bab ii tinjauan pustaka -...

36
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Medis 1. Persalinan a. Pengertian Persalinan Menurut Dewi.A.h., Cristine.C.P (2010), persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks dan janin turun ke dalam jalan lahir. Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan tenaga ibu, persalinan buatan dengan bantuan, persalinan anjuran bila persalinan tidak terjadi dengan sendirinya tetapi melalui pacuan. Persalinan dikatakan normal bila tidak ada penyulit. Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks dan janin turun ke dalam jalan lahir. Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala, tanpa komplikasi baik ibu maupun janin (Hidayat.A., Sujiyatini, 2010). Persalinan adalah rangkaian proses yang berakhir dengan pengeluaran hasil konsepsi oleh ibu (Helen Varney, jan. Kreibs, Cariolyn L. Gegor, 2007). b. Etiologi persalinan Menurut Hidayat.A., Sujiyatini (2010) sebab terjadinya persalinan dimulai dari penurunan kadar progesterone, teori oxytosin, peregangan

Upload: lamngoc

Post on 18-Aug-2018

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Medis

1. Persalinan

a. Pengertian Persalinan

Menurut Dewi.A.h., Cristine.C.P (2010), persalinan adalah proses

membuka dan menipisnya serviks dan janin turun ke dalam jalan lahir.

Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang

terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan

dengan tenaga ibu, persalinan buatan dengan bantuan, persalinan

anjuran bila persalinan tidak terjadi dengan sendirinya tetapi melalui

pacuan. Persalinan dikatakan normal bila tidak ada penyulit.

Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks dan

janin turun ke dalam jalan lahir. Persalinan dan kelahiran normal

adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup

bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang

kepala, tanpa komplikasi baik ibu maupun janin (Hidayat.A.,

Sujiyatini, 2010). Persalinan adalah rangkaian proses yang berakhir

dengan pengeluaran hasil konsepsi oleh ibu (Helen Varney, jan.

Kreibs, Cariolyn L. Gegor, 2007).

b. Etiologi persalinan

Menurut Hidayat.A., Sujiyatini (2010) sebab terjadinya persalinan

dimulai dari penurunan kadar progesterone, teori oxytosin, peregangan

10

otot–otot uterus yang berlebihan (destended uterus), pengaruh janin,

teori prostaglandin. Seperti diketahui progesteron merupakan

penenang bagi otot – otot uterus. Menurunnya kadar kedua hormon ini

terjadi kira–kira 1–2 minggu sebelum partus dimulai. Kadar

prostaglandin dalam kehamilan dari minggu ke-15 hingga aterm

meningkat. Keadaan uterus yang terus membesar dan menjadi tegang

mengakibatkan iskemia otot – otot uterus. Hal ini mungkin merupakan

faktor yang dapat mengganggu sirkulasi uteroplasenter sehingga

plasenta mengalami degenerasi. Tekanan pada ganglion servikale dari

pleksus frankenhauser yang terletak dibelakang servikale. Bila

ganglion ini tertekan, kontraksi uterus dapat dibangkitkan sehingga his

dapat dibangkitkan dan hasil konsepsi akan segera dikeluarkan.

c. Tahapan Persalinan

Tahapan persalinan menurut Dewi.A.h., Cristine.C.P (2010) terdiri

dari 4 tahapan, yaitu :

1) Kala I

Kala I atau kala pembukaan adalah Periode persalinan yang

dimulai dari his persalinan yang pertama sampai pembukaan

serviks menjadi lengkap. Berdasarkan kemajuan pembukaan maka

kala I dibagi menjadi sebagai berikut :

a) Fase laten, yaitu fase pembukaan yang sangat lambat ialah dari

0 sampai 3 cm yang membutuhkan waktu 8 jam.

11

b) Fase aktif, yaitu fase pembukaan yang lebih cepat, yang terbagi

menjadi :

(1) Fase akselerasi (fase percepatan), dari pembukaan 3 cm

sampai 4 cm yang dicapai dalam 2 jam.

(2) Fase dilatasi maksimal, dari pembukaan 4 cm sampai 9 cm

yang dicapai dalam 2 jam.

(3) Fase Fase deselerasi (fase kurangnya percepatan), dari

pembukaan 9 cm sampai 10 cm selama 2 jam.

2) Kala II

Kala II atau kala pengeluaran adalah periode persalinan yang

dimulai dari pembukaan lengkap sampai lahirnya bayi.

3) Kala III

Kala III atau kala uri adalah periode persalinan yang dimulai dari

lahinya bayi sampai dengan lahirnya plasenta.

4) Kala IV

Kala IV merupakan masa 1-2 jam setelah plasenta lahir.

d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persalinan

Menurut Yanti (2009) faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan

ada 5, yang dijelaskan sebagai berikut :

1) Faktor Power

Power adalah Kekuatan yang mendorong janin keluar. Kekuatan

yang mendorong janin keluar ialah

12

a) His

His adalah kontraksi uterus karena otot-otot polos rahim

bekerja dengan baik dan sempurna.

b) Tenaga Mengejan

Setelah pembukaan lengkap dan setelah ketuban pecah tenaga

yang mendorong anak keluar selain his. Tenaga ini serupa

dengan tenaga mengejan waktu kita buang air besar tapi jauh

lebih kuat lagi. Tenaga mengejan ini hanya dapat berhasil bila

pembukaan sudah lengkap dan paling efektif sewaktu ada his.

2) Faktor Passanger (faktor janin)

Faktor janin dalam persalinan meliputi :

a) Sikap (Habitus), janin umumnya dalam sikap fleksi dimana

kepala, tulang punggung dan kaki dalam keadaan fleksi, lengan

bersilang di dada.

b) Letak (Situs), letak adalah bagaimana sumbu janin berada

terhadap sumbu ibu.

c) Presentasi, dipakai untuk menentukan bagian janin yang ada

dibagian bawah rahim yang dijumpai pada palpasi atau pada

pemeriksaan dalam.

d) Posisi Janin, digunakan untuk indikator atau menetapkan arah

bagian terbawah janin apakah sebelah kanan, kiri, depan atau

belakang.

13

3) Faktor Passage (Jalan Lahir)

Passage atau faktor jalan lahir dibagi atas bagian atas dan

bagian lunak.

a) Bagian Keras panggul

1. Tulang Panggul

a. Os coxae : os illium, os ischium, os pubis

b. Os sacrum: promontorium

c. Os coccygis

2. Artikulasio (persendian)

a. Simfisis pubis, di depan pertemuan os pubis

b. Artikuasi sakro-illiaka yang menghubungkan os sacrum

dan os ilium

c. Artikulasi sakro koksigium yang menghubungkan os

sacrum dan koksigitu

3. Ruang panggul

a. Pelvis mayor (false pelvis), terletak diatas linea

terminalis.

b. Pelvis minor (true pelvis), terletak dibawah false pelvis.

4. Pintu panggul

a. Pintu atas panggul (PAP), inlet, dibatasi oleh linea

terminalis (linea inominata)

b. Pintu tengah panggul (PTP), pada spina ischiadika

disebet midlet

14

c. Pintu bawah panggul (PBP), dibatasi simfisis dan arkus

pubis disebut outlet

d. Ruang panggul yang sebenarnya berada antara inlet dan

outlet

5. Sumbu panggul

Sumbu panggul adalah garis yang menghubungkan titik-

titik tengah ruang panggul yang melengkung ke depan.

6. Bidang-bidang panggul

a. Bidang hodge, jarak antara promontorium dan pinggir

atas simfisis, sejajar dengan PAP

b. Bidang hodge II, sejajar dengan PAP melewati pinggir

bawah simfisis

c. Bidang hodge III, sejajar dengan PAP melawati spina

ischiadika

d. Bidang hodge IV, sejajar dengan PAP melewati ujung

coccygeus

7. Ukuran panggul

a. Panggul Luar

1) Distansia spinarum, yaitu jarak antara kedua spina

iliaka anterior superior (24-26 cm)

2) Distansia spinarum, yaitu jarang antara kedua krista

iliaka kanan dan kiri (28-30cm)

3) Conjugata eksterna (18-20 cm)

15

4) Conjugata diagonalis (12,5 cm)

5) Distansia tubernum dengan menggunakan jangka

oseander (10,5 cm)

b. Panggul dalam

1) Pintu atas panggul, merupakan suatu bidang ynag

dibentuk oleh promontorium, linea inominata dan

pinggir atas simfisis pubis.

2) Conjugata vera, jarak conjugata diagonalis 11-11,5

cm

3) Conjugata transversa 12-13 cm

4) Conjugata oblique 13 cm

5) Conjugata obstetrica, yaitu jarak bagian tengah

simfisis ke promontorium

b) Bagian lunak panggul

Jalan lahir lunak yang berperan dalam persalinan adalah

segmen bawah rahim, serviks uteri dan vagina. Disamping itu

otao-otot, jaringan ikat dan ligamen yang menyokong alat-alat

urogenital juga sangat perperan dalam persalinan.

4) Psikis Ibu

Dalam fase persalinan terjadi peningkatan kecemasan,

dengan makin meningkatnya kecemasan akan semakin

meningkatkan intensitas nyeri. Dengan semakin majunya proses

persalinan, menyebabkan perasaan ibu hamil semakin cemas dan

16

rasa cemas tersebut menyebabkan rasa nyeri semakin inten,

demikian pula sebaliknya.

Perubahan fungsi berbagai organ selama kehamilan, dan

perubahan status vital selama persalinan, dapat menggoncangkan

homeostasis tubuh secara keseluruhan. Nyeri persalinan sendiri

sebenarnya adalah nyeri akibat kontraksi meometrium disertai

mekanisme perubahan fisiologis dan biokimiawi. Disamping itu

faktor fisik, faktor psikologis, emosi dan motivasi juga

mempengaruhi timbulnya rasa nyeri persalinan. Kecemasan,

kelelahan, kehabisan tenaga dan kekhawaturan ibu, seluruhnya

menyatu sehingga dapat memperberat nyeri fisik yang sudah ada.

Dengan memahami mekanisme timbulnya nyeri persalinan

dan kelahiran, dapat diusahakan mengurangi sampai

menghilangkan kecemasan dan nyeri persalinan dan kelahiran.

Apabila usaha tersebut berhasil menurunkan kecemasan dan nyeri

persalinan walau hanya sebagian, bisa berakibat stres yang dialami

ibu bersalin akan menurun, dan respon stres yang dialami juga

akan berkurang. Dan pada akhirnya, ibu akan melewati proses

persalinan dengan tenang dan poercaya diri, dapat mentoleransi

ketegangan dan nyeri yang masih ada.

5) Penolong Persalinan

Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi terjadinya

kematian ibu adalah kemampuan dan keterampilan penolong

17

persalinan. Keterampilan yang diajarkan dalam pelatihan asuhan

persalinan normal harus diterapkan sesuai dengan standar asuhan

bagi semua ibu bersalin disetiap tahapan persalinan oleh setiap

penolong persalinan dimanapun hal tersebut terjadi. Persalinan dan

kelahiran bayi dapat terjadi dirumah, puskesmas atau rumah sakit.

Penolong dalam hal ini adalah bidan. Jenis asuhan yang diberikan,

dapat disesuaikan dengan kondisi dan tempat persalinan sepanjang

dapat memenuhi kebutuhan spesifik ibu dan bayi baru lahir. Bidan

harus menguasai pengetahuan dan keterampilan yang telah

ditetapkan sehingga mampu untuk memberikan asuhan persalinan

yang aman dan bersih serta mencegah terjadinya komplikasi pada

ibu dan bayi baru lahir, baik disetiap tahapan persalinan, kelahiran

bayi, maupun pada awal nifas. Dengan demikian akan menjadi

pelaksana pertolongan persalinan, yang harus mampu mengenali

(sejak dini) setiap komplikasi yang mungkin terjadi dan mengambil

tindakan yang diperlukan dan sesuai dengan standar yang

diinginkan.

Praktik terbaik asuhan persalinan normal terbukti mampu

mencegah terjadinya berbagai penyulit atau komplikasi yang dapat

mengancam keselamatan jiwa ibu dan bayi baru lahir sehingga

upaya perbaikan status kesehatan dan kualitas hidup kelompok

rentan resiko ini dapat diwujudkan.

18

e. Tanda dan Gejala Persalinan

Tanda dan gejala persalinan menurut Hidayat. A.,

Sujiyatini(2010) dijelaskan sebagai berikut :

1) Lightening (penurunan kepala janin)

Lightning adalah penurunan bagian presentasi bayi ke dalam pelvis

minor, yang dirasakan kira-kira dua minggu sebelum persalinan.

2) Perubahan serviks

Mendekati persalinan serviks berubah menjadi semakin lunak dan

mengalami sedikit penipisan dan kemungkinan sedikit dilatasi.

Perubahan ini diduga terjadi akibat peningkatan intensitas braxton

hicks.

3) Persalinan palsu

Persalinan palsu terdiri dari kontraksi uterus yang sangat nyeri,

yang memberi pengaruh signifikan terhadap serviks. Kontraksi ini

timbul akibat adanya peningkatan kontraksi braxton hicks yang

timbul 3 atau 4 minggu sebelum persalinan.

4) Ketuban pecah

Ketuban pecah adalah keluarnya cairan ketuban dari jalan lahir.

Hal ini terjadi akibat ketuban pecah atau selaput janin robek, yang

biasanya pecah apabila pembukaan lengkap atau hampir lengkap.

5) Blood show (lendir di sertai darah dari jalan lahir)

Dengan pendataran dan pembukaan, lendir dari kanalis servikalis

keluar disertai dengan sedikit darah. Perdarahan yang sedikit ini

19

disebabkan karena lepasnya selaput janin pada bagian bawah

segmen bawah rahim hingga beberapa kapiler darah terputus

(Yanti, 2009).

6) Lonjakan energi

Banyak wanita mengalami lonjakan energi kurang lebih 24 jam

sampai 48 jam sebelum persalinan. Wanita merasa energik pada

saat sebelum kedatangana bayi, selama beberapa jam hingga

mereka semangat melakukan berbagai aktifitas yang sebelumnya

tidak mampu mereka lakukan, akibatnya mereka memasuki masa

persalinan dalam keadaan letih.

7) Gangguan pada pencernaan

Beberapa wanita akan mengalami beberapa gejala menjelang

persalinan, seperti : diare, kesulitan mencerna, mual, dan muntah.

f. Mekanisme Persalinan

Menurut Dewi. A.h., Cristine. C.P (2010) mekanisme persalinan

dijelaskan sebagai berikut :

1) Engagement (kapala terfiksir pada pintu ats panggul)

Kepala masuk pintu atas panggul dengan sumbu kepala janin dapat

tegak lurus dengan pintu atas panggul atau miring/membentuk

sudut dengan pintu atas panggul.

2) Desent (turun)

Kepala turun ke dalam rongga panggul. Penurunan terjadi secara

lengkap.

20

3) Flexi

Kepala janin fleksi, dagu menempel ke dada, posisi kepala berubah

dari puncak kepala menjadi belakang kepala. Sehingga sumbu

panjang kepala sejajar sumbu panggul.

4) Rotasi internal (putaran paksi dalam)

Turunya kepala, putaran ubun-ubun kecil kearah depan (ke depan

simfisis pubis), melewati distansia interspinarum dengan diameter

biparientalis.

5) Ekstensi

Puncak kepala berada di simfisis, dengan dorongan ibu yang kuat

kepala menjadi ekspulsi dan melewati introitus vagina.

6) Rotasi eksterna

Setelah seluruh kepala lahir terjadi putaran kepala keposisi pada

saat engagement. Dengan demikian bahu depan dan belakang lahir,

dan diikuti dada, perut, bokong dan seluruh tubuh.

2. Gawat Janin dalam Persalinan

a. Pengertian Gawat Janin

Gawat janin adalah Denyut jantung janin (DJJ) kurang dari 100 per

menit atau lebih dari 180 per menit (Nugroho, 2012). Gawat janin

terjadi bila janin tidak menerima O2 yang cukup, sehingga akan

mengalami hipoksia. Situasi ini dapat terjadi (kronik) dalam jangka

waktu yang lama atau akut. Disebut gawat janin bila ditemukan

denyut jantung janin diatas 160/menit atau dibawah 100/menit, denyut

21

jantung tidak teratur, atau keluarnya mekonium yang kental pada awal

persalinan (Prawirohardjo, 2009). Gawat janin merupakan suatu reaksi

ketika janin tidak memperoleh oksigen yang cukup (Dewi.A.h.,

Cristine.C.P., 2010).

b. Penyebab Gawat Janin

Menurut Prawirohardjo (2007) penyebab gawat janin sebagai

berikut :

1) Persalinan berlangsung lama

Persalinan lama adalah persalinan yang terjadi lebih dari 24 jam

pada primigravida dan lebih dari 18 jam pada multigravida

(Nugrahaeni, 2010). Persalinan lama dapat mengakibatkan ibu

menjadi Gelisah, letih, suhu badan meningkat, berkeringat, nadi

cepat, pernapasan cepat dan meteorismus. Di daerah lokal sering

dijumpai: Bandle Ring, oedema serviks, cairan ketuban berbau,

terdapat mekonium.

2) Induksi persalinan dengan oksitosin

Induksi persalinan ialah suatu tindakan terhadap ibu hamil belum

inpartu baik secara operatif maupun mesinal, untuk merangsang

timbulnya kontraksi rahim sehingga terjadi persalinan. Akibat

pemberian oksitosin yang berlebih-lebihan dalam persalinan dapat

mengakibatkan relaksasi uterus tidak cukup memberikan pengisian

plasenta.

22

3) Ada perdarahan

Perdarahan yang dapat mengakibatkan gawat janin yaitu karena

solusio plasenta. Terjadinya solusio plasenta dipicu oleh

perdarahan kedalam desidua basalis. Desidua tersebut kemudian

terbelah sehingga meninggalkan lapisan tipis yang melekat pada

miometrium. Sebagai akibatnya, proses tersebut dalam stadium

awal akan terdiri dari pembentukan hematoma desidua yang

menyebabkan pelepasan, kompresi dan akhirnya penghancuran

plasenta yang berdekatan dengan bagian tersebut.

4) Infeksi

Infeksi, yang disebabkan oleh pecahnya ketuban pada partus lama

dapat membahayakan ibu dan janin,karena bakteri didalam amnion

menembus amnion dan menginvasi desidua serta pembuluh korion

sehingga terjadi bakteremia dan sepsis pada ibu dan janin.

Pneomonia pada janin, akibat aspirasi cairan amnion yang

terinfeksi, adalah konsekuensi serius lainnya (Prawirohadjo, 2009).

5) Insufisiensi plasenta

a) Insufisiensi uteroplasenter akut

Hal ini terjadi karena akibat berkurangnya aliran darah uterus-

plasenta dalam waktu singkat, berupa: aktivitas uterus yang

berlebihan, hipertonika uterus, dapat dihubungkan dengan

pemberian oksitosin, hipotensi ibu, kompresi vena kava, posisi

23

terlentang, perdarahan ibu karena solusio plasenta atau solusio

plasenta.

b) Insufisiensi uteroplasenter kronis

Hal ini terjadi karena kurangnya aliran darah dalam uterus-

plasenta dalam waktu yang lama. Misalnya : pada ibu dengan

riwayat penyakit hipertensi.

6) Kehamilan Postterm

Meningkatnya resiko pada janin postterm adalah bahwa dengan

diameter tali pusat yang mengecil, diukur dengan USG, bersifat

prediktif terhadap gawat janin pada intrapartum, terutama bila

disertai dengan oligohidramnion. Penurunan cairan amnion

biasanya terjadi ketika usia kehamilan telah melewati 42 minggu,

mingkin juga pengeluaran mekonium oleh janin ke dalam volume

cairan amnion yang sudah berkurang merupakan penyebabnya

terbentuknya mekonium kental yang terjadi pada sindrom aspirasi

mekonium.

7) Preeklamsia

Menurut Prawirohardjo (2009), Preeklamsia dapat menyebabkan

kegawatan janin seperti sindroma distres napas. Hal tersebut dapat

terjadi karena vasopasme yang merupakan akibat dari kegagalan

invasi trofoblas kedalam lapisan otot pembuluh darah sehingga

pembuluh darah mengalami kerusakan dan menyebabkan aliran

24

darah dalam plasenta menjadi terhambat dan menimbulkan

hipoksia pada janin yang akan menjadian gawat janin.

c. Penilaian Klinik Gawat Janin

Menurut Prawirohardjo (2007) tanda gejala gawat janin dapat

diketahui dengan :

1) DJJ Abnormal

Dibawah ini dijelaskan denyut jantung janin abnormal adalah

sebagai berikut :

a) Denyut jantung janinirreguller dalam persalinan sangat

bervariasi dan dapat kembali setelah beberapa watu. Bila DJJ

tidak kembali normal setelah kontraksi, hal ini menunjukan

adanya hipoksia.

b) Bradikardi yang terjadi diluar saat kontraksi, atau tidak

menghilang setelah kontraksi menunjukan adanya gawat janin.

c) Takhikardi dapat merupakan reaksi terhadap adanya :

(1) Demam pada ibu

(2) Obat-obat yang menyebabkan takhikardi (misal: obat

tokolitik)

Bila ibu tidak mengalami takhikardi, DJJ yang lebih dari 160 per

menit menunjukan adanya anval hipoksia.

Denyut jantung janin abnormaldapat disebut juga dengan fetal

distress. Fetal distress dibagi menjadi dua yaitu fetal distress akut

dan fetal distress kronis. Menurut Marmi, Retno A.M.S.,

25

Fatmawaty.E (2010) dibawah ini dijelaskan beberapa faktor yang

mempengaruhinya.

a) Faktor yang mempengaruhi fetal distress akut

(1) Kontraksi uterus

Kontraksi uterus hipertonik yang lama dan kuat adalah

abnormal dan uterus dalam keadaan istirahat yang lama

dapat mempengaruhi sirkulasi utero plasenta, ketika

kontraksi sehingga mengakibatkan hipoksia uterus.

(2) Kompresi tali pusat

Kompresi tali pusat akan mengganggu sirkulasi darah fetus

dan dapat mengakibatkan hipoksia. Tali pusat dapat

tertekan pada prolapsus, lilitan talu pusat.

(3) Kondisi tali pusat

Plasenta terlepas, terjadi solusio plasenta. Hal ini

berhubungan dengan kelainan fetus.

(4) Depresi pusat pada sistem pernafasan

Depresi sistem pernafasan pada bayi baru lahir sebagai

akibat pemberian analgetika pada ibu dalam persalinan dan

perlukaan pada proses kelahiran menyebabkan hipoksia.

b) Faktor yang mempengaruhi fetal distress kronis

Fetal distress kronis berhubungan dengan faktor sosial yang

kompleks.

26

(1) Status sosial ekonomi rendah

Hal ini berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan

mortalitas. Status sosial ekonomi adalah suatu gambaran

kekurangan penghasilan tetapi juga kekurangan pendidikan,

nutrisi, kesehtan fisik dan psikis.

(2) Umur maternal

Umur ibu yangg sangat muda dan tua lebih dari 35 tahun

merupakan umur resiko tinggi.

(3) Merokok

Nikotin dapat menyebabkan vasokontriksi, dan

menyebabkan penurunan aliran darah uterus dimana

karbonmonoksida mengurangi transport oksigen. Angka

mortalitas perinatal maningkat.

(4) Penyalah gunaan obat terlarang

Penyalah gunaan obat terlarang dalam kehamilan

berhubungan dengan banyak komplikasi meliputi IUGR,

hipoksia dan persalinan preterm yang semuanya

meningkatkan resiko kematian perinatal.

(5) Riwayat obstetrik yang buruk

Riwayat abortus sebelumnya, persalinan preterm atau lahir

mati berhubungan dengan resiko tinggi pada janin dalam

kehamilan ini.

27

(6) Penyakit maternal

Kondisi yang meningkatkan resiko fetal distress kronis

dapat mempengaruhi sistem sirkulasi maternal dan

menyebabkan insufisiensi aliran darah dalam uterus seperti:

Hipertensi yang diinduksi kehamilan, hipertensi kronik,

diabetes, penyakit ginjal kronis. Sedangakan faktor yang

mempengaruhi penurunan oksigenasi arteri maternal

seperti: penyakit skle sel, anemia berat (Hb kurang dari 9%

dl atau kurang), penyakit paru-paru, penyakit jantung,

epilepsi (jiak tidak terkontrol dengan baik), infeksi

maternal berat.

Kondisi tersebut meliputi insufisiensi plasenta, post matur,

perdarahan antepartum yang dapat mengakibatkan

pengurangan suplai oksigen ke fetus.

(7) Kondisi plasenta

Kondisi tersebut meliputi: insufisiensi plasenta, postmatur,

perdarahan antepartum yang dapat mengakibatkan resiko

hipoksia intra uterin. Resiko ini mengakibatkan

pengurangan suplai oksigen ke fetus.

(8) Kondisi fetal

Malformasi konginetal tertentu, infeksi intra uterin dan

incompatibilitas resus yang meningkatkan resiko hipoksia

intra uterin. Resiko ini meningkat pada kehamilan ganda.

28

(9) Faktor resiko inta partum

Selama persalinan faktor yang berhubungan dengan

peningkatan resiko fetal distress, yaitu: malpresentasi

seperti presentasi bokong, kelahiran dengan forcep, SC,

sedatif atau analgetik yang berlebihan, komplikasi anastesi

(meliputi: hipotensi dan hipoksia), partum presipitatus atau

partus lama.

c) Deteksi fetus melalui pemeriksaan antenatal

Pemeriksaan yang digukankan untuk mendeteksi fetus

meliputi:

(1) USG untuk menilai pertumbuhan fetus

(2) Profil biofisikal

Pemeriksaan fisik pada fetus menggunakan USG parameter

yang digunakan untuk menilai meliputi: gerakan pernafasan

fetus, gerakan fetus, tonus fetusindeks cairan amnion dan

NST.

(3) Non Stress Tes (NST)

Eksternal kardiotokograf (CTG), Kriteria yang seharusnya

diamati meliputi 2 hal atau lebih, yaitu : denyut jantung

janin, mengalami penurunan sedikitnya 15 denyutan

permenit, menetap sedikitnya 15 detik dalam 20 menit.

29

(4) Doppler

Menurut Marmi, Retno A.M.S., Fatmawaty.E (2010) tanda

fetal distress dalam persalinan, sebagai berikut :

(a) Denyut jantung

a.1. Takikardi diatas 160 kali perdetik atau brakikardi

dibawah 120 kali perdetik.

a.2. Deselerasi dini

Ketika denyut jantung turun lebih dari 15 kali

permenit pada saat kontraksi, kontraksi deselarasi

menggambarkan kontraksi dan biasanya dianggap

masalah serius.

a.3. Deselerasi yang berubah-ubah

Deselerasi yang berubah-ubah hal ini sangat sulit

dijelaskan Ini dapat terjadi pada awal atau akhir

penurunan denyut jantung dan bentuknya tidak

sama. Hubungan antar peningkatan asidosis fetus

dengan dalam dan lamanya deselerasi adalah

adanya abnormalitas denyut jantung janin.

a.4. Deselerasi lambat

Penurunan denyut jantung janin menunjukan

tingkat deselerasi paling rendah tetapi menunjukan

kontraksi pada saat tingkat yang paling tinggi.

Deselerasi yang lambat menyebabkan penurunan

30

aliran darah fetus dan pengurangan transfer

oksigen selama kontraksi. Penurunan tersebut

mempengaruhi oksigenasi serebral fetus. Jika pola

tersebut terjadi disertai dengan abnormalitas

denyut jantung janin harus dipikirkan untuk

ancaman yang serius dalam kesejahteraan fetus.

a.5. Tidak adanya denyut jantung

Ini mungkin disebabkan oleh karena hipoksia

kronis atau berat dimana sistem syaraf otonom

tidak dapat merespon stress.

a.6. Mekonium bercampur air ketuban.

(b) Mekonium

Cairan amnion yang hijau kental menunjukkan bahwa

air ketuban jumlahnya sedikit. Kondisi ini

mengharuskan adanya intervensi. Intervensi ini tidak

perlu dilakukan bila air ketuban kehijauan tanpa tanda

kegawatan lainnya, atau pada fase akhir suatu

persalinan letak bokong.

d. Penanganan Gawat Janin pada Persalinan

Menurut Prawirohardjo (2009) penanganan gawat janin saat

persalinan adalah sebagai berikut :

1) Cara pemantauan

31

a) Kasus resiko rendah – auskultasi DJJ selama persalinan :

(1) Setiap 15 menit kala I

(2) Setiap setelah his kala II

(3) Hitung selama satu menit setelah his selesai

b) Kasus resiko tinggi – gunakan pemantauan DJJ elektronik

secara berkesinambungan

c) Hendaknya sarana untuk pemeriksaan pH darah janin

disediakan

2) Interpretasi data dan pengelolaan

a) Untuk memperbaiki aliran darah uterus :

Pasien dibaringkan miring ke kiri, untuk memperbaiki sirkulasi

plasenta

b) Hentikan infus oksitosin (jika sedang diberikan)

c) Berikan oksigen 6-8 L/menit

d) Untuk memperbaiki hipotensi ibu (setelah pemberian anastesi

epidural) segera berikan infus 1 L infus RL

e) Kecepatan infus cairan-cairan intravaskular hendaknya

dinaikkan untuk meningkatkan aliran darah dalam arteri

uterina.

3) Untuk memperbaiki aliran darah umbilikus

a) Pasien dibaringkan miring ke kiri, untuk memperbaiki sirkulasi

plasenta.

b) Berikan ibu oksigen 6-8 L/menit

32

c) Perlu kehadirkan dokter spesialis anak

Biasanya resusitasi intrauterin tersebut diatas dilakukan selama 20

menit.

4) Tergantung terpenuhinya syarat-syarat, melahirkan janin dapat

pervaginam atau perabdominal.

33

e. Pathway Gawat Janin dalam Persalinan

Bagan 2.1 Pathway Gawat janin dalam persalinan

Sumber : Sarwono Prawirohardjo, 2007

Persalinan

lama

Induksi dgn

oksitosin

Insufisiensi

plasenta

Perdarahan/

infeksi Preeklamsi

Posttem

Ibu gelisah,

letih, lesu, suhu

badan yg

meningkat,

berkeringat,

nadi cepat,

pernafasan

cepat. Adanya

bandle ring,

oedema serviks

& air ketuban

bercampur

mekonium

Relaksasi

uterus tdk

cukup

memberikan

pengisian

plasenta

Pelepasan,

kompresi

&penghancu

ran plasenta

Bakteri di

dlm amnion

menembus

amnion

Diameter tali

pusat yang

mengecil

Berkurangnya

aliran darah

uterus-

plasenta dlm

waktu singkat/

lama

Pasokan oksigen berkurang

Kegagalan

invasi

trofoblas ke

dlm lapisan

otot

pembuluh

darah

DJJ

abnormal

Garakan janin

kurang

Ketuban bercampur

mekonium Aliran darah ke

otak berkurang

Kompensasi Dekompensasi

Ensefalopati/ Mati

Gawat janin

Postterm

Diameter

tali pusat

yg

mengecil

34

f. Penatalaksanaan Gawat Janin dalam Persalinan

Bagan 2.2 Penatalaksanaan gawat janin dalam persalinan

Sumber : Sarwono Prawirihardjo: 2007

Gawat Janin

Pemantauan DJJ Memperbaiki aliran

darah uterus

Memperbaiki aliran

darah umbilikus

Apabila resiko

rendah denga

pemantauan

auskultasi DJJ :

1. Kala I = 15 menit

sekali

2. Kala II = setelah

his, hitung 1 menit

setelah his selesai

Apabila resiko tinggi,

gunakan pemantauan

DJJ elektronik secara

berkesinambungan

Sediakan

pemeriksaan pH

darah janin

Posisikan ibu miring

ke kiri, untuk

memperbaiki sirkulasi

plasenta

Hentikaninfus

oksitosin (jika sedang

diberikan)

Berikan oksigen 6-8

L/menit

Untuk memperbaiki

hipotensi ibu (setelah

pemberian anastesi

epidural) segera

berikan infus 1 L infus

RL

Kecepatan infus

cairan-cairan

intravaskular

hendaknya dinaikkan

untuk meningkatkan

aliran darah dalam

arteri uterina.

Pasien dibaringkan

miring ke kiri, untuk

memperbaiki

sirkulasi plasenta

Berikan ibu oksigen

6-8 L/menit

Perlu kehadirkan

dokter spesialis anak

1. KU ibu baik

2. Adanya pembukaan

3. Panggul normal

Pervaginam

Perabdominal Tidak

Ya

35

B. Teori Manajemen Kebidanan

1. Pengertian Manajemen Kebidanan

Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan

dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis, mulai

dari pengkajian, analisis data, diagnosa kebidanan, perencanaan,

pelaksanaan, dan evaluasi (Mufdlilah, Asri H & Ima K, 2010: 110).

2. Langkah-Langkah Manajemen Kebidanan

Menurut Mufdlilah, Asri H & Ima K (2010: 111-119) proses

manajemen kebidanan terdiri dari 7 langkah, yaitu :

a. Langkah I (pertama) : Pengumpulan data dasar

Langkah pertama merupakan langkah awal yang akan menentukan

langkah berikutnya. Mengumpulkan data adalah menghimbau

informasi tentang klien/orang yang meminta asuhan. Memilih

informasi data yang tepat diperlukan analisa suatu situasi yang

menyangkut manusia yang rumit karena sifat manusia yang komplek.

Kegiatan pengumpulan data dimulai saat klien masuk dan

dilanjutkan secara terus mnerus selama proses asuhan kebidanan

berlangsung. Data dapat dikumpulkan dari berbagai sumber. Sumber

yang dapat memberikan informasi paling akurat yang dapat diperoleh

secepat mungkin dan upaya sekecil mungkin. Pasien adalah sumber

informasi yang akurat dan ekonomis, disebut sumber data primer.

Sumber data alternatif atau sumber data sekunder adalah data yang

sudah ada, praktikan kesehatan lain, anggota keluarga.

36

Teknik pengumpulan data ada tiga, yaitu :

1) Observasi, adalah pengumpulan data melalui indera : penglihatan

(perilaku, tanda fisik, kecacatan, ekspresi wajah), pendengaran

(bunyi batuk, bunyi nafas), penciuman (bau nafas, bau luka),

perabaan (suhu badan, nadi)

2) Wawancara, adalah pembicaraan yang terarah yang umumnya

dilakukan paada pertemuan tatap mukan. Dalam wawancara yang

penting diperhatikan adalah data yang ditanyakan diarahkan ke

data yang relefan.

3) Pemeriksaan, dilakukan dengan memakai instrumen/alat pengukur.

Tujuannya untuk memastikan batas dimensi angka, irama,

kuantitas. Misalnya: tinggi badan dengan meteran, berat badan

dengan timbangan, tekanan darah dengan tensi meter.

Secara garis besar, diklasifikasikan menjadi data subjektif dan data

objektif. Pada waktu pengumpulan data subjektif bidan harus :

mengembangkan hubungan antar personal yang efektif dengan

pasien/klien/yang diwawancarai, lebih memperhatikan hal-hal yang

menjadi keluhan utama pasien dan yang dicemaskan, berupaya

mendapatkan data/fakta yang sangat bermakna dalam kaitan dengan

masalah pasien.

Pada waktu pengumpulan data objektif bidan harus : mengamati

ekspresi dan perilaku pasien, mengamati perubahan/kelainan fisik,

memperhatikan aspek sosial budaya pasien, menggunakan tehnik

37

pemeriksaan yang tepat dan benar, melakukan pemeriksaan yang tepat

dan benar, melakukan pemeriksaan yang terarah dan berkaitan dengan

keluhan pasien.

b. Langkah II (kedua) : Interprestasi data dasar

Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap

diagnosa atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interprestasi

yang benar atas data-data yang dikumpulkan. Data dasar yang sudah

dikumpulkan diinterprestasikan sehingga ditemukan masalah atau

diagnosa yang spesifik.

Langkah awal dari perumusan masalah/diagnosa kebidanan adalah

pengolahan/analisa data yaitu menggabungkan menghubungkan data

satu dengan lainnya sehingga tergambar fakta.

Masalah adalah kesenjangan yang diharapkan dengan

fakta/kenyataan. Analisa adalah proses pertimbangan tentang nilai

sesuatu dibandingkan dengan standar. Standar adalah aturan/ukuran

yang telah diterima secara umum dan digunakan sebagai dasar

perbandingan dalam kategori yang sama. Hambatan yang berpotensi

tinggi menimbulkan masalah kesehatan (faktor resiko). Dalam bidang

kebidanan pertimbangan butir-butir tentang profil keadaan dalam

hubungannya dengan status sehat-sakit dan kondisi fisiologis yang

akhirnya menjadi faktor resiko agent yang akan mempengaruhi status

kesehatan orang bersangkutan.

38

Pengertian masalah/diagnosa adalah “suatu pernyataan dari

masalah pasien/klien yang nyata atau potensial dan membutuhkan

tindakan”. Dalam pengertian yang lain masalah/diagnosa adalah

“pernyataan yang menggambarkan masalah spesifik yang berkaitan

dengan keadaan kesehatan seseorang dan didasarkan pada penilaian

asuhan kebidanan yang bercorak negatif”.

Dalam asuhan kebidanan kata masalah dan diagnosa keduanya

dipakai karena beberapa masalah tidak dapat didefinisikan sebagai

diagnosa tetapi perlu tetap perlu dipertimbangkan untuk membuat

rencana asuhan yang menyeluruh. Masalah sering dihubungkan dengan

bagaimana wanita itu mengalami kenyataan terhadap diagnosa.

Diagnosa adalah diagnosa yang ditegakkan oleh bidan dalam

lingkup praktik kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur

diagnosa kebidanan.

Standar nomenlaktur diagnosa kebidanan :

1) Diakui dan telah disahkan oleh profesi

2) Berhubungan langsung dengan praktik kebidanan

3) Memiliki ciri khas kebidanan

4) Didukung oleh clinical judgement dalam praktek kabidanan

5) Dapat diselesaikan dengan pendekatan manajemen kebidanan.

39

c. Langkah III (ketiga): Mengidentifikasi diagnosa atau masalah

potensial

Pada langkah ini kita mengidentifikasikan masalah atau diagnosa

potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa potensial

lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah

diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila klien

memungkinkan dilakukan pencegahan, sambil mengamati klien bidan

diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnosa/masalah potensial ini

benar-benar terjadi.

d. Langkah IV (keempat) : mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan

yang memerlukan penanganan segera

Beberapa data menunjukan situasi emergensi dimana bidan perlu

bertindak segera demi keselamatan ibu dan bayi, beberapa data

menunjukkan situasi yang memerlukan tindakan segera sementara

menunggu instruksi dokter. Mungkin juga memerlukan konsultasi

dengan tim kesehatan lain. Bidan mengevaluasi situasi setiap pasien

untuk menentukan asuhan yang paling tepat. Langkah ini

mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen kebidanan.

e. Langkah V (kelima) : Merencanakan asuhan yang komprehensif atau

menyeluruh

Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh ditentukan

oleh langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan

manajemen terhadap diagnosa atau masalah yang telah diidentifikasi

40

atau antisipasi, pada langkah ini informasi/data dasar yang tidak

lengkap dilengkapi. Suatu rencana asuhan harus sama-sama disetujui

oleh bidan maupun wanita itu agar efektif, karena pada akhirnya

wanita itulah yang akan melaksanakan rencana itu atau tidak. Oleh

karena itu tugas dalam langkah initermasuk membuat dan pendiskusian

rencana dengan wanita itu begitu juga termasuk penegasan akan

persetujuannya.

Semua keputusan yang dibuat dalam merencanakan suatu asuhan

yang komprehensif harus merefleksikan alasan yang benar,

berlandaskan pengetahuan, teori yang berkaitan dan up to dateserta

divalidasikan dengan suami mengenai apa yang diinginkan wanita

tesebut dan apa yang dia tidak inginkan. Rational yang berdasarkan

asumsi dari perilaku pasien yang tidak divalidasikan, pengetahuan

teoritis yang salah atau tidak memadai, atau data dasar yang tidak

lengkap adalah tidak sah akan menghasilkan asuhan pasien yang tidak

lengkap adalah tidak sah akan menghasilkan asuhan pasien yang tidak

lengkap dan mungkin juga tidak aman.

Perencaan supaya terarah, dibuat pola pikir dengan langkah

sebagai berikut : tentukan tujuan tindakan yang akan dilakukan yang

berisi tentang sasaran/target dan hasil yang akan dicapai, selanjutnya

ditentukan rencana tindakan sesuai dengan masalah/diagnosa dan

tujuan yang akan dicapai.

41

f. Langkah VI(keenam) : Melaksanakan perencanaan dan pelaksanaan

Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang

telah diuraikan pada langkah ke-5 dilaksanakan secara efisien dan

aman. Perencanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau

sebagian dilakukan oleh bidan dan sebagian oleh klien, atau anggota

tim kesehatan lainnya. Jika bidan tidak melakukan sendiri, ia tetap

memikul tanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaannya

(memastikan langkah tersebut benar-benar terlaksana). Dalam situasi

dimana bidan berkolaborasi dengan dokter dan keterlibatannya dalam

manajemen asuhan bagi pasien yang mengalami komplikasi, bidan

juga bertanggung jawab terhadap terlaksananya rencana asuhan

bersama yang menyeluruh tersebut. Manajemen yang efisien akan

menyingkat waktu, biaya dan meningkatkan mutu asuhan.

g. Langkah VII (ketujuh) : Evaluasi

Pada langkah ke 7 ini dilakukan eveluasi keefektifan dari asuhan

yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan

apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan

sebagaimana telah diidentifikasikan didalam masalah dan diagnosa.

Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif

dalam pelaksanaannya. Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana

tersebut telah efektif sedang sebagian belum efektif.

42

3. Model Dokumentasi Asuhan Kebidanan SOAP

Model dokumentasi yang digunakan dalam asuhan kebidanan adalah

dalam bentuk catatan perkembangan, karena bentuk asuhan yang diberikan

berkesinambungan dan menggunakan proses yang terus menerus

(Mufdlilah, Asri H, Ima K, 2010: 120-121).

S : Data informasi yang subjektif (mencatat hasil anamnesa)

O : Data informasi objektif (hasil pemeriksaan, observasi)

A : Mencatat hasil analisa (diagnosa dan masalah kebidanan)

a. Diagnosa atau masalah

b. Diagnosa/masalah potensial dan antisipasinya

c. Perlu tindakan segera

P : Mencatat seluruh penatalaksanaan (tindakan, antisipasi, tindakan

segera, tindakan rutin, penyuluhan, support,kolaborasi, rujuk dan

evaluasi.

C. Teori Hukum Kewenangan Bidan

Dalam melaksanakan asuhan pada pasien persalianan dengan gawat janin,

bidan mempunyai landasan hukum dan kewenangan dalam memberikan

asuhan kebidanan pada pasien bersalin dengan gawat janin, meliputi :

1. Bidan dalam menjalankan praktiknya berlandaskan pada Peraturan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1464/MENKES/

PER/X/2010 pasal 10, yaitu :

43

a. Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada pasal 9 huruf a

diberikan pada masa pra hamil, kehamilan, masa persalinan, masa

nifas, masa menyusui, dan masa antara dua kehamilan.

b. Pelayanan kesehatan ibu sebagai mana yang dimaksud ayat (1)

meliputi :

1) Pelayanan konseling pada masa pra hamil

2) Pelayanan antenatal pada kehamilan normal

3) Pelayanan persalinan normal

4) Pelayanan ibu nifas normal

5) Pelayanan ibu menyusui, dan

6) Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan

c. Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) berwenang untuk :

1) Episiotomi

2) Penjahitan luka jalan lahir derajat I dan II

3) Penanganan kegawat-daruratan dilanjutkan dengan perujukan

4) Pemberian tablet Fe pada ibu hamil

5) Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas

6) Fasilitas/bimbingan inisiasi menyusu dini dan promosi air susu ibu

eksklusif

7) Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala III dan

postpartum

8) Penyuluhan dan konseling

44

9) Bimbingan pada kelompok hamil

10) Pemberian surat keteranangan kematian

11) Pemberian surat keterangan cuti bersalin