selulitis orbita

28
BAB II Anatomi 2.1 Anatomi Rongga Orbita Rongga Orbita secara skematis digambarkan sebagai piramida dengan 4 dinding yang mengerucut ke posterior. Dinding medial orbita kiri dan kanan terletak parallel dan di pisahkan oleh hidung. Pada setiap orbita, dinding lateral dan medialnya membentuk sudut 45 o , menghasilkan sudut siku antara kedua dinding lateral. 1 Volume Orbita dewasa kira kira 30 mL dan bola mata menempati 1/5 bagian rongga. Lemak dan otot menempati bagian terbesarnya. 1 Batas anterior rongga orbita adalah Septum Orbitale, yang berfungsi sebagai pemisah antara palpebral dan orbita. Orbita berhubungan dengan : Atas : Sinus Frontalis Bawah : Sinus Maksilaris Medial : Sinus Ethmoidalis dan Sphenoidalis

Upload: dika316

Post on 17-Jul-2016

146 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

selulitis orbita skkakjdskajdkajdkkldalkdkasjdkljskdljaskljdklasjdkl

TRANSCRIPT

Page 1: Selulitis orbita

BAB II

Anatomi

2.1 Anatomi Rongga Orbita

Rongga Orbita secara skematis digambarkan sebagai piramida dengan 4

dinding yang mengerucut ke posterior. Dinding medial orbita kiri dan kanan terletak

parallel dan di pisahkan oleh hidung. Pada setiap orbita, dinding lateral dan medialnya

membentuk sudut 45o , menghasilkan sudut siku antara kedua dinding lateral.1

Volume Orbita dewasa kira kira 30 mL dan bola mata menempati 1/5 bagian

rongga. Lemak dan otot menempati bagian terbesarnya.1

Batas anterior rongga orbita adalah Septum Orbitale, yang berfungsi sebagai

pemisah antara palpebral dan orbita.

Orbita berhubungan dengan :

Atas : Sinus Frontalis

Bawah : Sinus Maksilaris

Medial : Sinus Ethmoidalis dan Sphenoidalis

Page 2: Selulitis orbita

Gambar 2.1.1 : Rongga Orbita

Gambar 2.1.2 : Tulang Tulang Penyangga Orbita

Page 3: Selulitis orbita

Dinding Orbita :

Atap : - Pars orbitalis ossis frontalis

- Ala parva ossis sphenoidalis (bgn posterior) mengandung

kanalis optikus

Dasar : - pars orbitalis ossis maksilaris (bgn sentral yang luas)

- pars frontalis ossis maksilaris (medial)

- os zygomaticum (lateral)

- processus orbitais ossis palatini (daerah segitiga kecil di

posterior)

Lateral : - Anterior : facies orbitais ossis zygomatici (malar)

Medial : - Os Ethmoidale

- Os Lacrimale

- Korpus Sphenoidale

- crista lacrimalis anterior : dibentuk oleh processus frontalis ossis

maksilaris

- crista lacrimalis posterior yg dibentuk oleh :

Atas : processus angularis ossis frontalis

Bawah : os lacrimale

Diantara kedua crista lacrimalis terdapat sulkus lakrimalis dan berisi sakus

lakrimalis.

Adneksa mata

1. Alis mata

2. Palpebra, diatur oleh :

Muskulus Orbikularis Okuli, berfungsi menutup palpebra, dipersarafi

nervus VII.

Page 4: Selulitis orbita

Muskulus Levator Palpebrae Superioris dan Muskulus Rektus Inferior,

dipersarafi nervus III.

Persarafan sensoris ke palpebra datang dari divisi I dan II dari nervus

trigeminus (V).

Palpebra diperdarahi oleh cabang-cabang palpebra lateral dan medial dari

arteri lakrimalis dan oftalmika.

3. Apparatus Lakrimalis terdiri dari :

Bagian sekretoir : - Glandula Lakrimalis

- Duktus Lakrimalis

Bagian ekskretoir : - Pungtum Lakrimal, superior dan inferior

- Kanalikuli Lakrimal superior dan inferior

- Sakus Lakrimal

- Duktus Nasolakrimal dan Meatus inferior

Gambar 2.1.3 : Adneksa Bola MataMeatus

inferior

Canaliculus lacrimalis inferior

Saccus lacrimalis

Canaliculus lacrimalis superior

Duktus nasolacrimalis

Caruncula lacrimale

Punctum lacrimale

Fornix conjungtiva inferior

Glandula lacrimalis, ductuli excretorii

Fornix conjungtiva superior

Page 5: Selulitis orbita

Air mata disekresi glandula lakrimalis, bermuara di konjungtiva forniks

superior bagian temporal. Dengan berkedip, air mata disalurkan ke seluruh bagian

anterior mata dan terkumpul di sakus lakrimal.

Muskulus orbikularis okuli menekan pada sakus lakrimal, sehingga

menimbulkan tekanan negatif di dalamnya. Pada waktu mata dibuka, dengan adanya

tekanan negatif ini, air mata dapat terserap pungtum lakrimal dan seterusnya sampai

ke meatus inferior. Air mata tidak meleleh melalui hidung, karena hidung banyak

mengandung pembuluh darah, sehingga suhunya panas, ditambah dengan pernafasan,

sehingga mempercepat penguapan. Air mata tidak meleleh melalui pipi juga, karena

isi dari glandula meibom, menjaga margo palpebra tertutup rapat pada waktu berkedip

Vaskularisasi Orbita

Arteri utama : Arteri Oftalmika yang bercabang menjadi :

1. Arteri retina sentralis memperdarahi nervus optikus

2. Arteri lakrimalis memperdarahi glandula lakrimalis dan kelopak mata

atas

3. Cabang-cabang muskularis berbagai otot orbita

4. Arteri siliaris posterior brevis memperdarahi koroid dan bagian-bagian

nervus optikus

5. Arteri siliaris posterior longa memperdarahi korpus siliare

6. Arteri siliaris anterior memperdarahi sklera, episklera,limbus,

konjungtiva

7. Arteri palpebralis media ke kedua kelopak mata

8. Arteri supraorbitalis

9. Arteri supratrokhlearis

Arteri-arteri siliaris posterior longa saling beranastomosis satu dengan yang

lain serta dengan arteri siliaris anterior membentuk circulus arterialis mayor iris.

Page 6: Selulitis orbita

Vena utama : Vena Oftalmika superior dan inferior. Vena Oftalmika Superior

dibentuk dari :

Vena supraorbitais

Vena supratrokhlearis mengalirkan darah dari kulit Satu cabang

Vena angularis di daerah periorbita

2.2 Anatomi Palpebra

Kelopak mata atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta

mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan kornea.

Palpebra merupakan alat menutup mata yang berguna untuk melindungi bola mata

terhadap trauma, paparan sinar, dan pengeringan bola mata. 1

Kelopak mempunyai lapisan kulit yang tipis pada bagian depan sedangkan

pada bagian belakang ditutupi oleh selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva

tarsal. 1

Pada kelopak terdapat bagian-bagian :

- Kelenjar, seperti : kelenjar sebasea, kelenjar Moll atau kelenjar keringat,

kelenjar Zeis pada pangkal rambut, dan kelenjar Meibom pada tarsus. 1

- Otot, seperti : M. orbikularis okuli yang berjalan melingkar di dalam

kelopak atas dan bawah, dan terletak di bawah kulit kelopak. Pada dekat

tepi margo palpebra terdapat otot orbikularis okuli yang disebut M.

Rioland. M. orbikularis berfungsi menutup bola mata yang dipersarafi N.

fasial. M. levator palpebra, yang berorigo pada annulus foramen orbita

dan berinsersi pada tarsus atas dengan sebagian menembus M. orbikularis

okuli menuju kulit kelopak bagian tengah. Bagian kulit tempat insersi M.

levator palpebra terlihat sebagai sulkus (lipatan) palpebra. Otot ini

dipersarafi oleh N. III, yang berfungsi untuk mengangkat kelopak mata

atau membuka mata. 1

- Di dalam kelopak mata ada tarsus yang merupakan jaringan ikat dengan

kelenjar di dalamnya atau kelenjar Meibom yang bermuara pada margo

palpebra. 1

Page 7: Selulitis orbita

- Septum orbita, yang merupakan jaringan fibrosis berasal dari rima orbita

merupakan pembatas isi orbita dengan kelopak depan. 1

- Tarsus ditahan oleh septum orbita yang melekat pada rima orbita pada

seluruh lingkaran pembukaan rongga orbita. Tarsus, terdiri atas jaringan

ikat yang merupakan jaringan penyokong kelopak dengan kelenjar

Meibom (40 buah di kelopak atas dan 20 pada kelopak bawah). 1

- Pembuluh darah yang memperdarahinya adalah a. palpebra. 1

Persarafan sensorik kelopak mata atas didapatkan dari ramus frontal n. V, sedangkan

kelopak bawah oleh cabang ke II saraf ke V. 1

Gambar 2.2.1 : Anatomi Palpebra

Page 8: Selulitis orbita

BAB III

Selulitis Orbita

3.1 Definisi

Selulitis orbita adalah peradangan supuratif jaringan ikat jarang intraorbita di

belakang septum orbita.1 Selulitis orbita . Biasanya disebabkan oleh kelainan pada

sinus paranasal dan yang terutama adalah sinus etmoid. Selulitis orbita dapat

mengakibatkan kebutaan, sehingga diperlukan pengobatan segera. Pada anak-

anak, selulitis orbitalis biasanya berasal dari infeksi sinus dan disebabkan oleh

bakteri Haemophilus influenzae. Bayi dan anak-anak yang berumur dibawah 6-7

tahun tampaknya sangat rentan terhadap infeksi oleh Haemophilus influenzae.2

3.2 Epidemiologi

Peningkatan insiden selulitis orbita terjadi di musim dingin, baik nasional

maupun internasional, karena peningkatan insiden sinusitis dalam cuaca. Ada

mencatat peningkatan frekuensi selulitis orbita pada masyarakat disebabkan oleh

infeksi Staphylococcus aureus yang resisten methicillin.

1. Mortalitas / Morbiditas

Sebelum ketersediaan antibiotik, pasien dengan selulitis orbita

memiliki angka kematian dari 17%, dan 20% dari korban yang selamat buta di

mata yang terkena. Namun, dengan diagnosis yang cepat dan tepat

penggunaan antibiotik, angka ini telah berkurang secara signifikan; kebutaan

terjadi dalam 11% kasus. Selulitis orbita akibat S. aureus yang resisten

terhadap methicillin dapat menyebabkan kebutaan meskipun telah diobati

antibiotik.

2. Ras

Selulitis orbita tidak dipengaruhi oleh rasial.

3. Sex

Tidak ada perbedaan frekuensi antara jenis kelamin pada orang

dewasa, kecuali untuk kasus-kasus S. aureus yang resisten terhadap

methicillin, yang lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki dengan

Page 9: Selulitis orbita

rasio 4:1. Namun, pada anak-anak, selulitis orbita telah dilaporkan dua kali

lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan.

4. Usia

Selulitis orbita, pada umumnya, lebih sering terjadi pada anak-anak daripada di

dewasa muda. Kisaran usia anak-anak yang dirawat di rumah sakit dengan selulitis

orbita adalah 7-12 tahun.

3.3 Etiologi

Selulitis orbita merupakan peradangan supuratif yang menyerang

jaringan ikat di sekitar mata, dan kebanyakan disebabkan oleh beberapa jenis

bakteri normal yang hidup di kulit, jamur, sarkoid, dan infeksi ini biasa berasal

dari infeksi dari wajah secara lokal seperti trauma kelopak mata, gigitan hewan

atau serangga, konjungtivitis, kalazion serta sinusitis paranasal yang

penyebarannya melalui pembuluh darah (bakteremia) dan bersamaan dengan

trauma yang kotor.

Pada anak-anak infeksi selulitis sering disebabkan oleh karena sinusitis

etmoidalis yang mengenai anak antara umur 2-10 tahun. Ada Beberapa bakteri

penyebab, diantaranya :

a. Haemophilus influenzae

Merupakan bakteri yang bersifat gram negatif dan termasuk keluarga

Pasteuracella. Haemophilus influenzae yang tidak berkapsul banyak diisolasi

dari cairan serebrospinalis, dan morfologinya seperti Bordetella pertussis

penyebab batuk rejan, namun bakteri yang didapat dari dahak besifat

pleomorfik dan sering berbentuk benang panjang dan filamen.

Gambar Haemophilus influenzae yang diperoleh dari dahak.

Page 10: Selulitis orbita

Haemophillus influenzae dapat tumbuh dengan media “heme” oleh

karena media ini merupakan media kompleks dan mengandung banyak

prekursor-prekursor pertumbuhan khususnya faktor X (hemin) dan faktor V

( NAD dan NADP ). Di laboratorium di tanam dalam agar darah cokelat yang

sebelumnya media tanam tersebut dipanaskan dalam suhu 80 o C untuk

melepaskan faktor pertumbuhan tersebut. Bakteri dapat tumbuh dengan baik

pada suhu 35 o C- 38o C dengan PH optimal sebesar 7,6. Bakteri ini dapat

tumbuh pada kondisi aerobik ( sedikit CO2). Bakteri ini sekarang sudah jarang

untuk menyebabkan selulitis akibat banyaknya tipe vaksinasi untuk strain ini.

b. Staphylococcus aureus

Merupakan bakteri gram positif yang berkelompok seperti anggur dan

merupakan bakteri normal yang ada di kulit manusia terutama hidung dan

kulit. S aureus dapat menyebabkan berbagai penyakit kulit ringan khususnya

selulitis, impetigo, furunkel, karbunkel dan penyakit kulit lainnya. S aureus ini

sangat bersifat fakultatif anaerobik yang tumbuh oleh respirasi aerobik atau

melalui fermentasi asam laktat. Bakteri ini memiliki sifat katalase (+), dan

oksidase (-) dan dapat tumbuh pada suhu antara 15-45 derajat celcius pada

konsentrasi NaCl setinggi 15 persen. Oleh karena bakteri ini memiliki enzim

koagulase yang dapat menyebabkan gumpalan protein yang berbentuk bekuan,

maka bakteri ini memiki sifat patogen yang sangat potensial sekali.

Gambar Staphylococcus aureus gram negatif

Page 11: Selulitis orbita

c. Streptococcus pneumoniae

Merupakan bakteri gram positif yang berbentuk seperti bola yang

secara khas hidup berpasangan atau rantai pendek. Bagian ujung belakang

tisap sel berbentuk tombak ( runcing tumpul ), tidak membentuk spora, dan

tidak bergerak, namun yang galur ganas memiliki kapsul, bersifat alpha

hemolisis pada agar darah dan akan terlisis oleh garam empedu.

Streptococcus pneumoniae ini merupakan bakteri penghuni normal

pada saluran napas bagian atas manusia yang sering menyebabkan sinusitis.

Bakteri inilah yang paling sering menyebabkan selulitis orbita melalui jalur

sinusitis terlebih dahulu.

Kuman ini merupakan yang paling sering menyebabkan selulitis pada

anak-anak usia < 3 tahun yang lebih cenderung menyebar secara bakteremia.

Gambar Streptococus pneumoniae

d. Streptococcus pyogenes

Merupakan bakteri gram positif yang berbentuk kokus berantai, tidak

bergerak, bersifat katalase negatif, fakultatif anaerobik, serta sangat

membutuhkan media untuk hidupnya berupa medium yang mengandung

darah.

Streptokokus grup A biasanya memiliki sebuah kapsul yang terdiri dari

asam hialuronat dan menunjukkan hemolisis beta pada agar darah.

Page 12: Selulitis orbita

Gambar Streptococcus pyogenes pada pewarnaan gram dan hemolisis

beta.

Diperkirakan terdapat 5-15 % di saluran pernapasan pada tiap individu,

dan tanpa menimbulkan tanda-tanda penyakit. Seperti flora normal, S. pyogenes

dapat menjadi patogen pada saat pertahanan tubuh terganggu sehingga infeksi

supuratif bisa terjadi. Selulitis yang disebabkan oleh bakteri ini sering bersifat

lokal, bukan melalui suatu penyebaran.

Selulitis orbita merupakan infeksi yang sering terjadi melalui fokus

infeksi sinus paranasal, khususnya sinus etmoidalis. Penyebarannya disebabkan

oleh karena tipisnya tulang untuk menghalangi tersebarnya fokus infeksi dan

penyebaran masuk melalui pembuluh darah kecil yang menuju jaringan ikat di

sekitar bola mata.

3.4 Patofisiologi

Infeksi orbita dan jaringan periorbita merupakan kelompok penyakit yang

penting, tidak hanya karena seringnya kasus tersebut terjadi akan tetapi juga

keadaan tersebut berpotensial mengancam jiwa.

Orbita dikelilingi sinus sinus paranasal, dan sebagian dari drainase vena

sinus sinus tersebut berjalan melalui orbita. Sebagian besar kasus selulitis orbita

timbul akibat perluasan sinusitis melalui tulang tulang etmoid yang tipis.

Selulitis orbita ialah sebuah infeksi dalam dan difus pada jaringan palpebral

yang terlokalisasi di posterior septum orbita. Peradangan selulitis orbita dapat

berdiri sendiri atau komplikasi dari penyakit orbita yang lain.

Page 13: Selulitis orbita

Selulitis orbita ialah infeksi jaringan lunak pada orbita di tandai dengan

perubahan bagian posterior dari septum orbita yaitu infiltrasi jaringan oleh

mikroorganisme, sel peradangan dan edema. Infeksi orbita biasanya dikaitkan

dengan sinusitis, sebagaimana dinding dari sinus berdekatan dengan orbita yang

menjadi faktor predisposisi perluasan infeksi dari sinus. Penyebaran terjadi dari

orbita media melalui lamina papyracea.

3.5 Manifestasi Klinis

Selulitis preseptum adalah gejala awal yang sering dijumpai. Infeksi

preseptum perlu di bedakan dari infeksi orbita.

Berikut adalah beberapa gejala klinis Selulitas orbital7 :

1. Palpebra bengkak, nyeri dan kemerahan

2. Penurunan visus

3. Nyeri saat menggerakan bola mata

4. Diplopia

5. Nyeri kepala

6. Konjungtiva merah dan bengkak

7. Gejala Sinusitis ( Rhinorrhea, peningkatan tekanan sinus )

8. Proptosis

9. Ptosis

10. Peningkatan TIO

Gambar 3.5.1 : Manifestasi Klinis Selulitis Orbita dengan Edema, Kemerahan, Proptosis

Page 14: Selulitis orbita

Gambar 3.5.2 : Manifestasi klinis Celulitis orbita

3.6 Diagnosis Banding

Pada anak anak, beberapa penyakit orbita berkembang secepat selulitis orbita. Pseudotumor dan Eksoftalmus Tiroid dapat menyerupai Selulitis Orbita2.

Pseudotumor Eksoftalmus Tiroid Selulitis OrbitaLateralisasi Unilateral Bilateral UnilateralUsia 21-50 th Dekade 4 dan 5 Anak dan dewasa

mudaOnset Akut,sub akut,

kronisKronis Akut

Presentasi Klinis Proptosis, ptosis, kemosis dengan nyeri

Proptosis Pembengkakan dan nyeri periorbita

Penemuan Lab Peningkatan LED Abnormal tes fungsi tiroid

Leukositosis

Gejala sistemik Malaise Gejala tiroid DemamRespon Steroid Dosis Kecil Dosis Tinggi Respon terhadap

antibiotikTabel 3.6.1 : Diagnosis Banding Kondisi Inflamasi Orbita

Page 15: Selulitis orbita

Beberapa gejala Selulitis Preseptal perlu di bedakan dengan Selulitis Orbita

Penemuan Klinis Selulitis Preseptal Selulitis Orbita

Kemampuan Penglihatan Normal Mungkin MenurunNyeri atau pergerakan mata - +Nyeri Orbita - +Proptosis - +Kemosis Jarang atau ringan SeringReaksi Pupil Normal Mungkin AbnormalMotilitas Normal MenurunSensasi Kornea Normal Mungkin MenurunOftalmoskop Normal Mungkin AbnormalDemam/Malaise Ringan Sering BeratLeukosit Normal s/ Meningkat MeningkatTIO Biasanya normal Mungkin MeningkatTabel 3.6.2 : Diagnosis Banding Selulitis Preseptal dengan Orbital

3.7 Pemeriksaan Penunjang

Evaluasi pada pemeriksaan penunjang mencakup sebagai berikut 2,11 :

a. Leukositosis lebih dari 15.000

b. Pemeriksaan kultur darah

c. Usap secret hidung

d. Papsmear untuk gram stain

e. CT Scan

Pandangan Aksial untuk menyingkirkan kemungkinan pembentukan abses

otak dan abses peridural parenkim.

Pandangan Koronal sangat membantu dalam menentukan keberadaan dan

batas dari setiap abses subperiorbital. Namun, pandangan koronal, yang

membutuhkan hiperfleksi/hiperekstensi leher, mungkin sulit pada anak

anak tidak kooperatif dan pada pasien akut

Page 16: Selulitis orbita

f. MRI

Membantu dalam mendefinisikan abses orbital dan dalem mengevaluasi

kemungkinan penyakit Sinus Cavernosa dan juga bermanfaat untuk

melakukan drainase pada abses orbita.

3.8 Penatalaksanaan

Pengobatan harus dimulai sebelum organisme penyebabnya di identifikasi.

Segera setelah di dapatkan biakan hidung, konjungtiva, dan darah harus di berikan

antibiotic intravena. Terapi antibiotic awal mengatasi Stafilokokus, H. Influenza dan

bakteri anaerob2.

Sebagian besar kasus berespon cepat terhadap pemberian antibiotic. Kasus

yang tidak berespon mungkin membutuhkan drainase sinus paranasal melalui

pembedahan2.

Selulitis Orbita harus di rawat inap dan pemberian antibiotic intravena

spectrum luas. Drainase bedah di indikasikan pada subperiosteal abses. Drainase

mungkin dilakukan dengan Endoskopi1.

Untuk Terapi perawatan : 10

Kompres hangat

Antibiotik IV 7-10 hari dilanjutkan Antibiotik oral 14-21 hari

Pasien rawat jalan biasa di berikan antibiotic oral selama 5-7 hari, jika di sertai

sinusitis kronik atau osteomyelitis ditambahkan pemberiannya selama 3

minggu.

Infant :

Ceftriakson 50 mg/kgbb IV 12-24 jam ( tidak boleh > 4gr / hari )

Anak anak :

Nafcilin atau oxacilin 12,5 mg/kgbb IV setiap 6 jam dan Cefuroxime 25-33

mg/kgbb setiap 8 jam ( tidak boleh >4,5 gr/hari )

Alternatialergi terhadap penicillin atau sefalosporin : Kloramfenikol 12,5-25

mg/kgbb IV setiap 6 jam ( Monitor Hematologik )

Page 17: Selulitis orbita

Dewasa :

Ampicilin/Sulbaktam IV 1,5 gr setiap 6 jam, Cefuroxime 1,5 gr IV setiap 8

jam, Cefoxitin 2 gr IV Setiap 8 Jam, Cefotetan 2 gr IV setiap 12 Jam

Pada kerusakan periodontal diobati dengan debrideman, kuretase subginggiva

dan obat cuci mulut Hidrogen peroksida 3 %. Disamping itu, jika diikuti gejala-gejala

sistemik seperti demam, dianjurkan pemberian pengobatan secara oral dengan

menggunakan penisilin V dosis 25.000 sampai 50.000 unit/KgBB/24 jam dibagi 4

dosis. Biasanya, jika diobati gejala akan hilang dalam waktu 48 jam. Hal yang

terpenting adalah konsultasi gigi, dianjurkan untuk pembersihan gigi yang teliti guna

mencegah kekambuhan dan memperbaiki kerusakan periodontal.3

Penanganan komplikasi periodontitis fase akut ditujukan pada perbaikan

perbaikan keadaan umum disertai pemberian antibiotik yang tepat untuk kuman

penyebab dan dilakukan debrideman, selanjutnya dilakukan pembedahan untuk

memperbaiki kerusakan. Upaya ini memerlukan perencanaan dan keahlian yang baik

dengan mengutamakan pulihnya fungsi dari aspek kosmetik.4

Beberapa jenis antibiotik yang dapat digunakan dalam terapi selulitis orbita

yaitu 11 :

a. Vankomisin (Vancocin)

Trisiklik glycopeptide antibiotik untuk pemberian intravena. Diindikasikan

untuk pengobatan strain staphylococcus methicillin-resistant (tahan beta-laktam)

pasien yang alergi penisilin.

b. Klindamisin (Cleocin) 

Menghambat sintesis protein bakteri pada ribosom bakteri tuas, mengikat

dengan preferensi 50S subunit ribosom dan mempengaruhi proses inisiasi rantai

peptide

Page 18: Selulitis orbita

c. Sefotaksim (Claforan)

Semisintetik antibiotik spektrum luas untuk penggunaan parenteral. Efektif

terhadap gram positif aerob, seperti Staphylococcus aureus (tidak mencakup

methicillin-resistant strain), termasuk penisilinase dan non-penisilinase strain, dan

Staphylococcus pyogenes , gram negatif aerob (misalnya, H influenzae), dan anaerob

(misalnya , spesies Bacteroides).

d. Nafcillin (Unipen) 

Efektif terhadap spektrum gram-positif yang luas, termasuk Staphylococcus,

pneumococci, dan grup A beta-hemolitik streptokokus semisintetik penisilin.

e. Ceftazidime (Fortaz, Ceptaz) 

Semisintetik, spektrum luas, beta-laktam antibiotik untuk injeksi parenteral.

Memiliki spektrum yang luas dari efektivitas terhadap gram negatif aerob seperti H.

influenzae, gram positif aerob seperti Staphylococcus aureus (termasuk penisilinase

dan non-penghasil penisilinase strain) dan S. pyogenes , dan anaerob, termasuk

Bacteroides spesies

f. Kloramfenikol (Chloromycetin)

Efek bakteriostatik terhadap berbagai bakteri gram negatif dan gram-positif

dan sangat efektif terhadap H influenzae.

g. Tikarsilin (Ticar)

Penisilin semisintetik suntik yang bakterisida terhadap kedua organisme gram

positif dan gram negatif, termasuk H influenzae, Staphylococcus S (non-penghasil

penisilinase), beta-hemolitik streptokokus (kelompok A), S. pneumoniae, dan

organisme anaerob, termasuk Bacteroides dan Clostridium spesies.

h. Cefazolin (Ancef, Kefzol, Zolicef)

Sefalosporin IM atau IV semisintetik. Memiliki efek bakterisidal terhadap

Staphylococcus S (termasuk strain yang memproduksi penisilinase-), kelompok A

streptokokus beta-hemolitik, dan H influenza

Page 19: Selulitis orbita

3.9 Komplikasi

Komplikasi yang sering terjadi diantaranya : abses orbita, abses subperiosteal,

trombosis sinus kavernosus, gangguan pendengaran, septikemia, meningitis dan

kerusakan saraf optic dan gangguan penglihatan

Gambar 3.9.1 Komplikasi Selulitis Orbita

Page 20: Selulitis orbita

DAFTAR PUSTAKA

1. Asbury, Taylor. Rundaneva, Paul. Vaughan, Daniel P. Oftalmologi Umum.

Jakarta : Widya Medika. Hal. 1-5, 265-266.

2. Ilyas, S. Ilmu Penyakit Mata Edisi 3. Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. Jakarta.2004. Hal. 1-13, 101-102.

3. Kanski J. Clinical Ophtalmology a Systemic Approach. Philadelphia :

Butterworth Heinemann Elsevier. Page : 175-176.

4. Lang, Gerhard K .Ophtalmology a Pocket Textbook Atlas. 2006 . New york :

Thieme. Hal. 425-427.

5. Putz, R & Pabst, R. Atlas Anatomy Manusia Sobotta. Jakarta : EGC.

6. Suhardjo, Hartono. Ilmu Kesehatan Mata Edisi 1. Bagian Ilmu Penyakit Mata

Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta, 2007. Hal. 53-54

7. Anonim. Selulitis Orbita. Akses November 2011, 4. Available from

http://www.repository.usu.ac.id

8. Anonim. Orbital Cellulitis. Akses November 2011, 4. Available from

http://www.cellulitis.org

9. Barry, Seltz L. Microbiology and Antibiotic Management of Orbital Cellulitis.

Pediatric Official Journal of The Academy of Pediatric. 2011.

10. Esther, Hong S MD. Orbital Cellulitis in a Child. Akses November 2011, 4.

Page 1-8

11. Harrington, John. Orbital Cellulitis. Akses November 2011, 4. Available from

http://www.emedicine.medscape.com.