bab ii teori dan perumusan hipotesis a. tinjauan ...eprints.umm.ac.id/46498/3/bab ii.pdfserta nilai...
TRANSCRIPT
12
BAB II
TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
A. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1.
Tinjauan Penelitian Terdahulu
Nama
Peneliti
Judul Tahun Hasil Penelitian
Batara
Wiryo
Pramudito
& Maria
M. Ratna
Sari
Pengaruh
Konservatisme
Akuntansi,
Kepemilikan
Manajerial Dan
Ukuran Dewan
Komisaris
Terhadap Tax
Avoidance
2015 1. Konservatisme akuntansi
tidak berpengaruh terhadap
tax avoidance.
Hustna
Dara Sarra
Pengaruh
Konservatisme
Akuntansi,
Komite Audit
Dan Dewan
Komisaris
Independen
Terhadap
Penghindaran
Pajak
2017 1. Hasil penelitian ini
menemukan bukti bahwa
konservatisme akuntansi
berpengaruh negatif yang
signifikan terhadap
penghindaran pajak (tax
avoidance)
13
Novi
Sundari &
Vita
Aprilina
Pengaruh
Konservatisme
Akuntansi,
Intensitas Aset
Tetap,
Kompensasi
Rugi Fiskal
Dan Corporate
Governanace
Terhadap Tax
Avoidance
2017 1. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang
dilakukan oleh Susi (2010)
yang menemukan adanya
pengaruh konservatisme
akuntansi terhadap tax
avoidance yaitu terterjadinya
praktik penghindaran pajak
dengan konsep konservatisme
melalui rasio piutang dagang
dan penjualan akibat
pengakuan asimetrik dari
menunda pengakuan
penghasilan/keuntungan dan
mempercepat pengakuan
biaya/kerugian yang dapat
menurunkan besar laba kena
pajak sehingga membuat
manajer perusahaan
profitabel mengurangi nilai
kini pajaknya dan
meningkatkan nilai
perusahaan.
2. Dari hasil analisis yang telah
dilakukan diketahui koefisien
regresi intensitas aset tetap
memiliki nilai positif pada
angka 0.069 dan nilai sig
0.130 > α (0,05) sehingga
dapat disimpulkan bahwa
intensitas aset tetap tidak
14
Bedasarkan penelitian diatas maka dapat diketahui mengenai perbedaan
antara penelitian ini dengan penelitian terdahulu diatas yaitu, mengenai
pengambilan atau penentuan variabel yang berbeda dimana penelitian ini hanya
mengambil dua variabel bebas yakni Konservatisme Akuntansi dan Intensitas
Aset Tetap, selain itu perbedaan juga terkait dengan pemilihan sampel yang
didasarkan pada tahun atau periode laporan keuangan perusahaan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia yang telah diautit. Untuk penelitian ini, peneliti mengambil
berpengaruh signifikan
terhadap tax avoidance.
Made
Surya
Dharma &
Putu Agus
Ardiana
Pengaruh
Leverage,
Intensitas Aset
Tetap, Ukuran
Perusahaan,
Dan Koneksi
Politik
Terhadap Tax
Avoidance
2016 1. Hal ini menunjukkan bahwa
intensitas aset tetap
berpengaruh positif terhadap
effective tax rate (ETR),
sehingga dapat disimpulkan
intensitas aset tetap
berpengaruh pada tax
avoidance.
Shinta
Meilina
Purwanti &
Listya
Sugiyarti
Pengaruh
Intensitas Aset
Tetap,
Pertumbuhan
Penjualan Dan
Koneksi Politik
Terhadap Tax
Avoidance
2017 1. Hasil pengujian terhadap
hipotesis tersebut
menunjukkan bahwa H₁
diterima yang berarti
intensitas aset tetap
berpengaruh secara
signifikan terhadap tax
avoidance.
15
dua periode pelaporan yakni 2016 dan 2017, sedangkan pada penelitan terdahulu
mengambil sampel tahun pada penelitian tersebut dilakukan.
B. Teori dan Tinjauan Pustaka
1. Teori Agency
Teori keagenan ini muncul ketika terjadi sebuah kontrak antara manajer
(agent) dengan pemilik (principal). Seorang manager (agent) akan lebih
mengetahui mengenai keadaan perusahaannya dibandingkan dengan pemilik
(principal). Manajemen (agent) berkewajiban untuk memberikan imformasi
kepada pemilik (principal). Menurut Jensen and Meckling dalam Rusydi dan
Martani (2014) manager sebagai agen tidak selalu bertindak sesuai kepentingan
pemegang saham sebagai principal. Agar manajer bertindak sesuai kepentingan
pemegang saham, manager diberi insentif yang cukup dan dengan mengeluarkan
biaya monitoring untuk membatasi penyimpangan oleh manajer dalam teori
keagenan, masalah keagenan timbul karena diasumsikan bahwa manajer bertindak
self interest. Untuk itu muncul biaya-biaya keagenan untuk mengatasi masalah ini.
Tujuan utama dengan adanya agency theory tersebut adalah untuk
menjelaskan bagaimana pihak-pihak yang melakukan hubungan kontrak dapat
mendesain kontrak yang tujuannya untuk meminimalisir cost sebagai dampak
adanya informasi yang tidak simetris dan kondisi yang mengalami ketidakpastian.
Theory agency juga berusaha untuk menjawab masalah keagenan yang
disebabkan karena pihak-pihak yang menjalin kerja sama dalam suatu perusahaan
mempunyai tujuan yang berbeda termasuk dalam menjalankan tanggung
jawabnya untuk mengelola suatu perusahaan (hanum dan Zulaikha, 2013).
16
Keputusan manajer untuk melakukan tax avoidance mungkin dilakukan untuk
kepentingan pribadi manajer (misalnya kepentingan terhadap laba yang tinggi).
Namun demikian, bisa saja keputusan ini bukan merupakan keputusan yang
paling sesuai dengan kepentingan pemegang saham. Manager mungkin saja hanya
mengambil keputusan tax avoidance berdasarkan kepentingan jangka pendek.
Pemegang saham di sisi lain akan memandang dari sudut pandang kepentingan
jangka panjang. Dari sinilah muncul masalah keagenan di mana kepentingan
manager berbeda dengan kepentingan pemegang saham (wahyudi, 2014).
Keselarasan hubungan pemegang saham dan manager perusahaan akan
mempengaruhi kebijakan perpajakan yang akan digunakan.
Teori Agensi pada penelitian ini menjelaskan bahwa adanya konflik yang
akan timbul antara pemilik perusahaan dan manajemen perusahaan termasuk
perusahaan-perusahaan yang telah listing di BEI. Konflik tersebut terjadi ketika
pemilik utama perusahaan tersebut adalah fiskus(pemerintah) sekaligus pembuat
regulasi dalam hal perpajakan sementara di sisi lain terdapat pihak manajemen
perusahaan sebagai pembayar pajak. Pihak fiskus yang merangkap sebagai
pembuat regulasi berharap akan adanya pemasukan yang sebesar-besarnya dari
sektor pajak sementara pada pihak manajemen terdapat pandangan bahwa pihak
perusahaan harus menghasilkan laba sebesar-besarnya dari sektor pajak sementara
manajemen terdapat pandangan bahwa perusahaan harus menghasilkan laba yang
signifikan dengan menghasilkan beban pajak yang rendah. Terdapat dua sudut
pandang yang berbeda tersebut dapat menyebabkan adanya konflik antara pemilik
perusahaan dengan pihak manajemen perusahaan.
17
Perlakuan tax avoidance dapat dipengaruhi oleh agency problem, dimana
satu sisi manajemen menginginkan peningkatan kompensasi melalui laba yang
tinggi, dan sisi lainnya pemegang saham ingin menekankan biaya pajak melalui
laba yang rendah. Maka dalam rangka menjebatani agency problem ini digunakan
tax avoidance dalam rangka mengoptimalkan kedua kepentingan tersebut.
C. Teori Stakeholder
Perkembangan bisnis di era modern menuntut perusahaan untuk lebih
memperhatikan seluruh pemangku kepentingan yang ada dan tidak terbatas hanya
kepada pemegang saham saja. Hal ini selain merupakan tuntutan etis, juga
diharapkan akan mendatangkan manfaat ekonomis dan menjaga keberlangsungan
bisnis perusahaan. Dari perspektif hubungan antara perusahaan dengan seluruh
pemangku kepentingan inilah teori stakeholder kemudian dikembangkan.
Menurut Donaldson dan Preston (1995) dalam Muzzaki (2015) dalam
Stakeholder theory mengatakan bahwa kinerja sebuah organisasi dipengaruhi oleh
semua stakeholder organisasi, oleh karena itu merupakan tanggung jawab
manajerial untuk memberikan benefit kepada semua stakeholder yang
berpengaruh terhadap kinerja organisasi. Stakeholder meliputi cakupan luas dari
orang atau kelompok kepentingan yang memiliki keterlibatan dengan organisasi
atau perusahaan.
Menurut Ghozali dan Chariri (2007) dalam Sagala (2015) Fokus teori
stakeholder yang mengacu pada pengambilan keputusan manajerial membuat
perusahaan berusaha memberikan informasi yang bermanfaat bagi para
18
stakeholder. Stakeholder sebenarnya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi
pemakaian sumber-sumber ekonomi yang digunakan oleh perusahaan. Oleh
karena itu, kekuatan stakeholder ditentukan oleh besar kecilnya kekuatan yang
mereka miliki atas sumber tersebut. Kekuatan tersebut dapat berupa kemampuan
untuk membatasi pemakaian sumber ekonomi yang terbatas (modal dan tenaga
kerja), akses terhadap media yang berpengaruh, maupun kemampuan mengatur
perusahaan.
Stakeholder dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh perusahaan baik
secara langsung maupun tidak langsung. Untuk menjaga keberlangsungan
hidupnya, perusahaan harus menjaga hubungan baik dengan stakeholder, karena
stakeholder memiliki pengaruh kepada jalannya perusahaan. Dengan demikian,
perusahaan tidak bisa melepaskan diri dari peran stakeholder. Perusahaan harus
dapat memenuhi harapanharapan para stakeholder dan memberikan nilai tambah
kepada para stakeholder (Wahyudi, 2015).
D. Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)
Penghindaran Pajak (Tax Avoidance) Tax avoidance (penghindaran pajak)
adalah upaya penghindaran pajak yang dilakukan secara legal dan aman bagi
wajib pajak karena tidak bertentangan dengan ketentuan perpajakan, di mana
metode dan teknik yang digunakan cenderung memanfaatkan kelemahan-
kelemahan (grey area) yang terdapat dalam undang- undang dan peraturan
perpajakan itu sendiri, untuk memperkecil jumlah pajak yang terutang (Pohan,
2013: 23). Tax avoidance (penghindaran pajak) adalah manipulasi penghasilan
19
secara legal yang masih sesuai dengan ketentuan peraturan perundang– undangan
perpajakan untuk memperkecil jumlah pajak yang terutang (Barr NA, 1977 dalam
Ilyas & Priantara, 2013: 16) atau pengaturan suatu peristiwa untuk
meminimumkan pajak sesuai dengan ketentuan perpajakan.
Tax avoidance menurut peraturan pajak tidak dilarang meskipun seringkali
mendapat sorotan yang kurang baik karena dianggap memiliki konotasi negatif
ataupun dianggap kurang nasionalis. Penghindaran pajak (tax avoidance) yang
dilakukan oleh managemen suatu perusahaan dilakukan untuk meminimalisasi
kewajiban pajak perusahaan ( khurana dan mores, 2009). Pengukuran
penghindaran pajak sulit dilakukan dan data untuk pembayaran pajak dalam Surat
Pemberitahuan Pajak sulit didapat untuk itu diperlukan pendekatan untuk
menaksir berapa pajak yang sebenarnya dibayar perusahaan kepada pemerintah,
oleh karena itu penelitian sebelumnya mengadopsi pendekatan tidak langsung
untuk mengukur variabel dependen penghindaran pajak yaitu dengan memulai
menghitung perbedaan laba akuntansi dengan penghasilan / laba kena pajak (GAP
between financial and taxable income), perbedaan yang dilaporkan ke pemegang
saham atau investor menggunakan GAAP/SAK, sedangkan ke kantor pelayanan
pajak dengan peraturan perpajakan, perbedaan ini terkenal dengan sebutan book
tax gap (Desai dan Dharmapala, 2007). Rusydi dan Martani (2014) menyatakan
bahwa ETR merupakan salah satu pengukur Tax avoidance.
20
E. Effective Tax Rate(ETR)
Effective Tax Rate atau Tarif Pajak efektif pada dasarnya adalah sebuah
presentase besaran tarif pajak yang ditanggung oleh perusahaan. Effective Tax
Rate(ETR) dihitung atau dinilai berdasarkan informasi keuangan yang dihasilkan
oleh perusahaan sehingga Effective tax rate(ETR) merupakan perhitungan tarif
pajak pada perusahaan. Effective Tax Rate(ETR) digunakan untuk merefleksikan
perbedaan antara perhitungan laba buku dengan laba fiscal(Frank, et al 2009)
Fullerton(1983) mengklasifikasikan Effective Tax Rate(ETR) sebagai berikut:
1. Average Effective Corporate Tax Rate: biaya pajak tahun berjalan dibagi
dengan penghasilan perusahaan yang sebenarnya(laba sebelum pajak).
2. Average Effective Total Tax Rate: Besaran biaya pajak perusahaan ditambah
pajak property ditambah bunga atas pajak pribadi dan dividen, dibagi dengan
pendapatan total modal.
3. Marginal Effective Corporate Tax Rate Wedge: Besaran tarif penghasilan riil
sebelum pajak yang diharapkan atas penghasilan dari investasi marginal,
dikurangi penghasilan riil perusahaan sebelum pajak.
4. Marginal Effective Corporate Tax Rate : Pajak marginal efektif perusahaan
dibagi penghasilan sebelum pajak(tax inclusive rate)atau dengan penghasilan
setelah pajak(tax exclusive rate).
5. Marginal Effective Total Tax Wedge : Penghasilan sebelum pajak yang
diharapkan dalam marginal investasi dikurangi penghasilan setelah pajak
sebagai penghematan atas penghasilan.
21
6. Marginal Effective Total Tax Rate : Total Pajak marginal efektif dibagi
penghasilan sebelum pajak atau dengan penghematan pajak penghasilan yang
dilakukan perusahaan.
Menurut Fullerton (1983) average effective tax rate relative lebih mudah
untuk dihitung dan berguna untuk mengukur pendapatan dari pemilik
modal,pendapatan pemerintah dan ukuran sektor publik. Sedangkan marginal
effective rate lebih spesifik digunakan untuk menyelidiki dampak yang terjadi atas
kegiatan investasi yang dilakukan perusahaan(Hanum,2013).
F. Konservatisme Akuntansi
Konservatisme diartikan, apabila perusahaan dapat menentukan atau
memilih salah satu dari beberapa teknik ataupun metode akuntansi yang ada,
maka harus dapat ditentukan salah satu alternatif yang kurang menguntungkan.
Sedangkan apabila ada suatu fenomena atau kondisi yang kedepannya dapat
memungkinkan atau menimbulkan kerugian maka biaya atau hutang yang
berkaitan tersebut harus segera diakui. Sebaliknya, jika ada suatu kondisi atau
fenomena yang memungkinkan akan menghasilkan laba, maka pendapatan dan
aset yang berkaitan tidak boleh langsung diakui sampai benar-benar dapat
direalisasi.
Menurut SAFC No. 2. Paragraf 95 yang menyatakan sebagai berikut:
“Conservatism is a prudent reaction to uncertainty to try to ensure that
uncertainties and risk inherent in business situation are adequately considered”
22
Konservatisme diartikan sebagai reaksi kehati-hatian (prudent reaction)
dalam menghadapi ketidakpastian yang terjadi dalam aktivitas ekonomi dan
bisnis. Terlihat bahwa konservatisme akuntansi dianggap suatu reaksi yang
menunjukkan kehati-hatian dalam mengantisipasi ketidakpastian atau
ketidakjelasan di masa depan.
Definisi resmi dari konservatisme terdapat dalam Glosarium Pernyataan
Konsep No.2 FASB (Financial Accounting Statement Board) yang mengartikan
konservatisme sebagai reaksi yang hati-hati (prudent reaction) dalam menghadapi
ketidakpastian yang melekat pada perusahaan untuk mencoba memastikan bahwa
ketidakpastian dan risiko dalam lingkungan bisnis yang sudah cukup
dipertimbangkan.
Sedangkan menurut Belkaoi (2011) prinsip konservatisme adalah: “suatu
prinsip yang mengimplikasikan bahwa nilai terendah dari aktiva dan pendapatan
serta nilai tertinggi dari kewajiban dan beban yang sebaiknya dipilih untuk
dilaporkan. Oleh karena itu, prinsip konservatisme mengharuskan bahwa akuntan
menampilkan sikap pesimistis secara umum ketika memilih teknik atau metode
akuntansi untuk pelaporan keuangan”.
Belkaoi (2011) juga menganggap bahwa ketika memilih antara dua atau
lebih teknik akuntansi yang berlaku umum, suatu preferensi ditunjukkan untuk
opsi yang memiliki dampak paling tidak menguntukan terhadap ekuitas pemegang
saham.
23
Konservatisme Akuntansi dalam PSAK
PSAK sebagai standar pencatatan akuntansi di Indonesia menjadi pemicu
timbulnya penerapan prinsip konservatisme. Pengakuan prinsip konservatisme di
dalam PSAK tercermin dengan terdapatnya berbagai pilihan metode pencatatan di
dalam sebuah kondisi yang sama. Hal tsb akan mengakibatkan angka-angka yang
berbeda dalam laporan keuangan yang pada akhirnya akan menyebabkan laba
yang cenderung konservatif. Beberapa pilihan metode pencatatan di dalam PSAK
yang dapat menimbulkan laporan keuangan konservatif diantaranya adalah:
1. PSAK No. 14 tentang persediaan yang menyatakan bahwa perusahaan dapat
mencatat biaya persediaan dengan menggunakan salah satu metode yaitu
FIFO (first in first out) atau masuk pertama keluar pertama dan metode rata-
rata tertimbang.
2. PSAK No. 16 tentang aktiva tetap dan aktiva lain-lain yang mengatur
estimasi masa manfaat suatu aktiva tetap. Estimasi masa manfaat suatu aktiva
didasarkan pada pertimbangan manajemen yang berasal dari pengalaman
perusahaan saat menggunakan aktiva yang serupa. Estimasi masa manfaat
tsbharuslah diteliti kembali secara periodik dan jika manajemen menemukan
bahwa masa manfaat suatu aktiva berbeda dari estimasi sebelumnya maka
harus dilakukan penyesuaian atas beban penyusutan saat ini dan di masa
yang akan datang. Standar ini memungkinkan perusahaan untuk mengubah
masa manfaat aktiva yang digunakan dan dapat mendorong timbulnya laba
yang konservatif.
24
3. PSAK No. 19 tentang aset tidak berwujud yang berkaitan dengan metode
amortisasi. Dijelaskan bahwa terdapat beberapa metode amortisasi untuk
mengalokasikan jumlah penyusutan suatu aset atas dasar yang sistematis
sepanjang masa manfaatnya.
4. PSAK No. 20 tentang biaya riset dan pengembangan yang menyebutkan
bahwa alokasi biaya riset dan pengembangan ditentukan dengan melihat
hubungan antara biaya dan manfaat ekonomis yang diharapkan
perusahaanakan diperoleh dari kegiatan riset dan pengembangan. Apabila
besar kemungkinan biaya tsb akan meningkatkan manfaat ekonomis di masa
yang akan datang dan biaya tsb dapat diukur secara handal, maka biaya-biaya
tsb memenuhi syarat untuk diakui sebagai aktiva.
Dengan adanya pilihan metode tersebut akan berpengaruh terhadap angka-
angka yang disajikan dalam laporan keuangan. Sehingga dapat dikatakan bahwa
secara tidak langsung konsep konservatisme ini akan mempengaruhi hasil dari
laporan keuangan tsb. Penerapan konsep ini juga akan menghasilkan laba yang
berfluktuatif akan mengurangi daya prediksi laba untuk memprediksi aliran kas
perusahaan pada masa yang akan datang (Sari dan Adhariani, 2009).
Pemahaman lain menurut Smith dan Skousen (1987) dalam Handojo (2012)
menyatakan bahwa:
“Konservatisme didefinisikan sebagai sebuah aturan ketika terdapat keragu-
raguan akan beberapa alternatif pilihan pelaporan akuntansi maka hendaklah
25
dipilih alternatif yang paling memberikan dampak yang paling rendah dipilih
terhadap ekuitas pemilik.
Widay (2004) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi pilihan perusahaan terhadap akuntansi konservatif. Dalam
analisisnya digunakan empat asumsi untuk mengkategorikan sebuah perusahaan
dikatakan menerapkan akuntansi konservatif. Empat asumsi tersebut antara lain :
1. Dilihat dari metoda pencatatan persediaan, perusahaan yang menggunakan
FIFO atau average akan menghasilkan laporan keuangan yang lebih
konservatif menujukan dibandingkan dengan metoda LIFO. Dengan asumsi
ekonomi dalam keadaan inflasi. Metoda persediaan average lebih konservatif
jika dibandingkan dengan metoda persediaan FIFO.
2. Dilihat dari metoda penyusutan yang digunakan maka perusahan dengan
metoda double declaning methods akan menghasilkan laporan keuangan yang
lebih konservatif jika dibandingkan dengan metoda garis lurus karena akan
menghasilkan kos yang lebih tinggi.
3. Dilihat dari perioda amortitasi, perusahaan dengan metoda amortitasi yang
lebih pendek menunjukan perusahaan tersebut konservatif. Perioda amortisasi
yang panjang menunjukan perusahan menerapkan akutansi optimis.
4. Dilihat dari pengakuaan terhadap biaya riset dan pengembangan. Bila biaya
riset dan pengembangan diakui sebagai kos pada perioda berjalan maka
perusahaan akan menghasilkan laporan keuangan yang konservatif jika
dibandingkan bila perusahaan mencatata biaya riset sebagai aktiva.
26
Lebih lanjut dijelaskan bahwa perusahaan yang memenuhi dua dari empat asumsi
di atas maka perusahaan tersebut dikatakan konservatif. Sedangkan secara empiris
beberapa penelitian terdahulu telah mengembangkan beberapa model yang dapat
digunakan sebagai proksi konservatisme akuntansi, antara lain :
1. Market to book ratio mengacu Givoly dan Hayn (2000).
Rasio ini merupakan perbandingan antara nilai pasar ekuitas dengan nilai buku
ekuitas.dinotasikan dengan rumus :
𝑀/𝐵 =Book Value of Common Equity
Market Value of Common Equity
Rasio dengan nilai lebih besar dari satu mengindikasikan penerapan akuntansi
konservatif. Hal ini didasari pemikiran bahwa nilai Market to book ratio lebih
besar dari satu menunjukkan bahwa perusahaan mengakui nilai buku perusahaan
lebih kecil dari nilai pasar perusahaan.
2. Negatif earning response coefficient dari perubahan laba operasi mengacu
pada
Paek et al (2007). Dirumuskan dengan persamaan model regresi sebagai berikut :
∆ OIt = d0t + d1t DOIt-1 + d2t ∆ OIt-1 + (-CON3t) DOIt-1*∆ OIt-1 + e
Keterangan :
∆ OIt = Perubahan Operating Income pada tahun t
27
DOIt-1 = variabel dummy dengan (1) bila perubahan laba operasi
negatif, (0) untuk perubahan laba operasi positif.
∆ OIt-1 = Perubahan Operating Income pada tahun t-1
DOIt-1*∆ OIt-1 = Interaksi antara Perubahan Operating Income pada tahun
t-1 dengan variabel dummy
-CON3t = Proksi konservatisme, Bila nilai koefisien negatif
menunjukan perusahaan menerapkan akuntansi konservatif.
3. Membentuk regresi antara arus kas operasi dan akrual perusahaan mengacu
padaPaek et al (2007). Dirumuskan dengan persamaan regresi sebagai berikut
:
ACCtt = e01 + e1t DCFOt + e2t DCFOt + CON4t DCFO*CFO + e
Keterangan :
ACCt = Operating Income dikurangi dengan arus kas operasi perusahaan
dibagi dengan total aset perusahaan
DCFOt = variabel dummy untuk arus kas operasi dimana (1) bila arus kas
operasi negatif dan (0) bila arus operasi positif.
DCFOt = Arus kas operasi dibagi dengan total aset perusahaan
DCFO*CFO = Interaksi antara variabel dummy dengan arus kas operasi
28
CON4t = Proksi konservatisme, Bila koefisien positif menunjukan
perusahaan menerapkan akuntansi konservatif.
4. Non Operating Acruals mengacu pada Givoly and Hayn (2000).
Non Operating Acruals diperoleh dari pengurangan antara Total Acruals dengan
Operating Acruals. Dinotasikan dengan rumus sebagai berikut :
NOACC = TACC-OACC
Keterangan :
NOACC = Non Operating Acrual
TACC = Total Accrual = (laba bersih + depresiasi)-arus kas operasi
OACC = Operating accrual = ∆ piutang usaha + ∆ persediaan + ∆ Biaya
dibayar dimuka -∆ utang usaha- ∆ utang pajak Perusahaan dengan
Non Operating Acrual negatif dikatakan menerapkan akuntansi
koservatif.
5. Konservatisme akuntansi adalah praktik menurunkan laba dan aset bersih
dalam merespon kabar buruk, tapi tidak menaikkan laba dan menaikkan aset
bersih dalam merespon kabar baik (Basu, 1997 dalam Jaya dkk, 2013).
Penerapan konservatisme akuntansi dapat diketahui melalui pengukuran
dengan cara mengurangi laba bersih dengan arus kas operasi Belkaoui (2006)
dalam Setiawan (2013).
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑘𝑟𝑢𝑎𝑙 =(𝑙𝑎𝑏𝑎 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ + 𝑑𝑒𝑝𝑟𝑒𝑠𝑖𝑎𝑠𝑖) − 𝑎𝑟𝑢𝑠 𝑘𝑎𝑠 𝑜𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖 (−1)
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡
29
Pengukuran konservatisme akuntansi di atas didasarkan pada pendekatan yang
digunakan oleh para peneliti dibidang konservatisme akuntansi. Pengukuran di
atas tidak saling meniadakan. Artinya dalam satu penelitian peneliti dapat
menggunakan beberapa model pengukuran kkonservatisme akuntansi.
Pengukuran konservatisme akuntansi dengan satu metoda dapat memberikan hasil
yang berbeda apabila dibandingkan dengan metoda yang lain.
Konservatisme Akuntansi Konservatisme dapat didefinisikan sebagai
praktik mengurangi laba dan mengecilkan aktiva bersih dalam merespons berita
buruk (bad news), tetapi tidak meningkatkan laba (meninggikan aktiva bersih)
dalam merespon berita baik (good news) (Basu dalam Baharudin dan Wijayanti,
2011). Prinsip konservatisme akuntansi diartikan sebagai pencatatan aktiva milik
perusahaan dengan harga yang lebih rendah dari pada harga perolehannya (cost)
atau mencatat hutang lebih tinggi (Over-stated), selain itu mengakui kemungkinan
rugi yang terjadi namun tidak mengantisipasikan laba yang belum direalisasi
(tidak diakui sebagai pendapatan periode ini) (Sugiono, Soenarno, dan
kusumawati 2010: hal 21).
6. Teori yang mendasari konservatisme akuntansi
Teori Akuntansi Positif, Penelitian ini didasari oleh teori positif. Belkaoui
(2011) menyatakan teori positif didasarkan pada adanya dalil bahwa manajer,
pemegang saham, dan aparat pengatur/politisi adalah rasional dan bahwa mereka
berusaha untuk memaksimalkan kegunaan mereka , dan oleh karena itu,
kesejahteraan mereka pula. Watts dan Zimmerman (1986) menyatakan teori ini
30
dapat digunakan untuk menjelaskan sifat manajer yang memiliki dorongan untuk
memaksimalkan kemakmuran ya sendiri. Teori ini juga dapat digunakan untuk
memprediksi kinerja buuruk manajer yang dapat ditutupi oleh kenaikan laba yang
diperoleh perusahaan. Pilihan akuntansi tergantung pada variabel-variabel yang
mencerminkan insentif manajemen dalam memilih metode akuntansi bedasarkan
rencana bonus, kontrak hutang, dan biaya politik.
7. Intensitas Aset Tetap
Intensitas Aset Tetap Aset tetap adalah aset berwujud yang diperoleh dalam
bentuk siap pakai atau dengan dibangun terlebih dahulu, yang digunakan dalam
operasi perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan
normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun (PSAK
No. 16 Tahun 2007 dalam Waluyo, 2014:108). Intensitas aset tetap menurut
Mulyani dalam Meisiska (2016) merupakan proporsi di mana dalam aset tetap
terdapat pos bagi perusahaan untuk menambahkan beban yaitu beban penyusutan
yang ditimbulkan oleh aset tetap sebagai pengurang penghasilan, jika aset tetap
semakin besar maka laba yang dihasilkan akan semakin kecil, karena adanya
beban penyusutan yang terdapat dalam aset tetap yang dapat mengurangi laba.
Revaluasi aset tetap adalah peninjauan kembali nilai atas suatu aset tetap.
Metode yang digunakan dalam mengukur revaluasi aset tetap ialah metode
dummy. Metode dummy ialah metode yang digunakan untuk menjadikan variabel
yang bukan merupakan variavel kuantitatif menjadi variabel kuantitatif, yaitu
dengan menggunakan cara nilai 0 diberikan pada perusahaan yang tidak
31
melakukan revaluasi dan nilai 1 diberiikan kepada perusahaan yang melakukan 9
revaluasi. Perusahaan pada umumnya menyatakan informasi revaluasi dalam
catatan atas laporan keuangan (CALK) perusahaan
Aset adalah kekayaan berupa benda berwujud maupun benda yang tidak
berwujud tetapi memiliki sebuah manfaat ekonomi atau umur ekonomi yang dapar
dipengaruhi oleh yang berhak akibat transaksi. Aset perusahaan dibagi menjadi 2
(dua) yaitu aset lancar, aset tetap termasuk dalam golongan aset tidak laancar, aset
tetap sesuai dengan PSAK No. 16 Tahun 2007 menjelaskan bahwa aset tetap
adalah aset berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dengan
dibangun terlebih dahulu.
Aset tetap dalam akuntansi adalah aset berwujud yang dimiliki untuk
digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa, untuk direntalkan
kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif; dan diharapkan untuk
digunakan selama lebih dari satu periode. Jenis aset tidak lancar ini biasanya
dibeli untuk digunakan untuk operasi dan tidak dimaksudkan untuk dijual
kembali. Contoh aset tetap antara lain adalah properti, bangunan, pabrik, alat-alat
produksi, mesin, kendaraan bermotor, furnitur, perlengkapan kantor, komputer,
dan lain-lain. Aset tetap biasanya memperoleh keringanan dalam perlakuan pajak.
Kecuali tanah atau lahan, aset tetap merupakan subyek dari depresiasi atau
penyusutan.
Intensitas aset tetap perusahan dapat digambarkan dengan berbagai macam
investasi yang dilakukan oleh perusahaan terhadap aset tetap perusahaan.
32
Pemilihan investasi dalam bentuk aset tetap mengenai perpajakan adalah dalam
hal penyusutan (depresiasi). Beban penyusustan yang melekat pada suatu
kepemilikan aset tetap nantinya akan dapat mempengaruhi pajak perusahaan, hal
ini disebabkan beban penyusutan yang terjadi dapat bertindak sebagai pengurang
pajak perusahaan. Laba kena pajak perusahaan yang menjadi semakin berkurang
akan mengurangi proporsi beban pajak terutang pada perusahaan.
Intensitas Aset Tetap (FAI) Intensitas aset tetap adalah proporsi aset tetap
perusahaan dibandingkan dengan total asetnya, biasanya digunakan sebagai
pengukur asimetri informasi . FAI dapat diukur dengan,
𝐹𝐴𝐼 =𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐵𝑢𝑘𝑢 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑠𝑒𝑡 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡
C. Perumusan Hipotesis
1. Pengaruh Konservatisme Akuntansi terhadap Penghindaran Pajak
Secara tradisional, konservatisme dalam akuntansi dapat diterjemahkan
melalui pernyataan tidak mengantisipasi keuntungan, tetapi mengantisipasi semua
kerugian (bliss, 1924, Watts, 2003 dalam Jaya, Arafat dan Kartika, 2014).
Pengakuan pendapatan lebih dini akan meningkatkan penjualan dan laba jangka
pendek. Konservatisme mengacu kepada pepatah lama semua kerugian diakui
secepatnya, tetapi keuntungan hanya diakui saat benar-benar terjadi
(Subramanyam & Wild, 2014: 92). Dalam penelitiaannya Pramudito & Ratna
Sari, 2015 menyatakan bahwa Konservatisme akuntansi tidak berpengaruh
terhadap tax avoidance. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa konservatisme
akuntansi bukanlah penyebab variabel yang mempengaruhi perusahaan untuk
33
melakukan tax avoidance. Penggunaan prinsip konservatisme akuntansi
digunakan pemerintah dalam hal perpajakan terlihat dari kebijakan – kebijakan
pemerintah seperti membentuk cadangan piutang ragu – ragu kecuali untuk bank
dan leasing dengan hak opsi, perusahaaan pertambangan dengan biaya
reklamasinya dan tidak diperkenankannya menggunakan metode LIFO untuk
menilai persediaan dan pemakaian persediaan untuk menghitung harga pokok,
sesuai pasal 9 ayat (1) huruf c dan pasal 10 ayat (6) Undang – Undang Nomor 7
Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang sudah diubah beberapa kali hingga
perubahan yang terakhir. Pengaruh Konservatisme Akuntansi terhadap Tax
Avoidance Konservatisme akuntansi menurut Standar Akuntansi Keuangan
(SAK) adalah metode akuntansi yang diperbolehkan mengakui pendapatan
selambat mungkin, pengakuan beban secepat mungkin, penilaian persediaan
yang lebih rendah dan penilaian kewajiban yang lebih tinggi. Pemilihan metode
akuntansi yang konservatif untuk menghindari pajak adalah dapat memperkecil
besaran pajak terutang perusahaan, karena memilih kebijakan akuntansi yang
konservatif akan menciptakan pengakuan beban lebih awal dan tidak
langsung mengakui pendapatan (Jaya dkk (2013). Dalam penelitian yang
dilakukan oleh Verawaty dkk (2015) menyatakan perusahaan dengan pajak
semakin besar cenderung memilih kebijakan akuntansi yang konservatif untuk
menekan beban pajak terutangnya melalui cara -cara yang diperbolehkan.
Dengan semakin minimny a laba maka kewajiban perpajakan y ang
dibayarkan juga lebih rendah, karena laba perusahaan merupakan dasar
34
pengenaan pajak. Berdasarkan uraian di atas, maka dikembangkan hipotesis
sebagai berikut:
H1: Konservatisme akuntansi berpengaruh terhadap penghindaran pajak
2. Pengaruh intensitas aset tetap terhadap penghindaran pajak
Intensitas aset tetap perusahaan menggambarkan banyaknya investasi
perusahaan terhadap aset tetap perusahaan. Kepemilikan aset tetap dapat
mengurangi pembayaran pajak yang dibayarkan perusahaan karena adanya biaya
depresiasi yang melekat pada aset tetap. Biaya depresiasi dapat dimanfaatkan oleh
manajer sebagai agen untuk meminimumkan pajak yang dibayarkan perusahaan.
Manajemen akan melakukan investasi aset tetap dengan cara menggunakan dana
mengganggur perusahaan untuk mendapatkan keuntungan berupa biaya depresiasi
yang berguna sebagai pengurang pajak (Darmadi, 2013). Dengan biaya depresiasi
ini, manajemen dapat meningkatkan pemberian kompensasi karena telah
meningkatkan kinerja perusahaan. Bedasarkan penelitian yang diungkapkan oleh
Dharma dan Ardiana, 2016 menyatakan bahwa Hal ini menunjukkan bahwa
intensitas aset tetap berpengaruh positif terhadap effective tax rate (ETR),
sehingga dapat disimpulkan intensitas aset tetap berpengaruh pada tax avoidance.
Aset tetap perusahaan memiliki umur ekonomis yang berbeda-beda apabila dilihat
dari perpajakan Indonesia. Masing-masing memiliki umur ekonomis dan beban
depresiasi yang berbeda. Hasil penelitian ini menunjukkan besarnya kepemilikan
aset tetap tidak memberikan pengaruh yang cukup besar dalam hal mengurangi
pembayaran pajak yang dibayarkan perusahaan. Penyimpanan aset tetap yang
35
besar yang dilakukan oleh suatu perusahaan bukan semata-mata untuk
menghindari pajak melainkan hal tersebut dilakukan oleh perusahaan dengan
tujuan untuk menjalankan operasional perusahaan.Bedasarkan uraian tersebut
maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
H2: Intensitas Aset Tetap berpengaruh terhadap penghindaran pajak
D. Kerangka Pemikiran
Konservatisme
Akuntansi
(X1)
Intensitas Aset Tetap
(X3)
Penghindaran Pajak (Tax
Avoidance)
(Y)