bab ii tinjauan pustakarepository.unsri.ac.id/572/2/rama_87205... · bab ii tinjauan pustaka 2.1...
TRANSCRIPT
-
Universitas Sriwijaya
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengembangan Modul Berbasis Masalah
Pengembangan merupakan salah satu metode dalam penelitian, metode
penelitian dan pengembangan merupakan metode yang digunakan untuk
menghasilkan suatu produk dan menguji keefektifannya (Sugiyono, 2015: 407).
Pengembangan modul berbasis masalah dalam penelitian ini akan menghasilkan
sebuah produk berupa modul cetal yang dipadupadankan dengan media elektronik
dalam proses diskusi dan evaluasi, hal ini mengacu kepada teori yang menyatakan
bahwa bahan ajar cetak akan lebih menarik dan memberikan nilai tambah apabila
digabungkan dengan media ajar multimedia.
Ikhsan dkk (2010: 1) menyatakan bahwa Tekhnologi Informasi dan
Komunikasi (TIK) memungkinkan semua bahan ajar cetak menjadi apa yang
disebut modul elektronik yang dapat diakses dari website atau diberikan dalam
bentuk CD-ROM. Selain itu, menurut Widodo dan Jasmadi (2008: 36) media ajar
yang berupa buku atau modul ajar akan lebih memberikan nilai tambah apabila
digabungkan dengan media ajar multimedia, misalnya dilengkapi dengan CD yang
mampu menampilkan video, film, dan lainnya, sehingga dapat dikatakan buku atau
modul ajar multimedia. Gabungan media buku dan multimedia akan meningkatkan
motivasi peserta didik untuk belajar. Selanjutnya, menurut Julia dkk, (2017: 430)
pembaharuan bahan ajar dapat pula memanfaatkan tekhnologi canggih seperti
sekarang ini, sehingga bahan ajar tidak hanya berbentuk cetak saja melainkan dapat
pula disajikan dalam bentuk elektronik yang akan memudahkan peserta didik
memahami materi yang disampaikan.
Ketiga teori tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa bahan ajar cetak
seperti buku teks atau modul ajar cetak dapat disajikan kedalam bentuk elektronik
dengan memanfaatkan tekhnologi yang memungkinkan pengembangan modul
cetak menjadi modul elektronik.
-
Universitas Sriwijaya
8
2.1.1 Pengertian Modul
Pembelajaran menggunakan modul memberikan kesempatan kepada semua
peserta didik untuk belajar dengan cara dan kecepatan masing-masing. Adapun
pengertian modul menurut Prastowo (2015: 106) modul merupakan bahan ajar
dengan bahasa yang mudah dipahami dan sistematis berdasarkan tingkat
pengetahuan dan usia peserta didik agar mereka dapat belajar secara mandiri
dengan bantuan yang minimal dari pendidik. Selain itu, menurut Sani (2014: 183)
modul merupakan suatu unit pembelajaran lengkap yang disusun untuk membantu
peserta didik mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan dengan khusus
dan jelas. Sedangkan menurut Sudjana dan Rivai (2013: 132) modul merupakan
susunan tertentu suatu unit program pengajaran yang disusun untuk keperluan
belajar.
Berdasarkan pengertian para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa modul
merupakan bahan ajar lengkap yang disusun secara sistematis dengan bahasa yang
mudah dimengerti untuk keperluan belajar agar peserta didik dapat mencapai tujuan
pembelajaran yang telah ditentukan.
2.1.2 Tujuan Penulisan Modul
Penelitian modul selain memperhatikan karakteristik siswa yang akan
diajar, juga harus sesuai dengan tujuan pembuatannya. Adapun tujuan pembuatan
modul yang tertulis dalam buku yang berjudul Penelitian Modul yang dibuat oleh
Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (2008: 5-6), sejalan
dengan pendapat Daryanto & Dwicahyono (2014: 189), tujuan Penulisan modul
terdiri dari empat hal, yaitu: (1) menyajikan pesan lebih jelas dan mudah agar tidak
terlalu bersifat verbal; (2) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera
peserta didik dan guru/instruktur; (3) Dapat digunakan dengan variasi secara tepat
, seperti meningkatkan gairah belajar dan motivasi, memungkinkan pengembangan
kemampuan berinteraksi langsung dengan lingkungan dan memungkinkan peserta
didik untuk belajar sendiri sesuai kemampuan dan minatnya; (4) Memungkinkan
peserta didik mengevaluasi dan mengukur hasil belajarnya sendiri. Sedangkan
menurut Prastowo (2015: 108) ada 5 tujuan pembuatan modul, yaitu:
-
Universitas Sriwijaya
9
1. Agar peserta didik dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan pendidik (yang minimal);
2. Agar peran pendidik tidak terlalu dominan dan otoriter dalam kegiatan pembelajaran;
3. Melatih kejujuran peserta didik; 4. Mengakomodasi berbagai tingkat dan kecepatan belajar peserta
didik;
5. Agar peserta didik mampu mengukur sendiri tingkat penguasaan materi yang telah dipelajari.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa
Penelitian modul ini bertujuan untuk melatih kemandirian, kejujuran dan
memugkinkan peserta didik belajar dengan tingkat penguasaan dan kecepatan
masing-masing. Pengembangan modul PPKn berbasis masalah ini akan dilakukan
dengan memperhatikan tujuan dari pembuatan modul tersebut.
2.1.3 Fungsi Modul
Penyusunan modul memiliki arti penting dalam kegiatan pembelajaran
karena modul berfungsi sebagai materi pelajaran atau bahan pembelajaran mandiri.
Menurut Prastowo (2015: 107-108) sebagai salah satu bahan ajar, modul memiliki
fungsi sebagai berikut:
1. Bahan ajar mandiri. Maksudnya, penggunaan modul dalam proses pembelajaran berfungsi meningkatkan kemampuan
peserta didik untuk belajar sendiri tanpa tergantung pada
kehadiran pendidik;
2. Pengganti fungsi pendidik. Maksudnya modul sebagai bahan ajar yang harus mampu menjelaskan materi pembelajaran
dengan baik dan mudah dipahami oleh peserta didik sesuai
tingkat pengetahuan dan usia mereka. Sementara, fungsi
penjelas suatu tersebut juga melekat pada pendidik. Maka dari
itu, penggunaan modul bisa befungsi sebagai pengganti fungsi
atau peran fasilitator/pendidik.
3. Sebagai alat evaluasi. Maksudnya, dengan modul, peserta didik dituntut untuk dapat mengukur dan menilai sendiri tingkat
penguasaannya terhadap materi yang telah dipelajari. Dengan
demikian, modul juga sebagai alat evaluasi.
4. Sebagai bahan rujukan bagi peserta didik. Maksudnya, karena modul mengandung berbagai materi yang harus dipelajari oleh
peserta didik maka modul juga memiliki fungsi sebagai bahan
rujukan bagi peserta didik.
Sejalan dengan pendapat Prastowo, Awalludin (2017: 196) menyatakan
bahwa sebagai bahan ajar mandiri modul berfungsi meningkatkan kemampuan
-
Universitas Sriwijaya
10
peserta didik untuk belajar tanpa tergantung pada kehadiran pendidik, modul juga
berfungsi sebagai pengganti fungsi pendidik yang artinya modul sebagai bahan
ajar harus mampu menjelaskan materi pembelajaran agar mudah dipahami, modul
juga berfungsi sebagai alat evaluasi , dengan menggunakan modul peserta didik
dapat mengukur dan menilai sendiri tingkat penguasaan terhadap materi yang
dipelajari.
Berdasarkan kedua pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa fungsi modul
adalah sebagai bahan belajar mandiri yang mampu meningkatkan kemampuan
peserta didik belajar secara mandiri dan mengevaluasi sendiri hasil belajarnya.
Mengingat fungsi modul tersebut maka pengembangan modul ini akan dilakukan
demi kelancaran proses pembelajaran.
2.1.4 Karakteristik Modul
Modul bisa dikategorikan baik dan menarik apabila memenuhi karakteristik
sebagai bahan ajar yang baik. Adapun karakteristik modul menurut Daryanto (2013:
9-15) dan sama halnya dengan yang dijelaskan dalam panduan Penelitian modul
dari Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (2008: 3-4)
terdapat lima karakteristik modul, yaitu self instruction, self contained, stand alone,
adaptive, dan user friendly. Kelima karakteristi ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. self instruction merupakan karakteristik yang memungkinkan seseorang
belajar sendiri tanpa ketergantung pada pihak lain. Karakter ini dapat
dipenuhi dengan memuat : (1) Tujuan pembelajaran yang jelas dengan
gambaran SK dan KD; (2) Materi pembelajaran yang dikemas dalam
unit-unit kegiatan khusus, sehingga memudahkan dipelajari secara
tuntas; (3) Menyediakan contoh dan ilustrasi yang mampu menjelaskan
materi pembelajaran yang dipaparkan; (4) terdapat soal-soal latihan,
tugas, dan sejenisnya untuk mengukur tingkat pencapaian peserta didik;
(5) menyajikan materi kontekstual, yaitu penyajian materi terkait dengan
suasana kegiatan dan lignkungan peserta didik; (6) Menggunakan Bahasa
yang mudah dipahami; (7) Rangkuman materi pelajaran; (8) Instrumen
penilaian yang bersifat self assesment; (9) Umpan balik bagi penilaian
penguasaan materi peserta didik, sehingga diketahui tingkat
-
Universitas Sriwijaya
11
penguasaannya; (10) Informasi referensi yang mendukung materi
pembelajaran yang dipelajari.
b. self contained yaitu karakter yang terpenuhi bila modul memuat materi
pembelajaran yang dibutuhkan. Tujuannya adalah memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk belajar secara tuntas materi
pelajaran yang diberikan.
c. stand alone (berdiri sendiri), yaitu karakter yang menunjkkan bahwa
modul tidak harus digunakan bersama-sama dengan bahan ajar lain.
Dengan menggunakan modul, peserta didik tidak perlu bahan ajar lain
untuk mempelajari dan atau mengerjakan tugas pada modul tersebut.
d. adaptive yaitu hendaknya modul memiliki daya adaptasi yang tinggi
terhadap perkembangan ilmu dan tekhnologi. Dikatan adaptif jika modul
tersebut dapat disesuaikan dengan ilmu pengetahuan dan tekhnologi,
serta fleksibel jika digunakan di berbagai perangkat keras (hardware).
e. user friendly (bersahabat), yaitu apabila setiap instruktur dan tampilan
informasi yang ditampilkan memiliki sifat membantu dan bersahabat
dengan pemakainya, termasuk juga kemudahan dalam pemakaian,
merespon dan mengakses sesuai dengan keinginan pemakainya.
Menggunakan Bahasa yang sederhana, mudah dimengerti, serta
menggunakan istilah yang umum digunakan.
Untuk menghasilkan modul yang mampu meningkatkan motivasi belajar
dan menarik perhatian peserta didik maka pengembangan modul harus dilakukan
dengan memenuhi karakteristik modul yang diperlukan (Daryanto dan
Dwicahyono, 2014: 186). Berdasrkan pendapat tersebut, dapa disimpulkan bahwa
ada lima macam karakteristik yang harus dipenuhi dalam pembuatan modul
pembelajaran.
2.1.5 Pembelajaran dengan Modul
Modul merupakan salah satu bahan ajar yang dirancang untuk belajar secara
mandiri, karenanya modul yang dikembangkan harus mampu meningkatkan
-
Universitas Sriwijaya
12
motivasi peserta didik serta efektif dalam mencapai kompetensi yang diharapkan
dari pembelajaran tersebut (Asyhar, 2011: 155).
Pembelajaran menggunakan modul merupakan pembelajaran mandiri
menggunakan bahan ajar yang telah disusun secara sistematis dan terarah mengenai
suatu satuan bahasan tertentu oleh peserta didik . Menurut Sani (2014: 183)
pembelajaran dengan sistem modul termasuk metode pembelajaran mandiri yang
memiliki keunggulan, misalnya belajar dapat dilakukan menurut kecepatan masing-
masing peserta didik.
Pada kenyataannya, modul dirancang untuk membantu para siswa secara
individual maupun kelompok dalam mencapai tujuan pembelajaran karena modul
merupakan jenis kesatuan kegiatan belajar yang terencana sebagai paket program
pengajaran yang terdiri dari komponen-komponen yang berisi tujuan, bahan,
metode, alat atau media, serta sumber belajar dan sistem evaluasinya (Sudjana dan
Rivai, 2013: 132). Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
menggunakan modul merupakan pembelajaran yang ditujukan pada kemandirian
siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran serta meningkatkan motivasi belajar.
Modul yang akan dikembangkan pada penelitian ini adalah modul berbasis
masalah. Masalah pada hakikatnya ialah kesenjangan antara situasi nyata dan
kondisi yang diinginkan yang menampakkan diri dalam bentuk keluhan atau
kecemasan (Gulo, 2008: 113). Menurut Barell (2010: 174) pembelajaran berbasis
masalah atau dapat disebut problem based learning (PBL) adalah salah satu cara
yang ideal untuk mengembangkan keterampilan pada abad 21 ini. PBL akan
dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut:
2.1.6 Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL)
2.1.6.1 Ruang Lingkup Pembelajaran Berbasis Masalah
Pembelajaran berbasis masalah adalah salah satu strateri yang dapat
digunakan dalam proses pembelajaran. Menurut sanjaya (2009: 214) model
pembelajaran berbasis masalah bisa diartikan sebagai rangkaian aktivitas dalam
pembelajaran yang menekankan pada proses penyelesaian masalah yang terjadi
secara ilmiah. Sedangkan menurut Arends (2012: 396) pembelajran berbasis
masalah merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran yang mana siswa akan
-
Universitas Sriwijaya
13
mengerjakan dan menyelesaikan permaslahan yang otentik dengan maksud untuk
menyususn pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan kemampuan
berpikir, serta mengembangkan kemandirian dan rasa percaya diri.
Berdasarkan kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu proses pembelajaran yang
menuntut siswa utnuk mampu mengembangkan kemampuan berpikir, kemandirian
dan kepercayaan diri untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan dalam
proses pembelajaran.
2.1.6.2 Pengertian Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL)
Perubahan-perubahan terus terjadi didalam kehidupan, terutama dalam
dunia pendidikan. Hal ini juga menjadikan pendekatan alam proses pembelajaran
ikut mengalami perubahan, pendekatan teacher centered yang dianggap tradisional
perlahan digantikan dengan pendekatan learner centered yang dicocokkan dengan
model PBL dalam prosesnya. PBL merupakan model pembelajaran yang
melibatkan siswa dalam memecahkan masalah nyata, yang menyebabkan motivasi
dan rasa ingin tahu menjadi meningkat (Gunantara dkk, 2014) dalam
(https://ejournal.undiksha.ac.id). Selain itu, menurut Dutch (dalam Amir, 2009: 21)
PBL merupakan pendekatan yang menantang agar siswa belajar untuk belajar,
bekerja sama mencari solusi bagi suatu masalah yang nyata dalam kelompok,
dimana masalah digunakan untuk mengaitkan rasa keingintahuan serta kemampuan
analisis dan inisiatif atas materi pelajaran. Dalam pengertian lain, yang dinyatakan
oleh Arends (2012: 396) menyebutkan bahwa PBL adalah pembelajaran yang
menyuguhkan berbagai situasi masalah yang autentik dan bermakna kepada siswa
yang berfungsi sebagai batu loncatan untuk investigasi dan penyelidikan.
Selanjutnya, menurut Barell (2007: 3) PBL dapat didefinisikan sebagai proses
penyelidikan yang dilakukan siswa untuk menyelesaikan pertanyaan,
keingintahuan dan ketidakpastian tentang fenomena kompleks dalam kehidupan.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa PBL merupakan
model pembelajaran yang berorientasi masalah yang digunakan untuk
meningkatkan kerja sama dalam kelompok, rasa ingin tahu, kemampuan berfikir
kritis dan motivasi belajar siswa.
https://ejournal.undiksha.ac.id/
-
Universitas Sriwijaya
14
2.1.6.3 Karakteristik PBL
Seperti halnya model pembelajaran lain pada umumnya, PBL memiliki
karakteristik yang tercakup dalam proses pembelajaran. Menurut Suci (2008) dalam
(http://www.google.com//santyasa/Lemlit/pendidikan), PBL memiliki karakteristik
yang membedakannya dengan model pendekatan lainnya, yaitu pembelajaran yang
bersifat student centered atau berpusat pada siswa. Pada PBL Pembelajaran dimulai
dengan pemberian masalah yang biasanya memiliki konteks dengan dunia
nyata.Pembelajar dibuat berkelompok untuk merumuskan masalah, mempelajari
dan mencari materi yang terkait dengan masalah tersebut bersama kelompoknya
secara aktif dan pendidik lebih banyak berperan sebagai fasilitatornya (Tan dalam
Amir, 2009: 12). Berdasarkan apa yang dikemukakan oleh Tan tersebut, menurut
Amir (2009: 22), dapat dirangkum karakteristik yang tercakup dalam proses PBL
sebagai berikut:
Masalah digunakan sebagai awal pembelaajaran.
Masalah yang digunakan merupakan masalah dunia nyata yang
disajikan secara mengambang.
Masalah biasanya menuntut perspektif majemuk.
Masalah membuat pemelajar tertantang untuk mendapatkan
pembelajaran diranah pembelajaran yang baru.
Sangat mengutamakan belajar mandiri.
Memanfaatkan sumber pengetahuan yang bervariasi.
Pembelajaran kolaboratif, komunikatif dan kooperatif.
Berdasarkan karaketistik diatas dapat disimpulkan bahwa PBL merupakan
suatu pendekatan dalam pembelajaran yang dimulai dengan suatu maslah yang
harus diselesaikan oleh pembelajar secara mandiri ataupun berkelompok.
2.1.6.4 Manfaat PBL
PBL mampu memberikan manfaat dalam pembelajaran, dalam hal ini
dikemukakan oleh Smith (dalam Amir 2009: 27), yaitu:
a. Meningkatkan kecapakan pemecahan masalah para pembelajar;
b. Meningkatkan pemahaman;
c. Meningkatkan pengetahuan yang sesuai dengan dunia praktik;
http://www.google.com/santyasa/Lemlit/pendidikan
-
Universitas Sriwijaya
15
d. Mendorong pembelajaran dengan penuh pemikiran;
e. membangun kemampuan kerjasama;
f. meningkatkan kemampuan belajar; dan
g. memotivasi para pembelajar.
Selain itu, menurut Morrales-mann dan kaitell (dalam Suherman, 2017: 60-
61) menyimpulkan dari hasil penelitiannya, PBL memberikan manfaat bagi siswa
dalam meningkatkan kemandirian belajar, kemampuan berfikir kritis, kemampuan
memecahkan masalah, dan kempuan berkomunikasi.
Dari kedua pendpapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa PBL bermanfaat
utnuk meningkatkan kemandirian, pemahaman, kemampuan berfikir kritis,
membangun kerjasama, memecahakan masalah dan meningkatkan motivasi
belajar.
2.1.6.5 Kelebihan dan Kekurangan PBL
Sama seperti model pembelajaran lainnya, PBL memiliki kelebihan dan
kekurangan. Kelebihan PBL seperti yang diungkapkan oleh Sanjaya (2009: 220)
sebagai berikut:
a. Pemecahan masalah merupakan tekhnik yang cukup bagus untuk lebih
memahami isi pelajaran.
b. Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan siswa serta
memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa.
c. Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.
d. Pemeahan masalah dapat membantu siswa bagaimana mentransfer
pengetahuan mereka untuk memahamimasalah dalam kehidupan nyata.
e. Pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan
pengetahuan abru dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang
dilakukan
f. Melalui pemecahan masalah bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa
setiap mata pelajaran pada dasarnya merupakan sesuatu yang harus
dimengerti oleh siswa.
g. Pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan lebih disukai
oleh siswa.
-
Universitas Sriwijaya
16
h. Pemecahan masalah dapat membantu siswa mengembangkan
kemampuan berpikir kritis.
i. Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk
mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
j. Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat siswa untuk terus
menerus belajar.
Selain kelebihan tersebut, PBL juga memiliki kekurangan yang
diungkapkan oleh Sanjaya (2009: 221) sebagai berikut: (1) manakala siswa tidak
memiliki minat terhadap masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka
mereka akan merasa enggan untuk mencobanya; (2) keberhasilan strategi
pembelajaran melalui pemecahan maslah membutuhkan waktu yang cukup untuk
dipersiapkan; (3) tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk
memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa
yang mereka ingin pelajari.
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa PBL selain memiliki
kelebihan juga memiliki kekurangan. Oleh karena itu, PBL harus digunakan
sebaik-baiknya agar mendapatkan hasil yang optimal dalam proses pembelajaran.
Pengembangan modul berbasis masalah ini diharapkan mampu memberikan
efek potensial terhadap motivasi belajar siswa, adapun motivasi belajar akan
dijelaskan sebagai berikut:
2.1.7 Motivasi Belajar
2.1.7.1 Teori Motivasi
Motivasi merupakan dorongan yang mampu mengarahkan dan
menggerakkan seseorang pada suatu hal untuk mencapai tujuan tertentu.
Mc.Clelland (dalam Robbins dan Judge, 2008: 230) tidak mengklasifikasikan
motivasi kedalam hiraki, Mc. Clelland mengemukakan sebuah kebutuhan
berpeprestasi dalam teori motivasi yang menyatakan bahwa seseorang yang
memiliki keinginan berprestasi tinggi akan terlihat berbeda dengan orang lain,
karena mereka akan selalu memiliki keinginan yang kuat untuk melakukan hal-hal
yang lebih baik dari sebelumnya dan mencari kesempatan untuk memperoleh
tanggung jawab secara pribadi untuk menemukan jawaban dari setiap masalah yang
-
Universitas Sriwijaya
17
ada. Oleh Mc. Clelland, hal ini dibagi kedalam enam aspek yang terkandung dalam
motivasi berprestasi, yaitu: (1) keinginan untuk menjadi yang terbaik; (2) umpan
balik; (3) kreatif dan inovatif; (4) tanggung jawab; dan (5) waktu penyelesaian
tugas. Penelitian ini teori yang akan menggunakan teori motivasi kebutuhan
berprestasi dari Mc.Clelland, karena motivasi belajar dipengaruhi oleh motivasi
seseorang untuk meraih prestasi. Seseorang yang memiliki keinginan kuat untuk
meraih prestasi akan berusaha melakukan yang terbaik demi mencapai tujuannya.
Motivasi merupakan pembangkit semangat belajar, oleh karena itu motivasi
memiliki fungsi penting yang berperan dalam proses pembelajaran. Adapun fungsi
motivasi belajar menurut Hamalik (2009: 175) yaitu: (1) memberikan dorongan
agar timbul suatu perbuatan, karena tanpa motivasi perbuatan seperti belajar tidak
akan timbul; (2) pemberi arah dari perbuatan kepada pencapaian tujuan yang
diinginkan; dan (3) menggerakkan diri pada suatu pekerjaan yang hendak dilakukan
secara cepat atau lambat sesuai dengan tujuan. Sejalan dengan pendapat tersebut,
Sardiman (2012: 85) mengemukakan fungsi motivasi belajar sebagai berikut: (1)
memberikan dorongan untuk berbuat, dalam hal ini motivasi merupakan motor
penggerak dari hal-hal yang akan dilakukan; (2) menentukan arah pekerjaan yang
akan dilakukan, motivasi memberikan arah kepada tujuan yang ingin dicapai; dan
(3) memberi seleksi pada perbuatan, dalam hal ini motivasi sebagai penentu
kegiatan yang harus dikerjakan dalam mencapai tujuan.
Motivasi mampu membuat seseorang melakukan usaha yang lebih banyak
lagi demi mencapai tujuan. Oleh karena itu Hanafiah dan Suhana (2010: 26)
menuliskna 4 fungsi motivasi belajar, yaitu:
1. Motivasi berfungsi sebagai alat pendorong terjadinya perbuatan seperti
belajar bagi beserta didik;
2. Motivasi berfungsi sebagai alat yang mampu memberikan
pengaruhterhadap prestasi belajar siswa;
3. Motivasi menjadi alat yang memberikan tanggung jawab terhadap
tujuan yang akan dicapai; dan
4. Motivasi berfungsi sebagai alat pembangun makna system
pembelajaran yang lebih baik.
-
Universitas Sriwijaya
18
Motivasi belajar yang ada pada diri peserta didik akan menentukan tingkat
prestasinya. Oleh karena itu, membuat motivasi belajar siswa meningkat menjadi
hal yang harus dilakukan oleh guru guna menjadikan minat belajar peserta didik
turut meningkat.
2.1.7.2 Indikator Motivasi Belajar
Seorang guru dituntut untuk mampu menumbuhkan, meningkatkan dan
mempertahannkan motivasi belajar pseserta didiknya. Karena semakin tinggi
motivasi belajar peserta didik maka harapan tercapainya tujuan pembelajaran secara
optimal akan meliliki peluang yang semakin besar. Untuk mengetahui seberapa
besar motivasi belajar peserta didik dapat dilihat dari ciri-ciri yang ada pada diri
peserta didik tersebut. Adapun ciri-ciri motivasi belajar menurut Sardiman (2012:
83) yaitu:
1. Tekun menghadapi tugas (sehingga mampu bekerja dalam waktu yang lama tanpa henti sebelum selesai).
2. Ulet menghadapi kesulitan (tidak berputus asa). 3. Menunjukan minat terhadap berbagai macam masalah. 4. Lebih senang bekerja mandiri. 5. Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin (hal-hal yang bersifat
mekanis, berulang-ulang begitu saja, sehingga kurang kreatif).
6. Dapat mempertahankan pendapatnya (begitu sudah yakin pada sesuatu)
7. Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini. 8. Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal.
Motivasi dapat dilihat dari kecenderungan seseorang alam bertindak.Untuk
dapat mengukur motivasi belajar dapat digunakan indikator-indikator motivasi.
Indikator pencapaian motivasi belajar dalam penelitian ini merujuk kepada teori
motivasi berprestasi yang disampaikan oleh Mc.Clelland (dalam Rozali, 2013) yang
dikutip dari (http://download.portalgaruda.org)yaitu sebagai berikut:
1. Keiginan untuk menjadi yang terbaik. Tinggimya motivasi berprestasi
seseorang membuat dirinya senantiasa menunjukkan hasil kerja yang
terbaik.
2. Umpan balik. Seseorang dengan motivasi yang tinggi sangat menyukai
umpan balik karena sangat berguna bagi perbaikan bagi hasil kerja
mereka.
http://download.portalgaruda.org/
-
Universitas Sriwijaya
19
3. Kreatif dan inovatif. Sesorang dengan motivasi yang tinggi tidak
menyukai pekerjaan rutin yang dilakukan berulang dari waktu ke waktu
mereka akan mencari cara menyelesaikan tugas dengan kreatif, efektif
dan efisien.
4. Waktu penyelesaian tugas. Sesorang dengan kebutuhan berprestasi
yang tinggi akan berusaha menyelesaikan tugas yang diberikan secepat
mungkin.
5. Tanggung jawab. Seseorang dengan motivasi yang tinggi akan merasa
bahwa diri nya memiliki tanggung jawab pada tugas yang diberikan dan
akan terus berusaha menyelesaikannya.
Motivasi membutuhkan rangsangan untuk dapat tumbuh, bertambah bahkan
bertahan dalan suatu kondisi yang diinginkan. Seorang anak yang memiliki
motivasi untuk belajar akan berusaha belajar dengan tekun , dengan harapan
mendapatkan hasil yang maksimal.
2.2 Mata Pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn)
2.2.1 Latar Belakang PPKn
Pancasila merupakan dasar filsafat Negara Republik Indionesia yang
disahkan secara resmi pada tanggal 18 Agustua 2945 oleh PPKI. Pancasila
berdasarkan asal kata (etimologis) berasal dari bahasa sansekerta, yaitu Pancasyila
yang mengandung dua macam arti, yaitu panca artinya lima, dan syilla artinya
dasar, batu alas atau sendi sehingga pancasyila memiliki arti lima dasar (Setijo,
2010: 15). Sebagai Bangsa Indonesia yang setia, kita sudah seharusnya mempelajari
Pancasila dan mengamalkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Menurut
Bakri (2010: 3) pendidikan Pancasila mengembangkan pendidikan kepribadian
yang harus melestarikan perenungan bangsa dan mengamalkan nya baik pada masa
jaya maupun pada masa derita.
Pendidikan Pancasila bertujuan menghasilkan peserta didik yang berlaku
dan memiliki kemampuan mengambil sikap yang bertanggung jawab, mengenali
masalah hidup, mengenali perubahan dan perkembangan ilmu dan teknologi serta
memiliki kemampuan untuk memaknai sejarah dan nilai-nilai budaya bangsa
-
Universitas Sriwijaya
20
(Kaelan, 2008: 15). Selain itu, menurut Syarbaini (2012: 7) Pendidikan Pancasila
mengarahkan perhatian pada moral yang diharapkan terwujud dalam kehidupan
sehari-hari, yaitu perilaku beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
memiliki sikap kemanusiaan, berkebudayaan, dan perilaku yang mendukung
kerakyatan yang mendukung kepentingan bersama serta mengatasi segala persoalan
dengan keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. Berdasarkan SK Dirjen
DIKTI No. 43/DIKTI/KEP/2006, dinyatakan pendidikan kewarganegaraan
berbasis Pancasila, maka pendidikan kewarganegaraan didukung oleh Pancasila.
Kewarganegaraan disebut Civicus dalam Bahasa Latin. Kata Civicus sendiri
diserap kedalam Bahasa inggris menjadi Civicyang berarti mengenai warga negara
atau kewarganegaraan. Kata Civic kemudian melahirkan kata Civic yang berarti
ilmu kewarganegaraan dan Civic Education yang berarti pendidikan
kewarganegaraan (Bastari dkk, 2010: 4).
Pendidikan kewarganegaraan telah dilakukan serta dikembangkan diseluruh
dunia dengan berbagai istilah berbeda, yang memiliki peran sangat strategis dalam
mempersiapkan warganegara yang cerdas , bertanggung jawab dan berkeadaban
(Kaelan dan Zubaidi, 2010: 1).
Warganegara yang cerdas, bertanggung jawab dan berkeadaban hanya dapat
diciptakan dengan sarana kegiatan pendidikan, hal ini bisa berupa pendidikan
Pancasila dan kewarganegaraan. Melalui pendidikan Pancasila dan
kewarganegaraan, warga negara Indonesia diharapkan mampu memahami,
menganalisis dan menjawab permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat, bangsa,
serta negara secara berkelanjutan dan konsisten sesuai dengan cita-cita bangsa dan
tujuan nasional bangsa Indonesia (Sumarsono dkk, 2006: 7).
2.2.2 Tujuan PPKn
Tujuan pendidikan Pacncasila dan kewarganegaraan (PPKn) dapat dilihat
secara umum dan secara khusus. Secara umum tujuan PPKn seperti yang dituliskan
oleh Bastari dkk (2010: 1-2) sbagai berikut:
a. Membentuk warganegara yang baik dan cerdas yang mampu mendukung pembangunan juga kelangsungan bangsa dan negara.
Konsep good citizenship tentunya amat tergantung dari pandangan
hidup dan sistem politik negara yang bersangkutan.
-
Universitas Sriwijaya
21
b. Memberikan pengetahuan dan kemampuan dasar kepada mahasiswa mengenai hubungan antar warga negara dengan negara serta
Pendidikan Pendahuluan Bela Negar agar menjadi warga negara yang
dapat diandalkan oleh bangsa dan negara.
Selain itu, menurut Zamroni dan tim ICCE UIN (dalam Bastari, 2010: 5)
“PPKn adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan
masyarakat berpikir kritis dan bertindak demokratis”. Oleh karena itu dapat Peneliti
simpulkan bahwa PPKn bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang baik dan
cerdas, dapat berpikir kritis dan mampu bertindak secara demokratis sehingga
menjasi warganegara yang berkarakter sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD
1945.
2.2.3 Kompetensi yang Diharapkan dari PPKn
Kompetensi diartikan sebagai seperangkat tindakan cerdas yang penuh
dengan rasa tanggung jawab yang harus dimiliki agar seseorang mampu
melaksanakan tugas-tugasnya dalam bidang pekerjaan tertentu. Sedangkan
kompetensi PPKn merupakan seperangkat tindakan cerdas dan rasa tanggung
jawab seorang warga negara dalam hubungan dengan negara serta mampu
memecahkan berbagai permasalahan hidup bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara (Sumarsono dkk, 2010: 6).
Sikap mental yang cerdas dan bertanggung jawab dari peserta didik
merupakan sebuah bukti keberhasilan pendidikan kewarganegaraan. Sikap ini
disertai dengan perilaku seperti yang diungkapkan oleh Bastari dkk, (2010: 2)
sebagai berikut:
a. Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME dan menghayati nilai-nilai falsafah bangsa;
b. Berbudi pekerti luhur, berdisiplin dalam masyarakat, berbangsa, dan bernegara;
c. Rasional, dinamis, dan sadar akan hak dan kewajiban sebagai warga negara;
d. Sersifat profesional yang dijiwai oleh kesadaran bela negara sebagai warga negara; serta
e. Aktif memanfaatkan ipteks untuk kepentingan kemanusiaan, bangsa dan negara.
-
Universitas Sriwijaya
22
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa keberhasilan PPKn
dapat dilihat dari sikap dan perilaku peserta didik yang beriman, bertaqwa, berbudi
pekerti luhur serta aktif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
2.3 Materi Memahami Kedudukan dan Fungsi Pancasila
Memahami kedudukan dan fungsi Pancasila merupakan materi
pembelajaran yang diajarkan untuk jenjang SMP/MTs pada kurikulum 2013 yang
dirancang untuk menghasilkan siswa yang memiliki keimanan dan akhlak mulia
sebagaimana diarahkan oleh Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa Indonesia
sehingga dapat berperan sebagai warga Negara yang efektif dan bertanggung jawab.
Materi ini memuat sejumlah nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila dengan
implikasinya yang sesuai dengan kehidupan sehari-hari sehingga diharapkan dapat
mendorong siswa menjadi warga Negara yang baik melalui kepeduliannya terhadap
permasalahan dan tantangan yang dihadapi masyarakat sekitarnya.
Kompetensi yang dihasilkan bukan lagi terbatas pada kajiannya, tetapi lebih
ditekankan pada pembentukan sikap dan tindakan nyata yang harus mampu
dilakukan oleh setiap siswa. Menurut Oesman dan Alfian (dalam Depdiknas, 2005:
6) Ideologi itu berintikan serangkaian nilai (norma) dasar yang bersifat menyeluruh
dan mendalam yang dimiliki dan dipegang oleh suatu masyarakat atau bangsa
sebagai wawasan atau pandangan hidup mereka.Oleh karena itu, Pancasila menjadi
tema yang paling banyak dibicarakan.
2.4 Penelitian Pengembangan
Metode penelitian dan pengembangan atau dalam Bahasa Inggrisnya
Research and Developmentadalah suatu metode penelitian yang digunakan untuk
menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut (Sugiyono,
2015: 407). Selain itu, menurut Borg & Gall (dalam Setyosari, 2015: 276) penelitian
pengembangan merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengembangkan
suatu produk pendidikan dan memvalidasinya.
Produk dari penelitian pengembangan harus memenuhi tiga kriteria, seperti
yang disebutkan oleh Nieveen (dalam Akker dkk, 1999: 10 ) ketiga kriteria tersebut
adalah : (1) Valid; (2) Praktis; dan (3) Efektif. Pada penelitian ini, kualitas dari
-
Universitas Sriwijaya
23
produk akan diukur dengan: (1) Validasi pakar atau ahli (expert) dan teman sejawat
yang berisikan validasi isi (content), konstruk dan Bahasa; (2) kepraktisan produk
berarti apabila perangkat pembelajaran dapat diterapkan oleh guru sesuai dengan
perencanaan dan mudah dipahami oleh siswa; (3) keefektifan dapat dilihat dari hasil
penilaian autentik yang meliputi penilaian terhadap proses pembelajaran dan hasil
belajar siswa.
2.4.1 Model-model Pengembangan
Pelaksanakanperangkat pembelajaran membutuhkan model pengembangan
yang sesuai dengan sistem pendidikan yang dilaksanakan (Sudjana dalam Trianto,
2010: 178). Sehubungan dengan pendapat tersebut, ada beberapa model
pengembangan, diantaranya adalah sebagai berikut:
2.4.1.1 Model Pengembangan Dick, Carey and Carey
Model Dick, Carey and Carey (Prawiradilaga, 2012: 36) menekankan aspek
revisi atau perbaikan pembelajaran menyeluruh dari PBM. Dalam hal ini, revisi
dilakukan dalam batas tugas seorang pengajar. Model ini memiliki 10 langkah
dengan urutan sebagai berikut:
1. Merumuskan tujuan kurikuler;
2. Melaksanakan analisis pembelajaran;
3. Mengidentifkasi karakteristik siswa;
4. merumuskan tujuan kinerja/pembelajaran;
5. mengembangkan assessment belajar;
6. pengembangan strategi pengajaran;
7. mengembangkan dan memilih materi pembelajaran;
8. mendesain dan melaksanakan evaluasi formatif;
9. mendesain dan melaksanakan evaluasi sumatif;
10. revisi pengajaran
2.4.1.2 Model Pengembangan 4-D
Pengembangan model 4-D memiliki 4 tahap sesuai dengan namanya, yaitu
define, desain, develop, dan disseminate atau diadaptasi menjadi 4-P, yaitu
pendefinisian, perancangan, pengembangan, dan penyebaran (Trianto, 2010: 189).
-
Universitas Sriwijaya
24
2.4.1.3 Model Pengembangan ADDIE
Model pengembangan dari Analysis, Design, Development or Production,
Implementation or Delivery, and Evaluationsatau disingkat ADDIE. Model ADDIE
dapat digunakan untuk mengembangkan macam-macam bentuk pengembangan
produk seperti model, strategi pembelajaran, metode pembelajaran, media, dan
bahan ajar. Dua orang pakar yang turut mengembangkan konsep ADDIE adalah
Reiser dan Molenda. Molenda menyatakan bahwa revisi dapat terjadi terus menerus
dalam setiap tahap yang dilalui walaupun tidak dinyatakan secara jelas
(Prawiradilaga, 2012: 21).
Model ADDIE dipilih pada penelitian ini karena model ini merupakan
model desain pembelajaran yang berorientasi produk. Model ADDIE dapat
digunakan untuk mengembangkan berbagai produk, seperti model, strategi
pembelajaran, metode pembelajaran, media dan bahan ajar (Wiyani, 2013: 37).
2.5 Teori Evaluasi Formatif Tessmer
Penelitian pengembangan difokuskan pada 2 tahap, yaitu tahap preliminary
dan tahap formatif evaluation yang meliputi self evaluation, prototyping (expert
review, one-to-one, and small g roup), serta field test (Tessmer, 1998: 15). Adapun
desain evaluasi formatif Tessmer dapat digambarkan sebagai berikut:
Bagan 2.1 Alur Desain Evaluasi Formatif
Sumber: Tessmer (1998: 16)
Self
Evaluation
Expert Review
One-to-one
Small
Group
Field
Test
Rev
ise?
Revise Revise
-
Universitas Sriwijaya
25
2.6 Kerangka Berfikir
Kerangka berfikir merupakan penjelasan sementara mengenai objek
permasalahan pada penelitian yang akan dilakukan serta menghubungkan antara
teori dengan berbagai masalah penting yang akan diteliti. Dalam penelitian ini
Peneliti ingin mencoba mengatasi permasalahan siswa, yaitu keterbatasan bahan
ajar PPKn yang terbatas pada bahan ajar cetak berupa buku paket yang dipinjamkan
dan digunakan untuk proses belajar mengajar yang terkadang menggunakan
metode ceramah dan diskusi secara berulang. Adapun kerangka berfikir untuk
penelitian inidigambarkan sebagai berikut:
Bagan 2.2 Kerangka Berfikir
Sumber: data primer, diolah tahun 2017
Proses Belajar Mengajar di Kelas
Analisis Kebutuhan Siswa
Dihasilkan Modul Berbasis Masalah pada Mata Pelajaran PPKn Materi
Memahami Kedudukan dan Fungsi Pancasila untuk Siswa SMP yang
Valid dan Praktis
Siswa belajar menggunakan Modul Berbasis Masalah pada Mata
Pelajaran PPKn Memahami Kedudukan dan Fungsi Pancasila untuk
Siswa SMP yang Valid dan Praktis
Hambatan
Bahan Ajar
Buku teks
Buku tugas
Majalah ilmiah
Modul
Jurnal
LKS
Pengembangan Modul Berbasis Masalah pada Mata Pelajaran PPKn
Materi Memahami Kedudukan dan Fungsi Pancasila untuk Siswa SMP
-
Universitas Sriwijaya
26
2.7 Alur Penelitian
Selain kerangka berfikir, terdapat pula alur penelitian untuk melihat
langkah-langkah penelitian yang akan dilakukan. Tahapan pengembangan produk
digambarkan sebagai berikut:
Bagan 2.3 Alur Penelitian
Sumber: data primer diolah, tahun 2019
Analisis masalah dan kebutuhan
Analisis karakteristik siswa
Analisis bahan ajar Merancang materi
Merumuskan tujuan instruksional
Menentukan format
Membuat instrument uji validitas
Membuat instrument kuisioner
analisis
Desain
Development
(membuat draft modul)
Draft modul
Implemtation and evaluation
Self evaluation
Revisi
Prototype 1
Expert review One-to-one
Revisi Valid Praktis
Prototype II
Small group
Praktis
Prototype III
Field test Produk valid, praktis, dan
memiliki efek potensial
Revisi
ADDIE
TESSMER
Ya
Tidak Tidak
Ya
Ya
Tidak