bab ii rhabdomyosarcoma orbita

16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Orbita Rongga orbita memiliki volume 30 cc dengan ukuran panjang 35 mm, lebar 40 mm, dan tinggi 45 mm. Dinding orbita terdiri dari 7 macam tulang yaitu os etmoid, frontalis, maksillaris, palatum, sphenoidalis, dan zigomatikum. Rongga orbita terdiri dari 4 bidang yaitu sebagai berikut. 4 1. Atap orbita, terdiri dari tulang frontalis dan sphenoidalis. Daerah ini berdekatan dengan fosa cranii anterior dan sinus frontalis. 2. Dinding lateral, terdiri dari os zygomatikum, frontalis, dan sphenoidalis. Daerah ini berdekatan denagn fosa cranii dan fossa pterigopalatinus. 3. Dinding medial, terdiri dari os ethmoidalis, frontalis, lakrimalis, dan sphenoidalis. Daerah ini berdekatan dengan sinus ethmoidalis, sphenoidalis, dan cavum nasi. 4. Dasar orbita terdiri dari tulang maksilaris, palatum, dan zigomatikum. Daerah ini berdekatan dengan sinus maksilaris dan rongga-rongga palatum. 3

Upload: pueypoe

Post on 21-Jul-2016

156 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

referat rhabdomyosarcoma orbita

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II Rhabdomyosarcoma Orbita

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Orbita

Rongga orbita memiliki volume 30 cc dengan ukuran panjang 35 mm,

lebar 40 mm, dan tinggi 45 mm. Dinding orbita terdiri dari 7 macam tulang

yaitu os etmoid, frontalis, maksillaris, palatum, sphenoidalis, dan

zigomatikum. Rongga orbita terdiri dari 4 bidang yaitu sebagai berikut.4

1. Atap orbita, terdiri dari tulang frontalis dan sphenoidalis. Daerah ini

berdekatan dengan fosa cranii anterior dan sinus frontalis.

2. Dinding lateral, terdiri dari os zygomatikum, frontalis, dan

sphenoidalis. Daerah ini berdekatan denagn fosa cranii dan fossa

pterigopalatinus.

3. Dinding medial, terdiri dari os ethmoidalis, frontalis, lakrimalis, dan

sphenoidalis. Daerah ini berdekatan dengan sinus ethmoidalis,

sphenoidalis, dan cavum nasi.

4. Dasar orbita terdiri dari tulang maksilaris, palatum, dan zigomatikum.

Daerah ini berdekatan dengan sinus maksilaris dan rongga-rongga

palatum.

Tulang tengkorak membentuk dinding orbita. Selain itu, di dalamnya

terdapat apertura seperti foramina ethmoidalis, fissura orbita superior dan

inferior, kanal optik, dan tempat-tempat tersebut dilalui oleh saraf-saraf

kranial, arteri, dan vena. Jaringan lunak yang terdapat di orbita meliputi

periorbita, saraf optikus, otot ekstraokuler yang diselubungi oleh fasia,

ligamen, dan jaringan ikat, jaringan lemak, dan kelenjar lakrimalis. Hal-hal

tersebut menunjukkan bahwa rongga orbita berisi berbagai macam jaringan

sehingga masing-masing jaringan memiliki kemungkinan untuk tumbuh

menjadi tumor. 4

3

Page 2: BAB II Rhabdomyosarcoma Orbita

4

Gambar 1. Orbita

2.2 Definisi

Rabdomiosarkoma merupakan neoplasma ganas yang terbentuk dari

sel-sel dengan gambaran histolgi otot lurik dengan berbagai variasi

embriogenesis otot.2

2.3 Epidemiologi

Secara umum, tumor ini dapat dikatakan memiliki insidensi yang relatif

rendah dibanding keseluruhan jenis tumor orbita. Insidensi rabdomiosarkoma

yakni sekitar 4,3 kasus per satu juta kasus yang lebih banyak terjadi pada

anak-anak.1,2 Sekitar 250-300 kasus baru rabdomiosarkoma didiagnosis setiap

tahunnya di Amerika Serikat.5

Rabdomiosarkoma merupakan keganasan pada anak dengan persentase

sekitar 5% dari keseluruhan keganasan pada anak dan 20% dari bentuk

keganasan di jaringan lunak yang terjadi pada anak.5 Usia rata-rata anak yang

mengalami rabdomiosarkoma yakni 8 hingga 10 tahun dengan perbandingan

laki-laki dan perempuan yakni 5:3.3

Page 3: BAB II Rhabdomyosarcoma Orbita

5

2.4 Etiologi

Etiologi rabdomiosarkoma masih belum diketahui. Namun, diduga

tumor ini berasal dari mesenkim embrional yang sama dengan otot lurik.

Meskipun rabdomiosarkoma mulanya diakui berasal dari otot ekstraokuler,

namun saat ini dinyatakan berasal dari sel mesenkimal yang belum

berdiferensiasi tetapi memiliki kapasitas untuk berdiferensiasi menjadi otot

lurik.6

2.5 Diagnosis

Diagnosis rabdomiosarkoma ditentukan berdasarkan hal-hal berikut ini.

1. Manifestasi klinis

Karakteristik utama rabdomiosarkoma yakni onset yang cepat dan

progresi proptosis dan dislokasi bola mata. Rabdomiosarkoma dapat

berasal dari sinus etmoidales atau cavum nasal dan meluas ke orbita

menyebabkan simptom inisial berupa sinusitis, kongesti nasal,

epistaksis, dan diikuti dengan proptosis orbita.2 Namun, secara umum

simptom rabdomiosarkoma orbita meliputi proptosis (80-100%),

displacement bola mata (80%), blepharoptosis (30-50%), edema

konjungtiva dan palpebra (60%), massa dapat dipalpasi (25%), dan

nyeri (10%).7 Penurunan visus terjadi pada fase lanjut dan

mengindikasikan tumor tersebut semakin progresif.3

Meskipun rabdomiosarkoma dapat terjadi di manapun jaringan

lunak orbita atau adneksa, umumnya tumor ini akan melibatkan

kuadran supero-medial orbita. Pada beberapa kasus, tumor ini dapat

muncul di bagian inferior orbita, palpebra, bahkan di konjungtiva.

Namun, neoplasma ini tidak muncul di otot ekstraokuler.2,7

Semakin besar ukuran tumor tersebut, maka besar kemungkinan

untuk terjadi edema diskus optikus dan dilatasi vena retina. Apabila

diagnosis dan tata laksana rabdomiosarkoma terlambat, maka proptosis

dapat memburuk secara progresif bahkan menyebabkan dekstruksi total

mata dan isi bola mata.2

Page 4: BAB II Rhabdomyosarcoma Orbita

6

Rabdomiosarkoma orbita dapat menyebar secara terlokalisir

melalui os etmoidales menuju ke sinus atau cavum nasal. Metastasis

jauh rabdomiosarkoma orbita biasanya terjadi melalui penyebaran

hematogenik misalnya ke paru-paru dan nodus limfatik servikalis serta

metastasis ke tulang meskipun jarang terjadi.2

(Sumber : Chen,B., & Perry, J.D. 2007)

Gambar 2. Rabdomiosarkoma Orbita

2. Pemeriksaan optalmologis

Exopthalmometri Hertl menunjukkan adanya proptosis dan lesi

hipoglobus yang lebih sering terjadi di daerah kuadran supranasal.

Motilitas ekstraokular abnormal dan ptosis juga sering terjadi. Tumor

yang terletak anterior (konjungtiva atau jaringan palpebra) akan

memperlihatkan adanya edema palpebra, eritema, dan kemosis. Tanda-

tanda tersebut sering terlihat seperti gejala pada infeksi orbita.6

Pada pemeriksaan slit lamp, ditemukan adanya kemosis

konjungtiva, hiperemis, dan ada tanda paparan keratokonjungtivitis.

Selain itu, pada pemeriksaan funduskopi dapat ditemukan adanya

lipatan koroid atau edema diskus optikus dengan lesi orbita posterior.

Rabdomiosarkoma orbita dapat timbul sekunder akibat penyebaran

lokal dari sinus, meningens, atau jaringan lunak sekitar kepala dan

leher.6

Page 5: BAB II Rhabdomyosarcoma Orbita

7

3. Pemeriksaan penunjang

Pada pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan darah lengkap

menunjukkan hasil yang normal. Hal inilah yang dapat membedakan

rabdomiosarkoma dengan kemungkinan diagnostik lain seperti selulitis

orbita akut dan leukimia yang akan menunjukkan leukositosis. Rontgen

toraks dan bone survey perlu dilakukan untuk mengeksklusi

kemungkinan metastasis sistemik akibat rabdomiosarkoma. Untuk itu,

dapat pula dilakukan pemeriksaan penunjang lain berupa rontgen orbita,

USG, CT scan, dan MRI. Pada rontgen akan tampak gambaran

radioopak di jaringan lunak mata yang terkadang disertai dengan erosi

tulang.2 CT scan menunjukkan gambaran ireguler dengan densitas

massa jaringan lunak. Selanjutnya, pada MRI akan terlihat gambaran

massa ireguler mulai dari yang homogen hingga heterogen yang terlihat

hipointens.7 Pada USG, terlihat massa orbita, sama halnya dengan CT

scan dan MRI. Pada CT scan dan USG orbita akan ditentukan pula

ukuran lesi dan luas lesi.2 Doppler ultrasonography juga dapat

membedakan antara rabdomiosarkoma dan hemangioma kapiler dengan

ciri hemangioma berupa vaskularisasi nyata dengan aliran yang tinggi.7

A B

(Sumber : 9 Guthoff & Katowitz, 2010)

Gambar 3. Pencitraan Rabdomiosarkoma

A. CT scan; B. MRI

Page 6: BAB II Rhabdomyosarcoma Orbita

8

Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan

histologi dengan menggunakan light microscopy dan mikroskop

elektron. Empat varian histopatologi ytama dari rabdomiosarkoma

yakni embrional, alveolar, botrioid, dan pleomorfik. Dari keempat tipe

tersebut, tipe embrional merupakan varian yang paling utama dari

rabdmiosarkoma. Tipe alveolar dan botrioid merupakan tipe yang

jarang ditemukan bahkan tipe pleomorfik lebih jarang terjadi. Menurut

International Classification of Rhabdomyosarcoma, pembagian subtipe

tersebut dibagi menjadi kategori dengan prognosis baik dan buruk.

Kategori prognosis baik meliputi tipe botrioid dan varian sel embrional

sedangkan tipe alveolar dan anaplastik difusa termasuk dalam kategori

prognosis yang buruk.6

(Sumber : 9 Guthoff & Katowitz, 2010)

Gambar 4. Histologi Rabdomiosarkoma

Selain itu, dapat pula dilakukan immunohistochemistry. Beberapa

immunohistochemical markers dapat mengidentifikasi gambaran otot

rangka yang spesifik menggambarkan rabdomiosarkoma. Antibodi

desmin menunjukkan spesifisitas yang tinggi dan reaksi positif bahkan

pada rabdomioblast yang belum terdiferensiasi dengan baik. Ada pula

staining Vimentin yang dapat menunjukkan adanya sel tumor pada

anak-anak. Antibodi lainnya seperti myogenin dan MyoD1 yang

Page 7: BAB II Rhabdomyosarcoma Orbita

9

menunjukkan ekspresi nyata pada sel primitif. Caveolin-3 merupakan

marker baru yang lebih sensitif dan spesifik terhadap rabdomiosarkoma

yang terdiferensiasi dan dapat mendeteksi tumor residual setelah

kemoterapi.6

Dalam merencanakan terapi yang tepat, perlu pula dilakukan

biopsi. Hal ini dilakukan sesuai dengan lokasi tumor yang telah

diketahui berdasarkan pemeriksaan sebelumnya. Biopsi insisi dilakukan

dengan pendekatan transkonjungtiva atau transkutaneus anterior

meskipun eksisi makroskopik memungkinkan untuk tumor yang masih

kecil dengan batas yang nyata.8 Jika massa dapat dipalpasi di palpebra,

maka dapat dilakukan insisi horizontal dari lapisan kulit palpebra. Jika

massa ditemukan pada bagian ekuator bola mata, maka dilakukan

pendekatan operasi konjungtiva. Kemudian, apabila lokasi tumor

tersebut berada di posterior orbita, maka dilakukan orbitotomi superior.2

Intergroup Rhabdomyosarcoma Study (IRS) membuat klasifikasi

laboratoris dan pembedahan rabdomiosarkoma yaitu sebagai berikut.7,8,9

1. Kelompok I : Penyakit hanya lokal, limfonodi regional tidak ikut

terlibat, dapat direseksi komplit

a. Terbatas pada otot atau organ asli

b. Infiltrasi keluar otot atau organ asli

2. Kelompok II :

a. Tumor dapat direseksi secara luas dengan sisa mikroskopis

(limfonodi negatif)

b. Penyakit regional, dapat direseksi komplit (limfonodi positif atau

negatif)

c. Penyakit regional dengan melibatkan limfonodi dapat direseksi

secara luas tetapi dengan sisa mikroskopis

3. Kelompok III : reseksi tidak komplit atau hanya dengan biopsi dengan

penyakit sisa cukup besar

4. Kelompok IV : telah ada metastasis saat ditegakkan diagnosis

Staging TNM rabdomiosarkoma yakni sebagai berikut.

Page 8: BAB II Rhabdomyosarcoma Orbita

10

1. Tumor :

T0 : tidak teraba tumor

T1 : tumor <5 cm

T2 : tumor >5cm

T3 : tumor telah melakukan invasi ke tulang, pembuluh darah dan

saraf

2. Nodul :

No : tidak ditemukan keterlibatan kelenjar regional

N1 : ditemukan keterlibatan kelenjar regional

3. Metastasis :

Mo : tidak terdapat metastasis jauh

M1 : terdapat metastasis jauh

Rhabdomyosarcoma Staging System

1. Stage 1 : lokasi pada orbita, kepala, dan atau leher (bukan

parameningeal) meluas ke traktus urinarius (bukan kandung kemih atau

prostat)

2. Stage 2 : lokasi lain, No atau Nx

3. Stage 3 : lokasi lain, N1 jika tumor <5 cm atau No atau Nx jika tumor

>5 cm

4. Stage 4 : lokasi apapun dan terdapat metastasis jauh

2.6 Diagnosis Banding

Diagnosis banding rabdomiosarkoma didasarkan pada proptosis yang

menjadi salah satu manifestasi utamanya. Proptosis sendiri didapatkan pada

keadaan seperti berikut.4

1. Oftalmopati Graves, dapat terjadi proptosis unilateral maupun bilateral.

Proptosis yang disebabkan oleh penyakit tiroid biasanya disertai dengan

retraksi kelopak mata, yang membedakannya dengan proptosis

penyebab lain. Lagopthalmus terjadi akibat proptosis dan retraksi

palpebra, dan pajanan kornea dapat menjadi salah satu komplikasinya.

Page 9: BAB II Rhabdomyosarcoma Orbita

11

Pada oftalmopati Graves dapat ditemukan adanya keterlibatan otot

ekstraokular dalam bentuk fibrotik maupun pembesaran masif.

2. Pseudotumor, biasanya proptosis unilateral. Pada beberapa kasus,

ditemukan adanya vaskulitis yang terkait dengan lokasi peradangan

biasanya difus dan tidak dapat dieksisi. Awitannya juga cepat dan

ditandai dengan adanya nyeri.

3. Selulitis orbita, memiliki ciri proptosis nonaksial yang juga

menandakan adanya abses orbita. Baik infeksi pada preseptal maupun

orbita, keduanya menyebabkan edema, eritema, hiperemia, nyeri,

leukositosis. Kemosis, proptosis, pembatasan gerakan mata, dan

penurunan visus menunjukkan adanya keterlibatan orbita bagian dalam.

2.7 Tata Laksana

Rabdomiosarkoma orbita merupakan tumor dengan angka mortalitas

yang cukup tinggi. Eksenterasi orbita merupakan terapi pilihan namun belum

dijadikan terapi utama oleh banyak dokter karena tingginya kesalahan akibat

luas area yang perlu dilakukan operasi. Oleh sebab itu, radioterapi dan

kemoterapi lebih sering dilakukan.2

Radioterapi orbita terdiri dari 5.000 hingga 6.000 cGy yang diberikan

dengan dosis terbagi dalam 5 sampai 6 minggu. Umumnya, pasien diterapi

dengan 200 cGy 5 hari dalam seminggu. Sekitar 5.000 cGy diberikan secara

anterior melalui portal bulat berukuran 5 cm dan 1.000 cGy diberikan secara

lateral melalui portal bulat berukuran 4 cm. Selain itu, diberikan pelindung

atau pelapis yang tepat untuk mencegah kerusakan struktur normal khususnya

pada mata normal sebelahnya.2

Berikut ini penatalaksanaan berdasarkan klasifikasi tumor.10

1. Tumor primer

a. Tumor yang resektabel

Diberikan terapi kombinasi yaitu pembedahan dan radioterapi atau

kemoterapi. Apabila ditujukan untuk mencegah mikrometastasis,

maka dilakukan pembedahan, radiasi, dan kemoterapi.

Page 10: BAB II Rhabdomyosarcoma Orbita

12

b. Tumor yang inoperable : radiasi + kemoterapi

2. Tumor yang rekuren

Pembedahan yang tidak adekuat dan manipulasi tumor pada saat

pembedahan merupakan penyebab timbulnya rekuren lokal. Beberapa

hal yang perlu diperhatikan adalah evaluasi kembali derajat keganasan

dengan melakukan biopsy insisional dan evaluasi ekstensi tumor dalam

mempertimbangkan re-eksisi tumor untuk tujuan kuratif.

2.8 Prognosis

Prognosis tergantung dari ukuran, lokasi, kedalaman tumor, derajat

keganasan, dan sel nekrosis.10 Tumor tipe embrional merupakan jenis

rabdomiosarkoma yang paling sering ditemukan. Dalam hal prognosis,

rabdomiosarkoma tipe alveolar memiliki prognosis yang lebih buruk dan

agresif. Sebaliknya, varian pleomorfik memiliki prognosis paling baik.8

Sekitar 90% pasien yang diberikan radioterapi lokal dan kemoterapi

adjuvan sebagai terapi utamanya prognosis baik meskipun reseksi lokal dari

residu tumor (atau eksenterasi orbita) mungkin diperlukan pada beberapa

kasus.8

Tabel 1. International Classification of Rhabdomyosarcoma, Histologi,

dan Prognosis 6

2.9 Komplikasi

Efek samping jangka panjang dari radioterapi orbita yakni katarak, mata

kering dengan pembentukan scar sekunder di kornea, kehilangan lapisan

Page 11: BAB II Rhabdomyosarcoma Orbita

13

penunjang kulit seperti rambut dan alis mata, dan atrofi lemak orbita. Pada

bayi, terapi tersebut dapat menyebabkan retardasi pertumbuhan tulang orbita.8