bab ii telaah pustaka -...

20
9 BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) 2.1.1. Konsep MBS MBS merupakan program kebijakan nasional yang menjadi prioritas pemerintah dalam upaya me- ningkatkan mutu pendidikan di tingkat Sekolah Da- sar/Madrasah Ibtidaiyah. Merupakan model manaje- men yang memberikan otonomi yang lebih luas kepada sekolah untuk mengelola sumberdaya dan sumber- dana yang ada. Pengalokasiannya sesuai dengan prio- ritas kebutuhan setempat serta mendorong sekolah untuk dapat mengambil keputusan yang berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan secara bersama dari semua warga sekolah dan masyarakat. Keterlibatan masyarakat dalam MBS dimaksud- kan agar partisipasi dan dukungan masyarakat dapat membantu serta mengontrol pengelolaan pendidikan. Rohiat (2012:47), menjelaskan bahwa: Manajemen Berbasis Sekolah adalah model pengelolaan yang mem- berikan otonomi (kewenangan dan tanggung jawab yang lebih besar kepada sekolah), memberikan fleksibili- tas/keluwesan kepada sekolah, mendorong partisipasi secara langsung dari warga sekolah (guru,siswa, kepala sekolah, karyawan), dan masyarakat (orangtua siswa, tokoh masyarakat, ilmuan, pengusaha), dan meningkat- kan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Upload: ngokhuong

Post on 30-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TELAAH PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15458/2/T2_942012053_BAB II... · dikan yang memberi otonomi luas pada sekolah/madra- ... jar mengajar

9

BAB II

TELAAH PUSTAKA

2.1 Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

2.1.1. Konsep MBS

MBS merupakan program kebijakan nasional

yang menjadi prioritas pemerintah dalam upaya me-

ningkatkan mutu pendidikan di tingkat Sekolah Da-

sar/Madrasah Ibtidaiyah. Merupakan model manaje-

men yang memberikan otonomi yang lebih luas kepada

sekolah untuk mengelola sumberdaya dan sumber-

dana yang ada. Pengalokasiannya sesuai dengan prio-

ritas kebutuhan setempat serta mendorong sekolah

untuk dapat mengambil keputusan yang berkaitan

dengan penyelenggaraan pendidikan secara bersama

dari semua warga sekolah dan masyarakat.

Keterlibatan masyarakat dalam MBS dimaksud-

kan agar partisipasi dan dukungan masyarakat dapat

membantu serta mengontrol pengelolaan pendidikan.

Rohiat (2012:47), menjelaskan bahwa: Manajemen

Berbasis Sekolah adalah model pengelolaan yang mem-

berikan otonomi (kewenangan dan tanggung jawab yang

lebih besar kepada sekolah), memberikan fleksibili-

tas/keluwesan kepada sekolah, mendorong partisipasi

secara langsung dari warga sekolah (guru,siswa, kepala

sekolah, karyawan), dan masyarakat (orangtua siswa,

tokoh masyarakat, ilmuan, pengusaha), dan meningkat-

kan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan

nasional serta peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Page 2: BAB II TELAAH PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15458/2/T2_942012053_BAB II... · dikan yang memberi otonomi luas pada sekolah/madra- ... jar mengajar

10

Menurut Hidayat dan Machali (2012:53), “MBS

merupakan paradigma baru dalam manajemen pendi-

dikan yang memberi otonomi luas pada sekolah/madra-

sah, dan pelibatan masyarakat dalam kerangka kebijak-

an pendidikan nasional”. Hal ini senada dengan

pernyataan dari Mulyasa (2012:24), bahwa “MBS meru-

pakan paradigma baru pendidikan, yang memberikan

otonomi luas pada tingkat sekolah (pelibatan masya-

rakat) dalam kerangka kebijakan nasional”.

Pendapat ketiga ahli tersebut, sejalan dengan

pengertian MBS yang dijelaskan dalam buku Mana-

jemen Berbasis Sekolah (Rahardjo, 2004:3), bahwa:

MBS adalah model manajemen yang memberikan oto-

nomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong

pengambilan keputusan bersama/partisipatif dari se-

mua warga sekolah dan masyarakat untuk mengelola

sekolah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan

berdasarkan kebijakan pendidikan nasional.

Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan

bahwa MBS merupakan model pengelolaan pendidikan

yang memberikan otonomi yang luas kepada sekolah

dengan melibatkan masyarakat. Hal tersebut memper-

jelas pengertian bahwa dengan MBS, kepala sekolah

selaku pengelola lembaga pendidikan akan lebih leluasa

menyusun dan melaksanakan program pendidikan se-

suai dengan kebutuhan sekolah.

Di sisi lain, melalui MBS kerjasama dan

partisipasi masyarakat serta peran sumber daya ma-

nusia yang ada di sekolah dapat ditingkatkan, sehingga

tujuan dari MBS dalam peningkatan layanan pen-

didikan secara demokratis, transparan dan akuntabel

Page 3: BAB II TELAAH PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15458/2/T2_942012053_BAB II... · dikan yang memberi otonomi luas pada sekolah/madra- ... jar mengajar

11

dapat dicapai dengan lebih efisien dan efektif sesuai

tujuan pendidikan nasional.

2.1.2 Tujuan MBS

MBS bertujuan untuk meningkatkan kinerja se-

kolah yang meliputi peningkatan kualitas, efektivitas,

efisien, produktivitas, dan inovasi pendidikan melalui

pemberian kewenangan dan tanggung jawab lebih besar

kepada sekolah yang dilaksanakan dengan prinsip

pengelolaan yang baik, yaitu partisipasi, transparansi,

dan akuntabilitas (Rohiat, 2012:49).

Peningkatan kualitas dan produktivitas dapat

diperoleh antara lain melalui partisipasi orang tua dan

masyarakat, pengelolaan kelas, peningkatan pro-

fesionalisme guru dan kepala sekolah. Peningkatan

efektivitas dan efisiensi diperoleh dari keleluasaan yang

diberikan untuk mengelola sumberdaya yang ada.

Sementara itu tujuan MBS dijelaskan dalam buku

Manajemen Berbasis Sekolah (Rahardjo, 2004:3),

sebagai berikut: 1) Meningkatkan mutu pendidikan

melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam

mengelola dan memberdayakan sumberdaya yang

tersedia; 2) Meningkatkan kepedulian warga sekolah

dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan

melalui pengambilan keputusan bersama/partisipatif;

3) Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang

tua, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu seko-

lahnya; 4) Meningkatkan kompetensi yang sehat antar

sekolah tentang mutu pendidikan yang akan tercapai.

Page 4: BAB II TELAAH PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15458/2/T2_942012053_BAB II... · dikan yang memberi otonomi luas pada sekolah/madra- ... jar mengajar

12

MBS merupakan proses kegiatan yang dilakukan

secara bersama antara pihak sekolah dan masyarakat

dalam bidang pendidikan. Sumberdaya manusia yang

ada diberdayakan dan dikelola untuk mencapai tujuan

pendidikan. Melalui MBS diharapkan sekolah dapat

meningkatkan kemampuannya dalam merencanakan,

mengelola, dan menyelenggarakan pendidikan di seko-

lah sehingga dapat meningkatkan mutu pendidikan.

Untuk mencapai tujuan MBS secara maksimal

dibutuhkan peran dari berbagai pihak, baik pejabat di-

nas pendidikan, para pengawas sekolah, kepala seko-

lah, para guru dan siswa di sekolah maupun masya-

rakat dan orang tua siswa.

2.1.3 Manfaat MBS

MBS memberikan kebebasan dan kekuasaan

yang besar kepada sekolah, yang tentu saja disertai

dengan seperangkat tanggung jawab (Mulyasa 2012;

Hidayat & Machali 2012). Pemberian otonomi kepada

sekolah sebuah tanggung jawab untuk mengelola sum-

berdaya yang ada dan mengembangkan strategi pening-

katan mutu melalui MBS yang disesuaikan dengan kon-

disi setempat.

Selain dapat meningkatkan mutu pendidikan,

MBS juga dapat meningkatkan kemandirian, fleksibi-

litas, partisipasi, keterbukaan, kerjasama, akuntabi-

litas, dan inisiatif sekolah dalam mengelola pendidikan.

Di sisi lain MBS dapat meningkatkan kepedulian warga

sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendi-

dikan melalui pengambilan keputusan bersama.

Page 5: BAB II TELAAH PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15458/2/T2_942012053_BAB II... · dikan yang memberi otonomi luas pada sekolah/madra- ... jar mengajar

13

Manfaat lain dari MBS adalah meningkatkan

tanggung jawab sekolah kepada orang tua, masyarakat,

dan pemerintah tentang mutu sekolahnya serta dapat

meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah

tentang mutu pendidikan yang akan dicapai.

2.1.4 Prinsip MBS

Ada empat prinsip dalam MBS sebagai bentuk

implementasi otonomi daerah bidang pendidikan yang

menjadi landasan untuk mencapai sasaran mutu seko-

lah, yaitu 1) otonomi; 2) fleksibilitas; 3) partisipasi, dan

4) inisiatif (Depdiknas 2007 dalam Hidayat dan Machali

2012:55).

Prinsip otonomi memberikan kewenangan kepada

sekolah untuk mengatur, mengurus, dan memajukan

segala kepentingan sekolah menurut prakarsa sendiri.

Selain itu juga berdasarkan aspirasi warga sekolah

sesuai dengan peraturan perundang-undangan pendi-

dikan nasional yang berlaku. Melalui fleksibilitas,

sekolah akan lebih luwes dan lincah dalam mengelola,

memanfaatkan, dan memberdayakan sumberdaya seko-

lah secara optimal untuk meningkatkan mutu sekolah.

Terkait dengan otonomi seperti tersebut di atas,

peranserta warga sekolah dan masyarakat perlu

ditingkatkan secara langsung dalam penyelenggaraan

pendidikan. Peningkatan kualitas pendidikan dapat

diukur dari perkembangan aspek sumberdaya manu-

sianya. Prinsip inisiatif mengakui bahwa manusia

bukanlah sumber daya yang statis, melainkan dinamis.

Oleh karena itu, potensi sumber daya manusia diha-

Page 6: BAB II TELAAH PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15458/2/T2_942012053_BAB II... · dikan yang memberi otonomi luas pada sekolah/madra- ... jar mengajar

14

rapkan dapat digali, ditemukan, dan dikembangkan se-

suai potensi yang dimilikinya.

2.1.5 Karakteristik MBS

Karakeristik MBS perlu dipahami dan dikuasai

oleh kepala sekolah selaku pemimpin lembaga dan

akan menerapkannya bersama sumber daya manusia

yang ada di sekolah. Karakteristik dimaksud meliputi

seluruh komponen pendidikan yang meliputi input,

proses dan output (Depdiknas 2004; Rohiat 2012).

Rahardjo (2004:11), menyebutkan bahwa Input

Pendidikan memiliki karakteristik sebagai berikut: (1)

Memiliki kebijakan, tujuan dan sasaran program yang

jelas, (2) Sumberdaya tersedia dan jelas, (3) Staf yang

kompeten dan berdedikasi yang tinggi, (4) Memiliki

harapan prestasi yang tinggi, (5) Fokus pada pelanggan,

(6) Manajemen.

Sekolah memiliki kebijakan, visi, misi, tujuan,

dan sasaran yang jelas melalui program-program yang

dilaksanakan secara terencana dan bertahap. Kesemua-

nya itu disosialisasikan kepada semua warga sekolah

sehingga diharapkan dalam diri warga sekolah dapat

tertanam pemikiran, tindakan, kebiasaan, hingga sam-

pai pada kepemilikan karakter mutu.

Sekolah diharapkan siap dengan sumber daya

yang memadai untuk menjalankan proses pendidikan.

Sumberdaya tersebut terdiri dari sumberdaya manusia

dan sumberdaya lainnya (uang, peralatan, perlengkap-

an, bahan, dan sebagainya). Dari sumberdaya tersebut

dimungkinkan dapat menunjang proses belajar meng-

Page 7: BAB II TELAAH PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15458/2/T2_942012053_BAB II... · dikan yang memberi otonomi luas pada sekolah/madra- ... jar mengajar

15

ajar yang selanjutnya dapat meningkatkan kemajuan

pendidikan.

Proses pembelajaran dapat berjalan secara opti-

mal apabila didukung oleh staf yang kompeten dan

berdedikasi tinggi. Dengan pembelajaran yang optimal

sekolah memiliki harapan yang tinggi untuk mening-

katkan prestasi peserta didik dan sekolahnya. Kepala

sekolah, guru, dan peserta didik harus memliki ko-

mitmen dan motivasi untuk meningkatkan mutu

sekolah dan untuk mencapai prestasi yang tinggi.

Semua input dan proses yang dikerahkan sekolah

dengan tujuan utama untuk meningkatkan mutu dan

kepuasan peserta didik. Input manajemen, yang

meliputi: tugas yang jelas, rencana yang rinci, dan

sistematika program yang mendukung pelaksanaan

rencana, aturan main yang jelas sebagai panutan warga

sekolah dalam bertindak. Dengan input manajemen

yang lengkap dapat mempermudah kepala sekolah

dalam pengelolaan pendidikan.

Rahardjo (2004:9) menjelaskan bahwa sekolah

yang efektif memiliki kualitas proses pendidikan seba-

gai berikut: (1) Proses Belajar Mengajar yang efektivi-

tasnya tinggi; (2) Kepemimpinan sekolah yang tangguh;

(3) Lingkungan sekolah yang aman, tertib, dan nyaman;

(4) Pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif; (5)

Sekolah memiliki budaya mutu; (6) Sekolah memiliki

kebersamaan; (7) Sekolah memiliki kewenangan; (8)

Partisipasi warga sekolah dan masyarakat; (9) Keter-

bukaan (transparasi) manajemen; (10) Sekolah memi-

liki kemauan untuk berubah; (11) Sekolah melakukan

evaluasi dan perbaikan; (12) Sekolah responsif dan

Page 8: BAB II TELAAH PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15458/2/T2_942012053_BAB II... · dikan yang memberi otonomi luas pada sekolah/madra- ... jar mengajar

16

antisipatif terhadap kebutuhan; (13) Komunikasi yang

baik; (14) Sekolah memiliki akuntabilitas.

Proses belajar mengajar dengan efektivitas yang

tinggi menekankan pada pemberdayaan peserta didik.

Proses belajar mengajar tidak hanya ditekankan pada

pengetahuan (kognitif) saja tetapi lebih menekankan

tentang apa yang diajarkan tersebut dapat dipraktikkan

dalam kehidupan sehari-hari.

Kepemimpinan sekolah yang tangguh, artinya

bahwa kepala sekolah mampu dalam mengoordina-

sikan, menggerakkan, dan menyerasikan semua sum-

berdaya yang ada, serta mampu mengambil keputusan

dan inisiatif untuk meningkatkan mutu sekolah sesuai

dengan visi, misi, tujuan, dan sasaran yang telah

ditetapkan.

Lingkungan sekolah yang aman dan tertib, dapat

menciptakan suasana proses belajar mengajar yang

nyaman dan efektif. Keberhasilan pembelajaran juga

ditentukan oleh kemampuan kepala sekolah dalam

mengelola tenaga kependidikan secara efektif. Penge-

lolaan tenaga kependidikan, meliputi semua kegiatan

dari analisa kebutuhan, perencanaan, pengembangan,

evaluasi kinerja, hubungan kerja, hingga imbal jasa.

Sekolah memiliki budaya mutu. Setiap perilaku

warga sekolah selalu didasari oleh profesionalisme

sehingga warga sekolah merasa aman dan menikmati

pekerjaanya. Sekolah juga harus memiliki rasa keber-

samaan antar warga sekolah, karena sekolah merupa-

kan teamwork yang bekerjasama secara kompak, cer-

das, dan dinamis.

Page 9: BAB II TELAAH PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15458/2/T2_942012053_BAB II... · dikan yang memberi otonomi luas pada sekolah/madra- ... jar mengajar

17

Sekolah memiliki kewenangan (kemandirian).

Sekolah dituntut memiliki kemampuan dan kesang-

gupan kerja yang tidak selalu bergantung pada pihak

lain. Namun harus didukung dengan partisipasi warga

sekolah dan masyarakat. Makin tinggi tingkat partisi-

pasi makin besar rasa memiliki, makin besar rasa me-

miliki, makin besar pula rasa tanggung jawab, dan

makin besar rasa tanggung jawab, makin besar pula

tingkat dedikasinya.

Sekolah yang memiliki keterbukaan manajemen,

dalam melakukan kegiatan diharapkan melibatkan

pihak-pihak terkait sebagai alat kontrol, baik dalam

pengambilan keputusan, menyususn perencanaan, pe-

laksanaan ataupun dalam penggunaan keuangan dan

sarana prasarana.

Sekolah memiliki kemauan untuk berubah

(psikologis dan fisik). Perubahan yang dimaksud adalah

perubahan yang menyenangkan dalam rangka mening-

katkan mutu peserta didik.

Sekolah melakukan evaluasi dan perbaikan seca-

ra berkelanjutan. Hasil evaluasi dapat dimanfaatkan

untuk memperbaiki dan menyempurnakan proses bela-

jar mengajar di sekolah sehingga dapat meningkatkan

mutu pendidikan.

Sekolah responsif dan antisipatif terhadap ke-

butuhan. Sekolah dituntut tidak hanya mampu menye-

suaikan diri terhadap perubahan, akan tetapi juga

mampu mengantisipasi hal-hal yang mungkin akan

terjadi, terutama yang memengaruhi kepentingan se-

kolah.

Page 10: BAB II TELAAH PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15458/2/T2_942012053_BAB II... · dikan yang memberi otonomi luas pada sekolah/madra- ... jar mengajar

18

Memiliki komunikasi yang baik untuk me-

ngomunikasikan segala kegiatan kepada warga sekolah

dan dengan komunikasi akan membentuk teamwork

yang kuat, kompak dan cerdas. Sekolah memiliki

akuntabilitas. Merupakan bentuk pertanggungjawaban

yang harus dilakukan sekolah terhadap keberhasilan

program yang telah dilaksanakan.

Output atau hasil yang diharapkan adalah pres-

tasi sekolah yang dihasilkan melalui proses pembela-

jaran dan manajemen sekolah. Output dapat berupa

prestasi akademik dan non akademik. Prestasi aka-

demik misalnya: hasil US, lomba karya ilmiah remaja.

Dan output non akademik, berupa keingintahuan yang

tinggi, harga diri, kejujuran, kerjasama yang baik,

toleransi, kedisiplinan, prestasi olahraga, kesenian dari

para peserta didik dan sebagainya.

2.2 Tiga Pilar MBS

Dalam MBS terdapat tiga pilar yang dijadikan

pedoman dalam menilai implementasi MBS yang dilak-

sanakan di sekolah, yaitu:

1) Manajemen Sekolah

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, mana-

jemen berarti penggunaan sumberdaya secara efektif

untuk mencapai sasaran. Sedangkan menurut Rohiat

(2012:14), manajemen berasal dari kata to manage yang

berarti mengelola, yaitu melakukan pengelolaan sum-

berdaya yang dimiliki oleh sekolah/organisasi yang di-

antaranya adalah manusia, uang, metode, material,

mesin, dan pemasaran yang dilakukan dengan siste-

matis dalam suatu proses.

Page 11: BAB II TELAAH PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15458/2/T2_942012053_BAB II... · dikan yang memberi otonomi luas pada sekolah/madra- ... jar mengajar

19

Manajemen Sekolah menurut James Jr (dalam

Tim Kuliah Gratis 2009), adalah proses pendayagunaan

sumber-sumber manusiawi bagi penyelenggara sekolah

secara efektif. Sedangkan menurut Rahmania Utari,

manajemen sekolah adalah segala proses pendaya-

gunaan semua komponen baik komponen manusia

maupun non manusia, yang dimiliki sekolah dalam

rangka mencapai tujuan secara efisien. Dalam hal ini

ada empat proses manajemen sekolah yaitu: peren-

canaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pe-

ngawasan.

2) Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenang-

kan (PAKEM)

PAKEM merupakan model pembelajaran inovatif

yang menekankan keaktifan siswa pada setiap kegiatan

pembelajaran. Istilah belajar aktif adalah learning by

doing, yang merupakan integrasi aspek teori dan

praktik. Melalui PAKEM, siswa diharapkan akan lebih

kreatif dalam setiap kegiatan pembelajaran. Suasana

pembelajaran yang menyenangkan, akan menciptakan

rasa percaya diri pada siswa dengan tidak merasa

tegang dan suasana belajar menjadi tidak membosan-

kan. Menggunakan Model PAKEM diharapkan tujuan

pembelajaran dapat tercapai secara efektif dan optimal.

Peran guru dalam pembelajaran PAKEM, yaitu:

menyediakan pengalaman belajar, memberikan kegiat-

an yang merangsang keingintahuan peserta didik,

menyediakan sarana yang merangsang peserta didik

berpikir secara produktif, memonitor dan mengevaluasi

hasil belajar peserta didik.

Page 12: BAB II TELAAH PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15458/2/T2_942012053_BAB II... · dikan yang memberi otonomi luas pada sekolah/madra- ... jar mengajar

20

3) Peran Serta Masyarakat (PSM)

Pelaksanaan pendidikan bagi anak bukan hanya

di sekolah, tetapi di rumah dan masyarakat sekitar kita.

Peran serta masyarakat merupakan bentuk keikut-

sertaaan seluruh anggota masyarakat dalam memecah-

kan permasalahan-permasalahan pendidikan yang ada

di sekolah. Dengan demikian masyarakat sangat ber-

peran dalam mendukung kemajuan pendidikan.

2.3 Evaluasi MBS

Evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan

informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya

informasi tersebut digunakan untuk menentukan alter-

natif yang tepat dalam mengambil sebuah keputusan

(Arikunto & Jabar 2008:2). Sementara itu menurut

Tyler (1950 dalam Farida (2008:3), evaluasi adalah pro-

ses yang menentukan sampai sejauh mana tujuan

pendidikan dapat dicapai.

Ditegaskan oleh Patton (2006:251), bahwa

evaluasi adalah koleksi, analisis, dan penafsiran yang

sistematis atas informasi tentang kegiatan dan hasil

program nyata sesuai rencana untuk orang yang

berkepentingan guna membuat keputusan tentang

aspek spesifik seperti apa program itu berjalan dan

meningkatkan program. Berdasarkan pendapat tersebut

di atas maka dapat disimpulkan bahwa evaluasi adalah

suatu kegiatan untuk menentukan sejauh mana tujuan

dari suatu program dapat dicapai.

Evaluasi merupakan bagian yang tak terpisahkan

dalam pelaksanaan MBS. Evaluasi merupakan tahapan

dalam MBS yang merupakan kegiatan penting untuk

Page 13: BAB II TELAAH PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15458/2/T2_942012053_BAB II... · dikan yang memberi otonomi luas pada sekolah/madra- ... jar mengajar

21

mengetahui kemajuan atau hasil yang dicapai sekolah

dalam melaksanakan fungsinya sesuai dengan rencana

yang sudah disusun oleh masing-masing sekolah. Un-

tuk menjamin mutu dan akuntabilitas dalam penye-

lenggaraan pendidikan, maka dalam Undang-Undang

No.20/2003 tentang Sisdiknas menyatakan sebagai

berikut:

1. Evaluasi dilakukan dalam rangka pengen-dalian mutu

pendidikan secara nasional sebagai bentuk akunta-

bilitas penyelenggaraan pendidikan kepada pihak-

pihak yang berkepentingan. (Pasal 57 ayat 1)

2. Evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, lembaga,

dan program pendidikan pada jalur formal dan non-

formal untuk semua jenjang, satuan, dan jenis

pendidikan. (Pasal 57 ayat 2)

Model evaluasi yang digunakan dalam penelitian

ini adalah model evaluasi CIPP yang dikembangkan oleh

Daniel Stufflebeam tahun 1966. Stufflebeam (dalam

Wirawan 2011), mendefinisikan evaluasi adalah sebagai

proses melukiskan (delineating), memperoleh, dan me-

nyediakan informasi yang berguna untuk menilai

alternatif-alternatif dalam pengambilan keputusan.

Dalam bukunya Stufflebeam dan Shinkfield (2007:326)

menyatakan:

Contect evaluations: assess needs, problems, assets, and opportunities to help decision makers definegoals and preorities and to help the relevant users judge goals, priorities, and outcomes. Input evaluations assess alternative approaches, competing action plans, staffing plans, and budgets for their feasibility and potential cost-effectiveness to meet targeted needs and achieve goals. Decision makers use input evaluations in choosing

among competing plans, writing funding proposals, allocating resources, assigning staff, scheduling work, and ultimately helping othersjudge and effort’s plans and

Page 14: BAB II TELAAH PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15458/2/T2_942012053_BAB II... · dikan yang memberi otonomi luas pada sekolah/madra- ... jar mengajar

22

budget. Process evaluations assess the implementation of plan to help staff carry out activities and, later, to help the broaddd group of users judge program implementation and interpret outcomes. Product evaluations identify and assess out-come intended and unintended, short term and long term to help a staff keep an enterprise focused on achieving important outcomes and ultimately to help the broader group of users gauge the effort’s succes in meeting targeted needs.

Dari pernyataan diatas diartikan bahwa: Evaluasi

konteks adalah menilai kebutuhan, masalah, aset, dan

kesempatan untuk membantu pengambil keputusan

menentukan tujuan dan prioritas serta membantu

pengguna yang relevan menilai prioritas, tujuan dan

hasil.

Evaluasi masukan menilai pendekatan alternatif,

rencana aksi bersaing, rencana kepegawaian, dan

anggaran untuk kelayakan dan efektivitas biaya

potensial untuk memenuhi kebutuhan target dan

mencapai tujuan. Pengambil keputusan menggunakan

evaluasi masukan da-lam memilih antara rencana

bersaing, menulis proposal pendanaan, mengalokasikan

sumber daya, menetapkan staf, penjadwalan kerja, dan

akhirnya membantu orang lain menilai dan rencana

usaha serta anggaran.

Evaluasi Proses menilai pelaksanaan rencana

untuk membantu staf melaksanakan kegiatan dan

kemudian untuk membantu kelompok yang luas dari

pengguna menilai pelaksanaan program dan menginter-

pretasikan hasil.

Evaluasi produk mengidentifikasi dan menilai

outcome yang dimaksudkan dan tidak diinginkan,

jangka pendek dan jangka panjang untuk membantu

Page 15: BAB II TELAAH PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15458/2/T2_942012053_BAB II... · dikan yang memberi otonomi luas pada sekolah/madra- ... jar mengajar

23

staf menjaga perusahaan fokus pada pencapaian hasil

yang penting dan pada akhirnya untuk membantu

kelompok yang lebih luas dari pengguna mengukur

keberhasilan upaya dalam kebutuhan yang ditargetkan.

Menurut Daniel Stufflebeam (2003 dalam

Wirawan 2011:92), model CIPP terdiri dari empat jenis

evaluasi, yaitu: Context Evaluation, Input Evaluation,

Process Evaluation, dan Product Evaluation yang

dilukiskan pada gambar berikut:

Gambar 1.2. Model Evaluasi CIPP

Penjelasan dari masing-masing aspek dalam mo-

del CIPP adalah sebagai berikut:

Context :

Berupaya mencari jawaban atas pertanyaan:

Apa yang perlu dilakukan? Waktu pelaksanaan:

Sebelum program

diterima Keputusan:

Perencanaan program

Input:

Berupaya mencari jawaban atas pertanyaan:

Apa yang harus dilakukan? Waktu pelaksanaan:

Sebelum program

dimulai Keputusan:

Penstruktur-

an program

Process:

Berupaya mencari jawaban atas pertanyaan:

Apakah program sedang dilaksana- kan? Keputusan pelaksanaan:

Ketika program sedang dilaksanakan Keputusan:

Pelaksanaan

Product:

Berupaya mencari jawaban atas pertanyaan:

Apakah program sukses? Waktu pelaksanaan:

Ketika program

selesai. Keputusan:

Resikel: Ya atau tidak program harus

diresikel

Page 16: BAB II TELAAH PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15458/2/T2_942012053_BAB II... · dikan yang memberi otonomi luas pada sekolah/madra- ... jar mengajar

24

1. Context Evaluation

Context Evaluation (Evaluasi Konteks), yaitu

evaluasi untuk mengidentifikasi dan menilai kebutuh-

an-kebutuhan yang mendasari disusunnya suatu pro-

gram.

Orientasi utama dari evaluasi konteks adalah

mengidentifikasi latar belakang perlunya mengadakan

perubahan atau munculnya program dari beberapa

subjek yang terlibat dalam pengambilan keputusan.

Apakah tujuan dan prioritas program telah dirancang

berdasarkan analisis kebutuhan.

2. Input Evaluation

Input Evaluation (Evaluasi Input), yaitu evaluasi

yang dilaksanakan untuk mengidentifikasi dan menilai

segala unsur yang tersedia karena dibutuhkan untuk

berlangsungnya suatu proses. Unsur tersebut harus

ada sebelum program dimulai.

Dalam evaluasi input pada dasarnya untuk mem-

pertanyakan apakah input-input pendidikan sudah siap

dan memadai untuk digunakan baik dari segi kualitas

maupun kuantitasnya. Komponen input dalam MBS

meliputi: sumberdaya manusia (guru, kepala sekolah,

tata usaha, peserta didik), kurikulum, sarana dan

peralatan yang mendukung, serta dana dan anggaran

sekolah.

3. Process Evaluation

Process Evaluation (Evaluasi Proses), yaitu: evalu-

asi yang bertujuan untuk mengakses pelaksanaan

program apakah sesuai dengan rencana. Dalam MBS

Page 17: BAB II TELAAH PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15458/2/T2_942012053_BAB II... · dikan yang memberi otonomi luas pada sekolah/madra- ... jar mengajar

25

Unsur yang dievaluasi adalah: proses pengambilan

keputusan, proses pengelolaan program, proses bela-

jar mengajar, proses evaluasi sekolah.

Evaluasi proses adalah untuk mempertanyakan

apakah proses pengelolaan terhadap input sudah se-

suai dengan yang diharapkan atau sudah terbukti

baik.

4. Product Evaluation

Product Evaluation (Evaluasi Produk), yaitu eva-

luasi yang dilakukan guna untuk melihat ketercapaian

atau keberhasilan suatu program dalam mencapai tu-

juan yang telah ditentukan sebelumnya.

Dalam evaluasi produk pada dasarnya untuk

mempertanyakan apakah sasaran yang ingin dicapai

pada program MBS sudah terwujud. Adapun hasil dari

pelaksanaan program berupa prestasi akademik dan

non akademik. Fokus dari evaluasi produk adalah un-

tuk mengevaluasi sejauh mana yang diharapkan telah

dicapai, baik dari segi kualitas, kuantitas, maupun

waktunya.

2.4. Penelitian yang relevan

Penelitian sebelumnya yang mengangkat topik

tentang Evaluasi MBS diantaranya oleh Adeolu Joshua

Ayeni1 & Williams Olusola Ibukun tahun 2013 yang

berjudul “A Conceptual Model for School-Based Mana-

gement Operation and Quality Assurance in Nigerian

Secondary Schools” ditemukan rendahnya kapasitas

anggota kunci dari SBMCs, kehadiran yang buruk

anggota pada pertemuan karena kurangnya insentif dan

Page 18: BAB II TELAAH PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15458/2/T2_942012053_BAB II... · dikan yang memberi otonomi luas pada sekolah/madra- ... jar mengajar

26

dukungan keuangan dari pemerintah; kurangnya kerja

sama dari sekolah, ini mengakibatkan dalam pengelo-

laan sekolah tidak efektif dan rendahnya tingkat pres-

tasi akademik siswa.

Penelitian oleh Adigun dan Adu (2012), yang

berjudul Effective Management of School-based Assess-

ment as a Correlate of Internal Efficiency of the Colleges

of Education in Nigeria dalam International Journal of

Humanities and Social Science Vol.2 No.14 2012

menemukan bahwa: 1) Ada efisiensi internal yang

rendah di perguruan tinggi Pendidikan; 2) soal ujian

yang menyatakan baik; 3) jadwal dan dana yang

nyaman bagi siswa; 4) Ada hubungan yang signifikan

antara efisiensi internal dan variabel kenyamanan pe-

meriksaan waktu, pengawasan pemeriksaan, pembuat-

an pertanyaan dan publikasi hasil.

Penelitian oleh I Wayan Suditha (2012) mengenai

Studi Evaluasi Efektivitas Penerapan MBS pada SMP

Saraswati 1 Tabanan menyimpulkan bahwa Penerapan

MBS pada SMP Saraswati 1 Tabanan ditemukan ada-

nya kendala-kendala yaitu rendah dan kurangnya

aspirasi masyarakat terhadap pendidikan, status eko-

nomi masyarakat, sasaran sekolah, keberadaan siswa,

sikap kemandirian, proses pengelolaan program, proses

kerjasama dan partisipasi, kemandirian sekolah dan

sustainbilitas.

Penelitian oleh I Putu Pranatha Sentosa (2012),

mengenai Studi Evaluasi Pelaksanaan Program MBS

pada tiga Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten

Jembrana ditemukan bahwa kendala yang dihadapi

dalam implementasi program MBS adalah terkait

Page 19: BAB II TELAAH PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15458/2/T2_942012053_BAB II... · dikan yang memberi otonomi luas pada sekolah/madra- ... jar mengajar

27

dengan pola pikir dari sebagian stakeholder yang tidak

sungguh-sungguh menyikapi perubahan kebijakan pe-

merintah di bidang pendidikan.

Penelitian yang dilakukan oleh Arkanudin dan

Gusti Suryansyah (2013), mengenai Implementasi Pe-

ngembangan Manajemen Berbasis Sekolah Menengah

Kejuruan Negeri 1 Kabupaten Sintang, ditemukan bah-

wa keterlibatan Komite Sekolah di SMKN 1 Kabupaten

Sintang belum terlaksana dengan maksimal.

Kondisi ini terlihat dari belum sepenuhnya Komi-

te Sekolah berperan aktif dalam upaya peningkatan

mutu kemandirian sekolah, pengembangan program

sekolah dan keterlibatan dalam perencanaan program

sekolah dengan memberikan ide, saran dan gagasan

serta memfasilitasi berbagai aspirasi masyarakat dalam

perencanaan program sekolah di SMKN 1 Sintang.

Belum maksimalnya peran Komite Sekolah

tersebut salah satunya disebabkan oleh kurangnya

dukungan sumber pendanaan bagi penyelenggaraan

pendidikan dan Komite Sekolah belum mampu meng-

himpun dana dari orang tua dan dari Dunia Usaha

Industri di Kabupaten Sintang.

2.5 Kerangka Berpikir

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan

model manajemen pendidikan yang memberikan kele-

luasaan pada sekolah untuk mengelola sumber daya,

sumber dana, dan sumber belajar yang ada secara

maksimal untuk meningkatka mutu pendidikan.

Page 20: BAB II TELAAH PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15458/2/T2_942012053_BAB II... · dikan yang memberi otonomi luas pada sekolah/madra- ... jar mengajar

28

MBS yang dilaksanakan di sekolah memiliki kom-

ponen-komponen yang saling terkait secara sistematis

satu sama lain, yaitu konteks, masukan, proses, dan

hasil. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari

program MBS perlu adanya evaluasi secara menyeluruh

dari setiap komponen. Keberhasilan dalam implemen-

tasi program MBS di SD Negeri Genuk 01 Kecamatan

Ungaran Barat Kabupaten Semarang dilihat secara

komprehensif yang meliputi konteks, input, proses, dan

produk, sebagaimana tersaji pada gambar di bawah ini:

Gambar 2.1 Kerangka berpikir

Otonomi Sekolah

M B S

PAKEM Peran Serta

Masyarakat

Manajemen

Sekolah

C I P P

Otonomi Daerah