bab ii teori dan perumusan hipotesis a. penelitian...

29
10 BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Penelitian Terdahulu Dalam hal ini penelitian terdahulu berguna sebagai rujukan atau referensi, bahkan sebagai bahan untuk membantu penulis dalam proses penyusunan penelitian ini. Beberapa penelitian terdahulu yang digunakan untuk membantu proses penyusunan penelitian ini adalah : 1. Binti Ragil Romadhoni (2016) dengan judul penelitian Analisis Pendapatan Pedagang Sektor Informal Di Kawasan Wisata Religi ( Studi Pada Pedagang Kaki Lima di Kawasan Makam Gus Dur Dusun Tebuireng, Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang, Jawa Timur ) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh modal, jam kerja, lokasi usaha, lama usaha, dan usia pedagang terhadap pendapatan pedagang sektor informal dikawasan wisata religi. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang menggunakan model regresi linier berganda. Hasil analisis menyatakan faktor modal (X1), faktor jam kerja (X2), faktor lokasi usaha (X3), faktor lama usaha (X4) , faktor usia pedagang (X5) berpengaruh signifikan terhadap pendapatan pedagang kaki lima dikawasan wisata religi. Sedangkan faktor usia pedagang (X5) tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan pedagang kaki lima di kawasan wisata religi makam Gus Dur.

Upload: truongngoc

Post on 06-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

10

BAB II

TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

A. Penelitian Terdahulu

Dalam hal ini penelitian terdahulu berguna sebagai rujukan atau

referensi, bahkan sebagai bahan untuk membantu penulis dalam proses

penyusunan penelitian ini. Beberapa penelitian terdahulu yang digunakan

untuk membantu proses penyusunan penelitian ini adalah :

1. Binti Ragil Romadhoni (2016) dengan judul penelitian “Analisis

Pendapatan Pedagang Sektor Informal Di Kawasan Wisata Religi (

Studi Pada Pedagang Kaki Lima di Kawasan Makam Gus Dur Dusun

Tebuireng, Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang, Jawa Timur )

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh modal,

jam kerja, lokasi usaha, lama usaha, dan usia pedagang terhadap

pendapatan pedagang sektor informal dikawasan wisata religi.

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang menggunakan

model regresi linier berganda. Hasil analisis menyatakan faktor modal

(X1), faktor jam kerja (X2), faktor lokasi usaha (X3), faktor lama

usaha (X4) , faktor usia pedagang (X5) berpengaruh signifikan

terhadap pendapatan pedagang kaki lima dikawasan wisata religi.

Sedangkan faktor usia pedagang (X5) tidak berpengaruh signifikan

terhadap pendapatan pedagang kaki lima di kawasan wisata religi

makam Gus Dur.

11

2. Antonius Y. Luntungan (2012) dengan judul penelitian “ Analisis

Tingkat Pendapatan Usaha Tani Tomat Apel di Kec. Tompoaso

Kabupaten Minahasa”; tujuan penelitian ini untuk mengetahui tingkat

pendapatan yang diterima oleh petani tomat apel dalam setiap kali

masa tanam menggunakan regresi linier berganda untuk mengetahui

pengaruh jumlah produksi dan biaya produksi terhadap tingkat

pendapatan. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa jumlah

produksi mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap

pendapatan dan biaya produksi tomat menunjukan tanda negatif dan

mempunyai pengaruh signifikan.

3. Forlin Natalia Patty (2015) “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Pendapatan Pedagang Kaki Lima” (studi empiris PKL di Sepanjang

Jln. Jendral Sudirman Salatiga). Untuk mengetahui adanya pengaruh

modal, jam usaha, lama usaha, terhadap pendapatan pedagang kaki

lima di jl. Jenderal sudirman salatiga. Metode analisis data

menggunakan metode regresi linier berganda. Kesimpulan yang bisa

ditarik dari studi ini bahwa faktor yang berpengaruh positif signifikan

terhadap pendapatan pedagang kaki lima di jl. jenderal sudirman

salatiga adalah modal, sedangkan jam kerja dan lama usaha terbukti

tidak berpengaruh terhadap pendapatan pedagang kaki lima di jl.

Jenderal sudirman salatiga.

4. Dina Aryani (2014) dengan judul penelitian “ Determinan

Pendapatan Pedagang Kaki Lima di Kabupaten Jember Jawa Timur”

12

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah variabel modal, jam

kerja, masa kerja, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga

mempunyai pengaruh terhadap pendapatan pedagang kaki lima baik

secara sendiri-sendiri (parsial) maupun secara bersama-sama

(serentak) dengan menggunakan alat analisis regresi linier berganda.

Hasil analisis uji F menunjukkan bahwa secara bersama-sama terdapat

pengaruh yang signifikan antara faktor modal (X1), jumlah jam kerja

(X2), masa kerja (X3), tingkat pendidikan (X4) dan jumlah

tanggungan keluarga (X5) terhadap pendapatan pedagang kaki lima.

Hasil analisis uji t dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara

parsial terhadap pengaruh yang signifikan dari variabel modal dan

jumlah jam kerja, masa kerja, tingkat pendidikan dan jumlah

tanggungan keluarga tidak berpengaruh signifikan terhadap

pendapatan pedagang kaki lima. Koefisien determinasi (R2) yang

menunjukkan besarnya pengaruh variabel bebas terhadap variable

terikat mempunyai nilai sebesar 0,515. Berarti variabel modal, jumlah

jam kerja, masa kerja, tingkat pendidikan dan jumlah tanggungan

keluarga dalam penelitian ini berpengaruh terhadap pendapatan

pedagang kaki lima sebesar 51,5% sedangkan sisanya 48,5%

dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak tercakup dalam model

penelitian ini.

13

B. Teori Dan Kajian Pustaka

1. Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang

Usaha Mikro, Kecil, dan menengah (UU UMKM) Pasal 1 angka (1),

(2), dan (3) :

1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang peroranga

dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha

Mikro sebagaimana diatur dalam UU UMKM.

2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,

yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang

bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan

yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun

tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang

memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam UU

UMKM.

3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri

sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha

yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan

yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun

tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah

kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur

dalam Undang-Undang UMKM.

Dalam perspektif perkembangannya, sektor UMKM dewasa ini dapat

14

diklasifikasikan menjadi empat kelompok yaitu : (Sofia Hanni, 2009)

dalam Artaman (2015):

1. Livelihood Activities, merupakan UMKM yang digunakan sebagai

kesempatan kerja untuk mencari nafkah, yang lebih umum dikenal

sebagai sektor informal. Contoh adalah pedagang kaki lima,

pedagang di pasar dll.

2. Micro Enterprise, merupakan UMKM yang memiliki sifat pengrajin

tetapi belum memiliki sifat kewirausahaan.

3. Small Dinamic Enterprise, merupakan UMKM yang telah memiliki

jiwa kewirausahaan dan mampu menerima pekerjaan subkontrak dan

ekspor.

4. Fast Moving Enterprise, merupkan UMKM yang telah memiliki jiwa

kewirausahaan dan akan melakukan transformasi menjadi usaha

besar.

2. Usaha Informal

Sektor informal terdiri dari unit usaha berskala kecil yang

menghasilkan dan mendestribusikan barang dan jasa dengan tujuan

pokok menciptakan kesempatan kerja dan pendapatan bagi diri sendiri

dan bahwa usahanya itu sangat dihadapkan berbagai kendala seperti

faktor modal, maupun manusia (pengetahuan) dan faktor-faktor

keterampilan.

Konsep sektor informal pada awalnya dikemukakan oleh Keith

Hart pada tahun 1971, dimana sektor informal sebagai bagian angkatan

15

kerja dikota yang berada di luar pasar tenaga kerja yang terorganisir.

Keith Hart menyatakan dua tipologi kesempatan memperoleh

penghasilan di kota, yaitu :

1. Formal, berupa ; gaji dari negara, gaji dari sektor swasta, dan

tunjangan-tunjangan pensiun.

2. Informal, meliputi ;

a. Sah, berupa ; kegiatan primer dan sekunder (pertanian,

perkebunan, penjahit, dsb.), distribusi skala kecil (pedagang

klontong, pedagang pasar, pedagang kaki lima, dsb.)

b. Tidak sah, berupa ; penadah barang curian, perjudian, pengedar

narkoba, pencurian, dsb.

Sektor informal tidak sebatas pada pekerjaan dikawasan pinggiran

kota besar, namun juga meliputi berbagai aktivitas ekonomi yang

bersifat mudah untuk dimasuki. Sektor informal mudah di masuki

karena tidak membutuhkan syarat yang rumit, karena sektor informal

menggunakan sumber daya lokal sebagai faktor produksi utama usaha

milik sendiri, skala operasi kecil, berorientasi pada penggunaan tenaga

kerja dengan penggunaan teknologi yang ada, dan keterampilan dapat

diperoleh diluar instansi pendidikan formal. Dengan demikian sektor

informal dapat dimasuki semua orang.

Sektor informal yang terdiri dari unit usaha berskala kecil yang

menghasilkan dan mendistribusikan barang dan jasa dengan tujuan

menciptakan kesempatan kerja dan pendapatan bagi diri sendiri dan

16

dalam usahanya itu sangat dihadapkan berbagai kendala seperti faktor

modal baik fisik, maupun manusia (pengetahuan) dan faktor

keterampilan. Sektor informal biasa digunakan untuk menunjukkan

sejumlah kegiatan ekonomi yang berskala kecil, tetapi bukan

perusahaan kecil. Sektor informal merupakan manifestasi dari situasi

pertumbuhan ekonomi Negara sedang berkembang. Karena mereka

yang masuk sektor ini bertujuan untuk mencari kesempatan kerja dan

pendapatan daripada memperoleh keuntungan.

3. Pedagang Kaki Lima

Menurut Alma (2007:156) istilah Pedagang Kaki Lima berasal dari

orang yang berdagang yang menggelarkan barang daganganya, mereka

cukup menyediakan menyediakan tempat darurat, seperti bangku-

bangku yang biasanya yang berkaki empat, ditambah dengan sepasang

kaki pedagangnya sehingga berjumlah lima, maka timbulah julukan

Pedagang Kaki Lima.

Pedagang Kaki Lima sangat populer di negara sedang berkembang

seperti Indonesia. Menurut Alma (2007:155) Kepopuleran PKL ini

mungkin dalam arti positif dan mungkin juga dalam arti negatif.

Positifnya, perdagangan kaki lima secara pasti dapat menyerap

lapangan pekerjaan, dari sekian banyak penganggur. Penganggur ini

mencoba berkereasi, berwirausaha dengan modal sendiri ataupun tanpa

modal. Menurutnya pedagang kaki lima ialah setiap orang yang

melakukan kegiatan usaha dengan maksud memperoleh penghasilan

17

yang sah, dilakukan secara tidak tetap , dengan kemampuan terbatas,

berlokasi di tempat atau pusat-pusat konsumen, tidak memiliki ijin

usaha. Dengan ciri-ciri sebagai berikut :

a. Kegiatan usaha tidak teorganisir secara baik

b. Tidak memiliki izin usaha

c. Tidak teratur dalam kegiatan usaha, baik ditinjau dari tempat usaha

maupun jam kerja

d. Bergerombol di trotoar, atau ditepi-tepi jalan protokol, dipusat-

pusat dimana banyak orang ramai.

e. Menjajakan barang dagangannya sambil berteriak, kadang-kadang

berlari mendekati konsumen

Menurut Mc. Gee dalam Ishrohah (2015) Aktivitas Pedagang

Kaki Lima dapat dikategorikan berdasarkan sarana fisik yang di

peruntukan dalam usanya. Sarana fisik tersebut dikelompokan

berdasarkan:

A. Jenis barang dan jasa

Jenis dagangan pedagang kaki lima dikelompokkan menjadi

4 (empat), yaitu :

1. Makanan yang tidak diproses atau semi olahan (unprocessed and

semi processed food). Makanan tidak diproses seperti ; buah-

buahan, sayur-sayuran. Sedangkan makanan semi proses seperti

; beras, dsb.

18

2. Makanan siap saji (prepared food), seperti ; pedagang nasi pecel,

es buah, roti bakar, dsb.

3. Barang bukan makanan (non food items), seperti ; penjual kaset

DVD, penjual celana, dsb.

4. Jasa (Service), seperti ; penjahit, sol sepatu, potong rambut, dsb.

Pedagang kaki lima mampu menyediakan barang-barang yang

dibutuhkan masyarakat sehari-hari, baik kebutuhan primer maupun

sekunder. Setiap jenis barang dan jasa tersebut dapat diperinci lebih

jauh, misalnya saja kelontong terdiri dari alat-alat rumah tangga,

mainan anak, barang elektronik,aksesoris dan sebagainya. Demikian

pula jasa perorangan dapat berupa tukang stempel tukang kunci,

reparasi jam, tambal ban dan sebagainya.

B. Jenis Sarana Usaha dan Ukuran Ruangnya

Aktivitas Pedagang Kaki Lima dapat dikelompokan berdasarkan

jenis usahanya, yaitu:

1. Gerobak/kereta dorong

Bentuk aktivitas Pedagang Kaki Lima yang menggunakan

gerobak/kereta dorong dibagi atas dua macam yaitu

gerobak/kereta dorong yang tampa atap dan gerobak/kereta

dorong yang menggunakan atap untuk melindungi barang

dagangan dari pengaruh panas, debu, hujan dan sebagainya.

2. Pikulan

19

Bentuk aktivitas Pedagang Kaki Lima yang menggunakan

sebuah atau dua buah keranjang dengan cara dipikul. Bentuk

pikulan ini dapat dikategorikan dalam bentuk aktivitas jasa

informal keliling atau semi menetap, biasanya dijumpai pada

jenis makanan dan minuman.

3. Warung Semi Permanen

Bentuk aktivitas Pedagang Kaki Lima yang terdiri atas

beberapa gerobak/kereta dorong yang telah diatur sedemikian

rupa secara berderet dan dilengkapi dengan bangku-bangku

panjang dan meja. Bagian atap dan sekelilingnya biasanya

ditutup dengan pelindung yang terbuat dari kain terpal, plastik

atau bahan kain lainnya yang tidak tembus air.

4. Jongko atau Meja

Bentuk aktivitas Pedagang Kaki Lima yang menggunakan

jongko/meja sebagai sarana usahanya. Bentuknya ada yang

tampa atap dan ada pula yang beratap untuk melindungi

pengaruh dari luar. Berdasarkan sarana usaha tersebut maka jasa

sektor informal ini tergolong memiliki aktivitas jasa menetap.

5. Kios

Pedagang Kaki Lima yang menggunakan papanpapan yang

diatur sedemikian rupa sehingga menyerupai sebuah bilik semi

permanen. Para penjajanya juga biasanya bertempat tinggal di

dalamnya. Berdasarkan sarana usaha tersebut maka aktivitas

20

jasa sektor informal ini digolongkan sebagai aktivitas jasa

menetap.

6. Gelaran/ alas

Pedagang menggunakan alas untuk menggelar dagangannya.

Alas berupa ; kain, tikar, terpal dan sebagainya.

4. Teori Produksi

Kegiatan produksi ditinjau dari jangka waktunya di bedakan

menjadi tiga, pertama, jangka waktu yang sangat pendek (very short

run), yaitu yang berhubungan dengan situasi produksi dimana

perusahaan tidak dapat mengubah outputnya. Kedua, jangka pendek

(short run), yaitu situasi produksi dimana output dapat dirubah, namun

demikian ada sebagian faktor produksi yang bersifat tetap dan

sebagian lagi faktor produksinya dapat diubah. Ketiga adalah produksi

jangka panjang (long run), yaitu suatu produksi tidak hanya saja

output dapat berubah, tetapi mungkin semua input dapat diubah dan

hanya tekhnologi dasar produksi yang tidak mengalami perubahan.

Nuraini, Ida (2013:68).

a. Fungsi produksi

Setiap proses produksi mempunyai landasan teknis, yang

dalam teori ekonomi mempunyai landasan tekhnis, yang dalam

teori ekonomi disebut fungsi produksi.

Menurut Boediono (1989:64) fungsi produksi adalah suatu

fungsi atau persamaan yang menunjukan hubungan antara tingkat

21

output dan tingkat (dan kombinasi) penggunaan input-input.

Fungsi produksi dapat ditulis sebagai berilkut:

Q = f ( + + .............., )

Dimana:

Q = Tingkat Produksi

X1,X2..............Xn = berbagai input yang digunakan

Dalam teori ekonomi diambil pula asumsi dasar mengenai sifat

dari fungsi produksi yaitu fungsi produksi dari semua produksi

dimana semua produsen dianggap tunduk pada suatu hukum yang

disebut The Law of Diminishing Returns. Hukum ini mengatakan

bahwa bila suatu macam input ditambah penggunaanya sedang

input-input lain tetap maka tambahan output yang dihasilkan dari

setiap tambahan satu unit input yang ditambahkan tadi mula-mula

menaik, tetapi kemudian seterusnya menurun bila input tersebut

terus ditambah.

Tambahan output yang dihasilkan dari penambahan satu unit

input variabel tersebut disebut Marginal Phsyical Product (MPP)

dari input tersebut.

MPP =

Kurva Total Phsycal Product adalah kurva yang menunjukan

tingkat produksi total (= Q) pada berbagai tingkat penggunaan

input variabel (input-input lain dianggap tetap). TPP = f (X) atau Q

= f (X). Kurva Marginal Phsyical Product (MPP) adalah kurva

22

yang menunjukan tambahan atau kenaikan dari TPP, yaitu ΔTPP

atau ΔQ, yang disebabkan oleh penggunaan tambahan 1 unit input

variabel.

Kurva Average Physical Product (APP) adalah kurva yang

menunjukan hail rata-rata per unit input variabel pada berbagai

tingkat penggunaan input tersebut.

APP =

=

=

TPP, MPP dan APP memiliki Hubungan antara ketiganya ditandai

oleh:

a. Penggunaan input X sampai pada tingkat dimana TPP cekung ke

atas (0 sampai A), maka MPP menaik demikian pula APP.

b. Pada tingkat penggunaan X yang menghasilkan TPP yang

menaik dan cembung keatas (yaitu antara A dan C) MPP

menurun.

c. Pada tingkat penggunaan X yang menghasilkan TPP yang

menurun, maka MPP negatif

d. Pada tingkat penggunaan X dimana garis singgung pada TPP

persis melalui titk origin B, maka MPP = APP maksimum.

Untuk lebih jelasnya berikut grafik hubungan TPP, MPP dan APP:

23

Gambar 2.1

Hubungan TPP, MPP dan APP

(Boediono, 1989:66)

APP

Q

X 0

MPP

Q

A

B

C

0 0

TPP

24

5. Teori Biaya Produksi

Biaya produksi tidak dapat dipisahkan dari proses produksi sebab

biaya produksi merupakan masukan atau input dikalikan dengan

harganya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ongkos produksi

adalah semua pengeluaran atau semua beban yang harus ditanggung

oleh perusahaan untuk menghasilkan suatu jenis barang dan jasa yang

siap untuk dipakai konsumen. Nuraini, Ida (2013:79).

Biaya produksi dari segi jangka waktu di bagi menjadi biaya

jangka pendek dan biaya jangka panjang. Dalam penelitian ini peneliti

hanya menggunakan biaya jangka pendek yang terbagi menjadi :

a. Biaya tetap

Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnyatidak tergantung dari

banyak sedikitnya jumlah output. Bahkan bila untuk sementara

produksi dihentikan, biaya tetap ini harus tetap dikeluarkan dengan

jumlah yang sama.

Gambar 2.2

Biaya Tetap Total

Nuraini, Ida (2013:80)

25

Biaya tetap total (TFC) dilukiskan sebagai garis lurus

(horisontal) sejajar dengan sumbu kuantiitas. Hal ini menunjukan

bahwa berapapun jumlah output yang dihasilkan, besarnya biaya

tetap total (TFC) tidak berubah yaitu sebesar n.

b. Biaya variabel

Biaya variabel merupakan biaya yang besarnya beruah-ubah

tergantung dari banyak sedikitnya output yang dihasilkan. Semakin

besar biaya jumlah output semakin besar pula biaya variabel yang

harus dikeluarkan. Biaya variabel Total (TVC) adalah biaya yang

besar kecilnya mengikuti banyak sedikitnya output yang

dihasilkan.

Gambar 2.3

Biaya Variabel Total

.

Nuraini,ida (2013:81)

Jika antara biaya tetap dan biaya variabel dijumlahkan, maka

hasilnya disebut biaya Total (TC).

26

Gambar 2.4

Biaya Total

Rp TC

TVC

TFC

Q

Nuraini, Ida (2016:82)

Jadi TC= TFC+TVC. Dalam Gambar , Total Cost (TC)

berada pada jarak vertikal di semua titik antara biaya tetap total

(TFC) dan biaya berubah total (TVC), yaitu sebesar n.

c. Biaya rata-rata

Dalam kebiasaan sehari-hari, orang beranggapan bahwa

jika biaya total tinggi identik dengan mahal dan jika biaya total

rendah identik dengan murah. Biaya tetap rata—rata dapat dihitung

dengan membagi biaya tetap total (TFC) dengan jumlah output .

AFC =

AFC = Biaya tetap Rata-rata

TFC = Biaya tetap Total

Q = Jumlah output

27

6. Teori Keuntungan Maksimum

Setiap produsen bertujuan untuk mencapai keuntungan yang

maksimum dengan biaya yang sudah ditentukan. Untuk mencapai

keuntungan maksimum ada berbagai cara diantaranya:

a. Dengan memproduksi otput pada tingkat dimana perbedaan antara

penerimaan total dengan biaya total mencapai jumlah yang

maksimum. Jika keuntungan bersih sama dengan pendapatan kotor

dikurangi dengan total biaya, maka:

Dimana:

Profit

TR = Total Revenue (pendapatan Kotor)= P X Q

TC = Biaya Total (TFC + TVC)

b. Dengan memproduksi barang sampai pada tingkat dimana

penerimaan marginal (MR) sama dengan ongkos marginal (MC)

Jika MR=

=

= TR

MC =

=

= TC

Sehingga profit maksimum dicapai pada saat MR = MC.

Nuraini, Ida (2013:86-87)

28

7. Pendapatan

Menurut Boediono (1999: 170) pendapatan atau income dari

seseorang masyarakat adalah hasil penjualannya dari faktor produksi

yang memiliki sektor produksi.

Sukirno (2004: 350) mengemukakan bahwa pendapatan dibagi

menjadi dua yaitu gaji dan upah. Upah diartikan sebagai pembayaran

atas jasa-jasa fisik maupun mental yang disediakan oleh tenaga kerja

kepada para pengusaha sedangkan gaji adalah pembayaran kepada

pekerja-pekerja tetap dan tenaga kerja profesional seperti pengawas

pemerintah, dosen, guru, manajer, akuntan dan lain-lain.

Maksud dari definisi diatas adalah pendapatan dapat dihasilkan

melalui berbagai kegiatan usaha, baik yang berasal dari usaha

perdagangan, jasa maupun profesi yang akan berpengaruh terhadap

peningkatan kotor(laba bruto).

Sedangkan definisi pendapatan revenue adalah kenaikan inflows

dari aktiva yang berasal dari operasi kegiatan normal perusahaan.

Dalam definisi ini terdapat pebatasan yang jelas mengenai sumber

dana yang dapat digilongkan sebagai revenue dan sumber dana yang

tidak dapat digilongkan sebagai revenue.

Secara garis besar pendapatan digolongkan menjadi tiga

(Boediono, 2002), yaitu :

29

a. Gaji dan Upah

Yaitu imbalan yang diperoleh setelah orang tersebut melakukan

pekerjaan untuk orang lain yang diberikan dalam waktu satu hari, satu

minggu ataupun satu bulan.

b. Pendapatan dari usaha sendiri

Merupakan nilai total dari hasil produksi yang dikurangi dengan

biaya-biaya yang dibayar. Usaha disini merupakan usaha milik sendiri

atau kelurga. Tenaga kerja berasal dari anggota keluarga sendiri serta

nilai sewa capital milik sendiri dan semua biaya ini biasanya tidak

diperhitungkan.

c. Pendapatan dari usaha lain

Pendapatan yang diperoleh tanpa mencurahkan tenaga dan

biasanya merupakan pendapatan sampingan, antara lain :

1. Pendapatan dari hasil menyewa asset yang dimiliki seperti rumah,

tanah, mobil, dan sebagainya.

2. Bunga dari uang.

3. Sumbangan dari pihak lain.

4. Pendapatan dari pensiun.

8. Modal

Modal merupakan salah satu elemen yang penting yang harus

mendapat perhatian oleh pihak manajemen perusahaan dalam

menjalankan kegiatan usaha. menurut Kasmir (2010:83) untuk

30

mendirikan atau menjalankan suatu usaha diperlukan sejumlah modal

(uang) dan tenaga (keahlian). Modal dalam bentuk uang diperlukan

untuk membiayai segala keperluan usaha, sedangkan modal keahlian

adalah keahlian dan kemampuan seseorang untuk mengelola atau

menjalankan suatu usaha. Besarnya modal yang diperlukan tergantung

dari jenis usaha yang akan digarap, jenis usaha menentukan besarnya

jumlah modal yang diperlukan. Menurut Zimmerer, Dkk (2009:217)

modal (capital) adalah segala sesuatu bentuk kekayaan yang

digunakan untuk memproduksi kekayaan yang lebih banyak lagi untuk

usahanya. Zimmerer, Dkk mengklasifikasikan 3 jenis modal yaitu :

a. Modal Tetap adalah modal yang diperlukan untuk membeli aset

tetap atau permanen seperti bangunan, tanah, komputer dan

perlengkapan

b. Modal kerja adalah modal kerja adalah modal yang dibutuhkan

untuk mendukung operasi perusahaan dalam jangka pendek.

Sutrisno (2007:39) juga menyatakan bahwa Modal kerja adalah

dana yang diperlukan oleh perusahaan untuk memenuhi kebutuhan

operasional perusahaan sehari-hari, seperti pembelian bahan baku,

pembayaran upah buruh, membayar hutang dan pembayaran

lainnya.

c. Modal Pertumbuhan adalah modal yang dibutuhkan untuk

membiayai pertumbuhan atau perkembangan perusahaan ke arah

yang baru.

31

Menurutnya ketiga jenis modal ini saling berkaitan, masing-

masing memiliki sumber, ciri, dan pengaruh tertentu pada perusahaan

dan pertumbuhan jangka panjangnya yang berbeda-beda dan harus

disadari oleh wirausahaan.

9. Pariwisata

Undang-undang Nomor 10 tahun 2009 menyebutkan pariwisata

adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk

pengusahaan obyek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang

berhubungan dengan penyelenggara pariwisata. Dengan tujuan

kepariwisataan yaitu:

a. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

b. Meningkatkan kesejahteraan rakyat.

c. Menghapus kemiskinan

d. Mengatasi pengangguran

e. Melestarikan alam, lingkungan dan sumber daya.

f. Memajukan kebudayaan.

g. Mengangkat citra bangsa.

h. Memupuk rasa cita tanah air

i. Memperkukuh jatidiri dan kesatuan bangsa.

j. Mempererat persahabatan antar bangsa.

Untuk mengembangkan kegiatan wisata daerah, tujuan wisata

harus memiliki:

32

a. Objek dan daya tarik wisata

b. Transportasi dan infrastruktur

c. Akomodasi (Tempat Menginap)

d. Jasa pendukunglainnya dalam hal yang mendukung kelancaran

berwisata, misal: biro perjalanan, cinderamata, informasi,

pemandu, kantor pos, bank. Penukaran uang, internet, wartel,

pulsa, salon dan lain-lain.

Menurut karyono (1997:95-99 adopsi Prasiasa Dewa, (2013:90)

ada sejumlah keuntungan yang di peroleh dalam pengembangan

pariwisata dengan melibatkan masyarakat yakni:

a. Semakin luasnya kesempatan usaha.

b. Semakin luasnya lapangan kerja.

c. Meningkatnya pendapatan masyrakat dan pemerintah.

d. Mendorong pelestarian budaya dan peninggalan sejarah.

e. Terpeliharanya keamanan dan ketertiban.

f. Mendorong peningkatan dan pertumbuhan dalam bidang

pengembangan sektor lainnya, dan

g. Memperluas wawasan nusantara serta memperkokoh persatuan

dan kesatuan bangsa, serta menumbuhkan asa cinta tanah air.

Pendapat lain juga dikemukakan oleh (Spillane, 1987:21)

pariwisata adalah perjalanan dari satu tempat ke tempat lain, bersifat

sementara, dilakukan, dilakukan perorangan maupunkelompok,

33

sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagiaan

dengan lingkungan hidup dalam dimensi sosial, budaya, alam, dan

ilmu.

10. Pelaku Pariwisata

Dalam Undang-undang No. 10 tahun 2009, Usaha Pariwisata

adalah usaha yang menyediakan barang dan / jasa bagi pemenuhan

kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata. Sedangkan,

yang dimaksud dengn pengusaha pariwisata adalah orang atau

sekelompok orang yang melakukan kegiatan usaha pariwisata.

Pelaku pariwisata adalah setiap pihak yang berperan dan terlibat

dalam kegiatan pariwisata. Adapun yang menjadi pelaku pariwisata

menurut Damanik (2006:19-24) adalah :

a. Wiatawan; adalah konsumen atau pengguna produk dan layanan,

wisatawan memiliki beragam dan latar belakang (minat, ekspektasi,

karateristik, sosial, ekonomi budaya dan sebagainya) yang berbeda-

beda dalam melakukan kegiatan wisata. Dengan perbedaan

tersebut, wisatawan menjadi pihak yang menciptakan permintaan

produk dan jasa wisata

b. Industri pariwisata/ penyedia jasa; yaitu semua usaha yang

menghasilkan barang dan jasa bagi pariwisata. Mereka dapat

digolongkan ke dalam dua golongan utama, yaitu:

1. Pelaku langsung yaitu usaha-usaha wisata yang menawarkan

jasa secara langsung kepada wisatawan atau jasanya langsung

34

dibutuhkan oleh wisatawan. Termasuk dalam kategori ini adalah

Hotel, restoran, biro perjalanan, pusat informai wisata, atraksi

hiburan, dan lain-lain.

2. Pelaku tidak Langsung, yaitu usaha yang mengkhususkan

diripada produk-produk yang secara tidak langsung mendukung

pariwisata, misalnya usaha kerajinan tangan, penerbit buku, ,

lembaran panduan wisata dan lain-lain.

c. Pendukung Jasa wisata, adalah usaha yang tidak secara khusus

menawarekan produk dan jasawisata tetapi serig kali bergantung

pada wisatawan sebagai pengguna jasa dan produk itu. Termasuk

didalamnya adalah penyedia jasa fotoghrafi, jasa kecantikan,

olahraga, penjualan BBM dan lain-lain.

d. Pemerintah; sebagai pihak yang mempunyai otoritas dalam

pengaturan, penyediaan, dan peruntukan berbagai infrastruktur

yang terkait dengan kebutuhan pariwisata. Tidak hanya itu,

pemerintah juga bertanggung jawab dalam menentukan arah yang

dituju perjalanan pariwisata.

e. Masyarakat Lokal; adalah masyarakat yang bermukim dikawasan

wisata. Mereka merupakan salah satu aktor penting daam

pariwisata karena sesungguhnya merekalah yang akan

menyediakan sebagaian besar atraksi sekaligus menentukan

kualitas produk wisata. Selain itu, masyarakat lokal merupakan

pemilik langsung atraksi wisata yang dikunjungi sekaligus

35

dikonsumsi oleh wisatawan, air tanah, hutan dan lanskap yang

merupakan sumber daya pariwisata yang dikonsumsi oleh

wisatawan dan pelaku wisata lainnya berada ditangan mereka.

f. Lembaga Swadaya Masyarakat; merupakan organisasi non-

pemerintah yang sering melakukan aktifitas kemasyarakatan di

berbagai bidang, termasuk di bidang pariwisata, seperti WWF

untuk perlindungan orang utan di Kawasan Bahorok Sumatera

Utara atau di Tanjung Puting kalSel, kelompok pecinta alam dan

lai-lain

C. Hubungan Antara Variabel Independen dengan Variabel Dependen

1. Modal (X1) dengan Pendapatan (Y)

Menurut swata (200:201) dalam samsul ma’rif (2013) Setiap usaha

membutuhkan untuk operasional usaha yang bertujuan untuk

mendapatkan keuntungan maksimal. Dalam kegiatan penjualan

semakin banyak produk yang dijual berakibat pada kenaikan

keuntungan. Untuk meningkatkan produk yang dijual suatu usaha

harus membeli jumah barang dagangan dalam jumlah besar. Untuk itu

dibutuhkan tambahan modal untuk membeli barang dagangan atau

membayar biaya operasional agar tujuan pewirausaha meningkatkan

keuntungan dapat tercapai sehingga pendapatan dapat meningkat.

Sedangkan Nazir (2010) dalam forlin (2015) mengatakan bahwa

modal merupakan variabel paling berpengaruh terhadap pendapatan

pedagang kaki lima, hal ini karena ketika modal usaha ditambahkan,

36

maka pedagang bisa membeli barang dalam jumlah yang besar dan

lebih bervariatif sesuai dengan kebutuhan pembeli sehingga penjualan

meningkat yang juga berdampak pada meningkatnya pendapatan.

2. Jam Kerja (X2) dengan Pendapatan (Y)

Menurut Priyandika (2015) dalam Forlin (2015) jam kerja adalah

jumlah atau lamanya waktu yang dipergunakan oleh pedagang kaki

lima untuk berdagang atau membuka usaha mereka untuk melayani

konsumen setiap harinya.. jumlah jam kerja dari pedagang kaki lima

juga mempengaruhi pendapatannya. Seseorang dianggap bekerja

penuh (ful employment) apabila ia bekerja 39-40 jam/minggu. Ini

adalah ukuran pegawai negeri, sedangkan pedagang kaki lima sering

bekerja dari 40 jam/minggu, dan sering tidak mengenal hari libur

lainnya. Jadi mereka lebih dari penuh tetapi pendapatannya tetap kecil

(Partadiredja, 1994:230) dalam Dina (2014). Dengan demikian, yang

dimaksud dengan jam kerja dalam penelitian ini adalah waktu yang

digunakan oleh pedagang kaki lima untuk melakukan aktivitas

operasional usahanya dalam satu hari kerja

3. Lama Usaha (X3) dengan Pendapatan (Y)

Damayanti (2011) dalam Forlin (2015) mengatakan bahwa lama

usaha adalah jangka waktu pengusaha dalam menjalankan usahanya

atau masa kerja seseorang dalam menekuni suatu bidang

pekerjaan.Menurut Priyandika (2015) dalam Forlin (2015), lama usaha

adalah lamanya seorang pelaku usaha atau bisnis menekuni bidang

37

usahanya. Sehingga definisi lama usaha dalam penelitian ini adalah

jangka waktu atau lamanya waktu seorang pedagang kaki lima dalam

menjalankan usahanya sejak mulai dijalankan usahanya. Lama seorang

pedagang atau pelaku usaha lain dalam menekuni bidang usahanya

akan mempengaruhi produktivitasnya sehingga dapat menambah

efisiensi dan menekan biaya produksi lebih kecil dari pada penjualan

(Firdausa, 2012).

4. Pendidikan (X4) dengan Pendapatan (Y)

Pendidikan merupakan salah satu unsur penentu, tingkat

pendidikan dapat merubah sikap dan prilaku, dapat pula meningkatkan

pola pikir, menyerap serta mengembangkan informasi yang

didapat.Sehingga dapat membawa perubahan dalam usaha yang

dibangun atau sedang dijalani oleh pelaku usaha. (Tambunan,

2002:53). Sedangkan Basrowi (2011:21) menyimpulkan bahwa

pendidikan merupakan salah satu faktor yang menunjang keberhasilan

usaha skala kecil, dengan asumsi bahwa pendidikan yang lebih baik

akan memberikan pengetahuan yang lebih baik dalam mengelola

usaha, dengan ini akan berdampak pada peningkatan pendapatan

pelaku usaha Pedagang Kaki Lima.

38

D. Kerangka pemikiran :

Gambar 2.5

Kerangka Pemikiran

E. Hipotesis

H0 = Diduga variabel Modal, Jam Kerja, Lama Usaha dan Pendidikan

tidak berpengaruh terhadap Pendapatan

Ha = Diduga variabel Modal, Jam Kerja, Lama Usaha dan Pendidikan

berpengaruh positif terhadap Pendapatan

Modal (X1)

Jam Kerja (X2)

Lama Usaha (X3)

Pendidikan (X4)

Pendapatan (Y)