bab ii peritonitis tb

53
BAB II TINJAUAN TEORITIS A. KONSEP DASAR 1. Pengertian Peritonitis tuberculosis adalah peradangan peritoneum yang disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosis. Biasanya merupakan kelanjutan proses tiuberculosis di tempat lain, terutama paru-paru (Soeparwan, 1990: 662) Penyakit ini merupakan tuberculosis yang jarang, namun demikian merupakan salah satu penyebab peritonitis yang penting. Karena perjalanan penyakitnya perlahan-lahan, serta gejalanya yang tidak jelas, sering kali penyakit ini dikira sebagai neoplasma atau asites karena sirosis hati. Secara primer dapat terjadi karena penyebaran dari focus di paru, intestin atau saluran kemih.

Upload: areviamd

Post on 05-Aug-2015

1.224 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab II Peritonitis TB

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP DASAR

1. Pengertian

Peritonitis tuberculosis adalah peradangan peritoneum yang disebabkan

oleh kuman mycobacterium tuberculosis. Biasanya merupakan kelanjutan

proses tiuberculosis di tempat lain, terutama paru-paru (Soeparwan, 1990:

662)

Penyakit ini merupakan tuberculosis yang jarang, namun demikian merupakan

salah satu penyebab peritonitis yang penting. Karena perjalanan penyakitnya

perlahan-lahan, serta gejalanya yang tidak jelas, sering kali penyakit ini dikira

sebagai neoplasma atau asites karena sirosis hati. Secara primer dapat terjadi

karena penyebaran dari focus di paru, intestin atau saluran kemih.

2. Anatomi Fisiologi

a. Peritoneum

Peritoneum ialah membran serosa rangkap yang terbesar di dalam

tubuh. Peritoneum terdiri artas dua bagianutama, yaitu peritoneum

parietal, yang melapisi dinding rongga abdominal, dan peritoneum

visceral, yang melapisi semua organ yang berada di dalam rongga

abdomen.

Page 2: Bab II Peritonitis TB

Ruang yang berada diantara dua lapisan ini disebut ruang peritonial

atau kantong peritoneum. Banyak lipatan atau kantong terdapat di dalam

peritoneum; sebuah lipatan besar atau omentum mayor yang kaya akan

lemak, bergantungan di sebelah depan lambung, lipatan kecil (omentum

minor) berjalan dari porta hepatica setelah menyelaputi hati ke bawah, ke

kurvatura minor lambung dan disini bercabang untuk menyelaputi

lambung ini. Kolon juga terbungkus oleh peritoneum ini, kemudian

berjalan ke atas dan berbelok ke belakang sebagai meso-kolon kea rah

dinding posterior abdomen. Sebagian dari dari peritoneum ini membentuk

mesentrium usus halus. Omentum besar dan kecil, mesentrium usus halus

dan mesokolon, semua memuat penyaluran darah vaskuler dan limfe dari

organ-organ yang diselaputinya.

Fungsi peritoneum adalah menutupi sebagian besar dari organ-

organ abdomen dan pelvis, membentuk perbatasan halus yang

memungkinkan organ saling bergeseran tanpa ada pergesekan. Organ-

organ digabungkan bersama dan menjaga kedudukan organ-organ tersebut

tetap, dan mempertahankan hubungan perbandingan organ-organ terhadap

dinding posterior abdomen. Sejumlah besar kelenjar limfe dan pembuluh

darah yang termuat dalam peritoneum, membantu melindunginya terhadap

infeksi.

Page 3: Bab II Peritonitis TB

b. Rongga abdomen

Abdomen ialah rongga terbesar di dalam tubuh. Bentuknya

lonjong dan meluas dari atas diafragma sampai pelvis di bawah. Rongga

abdomen dibagi menjadi dua bagian, yaitu rongga sebelah atas yang lebih

besar, dan pelvis yaitu rongga sebelah bawah dan lebih kecil.

Batas-batas abdomen diatas diafragma. Di bawah pintu rongga

masuk panggul, dari panggul besar di depan dan di kedua sisi, otot-otot

abdominae, tulang- tulang aliaka da iga-iga sebelah bawah. Di belakang

tulang punggung dan otot psoas dan kuadratus lumborum.

Isi abdomen sebagian besar dari saluran pencernaan yaitu

lambung, usus halus dan usus besar.

Pembuluh limfe dan kelenjar, urat saraf, peritoneum dan lemak

juga di jumpai di dalam rongga ini.

1) Lambung

Fungsi lambung adalah :

a) menerima makanan dan bekerja sebagai sebagai penampung untuk

jangka waktu pendek

b) semua makanan dicairkan dan dicampurkan dengan asam

hidroklorida. Dan dengan cara ini disiapkan untuk dicernakan oleh

usus

c) protein diubah menjadi peptone

d) susu dibekukan dan kasein dikeluarkan

Page 4: Bab II Peritonitis TB

e) pencernaan lemak dimulai di dalam lambung

f) khime, yaitu isi lambung yang cair disalurkan masuk duodenum.

2) Usus halus

Usus halus adalah bagian saluran pencernaan diantara lambung

dan usus besar. Usus halus panjang, tube yang berliku-liku yang

memenuhi sebagian besar rongga abdomen. Usus halus terdiri dari :

duodenum, yeyunum dan ileum.

a) Duodenum

Duodenum adalah tube yang berbentuk C, dengan panjang kira-

kira 25 cm, pada bagian belakang abdomen, melengkung

melingkari pancreas.

b) Yeyunum dan ileum

Yeyunum merupakan bagian pertama dan illem merupakan bagian

kedua dari saluran usus halus. Semua bagian usus tersebut

mempunyai panjang yang bervariasi mulai dari 300 cm sampai

dengan 900 cm.

Usus halus mempunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan

absorpsi bahan-bahan nutrisi dan air. Proses pencernaan dimulai dari

dalam mulut dan lambung oleh kerja ptyalin, asam klorida dan pepsin

terhadap makanan yang masuk. Proses dilanjutkan dalam duodenum

terutama oleh enzim-enzim pancreas yang menghidrolisis karbohidrat

Page 5: Bab II Peritonitis TB

meliputi glukosa, maltosa dan galaktosa, lemak menjadi asam dan

gliserol (dengan bantuan garam empedu pada keluaran empedu ke

dalam duodenum oleh kontraksi kelenjar empedu) serta protein

menjadi asam amino.

Proses pencernaan disempurnakan oleh beberapa enzim dalam

getah usus (sukus enterikus). Enzim-enzim ini terdapat pada brush

bovaer vili dan mencernakan zat-zat makanan sambil diabsorpsi.

3. Etiologi

Penyebab dari Peritonitis Tuberculosis adalah mycobacterium

tuberculosis. Pada umumnya peritonitis tuberculosis merupakan keadaan

akibat adanya proses tuberculosis di tempat lain, terutama paru-paru. Namun

demikian, sering juga dilaporkan bahwa sewaktu diagnosis peritonitis

tuberculosis ditegakkan ternyata proses tuberculosis di paru sudah

menyembuh atau tidak ada lagi. Hal ini mungkin terjadi oleh karena proses

tuberculosis di paru dapat menyembuh dengan sendirinya walaupun

sebenarnya di tempat lain masih terdapat penyebaran.

Pada kebanyakan kasus peritonitis tuberculosis, penyebarannya tidak

secara langsung berlanjut (kontinu) dari alat sekitarnya, tetapi lebih sering

disebabkan karena reaktivitas proses laten yang terdapat di peritoneum yang

diperoleh sewaktu terjadi penyebaran hematogen dari proses primer terdahulu.

Page 6: Bab II Peritonitis TB

Oleh karena itu pulalah banyak kasus peritonitis tuberculosis tanpa ditemui

ada kelainan di paru-paru

Sebaliknya bisa juga terjadi peritonitis tuberculosis pada kejadian

penyebaran hematogen atau proses tuberculosis milier.

Pada sebagian kecil selain terjadi melalui penyebaran hematogen dapat

juga melalui penyebaran langsung tuberculosis usus, tuberculosis alat

genitalia interna atau akibat pecahnya kelenjar linfe mesentrium yang

mengalami perkejuan.

4. Tanda dan gejala

Gejala klinis bervariasi. Pada umumnya keluhan dan gejala timbul

perlahan-lahan, sering penderita tidak menyadari keadaan ini. Pada lebih 70%

kasus ditemukan keluhan yang berlangsung lebih dari empat bulan. Keluhan

yang paling sering adalah adanya nyeri pada perut, pembengkakan perut, tidak

nafsu makan, batuk, demam, kelemahan, berat badan menurun dan distensi

abdomen.

Sedangkan dari hasil penelitian terhadap 30 kasus penderita peritonitis

tuberculosis yang dirawat di rumah sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta,

antara tahun 1975 sampai dengan tahun 1979 ditemukan keluhan sebagai

berikut: sakit perut 57 %, pembengkakan perut 50 %, batuk 40 %, demam 30

%, anoreksia 30 % keringat malam 26 %, kelelahan 23 %, berat badan

menurun 23 %, mencret 20 %.

Page 7: Bab II Peritonitis TB

Keluhan yang berasal dari saluran cerna seperti sakit perut, mencret

dan lain-lain berhubungan dengan ada tidaknya proses dalam usus atau adanya

perlengketan antara usus dengan peritoneum atau usus dengan usus. Jika

perlengketan begitu hebat dapat terjadi penggumpalan sehingga jalan

makanan terganggu dan terjadi gejala illeus obstruktif.

Tabel 1. Keluhan pasien tuberkulosa peritoneal menurut beberapa penulis (2,4,5)Keluhan Sulaiman A1975-197930 pasien%Sandikci135 pasien%Manohar dkk1984-198845 pasien%Sakit perut 57 82 35.9Pembengkakan perut 50 96 73.1Batuk 40 - -Demam 30 69 53.9Keringat malam 26 - -Anoreksia 30 73 46.9Berat Badan menurun 23 80 44.1Mencret 20 - -Pada pemeriksaan jasmani gejala yang sering dijumpai adalah asites, demam,pembengkakan perut, nyeri perut, pucat dan kelelahan, tergantung lamanyakeluhan.Keadaan umum pasien bisa masih cukup baik sampai keadaan kurus dan kahexia,pada wanita sering dijumpai tuberkulosa peritoneum disertai oleh proses tuberculosispada ovarium atau tuba, sehingga pada alat genital bisa ditemukan tanda-tanda

peradangan yang sering sukar dibedakan dengan kista ovari (1,2)

5. Patofisiologi

Ketika kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet

nuclei dalam udara yang dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam,

Page 8: Bab II Peritonitis TB

tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang baik dan

kelembaban. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat, ia akan

menempel pada jalan napas atau paru-paru. Kebanyakan partikel ini akan mati

atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari cabang tracheo-bronkhial beserta

gerakan silia dengan sekretnya. Bila kuman tetap menempel pada alveoli

kemudian baksil berkembang. Reaksi permukaan yang disebabkan oleh baksil

tersebut adalah reaksi inflamasi, leukosit polimorfonuklear berusaha

memfagositosis bakteri tersebut, tetapi organisme tersebut tidak dapat

dimatikan. Sesudah hari-hari pertama terjadi perubahan yaitu leukosit diganti

oleh makrofag, ia tumbuh dan berkembang biak dalam sitoplasma makrofag.

Kuman yang bersarang di jaringan paru-paru akan membentuk sarang

tuberculosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer.

Sarang primer ini dapat terjadi di bagian jaringan paru mana saja. Dari sarang

primer timbul peradangan saluran getah bening menjadi hilus, dan juga diikuti

peradangan getah bening (KGB) hilus hingga menjadi kompleks primer,

kompleks primer ini dapat langsung berkomplikasi dan menyebar secara

limfogen dan hematogen ke organ tubuh lainnya, atau bersifat dormant.

Kuman yang dormant dapat muncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi

endogen menjadi tuberculosis dewasa. Tuberculosis ini dapat dimulai dengan

sarang dini di region atas paru-paru (bagian apical posterior lobus superior

atau inferior). Invasi pada daerah parenkim paru-paru sarang dini mula-mula

berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam waktu 3-10 minggu sarang ini

Page 9: Bab II Peritonitis TB

menjadi tuberkel, yaitu suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan

sel Datia-langhans (sel besar dengan banyak luti) yang dikelilingi oleh sel-sel

limfosit dan bermacam-macam jaringan ikat. Sarang dini ini kemudian meluas

dimana granuloma berkembang menghancurkan jaringan di sekitarnya dan

bagian tengahnya mengalami nekrosis dan lembek membentuk jaringan keju,

bila jaringan keju dibatukkan akan terjadi kavitas yang berdinding tipis, lama-

lama dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblast dalam jumlah

besar, sehingga menjadi kavitas sklerotik. Kavitas ini meluas kembali dan

menimbulkan sarang pneumonia. Karena timbulnya peradangan saluran getah

bening dan limfadenitis (pembesaran kelenjar getah bening). Organisme yang

lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah yang disebut

dengan penyebaran limphohematogen. Penyebaran secara hematogen

merupakan suatu pneumonia akut yang menyebabkan tuberculosis milier.

Karena pada peritoneum banyak mengandung pembuluh-pembuluh darah

maka tuberculosis dapat berkembang di daerah ini.

Tuberkel pada daerah peritoneum sering ditemukan, kecil-kecil

berwarna putih kekuning-kuningan tampak menyebar di peritoneum atau pada

alat-alat tubuh yang berada di dalam rongga peritoneum. Selain tuberkel yang

kecil terdapat juga tuberkel yang besar. Di sekitar tuberkel terdapat reaksi

jaringan peritoneum berupa kongesti pembuluh darah. Eksudat dapat

terbentuk banyak, menutupi tuberkel dan peritoneum sehingga merubah

dinding perut menjadi tegang.

Page 10: Bab II Peritonitis TB

Kuman mycobacterium menjadi droplet nuclei

Terisap oleh host

Menempel pada jalan napas dan paru-paru

Difagositosis oleh leukosit

Difagositosis oleh leukosit polimorfonuklear (namun tidak mati)

Makrofag, tumbuh berkembang biak dalam sitoplasma makrofag

Di paru akan membentuk sarang primer atau apek primer

Peradangan saluran getah bening, pembesaran kelenjar getah bening lulus

Komplek primer

Bersifat dormant

Dengan kondisi yang menunjang dari tuberculosis primer berkembang menjadi tuberculosis post

primer (dewasa)

Sarang dari daerah parenkim paru

Berubah menjadi tuberkel (granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel-sel Datia-langhans) dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan bermacam-

macam jaringan ikat

Penyebaran infeksi secara langsung

Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya

Cemas

Page 11: Bab II Peritonitis TB

Meluas, granuloma berkembang dan menghancurkan jaringan sekitar, bagian tengah

mengalami nekrosis

Perkejuan, bila dibatukkan menjadi pecah

Kavitas yang berdinding tipis lama kelamaan menjadi tebal dan menjadi kavitas sklerotik

Meluas dan membentuk sarang pneumonia baru

Secara hematogen, limfogen menyebar pada daerah peritoneum

Reaksi jaringan peritoneum = kongesti pembuluh darah

Peradangan

(lanjut ke halaman berikutnya)

Peradangan

Meningkatkan/menurunkan peristaltic usus

Reflek balik pada lambung

Merangsang vomiting center

Mual/nafsu makan menurun

Intake nutrisi kurang dari kebutuhan

Metabolisme glukosa terganggu

Perpindahan cairan dari ekstraseluler, intravaskuler dan area interstitial kedalam usus

dan/atau peritoneal

Ascites

Kekurangan volume cairan

Tidak kuat pertahanan sekunder

Menghasilkan eksudat yang membungkus tuberkel dan peritoneum

(lanjut ke halaman berikutnya)

Menghasilkan eksudat yang membungkus tuberkel dan peritoneum

Dinding perut tegang

Merangsang syaraf-syaraf perifer

Merangsang pengeluaran neurotransmitter, bradikinin, histamine

dan prostaglandin

Nociceptor menyebrangi sum-sum belakang pada interneuron-interneuron yang bersambung dengan jalur spinalis

ascenden

Spinotalamic track (STT)

Page 12: Bab II Peritonitis TB

Pembentukan ATP<, energi<

Kelemahan

Resiko infeksi

Kerusakan mobilitas fisik

Thalamus

Cortex cerebri

Nyeri akut

6. Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium tidak ada yang khas;

1) Leukosit meningkat, kadang-kadang lebih dari 20.000/UL;

2) Thrombosit meningkat, menunjukkan hemikonsentrasi;

3) Laju Endap Darah (LED) pada umumnya meninggi, jarang ditemukan

yang normal;

4) Protein/albumin serum menurun karena perpindahan cairan.

b. Pemeriksaan penunjang diagnosis

1) Pemeriksaan rontgen

Pemeriksaan sinar tembus pada saluran pencernaan dapat

membantu jika terdapat kelainan pada usus kecil atau usus besar.

2) Biopsy peritoneum

Biopsy peritoneum merupakan cara yang paling sering

digunakan untuk menegakkan diagnosis. Cara ini sederhana dan

mudah dikerjakan. Dahulu digunakan jarum VIM silverman, seperti

pada biopsy jaringan pleura, kemudian jarum Abram dan cope.

Page 13: Bab II Peritonitis TB

3) Peritoneoskopi

Pemeriksaan peritoneoskopi merupakan pemeriksaan yang

sederhana dan aman jika dilakukan secara hati-hati. Dengan cara ini,

biopsy dapat dilakukan dengan terarah, juga dapat melihat langsung

adanya kelainan di dalam peritoneum serta organ-organ lain di dalam

rongga peritoneum.

Gambaran yang dapat dilihat pada peritonitis tuberculosis

ialah:

a) Tuberkel-tuberkel kecil atau besar yang terdapat pada dinding

peritoneum atau pada organ lain di dalam rongga peritoneum

seperti hati, ligamentum, omentum atau usus.

b) Perlengketan diantara usus, oemntum, hati, kantung empedu dan

peritoneum.

c) Penebalan peritoneum.

d) Adanya cairan eksudat atau cairan yang keruh seperti nanah.

Mungkin juga warna eksudat kemerahan bercampur darah

(serosanguineus).

Biopsy dapat ditujukan kepada tuberkel secara terarah atau pada

jaringan lainnya yang tersangka mengalami kelainan dengan

menggunakan alat biopsy khusus dan sekaligus cairan dapat

dikeluarkan.

Page 14: Bab II Peritonitis TB

Walaupun pada umumnya gambaran peritoneoskopi peritonitis

tuberculosis dapat dikenal dengan mudah, namun gambarannya bisa

menyerupai penyakit lain seperti peritonitis karsinomatis, karena itu

pengobatan sebaiknya diberikan jika hasil pemeriksaan patologi

anatomis menyokong suatu peritonitis tuberculosis.

Adanya jaringan perlengketan yang luas akan merupakan

hambatan dan kesulitan dalam memasukkan trokar dan lebih lanjut

ruangan yang sempit di dalam rongga abdomen juga menyulitkan

pemeriksaan.

4) Laparotomi

Laparotomi eksplorasi dahulu merupakan tindakan diagnostik

yang sering dikerjakan. Hughes malahan menganggap cara ini

merupakan cara diagnostik yang paling baik. Pembedahan dilakukan,

jika cara-cara lain yang lebih sederhana tidak memberikan kepastian

diagnosa jika dijumpai adanya indikasi yang mendesak seperti

obstruksi usus.

Page 15: Bab II Peritonitis TB

B. DAMPAK PENYAKIT PERITONITIS TUBERKULOSIS TERHADAP

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA

1. Kebutuhan Nutrisi

Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan diakibatkan karena adanya

nyeri pada abdomen kuadran atas sehingga mengakibatkan tirah baring serta

adanya peradangan pada peritoneum mengakibatkan penurunan/peningkatan

peristaltic usus merangsang pengeluaran gastrin yang dapat merangsang

vomiting center sehingga timbul anoreksia dan mual.

2. Eliminasi

Page 16: Bab II Peritonitis TB

Pola eliminasi terganggu dapat disebabkan karena adanya proses dalam usus

atau adanya perlengketan dalam usus, sehingga terjadinya penurunan

peristaltic usus sampai terjadi gejala ileus obstruktif sehingga menurunkan

reflek defekasi dan terjadilah kesulitan BAB sampai konstipasi.

3. Aktivitas sehari-hari (ADL)

Dengan adanya rasa sakit di daerah perut kuadran atas mengakibatkan pola

aktivitas terganggu dan menurunnya metabolisme glukosa dan pembentukan

Adenosin Tri Pospat (ATP) sehingga energi yang dihasilkan kurang dan

menyebabkan kelemahan fisik.

4. Pola tidur

Gangguan pola tidur dapat terjadi dihubungkan dengan rasa nyeri di perut

kuadran atas dan pergerakan tubuh waktu tidur yang dapat menimbulkan

penekanan pada daerah abdomen yang sakit.

5. Personal hygiene

Hal ini dihubungkan dengan ketidakmampuan melakukan aktivitas akibat

kelemahan fisik.

6. Rasa nyaman

Page 17: Bab II Peritonitis TB

Terjadinya peradangan pada peritoneum menimbulkan rangsangan pada

serabut saraf untuk mengeluarkan enzim bradikinin dan serotonin sehingga

nyeri dipersepsikan.

7. Kecemasan

Hal ini dapat terjadi sebagai akibat langsung dari kurangnya pengetahuan

serta pemahaman tentang penyakit serta procedur penanganan atau tindakan

yang dilakukan pada klien.

C. TINJAUAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN

Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada

praktek keperawatan yang langsung diberikan kepada klien pada berbagai tatanan

pelayanan kesehatan, dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasar manusia, sg

menggunakan metodologi proses keperawatan, berpedoman pada standar

keperawatan dilandasi etik dan etika keperawatan, dalam lingkup wewenang serta

tanggung jawab keperawatan.

Page 18: Bab II Peritonitis TB

Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan dalam

praktik keperawatan yang terdiri dari tahapan yang mencakup : pengkajian,

perumusan diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.

Berikut ini adalah tahapan dari proses keperawatan :

1. Pengkajian

a. Pengkajian data dasar

1) Data demografi klien meliputi usia, jenis kelamin, pekerjaan, suku

bangsa dan pendidikan. Data ini penting untuk mendapatkan gambaran

tentang kemungkinan factor predisposisi timbulnya masalah

keperawatan peritonitis tuberculosis.

2) Riwayat kesehatan sekarang

Kaji mengenai tanda dan gejala yang muncul pada penyakit peritonitis

tuberculosis: nyeri pada perut, pembengkakan perut, tidak nafsu

makan. Batuk, demam, kelemahan, distensi abdomen.

b. Dapatkan sumber penularan

Karena penyakit peritonitis tuberculosis merupakan awalnya dari penyakit

tuberculosis, maka dapat disebabkan oleh tuberculosis kontak dengan

penderita yang lain, maka untuk sumber penularan harus dikaji:

1) Riwayat peritonitis tuberculosis klien/keluarga

2) Riwayat anggota keluarga yang mengalami penyakit tuberculosis paru.

Page 19: Bab II Peritonitis TB

3) Riwayat kesehatan klien dahulu, apakah pernah mengalami TBC paru

sebelumnya.

4) Riwayat lamanya kontak dengan penderita

5) Kebiasaan klien membuang dahak sembarangan

6) Riwayat pengobatan penyakit TBC paru.

c. Kaji manifestasi klinik terhadap:

1) Biologis

a) Nutrisi

Dengan adanya peradangan mengakibatkan perubahan

metabolisme di dalam tubuh, maka harus dikaji kualitas dan

kualitas nutrisi. Kondisi yang menghambat pemasukan nutrisi

(mual, muntah, anoreksia), penurunan berat badan.

b) Eliminasi

Frekuensi dan kuantitas urine dan faeces. Digali juga mengenai

hambatan yang menyertai, apakah terjadi perubahan warna urine,

jumlah ataupun frekkuensi.

c) Keseimbangan cairan dan sirkulasi

Page 20: Bab II Peritonitis TB

Perlu dikaji pada peritonitis tuberculosis adalah ascites karena

adanya perpindahan cairan dari ekstraseluler, intravaskuler, dan

area interstitial ke dalam usus atau area peritoneal, adanya muntah

atau secara medik cairan dibatasi, demam.

d) Aktivitas/istirahat

Pola, kelemahan, hambatan, kebiasaan, malaise umum sehubungan

dengan hambatan dalam metabolisme atau rasa nyeri yang

mengganggu.

e) Personal hygiene

Mengkaji kemandirian dan tingkat pemenuhan kebutuhan personal

hygiene yang juga dihubungkan dengan rasa sakit di perut kuadran

atas.

2) Lakukan pemeriksaan fisik

Metode yang dapat dilakukan adalah inspeksi, palpasi, perkusi

dan aulkutasi (IPPA). Khusus untuk sistem perncernaan maka metode

yang digunakan adalah inspeksi, auskultasi, perkusi, palpasi (IAPP),

cara pemeriksaannya dengan head – to – toe, ROS (Review of

System).

Berikut adalah bagian-bagian dari pemeriksaan fisik :

a) Sistem neurology

Page 21: Bab II Peritonitis TB

Kaji kesadaran (melalui penilaian GCS), reflek fisiologis tubuh,

daya orientasi (tempat, orang, waktu), daya ingat.

b) Sistem respirasi

Yang harus dikaji paling utama adalah pola napas dan frekuensi

napas karena dengan penyakit tuberculosis yang sedang aktif

disertai dengan batuk yang produktif, adanya sumbatan jalan

napas.

c) Sistem kardiovaskuler

Dari sistem ini pengkajian yang dilakukan berhubungan dengan

peritonitis tuberculosis adalah tekanan darah, biasanya systole

dibawah 90 mmHg, keadaan yang terus menurun kemungkinan

terjadinya syok hipovolemik. Nadi lebih dari 120 x/menit, apakah

ada perubahan tekanan vena jugularis.

d) Sistem gastrointestinal

Pengkajian pada sistem ini merupakan data focus yang harus dikaji

lebih teliti dan tepat. Data yang harus dikaji meliputi :

(1) Mulut dan gigi

Bentuk, kebersihan, kesulitan menelan, warna mukosa, bibir,

proses mengunyah , sensasi rasa.

(2) Abdomen

Page 22: Bab II Peritonitis TB

Secara umum pemeriksaan fisik yang harus dilakukan untuk

klien peritonitis tuberculosis yaitu : adanya distensi abdomen,

peristaltic pada mula-mula meningkat dan lama kelamaan

menjadi menurun. Kadang terjadi ileus obstruktif, nyeri tekan

pada waktu palpasi, abdomen teraba seperti adonan kue atau

tegang, adanya pembengkakan pada perut atau asites.

(3) Hati dan limfa

Pada peritonitis tuberculosis karena riwayat pengobatan

penyakit tuberculosis paru dengan pengobatan isoniazid dapat

mempengaruhi pada faal hati yang kadang disertai dengan

hepatomegali.

(4) Rectum

Apakah ada hambatan daerah rectum (hemoroid, fistula dsb),

keluhan nyeri yang menyertai hal tersebut harus pula dikaji.

e) Sistem genitourinaria

Pengkajian yang berhubungan dengan peritonitis tuberculosis

adalah adanya perubahan haluaran urine menjadi menurun,

perubahan warna urine menjadi gelap dan pekat, sebagai salahsatu

tanda terjadinya kekurangan volume cairan pada klien.

f) Sistem musculoskeletal

Page 23: Bab II Peritonitis TB

Yang dikaji adalah dari sikap berjalan pada klien peritonitis

tuberculosis. Prgerakan sendi berhubungan dengan rasa nyeri di

bagian perut kuadran atas.

g) Sistem endokrin

Adakah kelainan endokrin lain yang memperberat kondisi klien.

h) Sistem integument

Harus dikaji perubahan warna kulit kemerahan, kering dan hangat

yang menandakan adanya septicemia. Terjadinya perubahan

menjadi pucat lembab, dingin dan sianosis merupakan tanda-tanda

terjadinya syok hypovolemik.

3) Kaji data psikologis dan lingkungan

Kaji tentang penampilan, status emosi, konsep diri, kecemasan dalam

menghadapi penyakit yang dideritanya termasuk interaksi social

selama masa perawatan.

4) Kaji data tentang keyakinan spiritual

Bagaimana klien menghadapi penyakitnya dihubungkan dengan

agama/kepercayaan yang dianutnya.

5) Kaji tentang kondisi dan pemahaman tentang pemeriksaan diagnostik

serta rencana tindakan yang akan dilakukan sehubungan dengan

penyakit yang dideritanya.

Page 24: Bab II Peritonitis TB

2. Perumusan Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan dan

mengatasi kebutuhan spesifik klien serta respon terhadap masalah actual dan

resiko tinggi (NANDA : 1992).

Diagnosa adalah pernyataan yang dirumuskan berdasarkan data yang

terkumpul dan berupa rumusan tentang respon klien terhadap masalah

kesehatan actual dan potensial serta factor etiologi yang berkontribusi

terhadap timbulnya masalah yang perlu diatasi dengan tindakan/intervensi

keperawatan (Gordon, 1976).

Kemungkinan diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan

peritonitis tuberculosis adalah :

a) Nyeri akut berhubungan dengan peradangan peritoneum perifer (toksin),

akumulasi cairan dalam rongga abdomen/peritoneal (distensi abdomen),

trauma jaringan.

b) Ketidakseimbangan nutrisi :kurang dari kebutuhan berhubungan dengan

mual/muntah, disfungsi usus, peningkatan kebutuhan metabolic,

anoreksia.

c) Kekurangan volume cairan (kehilangan aktif) berhubungan dengan

perpindahan cairan dari ekstraseluler, intravaskuler, dan area interstitial ke

dalam usus dan/atau area peritoneal, muntah, aspirasi NGT/usus, demam,

secara medik cairan dibatasi.

Page 25: Bab II Peritonitis TB

d) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuat

pertahanan primer (kulit rusak, trauma jaringan, gangguan peristaltic)

tidak kuat pertahanan sekunder (penekanan imunologi), prosedur invasive.

e) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan umum,

penurunan kekuatan/ketahanan tubuh, nyeri, keterbatasan aktivitas.

f) Cemas berhubungan dengan krisis situasi, factor fisiologis.

g) Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan

kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang mengingat, salah

interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.

3. Perencanaan

Perencanaan adalah acuan tertulis yang terdiri dari berbagai intervensi

keperawatan yang direncanakan dapat mengatasi diagnosa keperawatan

sehingga klien dapat terpenuhi kebutuhan dasarnya (PPNI, 1999: 8)

Langkah-langkah dalam perencanaan adalah menentukan prioritas,

menentukan criteria hasil, menentukan rencana tindakan dan dokumentasi.

Perencanaan keperawatan pada klien dengan peritonitis tuberculosis meliputi :

a. Prioritas masalah

1) Kontrol infeksi

2) Perbaiki/pertahankan volume sirkulasi

3) Tingkatkan kenyamanan

Page 26: Bab II Peritonitis TB

4) Pertahankan nutrisi

5) Berikan informasi tentang proses penyakit, kemungkinan komplikasi,

dan kebutuhan pengobatan.

b. Tujuan pemulangan

1) Infeksi teratasi

2) Komplikasi tercegah/minimal

3) Nyeri hilang

4) Proses penyakit, potensial komplikasi dan program terapi dipahami.

c. Intervensi dan rasionalisasi

a) Nyeri akut berhubungan dengan :

Peradangan peritoneum perifer (toksin), akumulasi cairan dalam

rongga abdomen/peritoneal (distensi abdomen), trauma jaringan.

Criteria evaluasi :

a) Laporan nyeri hilang

b) Menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi, metode lain

untuk meningkatkan kenyamanan

c) Penurunan skala nyeri

Tindakan/intervensi Rasional

(1) (2)Kaji ulang tingkat nyeri klien, lokasi, lama,

intensitas dan karakteristiknya (0-5)

Kaji adanya keluhan nyeri secara verbal maupun non verbal

Adanya perubahan dalam lokasi, intensitas dapat menunjukkan terjadinya komplikasi

Adanya keluhan secara verbal maupun non verbal dapat menentukan sejauh mana nyeri

Page 27: Bab II Peritonitis TB

Pertahankan posisi yang nyaman bagi klien

Ajarkan pada klien tentang teknik distraksi nyeri

Lakukan teknik “gate control”

Ajarkan teknik relaksasi yang tepat dilakukan

Kolaborasi dalam pemberian obat analgetik

dapat mempengaruhi kebutuhannya serta menentukan intervensi yang dibutuhkan oleh klien

Mengurangi adanya tekanan gravitasi dan membantu meminimalkan nyeri karena gerakan yang berlebihan

Merupakan metode dengan cara mengalihkan perhatian klien pada hal-hal lain sehingga klien akan lupa terhadap nyeri yang dialami

Sel-sel reseptor yang menerima stimuli nyeri peripheral dihambat oleh stimulasi dari serebral saraf yang lain, Karena pesan-pesan nyeri menjadi lambat. Prutis spina cord yang mengontrol jumlah input ke otak menutup

Keadaan otot-otot yang relaks dapat mengurangi ketergangan pada saraf yang dapat merangsang nyeri. Keadaan yang menyenangkan dapat merangsang pengeluaran endorphin

Analgetika mengurangi nyeri dengan cara menekan saraf pusat pada thalamus dan cortex

b) Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan

dengan mual/muntah, disfungsi usus, peningkatan kebutuhan

metabolic, anoreksia.

Criteria evaluasi :

a) Adanya peningkatan nafsu makan

b) Mempertahankan dan meningkatkan berat badan

c) Adanya peningkatan porsi makan

d) Adanya perbaikan peristaltic usus

Tindakan/intervensi Rasional

Page 28: Bab II Peritonitis TB

(1) (2)Awasi haluaran slang NG. Catat adanya

muntah/diare.

Auskultasi bising usus, catat bunyi tak ada/hiperaktif

Ukur lingkar abdomen

Tambahkan diet sesuai toleransi, contoh cairan jernih sampai lembut.

Timbang berat badan bila memungkinkan

Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat

Berikan pada klien untuk makan porsi kecil tapi sering (PKTS)

Pertahankan lingkungan yang nyaman selama klien makan

Anjurkan untuk minum air hangat sebelum klien makan

Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat antasida

Jumlah besar dari aspirasi gaster dan muntah/diare diduga terjadi obstruksi usus, memerlukan evaluasi lanjut

Meskipun bising usus sering tak ada, inflamasi/iritasi usus dapat menyertai hiperaktivitas usus, penurunan absorpsi air dan diare

Memberikan bukti kuantitas perubahan distensi gaster/usus dan/atau akumulasi asites

Kemajuan diet yang hati-hati saat masukan nutrisi dimulai lagi menurunkan risiko iritasi gaster

Kehilangan/peningkatan dini menunjukkan perubahan hidrasi tetapi kehilangan lanjut diduga ada deficit nutrisi

Pemahaman dan penjelasan yang tepat pada klien tentang nutrisi dapat meningkatkan kemampuan klien dalam pemenuhan nutrisi

Porsi kecil dapat mengurangi lamanya transit yang terlalu lama pada lambung yang akan menimbulkan rasa mual dan tegang pada lambung. Dengan porsi sering akan tetap memenuhi kebutuhan nutrisi

Adanya keadaan yang tidak menyenangkan dapat mengganggu dan menurunkan nafsu makan pada klien

Air hangat dapat merangsang peristaltic usus sehingga dapat meningkatkan nafsu makan pada klien dan mengurangi perasaan mual

Jenis antasida dapat mengurangi pengeluaran HCl yang berlebihan yang dapat mengurangi rasa mual dan nyeri.

c) Kekurangan volume cairan (kehilangan aktif) berhubungan dengan

perpindahan cairan dari ekstraseluler, intravaskuler, dan area

Page 29: Bab II Peritonitis TB

interstitial ke dalam usus dan/atau area peritoneal, muntah, aspirasi

NGT/usus, demam, secara medik cairan dibatasi.

Criteria evaluasi :

a) Menunjukkan perbaikan keseimbangan cairan dibuktikan :

haluaran urine adekuat dengan berat jenis normal

b) Tanda-tanda vital stabil

c) Membrane mukosa lembab

d) Turgor kulit baik

e) Pengisian kapiler meningkat

f) Berat badan dalam rentang normal.

Tindakan/intervensi Rasional(1) (2)

Pantau tanda vital, catat adanya hipotensi (termasuk perubahan postural), takikardia, takipnea, demam. Ukur CVP bila ada

Pertahankan masukan dan haluaran yang akurat dan hubungkan dengan berat badan harian. Termasuk pengukuran/perkiraan kehilangan contoh penghisapan gster, drain, balutan, hemovac, keringat, lingkar abdomen

Ukur berat jenis urine

Observasi kulit/membrane mukosa untuk kekeringan, turgor. Catat edema perifer/sacral.

Membantu dalam evaluasi derajat deficit cairan/keefektifan penggantian terapi cairan dan respon terhadap pengobatan

Menunjukkan status hidrasi keseluruhan. Keluaran urine mungkin menurun pada hipovolemia dan penurunan perfusi ginjal, tetapi bert badan masih meningkat, menunjukkan adanya edema jaringan/asites. Kehilangan dari penghisapan gaster mungkin besar, dan banyaknya cairan tertampung pada usus dan area peritoneal (asites)

Menunjukkan status hidrasi dan perubahan pada fungsi ginjal, yang mewaspadakan terjadinya gagal ginjal akut pada respon terhadap hipovolemia, mempengaruhi toksin.

Hipovolemia, perpindahan cairan, dan kekurangan nutrisi memperburuk turgor kulit,

Page 30: Bab II Peritonitis TB

Hilangkan tanda bahaya/bau dari lingkungan. Batasi pemasukan es batu.

Ubah posisi dengan sering, berikan perawatan kulit dengan sering, dan pertahankan tempat tidur kering dan bebas lipatan.

Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh Hb/Ht, elektrolit, protein, albumin, BUN, kreatinin.

Berikan plasma/darah, cairan, elektrolit, diuretic sesuai indikasi

menambah edema jaringanMenurunkan rangsangan pada gaster

dan respons muntah.Jaringan edema dan adanya

gangguan sirkulasi cenderung merusak kulit.

Memberikan informasi tentang hidrasi, fungsi organ. Berbagai bentuk dengan konsekuensi tertentu pada fungsi sistemik mungkin sebagai akibat dari perpindahan cairan, hipovolemia, hipoksemia, toksin dalam sirkulasi, dan produk jaringan nekrotik.

Mengisi/mempertahankan volume sirkulasi dan keseimbangan elektrolit. Koloid (plasma, darah)membantu menggerakkan air ke dalam area intravaskuler dengan meningkatkan tekanan osmotic. Diuretic mungkin digunakan untuk membantu pengeluran toksin dan meningkatkan fungsi ginjal.

d) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuat

pertahanan primer (kulit rusak, trauma jaringan, gangguan

peristaltic) tidak kuat pertahanan sekunder (penekanan imunologi),

prosedur invasive.

Criteria evaluasi :

a) meningkatnya penyembuhan pada waktunya

b) bebas drainage purulen atau eritema

c) tidak demam

d) Menyatakan pemahaman penyebab individu/factor resiko

Tindakan/intervensi Rasional(1) (2)

Page 31: Bab II Peritonitis TB

Catat factor risiko individu contoh trauma abdomen, apendisitis akut, dialisa peritoneal

Kaji tanda vital dengan sering, catat tidak membaiknya atau berlanjutnya hipotensi, penurunan tekanan nadi, takikardia, demam, takipnea.

Catat perubahan status mental (contoh bingung, pingsan)

Catat warna kulit, suhu, kelembaban

Awasi haluaran urine

Obserbvasi drainase pada luka/drein

Pertahankan teknik steril bila pasien dipasang kateter, berikan perawatan kateter /kebersihan perineal rutin

Awasi/batasi pengunjung dan staf sesuai kebutuhan. Berikan perlindungan isolasi bila diindikasikan

Bantu dalam aspirasi peritoneal, bila diindikasikan

Mempengaruhi pilihan intervensi

Tanda adanya syok septic, endotoksin sirkulais menyebabkan vasodilatasi, kehilangan cairan dan sirkulasi, dan rendahnya status curh jantung

Hipoksemia, hipotensi dan asidosis dapat menyebabkan penyimpangan status mental

Hangat, kemerahan, kulit kering adalaj tanda dini septicemia. Selanjutnya manifestasi termasuk dingin, kulit pucat lembab dan sianosis sebagai tanda syok

Oliguria terjadi sebagai akibat penurunan perfusi ginjal, toksin dalam sirkulasi mempengaruhi antibiotik

Memberikan informasi tentang status infeksi

Mencegah penyebaran, membatasi pertumbuhan bakteri pada traktus urinarius

Menurunkan risiko terpajan pada/menambah infeksi sekunder pada pasien yang mengalami tekanan imun

Dilakukan untuk membuang cairan dan untuk mengidentifikasi organisme infeksi sehingga terapi antibiotik yang tepat dapat diberikan

e) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan umum,

penurunan kekuatan/ketahanan tubuh, nyeri, keterbatasan aktivitas.

Criteria evaluasi :

a) mampu melakukan mobilitas fisik sesuai dengan kondisi klien

b) adanya peningkatan kemampuan klien dalam memenuhi

kebutuhan sehari-hari

Tindakan/intervensi Rasional

Page 32: Bab II Peritonitis TB

(1) (2)Kaji ulang kemampuan klien dalam

memenuhi kebutuhannya dan melakukan aktifitas

Berikan mobilitas progresif bila diindikasikan

Dampingi klien pada saat melakukan aktivitas yang dilakukan oleh klien

Ajarkan pada klien bagaimana menggunakan relaksasi yang progresif

Dengan mengetahui kemampuan klien membantu dalam pemberian intervensi yang diperlukan oleh klien dan untuk menghindari ketergantungan klien

Aktivitas yang bertahap dapat mengurangi terjadinya kelemahan dan mencegah terjadinya atropi otot

Menciptakan kemampuan pada klien dalam melakukan aktivitas dan mencegah terjadinya cidera akibat adanya kelemahan pada klien

Pengendalian nyeri adalah komponen yang terpenting dalam mempertahankan mobilitas otot dan persendian dengan optimal.

f) Cemas berhubungan dengan krisis situasi, factor fisiologis.

Criteria evaluasi :

a) menyatakan kesadaran terhadap perasaan dan cara yang sehat

untuk menghadapi masalah

b) melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat ditangani

c) tampak rileks

Tindakan/intervensi Rasional(1) (2)

Jelaskan pada klien setiap tindakan pengobatan yang akan dilakukan

Berikan kesempatan pada klien untuk mengekspresikan perasaan cemas yang dialaminya

Lakukan kontak yang sering dengan klien dan dampingi klien pada saat cemas

Pemberian informasi sebelum dilakukan tindakan pengobatan yang akan dilakukan dapat meningkatkan pemahaman pada klien tentang pentingnya pengobatan yang dilakukan, sehingga klien merasa tenang

Dengan pengungkapan secara verbal maupun nonverbal dalam mengungkapkan rasa cemas dapat mengurangi perasaan cemas yang dialaminya

Dengan banyaknya kontak dengan petugas kesehatan dapat memberikan perasaan bahwa

Page 33: Bab II Peritonitis TB

Anjurkan pada keluarga untuk tetap mendampingi dan terus menemani klien dan tidak membiarkan klien sendirian

dirinya diprhatikan oleh petugas kesehatan

Dengan perhatian dari keluarga memberikan efek psikologis rasa tenang dan nyaman

g) Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis,

dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang mengingat,

salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.

Criteria evaluasi :

a) menyatakan pemahaman proses penyakit dan pengobatan

b) mengidentifikasi hubungan tanda dan gejala dengan factor

penyebab

c) melakukan dengan benar prosedur yang perlu dan menjelaskan

alasan tindakan.

Tindakan/intervensi Rasional(1) (2)

Kaji ulang proses penyakit dasar dan harapan untuk sembuh

Diskusikan program pengobatan, jadwal dan kemungkinan efek samping

Anjurkan melakukan aktivitas biasanya secara bertahap sesuai toleransi, dan sediakan waktu untuk istirahat adekuat

Kaji ulang pembatasan aktivitas contoh hindari mengangkat berat, konstipasi

Lakukan penggantian balutan secara aseptic, perawatan luka

Identifikasi tanda/gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh berulangnya nyeri/distensi abdomen, muntah,

Memberikan dasar pengetahuan pada pasien yang memungkinkan membuat pilihan berdasarkan informasi

Antibiotik dapat dilanjutkan setelah pulang, tergantung pada lamanya dirawat

Mencegah kelemahan, meningkatkan perasaan sehat

Menghindari peningkatan tekanan intraabdomen yang tidak perlu dan tegangan otot

Menurunkan risiko kontaminasi. Memberikan kesempatan untuk mengevaluasi proses penyembuhan

Pengenalan dini dan pengobatan terjadinya komplikasi dapat mencegah penyakit/cedera serius.

Page 34: Bab II Peritonitis TB

demam, menggigil, atau adanya drainase purulen, bengkak, eritema pada insisi bedah (bila ada)

4. Implementasi

Dalam tahap ini merupakan bagian aktif dalam asuhan keperawatan.

Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mambantu klien

dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan

kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi

koping.

Untuk implementasi pada kasus peritonitis tuberculosis disesuaikan

dengan rencana intervensi yang telah dipersiapkan serta disesuaikan dengan

kondisi klien.

5. Evaluasi

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses

keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana

tindakan dan pelaksanaannya sudah dapat tercapai.

Evaluasi dilaksanakan mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan.

Tujuan dari evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai

tujuan berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang

diberikan.