bab ii tinjauan pustaka a. resep 1. pengertian reseprepository.setiabudi.ac.id/3952/4/4. bab...

28
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resep 1. Pengertian Resep Resep adalah permintaan tertulis dari seorang dokter, dokter gigi, dokter hewan yang diberi izin berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku kepada apoteker pengelola apotek untuk menyiapkan dan atau membuat, meracik serta menyerahkan obat kepada pasien (Syamsuni, 2006). Sedangkan menurut Permenkes RI Nomor 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, resep adalah permintaan tertulis dari Dokter atau Dokter Gigi, kepada apoteker, baik dalam bentuk paper maupun electronic untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku. 2. Penggolongan Resep Resep pada era sekarang ini ada dua jenis bentuk resep, yaitu peresepan secara manual dalam bentuk paper dengan menulis menggunakan kertas resep langsung ataupun secara electronic dengan sistem komputer. Menurut Anief (1993), peresepan obat harus memuat beberapa unsur diantaranya: a. Nama, alamat dan nomor izin praktek Dokter, Dokter Gigi dan Dokter Hewan. b. Tanggal penulisan resep (inscriptio).

Upload: others

Post on 13-Aug-2020

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resep 1. Pengertian Reseprepository.setiabudi.ac.id/3952/4/4. BAB II.pdfserta menyerahkan obat kepada pasien (Syamsuni, 2006). ... jumlahnya melebihi dosis

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Resep

1. Pengertian Resep

Resep adalah permintaan tertulis dari seorang dokter, dokter gigi, dokter

hewan yang diberi izin berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku

kepada apoteker pengelola apotek untuk menyiapkan dan atau membuat, meracik

serta menyerahkan obat kepada pasien (Syamsuni, 2006).

Sedangkan menurut Permenkes RI Nomor 58 Tahun 2014 tentang Standar

Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, resep adalah permintaan tertulis dari Dokter

atau Dokter Gigi, kepada apoteker, baik dalam bentuk paper maupun electronic

untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang

berlaku.

2. Penggolongan Resep

Resep pada era sekarang ini ada dua jenis bentuk resep, yaitu peresepan

secara manual dalam bentuk paper dengan menulis menggunakan kertas resep

langsung ataupun secara electronic dengan sistem komputer. Menurut Anief

(1993), peresepan obat harus memuat beberapa unsur diantaranya:

a. Nama, alamat dan nomor izin praktek Dokter, Dokter Gigi dan Dokter

Hewan.

b. Tanggal penulisan resep (inscriptio).

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resep 1. Pengertian Reseprepository.setiabudi.ac.id/3952/4/4. BAB II.pdfserta menyerahkan obat kepada pasien (Syamsuni, 2006). ... jumlahnya melebihi dosis

9

c. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep. Nama setiap obat atau

komposisi obat (invocatio).

d. Aturan pemakaian obat yang tertulis (signatura).

e. Tanda tangan atau paraf Dokter penulis resep, sesuai dengan perundang-

undangan yang berlaku (subscriptio).

f. Jenis hewan dan nama serta alamat pemiliknya untuk resep Dokter Hewan.

g. Tanda seru dan paraf Dokter untuk resep yang mengandung obat yang

jumlahnya melebihi dosis maksimal.

Penulisan resep untuk obat yang mengandung narkortika dan psikotropika

tidak boleh ada ulangan (iterasi). Alamat pasien dan aturan pakai harus jelas,

tidak boleh ditulis sudah tahu pakainya (usus cognitus). Resep obat yang diminta

harus segera dilayani terlebih dahulu Dokter akan menuliskan Periculum in Mora

(berbahaya bila di tunda) di bagian kanan atas. Resep obat yang tidak boleh

diulang Dokter akan menuliskan Ne iteretur yang artinya tidak boleh diulang

(Anief, 1993).

Obat yang dituliskan Dokter belum tentu tersedia dan ditebus semua, maka

akan dibuatkan salinan resep oleh Apoteker. Salinan resep atau disebut copie

resep memuat keterangan yang ada dalam resep asli ditambah beberapa

keterangan. Keterangan tersebut meliputi tanda obat yg sudah diserahkan atau

detur disingkat det. Tanda untuk obat yang belum diserahkan ne detur disingkat ne

det(Anief, 1993). Resep obat yang ditulis secara elektronik menggunakan komputer

akan lebih mudah lagi. Dokter akan meresepkan melalui komputer dengan

mengetik langsung dan resep obat akan muncul di komputer Instalasi Farmasi.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resep 1. Pengertian Reseprepository.setiabudi.ac.id/3952/4/4. BAB II.pdfserta menyerahkan obat kepada pasien (Syamsuni, 2006). ... jumlahnya melebihi dosis

10

B. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

1. Pengertian

Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem

Jaminan Sosial Nasional (yang selanjutnya disebut dengan UU SJSN), yang

dimaksud dengan Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tata cara

penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara

jaminan sosial. Sedangkan menurut Pasal 3, Sistem Jaminan Sosial Nasional

bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang

layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya.

Menurut Pasal 18 UU SJSN, jenis program jaminan sosial meliputi

jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun,

dan jaminan kematian. Dan badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan

jaminan sosial dinamakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 24 Tahun2011 tentang Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial (yang selanjutnya disebut dengan UU BPJS), yang

dimaksud dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (yang selanjutnya

disingkat BPJS), adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan

program jaminan sosial. BPJS bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya

kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota

keluarganya.

2. Pembagian BPJS

Dalam Pasal 5 UU BPJS disebutkan bahwa BPJS dibentuk berdasarkan

UU BPJS. Dan BPJS sebagaimana dimaksud adalah:

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resep 1. Pengertian Reseprepository.setiabudi.ac.id/3952/4/4. BAB II.pdfserta menyerahkan obat kepada pasien (Syamsuni, 2006). ... jumlahnya melebihi dosis

11

a. BPJS Kesehatan; dan

b. BPJS Ketenagakerjaan.

Menurut Pasal 8 UU BPJS, BPJS Kesehatan berfungsi menyelenggarakan

program jaminan kesehatan. Adapun BPJS Ketenagakerjaan berfungsi

menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, program jaminan

kematian, program jaminan pensiun, dan jaminan hari tua.

BPJS mulai beroperasi menyelenggarakan program jaminan kesehatan

pada tanggal 1 Januari 2014.BPJS kesehatan akan menggantikan lembaga

penjaminan kesehatan PT Askes (Persero). BPJS Ketenagakerjaan akan

menggantikan lembaga penjaminan ketenagakerjaan PT Jamsostek (Persero)

(DPR RI, 2011).

Setiap warga Indonesia diwajibkan mendaftar BPJS Kesehatan untuk

mendapatkan jaminan kesehatan. Jaminan Kesehatan adalah perlindungan

kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan

perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada

setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya di bayarkan oleh

pemerintah (PP RI, 2013).

C. Formularium Nasional (Fornas)

1. Pengertian Formularium Nasional (Fornas)

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

HK.01.07/MENKES/659/2017 tentang Formularium Nasional, Formularium

Nasional (yang selanjutnya disebut Fornas) merupakan daftar obat terpilih yang

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resep 1. Pengertian Reseprepository.setiabudi.ac.id/3952/4/4. BAB II.pdfserta menyerahkan obat kepada pasien (Syamsuni, 2006). ... jumlahnya melebihi dosis

12

dibutuhkan dan harus tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan sebagai acuan

dalam pelaksanaan JKN. Dalam hal obat yang dibutuhkan tidak tercantum dalam

Fornas, dapat digunakan obat lain secara terbatas berdasarkan persetujuan

Direktur Rumah Sakit setempat.

Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

HK.02.02/Menkes/524/2015 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan

Formularium Nasional (yang selanjutnya disebut Kepmenkes Pedoman Fornas)

disebutkan bahwa, tujuan utama pengaturan obat dalam Fornas adalah

meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, melalui peningkatan efektifitas dan

efisiensi pengobatan sehingga tercapai penggunaan obat rasional.

Bagi tenaga kesehatan, Fornas bermanfaat sebagai “acuan” bagi penulis

resep, mengoptimalkan pelayanan kepada pasien, memudahkan perencanaan, dan

penyediaan obat di fasilitas pelayanan kesehatan. Dengan adanya Fornas maka

pasien akan mendapatkan obat terpilih yang tepat, berkhasiat, bermutu, aman

dan terjangkau, sehingga akan tercapai derajat kesehatan masyarakat yang

setinggi-tingginya. Oleh karena itu obat yang tercantum dalam Fornas harus

dijamin ketersediaan dan keterjangkauannya.

2. Tujuan dan Manfaat

Menurut Kepmenkes Pedoman Fornas, tujuan dibuatnya Pedoman

Penyusunan dan Penerapan Fornas adalah agar menjadi acuan bagi Pemerintah

Pusat, Pemerintah Provinsi/Kabupaten/ Kota, Rumah Sakit, dan Puskesmas serta

pihak lain yang terkait dalam penerapan Fornas pada penyelenggaraan dan

pengelolaan Program JKN.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resep 1. Pengertian Reseprepository.setiabudi.ac.id/3952/4/4. BAB II.pdfserta menyerahkan obat kepada pasien (Syamsuni, 2006). ... jumlahnya melebihi dosis

13

Adapun Pedoman Penyusunan dan Penerapan Fornas dimaksudkan agar

dapat memberikan manfaat baik bagi Pemerintah maupun Fasilitas Kesehatan

dalam:

a. Menetapkan penggunaan obat yang aman, berkhasiat, bermutu, terjangkau,

dan berbasis bukti ilmiah dalam JKN.

b. Meningkatkan penggunaan obat rasional.

c. Mengendalikan biaya dan mutu pengobatan.

d. Mengoptimalkan pelayanan kesehatan kepada pasien.

e. Menjamin ketersediaan obat yang dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan.

f. Meningkatkan efisiensi anggaran pelayanan kesehatan.

3. Penyediaan Obat Berdasarkan Fornas

Menurut Kepmenkes Pedoman Fornas, penyediaan obat dilaksanakan

dengan mekanisme sebagai berikut:

a. Penyediaan obat di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)

1) Puskesmas

Berpedoman kepada Fornas dapat dilaksanakan oleh Satuan Kerja

Perangkat Daerah (SKPD) Dinas Kesehatan melalui e-purchasing

berdasarkan e-catalogue.

2) Klinik

Berpedoman kepada Fornas yang dilaksanakan oleh Instalasi Farmasi

yang ada di klinik. Jika klinik tidak memiliki apoteker, maka pelayanan

kefarmasian dilakukan oleh Apotek Jejaring.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resep 1. Pengertian Reseprepository.setiabudi.ac.id/3952/4/4. BAB II.pdfserta menyerahkan obat kepada pasien (Syamsuni, 2006). ... jumlahnya melebihi dosis

14

a) Praktik Dokter, Dokter gigi, Dokter spesialis dan Dokter gigi

spesialis layanan primer.

b) Penyediaan obat untuk praktek Dokter, Dokter gigi, Dokter spesialis

dan Dokter gigi spesialis layanan primer, mengacu kepada Fornas

yang dilaksanakan oleh apotek sebagai jejaring pelayanan kesehatan.

b. Penyedia obat di Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan/FKRTL

(Fasilitas kesehatan tingkat kedua dan ketiga).

Pelayanan kesehatan sekunder (fasilitas kesehatan tingkat kedua) dan tersier

(fasilitas kesehatan tingkat ketiga) di Rumah Sakit, penyediaan obat

dilaksanakan oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) melalui e-catalogue.

Proses penyediaan obat menggunakan acuan Fornas dan mekanisme

pengadaannya melalui e-purchasing berdasarkan e-catalogue.

c. Dalam hal obat yang dibutuhkan tidak terdapat dalam Katalog Elektronik (e-

catalogue) obat, proses pengadaan dapat mengikuti metode lainnya

sebagaimana diatur dalam Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

d. Dalam hal pengadaan obat melalui e-purchashing berdasarkan katalog

elektronik (e-catalogue) sebagaimana dimaksud butir 1 (satu) dan 2 (dua)

mengalami kendala operasional dalam aplikasi, pembelian dapat dilaksanakan

secara manual. Pembelian manual dilaksanakan secara langsung kepada

Industri Farmasi yang tercantum dalam Katalog Elektronik (e-catalogue).

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resep 1. Pengertian Reseprepository.setiabudi.ac.id/3952/4/4. BAB II.pdfserta menyerahkan obat kepada pasien (Syamsuni, 2006). ... jumlahnya melebihi dosis

15

4. Penggunaan Obat di Luar Fornas

Dalam Kepmenkes Pedoman Fornas diatur bahwa, pada pelaksanaan

pelayanan kesehatan, penggunaan obat disesuaikan dengan standar pengobatan

program terkait dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Apabila dalam pemberian pelayanan kesehatan, pasien membutuhkan obat

yang belum tercantum di Fornas, maka hal ini dapat diberikan dengan ketentuan

sebagai berikut:

a. Penggunaan obat di luar Fornas di FKRTL hanya dimungkinkan setelah

mendapat rekomendasi dari Ketua Komite Farmasi dan Terapi (KFT) dengan

persetujuan Komite Medik dan Kepala/Direktur Rumah Sakit.

b. Pengajuan permohonan penggunaan obat di luar Fornas dilakukan dengan

mengisi Formulir Permintaan Khusus Obat Non Formularium.

c. Pengajuan permohonan penggunaan obat di luar Fornas dilakukan dengan

langkah – langkah sebagai berikut:

1) Dokter yang hendak meresepkan obat di luar Fornas harus mengisi

Formulir Permintaan Khusus Obat di luar Fornas sebagaimana contoh

Formulir 3 terlampir.

2) Formulir tersebut diserahkan kepada KFT untuk dilakukan pengkajian

obat, baik secara farmakologi maupun farmako ekonomi.

3) Setelah proses kajian obat selesai, maka KFT akan memberikan catatan

rekomendasi pada formulir tersebut dan menyerahkan ke Komite Medik

dan Direktur Rumah Sakit.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resep 1. Pengertian Reseprepository.setiabudi.ac.id/3952/4/4. BAB II.pdfserta menyerahkan obat kepada pasien (Syamsuni, 2006). ... jumlahnya melebihi dosis

16

4) Formulir dengan rekomendasi dari KFT diserahkan kepada Komite

Medik dan Direktur Rumah Sakit untuk meminta persetujuan.

5) Setelah mendapat persetujuan dari Komite Medik dan Direktur Rumah

Sakit, obat dapat diserahkan ke pasien.

6) Biaya obat yang diusulkan sudah termasuk paket INA-CBG’s dan tidak

ditagihkan terpisah ke BPJS Kesehatan serta pasien tidak boleh diminta

urun biaya.

5. Kepatuhan Penggunaan Formularium Nasional (FORNAS)

Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor:

HK.02.03/I/2630/2016 Tanggal : 29 Agustus 2016 tentang Perubahan Keputusan

Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor: HK.02.03/I/0173/2016 tentang

Pedoman Teknis Penilaian Indikator Kinerja Individu (IKI) Tahun 2016 Direktur

Utama Rumah Sakit Umum /Khusus dan Kepala Balai di Lingkungan Direktorat

Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI (yang selanjutnya

disebut Kepdirjen tentang Penilaian IKI), Kepatuhan Penggunaan Formularium

Nasional (Fornas) adalah kesesuaian penulisan resep oleh DPJP dengan

Formularium Nasional untuk Pasien JKN, dengan sasaran strateginya adalah

terwujudnya penyelenggaraan sistem pelayanan kefarmasian berbasis mutu dan

keselamatan pasien.

Pengaturan kepatuhan penggunaan Formularium Nasional bertujuan agar

tergambar efisiensi pelayanan obat kepada pasien JKN. Kepatuhan penggunaan

Fornas ini dihitung dengan membandingkan jumlah item resep (R/) yang sesuai

Fornas dengan jumlah total item resep (R/) pada pasien JKN. Berdasarkan

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resep 1. Pengertian Reseprepository.setiabudi.ac.id/3952/4/4. BAB II.pdfserta menyerahkan obat kepada pasien (Syamsuni, 2006). ... jumlahnya melebihi dosis

17

Perdirjen tentang Penilaian IKI tersebut, kriteria penilaian kepatuhan penggunaan

Formularium Nasional adalah sebagai berikut:

a. Hasil > 80% skor = 100

b. 70% < Hasil < 80% skor = 75

c. 60% < Hasil < 70% skor = 50

d. 50% < Hasil < 60% skor = 25

e. Hasil < 50 skor = 0

Dalam Perdirjen tentang Penilaian IKI tersebut juga diatur bahwa, untuk

obat yang ada dalam Clinical Pathway namun tidak ada dalam Formularium

Nasional tidak dijadikan denumerator dalam penghitungan kepatuhan penggunaan

Fornas, atau dimasukkan dalam kriteria eksklusi kepatuhan penggunaan Fornas.

D. Psikogeriatri

1. Pengertian

Lanjut usia (lansia) merupakan suatu keadaan atau proses alamiah yang

terjadi di dalam kehidupan manusia. Memasuki usia tua terjadi banyak perubahan

baik itu perubahan fisik dan fungsi, perubahan mental dan perubahan psikososial

(Nugroho, 2008). Lanjut usia bukanlah suatu penyakit. Lanjut usia adalah tahap

akhir dari siklus hidup manusia, merupakan proses dari kehidupan yang tidak

dapat dihindari dan akan dialami oleh setiap individu. Pada tahap ini individu

mengalami banyak perubahan baik secara fisik maupun secara mental, khususnya

kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah dimilikinya

(Sadock, 2007).

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resep 1. Pengertian Reseprepository.setiabudi.ac.id/3952/4/4. BAB II.pdfserta menyerahkan obat kepada pasien (Syamsuni, 2006). ... jumlahnya melebihi dosis

18

Menurut Depkes RI (2009), umur dikategorikan dalam:

a. Masa balita : 0 - 5 tahun

b. Masa kanak- kanak : 5 - 11 tahun

c. Masa remaja awal : 12 - 16 tahun

d. Masa remaja akhir : 17 - 25 tahun

e. Masa dewasa awal : 26 - 35 tahun

f. Masa dewasa akhur : 36 - 45 tahun

g. Masa Lansia Awal : 46 - 55 tahun

h. Masa lansia akhir : 56 - 65 tahun

i. Masa manula : > 65tahun

Geriatri adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari masalah

kesehatan pada lanjut usia yang menyangkut aspek promotif, preventif, kuratif

dan rehabilitatif serta psikososial yang menyertai kehidupan pasien lanjut usia.

Psikogeriatri atau psikiatri pada geriatri adalah cabang ilmu kedokteran yang

memperhatikan diagnosis dan terapi gangguan fisik dan psikologik/psikiatrik pada

lanjut usia. Saat ini disiplin ini sudah berkembang menjadi suatu cabang psikiater,

analog dengan psikiater anak (Brochulehivist, Ailen, 1987).

2. Jenis Psikogeriatri

Gangguan jiwa memiliki spektrum yang sangat luas, diawali dengan

masalah penyesuaian diri, gangguan mental organik yang diantaranya adalah

dimensia atau yang lebih dikenal dengan istilah pikun. Agronin dan Maletta dalam

Mahajudin (2007) menyebutkan tidak ada hal lain dalam bidang kesehatan mental,

selain integrasi yang begitu kuat antara gangguan psikiatrik dan gangguan fisik

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resep 1. Pengertian Reseprepository.setiabudi.ac.id/3952/4/4. BAB II.pdfserta menyerahkan obat kepada pasien (Syamsuni, 2006). ... jumlahnya melebihi dosis

19

seperti yang terjadi pada populasi lanjut usia. Penyakit fisik pada lanjut usia dapat

dicetuskan oleh gangguan psikologis, begitu juga sebaliknya. Gangguan

psikologis yang sering terjadi pada lanjut usia adalah depresi, delirium dan

demensia (Sofia Rh, 2012).

Depresi merupakan bagian dari proses kehilangan dan berduka. Depresi

merupakan masalah psikologis yang paling sering terjadipada lanjut usia. Depresi

pada lanjutusia seringkali menyebabkan gangguan sistem kekebalan tubuh.

Depresi pada usia madya (40 – 60tahun) sering menimbulkan gangguan daya

ingat yang disebut pseudodementia. Pakar neurobehavior menengarai apabila

depresi pada usia madya terjadi berkepanjangan dan disertai pelupa yang sukar

mengenali kembali walaupun dengan penggunaan alat bantu, maka orang tersebut

kemungkinan akan mengalami dementia Alzheimer (Sofia Rh, 2012).

Delirium merupakan sindrom perubahan kesadaran yang disertai gangguan

kognisi. Lanjut usia yang mengalami delirium akan mengalami perubahan yang

cepat dalam perilaku dan kemampuan berpikir. Perubahan status mental akan

mempengaruhi kemampuan lanjut usia untuk berorientasi pada tempat, waktu dan

peristiwa yang terjadi. Lanjut usia dengan delirium akan sering bergumam sesuatu

yang tidak bermakna dan sulit terjaga (Sofia Rh, 2012).

Demensia merupakan gangguan mental yang disertai penurunan fungsi

kognitif multipel, terutama gangguan dalam mengingat dan setidaknya satu dari

gejala berikut (1) afasia, (2) apraksia dan (3) agnosia. Gejala demensia umumnya

dihubungkan dengan penurunan kemampuan intelektual yang dapat berpengaruh

terhadap pelaksanaan aktivitas kehidupan sehari-hari. Demensia

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resep 1. Pengertian Reseprepository.setiabudi.ac.id/3952/4/4. BAB II.pdfserta menyerahkan obat kepada pasien (Syamsuni, 2006). ... jumlahnya melebihi dosis

20

dikarakteristikkan dengan adanya penurunan kemampuan kognitif, perubahan

kepribadian, gangguan ingatan, penurunan fungsi intelektual, dan adanya

perubahan dalam kemampuan pengambilan keputusan dan mood. Feil dalam

Anderson (2007) membagi 4 tahapan disorientasi dalam demensia, diantaranya

adalah: (1) malorientasi dengan karakteristik lanjut usia nampak normal namun

melupakan informasi penting dalam kehidupan sehari-harinya; memaklumkan

dirinya atas penurunan ingatan yang dialami; tidak suka berada di tengah lanjut

usia yang telah pikun karena merasa terancam dengan kondisinya serta

mengingkari perasaannya sendiri dan cenderung menyalahkan orang lain atas

kondisi yang dialaminya; (2) kebingungan terhadap waktu yang dikarakteristikkan

dengan penurunan orientasi waktu pada masa kini dan lanjut usia merasa berada

pada masa lalunya; (3) pergerakan berulang yang dikarakteristikkan

denganpengulangan gerakan atau suara secara konstan, umumnya nonambulatori,

mengalami kemunduran terhadap orientasi waktu dan lebih banyak menggunakan

simbol universal dalam berorientasi; (4) fase vegetatif dengan karakteristik

lanjutusia sudah tidak dapat turun daritempat tidur, hanya mampu membuat

sedikit gerakan dan suara dan tidak ada kontak mata (Sofia Rh, 2012).

Sementara gangguan lain yang dapat terjadi pada lansia adalah gangguan

depresif, demensia, kecemasan, neurosis, mania dan bipolar, serta skizofrenia.

Gangguan Depresif seringkali menyerang orang-orang yang masuk dalam

kategori usia lansia. Gejala-gejala yang sering terlihat pada gangguan ini adalah

penurunan pada kondisi fisik dan kosentrasi serta ada gangguan tidur yaitu terlalu

cepat bangun pagi dan seringkali terbangun, nafsu makan yang menurun,

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resep 1. Pengertian Reseprepository.setiabudi.ac.id/3952/4/4. BAB II.pdfserta menyerahkan obat kepada pasien (Syamsuni, 2006). ... jumlahnya melebihi dosis

21

penurunan berat badan yang dratis, serta masalah-masalah pada tubuh lainnya.

(https://dosenpsikologi.com/gangguan-jiwa-pada-lansia, 2017).

Gangguan Demensia dipengaruhi faktor resiko karena usia, riwayat

penyakit keluarga, serta jenis kelamin (kebanyakan wanita). Perubahan yang

sangat khas terjadi adalah pada memori, bahasa, kognisi, hingga kemampuan

visuospasial. Namun pada gangguan demensia juga seringkali ditemukan

gangguan perilaku seperti wandering, restlessness, kekerasan, impulsif, dan

gangguan tidur (https://dosenpsikologi.com/gangguan-jiwa-pada-lansia, 2017).

Menurut Kaplan dan Sadock (2007) kecemasan adalah respon terhadap

situasi tertentu yang mengancam, dan merupakan hal yang normal terjadi

menyertai perkembangan, perubahan, pengalaman baru atau yang belum pernah

dilakukan, serta dalam menemukan identitas diri dan arti hidup. Kecemasan

adalah reaksi yang dapat dialami siapapun. Namun cemas yang berlebihan,

apalagi yang sudah menjadi gangguan akan menghambat fungsi seseorang dalam

kehidupannya.

Yang termasuk gangguan kecemasan dapat berupa gangguan panik,

ketakutan, fobia, gangguan kecemasan menyeluruh, obsesif kompulsif, serta

gangguan stress pasca trauma. Gejala-gejala yang dapat terlihat pada kaum lansia

memang tidak akan separah pada kaum remaja maupun dewasa yang lebih muda

namun memiliki efek yang sama. Gangguan kecemasan memang dapat muncul

ketika masa remaja dan pertengahan namun juga pada beberapa kasus akan

muncul ketika usia 60 tahun. Untuk pengobatan harus disesuaikan dengan kondisi

penderitanya. Biasanya psikoterapi dan farmakoterapi menjadi salah satu cara

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resep 1. Pengertian Reseprepository.setiabudi.ac.id/3952/4/4. BAB II.pdfserta menyerahkan obat kepada pasien (Syamsuni, 2006). ... jumlahnya melebihi dosis

22

yang efektif sebagai cara mengatasi Anxiety Disorder

(https://dosenpsikologi.com/gangguan-jiwa-pada-lansia, 2017).

Gangguan ini dialami 10-20% kaum lanjut usia. Gangguan ini memang

agak sukar untuk dikenali pada kaum lansia karena sering disangka sebagai gejala

faktor usia yang sudah tua. Pada sebagian kasus, gangguan ini memang sudah ada

pada masa mudanya. Namun beberapa kasus lainnya gangguan ini baru dirasakan

saat memasuki masa lanjut usia. Gangguan neourosis yang terjadi pada kaum

lansia memiliki kaitan yang erat dengan masalah psikososial

(https://dosenpsikologi.com/gangguan-jiwa-pada-lansia, 2017).

Angka penderita gangguan mania dan bipolar sering bertambah seiring

dengan pertambahan usia. Kebanyakan kasus bipolar dimulai sebelum menginjak

usia 50 tahun, bahkan sebenarnya kemuculan diatas usia 65 tahun dianggap

sebagai sebuah hal yang tidak wajar. Bila gangguan ini terjadi setelah usia 65

tahun, maka kemungkinan penyebabnya adalah adanya patofisiologik etiologik

yang cukup mencolok. Kemungkinan hal ini diakibatkan adanya efek samping

konsumsi obat-obatan ataupun gangguan demensia konkomitan

(https://dosenpsikologi.com/gangguan-jiwa-pada-lansia, 2017).

Gangguan skizofrenia adalah gangguan jiwa dalam skala yang cukup berat

dan gawat yang dapat dialami semenjak usia masih muda dan kemudian berlanjut

menjadi kronis dan gawat saat menginjak usia lansia. Hal ini dikarenakan adanya

pengaruh dari segi fisik, psikologis, hingga sosial budaya. Skizofrenia pada kaum

lansia dapat terjadi hingga 1% dari kelompok usia lansia. Ciri-ciri

skizofrenia yang terjadi pada kaum lansia dapat ditandai dengan adanya gangguan

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resep 1. Pengertian Reseprepository.setiabudi.ac.id/3952/4/4. BAB II.pdfserta menyerahkan obat kepada pasien (Syamsuni, 2006). ... jumlahnya melebihi dosis

23

pada alam pikiran yang mana membuat pasien terasa terganggu pikirannya

(https://dosenpsikologi.com/gangguan-jiwa-pada-lansia, 2017).

Karena hal inilah yang menyebabkan penderitanya mengalami emosi yang

labil, sehingga merasa cemas, mudah marah, bingung, mudah salah paham, dan

lainnya. Biasanya gangguan ini juga disertai dengan gangguan perilaku, yang

mana ditandai dengan macam-macam halusinasi, gangguan kemampuan ketika

menilai realita, sehingga menyebabkan penderitanya tidak mengetahui tentang

waktu, orang, maupun tempat (https://dosenpsikologi.com/gangguan-jiwa-pada-

lansia, 2017).

3. Tatalaksana Pasien Psikogeriatri

Diagnosis dan terapi gangguan mental pada lanjut usia memerlukan

pengetahuan khusus, karena kemungkinan adanya perbedaan dalam manifestasi

klinis, patogenesis dan patofisiologi gangguan mental antara patogenesis antara

pasien dewasa muda dengan pasien lanjut usia. (Weinberg, 1995; Kolb – Brodie,

1982). Faktor penyakit yang terdapat pada pasien lanjut usia juga perlu

dipertimbangkan, antara lain sering adanya penyakit yang diderita serta kecacatan

medis kronis penyerta, pemakaian obat-obatan (polifarmasi) dan peningkatan

kerentanan terhadap gangguan kognitif. (Weinberg, 1995, Gunadi, 1984).

Penatalaksanaan pada pasien psikogeriatri dilaksanakan secara holistik

meliputi penatalaksanaan fisik, psikologis, serta sosial yang termasuk keluarga

dan lingkungan. Secara fisik, perhatikan asupan nutrisi baik secara kuantitas

maupun kualitas, serta hindari makanan pantangan yang dapat memperparah

penyakit yang diderita. Apabila harus menggunakan obat-obatan harus dimulai

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resep 1. Pengertian Reseprepository.setiabudi.ac.id/3952/4/4. BAB II.pdfserta menyerahkan obat kepada pasien (Syamsuni, 2006). ... jumlahnya melebihi dosis

24

dari dosis rendah dan ditinggalkan secara perlahan (start low go slow) (Yusuf,

2015).

Psikofarmaka untuk pasien psikogeriatri dibagi 3 golongan besar, yaitu

Anti Psikosis/Neuroleptika, Anti Anxietas/Anxiolitika, dan Anti Depresi.

a. Antipsikosis

Penggunaan obat psikotropik pada lansia berbeda dengan dewasa, dimana

pemberian obat dengan dosis yang lebih kecil. Hal ini dikarenakan efek

samping yang ditimbulkan lebih besar pada lanjut usia terutama gangguan

extra piramidal (misalnya disartia, jalan kaku, diskinesia, muka topeng,

tremor kasar, ataxia). Untuk itu dapat diberikan trihexiphenidil 2 mg atau

sulfas atropin 0,5 mg 3x1 hr untuk mengurangi gejala tersebut. Dengan

pertimbangan faktor resiko sehingga diberikan pada lanjut usia dari dosis

kecil dan perlahan.

Obat psikosis dibagi 2 macam yaitu:

1) Tipical (generasi I), untuk gejala positif (halusinasi, waham), diantaranya

Phenotiazin (CPZ, thioridazine, perfenazine, trifluoperatine,

fluphenazine), Butirofenon (haloperidol), Primozide, Sulpiride.

Keuntungan obat ini adalah baik untuk gejala positif, murah, efek

samping sedatif kurang.

2) Atipical (generasi II), untuk gejala positif maupun negatif (afek tumpul,

abulia), diantaranya Clozapine, Risperidon, Olanzapine, Quetiapin.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resep 1. Pengertian Reseprepository.setiabudi.ac.id/3952/4/4. BAB II.pdfserta menyerahkan obat kepada pasien (Syamsuni, 2006). ... jumlahnya melebihi dosis

25

b. Anti Anxietas/ Anxiolitika

Obat Anti Anxietas sering menyebabkan efek ketergantungan sehingga

pemakai harus dikontrol pemberian yang singkat, kalaupun penggunaan lama

harus dijaga dengan dosis kecil. Golongan Benzodiazepin yang sering

digunakan yaitu: Lorazepam & Alprazolam. Selain itu juga ada obat yang

tidak menimbulkan ketergantungan yaitu golongan Buspiron.

c. Anti Depresi

Antidepressant atau anti depresi adalah jenis obat-obatan yang digunakan

untuk membantu orang dengan gangguan depresi. Kebanyakan orang yang

mengalami depresi menjadi lebih baik dengan pengobatan menggunakan

obat-obatan anti depresi.

Rata-rata obat anti depresi dipercaya bekerja dengan menghilangkan atau

memindahkan secara perlahan senyawa atau bahan kimia tertentu dalam otak.

Senyawa-senyawa kimia tersebut biasa disebut dengan neurotrasmitter.

Neurotransmitter diperlukan agar otak dapat berfungsi normal. Obat Anti

depresi membantu orang-orang dengan depresi dengan cara membuat

senyawa-senyawa kimia alami tersebut tersedia dalam jumlah cukup untuk

fungsi otak. Obat anti depresi biasanya di konsumsi 4 sampai 6 bulan. Pada

beberapa kasus, penderita dan dokter mungkin memutuskan pemakaian

antidepressant dalam waktu yang lama tergantung jenis depresi yang diderita.

Prinsip pemberian obat pada pasien depresi adalah:

1) Dosis awal yang rendah kemudian dinaikkan perlahan agar dapat

diabsorpsi baik.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resep 1. Pengertian Reseprepository.setiabudi.ac.id/3952/4/4. BAB II.pdfserta menyerahkan obat kepada pasien (Syamsuni, 2006). ... jumlahnya melebihi dosis

26

2) Penderita dengan kelainan fisik dapat diberikan sampai kelainannya

sembuh dan diturunkan perlahan.

3) Dosis dapat diberi berupa dosis tunggal.

Beberapa golongan obat Antidepresan:

1) Tricylic Tetracyclis (Amitriptiline, Imipramine, Dezepine, Cloflamine,

Manserine)

2) SSRI (Serotonine, Selective Reuptake Inhibitor), diantaranya Fluoxetine,

Sertralin, Paroxetin, Fluoxamine, Cetalopnam.

3) MAOI (Monoamine Oxigenase Inhibitors), untuk penghambatan

serotonin yang terbentuk

4) SNRI (Serotonin Noradrenorgik Reuptake Inhibitors)

5) NaSSA (Noradrenergik Spesifik Serotonin Antidepresan) yang bekerja

pada serotonin I memblok serotonin II dan III.

6) RIMA (Reversible Inhibitor of Monoamine Oxidase Antidepresan)

Psikoterapi pada lanjut usia dilakukan untuk membantu menghadapi

masalah sosialnya sehingga bermanfaat untuk meningkatan hubungan

interpersonal, meningkatan harga diri/ keyakinan diri, meningkatan

kemampuan/menurunkan ketidakberdayaan, dan meningkatan kualitas hidup

Terapi jenis ini dapat dalam beberapa jenis :

a. Transferensi

Sebagian besar sangat tergantung pada dokternya sehingga kita harus

memberikan rasa kenyamanan dan kepercayaan sehingga mereka bisa lebih

tenang.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resep 1. Pengertian Reseprepository.setiabudi.ac.id/3952/4/4. BAB II.pdfserta menyerahkan obat kepada pasien (Syamsuni, 2006). ... jumlahnya melebihi dosis

27

b. Terapi Kelompok

Disini pada lansia diberikan suatu kesempatan bagi dukungan yang saling

mendukung dan menguntungkan dan suatu bantuan dalam menolong pasien

menghadapi stress dalam beradaptasi dengan penurunan kekuatan atau

kehilangan sehingga mereka dapat tetap aktif, terstimulasi.

c. Terapi Keluarga

Melibatkan keluarga dalam terapi sehingga masalah yang ada dapat

didistribusi satu sama lain didalam perawatan lagi pasien dan pasien dapat

merasa keluarga masih ada perhatian untuk dirinya.

d. Terapi Singkat

Pendekatan jangka pendek, seperti terapi kognitif, membantu lansia dengan

distorsi pikiran, sehingga pasien dapat belajar menggunakan mekanisme

perhatian adaptif.

E. Rumah Sakit

1. Pengertian

Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah

Sakit (selanjutnya disebut UU Rumah Sakit), yang dimaksud dengan Rumah Sakit

adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan,

dan gawat darurat.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resep 1. Pengertian Reseprepository.setiabudi.ac.id/3952/4/4. BAB II.pdfserta menyerahkan obat kepada pasien (Syamsuni, 2006). ... jumlahnya melebihi dosis

28

2. Tugas dan Fungsi

Dalam Pasal 4 dan Pasal 5 UU Rumah Sakit disebutkan bahwa Rumah

Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara

paripurna. Dan untuk menjalankan tugas tersebut, Rumah Sakit mempunyai

fungsi:

a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai

dengan standar pelayanan rumah sakit.

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan

kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.

c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam

rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi

bidang kesehatandalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan

memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

3. Jenis Rumah Sakit

Berdasarkan jenis pelayanan, menurut Pasal 19 UU Rumah Sakit, rumah

sakit digolongkan menjadi:

a. Rumah Sakit Umum, yaitumemberikan pelayanan kesehatan pada semua

bidang dan jenis penyakit.

b. Rumah Sakit Khusus, yaitu memberikan pelayanan utama pada satu bidang

atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur,

organ, jenis penyakit atau kekhususan lainnya.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resep 1. Pengertian Reseprepository.setiabudi.ac.id/3952/4/4. BAB II.pdfserta menyerahkan obat kepada pasien (Syamsuni, 2006). ... jumlahnya melebihi dosis

29

4. Klasifikasi Rumah Sakit

Menurut Pasal 24 UU Rumah Sakit, dalam rangka penyelenggaraan

pelayanan kesehatan secara berjenjang dan fungsi rujukan, rumah sakit umum dan

rumah sakit khusus diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan kemampuan

pelayanan Rumah Sakit.

a. Klasifikasi Rumah Sakit Umum (RSU) terdiri atas:

1) Rumah Sakit Umum (RSU) Kelas A,

2) Rumah Sakit Umum (RSU) Kelas B,

3) Rumah Sakit Umum (RSU) Kelas C, dan

4) Rumah Sakit Umum (RSU) Kelas D.

b. Klasifikasi Rumah Sakit Khusus (RSK) terdiri atas :

1) Rumah Sakit Khusus (RSK) Kelas A,

2) Rumah Sakit Khusus (RSK) Kelas B, dan

3) Rumah Sakit Khusus (RSK) Kelas C (KemenKes RI, 2009).

5. Pelayanan Kefarmasian

UU Rumah Sakit menyebutkan bahwa Rumah Sakit harus memenuhi

persyaratan kefarmasian, yang harus menjamin ketersediaan sediaan farmasi dan

alat kesehatan yang bermutu, bermanfaat, aman dan terjangkau, dan mengikuti

standar pelayanan kefarmasian.

Menurut Pasal 1 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 58 Tahun 2014

tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, yang dimaksud dengan

Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai

pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resep 1. Pengertian Reseprepository.setiabudi.ac.id/3952/4/4. BAB II.pdfserta menyerahkan obat kepada pasien (Syamsuni, 2006). ... jumlahnya melebihi dosis

30

kefarmasian. Adapun Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung

dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi

dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan

pasien.

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 58 Tahun 2014 tentang

Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit juga disebutkan bahwa Pelayanan

Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi dua kegiatan, yaitu kegiatan yang bersifat

menejerial berupa pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan

Medis Habis Pakai dan kegiatan pelayanan farmasi klinik.

a. Pengelolaan Sediaan Farmasi Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai,

meliputi:

1) pemilihan;

2) perencanaan kebutuhan;

3) pengadaan;

4) penerimaan;

5) penyimpanan;

6) pendistribusian;

7) pemusnahan dan penarikan;

8) pengendalian; dan

9) administrasi.

b. Farmasi Klinik yang dilakukan meliputi:

1) pengkajian dan pelayanan resep;

2) penelusuran riwayat penggunaan obat;

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resep 1. Pengertian Reseprepository.setiabudi.ac.id/3952/4/4. BAB II.pdfserta menyerahkan obat kepada pasien (Syamsuni, 2006). ... jumlahnya melebihi dosis

31

3) rekonsiliasi obat ;

4) Pelayanan Informasi Obat (PIO);

5) konseling;

6) visite;

7) Pemantauan Terapi Obat (PTO);

8) Monitoring Efek Samping Obat (MESO);

9) Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);

10) dispensing sediaan steril; dan

11) Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD).

6. Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

253/MENKES/PER/III/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Jiwa

Prof. Dr. Soerojo Magelang, Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang

adalah Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Kementerian Kesehatan yang berada

dibawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan

Kementerian Kesehatan. Rumah Sakit ini merupakan pusat rujukan Nasional di

bidang kesehatan jiwa dengan unggulan tumbuh kembang anak.

Berdasarkan Keputusan Direktur Utama Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr.

Soerojo Magelang Nomor: HK.01.07/XXVI.3/2854/2018 tentang Jenis Pelayanan

di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang, jenis pelayanan pada Rumah

Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang meliputi:

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resep 1. Pengertian Reseprepository.setiabudi.ac.id/3952/4/4. BAB II.pdfserta menyerahkan obat kepada pasien (Syamsuni, 2006). ... jumlahnya melebihi dosis

32

a. Pelayanan Spesialis Kesehalan Jiwa, terdiri dari:

1) Pelayanan Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja

2) Pelayanan Kesehatan Jiwa Dewasa

3) Pelayanan Kesehatan Jiwa Lansia

4) Gangguan Metal Organik (GMO)

5) Pelayanan Jiwa Forensik

6) Consultation Liaaison Psychiatry (CLP)

7) Pelayanan Kesehatan Mental Wanita dan Reproduksi

8) Pelayanan Rehabilitasi Psikososial

9) Pelayanan Rehabilitasi Napza

10) Pelayanan Intensive (UPI. ICU. HCU)

b. Pelayanan Medik Dasar/Umum

c. Pelayanan Medik Gigi dan Mulut

d. Pelayanan Gawat Darurat Psikiatri dan Non Psikiatri

e. Pelayanan Spesialis/Sub Spesialis, terdiri dari:

1) Pelayanan Kesehalan Anak

2) Pelayanan Bedah

3) Pelayanan Kesehatan Reproduksi

4) Pelayanan Kesehatan Penyakit Oalam

5) Pelayanan Endokrin Metabolik dan Oiabetus Melilus

6) Pelayanan Orthodontis

7) Pelayanan Saraf

8) Pelayanan Rehabilitasi Medik

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resep 1. Pengertian Reseprepository.setiabudi.ac.id/3952/4/4. BAB II.pdfserta menyerahkan obat kepada pasien (Syamsuni, 2006). ... jumlahnya melebihi dosis

33

9) Pelayanan Kulit dan Kelamin

10) Pelayanan Anestesi

11) Pelayanan Geriatri

f. Pelayanan Penunjang, meliputi:

1) Pelayanan Laboratorium (Patologi Klinlk)

2) Pelayanan Radiologi

3) Pelayanan Farmasi

Pelayanan geriatri di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang

dilaksanakan baik di rawat darurat, rawat jalan, maupun rawat inap, baik untuk

pasien geriatri non psikiatri maupun untuk pasien psikogeriatri. Untuk pelayanan

rawat inap pasien psikogeriatri dilaksanakan di dua bangsal, yaitu Wisma Abiyasa

untuk pasien psikogeriatri laki-laki dan Wisma Dewi Kunti untuk pasien

psikogeriatri perempuan (www.rsjsoerojo.co.id).

F. Kerangka Pikir Penelitian

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian

Pasien BPJS

Rawat Inap

Jenis Obat Psikogeriatri

Fornas

Sesuai Tidak Sesuai

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resep 1. Pengertian Reseprepository.setiabudi.ac.id/3952/4/4. BAB II.pdfserta menyerahkan obat kepada pasien (Syamsuni, 2006). ... jumlahnya melebihi dosis

34

G. Landasan Teori

Psikogeriatri atau psikiatri pada geriatri adalah cabang ilmu kedokteran

yang memperhatikan diagnosis dan terapi gangguan fisik dan psikologik/

psikiatrik pada lanjut usia.

BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program

jaminan sosial, yang bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan

dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya

Obat yang digunakan adalah pengobatan untuk pasien psikogeriatri yaitu

Lodomer, Clozapine, Trifluoprazine, dan Risperidon.

Formularium Nasional (Fornas) adalah sebuah pedoman peresepan obat

untuk pasien BPJS yang berisi nama obat, sediaan, retriksi atau pengecualian,

tingkatan fasilitas kesehatan dan peresepan maksimal yang terdapat di Rumah

Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang diambil dari Fornas tahun 2018.

H. Keterangan Empirik

Berdasarkan landasan teori, dapat diduga:

1. Gambaran obat yang digunakan untuk pasien rawat inap psikogeriatri BPJS di

Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang Tahun 2018 adalah Lodomer,

Clozapine, Trifluoprazine, dan Risperidon.

2. Obat yang paling banyak digunakan untuk pasien rawat inap psikogeriatri

BPJS di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang tahun 2018 adalah

Lodomer.

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resep 1. Pengertian Reseprepository.setiabudi.ac.id/3952/4/4. BAB II.pdfserta menyerahkan obat kepada pasien (Syamsuni, 2006). ... jumlahnya melebihi dosis

35

3. Peresepan obat pasien rawat inap psikogeriatri BPJS di Rumah Sakit Jiwa

Prof. Dr. Soerojo Magelang Tahun 2018 sudah sesuai dengan formularium

nasional.