (dalam hal ini adalah pelat datar),

selain dengan metode portal ekuivalen. Sesuai dengan SNI 2847:2013, maka

sistem pelat yang dapat dianalisis dengan cara perencanaan langsung harus

memenuhi ketentuan sebagai berikut:

1. Harus terdapat minimum tiga bentang menerus dalam masing-masing

arah.

2. Panel pelat harus berbentuk persegi dengan rasio perbandingan antara

bentang panjang terhadap bentang pendek diukur antara pusat ke pusat

tumpuan tidak lebih dari 2.

3. Panjang bentang yang bersebelahan, diukur antara pusat ke pusat

tumpuan, dalam masing-masing arah tidak boleh berbeda dari sepertiga

bentang terpanjang.

4. Pergeseran (offset) kolom maksimum sebesar 10 % dari bentangnya

(dalam arah pergeseran) dari garis-garis yang menghubungkan pusat-

pusat kolom yang berdekatan.

5. Beban yang diperhitungkan hanyalah beban gravitasi dan terbagi

merata pada seluruh panel pelat. Beban hidup tak terfaktor tidak boleh

melebihi 2 kali beban mati tak terfaktor.

6. Untuk suatu panel pelat dengan balok di antara tumpuan pada semua

sisinya kekakuan relatif balok dalam dua arah yang tegak lurus.

0,2 <

< 5,0 (2.27)

Dimana:

(2.28)

α1 = α dalam arah l1.

α2 = α dalam arah l2.

Ib = Momen inersia balok.

Is = Momen inersia pelat.

Ecb = Modulus elastisitas balok.

Ecs = Modulus elastisitas pelat.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Beban yang bekerja

26

Gambar 2.5 Pembagian Jalur Kolom Dan Jalur Tengah (Theodosos, 2001)

Langkah-langkah perhitungan yang harus dilakukan dalam perencanaan

langsung dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Tentukan tebal pelat minimum yang diijinkan.

2. Hitung beban ultimit desain dengan rumus qu = 1,2 qD + 1,6 qL

3. Hitung momen lentur statik total berfaktor untuk lebar total panel, dalam

masing-masing arah dengan persamaan:

(2.29)

4. Jabarkan momen statik total tersebut ke dalam momen positif pada bagian

tengah bentang dan momen negatif pada titik tumpuan dari lajur pelat yang

ditinjau. Perlu diperhatikan bahwa tumpuan harus direncanakan untuk

menahan salah satu dari dua momen desain negatif yang terbesar, yang

dihasilkan oleh bentang-bentang di sebelah kiri atau kanan tumpuan.

Pada bentang dalam, momen total terfaktor didistribusikan sebagai

berikut:

Momen terfaktor negatif = 0,65

Momen terfaktor positif = 0,35

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Beban yang bekerja

27

Pada bentang ujung, momen total terfaktor didistribusikan sesuai

dengan tabel berikut:

Tabel 2.7 Distribusi Momen Total Terfaktor (SNI 2847:2013)

(1) (2) (3) (4) (5)

Tepi

eksterior

tak-

terkekang

Slab dengan

balok

diantara

semua

tumpuan

Slab tanpa balok

diantara tumpuan

interior Tepi

eksterior

terkekang

penuh Tanpa

balok

tepi

Dengan

balok

tepi

Momen terfaktor

negatif interior 0,75 0,70 0,70 0,70 0,65

Momen terfaktor

positif 0,63 0,57 0,52 0,50 0,35

Momen terfaktor

negatif eksterior 0 0,16 0,26 0,30 0,65

5. Distribusikan momen-momen positif dan negatif menurut lajur kolom dan

lajur tengah sebagai berikut:

a. Lajur kolom

Lajur kolom adalah suatu lajur rencanan dengan lebar pada masing-

masing sisi sumbu kolom sebesar nilai terkecil dari 0,25 l2 atau 0,25 l2.

Momen terfaktor pada lajur kolom:

Lajur kolom harus dirancang mampu memikul beban terfaktor

negatif dalam, dalam persen Mo sebagai berikut:

Tabel 2.8 Momen Terfaktor Negatif Dalam pada Lajur Kolom (SNI 2847:2013)

l2/l1 0,5 1,0 2,0

(αm l2/l1) = 0 75 75 75

(αm l2/l1) ≥ 1,0 90 75 45

Lajur kolom harus dirancang mampu memikul momen terfaktor

negatif luar, dalam persen Mo, sebagai berikut:

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Beban yang bekerja

28

Tabel 2.9 Momen Terfaktor Negatif Luar pada Lajur Kolom (SNI 2847:2013)

l2/l1 0,5 1,0 2,0

(αm l2/l1) = 0

β1 = 0 100 100 100

βt ≥ 2,5 75 75 75

(αm l2/l1) ≥ 1,0

βt = 0 100 100 100

βt ≥ 2,5 90 75 45

Interpolasi linier harus dilakukan untuk nilai-nilai antara.berikut:

Dimana:

(2.30)

βt = Perbandingan antara kekakuan lentur pelat selebar

bentangan

balok tepi yang diukur dari sumbu ke sumbu tumpuan.

Ecb = Modulus elastisitas balok beton (Mpa).

Ecp = Modulus elastisitas pelat beton (Mpa).

Ip = Momen inersia terhadap pusat sumbu penampang bruto

pelat (mm4).

C = Konstanta penampang untuk menentukan kekakuan

puntir.

αm = Nilai rata-rata dari rasio kekakuan lentur balok terhadap

kekakuan pelat (α) untuk semua balok pada tepi pelat.

Untuk pelat tanpa balok, αm = 0.

∑ (

)

(2.31)

x = Ukuran sisi yang lebih kecil

y = Ukuran sisi yang lebih besar

Untuk tumpuan yang terdiri dari kolom atau dinding yang

memanjang sejarak sama atau lebih dari tigaperempat panjang

bentang l2 yang digunakan untuk menghitung M0, maka momen

negatif harus dianggap terbagi rata selebar l2.

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Beban yang bekerja

29

Tabel 2.10 Momen Terfaktor Positif pada Lajur Kolom (SNI 2847:2013)

l2/l1 0,5 1,0 2,0

(αm l2/l1) = 0 60 60 60

(αm l2/l1) ≥ 1,0 90 75 45

b. Lajur tengah

Lajur tengah adalah suatu lajur rencana yang dibatasi oleh dua lajur

kolom. Momen terfaktor pada lajur tengah:

Bagian dari momen terfaktor negatif dan positif yang tidak dipikul

lajur kolom harus dibagikan secara proporsional pada setengah

lajur tengah yang berada di sebelahnya.

Setiap lajur tengah harus direncanakan mampu memikul jumlah

momen yang diberikan pada kedua setengah lajur yang

bersebelahan.

Lajur tengah yang berdekatan dan sejajar dengan suatu tepi yang

ditumpu oleh dinding harus direncanakan mampu memikul dua

kali momen yang dibagikan pada setengah lajur tengah yang

berdekatan dengan tumpuan dalam pertama.

6. Buat perhitungan dan detail penulangannya, berdasarkan nilai momen

yang diperoleh tadi.

2.2.4 Pelimpahan Momen dan Gaya Geser pada Pertemuan Pelat dan

Kolom

Gaya geser yang merupakan faktor kritis, yang terjadi pada pelat datar

adalah geser pons, dengan kemungkinan terjadi retak diagonal mengikuti

permukaan dari sebuah kerucut yang terpancung atau piramid yang mengelilingi

kolom, kepala kolom, atau panel yang direndahkan.

Analisa geser pons menganggap gaya geser Vu ditahan oleh tegangan-

tegangan geser yang terdistribusi secara seragam di sekeliling penampang kritis

bo. menurut SNI 2847:2013, penampang kritis bo terletak pada jarak tidak kurang

dari d/2 dari perimeter beban terpusat atau daerah reaksi.

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Beban yang bekerja

30

Menurut SNI 2847:2013 Pasal 11.11.7.1, dalam perencanaan pelat tanpa

balok penumpu diperlukan peninjauan terhadap momen tak berimbang pada muka

kolom penumpu, sehingga apabila beban gravitasi, angin, gempa atau beban

lateral lainnya menyebabkan terjadinya perpindahan momen antara pelat dan

kolom, maka dari sebagian momen yang tak berimbang harus dilimpahkan

sebagai lentur pada keliling kolom dan sebagian menjadi tegangan geser eksentris.

Fraksi γu dari momen yang ditransfer oleh eksentrisitas tegangan geser

akan mengecil apabila lebar permukaan bidang kritis yang menahan momen

menjadi besar.

Dimana:

b2 = lebar permukaan bidang penampang kritis kolom interior

= (b2 = c2 + d) untuk kolom interior

= (b2 = c2 + 1/2d) untuk kolom eksterior

b1 = lebar permukaan yang tegak lurus terhadap b2

= (b1 = c1 + d) untuk kolom interior

= (b1 = c1 + 1/2d) untuk kolom eksterior

Bagian lain γt dari momen tak seimbang yang ditransfer oleh lentur diberikan oleh

dan bekerja pada sebuah lebar slab efektif antara garis-garis yang (1,5 h) di kedua

sisi tumpuan kolom.

γt = 1 - γu.

Distribusi tegangan geser di sekitar kolom eksterior dan interior dapat

dilihat dalam Gambar 2.5

Gambar 2.6 Distribusi Tegangan Geser (SNI 2847:2013)

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Beban yang bekerja

31

Dengan memperhatikan gambar di atas tampak bahwa momen yang

dilimpahkan oleh geser bekerja bersama dengan gaya geser Vu di titik pusat

permukaan geser keliling yang berada sejarak ½d dari sisi kolom, sehingga

didapat nilai-nilai VCD dan VAB sebagai berikut:

(2.32)

dan

(2.33)

Dimana : Jc merupakan penampang kritis

Untuk kolom interior

Ac = 2(a + b)d

(2.34)

Dimana : a = c1 + d

b = c2 + d

Untuk kolom eksterior

Ac = 2(a + b)d

(

)

(2.35)

Dimana : a = c1 +½d

b = c2 +d

Tegangan geser maksimum akibat gaya geser dan momen terfaktor tidak boleh

melebihi ketentuan dari SNI 2847:2013 Pasal 11.11.7.2 yaitu:

a. Untuk komponen struktur tanpa tulangan geser

(2.36)

b. Untuk komponen struktur yang menggunakan tulangan geser

(2.37)

Dan tegangan maksimum akibat gaya geser dan momen terfaktor tidak boleh

melebihi dari: √ .

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Beban yang bekerja

32

2.2.5 Penulangan Lentur Pelat

Sesuai dengan SNI 2847:2013 Pasal 13.3 memuat tentang persyaratan

penulangan pada pelat yaitu:

1. Luas tulangan pelat pada masing-masing arah dari sistem pelat dua

arah ditentukan dari momen-momen pada penampang kritis tapi tidak

boleh kurang dari apa yang disyaratkan pada SNI 2847:2013 Pasal

7.12.2.1

2. Spasi tulangan pada penampang kritis tidak boleh lebih dari dua kali

tebal pelat kecuali untuk bagian luas pelat konstruksi sel atau berusuk.

Pada bagian pelat yang melintasi ruang sel, tulangan disediakan sesuai

dengan SNI 2847:2013 Pasal 7.12

3. Tulangan momen positif yang tegak lurus terhadap tepi tak menerus

harus menerus ke tepi pelat dan ditanam, dapat dengan kaitan,

minimum sepanjang 150 mm ke dalam balok tepi, kolom atau dinding.

4. Tulangan momen negatif yang tegak lurus tepi tak menerus harus

dibengkokkan, dikait atau diangkur pada balok tepi, kolom atau

dinding dan harus disalurkan pada muka tumpuan menurut ketentuan

pada pasal 14.

5. Bila pelat tidak memiliki balok tepi atau dinding pada tepi tak

menerus, atau pada pelat yang membentuk kantilever pada tumpuan

maka pengangkuran tulangan harus dilakukan di dalam pelat itu

sendiri.

6. Pada sudut eksterior pelat yang ditumpu oleh dinding tepi atau bila

satu atau lebih balok tepi mempunyai nilai αf > 1,0 tulangan pelat atas

dan bawah harus disediakan pada sudut eksterior, sebagai berikut :

1) Tulangan sudut pada kedua sisi atas dan bawah pelat harus

cukup untuk menahan momen per satuan lebar sama dengan

momen positif maksimum per satuan lebar pada panel slab.

2) Momen tersebut harus diasumsikan berporos terhadap sumbu

tegak lurus terhadap diagonal dari sudut pada sisi atas pelat dan

berporos terhadap sumbu yang paralel terhadap diagonal dari

sudut pada sisi bawah pelat.

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Beban yang bekerja

33

3) Tulangan pojok harus disediakan untuk suatu jarak dalam

masing-masing arah dari sudut sama dengan seperlima bentang

yang lebih panjang.

4) Tulangan sudut harus ditempatkan paralel terhadap diagonal

pada sisi atas slab dan tegak lurus terhadap diagonal pada sisi

bawah pelat. Sebagai alternatif, tulangan harus ditempatkan

dalam dua lapis paralel terhadap sisi-sisi pelat pada kedua sisi

atas dan bawah pelat.

7. Bila panel drop (drop panel) setempat untuk mengurangi jumlah

tulangan momen negatif pada bagian pelat datar (flat slab) di daerah

kolom maka dimensi panel drop setempat harus sesuai dengan hal

berikut ini:

1) Menjorok di bawah pelat paling sedikit seperempat tebal pelat

di sebelahnya.

2) Menerus dalam setiap arah dari garis pusat tumpuan dengan

jarak tidak kurang dari seperenam panjang bentang yang diukur

dari pusat ke pusat tumpuan dalam arah tersebut.

8. Detail tulangan pelat tanpa balok:

1) Sebagai tambahan terhadap persyaratan 13.3 pada SNI

2847:2013, tulangan pada pelat tanpa balok harus diteruskan

dengan panjang minimum seperti yang ditunjukkan Gambar 2.7

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Beban yang bekerja

34

Gambar 2.7 Perpanjangan Minimum untuk Tulangan pada Pelat tanpa Balok

(SNI 2847:2013)

2) Bila panjang bentang yang bersebelahan tidak sama maka

perpanjangan tulangan momen negatif di luar bidang muka

tumpuan seperti yang disyaratkan pada Gambar 28 SNI 03-

2847-2002 harus didasarkan pada bentang yang lebih panjang.

3) Tulangan miring hanya diperkenankan bila perbandingan tinggi

terhadap bentang memungkinkan untuk digunakannya tulangan

dengan kemiringan ≤ 45°.

4) Pada sistem rangka dimana pelat dua arah berfungsi sebagai

komponen utama pemikul beban lateral, untuk pelat pada

rangka yang dapat bergoyang, panjang tulangan ditentukan dari

analisis tapi tidak boleh lebih kurang daripada yang ditentukan

pada Gambar 2.7

5) Semua tulangan atau kawat di sisi bawah dari lajur kolom

dalam setiap arah harus menerus atau disambung dengan

sambungan lewatan tarik kelas B atau dengan sambungan

mekanis atau las yang memenuhi pasal 12.14.3 SNI 2847:2013.

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Beban yang bekerja

35

6) Pada pelat dengan kepala geser (shearheads) dan pada

konstruksi pelat yang diangkat (lift-slab), bilamana tidak

praktis untuk meneruskan tulangan bawah sebagaimana

ditentukan oleh poin 5 diatas melalui kolom, maka paling

sedikit dua batang tulangan atau kawat bawah terlekat dalam

masing-masing arah harus secara praktis melewati kepala geser

(shearhead) atau gelang (collar) angkat sedekat mungkin ke

kolom dan menerus atau disambung dengan sambungan

lewatan tarik kelas B atau dengan sambungan mekanis atau las

yang memenuhi pasal 12.14.3 SNI 2847:2013. Pada kolom

eksterior, tulangan harus diangkur pada kepala geser atau

gelang angkat.

2.3 Perencanaan Dinding Geser

Dinding geser adalah suatu subsistem struktur gedung yang fungsi

utamanya adalah untuk memikul beban geser akibat pengaruh gempa gempa

rencana. Dalam hal ini dinding geser dimodelkan sebagai kantilever yang

terbebani oleh beban lateral dan beban aksial akibat beban gravitasi. Pemilihan

lokasi tempat dinding geser yang direncanakan sangat memberikan pengaruh

terhadap keefektifannya dalam memikul gaya horizontal akibat gempa.

Dalam pemilihan lokasi dinding geser sebagai pemikul gaya horizontal,

ada tiga tambahan aspek yang perlu diperhitungkan yaitu:

1. Untuk tahanan torsi, dinding geser sebanyak-banyaknya ditempatkan

sekeliling bangunan.

2. Semakin besar beban gravitasi yang bekerja pada dinding geser,

semakin sedikit tulangan lentur yang diperlukan, dan gaya semakin

besar disalurkan ke pondasi untuk menahan momen guling.

3. Jika gaya horisontal terpusat pada satu atau dua dinding geser, maka

gaya tersalur ke pondasi semakin besar sehingga ukuran pondasi

semakin besar pula.

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Beban yang bekerja

36

Adapun Ketentuan untuk Penulangan Dinding Geser :

1. Rasio minimum untuk luas tulangan vertikal terhadap luas bruto beton

haruslah :

0,0012 untuk batang ulir ≤ D16 dengan tegangan leleh yang

disyaratkan

> 420 Mpa.

0,0015 untuk batang ulir lainnya.

0,0012 untuk tulangan kawat las < ϕ16 atau D16.

2. Rasio minimum untuk luas tulangan horisontal terhadap luas bruto

beton haruslah :

0,0020 untuk batang ulir ≤ D16 dengan tegangan leleh yang

disyaratkan

> 420 Mpa.

0,0025 untuk batang ulir lainnya.

0,0020 untuk jaring kawat baja las (polos atau ulir) < ϕ16 atau

D16.

3. Kuat geser Vc dihitung berdasarkan persamaan 2.38 atau 2.39

berdasarkan SNI 2847:2013, yaitu :

(2.38)

atau

* √ ( √

)

+ (2.39)

Dimana:

h = Tebal dinding geser

lw = Panjang keseluruhan dinding

d = 0,8 lw

f’c = Mutu beton

4. Pada dinding dengan ketebalan lebih besar daripada 250 mm, kecuali

dinding ruang bawah tanah, harus dipasang dua lapis tulangan di

masing-masing arah yang sejajar dengan bidang muka dinding dengan

pengaturan sebagai berikut:

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Beban yang bekerja

37

Satu lapis tulangan yang terdiri dari tidak kurang daripada

setengah dan tidak lebih daripada dua pertiga jumlah total

tulangan yang dibutuhkan pada masing-masing arah, harus

ditempatkan pada bidang yang berjarak tidak kurang daripada 50

mm dan tidak lebih dari sepertiga ketebalan dinding dari

permukaan luar dinding.

Lapisan lainnya, yang terdiri dari sisa tulangan dalam arah

tersebut diatas, harus ditempatkan pada bidang yang berjarak tidak

kurang dari 20 mm dan tidak lebih dari sepertiga tebal dinding

dari permukaan dalam dinding.

5. Jarak antara tulangan-tulangan vertikal dan antara tulangan-tulangan

horizontal tidak boleh lebih besar daripada tiga kali ketebalan dinding

dan tidak pula lebih besar daripada 450 mm.

6. Tulangan vertikal tidak perlu diberi tulangan pengikat transversal bila

luas tulangan vertikal tidak lebih besar daripada 0,01 kali luas bruto

penampang beton, atau bila tulangan vertikal tidak dibutuhkan

sebagai tulangan tekan.

7. Pada bukaan berupa jendela, pintu dan yang lainnya, dipasang

minimal dua batang tulangan D16 pada dinding yang mempunyai dua

lapis tulangan dan satu tulangan D16 untuk dinding dengan satu lapis

tulangan pada kedua arah.

2.4 Perencanaan Portal

Menurut SNI 2847:2013 terdapat 3 macam Sistem Rangka Pemikul

Momen, yaitu:

1. Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa (SRPMB).

2. Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM).

3. Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK).

Dalam perencanaan tugas akhir ini, digunakan Sistem Rangka Pemikul

Momen Menengah. Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah merupakan sistem

rangka ruang yang mana komponen-komponen struktur dan joint-jointnya

menahan gaya yang bekerja melalui aksi lentur, geser dan aksial, sistem ini pada

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Beban yang bekerja

38

dasarnya memiliki daktilitas sedang dan dapat digunakan di kategori desain

seisimik A hingga D.

2.4.1 Perencanaan Kolom

2.4.1.1 Kekakuan Kolom

Untuk struktur kolom dengan pengaku maka kekakuan kolom dapat

dianggap sebagai berikut:

( c . g

)

(2.40)

Dimana:

Ec = modulus elastisitas beton.

Ig = momen inersia penampang beton utuh dengan anggapan tak bertulang

dan untuk kolom penampang persegi maka nilai Ig = 1/12 b.h3.

βd = faktor yang menunjukkan hubungan antara beban mati dan beban

keseluruhan. ( d

d 1,6 )

Untuk balok beton bertulang tunggal, pendekatan kekakuan yang aman adalah:

( c . g

)

(2.41)

Dengan mengetahui nilai k dan b, selanjutnya dapat dicari nilai ψ. Dimana ψ

adalah kekakun relatif, yakni rasio dari penjumlahan kekakuan kolom dibagi

panjang kolom terhadap penjumlahan kekakuan balok dibagi dengan panjang

balok, yang dirumuskan sebagai berikut:

ψ ∑(

)

∑(

) (2.42)

Dimana:

Lk = panjang bersih kolom.

Lb = Panjang bersih balok.

Dengan menggunakan Gambar S10.10.1.1 SNI 2847:2013, faktor panjang

efektif kolom (k) dapat ditentukan berdasarkan nilai ψ pada kedua ujung kolom.

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Beban yang bekerja

39

2.4.1.2 Pembesaran Momen-Rangka Tak Bergoyang

Sesuai dengan ketentuan pada SNI 2847:2013, pengaruh kelangsingan

pada komponen struktur tekan boleh diabaikan pada rangka portal tak bergoyang

apabila dipenuhi kondisi:

k

r (

) (2.43)

Dimana:

k = faktor panjang efektif komponen tekan

Lu = panjang komponen struktur tekan yang diukur dari sumbu ke sumbu

M1 = momen ujung terfaktor yang lebih kecil pada komponen struktur tekan

M2 = momen ujung terfaktor yang lebih besar pada komponen struktur tekan.

r = radius girasi suatu penampang komponen struktur tekan, dianggap

sebesar 0,3h untuk penampang persegi.

Apabila k

r (

) maka kolom harus direncanakan dengan

memperhitungkan pembesaran momen sesuai dengan SNI 03-2847-2002 pasal

12.11. komponen struktur tekan harus direncanakan dengan menggunakan beban

aksial terfaktor (Pu) dan momen terfaktor yang diperbesar (Mc) yang

didefinisikan sebagai berikut:

( m

(

)) (2.44)

k. (2.45)

Bila tidak menggunakan perhitungan yang lebih akurat, EI boleh diambil sebesar:

(( ) )

(2.46)

Atau yang lebih konservatif:

(2.47)

Dimana:

Eo = modulus elastisitas beton (MPa)

Es = modulus elastisitas tulangan (MPa)

Ig = momen inersia tulangan terhadap sumbu pusat penampang.

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Beban yang bekerja

40

βd = faktor yang menunjukkan hubungan antara beban mati dan beban

keseluruhan.

Untuk komponen struktur tanpa beban transversal di antara tumpuannya harus

diambil sebesar:

(2.48)

Dimana nilai

bernilai positif bila kolom melentur dengan kelengkungan

tunggal. Untuk komponen struktur dengan beban transversal di antara

tumpuannya, Cm harus diambil sama dengan 0,1.

Momen terfaktor M2 tidak boleh diambil lebih kecil dari :

M2,min = Pu . (15,24 + 0,03 h).

Untuk masing-masing sumbu yang dihitung secara terpisah, dimana satuan h

adalah millimeter. Untuk komponen struktur dengan M2min > M2 maka nilai Cm

harus ditentukan sebagai berikut:

Sama dengan 1,0 atau

Berdasarkan pada rasio antara M1 dan M2 yang dihitung

2.4.1.3 Perhitungan Tulangan Longitudinal Kolom

Untuk menentukan tulangan pada kolom dimana ukuran penampang serta

beban aksial dan momen yang bekerja telah diketahui, dapat menggunakan grafik

CUR IV.

Pada sumbu vertikal dinyatakan nilai (

), nilai ini adalah suatu

besaran yang tak berdimensi, dan ditentukan baik oleh faktor beban yang

dikalikan dengan beban aksial maupun mutu beton serta ukuran penampang.

Pada sumbu horisontal dinyatakan nilai (

) (

e

), yang

merupakan suatu besaran yang tak berdimensi. Dimana :

(2.49)

Dalam et, telah dipertimbangkan eksentrisitas. Besaran pada kedua sumbu

dihitung dan ditentukan, kemudian suatu nilai r dapat dibaca. Penulangan yang

diperlukan adalah (ρ =β r), dengan β bergantung pada mutu beton sesuai dengan

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Beban yang bekerja

41

yang ditunjukkan pada grafik. Sehingga luas tulangan (As) dapat dihitung

menggunakan persamaan ( s = ρ . b. d).

2.4.1.4 Ketentuan Tulangan Transversal Kolom

Pada kedua ujung kolom, sengkang harus disediakan dengan spasi so,

sepanjang panjang lo diukur dari muka joint. Spasi so tidak boleh melebihi:

a) 8 x diameter batang tulangan longitudinal terkecil

b) 24 x diameter tulangan geser

c) ½ dimensi penampang kolom terkecil

d) 300 mm

Panjang lo tidak boleh kurang dari :

a) 1/6 bentang bersih kolom

b) Dimensi penampang maksimum kolom

c) 450 mm

Sengkang tertutup pertama harus ditempatkan tidak melebihi so /2 dari

muka joint.

2.4.2 Perencanaan Balok

2.4.2.1 Ketentuan Tulangan Longitudinal Balok

Pada ketentuan SRPMM untuk balok disyaratkan kekuatan momen positif

pada muka joint tidak boleh kurang dari sepertiga kekuatan momen negatif yang

disediakan pada muka joint. Baik kekuatan momen negatif atau positif oada

sebarang penampang sepanjang panjang balok dan tidak boleh kurang dari

seperlima kekuatan momen maksimum yang disediakan pada muka salah satu

joint.

2.4.2.2 Ketentuan Tulangan Transversal Balok

Pada kedua ujung balok, sengkang harus disediakan sepanjang panjang

tidak kurang dari 2h diukur dari muka komponen struktur penumpu ke arah

tengah bentang. Sengkang pertama harus ditempatkan tidak lebih dari 50 mm dari

muka komponen struktur penumpu. Spasi sengkang tidak boleh melebihi yang

terkecil dari :

a) d/4

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Beban yang bekerja

42

b) 8D longitudinal

c) 24 d sengkang

d) 300 mm

Sengkang harus dispasikan tidak lebih dari d/2 sepanjang panjang balok.

2.5 Perencanaan Pondasi

Pondasi merupakan bagian dari struktur berfungsi meneruskan beban

bangunan ke tanah atau batuan yang berada di bawahnya. Pondasi dapat

direncanakan dengan berbagai tipe pondasi, namun pemilihan tipe pondasi harus

didasarkan atas:

Besarnya beban dan berat bangunan diatasnya

Keadaan tanah di lokasi bangunan yang akan direncanakan

Biaya pondasi dibandingkan dengan bangunan atas.

Tipe pondasi yang digunakan pada perancangan kali ini adalah tipe

pondasi sumuran (caisson). Daya dukung dari pondasi sumuran berdasarkan data

sondir dibagi menjadi dua, yaitu daya dukung ujung pondasi dan daya dukung

kulit (friction).

Gambar 2.8 Daya Dukung Tanah pada Pondasi Sumuran

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Beban yang bekerja

43

Daya dukung ujung dapat dihitung dengan rumus Mayerhof sebagai

berikut :

Qp =

(

) (2.50)

dimana :

Qp = daya dukung ujung pondasi sumuran (kg)

qc = tahanan ujung (kg/cm2)

B = diameter pondasi sumuran (cm)

H = kedalaman pondasi sumuran (cm)

Daya dukung kulit (friction) dapat dihitung dengan rumus :

Qs = As . Fs (2.51)

dimana :

Qs = daya dukung kulit pondasi sumuran (kg)

As = luas selimut pondasi sumuran (kg)

Fs = 0,012 . qc

Daya dukung pondasi ultimate didapat dengan persamaan :

Qult = Qp + Qs (2.52)

Daya dukung pondasi ijin didapat dengan persamaan :

Qall =

(2.53)

dimana :

Qall = kapasitas dukung ijin (kg)

SF = safety factor (diambil 2)

Pada perencanaan pondasi sumuran, perlu dilakukan cek terhadap beban

maksimum yang dapat diterima oleh pondasi dengan rumus :

(2.54)

dimana :

Qmaks = beban maksimum yang diterima oleh pondasi (kg)

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Beban yang bekerja

44

Σ v = jumlah total beban normal (kg)

Mx = momen yang bekerja pada bidang tegak lurus sumbu x (kgm)

My = momen yang bekerja pada bidang tegak lurus sumbu y (kgm)

n = banyaknya tiang pondasi sumuran

X = absis terjauh pondasi sumuran terhadap titik beratnya

Y = ordinat terjauh pondasi sumuran terhadap titik beratnya

Σx2 = jumlah kuadrat jarak ordinat-ordinat pondasi sumuran (m

2)

Σy2 = jumlah kuadrat jarak absis-absis pondasi sumuran (m

2)

Pada perencanaan pondasi sumuran, perlu dilakukan cek terhadap

tegangan maksimum yang diterima oleh pondasi dengan rumus :

(2.55)

dimana :

σ = tegangan yang diterima oleh pondasi (kg/m2)

Σ v = jumlah total beban normal/gaya aksial (kg)

Mx = momen yang bekerja pada bidang yang tegak lurus sumbu x

(kgm)

My = momen yang bekerja pada bidang yang tegak lurus sumbu y

(kgm)

A = luas bidang pile cap (m2)

lx = momen inersia terhadap sumbu x (m4)

ly = momen inersia terhadap sumbu y (m4)