bab ii kajian pustaka dan hipotesiseprints.umm.ac.id/42257/3/bab ii.pdfkalsium, zat besi, dan...
TRANSCRIPT
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS
2.1 Tumbuhan Kelor (Moringa oleifera Lam.)
2.1.1 Klasifikasi
Klasifikasi tumbuhan kelor sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Class : Dicotyledonae
Ordo : Brassicales
Famili : Moringaceae
Genus : Moringa
Species : Moringa oleifera Lam (Backer dan van den Brink, 1968)
2.1.2 Morfologi
Gambar 2.1 Morfologi pohon, daun, dan polong tumbuhan kelor
9
Kelor (Moringa oleifera Lam) tumbuh dalam bentuk pohon, memiliki
batang berkayu (lignosus), bentuk batang bulat dengan permukaan kasar. Batang
memiliki arah pertumbuhan yang lurus dan memanjang dengan percabangan
simpodial. Akar tunggang berwarna putih, dari dalam berwarna kuning pucat
dengan permukaan agak berserabut, permukaan luar kulit akar agak licin, tidak
keras dan memiliki bau yang tajam (Krisnadi, 2015).
Morfologi daun kelor berupa daun majemuk, memiliki daun yang
berukuran kecil-kecil. Daun menyirip ganda 2-3 dengan posisi tersebar. Daun
kelor mempunyai satu ibu tulang daun yang berjalan dari pangkal hingga ke
ujung, dan merupakan terusan tangkai daun. Bunga yang dimiliki adalah bunga
banci, tersusun pada malai yang terdapat dalam ketiak daun, dasar bunga
mangkuk. Memiliki kelopak bunga terdiri dari lima daun kelopak, mahkota terdiri
atas lima daun mahkota, lima benang sari dan bakal biji yang banyak (Rollof,
2009). Polong kelor berbentuk segi tiga memanjang. Berwarna hijau ketika muda
setelah tua menjadi cokelat. Biji dalam polong berbentuk bulat, berwarna coklat
kehitaman ketika polong matang dan kering. Dalam setiap polong rata-rata berisi
antara 12 dan 35 biji (Krisnadi, 2015).
2.1.3 Syarat Tumbuh
Kelor (Moringa oleifera Lam.) Merupakan tanaman yang tumbuh luas di
India dan menyebar di daerah tropis seperti Asia, Afrika, Amerika bagian selatan
dan bagian tengah (ECHO, 2006). Menurut Krisnadi (2015) tumbuhan kelor dapat
tumbuh subur pada tempat yang mempunyai ketinggian ± 300-500 mdpl.
Tumbuhan ini mudah dibudidayakan, karena dapat tumbuh pada daerah tropis dan
10
subtropis. Tumbuh di daerah tropis pada kisaran suhu 20 - 35 0C yang merupakan
suhu optimal untuk pertumbuhan ideal. Selain itu dapat tumbuh baik pada daerah
dengan curah hujan tahunan berkisar antara 250 sampai 1500. Media tumbuh yang
baik adalah pada jenis tanah lempung atau lempung berpasir, dengan kisaran Ph
tanah 5-9.
2.1.4 Manfaat
Spesies tumbuhan kelor (Moringa oleifera Lam.) memiliki banyak
manfaat, hampir seluruh bagiannnya dapat dikonsumsi dan dimanfaatkan sebagai
obat-obatan bahkan untuk kecantikan. Daun dibuat sayur atau jus untuk
mengontrol kadar glukosa, dan digunakan untuk mengurangi pembengkakan
kelenjar (Krisnadi, 2015). Seiring perkembangan teknologi yang canggih, daun
kelor dikemas dalam kapsul dan dalam bentuk teh siap seduh.
Berdasarkan hasil penelitian para ahli, kelor diberi nama “Miracle Tree”
atau “Tree of Life” karena memiliki kandungan vitamin A, vitamin C, vitamin B,
kalsium, zat besi, dan protein dalam jumlah yang tinggi tapi mudah dicerna oleh
tubuh manusia. Daun kelor mengandung lebih dari 40 antioksidan dan beragam
mineral penting yang merupakan sumber protein yang dibutuhkan tubuh.
Sebanyak 100 gram daun kelor mengandung nutrisi kalsium yang setara dengan
segelas susu, zat besi setara dengan 200 gram daging sapi segar, protein setara
dengan sebutir telur, vitamin A setara dengan satu buah wortel, dan vitamin C
yang setara dengan jeruk (Sauveur dan Broin 2010).
Biji kelor memiliki kandungan protein yang tinggi. Sehingga serbuk biji
kelor efektif digunakan sebagai koagulan untuk menjernihkan air keruh yang
11
disebabkan oleh berbagai kontaminan tanpa menurunkan Ph air dan tidak bersifat
toksik sehingga air yang dihasilkan aman untuk dikonsumsi manusia (Amagloh
dan Benang 2009).
2.2 Perbanyakan Tumbuhan Kelor Secara Vegetatif
2.2.1 Stek Tumbuhan Kelor
Perbanyakan kelor (Moringa oleifera Lam.) dapat dilakukan secara generatif
dengan menggunakan biji maupun secara vegetatif dengan menggunakan metode
stek batang. Perbanyakan dengan cara stek lebih cepat tumbuh dan menghasilkan
banyak cabang yang rimbun (Krisnadi, 2015). Stek merupakan cara perbanyakan
tanaman secara vegetatif dengan mengggunakan bahan tanam berupa bagian
tanaman tanpa adanya daun (Aziz, 2012). Stek berasal dari batang yang diambil
dari tanaman. Batang dapat berupa batang berkayu keras maupun lunak. Batang
stek yang digunakan dalam keadaan setengah tua, karena kandungan karbohidrat
dan auxin (hormon) pada batang cukup memadai untuk menunjang terjadinya
perakaran setek (Prastowo, 2006).
Gambar 2.2 Bahan Stek Batang Kelor
12
Faktor penting dalam perbanyakan stek pucuk adalah terbentuknya akar,
karena akar berfungsi dalam pengambilan hara dari tanah yang berperan untuk
pertumbuhan stek selanjutnya (Moko, 2004). Selain pertumbuhan akar,
kemunculan tunas merupakan salah satu parameter yang berguna sebagai
parameter keberhasilan perbanyakan tumbuhan. Menurut Kusdianto (2012)
munculnya tunas ditandai dengan pecahnya mata tunas yang menjadi tunas
apabila panjangnya 0,5 cm. Akar dapat tumbuh lebih dahulu kemudian tunas
ataupun sebaliknya. Jika tunas tumbuh lebih dahulu, kondisi ini menggambarkan
bahwa pembentukan akar membutuhkan senyawa tumbuh untuk pembentukan
primordial akar (Hartmann et.al, 2002).
2.2.2 Faktor Pendukung Keberhasilan Penyetekan
1) Faktor lingkungan
Faktor lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan stek akan
berpengaruh pada regenerasi akar dan pucuk. Lingkungan tumbuh yang kondusif
untuk regenerasi akar yaitu cukup lembab dengan tingkat kemasaman (pH)
berkisar antara 4,5 – 6,5. Evapotranspirasi rendah, suhu tidak terlalu dingin atau
panas, dan bebas dari hama atau penyakit (Santoso, 2017). Media tanam yang baik
untuk pertumbuhan stek adalah tanah yang berdrainase baik. Hal ini untuk
membantu mengevakuasi kelebihan air dari tanah dan memungkinkan pertukaran
bebas antara gas atmosfer dan partikel tanah (Krisnadi, 2015). Tumbuhan kelor
rentan terjadi kerusakan terhadap media tanam yang memiliki kadar air tinggi.
13
Suhu udara yang optimum bagi pembentukan akar stek berkisar 20OC -
27OC. Suhu untuk media tanam sebaiknya lebih tinggi karena akan merangsang
terbentuknya akar. Sedangkan suhu media tanam yang lebih rendah akan
merangsang terbentuknya kalus (Santoso, 2017 ).
2) Faktor Tumbuhan
Keberhasilan dalam pertumbuhan setek batang dipengaruhi oleh umur,
jenis tumbuhan, batang yang digunakan dan adanya tunas atau daun pada bahan
setek batang. Batang yang digunakan stek adalah bagian pangkal dari cabang
dengan ukuran diameter batang sekitar 1 cm dengan panjang antara 10-15 cm
(Prastowo, 2006). Tumbuhan yang dapat diambil cabangnya sebagai stek adalah
yang berumur satu tahun, tidak berkayu keras, tidak terlalu muda maupun terlalu
tua. Karena jika bahan stek menggunakan batang yang terlalu tua, akan
menyababkan pertumbuhannya menjadi lama.
Menurut Djamhuri (2011) tunas dan daun pada batang setek berperan
penting pada perakaran dan dapat merangsang pembentukan akar stek. Jika tunas
dihilangkan maka pembentukan akar tidak terjadi karena tunas menghasilkan
suatu zat berupa auksin yang berperan dalam mendorong pembentukan akar yang
dinamakan Rhizokalin. Hasil penelitian Akinyele (2010) pada jenis Buchholzia
coriacea, membuktikan bahwa adanya daun dapat menghasilkan jumlah akar dan
panjang akar terbaik. Hal ini disebabkan karena semakin luas permukaan daun
maka fotosintat yang dihasilkan cenderung semakin banyak.
14
3) Faktor Pelaksanaan
Faktor pelaksanaan merupakan hal-hal yang dilakukan dalam
mempersiapkan penyetekan seperti faktor pemotongan stek. Pemotongan bahan
stek secara miring menyebabkan bidang permukaan dan tempat penimbunan
fotosintat lebih luas. Sehingga terbentuknya akar dalam jumlah banyak semakin
besar (Prastowo, 2006). Pemotongan bahan stek harus dengan menggunakan
gergaji atau pisau yang tajam, agar stek yang diperoleh tidak memar atau melukai
mata tunas.
Pemeliharaan yang konsisten dapat menyebabkan pertumbuhan stek
menjadi subur. Fase pembibitan kelor dapat ditempatkan pada daerah yang
terkena sinar matahari yang cukup. Penyiraman dilakukan sekali dalam sehari
karena kelor rentan terhadap genangan dan membutuhkan tanah dengan drainase
yang baik (Ikrarwati, 2016).
2.3 Fermentasi
Fermentasi merupakan suatu teknik mengubah substrat menjadi suatu
produk tertentu dengan menggunakan bantuan mikroorganisme. Proses fermentasi
menguraikan senyawa organik menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti
gula, gliserol, asam lemak dan asam amino. Proses penguraian senyawa organik
dibutuhkan penambahan starter sebagai mikroorganisme yang akan ditumbuhkan
dalam substrat. Starter merupakan populasi mikroorganisme yang secara
fisiologis siap untuk diinokulasikan pada media fermentasi (Prabowo, 2011). Jenis
starter yang digunakan dalam penelitian ini adalah EM4.
15
Effective Microorganism 4 (EM 4) merupakan campuran dari berbagai
mikroorganisme yang menguntungkan. Mikroorganisme yang terkandung berupa
bakteri pengurai yang dapat mempercepat dekomposisi/penguraian bahan organik,
menghilangkan bau, serta dapat meningkatkan kandungan mikroorganisme dalam
tanah. Penggunaan EM4 dapat mempercepat proses fermentasi bahan organik
sehingga unsur hara yang terkandung mudah terserap tanaman (Hadisuwito,
2012). Beberapa faktor utama yang mempengaruhi proses fermentasi menurut
Kinanti (2017) meliputi suhu, oksigen dan substrat.
1) Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan terpenting yang mempengaruhi
mikroorganisme dalam proses fermentasi. Jika suhu terlalu rendah ataupun
tinggi, maka pertumbuhan mikroorganisme akan terhambat dan mati.
2) Oksigen selama proses fermentasi dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
populasi mikroorganisme. Setiap mikroorganisme membutuhkan oksigen
yang berbeda jumlahnya untuk pertumbuhan dan fermentasi.
3) Substrat dibutuhkan mikroorganisme sebagai suplai makanan yang menjadi
sumber energi, dan media pertumbuhan. Substrat yang dibutuhkan setiap
mikroorganime berbeda-beda, sesuai dengan komposisi kimianya. Ada yang
membutuhkan substrat lengkap dan ada pula yang tidak.. Larutan fermentasi
yang digunakan dalam penelitian berasal dari 3 macam tumbuhan yaitu,
rebung bambu, bonggol pisang dan umbi bawang merah.
2.3.1 Rebung Bambu Betung (Dendrocalamus asper Back)
Rebung bambu berasal dari batang bawah yang berbentuk lonjong, kokoh,
dan terbungkus dalam kelopak daun yang rapat dan bermiang (duri-duri halus).
16
Pertumbuhan rebung bambu yang paling pesat terjadi pada musim hujan Selama
musim hujan. Musim panen rebung biasanya jatuh sekitar bulan Desember hingga
februari atau maret (Kencana et.al, 2012). Menurut Andoko (2003) rebung bambu
mentah mengandung senyawa air, protein, karbohidrat, lemak, thiamin, riboflavin,
vit A & C, serta mineral lain.
Maspary (2010) menyatakan bahwa rebung bambu hasil fermentasi
mengandung C organik dan giberelin yang tinggi, sehingga hasil fermentasi
rebung bambu dapat digunakan untuk merangsang pertumbuhan dan
meningkatkan produktifitas bibit kelapa sawit pada sub soil ultisol. Kandungan
lainya yaitu Fosfor 59 mg, Kalsium 13 mg, Besi 0,50 mg, Kalium 20,15 mg
(Nugroho,2013). Penelitian Kurniati (2017) membuktikan bahwa rebung bambu
memberikan pengaruh baik terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun pada umur
51 HST, Ini membuktikan bahwa giberelin mempunyai peran dalam per-
kecambahan. Hal serupa ditunjukkan pada penelitian Maretza (2009) menyatakan
bahwa pemberian ekstrak rebung bambu 20 dan 50 ml/bibit berpengaruh pada
pertumbuhan diameter batang dan pertumbuhan tinggi sengon.
Gambar 2.3. Struktur Kimia Giberelin (Hopkins & Huner, 2009)
17
2.3.2 Bonggol Pisang (Musa paradisiaca L.)
Bonggol pisang mengandung beberapa komposisi yaitu karbohidrat,
protein, fosfor dan kandungan lainnya yang penting dan dibutuhkan oleh manusia.
Larutan bonggol pisang hasil fermentasi mengandung senyawa asam fenolat
tinggi yang mengi-kat ion AL, Ca dan Fe sehingga mampu meningkatkan
ketersediaan P dalam tanah. Unsur tersebut berperan dalam fase pembungaan dan
pembentukan biji Setianingsih (2009). Selain itu, menurut Suhastyo (2011)
menyatakan bahwa larutan hasil fermentasi dari bonggol pisang mengandung
beberapa mikroba pengurai bahan organik, yaitu Bacillus sp., Aspergillus nigger
dan Aeromonas sp.
Larutan hasil fermentasi dari bonggol pisang berperan dalam masa
pertumbuhan vegetatif tanaman, dan menyebabkan tanaman menjadi tahan
terhadap penyakit. Kandungan asam fenolat tinggi dalam larutan fermentasi
berfungsi dalam proses pengikatan ion-ion Al, Fe dan Ca, sehingga membantu
ketersediaan P dalam tanah yang digunakan pada proses pembungaan dan
pembentukan buah (Setianingsih, 2009).
Gambar 2.4 Struktur Kimia Sitokinin
(Sumber: Hopkins & Huner, 2009).
18
Hasil pengujian di Laboratorium Environmental Biotechnology
Laboratory, Indonesian Center for Biodiversity and Biotechnology (ICBB) pada
tahun 2016 menunjukkan bahwa per 100 ml ekstrak bonggol pisang mengandung
sitokinin berupa zeatin 2,411 ppm dan kinetin 3,620 ppm (Suparjo, 2016).
2.3.3 Umbi Bawang Merah (Allium cepa L.)
Bawang merah (Allium cepa L.) hasil fermentasi memiliki kandungan
vitamin B1, Thiamin, riboflavin, asam nikotinat, dan rhizokalin serta mengandung
fitohormon auksin yang berperan dalam merangsang pertumbuhan akar
(Marpaung, 2015). Kandungan vitamin B1 dalam umbi bawang merah berperan
pada pertumbuhan akar dan perkembangan tanaman. Selain itu, menurut Susanti
(2011) bawang merah juga mengandung senyawa allicin yang berfungsi
memperlancar proses metabolisme jaringan tumbuhan.
Gambar 2.5 Struktur Kimia Indole-3-Acetic Acid (IAA)
(Sumber: Dobrev et. al, 2005)
Berdasarkan penelitian Marfiani (2014) menyatakan bahwa bawang
merah mengandung fitohormon yang berupa auksin dan gibberelin, sehingga
dapat memacu pertumbuhan benih. Auksin berfungsi merangsang pemanjangan
sel di dalam tunas-tunas muda. Penelitian Ichsanudin (2014) membuktikan bahwa
konsentrasi ekstrak bawang merah 15 ml memberikan hasil tertinggi pada
pertumbuhan bibit papaya (Carica papaya L). Hal serupa ditunjukkan pada
19
penelitian Siswanto (2004) menyatakan pemberian ekstrak bawang merah mampu
meningkatkan pertumbuhan bibit lada panjang. Proses ini sebagai akibat pengaruh
auksin yang terkandung di dalamnya.
2.4 Sumber Belajar
Menurut Association for Education and Communication Technology
(AECT) (dalam Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, 2007) sumber
belajar adalah segala sesuatu yang mendukung terjadinya proses belajar,
termasuk sistem pelayanan, bahan pembelajaran, dan lingkungan. Sumber belajar
tidak hanya bahan dan alat, tetapi juga mencakup tenaga, biaya dan fasilitas.
Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa sumber belajar
merupakan segala sesuatu yang memberikan manfaat atau kemudahan kepada
pendidik dan peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar untuk mencapai
tujuan pembelajaran.
2.4.1 Jenis Sumber Belajar
Secara garis besar sumber belajar dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :
sumber belajar yang secara khusus dirancang atau dikembangkan sebagai fasilitas
belajar (learning resources by design) dan sumber belajar yang siap digunakan
dalam proses pembelajaran tanpa ada modifikasi (learning resources by
utilization). Pengelompokkan sumber belajar menurut Majid (2008) yaitu:
a. Manusia, yaitu orang yang dirancang secara khusus menyampaikan pesan
langsung untuk kepentingan belajar, contoh: guru, dan konselor.
20
b. Bahan, yaitu sesuatu yang mengandung pesan pembelajaran, baik yang
dirancang maupun tidak, contoh: peta, buku, dan bahan umum yang
digunakan sebagai media pengajaran.
c. Lingkungan, yaitu tempat sumber-sumber belajar yang dapat berinteraksi
dengan para peserta didik, contoh: laboratorium dan perpustakaan
d. Alat dan peralatan, contonya: tape recorder, dan kamera
e. Aktivitas, yaitu sumber belajar yang biasanya merupakan kombinasi antara
teknik dengan sumber lain untuk memudahkan belajar.
Proses dan produk penelitian dapat digunakan atau dimanfaatkan sebagai
sumber belajar. Pemanfaatan sebagai sumber belajar harus memenuhi syarat-
syarat sumber belajar menurut Djohar (Suratsih, 2010) yaitu: kejelasan potensi,
kesesuaian dengan tujuan belajar, kejelasan sasaran, kejelasan informasi yang
dapat diungkap, kejelasan pedoman eksplorasi (cara mempelajari) dan kejelasan
perolehan dari hasil penelitian.
Pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa proses dan produk penelitian
dapat digunakan sebagai sumber belajar jika hasil penelitian tersebut telah valid
atau dapat dipertanggungjawabkan dan memberikan informasi yang sesuai dengan
materi pokok pembelajaran. Sehingga dapat membantu tercapainya tujuan
pembelajaran.
2.4.2 Fungsi Sumber Belajar
Berdasarkan Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI tahun 2007,
sumber belajar memiliki fungsi sebagai berikut :
21
1. Meningkatkan produktivitas pembelajaran, dengan membantu pendidik dalam
menyajikan informasi sehingga dapat mempercepat pembelajaran
2. Memberikan pembelajaran yang sifatnya individual, sehingga siswa dapat
berkembang sesuai dengan kemampuannya.
3. Memberikan dasar yang lebih ilmiah terhadap pembelajaran, dengan cara
perancangan program pembelajaran yang lebih sistematis.
4. Meningkatkan keampuan sumber belajar, penyajian informasi dan bahan secara
lebih konkrit.
5. Mengurangi kesenjangan antara pembelajaran yang bersifat verbal dan abstrak
dengan memberikan pengetahuan yang sifatnya langsung.
6. Memungkinkan penyajian pembelajaran yang lebih luas.
2.4.3 Pengertian Leaflet
Media leaflet merupakan bentuk penyampaikan informasi atau pesan-pesan
melalui lembaran yang dilipat. Isi informasi dapat dalam bentuk kalimat maupun
gambar atau kombinasi antara gambar dan kalimat singkat (Gani .et.al, 2014).
Ciri-ciri desain leaflet yaitu berupa lembaran yang terdiri dari dua muka
(halaman), yang dirancang sesuai dengan bentuk lipatan kertas; jumlah lipatan
dapat dua, tiga atau empat lipatan; kertas yang digunakan berukuran A4, Folio
atau 20 cm x 30 cm; mengandung informasi secara singkat, padat dan jelas. Isi
lebih mudah dipahami dengan sekali baca. Umumnya berisi tulisan 200 – 400 kata
(Kemdiknas, 2010).
Kelebihan leaflet menurut Arsyad (2013) kelebihan leaflet adalah
memudahkan siswa belajar dan maju sesuai dengan kecepatan masing-masing.
22
Siswa akan mengikuti urutan pikiran secara logis, perpaduan teks dan gambar
yang dikemas dalam leaflet dapat menambah daya tarik, serta memperlancar
pemahaman informasi yang disajikan. Namun dibalik kelebihannya leaflet
mempunyai kelemahan yaitu tidak dapat menampilkan gerak dalam media leaflet,
biaya percetakan mahal apabila ingin menampilkan ilustrasi, gambar, atau foto
yang berwarna dan proses percetakan media sering kali memakan waktu lama
(Khumaidah, 2011).
2.4.4 Kriteria Penyusunan Leaflet
Menurut Setyono (2005) dalam menyusun sebuah leaflet sebagai bahan ajar yang
baik, memiliki kriteria yang memuat antara lain:
a. Judul, diturunkan dari KD sesuai dengan materi.
b. Materi pokok yang akan dicapai, diturunkan dari kurikulum 2013.
c. Informasi yang disajikan jelas, padat, menarik, penyajian kalimat yang
disesuaikan dengan usia dan pengalaman pembacanya.
Syarat pembuatan leaflet menurut Agustiansyah (2009), antara lain
menggunakan bahasan sederhana dan mudah dimengerti oleh pembacanya, judul
yang digunakan harus menarik untuk dibaca, tidak banyak tulisan, sebaiknya
dikombinasikan antara tulisan dan gambar, materi harus sesuai dengan target
sasaran yang dituju.
23
2.5 Kerangka Konseptual
Adapun kerangka konseptual dari penelitian ini seperti pada skema dibawah ini
Gambar 2.6. Kerangka Konseptual Penelitian.
Bawang merah
Pemanfaatan hasil penelitian
digunakan sebagai sumber belajar
dalam bentuk leaflet.
Larutan fermentasi tumbuhan
Mengandung Fosfor 59
mg, Kalsium 13 mg,
Besi 0,50 mg, Kalium
20,15 mg dan giberelin
Bonggol pisang Rebung bambu
Mengandung
Karbohidrat, fosfor,
asam fenolat dan
sitokinin berupa zeatin.
Mengandung vitamin B1,
Thiamin, riboflavin, asam
nikotinat, rhizokalin,
senyawa allicin dan auksin
Konsentrasi pemberian sebanyak 30% dan perendaman 24 jam
Meningkatkan pertumbuhan stek batang kelor
Parameter keberhasilan stek batang
Jumlah akar
Panjang akar
Waktu muncul tunas
Jumlah tunas
Tinggi tunas
Jumlah daun
Warna dan
lebar daun
24
2.6 Hipotesis Penelitian
1) Ada perbedaan pemberian larutan fermentasi rebung Dendrocalamus asper
Back. dalam meningkatkan pertumbuhan stek batang kelor (Moringa
oleifera Lam).
2) Ada perbedaan pemberian larutan fermentasi bonggol Musa paradisiaca L.
dalam meningkatkan pertumbuhan stek batang kelor (Moringa oleifera
Lam).
3) Ada perbedaan pemberian larutan fermentasi bawang merah (Allium cepa
L.) dalam meningkatkan pertumbuhan stek batang kelor (Moringa oleifera
Lam).