bab ii teori dan perumusan hipotesiseprints.umm.ac.id/47184/3/bab ii.pdf · kinerja keuangan, dan...
TRANSCRIPT
9
BAB II
TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
A. TINJAUAN PENELITIAN TERDAHULU
Penelitian terdahulu menjadi salah satu acuan penulis untuk mengembangkan teori
dalam melakukan penelitian. Penelitian terdahulu diambil dari beberapa hasil penelitian dan
melihat metode penelitian yang digunakan yang digunakan oleh peneliti sebelumnya sebagai
referensi dengan variable dependen atau independen yang sama. Berikut adalah beberapa hasil
penelitan terdahulu :
Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu
No
Nama
(Tahun)
Judul Objek/Variabel/Analisis Hasil
1 Prantama (2015)
Pengaruh penerapan
good corporate
governance terhadap
kinerja keuangan.
Objek: perusahaan real estate
dan property
Variabel Independen:
kepemilikan institusional,
dewan komisaris independen.
Variabel Dependen : kinerja
keuangan
Teknik Analisis: Regresi
Linier Berganda
Kepemilikan institusional
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja
keuangan melalui ROA.
Dewan komisaris
independen berpengaruh
positif tetapi tidak signifikan
terhadap kinerja keuangan
melalui ROA.
10
2 Raharjo dan Andini
(2016)
Pengaruh Good
Corporate
Governance,
Kepemilikan
Institusional,
Leverage,
Independensi Dan
Rentabilitas
Terhadap Kinerja
Keuangan
Perusahaan.
Objek: 100 perusahaan food
and beverage yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia (BEI)
tahun 2009-2014
Variabel Independen :
good corporate, kepemilikan
institusional, leverage,
independensi, rentabilitas
Variabel Dependen : kinerja
keuangan.
Teknik Analisis: Regresi
Linier berganda.
GCG berpengaruh positif
terhadap ROA, komite
independen berpengaruh
positif terhadap ROA,
Leverage berpengaruh
negatif terhadap ROA,
Independensi berpengaruh
positif terhadap ROA, dan
Rentabilitas berpengaruh
negatif terhadap ROA.
3 Elisetiawati dan
Artinah (2017)
Pengaruh
Pelaksanaan Good
Corporate
Governance,
Kepemilikan
Institusional Dan
Leverage Terhadap
Kinerja Keuangan
Objek: perusahaan perbankan
yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) periode tahun
2011-2013
Variabel Independen: dewan
komisaris independen ,
kepemilikan institusional,
leverage.
Dewan komisaris
berpengaruh signifikan
positif terhadap kinerja
keuangan, kepemilikan
institusional berpengaruh
signifikan negatif terhadap
kinerja keuangan, dan
Leverage berpengaruh
signifikan negatif
terhadap kinerja keuangan.
11
Variabel Dependen: Kinerja
keuangan
Teknik Analisis: analisis
regresi berganda
12
B. TINJAUAN PUSTAKA
a. Teori Agency
Inti dari hubungan keagenan adalah adanya pemisahan fungsi antara kepemilikan
di pihak investor dan pengendalian di pihak manajemen. Teori agensi adalah hubungan
atau kontrak antara principal dan agent (Anthony & Vijay, 2011). Menurut Jensen &
Weckling (1976), hubungan keagenan di dalam teori agensi (agency Theori) bahwa
perusahaan merupakan kumpulan kontrak (nexus of contract) antara pemilik sumber daya
ekonomis sebagai principal dan manajer sebagai agent yang mengurus penggunaan dan
pengendalian sumber daya perusahaan. Akibat dari adanya hubungan keagenan tersebut
mengakibatkan dua permasalahan diantaranya adalah :
1. Terjadinya informasi asimetris (information asymmetry), dimana secara umum
menejemen memiliki lebih banyak informasi mengenai posisi keuangan yang
sebenarnya dan posisi operasi entitas dari pemilik.
2. Terjadinya konflik kepentingan (conflict of interest), terjadi akibat dari
ketidaksamaan tujuan, dimana menejemen tidak selalu bertindak sesuai dengan
kepentingan pemilik.
Munculnya konflik kepentingan yang mana kemungkinan agen tidak bertindak
sesuai kepentingan principal yang akan memicu timbulanya biaya keagenan (Agency Cost).
Ada tiga asumsi yang melandasi teori keagenan Deni et al.(2005), yaitu asumsi tentang
sifat manusia, asumsi keorganisasian, dan asumsi informasi.
1. Asumsi sifat manusia menekankan bahwa manusia mempuyai sifat mementingkan
diri sendiri, memiliki keterbatasan rasional (bounded rationality) dan tidak
menyukai resiko
13
2. Asumsi keorganisasian menekankan tentang adanya konflik antara anggota
organisasi, efisiensi sebagai kriteria efektivitas, dan adanya asimetri informasi
antara principal dan agent.
3. Asumsi informasi mengemukakan bahwa informasi dianggap sebagai komoditi
yang dapat dijualbelikan Corporate governance sebagai efektivitas mekanisme
yang bertujuan meminimalisasi konflik keagenan.
Dalam hal ini manajemen diharapkan oleh pemilik untuk mampu mengoptimalkan
sumber daya yang ada di dalam perusahaan secara maksimal. Bila kedua pihak
memaksimalkan perannya (utility maximizers), cukup beralasan apabila manajemen tidak
akan selalu bertindak untuk kepentingan pemilik. Hal ini sangat beralasan sekali karena
pada umumnya pemilik memiliki welfare motives yang bersifat jangka panjang, sebaliknya
manajemen lebih bersifat jangka pendek sehingga terkadang mereka cenderung
memaksimalkan profit untuk jangka pendek dengan mengabaikan sustainability
keuntungan dalam jangka panjang. Untuk membatasi atau mengurangi kemungkinan
tersebut, pemilik dapat menetapkan insentif yang sesuai bagi manajemen, yaitu dengan
mengeluarkan biaya monitoring dalam bentuk gaji.
Dengan adanya monitoring cost tersebut manajemen akan senantiasa
memaksimalkan kesejahteraan pemilik, walaupun keputusan manajemen dalam praktek
akan berbeda dengan keinginan pemilik Jensen & Weckling (1976). dengan penekanan
khusus pada mekanisme legal yang mencegah dilakukannya eksproriarsi atas pemegang
saham baik mayoritas maupun minoritas. Corporate governance merupakan salah satu
elemen kunci dalam meningkatkan efesiensi ekonomis, yang meliputi serangkaian
hubungan antara manajemen perusahaan, dewan komisaris, para pemegang saham dan
14
stakeholders lainnya. Corporate governance juga memberikan suatu struktur yang
memfasilitasi penentuan sasaran-sasaran dari suatu perusahaan, dan sebagai sarana untuk
menentukan teknik monitoring kinerja (Khomsiyah et al. (2004) dalam (Desy, 2009).
b. Teori Sinyal (Signalling Theory)
Teori sinyal dikembangkan oleh Spence (2009) dalam model keseimbangan sinyal
(basic equilibrium signaling model) yang memberikan ilustrasi pada pasar tenaga kerja dan
mengemukakan bahwa perusahaan yang memiliki kinerja yang baik (superior
performance) menggunakan informasi finansial untuk mengirimkan sinyal ke pasar. Hal
tersebut memotivasi manajer untuk mengungkapkan informasi private perusahaan untuk
mengurangi asimetri informasi dengan harapan dapat mengirimkan sinyal yang baik (good
news) tentang kinerja perusahaan ke pasar.
Sinyal adalah sebuah tindakan yang diambil oleh manajemen perusahaan yang
memberikan petunjuk kepada investor tentang bagaimana manajemen memandang prospek
perusahaan (Besley & Brigham, 2008). Teori sinyal menjelaskan bahwa perusahaan
mempunyai dorongan untuk memberikan informasi laporan keuangan kepada pihak
eksternal perusahaan. Dorongan perusahaan untuk memberikan informasi adalah karena
terdapat asimetri informasi antara perusahaan dengan pihak eksternal. Pihak esternal
kemudian menilai perusahaan sebagai fungsi dari mekanisme signalling yang berbeda-
beda. Jika pengungkapan informasi tersebut dianggap sinyal baik, maka investor akan
tertarik untuk melakukan perdagangan saham, dengan demikian pasar akan bereaksi yang
tercermin melalui perubahan dalam volume perdagangan saham (Suwardjono, 2010).
15
c. Good Corporate Governance (GCG)
Definisi dari konsep GCG banyak versi yang mencanangkannya diantaranya
definisi tentang GCG yang di gagaskan oleh suatu komite yang bernama Cadbury
Committee, lembaga tersebut menjelaskan bahwa GCG merupakan seperangkat aturan
yang merumuskan hubungan antara pemegang saham, manajer, kreditor, pemerintah,
karyawan, dan pihakpihak yang berkepentingan lainnya baik internal maupun eksternal
sehubungan dengan hak-hak dan tanggung jawab mereka (Soerja, 2008). Lembaga
Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) mengatakan bahwa
Good Corporate Governance (GCG) merupakan sekumpulah hubungan antara manajemen
perusahaan, direktur, dan pihak-pihak lain yang mempunyai hubungan dan kepentingan
dengan perusahaan, juga merupakan cara manajemen perusahaan dalam mempertanggung
jawabkan kinerja perusahaan kepada stakeholder (Soerja, 2008, p. 8). World Bank juga
melontarkan bahwa tata GCG merupakan kumpulan hukum, peraturan dan kaidah-kaidah
yang wajib dipenuhi yang dapat mendorong kinerja perusahaan secara efisien,
menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang
saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan (Soerja, 2008, p. 9).
a) Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance (GCG) antara lain :
1. Transparency mewajibkan adanya suatu informasi yang terbuka, tepat waktu, serta
jelas, dan dapat diperbandingkan yang menyangkut keadaan keuangan, pengelolaan
perusahaan, kinerja operasional, dan kepemilikan perusahaan (Arief, 2016, p. 11).
2. Akuntabilitas (accountability) dimaksudkan sebagai prinsip mengatur peran dan
tanggung jawab manajemen agar dalam mengelola perusahaan dapat
mempertanggungjawabkan serta mendukung usaha untuk menjamin penyeimbang
16
kepentingan manajemen dan pemegang saham, sebagaimana yang diawasi oleh dewan
komisaris.
3. Responsibility atau Pertanggungjawaban perusahaan adalah kesesuaian (kepatuhan)
didalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan
perundangan yang berlaku (Achmad, 2005, p. 10).
4. Independency atau kemandirian adalah suatu keadaan dimana perusahaan dikelola oleh
profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun
yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-
prinsip korporasi yang sehat (Achmad, 2005, p. 11).
5. Kewajaran (fairness) bisa didefinisikan sebagai perlakuan yang adil dan setara di dalam
memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan
perundangan yang berlaku (Achmad, 2005, p. 12).
b) Mekanisme Good Corporate Governance :
Mekanisme corporate governance dalam penelitian ini meliputi dewan komisaris
independen, kepemilikan institusional, dewan direksi, kepemilikan manajerial, komite
audit
1. Dewan Komisaris Independen
Menurut (Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
2007), dewan komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan
secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada
direksi. Dewan komisaris bertugas untuk mengawasi jalannya perusahaan berdasarkan
prinsip-prinsip GCG. Selain itu, dewan komisaris memiliki kewajiban untuk mengawasi
kinerja dewan direksi dan mengawasi pelaksanaan kebijakan dari dewan direksi.
17
2. Kepemilikan Institusional
kepemilikan institusional merupakan kondisi dimana institusi memiliki saham
dalam suatu perusahaan. Institusi tersebut dapat berupa institusi pemerintah, institusi
swasta, domestik maupun asing (Widarjo, 2010). Investor institusional sering kali menjadi
pemilik mayoritas dalam kepemilikan saham, karena para investor institusional memiliki
sumber daya yang lebih besar daripada pemegang saham lainnya sehingga dianggap
mampu melaksanakan mekanisme pengawasan yang baik.
3. Dewan Direksi
Dewan Direksi merupakan organ perseroan yang berwenang dan bertanggung
jawab atas kepengurusan bank. Dewan Direksi berperan dalam menentukan kebijakan dan
strategi yang akan digunakan baik kebijakan jangka pendek maupun jangka panjang.
Menurut Wallace dan Zinkin (2005) direksi merupakan seseorang yang semestinya
memutuskan atau biasanya memberi keputusan, bersama-sama dengan anggota Dewan
Direksi lainnya dalam menentukan tindakan-tindakan yang diperlukan. Dewan direksi
meruapakan perwakilan para pemegang saham dalam pengelolaan perusahaan.
Dewan Direksi memiliki tanggung jawab untuk memastikan tercapainya tujuan
yang telah ditetapkan. Dewan Direksi harus dapat memastikan bahwa manajemen
bertindak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh dewan. Dewan Direksi bertanggung
jawab dalam pelaksanaan kebijakan dan strategi yang telah disetujui oleh dewan komisaris,
pemeliharaan suatu struktur organisasai, dan memastikan bahwa pendelegasian wewenang
berjalan secara efektif. Dewan Direksi juga berperan dalam meningkatkan hubungan
18
dengan pihak luar perusahaan. Hubungan perusahaan dengan pihak luar sangat penting
bagi perusahaan dalam proses menghimpun modal.
4. Komite Audit
Dalam rangka meringankan tugas yang diemban dewan komisaris, maka dibentuk
suatu komite, yaitu Komite Audit. Komite Audit berperan dalam optimalisasi mekanisme
pengawasan internal perusahaan. Komite Audit juga menjembatani hubungan antara
auditor eksternal dengan perusahaan dan juga dewan komisaris dengan auditor internal.
Menurut IKAI (2010) mengartikan : “Komite Audit sebagai suatu komite yang bekerja
secara profesional dan independen yang dibentuk oleh dewan komisaris, dengan demikian,
tugasnya adalah membantu dan memperkuat fungsi dewan komisaris (atau dewan
pengawas) dalam menjalankan fungsi pengawasan (oversight) atas proses pelaporan
keuangan, manajemen risiko, pelaksanaan audit dan implementasi dari corporate
governance dalam perusahaan-perusahaan”. Menurut Bratanovic (2009), Komite Audit
memiliki tanggung jawab sebagai berikut ini :
a) Memeriksa prosedur kebijakan-kebijakan dewan dan manajemen, serta membuat
laporan berkala untuk dewan.
b) Memastikan berlangsungnya tata kelola perusahaan, sistem kontrol, dan proses
manajemen risiko.
c) Memastikan kecukupan dan ketepatan informasi yang dilaporkan kepada manajemen.
d) Membantu komunikasi antara dewan direksi dan manajemen.
e) Mengevaluasi langkah-langkah menajemen risiko terkait ketepatan dalam
hubungannya dengan pemaparan.
19
f) Menilai semua aspek kegiatan dan posisi risiko, memastikan keefektifan kontrol
manajemen terkait posisi, batas, dan tindakan yang diambil.
g) Menilai operasi serta memberikan saran perbaikan.
5. Kepemilikan Manajerial
Menurut Wahidahwati (2002), kepemilikan manajerial didefinisikan sebagai
tingkat kepemilikan saham pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan
keputusan, misalnya seperti direktur, manajemen, dan komisaris. Dari pengertian di atas,
dapat disimpulkan bahwa kepemilikan manajerial merupakan suatu kondisi di mana pihak
manajemen perusahaan memiliki rangkap jabatan yaitu jabatannya sebagai manajemen
perusahaan dan juga pemegang saham dan berperan aktif dalam pengambilan keputusan
yang dilaksanakan. Menurut Jensen dan Meckling (1976), secara teoritis ketika
kepemilikan manajerial rendah maka insentif terhadap kemungkinan terjadinya perilaku
oportunistik manajer akan meningkat. Adanya kepemilikan manajerial dipandang dapat
menyelaraskan adanya potensi perbedaan kepentingan antara pemegang saham luar dengan
manajemen.
d. Laverage
Menurut Weston dan Copeland (2010), salah satu faktor penting dalam unsur
pendanaan adalah hutang (leverage) . Solvabilitas (leverage) digambarkan untuk melihat
sejauh mana asset perusahaan dibiayai oleh hutang dibandingkan dengan modal sendiri.
Leverage menurut Syamsuddin (2013) adalah kemampuan perusahaan untuk
menggunakan aktiva atau dana yang mempunyai beban tetap (fixed cost assets or funds)
untuk memperbesar tingkat penghasilan (return) bagi pemilik perusahaan”. Keputusan
manajemen untuk berusaha menjaga agar rasio leverage tidak bertambah tinggi mengacu
20
pada pecking order teory menyatakan bahwa perusahaan menyukai internal financing dan
apabila pendanaan dari luar (eksternal financing) diperlukan. Maka perusahaan akan
menerbitkan sekuritas yang paling aman terlebih dahulu, yaitu obligasi kemudian diikuti
sekuritas yang berkarakteristik opsi (seperti obligasi konversi), baru akhirnya apabila
belum mencukupi, perusahaan akan menerbitkan saham.
Pada intinya apabila perusahaan masih bisa mengusahakan sumber pendanaan
internal maka sumber pendanaan eksternal tidak akan diusahakan. Maka dapat disimpulkan
rasio leverage yang tinggi menyebabkan turunnya nilai perusahaan. Menurut Widiyanti &
Elfina (2015), rasio leverage dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu :
1. Leverage keuangan
Financial leverage merupakan penggunaan dana dengan beban tetap dengan
harapan atas penggunaan dana tersebut akan memperbesar pendapatan per lembar
saham atau mengukur tigkat kepekaan perubahan laba per lembar saham atau EPS
terhadap perubahan EBIT (Earning Before Interest and Tax) (indriani &
Kamaludin, 2012:98). Penggunaan financial leverage yang semakin besar
membawa dampak positif bila pendapatan yang diterima dari penggunaan dana
tersebut lebih besar daripada beban keuangan yang di keluarakan. Sedangkan
dampak negatifnya adalah financial leverage yang semakin besar, menyebabkan
semakin besarnya jumlah hutang yang akan di tanggung oleh perusahaan atas beban
tetap atau beban bunganya.
21
2. Leverage Operasi
Operating leverage adalah seberapa besar biaya tetap yang akan digunakan
dalam operasional suatu perusahaan (Houston & Brigham, 2009:12). Karena
adanya biaya tetap yang digunakan untuk kegiatan operasi usaha mengakibatkan
adanya perubahan dalam penjualan yang akan mengakibatkan perubahan yang
lebih besar terhadap EBIT perusahaan.
3. Kombinasi Leverage (Combined Leverage)
Leverage kombinasi adalah gabungan ataupun kombinasi antara leverage
keuangan dan leverage operasi ( (Kamaludin & Indriani, 2012). Leverage total
menunjukkan pengaruh perubahan penjualan terhadap Earning Per Share (EPS).
Menurut Utari et al., (2014:61) dalam Widiyanti & Elfina (2015) rasio leverage
diklasifikasikan sebagi berikut :
• Debt to Aset Ratio : total hutang di bagi total asset.
• Debt to Equity Ratio : total hutang dibagi total ekuitas
• Long Term Debt to Equity Ratio : hutang jangka panjang dibagi ekuitas
• Time Interest Earned Ratio : laba sebelum bunga dan pajak di bagi bunga
• Fixed Payment Coverage Ratio : laba sebelum bunga dan pajak di tambah
pembayaran sewa, dibagi bunga ditambah pembayaran sewa ditambah
(pembayaran angsuran hutang ditambah dividen saham istimewa) di kali (1/1 –
Pajak).
22
Leverage yang rendah pada perusahaan memiliki tingkat kerugian yang lebih kecil
apabila perekonomian mengalami penurunan namun juga memiliki tingkat pengembalian
yang relatif rendah ketika perekonomian mengalami peningkatan, begitu juga perusahaan
yang memiliki leverage tinggi tentunya akan memiliki tingkat resiko yang tinggi juga,
namun bedanya akan memiliki tingkat pengembalian yang relatif tinggi ketika
perekonomian mengalami peningkatan. Tingakat Leverage dalam penelitian ini dijelaskan
melalui Debt to Assets Ratio (DAR).
Debt to Assets Ratio (DAR) secara sederhana mempunyai pengertian perbandingan
antara total utang yang dimiliki perusahaan dengan total aset yang dimiliki perusahaan.
Rasio utang terhadap total aset didapat dari membagi total utang perusahaan dengan total
asetnya (Van Horne, 2012:170).
e. Kinerja Keuangan
Kinerja merupakan pengawasan terus menerus dan pelaporan penyelesaian
program, terutama kemajuan terhadap tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya Pada
dasarnya tujuan dari pengukuran kinerja perbankan tidaklah jauh berbeda dengan kinerja
perusahaan pada umumnya. Menurut Wardoyo & Martina (2013), pengertian kinerja
keuangan adalah hasil keputusan-keputusan yang dibuat secara terus-menerus oleh pihak
manajemen perusahaan untuk mencapai suatu tujuan tertentu secaraefektif dan efisien.
Menurut Isabanah (2015) kinerja keuangan adalah bagian penting dalam mencapai
tujuan perusahaan, karena dalam suatu perusahaan laporan atas kinerja keuangan
merupakan informasi yang paling penting bagi pihak internal maupun pihak eksternal
sebagai gambaran atas keadaan perusahaan yang sebenarnya. Penilaian kinerja perusahaan
bertujuan untuk mengetahui efektivitas operasional perusahaan. Pengukuran kinerja
23
perusahaan dilakukan untuk melakukan perbaikan dan pengendalian atas kegiatan
operasionalnya agar dapat bersaing dengan perusahaan lain. Selain itu, pengukuran kinerja
juga dibutuhkan untuk menetapkan strategi yang tepat dalam rangka mencapai tujuan
perusahaan. Dengan kata lain mengukur kinerja perusahaan itu merupakan fondasi tempat
berdirinya pengendalian yang efektif. Seorang investor selalu mengharapkan profit dalam
investasinya, maka dari itu kinerja perusahaan juga menjadi hal yang diperhatikan investor.
Terdapat beberapa rasio keuangan yang digunakan untuk mengukur kinerja keuangan
perusahaan yaitu :
a) Rasio Likuiditas (liquidity Ratio) adalah Ratio yang digunakan untuk mengukur
kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban financial jangka pendek yang
berupa hutang – hutang jangka pendek (short time debt).
b) Rasio Solvabilitas adalah Ratio yang digunakan untuk mengukur perbandingan dana
yang disediakan oleh pemiliknya dengan dana yang dipinjam dari kreditur perusahaan
tersebut. Rasio ini dimaksudkan untuk mengkur sampai seberapa jauh aktiva
perusahaan dibiayai oleh hutang, dalam rasio ini menunjukkan indikasi tingkat
keamanan dari para pemberi pinjaman (Bank).
c) Rasio Rentabilitas, rasio ini dapat juga disebut sebagai rasio profitabilitas, yaitu rasio
yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba atau
keuntungan, profitabilitas dari suatu perusahaan memunculkan ataupun mewujudkan
perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba tersebut.
24
C. PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Hipotesis merupakan kesimpulan sementara atas masalah yang akan diteliti. Perumasan
hipotesis pada penelitian ini didasarkan pada penelitian sejenis yang dilakukan terdahulu
sehingga diharapkan hipotesis tersebut dapat diuji kebenarannya. Berdasarkan teori dan latar
belakang permasalahan yang telah disebutkan diatas maka dapat dibuat beberapa hipotesis
terhadap permasalahan sebagai berikut :
1. Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Kinerja Keuangan
Good Corporate Governance merupakan suatu tata kelola perusahaan yang
baik, dimana didalamnya terdapat suatu bentuk perlindungan terhadap kepentingan
pemegang saham (publik) sebagai pemilik perusahaan dan kreditur sebagai
penyandang dana eksternal (Setyaningsih & Utami, 2013). Terdapat beberapa indikator
perhitungan dalam penerapan Good Corporate Governance, diantaranya adalah Dewan
Direksi, Dewan Komisaris Independen, dan Komite Audit.
Menurut Wallace dan Zinkin (2005) dewan direksi merupakan seseorang yang
semestinya memutuskan atau biasanya memberi keputusan, bersama-sama dengan
anggota dewan direksi lainnya dalam menentukan tindakan-tindakan yang diperlukan.
Perencanaan strategis yang dibuat oleh dewan direksi akan menentukan peningkatan
kinerja suatu perusahaan. Dengan adanya dewan direksi yang berperan dalam
operasional perusahaan, maka akan meningkatkan kinerja perusahaan yang dapat
dilihat dari kinerja keuangan perusahaan. Dewan komisaris bertugas untuk mengawasi
jalannya perusahaan berdasarkan prinsip-prinsip GCG. Dewan Komisaris yang tidak
memiliki hubungan kekeluargaan maupun bisnis dengan pemegang saham pengendali,
dewan komisaris, dan dewan direksi dalam perusahaan itu sendiri adalah dewan
25
komisaris independen. Komisaris independen memberikan dampak positif kepada
perusahaan karena memberikan perspektif yang bervariasi yang mampu meningkatkan
lingkungan kerja dan solusi atas permasalahan dalam perusahaan yang lebih baik
sehingga dapat meningkatkan kinerja perusahaan.
Menurut Ikatan Komite Audit Indonesia (IKAI) mengartikan : “Komite Audit
sebagai suatu komite yang bekerja secara profesional dan independen yang dibentuk
oleh dewan komisaris, dengan demikian, tugasnya adalah membantu dan memperkuat
fungsi dewan komisaris (atau dewan pengawas) dalam menjalankan fungsi
pengawasan (oversight) atas proses pelaporan keuangan, manajemen risiko,
pelaksanaan audit dan implementasi dari corporate governance dalam perusahaan-
perusahaan”. Dengan adanya komite audit dalam sebuah perusahaan, maka akan
mengurangi terjadinya asymmetric information yang akan berdampak pada
meningkatnya kinerja keuangan perusahaan.
Dengan adanya kepemilikan saham Eksternal baik kepemilikan Institusional
maupun kepemilikan manajerial, diharapkan akan dapat meningkatkan kinerja
perusahaan tersebut. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Hisamuddin (2012) dan
Prantama (2015), yang menyatakan bahwa struktur modal berpengaruh signifikan dan
positif terhadap kinerja keuangan perusahaan. Hal ini didukung oleh penelitian
Elisetiawati dan Artinah (2017), Raharjo dan Andini (2016), dan Isnani et al. (2017)
yang menyatakan bahwa Good Corporate Governance berpengaruh positif terhadap
kinerja keuangan perusahaan.
H1 : Good Corporate Governance berpengaruh positif terhadap ROA
26
2. Pengaruh Leverage terhadap kinerja keuangan
Rasio leverage adalah rasio yang mengukur seberapa banyak perusahaan.
menggunakan dana dari hutang atau pinjaman. Tujuan leverage bagi perusahaan untuk
meningkatkan hasil pengambilan bagi para pemegang saham biasa, walaupun
berdampak pada peningkatan resiko yang ditanggung baik oleh resiko bisnis maupun
resiko keuangan (Syari, 2014). Perubahan leverage menghasilkan perubahan pada
tingkat pengembalian resiko, karena apabila leverage terjadi peningkatan maka tingkat
pengembalian dan resiko juga mengalami peningkatan, dimana rasio leverage yang
tinggi akan berpengaruh terhadap resiko dan kemampuan dalam membayar hutang juga
akan tinggi, namun ketika perusahaan sudah tidak mampu dalam melunasi hutang maka
akan berdampak pada berkurangnya aset-aset perusahaan yang akan di jual untuk
melunasi hutang tersebut. Asset perusahaan yang mulai berkurang akan berpengaruh
terhadap kemampuan kegiatan produksi yang akan semakin menurun, sehingga
penjualan dan laba perusahaan juga mengalami penurunan. Penelitian yang dilakukan
oleh Isabanah (2015), dapat di simpulkan bahwa Leverage berpengaruh negatif
terhadap kinerja keuangan, begitu juga dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Lestari & Yulianawati (2015), hasil penelitiannya bahwa setelah dilakukan pengujian
secara parsial Leverage berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan, dimana rasio
leverage yang tinggi akan berdampak pada tingginya resiko dalam pengembalian
hutang perusahaan, sehingga kemampuan dalam membayar hutang akan menurun,
ketika kemampuan perusahaan dalam membayar hutang mulai menurun maka
perusahaan akan menjual beberapa asset yang dimiliki untuk melunasi hutang-
hutangnya. Aset perusahaan yang semakin berkurang akan berdampak pada
27
kemampuan perusahaan dalam kegiatan berproduksi yang akan berdampak pada
tingkat penurunan penjualan dan penurunan laba perusahaan dan pada akhirnya akan
sangat berdampak terhadap penurunan kinerja keuangan perusahaan.
H 2 = Leverage berpengaruh negative terhadap kinerja keuangan.
28
D. KERANGKA PEMIKIRAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengatahui pengaruh Good Corporate Governance dan
Leverage terhadap kinerja keuangan perusahaan jasa sub sector transportasi yang di
publikasikan di dalam situs website Bursa Efek Indonesia pada periode tahun 2015-2017.
Dalam penelitian ini terdiri dari dua variable independen yaitu Good Corporate Governance
dan Leverage dan satu variable dependen yaitu Kinerja Keuangan.
Dari penjelasan diatas maka dapat di buat kerangka pemikiran sebagai berikut :
Kepemilikan Manajerial
Kepemilikan Institusional
Komite Audit
Dewan Direksi
Dewan Komisaris Independen
Good
Corporate
Governance
(X 1)
Debt To Asset Ratio Leverage
(X 2)
Return On
Asset (Y)