bab ii tinjauan pustaka 2.1 2.1eprints.umm.ac.id/60188/4/bab ii.pdf13 bab ii tinjauan pustaka 2.1...

26
13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Menurut WHO, rumah sakit adalah bagian integral dari organisasi kesehatan dan sosial, berfungsi menyediakan pelayanan kesehatan yang lengkap, baik kuratif maupun preventif bagi pasien rawat jalan dan rawat inap, kegiatan pelayanan medis serta perawatan dan institusi pelayanan ini juga berfungsi sebagai tempat pelatihan personil dan riset kesehatan (Hakim, 2015). Menurut Permenkes RI No. 4 Tahun 2018 pasal 1 menyebutkan Rumah Sakit adalah isntitusi yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, gawat darurat, dan rawat jalan. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang melalui tenaga medis professional yang terorganisir serta sarana kedokteran yang permanent menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien (Azwar, 2011 dalam Trisna 2019). 2.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang RI No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, menyebutkan bahwa rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Pelayanan paripurna tersebut adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Rumah sakit dalam melaksanakan tugas dan fungsinya memiliki misi yaitu memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Tugas rumah sakit adalah mengupayakan pelayanan kesehatan yang berdaya guna dengan mementingkan upaya

Upload: others

Post on 05-Apr-2020

21 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rumah Sakit

2.1.1 Definisi Rumah Sakit

Menurut WHO, rumah sakit adalah bagian integral dari organisasi kesehatan

dan sosial, berfungsi menyediakan pelayanan kesehatan yang lengkap, baik kuratif

maupun preventif bagi pasien rawat jalan dan rawat inap, kegiatan pelayanan medis

serta perawatan dan institusi pelayanan ini juga berfungsi sebagai tempat pelatihan

personil dan riset kesehatan (Hakim, 2015). Menurut Permenkes RI No. 4 Tahun

2018 pasal 1 menyebutkan Rumah Sakit adalah isntitusi yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat

inap, gawat darurat, dan rawat jalan. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang melalui

tenaga medis professional yang terorganisir serta sarana kedokteran yang permanent

menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan yang

berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien

(Azwar, 2011 dalam Trisna 2019).

2.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit

Menurut Undang-Undang RI No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit,

menyebutkan bahwa rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan

perorangan secara paripurna. Pelayanan paripurna tersebut adalah pelayanan

kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

Rumah sakit dalam melaksanakan tugas dan fungsinya memiliki misi yaitu

memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau masyarakat untuk

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Tugas rumah sakit adalah

mengupayakan pelayanan kesehatan yang berdaya guna dengan mementingkan upaya

14

penyembuhan dan pemulihan klien yang dilakukan secara serasi dan terpadu dalam

upaya peningkatan, pencegahan dan perbaikan.

Berdasarkan kelasnya rumah sakit dibedakan menjadi empat kelas mulai dari

A,B,C,D. Dimana untuk membedakan keempat kelas tersebut dapat ditinjau dari

pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut (Listiyono, 2015) :

a. Pelayanan medis.

b. Pelayanan dan asuhan keperawatan.

c. Pelayanan penunjang medis dan non medis.

d. Pelayanan kesehatan masyarakat dan rujukan.

e. Pendidikan, penelitian dan pengembangan.

f. Administrasi umum dan keuangan.

Sedangkan menurut Undang-Undang RI No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah

Sakit, menyebutkan fungsi rumah sakit yaitu :

a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai

dengan standart pelayanan rumah sakit.

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan

kesehatan yang lengkap tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.

c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumberdaya manusia dan rangka

peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan tekhnologi dalam bidang

kesehatan dalam peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan

etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

2.1.3 Klasifikasi Rumah Sakit

Pengklasifikasian rumah sakit dibedakan berdasarkan jenis penyelenggaraannya,

yang terdiri rumah sakit umum (RSU) dan rumah sakit khusus (RSK). Klasifikasi

15

rumah sakit umum adalah pengelompokan rumah sakit umum berdasarkan tingkatan

menurut kemampuan pelayanan kesehatan, ketenagaan, fisik dan peralatan yang dapat

disediakan dan berpengaruh terhadap beban kerja, rumah sakit umum.(Kemenkes RI

2012).

1. Rumah sakit umum kelas A

Merupakan rumah sakit umum yang mempunyai sarana prasarana dan

kemampuan pelayanan medik yang lengkap, paling sedikit memiliki 4 spesialis

datar, 5 spesialis penunjang medik, 12 spesialis lainnya dan 13 belas subspesialis

serta dapat menjadi rumah sakit pendidikan ketika telah memenuhi syarat dan

standar.

2. Rumah sakit umum kelas B

Merupakan rumah sakit umum yang mempunyai sarana dan prasarana serta

mempunyai kemampuan untuk memberikan pelayanan kesehatan paling sedikit

mempunyai 4 spesialis datar, 4 spesialis penunjang medik, 8 spesialis lainnya

dan 2 belas subspesialis serta dapat menjadi rumah sakit pendidikan ketika telah

memenuhi syarat dan standar.

3. Rumah sakit umum kelas C

Merupakan rumah sakit yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling

sedikit mempunyai 4 spesialis datar, 4 spesialis penunjang medik.

4. Rumah sakit umum kelas D

Merupakan rumah sakit yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling

sedikit mempunyai 2 spesialis dasar.

Pelayanan medik spesialis dasar merupakan pelayanan medik sepesialis dalam,

obstetri dan ginekologi, bedah dan kesehatan anak. Pelayanan spesialis penunjang

merupakan pelayanan medik radiologi, patologi klinik, patologi anatomi, anastesi dan

16

reanimasi, rehabilitasi medik. Pelayanan medik spesialis lain merupakan pelayanan

medik spesialis telinga hidung dan tenggorokan, mata, kulit dan kelamin, kedokteran

jiwa, syaraf, gigi dan mulut, jantung, paru, bedah syaraf, ortopedi. Pelayanan medik

sub spesialis merupakan satu atau lebih pelayanan yang berkembang dari setiap

cabang medik spesialis. Pelayanan medik sub spesialis dasar merupakan pelayanan

subspesialis yang berkembang dari setiap cabang medik spesialis 4 dasar. Dan

pelayanan medik sub spesialis lain merupakan pelayanan subspesialis yang

berkembang dari setiap cabang medik spesialis lainnya.

2.2 Konsep Kualitas Pelayanan Kesehatan

2.1.1 Definisi Kualitas Pelayanan

Kualitas pelayanan kesehatan adalah kegiatan pelayanan yang diberikan oleh

penyelenggara pelayanan publik yang mampu memenuhi harapan, keinginan, dan

kebutuhan serta mampu memberikan kepuasan kepada masyarakat luas (Sinambela

& Lijan Poltak, 2012). Kualitas pada dasarnya merupakan kata yang menyandang arti

relatif karena bersifat abstrak, kualitas dapat digunakan untuk menilai atau

menentukan tingkat penyesuaian suatu hal terhadap persyaratan atau spesifiknya. Bila

persyaratan atau spesifiknya itu terpenuhi berarti kualitas sesuatu hal yang dimaksud

dapat dikatakan baik, sebaliknya jika persyaratan tidak terpenuhi maka dapat

dikatakan tidak baik. Dengan untuk menentukan kualitas diperlukan indikator

(Pasolong, 2007 dalam Despriyatmoko, Syarief & Maulana, 2016).

Menurut Tjipyono, 2006 dalam Rianti (2015) mengatakan kualitas memiliki

hubungan erat dengan kepuasan pelanggan serta memberikan suatu dorongan kepada

pelanggan untuk menjalin hubungan yang kuat dengan perusahaan. Sedangkan

menurut Kotler dalam Setyarini (2014) kualitas adalah keseluruhan ciri serta sifat dari

17

pelayanan yang berpengaruh pada kemampuan untuk memuaskan kebutuhan yang

dinyatakan atau yang tersirat.

2.1.2 Dimensi kualitas pelayanan

Menurut penelitian Zeithaml; Tjiptono dan Chandra dalam Mua’ah (2014)

menyatakan overlapping dari beberapa dimensi, dan kemudian disederhanakan yang

sebelumnya sepuluh dimensi selanjutnya menjadi lima dimensi yang disebut dimensi

SERVQUAL, yang terdiri dari Tangible, Reliabilty, Responsiveness, Assurance, dan

Empathy.

Otman & Owen (2001) dalam Putra (2014) menambahkan unsur “compliance”

pada dimensi kualitas pelayanan yang biasa disebut Compliance with Islamic Law

(kepatuhan terhadap hukum Islam). Dengan adanya penambahan Compliance pada

dimensi sebelumnya yaitu SERVQUAL dan selanjutnya lebih dikenal dengan

CARTER, yaitu terdiri Compliance, Assurance, Responsiveness, Tangible, Empathy, Dan

Realiability (Putra, 2014).

1. Kepatuhan pada Syariat Islam (Compliance with Islamic Law)

Adalah kemampuan sebuah intansi dalam mematuhi prinsip - prinsip Islam

dalam kegiatan oprasionalnya. Tidak terkecuali dalam bidang pelayanan

kesehatan.

2. Jaminan (Assurance)

Adalah cakupan dari pengetahuan, kesopanan, kemampuan dan sifat dapat

dipercaya yang dimiliki oleh para petugas kesehatan, aman, bebas dari resiko

dan keragu-raguan. Ketika pemberi layanan menunjukkan sikap respek, sopan

santun, dan lemah lembut maka akan mengakibatkan peningkatan persepsi

positif dan menjadi nilai bagi pelanggan terhadap instansi penyedia jasa.

Keberhasilan isntansi dalam memberikan jasa pelayanan ditentukan oleh baik

18

buruknya pelayanan. Pemberian pelayanan yang ditunjukkan dengan kelemah

lembutan dan sopan santun serta sikap respek akan menjadi jaminan rasa aman

bagi pelanggan dan akan berdampak baik bagi kesuksesan instasi pemberi jasa

pelayanan (Saifuddin & Sunarsih, 2016).

3. Wujud atau Bentuk (Tangible)

Adalah Bukti fisik dari jasa seperti fisik gedung, ruangan, fasilitas yang

digunakan, para karyawan, dan sarana komunikasi. Dalam konsep islam

pelayanan yang berhubungan dengan bentuk fisik baiknya tidak menunjukkan

kemewahan. Fasilitas yang membuat pelanggan merasa nyaman memang

penting, akan tetapi bukan fasilitas yang menonjolkan kemewahan.

4. Daya Tanggap (Responsiveness)

Adalah kesediaan petugas kesehatan dalam membantu dan memberikan

layanan dengan cepat dan tepat terhadap pasien. Kecepatan dan ketepatan

berhubungan dengan profesionalitas. Dalam melakukan pekerjaannya seorang

perawat yang profesional akan dapat memberikan pelayanan yang cepat dan

tepat. Hal ini ditunjukkan dengan kemampuan dalam memberikan jasa

pelayanan kepada pasien. Dikatakan profesional dalam suatu pekerjaan apabila

melakukan pekerjaan sesuai dengan keahlian dan kemampuannya. Pekerjaan

akan terselesaikan dengan baik secara cepat dan tepat ketika dilakukan oleh

orang yang ahli dibidangnya. Kepercayaan yang diberikan klien merupakan

sebuah amanah. Ketika amah tersebut tidak dijalankan dengan baik atau disia-

siakan maka akan berakibat pada ketidakberhasilan dan kehancuran instansi

yang memberikan pelayanan tersebut. Karena hal itu, kepercayaan klien yang

merupakan sebagai amanah agar tidak disia-siakan dengan memberikan

19

pelayanan secara profesional dengan bekerja sesuai bidangnya dan mengerjakan

pekerjaan dengan cepat dan tepat.

5. Kehandalan (Reliability)

Kehandalan diartikan sebagai kemampuan memberikan pelayanan yang

dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan. Kehandalan berhubungan

dengan kemampuan dalam memberikan jasa pelayanan yang dijanjikan secara

terpercaya dan akurat. Suatu pelayanan dalam sebuah perjanjian dikatakan

reliable ketika pelayanan tersebut dapat dicapai secara akurat. Karena ketepatan

dan keakuratan inilah yang akan menciptakan kepercayaan pelanggan terhadap

instansi penyedia jasa pelayanan.

6. Empati (Emphaty)

Empati adalah bentuk kemudahan untuk melakukan hubungan sosial,

komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan memahami kebutuhan pelanggan.

Empati berhubungan dengan keinginan karyawan untuk peduli dan

memberikan perhatian secara personal kepada pelanggan. Kemauan ini

ditunjukkan melalui komunikasi, hubungan, memahami dan perhatian terhadap

kebutuhan serta keluhan klien. Wujud dari empati ini dapat membuat

konsumen merasa kebutuhannya terpuaskan karena merasa dilayani dengan

baik. Sikap ini dapat ditunjukkan melalui pemberian layanan informasi dari

keluhan yang dialami klien, membantu proses transaksi klien dengan senang

hati, membantu klien ketika mengalami kesulitan dalam hal transaksi atau hal

lain yang berkenaan dengan proses pelayanan instansi. Kesediaan dalam

memberikan perhatian dan bantuan ini akan berpengaruh baik pada

peningkatan persepsi dan sikap positif dari klien terhadap layanan dari instasi

20

tersebut. Dimana hal ini dapat memberikan kesukaan, kepuasan dan

meningkatkan loyalitas konsumen.

2.3 Konsep Dasar Perawat

2.3.1 Definisi Perawat

Menurut undang-undang RI No. 38 tahun 2014 tentang keperawatan

menyebutkan perawat merupakan seseorang yang telah dinyatakan lulus dari

pendidikan perawat baik di dalam negeri maupun di luar negeri dan diakui oleh

pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. keperawatan

adalah kegiatan pemberian asuhan kepada individu, keluarga, kelompok, atau

masyarakat, baik dalam keadaan sakit maupun sehat.

2.3.2 Peran dan Fungsi Perawat

1. Peran Perawat

Perawat atau Nurse berasal dari bahasa latin yaitu diambil dari kata Nutrix yang

mempunyai arti merawat atau memelihara. Menurut Harlley City ANA (2000)

pengertian dasar seorang perawat adalah seorang yang berperan dalam merawat,

membantu, memelihara, dan melindungi sesama yang sakit, injury (cedera) dan

mengalami peroses penuaan. (Muhith & Siyoto, 2016) Sedangkan menurut

Departemen kesehatan RI menyebutkan perawat profesional adalah perawat yang

bertanggung jawab dan berwewenang memberikan pelayanan secara mandiri maupun

berkolaborasi dengan profesi lain sesuai dengan kewenangannya.

Konsorsium Ilmu kesehatan tahun 1989 dalam (Budiono, 2016) menyebutkan

peran perawat diantaranya ;

1. Pemberi asuhan keperawatan, perawat memperhatikan kebutuhan dasar

manusia melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan

peroses keperawatan dari yang paling sederhana sampai dengan yang kompleks.

21

2. Advokat, perawat menjelaskan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau

dari sumberi informasi lain terutama dalam pengambilan keputusan

persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien,

mempertahankan dan melindungi hak - hak pasien.

3. Pendidik, perawat bertugas mengajarkan pendidikan kesehatan kepada pasien,

keluarga, maupun masyarakat untuk upaya menciptakan perilaku yang kondusif

bagi kesehatan. Dalam melaksanakannya perawat harus memiliki wawasan ilmu

pengetahuan yang luas, pemahaman psikologi, kemampuan berkomunikasi,

dan kemampuan menjadi role model/ conntoh dalam perilaku profesional.

4. Koordinator, perawat bertugas untuk merencanakan, mengarahkan, dan

mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan, sehingga pemberian

pelayanan kesehatan dapat terarah dengan baik sesuai keadaan dan kebutuhan

pasien.

5. Kolabolator, perawat bekerja bersama tim kesehatan yang terdiri dari dokter,

farmasi, ahli gizi dan profesi lainnya berupaya mengetahui pelayanan

keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi dalam penentuan pemberian

pelayanan selanjutnya.

6. Konsultan, perawat berperan sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau

tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan.

7. Peran perawat sebagai pengelola (manager), perawat memiliki peran dan

tanggung jawab untuk mengelola layanan keperawatan disemua tatanan layanan

kesehatan maupun tatanan pendidikan dalam tanggung jawabnya sesuai dengan

konsep manajemen keperawatan.

22

8. Peneliti dan pengembangan ilmu keperawatan, profesi keperawatan dituntut

untuk mengembangkan profesinya, oleh karena itu setiap perawat harus

mampu untuk melakukan penelitian keperawatan.

2. Fungsi Perawat

Fungsi perawat adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan

perannya, hal ini dapat berubah sesuai dengan keadaan yang terjadi. Perawat dalam

melaksanakan perannya memiliki fungsi sebai berikut :

1. Fungsi Independen

Merupakan fungsi mandiri dari perawat yang tidak bergantung pada profesi

lain, dimana perawat dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secara sendiri

dalam melakukan tidakan dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia seperti

pemenuhan kebutuhan fisiologis, pemenuhan cinta dan mencintai, kebutuhan

harga diri dan pemenuhan kebutuhan harga diri.

2. Fungsi Dependen

Merupakan fungsi perawat dalam melakukan tindakan atas instruksi dari

perawat lain. Hal ini biasanya dilakukan oleh perawat spesialis kepada perawat

umum atau ke perawat pelaksana.

3. Fungsi Interdependen

Fungsi ini dilakukan ketika perawat kerja dalam tim yang sifatnya saling

ketergantungan antara tim satu dengan lainnya. Fungsi ini terjadi ketika bentuk

pelayanan yang membutuhkan kerja sama tim seperti memberikan asuhan

keperawatan kepada pasien yang mempunyai penyakit yang kompleks, yang

keadaannya tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja melainkan juga dengan

dokter dan profesi lainnya.

23

2.4 Pelayanan Keperawatan Berkarakter Islami

2.4.1 Definisi Pelayanan Keperawatan Berkarakter Islami

Menurut Lokakarya Keperawatan keperawatan merupakan bagian integral dari

bentuk pelayanan professional yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan

melalui bentuk pelayanan bio-psiko-sosial-spiritual secara komprehensif yang berikan

kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat baik yang sakit maupun yang

sehat yang mencakup seluruh siklus kehidupan manusia.

Menurut Bakar (2018) keperawatan islami adalah tindakan pelayanan

keperawatan yang diberikan kepada pasien dalam bentuk ibadah yang berdasarkan

Al-Qur’an dan Hadist untuk mendapatkan Ridho Allah SWT dengan karakteristik

profesional ramah, amanah, istiqomah, sabar, dan ikhlas. Sedangkan asuhan

keperawatan Islami adalah asuhan yang bertujuan memberikan pelayanan

keperawatan yang memenuhi harapan dan keinginan klien dengan menggunakan

nilai-nilai Islam dalam menerapkan Akhlak pribadi, landasan kerja, perilaku,

penampilan, dan ciri khas seorang perawat Muslim.

2.4.2 Prinsip Pelayanan Keperawatan Islami

Islam sebagai agama yang Rahmatallil’alamin mengatur segala aspek kehidupan

yang tercermin dari pribadi Rasulullah, beliau memandang amanahnya sebagai Rasul

dalam bentuk pelayanan terhadap seluruh Umat. Dengan mengambil keteladanan dari

Rasulullah, harusnya sebagai pribadi Muslim sangat bangga untuk melayani. Baginya

adalah keterpanggilan dan sekaligus merupakan salah satu citra pada diri Umat Islam

(Atabik, 2018).

24

Menutut Daryanto & Setyobudi dalam Joni (2018) Prinsip – prinsip pelayanan

tersebut yaitu :

1. Melayani itu ibadah dan karenanya harus ada rasa cinta dan semangat yang

membara di dalam hati pada setiap tindakan pelayanan.

2. Memberi terlebih dahulu dan baru kemudian menerima ROSE (Return on Service

Excellent).

3. Membahagiakan orang lain terlebih dahulu, lalu kemudian akan menerima

kebahagian melebihi dari apa yang diharapkan.

4. Menghargai orang lain sebagaimana diri ingin dihargai.

5. Melakukan empati yang sangat mendalam dan tumbuhkan sinergi.

6. Mengerti orang lain terlebih dahulu sebelum ingin dimengerti.

2.3.4 Karakteristik Pelayanan dalam Pandangan Islam

Ada 6 (enam) karakteristik pelayanan dalam pandangan Islam yang dapat

digunakan sebagai panduan, antara lain (Khasmir dalam Thayeb, 2018):

1. Jujur yaitu sikap yang tidak berbohong, tidak menipu, tidak mengada-ngada,

tidak berkhianat serta tidak pernah ingkar janji.

2. Bertanggung jawab dan terpercaya (Al-Amanah) yaitu suatu sikap dalam

memberikan pelayanan selalu bertanggung jawab dan dapat dipercaya.

3. Tidak Menipu (Al-Kadzib) yaitu suatu sikap yang sangat mulia dalam

memberikan pelayanan adalah tidak pernah menipu. Seperti Rasulullah dalam

memberikan pelayanan ketika berdagang tidak pernah menipu.

4. Menepati janji dan tidak curang yaitu suatu sikap pemberi pelayanan yang selalu

menepati janji baik kepada klien maupun teman sejawat.

5. Melayani dengan rendah hati (khidmah) yaitu sikap ramah tamah, sopan santun,

murah senyum, suka mengalah, namun tetap penuh tanggung jawab.

25

6. Tidak melupakan akhirat yaitu ketika sedang memberikan pelayanan tidak

boleh terlalu menyibukkan dirinya semata-mata untuk mencari keuntungan

materi dengan meninggalkan keuntungan akhirat. Sehingga jika datang waktu

shalat, mereka wajib melaksanakannya sebelum habis waktunya.

2.3.5 Implementasi Pelayanan Keperawatan Islami

Menurut Lamsudin (2011) melaksanakan pelayanan kesehatan profesional

yang Islami terhadap klien dengan berpedoman kepada nilai-nilai Islam, asuhan

medik dan asuhan keperawatan diantaranya :

1. Menerapkan konsep, teori dan prinsip dalam keilmuan yang terkait dengan

asuhan medik dan asuhan keperawatan dengan mengutamakan pedoman pada

Al-Qur’an dan Hadits.

2. Melaksanakan asuhan medik dan asuhan keperawatan dengan menggunakan

pendekatan islami melalui kegiatan kegiatan pengkajian berdasarkan bukti

(evidence-based healthcare).

3. Mempertanggung jawabkan atas segala tindakan dan perbuatan yang

berdasarkan bukti (evidence-based healthcare).

4. Berlaku jujur, ikhlas dalam memberikan pertolongan kepada klien baik secara

individu, keluarga, kelompok maupun masyarakat dan semata- mata

mengharapkan ridho Allah.

5. Bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain untuk meningkatkan kualitas

pelayanan kesehatan dan menyelesaikan masalah pelayanan kesehatan yang

berorientasi pada asuhan medik dan asuhan keperawatan yang berdasarkan

bukti (evidence-based healthcare).

Praktek pelaksanaan evidence-based healtchare adalah integrasi kemampuan klinis

individual dengan bukti klinis eksternal yang terbaik dan yang tersedia dari penelitian

26

klinis yang sistematis (akurasi dan presisi tes diagnostik, kekuatan tanda-tanda

prognosis, efektivitas serta keamanan terapi, rehabilitasi dan tindakan prevensi).

Menurut Rahmat (2018) implementasi nilai islam dalam keperawatan

mencakup beberapa karakteristik yaitu :

1. Profesional

Merupakan dimana keperawatan Islami harus memberikan pelayanan dengan

mengutamakan bekerja dengan cerdas dan dilandasi ilmu. Hal ini yang sesuai

dengan Al-Qur’an Surah Al-Mujaadilah ayat 11 yang artinya : “...niscaya Allah

akan meninggikan orang - orang yang beriman di antaramu dan orang - orang yang diberi

ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu

kerjakan..”

2. Ramah

Merupakan pelayanan keperawatan Islami yang menuntun bekerja dengan

muka cerah, senyum, komunikasi yang baik, sikap yang menyejukkan.

Rasulullah SAW bersabda, “sesungguhnya jika kamu tidak menolong mereka

dengan hartamu, maka (dapat juga) kamu menolong mereka dengan muka

berseri dan pekerti yang baik.” (HR. Abu Ya’la).

3. Amanah

Merupakan pelayanan keperawatan Islami yang menuntut perawat untuk

bersifat jujur, bertanggung jawab, terpercaya. Seperti firman Allah SWT dalam

Surah An-Nisaa ayat 58 yang artinya : “ Sesungguhnya Allah menyuruh kamu

menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya...”

27

4. Istiqomah

Merupakan pelayanan keperawatan Islami yang mengajarkan untuk bekerja

dengan sungguh-sungguh, komitmen tinggi, bekerja keras, ulet, tidak mengenal

lelah, yang sesuai dengan sifat Rasulullah SAW.

5. Sabar

Keperawatan islam harus memberikan pelayanan dengan tenang, tidak tergesa-

gesa, tetapi cepat dan tepat, terus berupaya saat tawakal, sabar tidak berarti

lamban.

6. Ikhlas

Keperawatan Islami mengajarkan untuk bekerja dengan ikhlas, tidak terpaksa.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Semua perbuatan tergantung

niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan;

Barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena

seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa

dia diniatkan" (HR. Bukhari : 1)

Menurut Ismail, Hatthakit & Chinawong (2015) ada beberapa bentuk tindakan

pelayanan keperawatan islami diantaranya;

1. Menilai aspek spiritual klien dengan melakukan penilaian yang akurat dan

memberikan perawatan yang profesional, sehingga perawat wajib memasukkan

nilai spiritual dan religius klien serta kebiasaan budaya pasien. Perawat bisa

melakukan dengan cara mengucapkan salam, menghargai Agama pasien,

memenuhi kebutuhan pasien, dan menyediakan perlengkapan ibadah.

2. Mengajarkan klien cara berzdikir dengan membantu pasien lebih meyakini

keyakinannya kepada Allah SWT seperti mengucapkan kalimat - kalimat

thayyibah; Astagfirullah, Alhamdulillah, Bismillah, Subhanallah yang selalu

28

digunakan oleh pasien Muslim untuk menghadirkan Allah SWT dalam jiwa

mereka.

3. Membantu pasien Sholat 5 waktu ketika pasien mengalami kesulitan sholat

dengan berdiri dapat dilakukan dengan duduk, jika tidak bisa duduk bisa

berbaring dan jika pasien tidak sadarkan diri lebih baik wajahnya dihadapkan

ke arah kiblat. Hal ini dilakukan dengan membimbing pasien dalam beribadah,

mengingatkan waktu sholat dan membatu saat beribadah.

4. Melakukan komunikasi yang baik dan sopan terhadap pasien dan keluarga,

sehingga dapat terjalin hubungan yang baik dan harmonis.

5. Mengajarkan pasien untuk do’a seperti membaca do’a dari ayat Al-Qur’an dan

hadist untuk mengurangi rasa sakit.

6. Melakukan perawatan terhadap pasien dilakukan perawat sesuai dengan jenis

kelamin, untuk kenyamanan dalam pelayanan keperawatan yang diberikan

7. Mengajarkan pasien untuk membaca Al-Qur’an, akan tetapi jika pasien tidak

sadarkan diri, sebaiknya pasien dihadapkan ke arah kiblat sehingga perawat

maupun keluarga harus melafalkan Al-Qur’an atau sholat di dekat pasien.

2.5 Loyalitas Pasien

2.5.1 Definisi Loyalitas

Loyalitas diartikan sebagai orang yang menggunakan produk/jasa, khususnya

yang menggunakan secara teratur dan berulang-ulang. Oliver (1997) mengungkapkan

definisi loyalitas klien sebagai komitmen klien yang bertahan secara mendalam untuk

menggunakan kembali atau berlangganan terhadap produk/jasa secara konsisten di

masa mendatang, walaupun gencar produk/jasa yang menawarkan berbagai usaha -

usaha pemasaran dan promosi yang dapat mempengaruhi perilaku (Mu’ah & Masram,

2014). Loyalitas klien merupakan wujud dari kebutuhan yang terdapat pada diri klien

29

untuk memiliki, mendukung, mendapatkan rasa aman, dan membangun keterikatan

yang dapat menciptakan emotional attachment (Kerjaya, 2010 dalam Setiawan, 2016).

Sedangkan menurut Griffin dalam Mu’ah & Masram (2014) menyatakan bahwa Ioyalty

is difined as no random purchase expressed over time by some dicision making unit yang berarti

bahwa loyalitas adalah pembelian secara rutin yang diekspresikan sepanjang waktu

dengan proses pengambilan keputusan.

Dalam Q.S Al-Israa : 7 yang artinya : “jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat

baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, Maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri,

dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (kami datangkan orang - orang

lain) untuk menyuramkan muka - muka kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana

musuh - musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya

apa saja yang mereka kuasai.”

Ayat ini menjelaskan bahwa jika sesorang berbuat baik terhadap orang lain baik

itu berbentuk harta, tenaga, maupun ilmu, berarti mereka sama saja dengan berbuat

baik bagi diri sendiri. Begitupun sebaliknya jika sesorang berbuat jahat terhadap orang

lain berarti sama saja dengan mempermalukan diri sendiri dihadapan orang lain dan

Allah SWT. Karena sesungguhnya setiap perbuatan akan mendapatkan balasan dari

Allah SWT sesuai dengan perbuatan tersebut. Seperti Firman Allah dalam surat Ar-

Rahman ayat 60 yang artinya “tidak ada Balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula)” dan

juga terdapat dalam surat An-Nisa’ ayat 123 yang artinya “...Barangsiapa yang

mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu..”

Sesuai ayat tersebut , jika petugas pelayanan kesehatan berbuat baik terhadap

kliennya maka sama saja dengan berbuat baik bagi dirinya sendiri. Setiap pasien ingin

diperlakukan baik oleh petugas pelayanan kesehatan. Pasien yang diperlakukan baik

oleh petugas rumah sakit, maka pasien tersebut memiliki sikap positif (Wulandari,

30

2016). Menurut Mowen dan Minor dalam Sudarti (2013) loyalitas didefinisikan sikap

positif yang ditunjukkan klien terhadap produk/jasa dan melakukan pembelian

berulang terhadap produk dan jasa tersebut.

2.5.2 Jenis-Jenis Loyalitas

Jenis-jenis loyalitas menurut Mu’ah & Masram (2014) yaitu :

1) Tanpa Loyalitas

Terdapat beberapa pelanggan yang tidak dapat dikembangkan loyalitasnya

tehadap produk/ jasa dikarenakan berbagai macam alasan dari pasien itu

sendiri. Rumah sakit perlu menghindari kelompok ini untuk menjadikan target

pasar dan memilih pelanggan yang loyalitasnya dapat dikembangkan.

2) Loyalitas Lemah

Suatu tingkat keterikatan yang rendah digabung dengan pembelian ulang yang

tinggi akan mewujudkan loyalitas yang lemah. Pelanggan yang memiliki sifat ini

akan membeli sesuai dengan kebiasaan. Loyalitas jenis ini paling sering terjadi

pada produk/jasa yang sering digunakan.

3) Loyalitas Tersembunyi

Tingkat prefrensi yang tinggi dihubungkan dengan tingkat penggunaan kembali

yang kurang menunjukkan loyalitas tersembunyi. Bagi pelanggan yang memiliki

sifat loyalitas tersembunyi ini, penggunaan kembali dipengaruhi oleh faktor

situasi daripada faktor sikapnya.

4) Loyalitas Premium

Jenis loyalitas ini yang sangat dapat dikembangkan, yang terjadi bilamana suatu

tingkat keterikatan yang tinggi sesuau dengan tingkat penggunaan kembali yang

tinggi juga. Loyalitas jenis ini yang sangat diharapkan untuk semua pelanggan

di seriap usaha.

31

2.5.3 Dimensi loyalitas pasien

Menurut Sui & Baloglu (2014) loyalitas dapat dibagi menjadi lima dimensi yang

berbeda yaitu :

1. Kepercayaan (trust) aspek ini merupakan tanggapan kepercayaan pasien

terhadap rumah sakit. Berbicara masalah kepercayaan dalam pandangan islam

telah disebutkan mengenai kepercayaan.

2. Komitmen psikologi (psychological commitment) aspek ini merupakan komitmen

psikologi pasien terhadap rumah sakit.

3. Perubahan biaya (switching cost) aspek ini merupakan tanggapan pasien tentang

beban yang diterima ketika terjadi perubahan.

4. Perilaku publisitas (word of mouth) aspek ini merupakan perilaku publisitas yang

dilakukan oleh pasien terhadap rumah sakit.

5. Kerjasama (cooperation) aspek ini merupakan perilaku pasien yang menunjukkan

sikap dapat bekerja sama dengan rumah sakit.

Loyalitas pasien merupakan ukuran yang dapat dijadikan untuk memprediksi

pertumbuhan pendapatan dan loyalitas pasien juga dapat didefinisikan sebagai

pembelian yang konsisten (Griffin, 2005 dalam Widadi, & Wadji, 2015).

Beberapa pendekatan untuk mengukur loyalitas menurut Aaker dalam Bastian

(2014) diantaranya dengan cara mengukur hal-hal sebagai berikut :

1. Behavior measures

Merupakan cara yang digunakan secara langsung untuk mengukur loyalitas

klien terhadap perilaku yang biasa dilakukan dengan mempertimbangkan pada

pembelian yang benar – benar dilakukan.

32

2. Switching costs

Merupakan metode untuk mengukur loyalitas dengan mengukur pengorbanan

atau resiko kegagalan, biaya tenaga dan fisik yang dikeluarkan klien dikarenakan

salah memilih alternatif. Ketika switching costs besar maka klien akan lebih

waspada dalam melakukan perpindahan ke rumah sakit lain karena memiliki

resiko kegagalan tinggi, begitupun sebaliknya, switching costs yang rendah maka

klien akan lebih mudah melakukan perpindahan ke rumah sakit lain karena

resiko kegagalannya rendah.

3. Measuring satisfaction

Merupakan metode untuk mengukur loyalitas dengan mengukur kepuasan yang

didapat dari rumah sakit tertentu. Ketika klien telah merasa puas atau

memperoleh manfaat sesuai dengan harapannya setelah menggunakan

pelayanan dari rumah sakit tersebut, hal ini menyebabkan klien berhenti

menggunakan pelayanan rumah sakit lain dan memutuskan untuk

menggunakan kembali pelayanan rumah sakit yang memberikan kepuasan

sesuai harapannya secara terus menerus sepanjang waktu.

4. Liking of the brand

Merupakan metode untuk mengukur loyalitas klien dengan mengukur tingkat

kesukaan terhadap pelayanan rumah sakit. Klien dikatakan loyal ketika

penggunaan terhadap pelayanan rumah sakit tersebut bukan karena adanya

penawaran khusus, tetapi karena konsumen percaya pada kualitas merek

tersebut.

5. Commitment

Merupakan metode untuk mengukur pasien terhadap suatu pelayanan rumah

sakit. Loyalitas konsumen dapat timbul bila ada kepercayaan dari pasien

33

terhadap pelayanan rumah sakit sehingga ada komunikasi dan interaksi diantara

para pasien yaitu dengan membicarakan, merekomendasikan dan bahkan

menganjurkan pada orang lain dengan menjelaskan mengapa ia membeli dan

menggunakan jasa tersebut. Apabila cocok dengan apa yang diharapkan, maka

akan timbul loyalitas pasien terhadap suatu rumah sakit. Dengan mengetahui

pengukuran loyalitas ini diharapkan tingkat loyalitas pasien dapat diketahui

secara lebih jelas.

2.5.4 Karakteristik Loyaitas Pasien

Menurut Curasi & Kennedy (2002) yang dikutip dari Mu’ah & Masram (2014)

karakteristik pelanggan yang loyal antara lain

1. Prisoner

Merupakan pelanggan yang melakukan pembelian ulang karena merasa puas

terhadap alternatif pilihan produk/jaya yang terbatas, sehingga mereka tetap

setia meskipun tidak terpuaskan oleh jasa pelayanan yang telah diberikan oleh

rumah sakit.

2. Detached Loyalist

Merupakan pelanggan yang melakukan pembelian ulang karena tingginya biaya

untuk melakukan perpindahan jasa. Biaya yang harus dikeluarkan oleh klien

ketika memutuskan untuk berpindah ke rumah sakit lain (switching cost) lebih

mahal dibandingkan manfaat ketika melakukan perpindahan ke rumah sakit

lain. Meskipun kurang merasa puas, klien akan tetap berlangganan karena

penggunaan ulang jauh lebih mudah, efektif dan efisien daripada harus

menggunakan jasa baru. Kepuasan klien pada situasi ini tidak bisa secara

otomatis disimpulkan untuk penggunaan ulang yang berkelanjutan.

34

3. Purchased Loyalists

Merupakan klien yang melakukan penggunaan kembali karena harga yang

murah, sering promosi, dan adanya perhargaan atau pemberian harga khusus

pada klien yang sering menggunakan, sehingga apabila ada rumah sakit lain

yang memberikan penghargaan lebih, maka klien tersebut akan pindah ke

rumah sakit yang memberikan harga yang lebih murah.

4. Satified Loyalist

Merupakan klien yang kebutuhannya sudah dapat terpenuhi dengan baik dan

merasa puas dengan jaya pelayanan yang telah mereka peroleh, sehingga tidak

ada alasan lain untuk berpindah rumah sakit. Akan tetapi klien ini masih cukup

mempertimbangkan masalah harga.

5. Apostles

Merupakan klien yang sangat loyal pada rumah sakit, memiliki semangat yang

tinggi untuk menggunakan kembali, mudah memaafkan kesalahan yang terjadi,

dan merekomendasikan ke orang lain sehingga membantu dalam

mempromosikan.

2.5.5 Tahapan Loyalitas Pelanggan

Proses menjadi pasien yang loyal terhadap rumah sakit perlu melalui beberapa

tahapan dan perlu waktu dengan penekanan dan perhatian yang berbeda setiap

tahapnya, karena tiap tahapnya membutuhkan waktu yang berbeda-beda. Loyalitas

pasien dibagi menjadi enam tahapan yaitu (Hill, 1996 dalam Mu’ah & Masram, 2014):

1. Suppect

Meliputi semua pembeli suatu produk atau pelayanan di pasaran. Tetapi mereka

tidak memiliki informasi tentang produk atau pelayanan itu dan juga tidak

memiliki kecenderungan untuk membelinya.

35

2. Prospek

Meliputi para pasien yang memiliki kebutuhan pada produk atau pelayanan tapi

belum melakukan pembelian.

3. Costumer

Pembeli yang sudah melakukan pembelian terhadap produk/ pelayanan tetapi

tidak mempunyai rasa loyalitas pada tahap ini.

4. Clients

Meliputi semua pasien yang telah memiliki rasa loyal yang positif terhadap

produk/jasa tetapi belum aktif mendukung produk/jasa tersebut.

5. Advocates

Pada tahap ini klien yang secara aktif mendukung produk/jasa dengan

merekomendasikan ke orang lain.

6. Partners

Pada tahap ini telah terjadi hubungan yang kuat dan saling menguntungkan

antara penyedia jasa dan pasien.

2.5.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Loyalitas Pasien.

Menurut Aarker dalam Mu’ah & Masram (2014) menyebutkan faktor -faktor

yang mempengaruhi loyalitas pelanggan yaitu sebagai berikut:

1. Kepuasan (Satisfaction)

Pasien akan loyal terhadap suatu pelayanan apabila mendapatkan kepuasan dari

pelayanan tersebut. Karena itu, apabila pasien mencoba beberapa macam jasa

pelayanan melampaui kriteria kepuasannya terhadap pelayanan itu, maka akan

diketahui apakah pasien akan merasa puas atau tidak. Bila setelah mencoba dan

responnya baik, maka berarti pasien tersebut puas sehingga akan memutuskan

membeli produk tersebut secara konsisten sepanjang waktu. Hal dapat

36

diartikan telah tercipta kesetiaan/ loyalitas pasien terhadap jasa pelayanan

tersebut.

2. Perilaku Kebiasaan (Habitual Behavior)

Kesetiaan pasien dapat dibentuk karena kebiasaan pasien. Apabila yang

dilakukan sudah merupakan kebiasaan, maka pasien tersebut tidak lagi melalui

pengambilan keputusan yang panjang. Pada kondisi ini, dapat dikatakan bahwa

pasien akan tetap menggunakan jasa pelayanan tersebut tersebut, yaitu

konsumen akan menggunakan jasa pelayanan yang saman dan cenderung tidak

berpindah-pindah dalam menggunakan jasa pelayanan.

3. Komitmen (Commitment)

Dalam suatu pelayanan yang baik terdapat pasien yang memiliki komitmen

yang tinggi Kesetiaan pasien kan timbul apabila ada kepercayaan dari pasien

terhadap jasa pelayanan tersebut sehingga ada komunikasi dan interaksi di

antara para pasien.

4. Kesukaan produk (linking of the brand)

Kesetiaan yang dibentuk dan dipengaruhi oleh tingkat kesetiaan pasien secara

umum. Tingkat kesetiaan tersebut dapat diukur mulai dari timbulnya kesukaan

terhadap jasa pelayanan sampai ada kepercayaan dari pelayanan tersebut

berkenaan dengan kualitas dari pelayanan tersebut. Pasien yang dikatakan loyal

adalah pasien yang berulang kali menggunakan pelayanan tersebut bukan

karena adanya penawaran khusus, tetapi karena pasien percaya bahwa

pelayanan tersebut memiliki kualitas yang sama.

5. Biaya Pengalihan (Switching Cost)

Adanya perbedaan pengorbanan dan atau resiko kegagalan, biaya, energi, dan

fisik yang dikeluarkan pasien karena dia memilih salah satu alternatif. Bila biaya

37

pengalihan besar, maka pasien akan berhati-hati untuk berpindah ke produk

yang lain karena resiko kegagalan yang juga besar sehingga konsumen

cenderung loyal.

Lupiyoadi dalam Handoko (2017) mengatakan ada lima faktor untama yang

mempengaruhi loyalitas pasien, diantaranya :

1. Kualitas Produk/Jasa

Produk/jasa yang memeliki kualitas baik akan secara langsung mempengaruhi

tingkat kepuasan pasien, dan ketika hal tersebut terjadi secara terus menerus

akan menyebabkan pasien yang selalu menggunakan produk/jasa tersebut yang

disebut loyalitas.

2. Kualitas Pelayanan

Sama halnya dengan kualitas produk/jasa, kualitas pelayanan juga dapat

mempengaruhi loyalitas pasien.

3. Emosional

Merupakan keyakinan penjual untuk menjadikan usahanya lebuh maju,

sehingga menciptakan ide - ide yang dapat meningkatkan usahanya.

4. Harga

Setiap orang pasti menginginkan barang yang bagus tapi dengan harga yang

murah atau bersaing, jadi harga disini diartikan sebagai akibat dari kualitas

barang, barang yang harganya tinggi adalah akibat dari kualitas yang bagus.

5. Biaya

Pasien berfikir bahwa pemilik produk/jasa yang berani mengeluarkan biaya

yang tinggi dalam sebuah promosi atau produksi pasti produk/jasa yang

dihasilkan berkualitas dan bagus, sehingga pasien lebih memilih dan loyal

terhadap produk/jasa tersebut.

38

2.5.7 Pentingnya Loyalitas

Keuntungan loyalitas masih bersifat jangka panjang dan komulatif, dimana

meningkatnya loyalitas pelanggan dapat mempengaruhi profit rumah sakit yang lebih

baik, dan keuangan yang lebih stabil serta dapat mempertahankan loyalitas pelanggan,

akan mendapatkan banyak keuntungan, seperti :

1. Mengurang biaya pemasaran, karena biaya yang dibutuhkan untuk menarik

pelanggan baru lebih mahal daripada mempertahankan pelanggan yang sudah

ada.

2. Dapat mengurangi biaya transaksi.

3. Dapat mengurangi biaya turn over.

4. Meningkatkan cross selling yang akan memperbesar pangsa pasar.

5. Word of mount yang lebih positif, yang berarti pelanggan loyal dan juga berarti

pelanggan puas terhadap produk/jasa.