bab ii tinjauan pustaka 2 - sinta.unud.ac.id ii.pdfmobile ad-hoc network ... jurnal ini membahas...

15
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Studi Pada penelitian ini menggunakan bebrapa jurnal yang digunakan sebagai tinjuan studi sebagai berikut: Routing Protocol for MANET: A Literature Survey (Muralishankar et al, 2014) Mobile Ad-Hoc Network (MANET) merupakan jaringan yang dibuat tanpa dukungan infrastruktur jaringan. Pada MANET node bergerak cepat, biasanya memiliki rentangan transmisi yang terbatas sehingga terdapat beberapa node yang tidak dapat berkomunikasi secara langsung, sehingga setiap node pada MANET berperan sebagai router. Protokol dalam MANET dapat diklasifikasikan sebagai protocol proaktif, reaktif dan hybrid. Protocol ruting tersebut sama-sama memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing, dimana dalam pemilihan protocol routing dapat disesuaikan dengan besar traffic jaringan serta jumlah arus pada jaringan. Implementation and Analysis of QoS in MANET using the multicast protocol MAODV ( Vijayan et al, 2011) Routing adalah tugas rekayasa mendasar di internet. Seperti menemukan path dari sumber ke host tujuan. Bandwidth yang terbatas merupakan tugas yang kompleks dalam membuat Kualitas Layanan di Mobile Ad hoc network karena sering terjadinya perubahan topologi. Multicast adalah teknologi untuk menghemat bandwith dengan mengurangi traffic secara bersamaan memberikan satu aliran informasi ke ribuan penerima. Multicast digunakan dalam video conference, komunikasi perusahaan, pembelajaran jarak jauh, dan distribusi perangkat lunak, harga saham, dan berita. Protokol MAODV merupakan perpanjangan dari multicast AODV yang bekerja secara efisien pada topologi dinamis dan menjamin layanan QoS. Berdasarkan simulasi yang telah dilakukan MAODV menunjukan kinerja

Upload: vuongkien

Post on 03-May-2018

220 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Studi

Pada penelitian ini menggunakan bebrapa jurnal yang digunakan sebagai

tinjuan studi sebagai berikut:

Routing Protocol for MANET: A Literature Survey (Muralishankar et

al, 2014)

Mobile Ad-Hoc Network (MANET) merupakan jaringan yang dibuat tanpa

dukungan infrastruktur jaringan. Pada MANET node bergerak cepat, biasanya

memiliki rentangan transmisi yang terbatas sehingga terdapat beberapa node yang

tidak dapat berkomunikasi secara langsung, sehingga setiap node pada MANET

berperan sebagai router. Protokol dalam MANET dapat diklasifikasikan sebagai

protocol proaktif, reaktif dan hybrid. Protocol ruting tersebut sama-sama memiliki

kelebihan dan kelemahan masing-masing, dimana dalam pemilihan protocol

routing dapat disesuaikan dengan besar traffic jaringan serta jumlah arus pada

jaringan.

Implementation and Analysis of QoS in MANET using the multicast

protocol MAODV ( Vijayan et al, 2011)

Routing adalah tugas rekayasa mendasar di internet. Seperti menemukan

path dari sumber ke host tujuan. Bandwidth yang terbatas merupakan tugas yang

kompleks dalam membuat Kualitas Layanan di Mobile Ad hoc network karena

sering terjadinya perubahan topologi. Multicast adalah teknologi untuk menghemat

bandwith dengan mengurangi traffic secara bersamaan memberikan satu aliran

informasi ke ribuan penerima. Multicast digunakan dalam video conference,

komunikasi perusahaan, pembelajaran jarak jauh, dan distribusi perangkat lunak,

harga saham, dan berita. Protokol MAODV merupakan perpanjangan dari multicast

AODV yang bekerja secara efisien pada topologi dinamis dan menjamin layanan

QoS. Berdasarkan simulasi yang telah dilakukan MAODV menunjukan kinerja

9

yang lebih baik dibandingkan protokol AODV, DSDV dan DSR sehingga protokol

MAODV dapat mengoptimalkan kinerja MANET untuk traffic real time.

Performance Measurement and Analysis of Video Conferencing (

Rohit et al, 2013)

Video conference dapat mengatasi permasalahan jarak jauh dimana untuk

mengadiri pertemuan tanpa harus datang ke lokasi pertemuan. Dalam video

conference merupakan aplikasi yang menyiapkan data dan transfer untuk transport

layer dimana dalam proses pengiriman data dari video conference tersebut dibagi

menjadi beberapa paket-paket. Jurnal ini membahas metodologi untuk

meningkatkan kinerja video conference dengan meningkatkan kualitas layanan.

Pada penelitin ini menggunakan simulasi NS dan untuk meningkatkan kualitas

layanan video conference menggunaakn Send Best Packet Next (SPBN). Dari

pengujian yang telah dilakukan dengan mngunakan ukuran paket 64 didapatkan

SPBN memiliki kinerja baik dalam video conference.

Analisis Perbandingan Kinerja Protokol Dynamic Source dan Ad hoc

On-Demand Distance Vector pada Mobile Ad Hoc Network untuk

Sistem Komunikasi Taktis Kapal Perang ( Dhamayanti dkk, 2013)

Komunikasi taktis adalah komunikasi yang digunakan dalam peperangan

dimana permasalhan komunikasi tersebut tidak memiliki infrastruktur yang tetap

sehingga MANET dapat diterapkan dalam komunikasi taktis tersebut. Pada

penelitian ini memilih protocol routing yang memiliki delay terkecil dalam

pengiriman paket dan protocol routing yang digunakan adalah DSR dan AODV.

Dari penelitian dilakukan didapatkan bahwa roting AODV jauh lebih baik dari

protokol routing DSR dilihat dari berbagai aspek parameter penelitian seperti end

to end delay, packet delivery ratio dan normalized routing overhead. Karena, pada

protokol routing DSR mengalami kendala pada jaringan dengan jumlah node yang

semakin banyak dengan performa yang semakin menurun. Pengaruh penggunaan

formasi node yang random pada beberapa parameter penelitian sangat ditentukan

oleh jarak antar node tersebut. Jadi protokol routing yang cocok

10

diimplementasikan di komunikasi taktis kapal perang adalah protokol routing

AODV.

Performance Comparison of MANET (Mobile Ad hoc Network)

Protocols (ODMRP with AMRIS and MAODV) Aparna K et al, 2010)

Penelitian ini menyajikan perbandingan kinerja tiga protocol multicast pada

Mobile Ad Hoc Network diantaranya ODMRP, AMRIS dan MAODV. Penelitian

tersebut dibuat dalam simulasi menggunakan NS-2. Pendekatan dalam multicast

terdiri dari pendekatan treebased dan meshbased. Penekatan treebased

mempertahankan tree untuk semua transmisi dan hanya memiliki satu jalur dari

sumber ke tujuan sehingga apabila ada jalur yang rusah perlu diperbaiki. Sedangkan

pendekatan meshbased memiliki beberapa jalur dari sumber ke tujuan multicast

sehingga dapat mengurangi overhead karena adanya jalur alternative yang tersedia.

Dengan Skenario mobile yang dilakukan pada protocol berbasis mesh dan tree,

berdasarkan ketersediaan rute alternative yang disediakan. AMRIS efektif

digunakan dalam lingkungan yang bukan merupakan mo/bilitas traffic, sehingga

kinerjanya sangat rentan terhadap beban traffic dan mobilitas. ODMRP efektif

digunakan pada sebagian besar scenario yang telah dilakukan pada penelitian ini

namun apabila terjadinya peningkatan jumlah pengiriman maka overhead juga

meningkat. MAODV memiliki kelebihan dari kerentanan yang terjadi pada

treebased yang menyebabkan delivery ratio rendah.

2.2 Mobile Ad-Hoc Network (MANET)

Definisi ad hoc network adalah desentraliasi dari jaringan wireless, disebut

ad hoc network karena tidak bergantung pada infrastruktur yang sudah ada, seperti

router dalam jaringan kabel ataupun Access Point pada jaringan nirkabel. Dalam

Ad hoc network, setiap node bertugas dalam merouting data kepada node lain, jadi

penentuan node mana yang mengirimkan data dibuat secara dinamis berdasarkan

konektivitas dari jaringan itu sendiri. Namun, tidak harus benar-benar diasumsikan

bahwa MANET tidak dapat memiliki infrastruktur jaringan. Menurut Goldsmith et

al., Dan Haarsten berpendapat bahwa beberapa mediasi antar mobile node dapat

11

dipilih untuk bertindak sebagai base station dan mobile node tetangga. Penerapan

jaringan ini sangat dibutuhkan di daerah seperti medan perang, jasa penyelamatan

darurat, kuliah teater ruang konferensi dan tempat-tempat lain di mana penyebaran

infrastruktur jaringan menjadi sangat sulit. Baru-baru ini, sebagian besar

komunikasi antara perangkat mobile dicapai melalui infrastruktur jaringan kabel

tetap seperti jaringan seluler dengan (BSC) dan mobile switching centers (MSC).

Dalam MANET, setiap mobile node bertindak sebagai router serta base station

untuk menemukan dan mempertahankan rute ke mobile node lainnya untuk

berkomunikasi melalui jaringan (Bello,2013).

Gambar 2. 1 Mobile Ad-Hoc Network

(Mohapatra, 2005)

2.2.1 Karakteristik Mobile Ad-Hoc Network

Mobility: node dapat bergerak cepat dengan penebaran di daerah yang tdak

memiliki infrastruktur. Pada MANET dapat memiliki ndividual random

mobility, group mobility, bergerak sepanjang rute yang telah direncanakan

sebelumnya dan lain sebagainya. Mobilitas memiliki dampak besar pada

pemilihan skema routing dan dapat mempengaruhi kinerja.

Multihopping: jaringan multihop adalah jaringan di mana jalur dari sumber

ke tujuan melintasi beberapa node lainnya. Jaring ad hoc sering

menunjukkan banyak hop untuk negosiasi hambatan, penggunaan kembali

spektrum, dan konservasi energi.

Self-organisasi: jaringan ad hoc secara mandiri dapat menentukan

parameter konfigurasi sendiri termasuk: pengalamatan, routing, clustering,

identifikasi posisi, kontrol daya, dan lain-lain. Dalam beberapa kasus, node

12

khusus misalnya, mobile backbone nodes dapat mengkoordinasikan

gerakan dinamis dan mendistribusikan di wilayah geografis untuk

menyediakan cakupan dari daerah yang terputus (Gelra, 2005).

2.3 Routing Protokol

Ad Hoc Routing Protokol yang bertanggung jawab untuk routing paket dari

sumber ke tujuan dan antara mobile node. Ad Hoc Routing Protokol juga

memverifikasi apabila ada antrian paket yang datang dari lapisan atas atau lapisan

bawah protokol jaringan dan membuat keputusan ke mana paket tersebut akan

diteruskan. Pada MANET mobile node belum mengetahui bangaimana topologi

jaringan. Sebaliknya node baru akan mengumumkan kehadirannya dan harus

mendengarkan pengumuman disiarkan oleh node tetangga. Setiap simpul

mempelajari dan bagaimana terhubung dengan simpul terdekat. Untuk menemukan

dan menjaga rute optimal antara mobile node di daerah topologi yang dinamis.

Routing jaringan melibatkan dua kegiatan utama: pertama, menentukan

jalur routing yang optimal dan kedua, mentransfer paket data. Protokol routing

menggunakan beberapa metrik untuk menemukan rute terbaik untuk routing paket

data ke tujuan. Metrik ini adalah pengukuran standar menggunakan jumlah hop,

yang menggunakan algoritma routing untuk menentukan jalur optimal untuk paket

ke tujuan. Proses penentuan path adalah bahwa algoritma routing yang

menginisialisasi proses penemuan rute dan memelihara tabel routing, yang berisi

informasi rute total untuk paket forwarding. Informasi routing yang bervariasi

berasal dari sebuah algoritma routing (Bello, 2013).

2.3.1 Ad-Hoc On-Demand Distance Vector (AODV)

Ad-Hoc On-Demand Distance Vector (AODV) adalah routing protocol on-

demand yang menggabungkan kemampuan dua routing protocol yaitu Dynamic

Source Routing (DSR) dan Destinantion Sequence Distance Vector (DSDV).

Mobile node meminta untuk meneruskan paket ke mobile node lainnya akan

menyiarkan permintaan Rute Request (RREQ) ke node tetangga yang kemudian

13

meneruskan permintaan ke node tetangga lainnya sampai ke tujuan. Jika node

tetangga yang menerima paket RREQ memiliki rute ke tujuan maka node akan

mengirimkan pesan balasan Rute Reply (RREP).AODV menggunakan nomor urut

tujuan atau sequence number dan ID broadcast pada setiap node untuk memastikan

semua rute adalah rute loop-free dan berisi informasi rute terbaru. Namun, evaluasi

kinerja yang dilakukan pada kedua AODV dan protokol DSR, menunjukkan bahwa

AODV melakukan lebih baik daripada DSR dan protokol proaktif lain dalam hal

throughput, end-to-end delay, dan packet drop (Bello, 2013).

Gambar 2. 2 AODV: (a) proses propagasi rute request (b) proses rute reply

(Bello, 2013)

2.3.2 Multicast Routing Protokol

IP Multicasting pertama kali diusulkan dalam satu dekade yang lalu sebagai

ekstensi arsitektur internet untuk mendukung beberapa klien pada lapisan jaringan.

Motivasi dasar di balik IP multicasting adalah untuk menyelamatkan jaringan dan

sumber daya bandwidth melalui transmisi satu salinan data untuk mencapai

beberapa penerima secara bersamaan. Mirip dengan multicasting Internet, perlu

untuk menangani keanggotaan dinamis dalam kelompok multicast pada jaringan ad

hoc. Pada Internet dan ad hoc multicasting, keanggotaan dinamis mengacu pada

fakta bahwa masing-masing klien dapat bergabung dan meninggalkan sesi

multicasting dinamis. Sehingga protokol multicast perlu mendefinisikan kegiatan

dari klien yang bergabung dan meninggalkan sesi multicasting dan bagaimana pulih

14

dari kegagalan routing. Jalur forwarding data dibangun baik sebagai tree atau mesh.

Yang membedakan ad-hoc multicasting dengan internet multicasting yaitu bahwa

mobile nodenya dapat bergerak cepat dan bebas.

Tujuan utama dari ad hoc protokol multicasting yaitu untuk membangun

ataupun memelihara router multicasting dinamis yang efisien dengan jaringan yang

tinggi. Dengan “Robust”, protocol mampu beroperasi dengan benar terlepas dari

mobilitas node dan perubahan topologi. "Efisien", baik kontrol overhead dan

forwarding data rendah (Mohapatra, 2005).

2.3.3 Multicast Ad-Hoc On-Demand Distance Vector (MAODV)

Sebagai protokol multicast terkait dengan AODV, Multicast Ad-Hoc On-

Demand Distance Vector (MAODV) menggunakan pendekatan konvensional tree-

based untuk multicast routing. Selain tabel routing, setiap node mempertahankan

Multicast Route Table (MRT) untuk mendukung multicast routing. Sebuah node

menambahkan inputan baru ke dalam MRT setelah itu termasuk dalam rute untuk

multicast group. Setiap inputan mencatat alamat IP multicast group, alamat IP

group leader, nomor urut atau group sequence number dan next_hops (tetangga

pada multicast tree).

Setiap kelompok multicast juga perlu sequence number sendiri dalam

rangka untuk menunjukkan kesegaran rute multicast, yang dikelola oleh group

leader. Ketika sebuah node ingin bergabung dengan multiast group dan tidak

mengetahui leader, maka paket RREQ akan di broadcast daerah tujuan yang

ditetapkan sebagai alamat group ID, broadcast paket RREQ akan dilakukan berkali-

kali apabila sampai batas waktu belum menerima balasan permintaan rute atau route

reply (RREP). Apabila gagal berarti tidak ada bagian anggota kelompok yang

terhubung dalam jaringan. Kasus tersebut, diasumsikan sebagai group leader.

Menginisialisasi sequence number untuk satu kelompok dan broadcast group Hello

packet ke seluruh jaringan secara berkala dengan peningkatan sequence number.

15

Setiap node membuat catatan group leader ketika mendengarkan RREP.

Jika akan bergabung dengan group, harus memiliki alamat leader. Apabila pada

routing table terdapat route menuju ke leader maka unicast tersebut dapat langsung

bergabung pada RREQ leader. Jika tidak memiliki alamat leader, maka akan

membroadcast RREQ ketika akan mengirim data ke group. Untuk memastikan

loop-free, dipastikan hanya ada satu tree respon dalam router pada RREQ. Apabila

terdapat beberapa tanggapan yang datang, maka source node hanya akan menerima

satu. Tanggapan lainnya akan diabaikan sampai batas waktu.

Gambar 2. 3 MAODV

(Mohapatra, 2005)

Ketika member akan meninggalkan group dan bukan merupakan

leaf node pada multicast tree maka node tersebut akan berfungsi sebagai router.

Dan jika member merupakan leaf node maka node tersebut memiliki node tetangga.

Unicast node akan memberikan pesan pada node tetangga dan memmbersihkan

semua informasi tentang group pada dalam table routingnya. Setelah menerima

pesan tersebut node tetangga akan memeperbarui daftar node tetangga. Hal tersebut

terus dilakukan sampai mencapai non-leaf node.

Link multicast tree dapat rusak apabila mobile node sudah mencapai batas

waktu hal tersebut akan terdeteksi oleh dua node terakhir, dan node terakhir yang

memiliki tanggungjawab untuk memperbaiki link multicast tree tersebut. Untuk

perbaikan tersebut node terakhir akan membroadcast RREQ untuk bergabung

dengan alamat tujuan yang telah ditetapkan oleh group leader dan jarak daerah

16

Mgroup_Hop dari Leader. Sequence number yang terakhir juga disertakan. TTL

dari RREQ diatur ke nilai kecil, jika tidak menerima balasan sebelum batasan waktu

maka akan mengulang kembali membroadcast RREQ ke jaringan yang lebih luas.

Node yang menanggapi adalah node yang dekat dengan group leader seperti yang

di indikasi oleh paket agar terjadinya tanggapan dari node ang berasal dari sisi yang

sama dengan link multicast tree yang rusak. Setelah perbaikan link multicast tree

prosedur selanjutnya sama seperti node baru yang akan bergabung dalam group

(Mohapatra, 2005).

2.4 Video Conference

Video merupakan sekumpulan berbagai gambar atau yang biasa disebut

dengan frame yang dirangkai sedemikian rupa sehingga menjadikan gambar

tersebut terlihat bergerak. Dalam video terdapat istilah video conference dapat

disebut sebagai Video teleconference. Karena dalam konferensi Video seperangkat

teknologi telekomunikasi yang memungkinkan kita untuk berkomunikasi antara

dua atau lebih lokasi dengan dua arah transmisi video dan audio secara simultan.

Dalam video conference aplikasi akan menyiapkan dan mentransfer data untuk

transport layer sehingga data tersebut dibagi menjadi paket-paket data. Antrian

paket-paket tersebut dikirim hingga head queue. (Rohit, 2013).

Video conference simultan dengan tiga atau lebih remote point dengan cara

Control Unit Multipoint (MCU). MCU dapat menangani panggilan simultan sesuai

dengan jumlah, kemampuannya untuk melakukan transposing dari kecepatan data,

protokol dan fitur seperti Kehadiran berkelanjutan, di mana beberapa pihak dapat

dilihat pada layar sekaligus. Teknologi inti yang digunakan dalam sistem video

conference adalah kompresi digital audio dan video stream secara real time. Selain

itu, video conference membutuhkan camcorder dan web camera untuk input video,

monitor atau proyektor untuk output video, mikrofon untuk input audio, speaker

untuk output audio dan sistem jaringan (Abdullah et al, 2012).

Dalam sebuah video terdapat sebuah format yang disebut dengan video

codec. Setiap codec memiliki karakteristik masing-masing, seperti teknik kompersi

17

yang digunakan, struktur file video, batas maksimum bit-rate yang biasa dipakai

maupun fitur-ditur yang terdapat pada video tersebut. Pada penelitian ini video

codec yang digunakan adalah H.263 yang merupakan standar dari ITU-T dimana

format H.263 cocok digunakan untuk keperluan video conference, karena bit-rate

yang digunakan rendah (ITU05).

2.5 Variable Bit Rate (VBR)

Flow merupakan cara yang digunakan untuk menggambarkan traffic dalam

jaringan berdasarkan bentuk traffic, dimana network manager dapat memantau flow

traffic secara berkala dengan klasifikasi source sebagai berikut:

Data – bursty, weakly periodic, strongly regular

Audio – continuous, strong periodic, strong regular

Video – continuous, bursty due to compression, strong periodic, weakly

regular (Awadhesh, 2015)

Gambar 2. 4 Ilustrasi CBR dan VBR

Source diklasifikasikan menjadi dua kelas yaitu CBR dan VBR. Constant

Bit Rate (CBR) memembentuk definisi berdasarkan peak rate. CBR merupakan

metode penyimpanan frame dalam bentuk kompersi. Flow ini tidak mengubah

kebutuhan bandwith karena menerapkan jenis kompersi yang sama untuk setiap

frame. Variable Bit Rate (VBR) memembentuk definisi berdasarkan rata-rata dan

peak rate. VBR yaitu data flow khusus yang menggunakan beberapa jenis frame,

dimana posisi frame memiliki peran penting dalam video play serta terdapat

perbedaan antara gambar. Video flow tidak menghasilkan nilai bandwith yang

18

konstan atau mengalami perubahan yang berkaitan dengan perbedaan frame. Flow

ini terdiri dari beberapa jenis frame (Erik, 2011):

Information frame (key frame) : hanya memuat frame dari CBR.

Prediction Frame.

Diferential Frame.

2.6 Quality of Service (Qos)

Quality of service mengacu pada pengertian yang berbeda di dalam network

layer. Pada physical layer, QoS mengacu pada data rate dan packet loss rate pada

wireless links, yang merupakan fungsi dari kualitas saluran. Mustahil untuk

mempertahankan data rate konstan dan tingkat packet loss yang rendah dengan

bergagai variasi saluran. Pada MAC layer, QoS terkait dengan sebagian kecil dari

waktu node dapat berhasil mengakses dan mengirimkan paket. Pada routing layer,

end-to-end QoS metrics tergantung pada metrik setiap hop dari rute multi-hop.

Routing layer akan menghitung dan mempertahankan rutecyang memenuhi

persyaratan QoS untuk masa sambungan. Transport layer dan upper layer dapat

mendukung QoS jika lapisan routing tidak mampu memenuhi persyaratan QoS.

Secara umum terdapat tiga bagian yang dipelajari dalam metric QoS yaitu

bandwith, delay dan jitter. Namun, masalah QoS pada jaringan ad-hoc adalah lebih

sulit daripada wired networks. Akibatnya terdapat pekerjaan untuk mendukung

delay dan jitter; dan sebagian besar fokus pada penyediaan jaminan bandwidth.

Berbagai mekanisme telah diusulkan untuk memperkirakan jumlah bandwidth di

CSMA / CA (Carrier Sense Multiple Access) jaringan dan jaringan TDMA Pada

jaringan ad-hoc, sulit untuk memberikan jaminan QoS karena fluktuasi dalam

saluran nirkabel dan gangguan dari node non-tetangga.

2.6.1 Media Delivery Index (MDI)

MDI (Media Delivery Index) adalah pengukuran berdasarkan indikasi

kualitas video yang diharapkan. MDI merupakan pengukuran indeks pada transmisi

19

jaringan dan dapat diukur dari setiap titik antara sumber video dan tujuan/ set top

box (STBs). MDI drepresentasikan dua index yang dipisakhan oleh tanda (:) yaitu

Delay Factor (DF) dan Media Loss rate (MLR) (Agilent, 2008).

a. Media Delivery Index – Delay Factor (MDI-DF)

Delay Factor dalam MDI digunakan untuk meninjau kembali hubungan

antara jitter dan buffering. Jitter adalah perubahan end-to-end delay terhadap waktu.

Paket tiba di tujuan pada tingkat yang konstan menunjukan jitter nol. Paket dengan

tingkat kedatangan yang tidak teratur menunjukkan jitter tidak bernilai 0. Dalam

proses transmisi dari sumber ke tujuan, waktu kedatangan paket bervariasi hal

tersebut terjadi karena kepadatan jaringan. Jika kedatangan paket tidak sesuai

dengan rate dalam penerimaan data pada tujuan maka akan ada proses buffer pada

saat kedatangan paket. Paket yang sampai bisa saja tidak sesuai dengan urutan,

buffer dalam decoder digunakan untuk mengumpulkan paket yang tiba dengan

waktu kedatangan yang berbeda-beda dan mentransmisikan kembali dengan laju

yang konstan.

Semakin besar jitter, semakin bersar buffer yang diperlukan untuk

menangani jitter. Dengan ukuran buffer yang terbatas dan jitter yang berlebihan

menyebabkan paket loss. DF dari MDI adalah nilai waktu yang diperlukan dalam

buffer data untuk mengatasi jitter. Hal ini dihitung sebagai paket yang tiba dan

ditampilkan kepada pengguna secara berkala.

Pada setiap kedatangan paket, menghitung perbedaan antara byte yang

diterima (bytes_receive) dan byte alirkan (bytes_drained) disebut dengan MDI

virtual buffer depth (Δ).

Δ = bytes_received – bytes_drained …………………………………. (6.1)

Dalam suatu interval tertentu dihitung perbedaan antara nilai minimum dan

maksimum dari virtual buffer depth (Δ) dan dibagi dengan media rate.

DF = (max(𝛥)−min(𝛥))

𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎_𝑟𝑎𝑡𝑒 ……………………………………………... (6.2)

20

DF yang digunkaan untuk video digunakan untuk menilai kualiat video dari

perspektif pengguna. Delay Factor yang dapat diterima adalah 9 – 50 ms (Agilent,

2008).

b. Media Delivery Index – Media Loss Rate (MDI-MLR)

Media Loss Rate (MLR) mendefinisikan jumlah paket yang hilang per detik. Paket

loss yang direpersentasikan dengan nilai bukan 0 akan mempengaruhi kualitas

video yang dan dapat terjadi distorsi visual atau tak beraturan dalam pemutaran

video. MLR adalah format yang mudah untuk menentukan Service Level

Agreements (SLA) dalam tingkat paket loss. Jadi jika diambil dalam konteks

dengan komponen DF, misalkan MDI 4: 0.001 akan menunjukan bahwa perangkat

memiliki delay factor 4 ms dengan media loss rate 0.001 paket per second. Berikut

merupakan rekomendasi maksimum nilai yang dapat diterima pada MLR (Agilent,

2008).

Tabel 2. 1 Max Acceptable Average MLR

(Agilent, 2008)

Service (All Codec) Max Acceptable Average MLR

SDTV 0.004

VOD 0.004

HDTV 0.0005

Berikut merupakan perhitungan MLR:

𝑀𝐿𝑅 = 𝑝𝑎𝑐𝑘𝑒𝑡_𝑒𝑥𝑝𝑒𝑐𝑡𝑒𝑑− 𝑝𝑎𝑐𝑘𝑒𝑡_𝑟𝑒𝑐𝑒𝑖𝑣𝑒𝑑

𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑎𝑙_𝑡𝑖𝑚𝑒_𝑖𝑛_𝑠𝑒𝑐𝑜𝑛𝑑………………………………………….……….. (6.3)

2.7 Network Simulator 2 (NS-2)

Network Simulator (Version 2), dikenal sebagai NS2, merupakan sebuah

alat simulasi event-driven yang berguna untuk mempelajari sifat dinamis dari

komunikasi jaringan. Simulasi wired serta fungsi jaringan nirkabel dan protokol

(misalnya, algoritma routing, TCP, UDP) dapat dilakukan dengan menggunakan

21

NS2. Secara umum, NS2 memberikan kebebasan untuk menentukan protokol

jaringan tersebut dan simulasi perilaku yang sesuai.

Gambar 2. 5 Arsitektur NS-2

(Issariyakul, 2012)

NS2 menyediakan pengguna dengan perintah eksekusi "ns" yang

mengambil satu argumen input, nama dari Tcl simulasi scripting fi le. Dalam

kebanyakan kasus, simulasi jejak file dibuat dan digunakan untuk plot grafik dan /

atau untuk membuat animasi.

NS2 terdiri dari dua bahasa utama: C++ dan Object-oriented Tool

Command Language (OTcl). Sementara C++ mendefinisikan mekanisme internal

(yaitu, backend) dari simulasi, OTcl membentuk simulasi dengan membuat dan

mengkonfigurasi object serta penjadwalan diskrit event yaitu antarmuka. C++ dan

OTcl dihubungkan menggunakan TclCL. Dipetakan ke objek C++, variabel dalam

domain OTcl kadang-kadang disebut sebagai handles. Secara konseptual, handle

hanya string (misalnya, "_o10") dalam domain OTcl dan tidak mengandung fungsi

apapun. Sebaliknya, fungsi untuk menerima paket yang didefinisikan di objek C++

yaitu “class Connector”. Dalam OTcl domain handle bertindak sebagai

antarmuka yang berinteraksi dengan pengguna dan objek OTcl lainnya. Mungkin

mendefinisikan prosedur dan variabel sendiri untuk memfasilitasi interaksi.

Perhatikan bahwa prosedur anggota dan variabel dalam domain OTcl disebut

prosedur misalnya (instprocs) dan contoh variabel (instvars).

Dalam NS-2 dapat membangun banyak class menggunakan C++. Class C++

ini digunakan untuk mengatur simulasi melalui script simulasi Tcl. Setelah simulasi

output dari NS-2 berbasis teks. Untuk menginterpretasikan hasil grafis dan

22

interaktif, digunakan alat-alat seperti NAM (Jaringan animator) dan XGraph

(Issariyakul, 2012).