bab ii tinjauan pustaka · 2017. 3. 30. · (2000) mencakup a) supervisi yang dilakukan oleh kepala...

30
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Mengajar Guru 2.1.1. Pengertian Kinerja Kinerja adalah satu kata yang sering banyak orang mengidentikan dengan hasil pekerjaan seseorang. Hal ini ditegaskan oleh Wirawan (2009) yang menyatakan bahwa kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu. Artinya dalam hal ini kinerja juga dapat definisikan sebagai hasil yang melekat di dalam diri seseorang dari pekerjaan yang telah dilakukan. pendapat ini dikuatkan oleh Rivai (2008) yang menyatakan bahwa kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kinerja. Kinerja bukan hanya melekat pada diri pribadi seseorang, akan tetapi suatu lembaga, organisasi, kelompok kerja, dan perusahaan juga memiliki bentuk kinerja masing-masing sesuai dengan bidang yang digelutinya. Fahmi (2011) menyatakan bahwa definisi kinerja menurutnya adalah hasil yang diperoleh oleh suatu organisasi baik organisasi yang bersifat profit oriented maupun non profit oriented yang dihasilkan selama kurun waktu tertentu. Dalam konteks ini,

Upload: others

Post on 06-Feb-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 10

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Kinerja Mengajar Guru

    2.1.1. Pengertian Kinerja

    Kinerja adalah satu kata yang sering banyak

    orang mengidentikan dengan hasil pekerjaan seseorang.

    Hal ini ditegaskan oleh Wirawan (2009) yang

    menyatakan bahwa kinerja adalah keluaran yang

    dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator-indikator

    suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu

    tertentu. Artinya dalam hal ini kinerja juga dapat

    definisikan sebagai hasil yang melekat di dalam diri

    seseorang dari pekerjaan yang telah dilakukan.

    pendapat ini dikuatkan oleh Rivai (2008) yang

    menyatakan bahwa kinerja adalah hasil atau tingkat

    keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama

    periode tertentu di dalam melaksanakan tugas

    dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti

    standar hasil kinerja.

    Kinerja bukan hanya melekat pada diri pribadi

    seseorang, akan tetapi suatu lembaga, organisasi,

    kelompok kerja, dan perusahaan juga memiliki bentuk

    kinerja masing-masing sesuai dengan bidang yang

    digelutinya. Fahmi (2011) menyatakan bahwa definisi

    kinerja menurutnya adalah hasil yang diperoleh oleh

    suatu organisasi baik organisasi yang bersifat profit

    oriented maupun non profit oriented yang dihasilkan

    selama kurun waktu tertentu. Dalam konteks ini,

  • 11

    definisi kinerja lebih kepada suatu kegiatan yang

    menghasilkan keuntungan. Wibowo (2013) juga

    mendefinisikan kinerja itu tentang melakukan

    pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan

    tersebut, juga tentang apa yang dikerjakan dan

    bagaimana mengerjakanya. Sehingga di sini Wibowo

    menegaskan bahwa kinerja juga merupakan proses

    tentang bagaimana pekerjaan dilakukan serta hasil dari

    pekerjaan itu. Dari penjelasan di atas dapat diambil

    kesimpulan bahwa kinerja adalah suatu proses dan

    hasil yang diperoleh dari pekerjaan seseorang dan atau

    kelompok, organisasi, perusahaan serta lembaga baik

    yang bersifat menguntungkan ataupun hanya bersifat

    jasa melalui kegiatan dan pengalaman dalam kurun

    waktu tertentu.

    2.1.2 Kinerja Mengajar Guru

    Guru yang baik, setidaknya memiliki empat

    kompetensi yang harus dikuasai. Empat kompetensi

    tersebut adalah kompetensi pedagogik, kompetensi

    kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi

    professional. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan di

    dalam amanat Undang-Undang Guru dan Dosen Bab VI

    tentang standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan

    pasal 28.

    Keempat kompetensi tersebut dapat dijelaskan

    secara singkat sebagai berikut. Kompetensi pedagogik

    berupa pemahaman terhadap peserta didik,

    perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan

    mengembangkan potensi peserta didik dengan

    pengeksplorasian kemampuan yang dimiliki guru.

  • 12

    Kompetensi kepribadian merupakan pencerminan dari

    kepribadian guru yang mantab, dewasa, berwibawa,

    bijaksana, berakhlak mulia sebagai contoh (tauladan)

    peserta didik. Kompetensi sosial merupakan

    kemampuan guru dalam rangka komunikasi dengan

    peserta didik, sesama guru, orang tua wali, dan

    masyarakat sekitar. Dan kompetensi profesional,

    kemampuan guru dalam penguasaan materi,

    kurikulum, dan metode pembelajaran secara

    mendalam.

    Dari keempat kompetensi di atas, pedagogik

    merupakan kompetensi yang erat hubunganya dengan

    kinerja mengajar guru, karena di dalam kompetensi ini

    guru harus mampu menguasai setidaknya kemampuan

    untuk merencanaan, melaksanaan, serta mengevalusai

    proses pembelajaran. Dan kemampuan-kemampuan

    itulah yang harus dimiliki seorang guru dalam

    mengajar. Seperti halnya yang di paparkan beberapa

    tokoh di bawah ini dalam mendefinisikan kata

    mengajar.

    Mengajar menurut Moedjiono dan Hasibuan

    (2012) adalah penciptaan sistem lingkungan yang

    memungkinkan terjadinya proses belajar

    (perencanaan). Sedang Hamalik (2004) mendefinisikan

    mengajar keranah yang lebih teknis, yaitu usaha guru

    untuk mengorganisasi lingkungan sehingga

    menciptakan kondisi belajar bagi anak didik

    (pelaksanaan). Suparman (2010) mendefinisikan

    mengajar keranah yang lebih aksiologis yaitu mengajar

    merupakan proses pengangkatan potensi-potensi yang

  • 13

    terdapat dalam diri anak didik yang tujuanya untuk

    menemukan dan mengarahkan anak didik menjadi

    dirinya sendiri (evaluasi).

    Sehingga dapat disimpulkana bahwa istilah

    kinerja mengajar guru dapat diartikan kemampuan

    yang harus dimiliki seorang guru dalam merencanakan,

    melaksanakan dan mengevaluasi peserta didik.

    Maksudnya, merencanakan program mengajarnya

    dengan baik, teratur dan disiplin. Kemudian

    menyajikan materi pengajaran dan membimbing

    kegiatan belajar peserta didik serta mengevalusi atau

    memberikan penilaian hasil belajar siswa dengan baik

    sesuai dengan aturan.

    2.1.3 Upaya Meningkatkan Kinerja Mengajar Guru

    Upaya peningkatan kinerja guru saat ini sedang

    terus dilaksanakan oleh pihak pengelola pendidikan

    baik yang berada di tingkat pusat, daerah maupun

    pada tingkat pelaksana. Tujuan dari pada peningkatan

    kinerja ini menurut Mulyasa (2003) tidak lain adalah

    untuk mewujudkan niat dan keinginan mencapai

    prestasi siswa yang berkualitas baik dalam rangka

    merealisasikan visi reformasi pendidikan, yaitu

    pendidikan harus menghasilkan manusia yang

    beriman, berakhlak mulia, cerdas serta manusia yang

    mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.

    Banyak kegiatan yang dapat dilaksanakan untuk

    meningkatkan kinerja seorang guru, terutama kinerja

    dalam mengajar. Akan tetapi di sini peneliti

    mengklasifikasikan kegiatan itu menjadi dua yaitu

    kegiatan yang dilakukan di dalam sekolah dan di luar

  • 14

    sekolah. Kegiatan yang dilakukan sekolah untuk

    meningkatkan kinerja gurunya menurut Suhertian

    (2000) mencakup a) supervisi yang dilakukan oleh

    kepala sekolah dan para pengawas dari kantor Dinas

    Pendidikan setempat, b) program Musyawarah Guru

    Mata Pelajaran (MGMP) yang dilaksanakan secara

    teratur dan berkelanjutan, c) pemberian motivasi dari

    kepala sekolah kapada para guru dan pemberian

    kesempatan kepada guru untuk dapat mengikuti

    seminar, lokakarya dan penataran dalam bidang yang

    terkait dengan keahlian. Sedangkan kegiatan

    peningkatan kinerja mengajar guru yang berasal dari

    luar sekolah (eksternal) dapat dilakukan dengan

    mengikuti seminar dan atau penataran yang

    dilaksanakan di tingkat kabupaten atau kota, propinsi

    dan tingkat nasional.

    Selain berbentuk kegiatan konkrit, pemerintah

    juga berupaya meningkatkan profesionalisme dan

    kinerja soerang guru dengan membuat peraturan

    perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan

    tersebut tertuang dalam PP (Peraturan Pemerintah)

    nomor 19 tahum 2005 tentang Standar Nasional

    Pendidikan yang di dalamnya diatur beberapa hal yaitu:

    guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi,

    sertifikasi pendidik, sehat jasamani dan rohani, serta

    memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan

    pendidikan nasional.

  • 15

    2.1.4. Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja

    Peneliti mengklasifikasikan menjadi dua faktor

    yang dapat mempengaruhi kinerja seorang guru. Faktor

    yang pertama adalah faktor yang dapat meningkatkan

    kinerja, sedang faktor yang kedua adalah faktor yang

    dapat menurunkan kinerja seorang guru dalam

    mengajar. Faktor yang pertama adalah faktor yang

    dapat meningkatkan kinerja guru. Mulyasa (2006)

    menyebutkan ada beberapa faktor yang dapat

    meningkatkan kinerja seorang guru diantaranya adalah

    dorongan (motivasi) untuk bekerja, tanggung jawab

    terhadap tugas, minat terhadap tugas, pengahargaan

    atas tugas, peluang untuk berkembang, perhatian dari

    kepala sekolah dan hubungan interpersonal dengan

    sesama guru.

    Selain faktor yang disebutkan Mulyasa, dalam

    penelitian karya Jakobus (2005) dengan judul “Studi

    Evaluasi Pelaksanaan Program Bimbingan Konseling”

    ada empat penyebab atau faktor yang membuat

    seseorang atau karyawan atau guru mau lebih

    berprestasi dalam bekerja. Dari keempat faktor itu

    antara lain: 1) seseorang akan bekerja lebih baik

    apabila seseorang tersebut merasa diperlukan dalam

    organisasi; 2) merasa jelas mengenai apa yang

    diharapkan dan sesekali memiliki wewenang untuk

    mengubah harapan-harapan itu; 3) mengetahui bahwa

    organisasi memberi peluang untuk berkembang sejauh

    mungkin mempergunakan kemampuan yang dimiliki;

    4) diberi kepercayaan dan diperlakukan dengan

    hormat.

  • 16

    Apa yang disampaikan Jakobus dalam

    penelitianya tersebut menurut peneliti menggambarkan

    faktor yang mempengaruhi kinerja pada aspek psikologi

    seseorang. Berbeda dengan Jakobus, Siagian (2002)

    menyatakan faktor yang mempengaruhi kinerja

    seseorang pada aspek fisik. Menurutnya kenerja

    seseorang dipengarui oleh kondisi fisik. Seseorang yang

    memiliki kondisi fisik yang baik dan prima akan

    memiliki pula daya tahan tubuh yang kuat sehingga

    akan tercermin pada kegairahan bekerja dengan tingkat

    produktivitas yang tinggi.

    Selain faktor psikologi dan fisik, ternyata

    kompetensi yang dimiliki seseorang juga berpengaruh

    terhadap kinerjanya. Herman (2011) dalam Jurnal

    penelitian yang berjudul “Hubungan Kompetensi

    dengan Kinerja Guru Ekonomi SMA” menyimpulkan

    bahwa ada pengaruh yang signifikan antara kompetensi

    yang dimililki oleh seorang guru dengan kinerja guru

    tersebut. Jadi semakin guru itu bekerja (mengajar)

    sesuai kompetensinya maka kinerja guru tersebut akan

    semakain baik, begitu pula sebaliknya.

    Mengenai faktor yang dapat menurunkan kinerja,

    secara logika apabila seseorang tidak memiliki faktor-

    faktor yang dapat meningkatkan kinerja seperti yang

    dituliskan di atas maka dengan otomatis hal itu yang

    dapat menurunkan kinerja seseorang. Sebagai contoh

    jika seseorang yang memiliki kondisi fisik yang baik

    dan daya tahan tubuh yang kuat akan menghasilkan

    tingkat produktifiatas kerja yang tinggi, sebaliknya

  • 17

    apabila seseorang tersebut kondisi fisiknya sedang

    sakit maka tingkat produktivitas kerjanya akan rendah.

    2.1.5. Pengukuran Kinerja Mengajar Guru

    Pengukuran kinerja terdapat dalam pedoman

    Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) tahun

    2005 tentang instrumen penilaian kinerja sekolah

    khususnya dalam komponen kinerja guru. Kinerja guru

    meliputi dua bidang, yaitu bidang akademik dan bidang

    non akademik. Adapun bidang akademik meliputi tiga

    unsur, yaitu 1) pengembangan pribadi yang memiliki

    tiga aspek yaitu aspek pengajaran, aspek kegiatan

    ekstra kulikuler dan aspek pribadi guru; 2) Unsur

    pembelajaran, memiliki tiga aspek yaitu aspek

    perencanaan, aspek pelaksanaan dan aspek evaluasi;

    3) unsur sumber belajar memiliki dua aspek yaitu

    aspek ketersediaan bahan ajar dan aspek pemanfaatan

    sumber belajar. Sedang bidang non akademik memiliki

    satu unsur yaitu unsur kepribadian yang memiliki

    tujuh aspek, yaitu aspek kedisiplinan, etos kerja, kerja

    sama, tanggung jawab, kejujuran dan prestasi kerja.

    Fokus penelitian ini adalah kinerja mengajar

    guru atau dengan kata lain proses pembelajaran.

    Proses pembelajaran di sini meliputi tiga aspek sesuai

    uraian pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja Guru

    tahun 2012 yaitu perencanaan, pelaksanaan dan

    evaluasi. Dalam ranah atau aspek perencaanaan

    pembelajaran, ada empat indikator yang menunjang

    dibawahnya. Indikator perencanaan pembelajaran

    tersebut yaitu memformulasikan tujuan pembelajaran

    dalam RPP sesuai dengan silabus atau kurikulum dan

  • 18

    memperhatikan karakteristik peserta didik, menyusun

    bahan ajar secara runut, kontekstual, mutakhir dan

    logis, merencanakan kegiatan pembelajaran secara

    efektif, memilih sumber belajar atau media

    pembelajaran sesuai materi dan strategi pembelajaran.

    Aspek pelaksanaan terdapat tujuh indikator

    yaitu: memulai pembelajaran dengan efektif, menguasai

    materi pembelajaran, menerapkan pendekatan atau

    strategi pembelajaran yang efektif, memanfaatkan

    sumber belajar atau media dalam pembelajaran,

    memicu dan atau memelihara keterlibatan siswa dalam

    pembelajaran, menggunakan bahasa yang benar dan

    tepat dalam pembelajaran, mengakhiri pembelajaran

    dengan efektif.

    Unsur pembelajaran yang terakhir adalah

    evaluasi. Aspek evaluasi terdiri dari tuga indikator,

    yaitu merancang alat evaluasi untuk mengukur

    kemajuan dan keberhasilan belajar peserta didik,

    menggunakan berbagai strategi dan metode penilaian

    untuk memantau kemajuan dan hasil belajar peserta

    didik dalam mencapai kompetensi tertentu

    sebagaimana yang tertulis dalam RPP, memanfaatkan

    berbagai hasil penilaian untuk memberikan umpan

    balik bagi peserta didik tentang kemajuan belajarnya

    dan bahan penyusunan rancangan pembelajaran

    selanjutnya.

    2.1.6. Profesionalisme Guru

    Menjadi guru yang profesional itu tidaklah

    mudah. Banyak persyaratan atau prinsip yang harus

    ada pada diri guru terebut untuk dapat menyandang

  • 19

    “gelar” guru profesional. Sebagaimana yang telah

    disampaikan dalam Undang-Undang Guru dan Dosen

    nomor 14 tahun 2005 tentang prinsip profesionalitas

    guru bahwa profesi guru dan profesi dosen merupakan

    bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan

    berdasarkan prinsip sebagai berikut: 1. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme 2. Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu

    pendidikan, keimanan, ketaqwaan, dan akhlak mulia

    3. Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang

    pendidikan sesuai bidang tugas

    4. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan

    bidang tugas 5. Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas

    keprofesionalan

    6. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai

    dengan prestasi kerja

    7. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajr

    sepanjang hayat

    8. Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam

    melaksanakan tugas keprofesionalan

    9. Memiliki organisasi profesi yang mempunyai

    kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru (UU Nomor 14 tahun 2005

    tentang guru dan dosen)

    Sehingga diharapkan dengan banyaknya guru yang

    telah memenuhi prinsip-prinsip di atas akan

    berdampak pada peningkatan kualitas guru pada

    khusunya dan kualitas pendidikan nasional pada

    umumnya.

    Selain proses untuk menjadi guru profesional

    yang relatif berat, tanggung jawab profesionalnya pun

    juga berat. Menurut Kunandar (2007) guru profesional

    harus memiliki tanggung jawab spiritual dan moral

    yang diwujudkan melalui penampilan guru sebagai

    makhluk beragama yang perilakunya senantiasa tidak

    menyimpang dari norma-norma agama dan moral.

  • 20

    2.2 Evaluasi Kinerja Mengajar Guru

    Penilaian dan atau pengukuran merupakan satu

    rangkaian dalam proses evaluasi. Hal ini ditegaskan

    oleh Arikunto (2012) dimana dalam evaluasi terdapat

    proses penilaian dan pengukuran terlebih dahulu.

    Sehingga dalam pelaksanaan di lapangan penilaian dan

    evaluasi tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

    Beberapa tokoh juga mendefinisikan tentang

    evaluasi. Aries (2011) dalam bukunya yang berjudul

    asissmen dan evaluasi memiliki pendapat bahwa

    evaluasi yaitu pengujian tingkat penguasaan ilmu

    untuk menentukan hasil akhir dari capaian prestasi

    pembelajaran. Hal ini bertujuan untuk mengetahui

    tingkat penguasaan materi yang telah diterima selama

    beberapa waktu. Sehingga diakhir proses akan terlihat

    siapa saja yang telah menguasi dan siapa saja yang

    belum menguasai materi atau dengan kata yang lebih

    sederhana lulus dan tidak lulus.

    Selain proses penilaian dan pengukuran yang

    diungkapkan oleh Aries dan Arikunto tentang definisi

    evaluasi di atas, ada satu lagi proses yang terkandung

    dalam evaluasi yaitu mengumpulkan informasi

    mengenai objek evalusi. Pendapat ini di ungkapkan

    oleh Wirawan (2009) bahwa evaluasi adalah proses

    mengumpulkan informasi mengenai objek evaluasi dan

    menilai objek evaluasi dengan membandingkanya

    dengan standar evaluasi. Kayanya informasi tentang

    objek evaluasi yang didapat sebelum melakukan

    evaluasi mempermudah proses evaluasi itu sendiri. Hal

    ini dikarenakan evaluator telah mengetahui lebih

  • 21

    mendalam tentang berbagai informasi dari objek

    evaluasi, sehingga sejauh mana kemampuan objek

    evaluasi telah diketahui oleh evaluator sebelumnya.

    Untuk menghasilkan tenaga yang profesional,

    baik guru ataupun karyawan (pegawai) yang

    berpengaruh dalam peningkatan mutu, perlu adanya

    proses evaluasi, lebih spesifik adalah evaluasi kinerja.

    Hilal (2012) dalam jurnal yang berjudul, ”Teacher

    Performance Evaluation In Oman As Perceived By

    Evaluators” mengatakan bahwa penilaian atau evaluasi

    kinerja dianggap penting karena dapat meningkatkan

    kinerja guru.

    Banyak orang yang berkecimpung dalam bidang

    manajemen sumber daya manusia berpendapat bahwa

    evaluasi kinerja bagi para pegawai atau karyawan

    penting dilakukan. Hal ini disebabkan karena peran

    evaluasi sebagai umpan balik atas berbagai hal seperti

    kemampuan, keletihan, kekurangan, dan potensi yang

    ada pada diri pegawai dalam kurun waktu tertentu.

    Selain peran terhadap pegawai, menurut Siagian (2002)

    evaluasi kinerja juga memiliki peran terhadap

    organisasi, lembaga atau keolompok dalam mengambil

    sebuah kebijakan atau keputusan seperti identifikasi

    kebutuhan program pendidikan dan pelatihan,

    rekrutmen tenaga kerja, seleksi, penempatan, promosi

    sistem imbalan dan berbagai aspek lain dari

    keseluruhan program sumber daya manusia secara

    efektif.

    Sehingga dari uraian diatas dapat diambil

    kesimpulan bahwa evaluasi kinerja mengajar pada guru

  • 22

    adalah pengukuran atau penilaian yang dilakukan

    terhadap semua guru yang ada di dalam suatu

    organisasi pendidikan yang hanya mencakup tentang

    bagaimana perencanaan pembelajaran, pelaksanaan

    dan sistem evaluasi yang diterapkan guru terhadap

    peserta didik dalam kurun waktu tertentu guna

    mengetahui kekurangan, keletihan atau kejenuhan dan

    prestasi yang ada pada diri seorang guru.

    2.2.1 Komponen Evaluasi Kinerja Mengajar Guru

    1. Perencanaan Pembelajaran

    Perencanaan pembelajaran merupakan salah satu

    komponen dalam kegiatan pembelajaran. Perencanaan

    ini harus mencerminkan tujuan dan nilai dari adanya

    kegiatan itu. Sehingga prinsip-prinsip dalam membuat

    perencanaan pembelajaran haruslah selalu dipegang

    oleh seorang guru. Prinsip itu antara lain menurut

    Mulyasa (2004), yaitu:

    1. Rumusan kompetensi dalam persiapan mengajar

    yang jelas. Semakin konkret kompetensi, semakin mudah

    diamati dan semakin tepat kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan untuk membentuk kompetensi tersebut.

    2. Persiapan mengajar yang sederhana dan fleksibel

    serta dapat dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran

    dan pembentukan kompetensi peserta didik.

    3. Kegiatan-kegiatan yang disusun dan dikembangkan dalam persiapan mengajar setidaknya menunjang dan

    sesuai dengan kompetensi yang telah ditetapkan.

    4. Persiapan mengajar yang dikembangkan utuh dan

    menyeluruh, serta jelas pencapaiannya.

    5. Koordinasi antara komponen pelaksana program

    sekolah harus diadakan, terutama apabila pembelajaran dilaksanakan secara tim (team teaching) atau moving class

    Selain prinsip yang dikemukakan oleh Mulyasa

    (2004), di dalam kutipan undang-undang no 14 tahun

  • 23

    2005 tentang guru dan dosen pasal 20 poin “a” yang

    menyebutkan bahwa, ”Dalam melaksanakan tugas

    keprofesionalan, guru berkewajiban merencanakan

    pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan

    mengevaluasi hasil pembelajaran”. Kutipan di atas

    nampak jelas bahwa guru berkewajiban merencanakan

    pembelajaran sehingga akan lebih siap ketika masuk

    dalam kegiatan pelaksanaan pembelajaran.

    Dalam perencanaan pembelajaran atau sebelum

    melakasanakan kegiatan pembelajaran, setidaknya ada

    beberapa poin yang harus dikerjakan oleh seorang

    guru. Pertama, guru membuat dan atau memiliki

    rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) secara

    personal. RPP ini penting bagi seorang guru karena

    sebagai acuan dalam melaksanakan pembelajaran.

    Selain itu juga sebagai tolok ukur tentang seberapa

    dalam guru memahami keadaan baik siswa, sekolah

    maupun lingkungan sekitar. Terkait hal ini Majid

    (2011) menguatkan bahwa dalam menyusun rencana

    pembelajaran,secara personal guru dituntut untuk

    mempertimbangkan keadaan-keadaan yang

    menlingkupinya seperti karakteristik siswa, sarana

    prasarana sekolah dan keadaan lingkungan sekitar.

    Kedua, dalam menyusun bahan ajar, setidaknya

    harus logis, runut, kontekstual dan mutakhir. Sanjaya

    (2010) memberikan penjelasan tentang logis yang

    artinya ada kesesuaian atau relevansi antara

    kedalaman materi yang akan disampaiakan dengan

    kondisi atau kemampuan atau potensi peserta didik

    serta bakat, minat dan gaya belajarnya. Kemuidan

  • 24

    Runut berarti penyusunan bahan ajar dimulai dari

    yang mudah kepada yang sulit, dari yang ringan

    kepada yang berat dan dari yang simpel kepada yang

    rumit. Lalu kontekstual berarti disesuaikan dengan

    keadaan kehidupan dan perkembangan ilmu

    pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Dan terakhir

    mutakhir yang menurut Majid (2011) berarti

    penyusunan bahan ajar tidak hanya berpacu pada

    buku akan tetapi lebih kepada sumber-sumber ilmu

    pengetahuan lain sesuai keadaan saat ini dengan

    bentuk yang tidak terbatas.

    Ketiga, merencanakan pembelajaran yang efektif.

    menurut Dunne dan Wragg (1996) ciri pembelajran

    efektif adalah memudahkan siswa dalam belajar.

    Artinya ketika siswa merasa mudah dalam menerima

    dan memahami materi yang telah disampaikan oleh

    guru maka itulah yang disebut pembelajaran efektif.

    Hal ini terlihat dari hasil tes yang dilakukan guru

    terhadap siswa seusai menyampaikan materi. Jika

    hasilnya baik (siswa dapat menjawab pertanyaan yang

    dilontarkan guru) maka dapat diartika siswa dapat

    menerima materi dari guru dengan baik begitupun

    sebaliknya.

    Terakhir yang keempat, memilih sumber dan atau

    media pembelajaran yang sesuai dengan materi serta

    metode. Menurut Sanaky (2009), pemilihan sumber

    belajar dan media pembelajaran yang disesuaikan

    dengan materi serta metode bertujuan untuk

    mempermudah proses pembelajaran, meningkatkan

    efisiensi proses pembelajaran, menjaga relevansi antara

  • 25

    materi dengan tujuan, serta membantu konsentrasi

    kegiatan belajar mengajar. Selain apa yang diutarakan

    Sanaky, Sadiman (2012) juga mengutarakan terkait

    kegunaan atau tujuan dari pada pemilihan media atau

    sumber belajar tersebut. Sadiman (2012) mengatakan

    bahwa media atau sumber belajar juga memiliki

    kegunaan yang salah satunya untuk menimbilkan

    kegairahan siswa dalam belajar. Hal ini disebabkan

    karena ada nilai kreatifitas ketika menggunakan media-

    media yang ada seperti LCD, alat-alat peraga dan lain

    sebagainya yang tentu menarik keingintahuan siswa

    untuk selalu memperhatikan.

    2. Pelaksanaan Pembelajaran

    Implementasi dari perencanaan yang dibuat oleh

    seorang guru adalah pada pelaksanaan proses

    pembelajaran. Usman (2010) mengemukakan

    pelaksanaan pembelajaran mengikuti prosedur

    memulai pelajaran, mengelola kegiatan belajar

    mengajar, mengorganisasikan waktu, siswa, dan

    fasilitas belajar, melaksanakan penilaian proses dan

    hasil pelajaran, dan mengakhiri pelajaran. Proses ini

    harus sesuai dengan tujuan pembelajaran yang

    tertuang dalam perencanaan yang telah dibuat oleh

    guru sebelumnya. Dalam proses pembelajaran, tututan

    guru relatif besar. Guru harus bisa mengelola kelas

    dengan baik, guru harus melibatkan siswa aktif dalam

    setiap kegiatan belajar yang ada, guru harus bisa

    memanfaatkan berbagai media guna menunjang

    kelancaran proses pembelajaran dan juga harus

  • 26

    menggunakan bahasa yang baik ketika berkmunikasi

    dengan peserta didik.

    Kegiatan awal yang dilakukan dan harus dikuasai

    oleh seorang guru dalam pelaksanaan pembelajaran

    adalah membuka pelajaran. Dalam kegiatan membuka

    pelajaran, menurut Sa’ud (2011) setidaknya ada

    beberapa komponen yang harus dilakukan oleh guru.

    Pertama guru harus bisa menarik perhatian siswa.

    Banyak jalan yang dapat digunakan guru untuk

    menarik perhatian siswa diantaranya dengan

    menggunakan peralatan pembantu yang menunjang

    kegiatan kreatifitas guru dan melaksanakan berbagai

    strategi atau metode yang bervariasi. Komponen yang

    harus dilakukan guru saat membuka pelajaran yang

    kedua adalah guru harus mampu menimbulkan

    motifasi siswa untuk dapat mengikuti mata pelajaran

    yang akan disampaikanya dengan baik. Komponen

    yang terakhir adalah guru harus memberikan acuan

    atau garis-garis besar tentang pelajaran yang akan

    disampaikan agar tidak keluar dari pembahasan.

    Setelah guru malakukan kegiatan awal, baru

    masuklah pada kegiatan utama yaitu transfer ilmu

    pengetahuan yang dimiliki guru kepada para siswa.

    Dalam kegiatan ini tuntutan terbesar guru terletak

    pada bagaimana guru mengelola aspek-aspek yang

    mendukung agar apa yang disampaiakanya dapat

    diterima dengan mudah oleh siswa (efektif). Tuntutan

    pertama guru harus menguasai materi pelajaran yang

    akan disampaikanya. Hal ini erat hubunganya dengan

    kematangan guru dalam mempersiapkan materi-materi

  • 27

    yang akan disampaikan kepada siswa serta kompetensi

    yang dimiliki. Pada tataran ini sesuai dengan amanat

    undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru

    dan dosen, pada bab 3 pasal 7 poin “d”, mengatakan

    bahwa, ”guru memiliki kompetensi yang

    diperlukan,sesuai dengan bidang tugasnya”. Artinya

    ketika guru ditugaskan untuk membidangi satu mata

    pelajaran, maka guru tersebut wajib menguasai mata

    pelajaran yang ditugaskanya.

    Tuntutan guru yang kedua ialah guru menerapkan

    pendekatan atau strategi pembelajaran yang dapat

    mempermudah siswa dalam menerima pelajaran.

    Penerapan strategi pembelajaran yang tepat tentu

    berpengaruh terhadap daya terima siswa akan

    pelajaran yang disampaikan guru. Pendapat ini

    dibenarkan Hamruri (2012) yang menyatakan bahwa

    makin tepat metode yang digunakan guru dalam

    mengajar akan semakin efektif kegiatan pembelajaran.

    Artinya kepiawaian guru terkait pemilihan metode atau

    strategi dalam proses pembelajaran sangat dibutuhkan

    agar kegiatan pembelajaran atau materi yang

    disampaikan guru dapat diterima dengan mudah oleh

    siswa-siswanya.

    Selanjutnya guru dituntut untuk dapat

    memanfaatkan media pembelajaran sebagai penunjang

    atau pendukung terjadinya pembelajaran yang efektif.

    Pada tataran praktis, tidak semua materi pelajaran

    dapat disajikan guru secara langsung. Sebagai contoh

    ketika guru harus menerangkan kepada siswa tentang

    keadaan yang terjadi di luar angkasa. Sebaik apapun

  • 28

    kemampuan verbal guru dalam menyampaiakan tentu

    hal ini kurang efektif tanpa adanya media yang

    mendukung. Siswa hanya membayangkan hal-hal

    abstrak dari apa yang disampaikan guru tanpa tahu

    wujud konkretnya. Oleh karena itu Sanjaya (2008)

    mengatakan, “media dapat digunakan agar lebih

    memberikan pengetahuan yang konkret dan tepat agar

    mudah difahami karena tidak semua pengalaman

    belajar dapat diperoleh secara langsung”.

    Berikutnya, guru dituntut untuk dapat memicu dan

    melibatkan siswa dalam proses pembelajaran. Pelibatan

    siswa dalam pembelajaran merupakan satu upaya

    untuk membentuk karakter yang aktif, berani dan

    kritis. Hal ini sejalan dengan pendapat Hamruri (2012)

    yang menyatakan bahwa pembalajaran yang

    melibatkan siswa secara aktif dapat membangun

    pengetahuan, sikap dan perilaku. Tentu guru tidak

    dapat terlepas dari kegiatan ini meski nantinya siswa

    telah secara aktif memberikan pendapat, saling tukar

    pengetahuan dan saling sanggah. Namun guru tetap

    pada koridor membimbing, mengarahkan, dan menjaga

    agar pembelajaran tetap dinamis.

    Terakhir sebelum masuk pada kegiatan penutup,

    tidak lupa guru dituntut untuk menggunakan bahasa

    yang baik dan tepat dalam proses pembelajaran.

    Penggunaan bahasa yang baik dan tepat tentu akan

    mempermudah siswa dalam menerima pelajaran yang

    disampaikan guru. Apalagi dengan redaksi-redaksi

    yang membuat siswa tertarik untuk selalu

    memperhatikan. Pada konteks ini, penggunaan bahasa

  • 29

    daerah dalam menyampaikan materi pembelajaran

    diperbolehkan, selama dapat difahami oleh siswa dan

    penyampaianya pun dengan baikk dan tepat. Hal ini

    diatur di dalam undang-undang sisdiknas no. 20 tahun

    2003 bab VII pasal 33 tentang bahasa pengantar poin

    (b), yang mengatakan bahwa, “bahasa daerah dapat

    digunakan sebagai bahasa pengantar dalam tahap awal

    pendidikan apabila diperlukan dalam penyampaian

    pengetahuan dan atau keterampilan tertentu”.

    Kegiatan yang paling akhir dalam proses

    pelaksanaan pembelajaran yaitu menutup atau

    mengakhiri pelajaran. Dalam kegiatan ini, sebisa

    mungkin guru mengambil alih sepenuhnya aktifitas

    pembelajaran untuk dapat merangkum, memberikan

    penekanan pada materi yang telah disampaikan lalu

    kemudian menarik kesimpulan sehingga akan muncul

    satu kajelasan tentang pentingnya siswa mengikuti

    mengikuti pelajaran tersebut. terkait hal ini, Usman

    (2010) juga mengemukakan pendapat bahwa salah satu

    bentuk usaha guru dalam menutup pelajaran ialah

    dengan merangkum atau membuat garis-garis besar

    persoalan yang baru dibahas atau dipelajari

    (menyimpulkan) sehingga siswa memperoleh gambaran

    yang jelas tentang makna serta esensi pokok persoalan

    yang baru saja dipelajari.

    3. Evaluasi

    Evaluasi dalam proses pembelajaran merupakan

    kegiatan penting yang harus dilakukan oleh seorang

    guru. Setiap pembelajaran harus ada penilaian, karena

    penilaian merupakan indikator penting untuk

  • 30

    mengetahui kualitas hasil pembelajaran serta

    mengetahui tingkat pencapaian penerimaan mata

    pelajaran oleh peserta didik/siswa. Hal ini ditegaskan

    oleh Purwanto (2013) yang menyatakan bahwa fungsi

    evaluasi adalah untuk mengetahui kemajuan dan

    perkembangan serta keberhasilan siswa setelah

    mengalami atau melakukan kegiatan belajar selama

    kurun waktu tertentu.

    Salah satu hal penting dalam pelaksanaan proses

    evaluasi adalah prisip keadilan. Menurut Mulyasa

    (2011) prinsip keadilan diikuti oleh prinsip lain agar

    penilaian dapat dilakukan secara objektif, karena

    penilaian yang adil tidak dipengaruhi oleh faktor

    keakraban, menyeluruh, memiliki criteria yang jelas,

    dilakukan dalam kondisi yang tepat dan dengan

    instrument yang tepat pula sehingga diharapkan

    mampu menunjukan prestasi peserta didik

    sebagaimana adanya.

    Kegiatan evaluasi pembelajaran terdapat enam

    tahapan atau langkah yang harus dilaksanakan

    menurut Sudijono (2008). Langkah tersebut adalah:

    1. Menyusun rencana evaluasi hasil belajar

    2. Menghimpun data

    3. Melakukan verifikasi data

    4. Mengolah data dan menganalisis data

    5. Memberikan Interpretasi dan Menarik Kesmpulan

    6. Tindak Lanjut Hasil Evaluasi

    2.3 Model Evaluasi

    Setiap penelitian evaluatif memiliki model evaluasi

    sendiri-sendiri berdasarkan karakteristik dan tujuan

  • 31

    yang akan dicapai. Arikunto (2012) membagi model-

    model penelitian evaluasi menjadi delapan model, yaitu:

    1. Goal Oriented Evaluation Model yang dikembangkan oleh Tyler. 2. Goal Free Evaluation Model yang dikembangkan oleh Scriven. 3. Formatif Summatif Evaluation Model yang dikembangkan oleh

    Michael Scriven. 4. Countenance Evaluation Model yang dikembangkan oleh Stake. 5. Responsive Evaluation Model yang dikembangkan oleh Stake. 6. CSE-UCLA Evaluation Model yang menekankan pada “kapan”

    evaluasi dilakukan. 7. CIPP Evaluation Model, dikembangkan oleh Stufflebeam. 8. Discrepancy Model yang dikembangkan oleh Provus.

    Dalam melaksanakan sebuah kegiatan evaluasi, pada

    dasarnya dibutuhkan sebuah model yang cocok untuk

    mempermudah melakukan kegiatan evaluasi.Dilihat dari

    beberapa substansinya bahwa evaluasi ini juga berupaya

    untuk melihat beberapa hal yang melatar belakangi

    penyelenggaraan kinerja, desain perencanaan kinerja

    pelaksanaan kinerja dan produk yang dihasilkan dari

    kinerja tersebut.

    Selain dilihat dari keempat substansi tersebut, yang

    pada akhirnya evaluasi ini akan memberikan rekomendasi

    terhadap keberadan sebuah kinerja. Apabila dilihat dari

    beberapa substansi yang ada, maka tidak semua model

    evaluasi cocok untuk digunakan sebagai model evaluasi

    kinerja tersebut.

    2.3 Model Evaluasi Descrepancy

    Descrepancy Evaluation Model dikembangkan oleh

    Malcolm Provus.Model evaluasi ini menekankan

    pandangan adanya kesenjangan didalam pelaksanaan

    program. Evaluator menggambarkan ketimpangan antara

  • 32

    standar kinerja dengan kinerja riil yang sudah

    dilaksanakan (Arikunto,2008: 48).

    Adapun terdapat tahapan-tahapan yang harus

    dilaksanakan dalam model evalusi kesenjangan menurut

    Wirawan (2011:106) adalah :

    1)Merencanakan evaluasi menggunakan model

    diskrepansi, Menentukan informan yang diperlukan

    untuk membandingkan implementasi yang

    sesungguhnya dengan standar yang mendefinisikan

    kinerja obyek evaluasi.2)Menjaring kinerja objek evaluasi yang meliputi pelaksanaan program, hasil-hasil

    kuantitatif dan kualitatif, 3)Mengidentifikasi

    ketimpangan-ketimpangan antara standar pelaksanaan

    dengan hasil pelaksanaan objek evaluasi sesungguhnya

    dan menentukan rasio ketimpangan,4)Menentukan

    penyebab ketimpangan antara standar dengan kinerja objek evaluasi, 5)Menghilangkan ketimpangan dengan

    membuat perubahan-perubahan terhadap implementasi

    objek evaluasi.

    Evaluasi model kesenjangan Malcolm Provus memiliki

    tahapan pengembangan sebagai berikut :

    1.Design and refers to the nature of the program, its objectives, students, staff and other resources required for the program, and the actual activities designed to promote attainment of the objectives. The program design that emerges becomes the standard against which the program is compared in the next stage, 2.Installation involves determining whether an implemented program is congruent with its implementation plan, 3. Process, in which evaluator serves in a formative role, comparing performance with standards and focusing on the extent to which the interim or enabling objectives have been achieved, 4. Product is concerned with comparing actual attainments against the standards (objectives) derived during stage 1 and noting the discrepancies (Clare Rose & Glenn F Nyre, 1977: 15).

    Melalui beberapa pendapat diatas mengenai

    pengertian dan komponen yang menjadi tahapan dalam

  • 33

    pelaksanaan evaluasi dengan menggunakan Descrpancy

    Model, maka dapat dipahami bahwa model evaluasi

    dskrepansi merupakan jenis model evaluasi yang

    dilakukan dengan mengukur atau mendeskripsikan

    antara standar yang digunakan dengan kondisi riil/nyata

    dalam penyelenggaraan suatu program. Komponen yang

    perlu diperhatikan atau menjadi prosedur dalam

    pelaksanaan Descrepancy Model menurut Provus (dalam

    Wirawan, 2012) meliputi tahapan sebagai berikut: 1).

    Desain merupakah tahapan kegiatan untuk merumuskan

    tujuan, proses, tujuan dan pengalokasian sumber daya

    dalam melakukan aktivitas untuk mencapai tujuan yang

    telah ditetapkan, 2). Instalasi merupakan rancangan yang

    digunakan sebagai standar guna mempertimbangkan

    langkah-langkah operasional program, 3). Proses yaitu

    merupakan kegiatan evaluasi yang dipusatkan pada

    upaya memperoleh data tentang kemajuan program, guna

    menentukan apakah program telah sesuai dengan tujuan

    yang diharapkan, 4). Produk yakni evaluasi untuk

    menentukan apakah tujuan program sudah tercapai. 5).

    Analisis biaya dan manfaat yakni menganalisis hasil yang

    diperoleh dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan.

    Model evaluasi yang akan digunakan dalam

    penelitian ini adalah Discrepancy evaluation model (DEM).

    Evaluasi difokuskan untuk mengetahui kesenjangan atau

    ketidaksesuaian antara standar evaluasi kinerja mengajar

  • 34

    guru yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan dan

    Kebudayaan Tahun 2012.Berdasarkan standar yang

    digunakan sebagai tolak ukur evaluasi kinerja, sehingga

    dapat memberikan masukan untuk terhadap kinerja

    mengajar guru MI di Kecamatan Sidorejo.

    Pada penelitian ini model evaluasi Discrepancy

    merupakan model yang menurut peneliti paling cocok

    untuk mengungkap fakta dan data dibalik kinerja

    mengajar guru di MI se-Kecamatan Sidorejo Kota

    Salatiga dibandingkan model-model yang lainya. Hal ini

    disebabkan karena karakteristik dari penelitian ini

    adalah mengungkapkan kesesuaian antara fakta dari

    satu kegiatan yang terjadi dengan acuan-acuan atau

    ketentuan yang ada di dalam satu pedoman (pedoman

    penilaian kinerja guru dari kemendiknas) untuk

    menemukan ada tidaknya kesenjangan. Kesenjangan

    yang dimaksud adalah kesenjangan antara yang terjadi

    dilapangan dengan apa yang menjadi acuan program

    atau teori.

    Model Descrepancy dikembangkan oleh Malcolm

    Provus (1971) dalam bukunya yang berjudul

    Discrepancy Evaluation.Discrepancy atau kesenjangan

    menekankan adanya perbedaan yang terjadi di dalam

    pelaksanaan evaluasi program.Pada model evaluasi ini,

    tugas evaluator (peneliti) menurut Arikunto (2010)

    mungukur besarnya kesenjangan yang ada disetiap

    komponen. Sehingga akan didapat data-data yang

    menggambarkan seberapa jauh kesenjangan itu telah

    terjadi.

  • 35

    Penelitian dengan model evaluasi descrepancy ini

    tidak hanya berhenti setelah data-data digali dan

    ditemukan adanya kesenjangan saja, akan tetapi proses

    identifikasi atas kesenjangan antara standar dan fakta

    di lapangan merupakan kegiatan penting dalam

    penelitian ini. Data diidentifikasi secara rinci dan

    mendalam guna mendapatkan hasil yang akurat dan

    terpercaya, baru kemudian peneliti dapat mengetahui

    letak ketimpangan lalu kemudian menentukan rencana

    tindak lanjut untuk mempersempit atau

    menghilangkan rentan kesenjanganya.Banyak bentuk

    rencana tindak lanjut yang dapat digunakan peneliti,

    sebagai contoh tindak lanjut berupa pembuatan modul

    oleh peneliti yang berisi standar, permasalahan atau

    kesenjangan dan solusi untuk mengatasinya.Rencana

    tindak lanjut berupa pembuatan modul ini cukup

    membantu kepala sekolah (jika objek penelitian

    bertempat di sekolah) dan manajer (jika objek penelitian

    bertempat di perusahaan) dalam menindak lanjuti hasil

    analisis.

    Kemudian yang lain adalah berupa butir-butir

    rekomendasi dari peneliti kepada stake holder(kepala

    sekolah)yang berisi apa-apa saja yang perlu

    diperhatikan lebih intensif terhadap program yang telah

    berjalan di sekolahnya atau perusahaan serta

    penambahan kegiatan apa saja yang perlu di adakan

    dan digiatkan untuk meminimalisir kesenjangan

    (masalah) atau bahkan menghilnagkanya dari sekolah

    dan perusahaan. Adapun tujuan dari tindak lanjut ini

    secara umum adalah sebagai tindakan awal dari

  • 36

    bentuk perbaikan yang nantinya dapat dilanjutkan

    dengan kegiatan-kegiatan yang relevan demi

    tercapainya suatu program yang sesuai dengan

    standar.

    Wirawan (2012) juga merumuskan beberapa

    langkah dalam melaksanakan model evaluasi ini.ada

    enam langkah yang dapat digambarkan wirawan

    sebagai berikut.

    Gambar 1. Langkah Model Evaluasi Deskrepancy munurut

    Wirawan (2012)

    2.4 Penelitian Relevan

    Penelitian tentang evaluasi kinerja di luar sana

    memang sudah tidak sedikit. Bahkan terkadang

    substansi dari penelitian-penelitian evaluasi kinerja

    banyak yang sama. Hanya subjek dan tempat

    penelitianya saja yang terkadang berbeda. Akan tetapi

    hal itu bukanlah suatu permasalahan yang

    menghambat penulisan karya ilmiah dengan topik

    evaluasi kinerja. Penelitian-penelitian yang sudah ada

    sebelumnya menjadi reverensi dan bahan kajian untuk

    1. Mengembangkan desain dan standar program

    2. Merencanakan evaluasi menggunakan model evaluasi

    ketimpangan

    3. menjaring data mengenai kinerja program

    4. Mengidentifikasi ketimpangan antara kinerja dengan standar

    5. Menentukan alasan penyebab ketimpangan

    6. Menyusun aktifitas untuk menghilangkan ketimpangan

  • 37

    penelitian evaluasi kinerja selanjutnya. Sehingga

    ditemukan celah-celah dimana penelitian itu harus

    ditempatkan. Untuk itu di sini peneliti akan

    memaparkan penelitian-penelitian terdahulu yang

    relevan sebagai bahan kajian. Pertama Penelitian

    Suratno (2010) dengan judul Evaluasi Kinerja Guru

    Profesional (Studi Kasus Guru Sekolah Dasar di Kota

    Jambi). Hasilny bahwa rata-rata guru SD professional

    di Kota Jambi dalam beberapa indikator kinerja

    menunjukan kategori yang baik, namun dalam hal

    tanggung jawab professional ada tigal yang belum

    memenuhi standar, yaitu penulisan Karya Ilmiah,

    Keaktifan dalam Forum Ilmiah dan Pengembangan

    profesi.

    Kedua Penelitian dari Rahmatan (2004) dengan

    judul Analisis Kinerja Mengajar Guru Perbantuan

    Sementara (GPS) Biologi SLTP dan SMU se-Provinsi

    Nanggro Aceh Darussalam. Hasil penelitian

    menyimpulkan bahwa dari 24 guru GPS yang diteliti

    dalam aspek merencanakan dan melaksanakan

    pembelajaran berada pada kategori “Cukup” dan “Baik”.

    Ketiga Penelitian dari Kustantini (2005) dengan

    judul Analisis Kinerja Guru di Sekulah Menengah

    Pertama Negeri 2 Ungaran Kabupaten Semarang.

    Kustantini dalam penelitian menyimpulkan bahwa pada

    umumnya kinerja guru di SMP N 2 Ungaran

    Kabupaten Semarang masih kurang baik hal ini

    tampak dari data-data yang diutarakan di dalam

    tesisnya.

  • 38

    Keempat Penelitian dari Hilal (2012) yang

    berjudul “Teacher Performance Evaluation In Oman As

    Perceived By Evaluators”. Hilal menyimpulkan dalam

    jurnalnya bahwa penilaian kinerja guru dianggap

    penting untuk masyarakat oman karena hal itu dapat

    meningkatkan kinerja guru, akan tetapi banyak

    kendala yang dihadapi untuk melakukan evaluasi

    diantaranya kurangnya waktu, ambiguitas standar,

    kurangnya insentif.

    Kelima penelitian dari Yusrizal (2011) yang

    berjudul Evaluasi Kinerja Guru Fisika, Biologi, dan

    Kimia SMA Yang Sudah Lulus Sertifikasi. Penelitian ini

    menyimpulkan bahwa guru fisika dan biologi yang telah

    lulus sertifikasi belum seluruhnya berkinerja tinggi.

    Sedang guru kimia yang telah lulus sertifikasi relatif

    lebih tinggi kinerjanya dibandingkan guru fisika dan

    biologi.

    Dari penelitian-penelitian yang relevan di atas

    maka perlu ditegaskan bahwa posisi penelitian ini

    adalah untuk mengevaluasi kinerja guru yang mengajar

    tidak sesuai antara bidang tugas dan latar belakang

    pendidikanya terdahulu sehingga hasil dari penelitian

    ini dapat digunakan sebagai acuan tentang apa-apa

    saja yang perlu diperbaiki, dipertahankan dan

    ditingkatkan terkait dengan proses pembelajaran.

    2.5 Kerangka Pikir Penelitian

    Kegiatan pembelajaran merupakan salah satu

    komponen yang ada dalam dunia pendidikan. Fokus

    kegiatan pembelajaran dalam penelitian ini adalah

    tentang bagaimana kinerja mengajar guru yang

  • 39

    didalamnya terdapat perencanaan, pelaksanaan

    pembelajaran dan evaluasi. Ketiga aspek ini sebagai

    tolok ukur tentang bagaimana kinerja guru dalam

    mengajar. Pemerintah melalui dinas pendidikan dan

    kebudayaan telah membuat pedoman yang di dalamnya

    berisi kisi-kisi atau standar proporsional bagi guru

    dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran kaitanya

    dengan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi bagi

    peserta didik atau peneliti menyebutnya pedoman

    evalausi kinerja mengajar guru.

    Berikut adalah bagan kerangka berfikir dalam

    penelitian ini:

    Gambar 2. Kerangka Pikir Penelitian

    Perencanaan

    Pembelajran

    Pelaksanaan Pembelajran

    Evaluasi

    Pembelajaran

    Evalauasi Kierja

    Mengajar Guru

    Hasil Evaluasi dan saran

    Kegiatan Mengajar Guru

    Tahap Evaluasi : Desain, Instalsai, Proses, Hasil