bab ii peran gereja tentang makna hidup...

40
11 BAB II PERAN GEREJA TENTANG MAKNA HIDUP ANAK Pada bab yang kedua ini akan dipaparkan teori-teori yang digunakan dalam penulisan ini. Teori-teori tersebut dijabarkan dalam beberapa bagian. Bagian pertama adalah tentang keluarga broken home yang meliputi definisi, faktor penyebab keluarga broken home, dan dampak keluarga broken home. Bagian yang kedua mengenai konseling pastoral yang meliputi definisi, fungsi, dan karakteristik. Bagian yang ketiga meliputi makna hidup yang terdiri dari area ketidakmampuan perkembangan spiritual, dan faktor penyebab ketidakmampuan perkembangan spiritual. 2.1 Broken Home 2.1.1 Definisi Keluarga Broken Home Secara etimologi, istilah broken home terdiri dari dua kata yakni broken (bentuk ketiga dari kata break) yang berarti patah, putus, retak, terganggu, tidak lancar, hancur; dan home yang berarti rumah. Secara sederhana broken home dapat didefinisikan sebagai keluarga yang hancur atau retak. Broken home juga dimaknai sebagai istilah yang berlaku bagi keluarga yang pasangan suami isterinya telah berpisah atau bercerai. 1 Dari pemahaman tersebut, penulis memahami keluarga yang hancur atau broken home dapat terdiri dari ayah saja beserta anak-anak dalam keluarga, ibu saja beserta anak-anak dalam keluarga, atau hanya ada anak-anak dalam keluarga yang terpisah dari orang tua. Broken home juga dipahami sebagai keluarga yang mengalami disfungsi yakni keluarga yang tidak dapat lagi menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik sebagaimana mestinya. Kehidupan keluarga yang broken cenderung mengalami kekerasan, 1 APA (American Psychological Association) Dictionary of Psychology, 137.

Upload: lybao

Post on 30-Mar-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II PERAN GEREJA TENTANG MAKNA HIDUP ANAKrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12409/2/T2_752014032_BAB II... · dapat didefinisikan sebagai . keluarga yang hancur atau retak

11

BAB II

PERAN GEREJA TENTANG MAKNA HIDUP ANAK

Pada bab yang kedua ini akan dipaparkan teori-teori yang digunakan dalam penulisan

ini. Teori-teori tersebut dijabarkan dalam beberapa bagian. Bagian pertama adalah

tentang keluarga broken home yang meliputi definisi, faktor penyebab keluarga broken

home, dan dampak keluarga broken home. Bagian yang kedua mengenai konseling

pastoral yang meliputi definisi, fungsi, dan karakteristik. Bagian yang ketiga meliputi

makna hidup yang terdiri dari area ketidakmampuan perkembangan spiritual, dan faktor

penyebab ketidakmampuan perkembangan spiritual.

2.1 Broken Home

2.1.1 Definisi Keluarga Broken Home

Secara etimologi, istilah broken home terdiri dari dua kata yakni broken (bentuk

ketiga dari kata break) yang berarti patah, putus, retak, terganggu, tidak lancar, hancur;

dan home yang berarti rumah. Secara sederhana broken home dapat didefinisikan sebagai

keluarga yang hancur atau retak. Broken home juga dimaknai sebagai istilah yang berlaku

bagi keluarga yang pasangan suami isterinya telah berpisah atau bercerai.1

Dari

pemahaman tersebut, penulis memahami keluarga yang hancur atau broken home dapat

terdiri dari ayah saja beserta anak-anak dalam keluarga, ibu saja beserta anak-anak dalam

keluarga, atau hanya ada anak-anak dalam keluarga yang terpisah dari orang tua.

Broken home juga dipahami sebagai keluarga yang mengalami disfungsi yakni

keluarga yang tidak dapat lagi menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik sebagaimana

mestinya. Kehidupan keluarga yang broken cenderung mengalami kekerasan,

1 APA (American Psychological Association) Dictionary of Psychology, 137.

Page 2: BAB II PERAN GEREJA TENTANG MAKNA HIDUP ANAKrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12409/2/T2_752014032_BAB II... · dapat didefinisikan sebagai . keluarga yang hancur atau retak

12

perselisihan, pertengkaran, perpisahan dan bahkan perceraian. Cinta kasih jarang

ditemukan dalam keluarga broken home karena anggota keluarga tidak lagi saling

menghargai satu terhadap yang lain. Situasi seperti ini mengakibatkan tidak ada lagi

kenyamanan dan keharmonisan dalam kehidupan keluarga. Menurut penulis, suatu

keluarga dikatakan hancur bukan hanya ketika mengalami perpisahan atau perceraian,

namun ketika di dalam keluarga tidak ada keharmonisan, kenyamanan, rasa saling

menghargai dan cinta kasih, maka sesungguhnya keluarga tersebut berada dalam

kehancuran atau broken home.

2.1.2 Faktor Penyebab Keluarga Broken Home

Broken home dapat terjadi karena beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut dapat berupa

faktor internal dan eksternal. Faktor internal misalnya kurang atau tidak adanya perhatian

dan kasih sayang dalam keluarga.2 Isteri tidak menghargai suami dan begitu sebaliknya,

atau anak-anak yang tidak menghargai orang tua. Menurut penulis, perasaan cinta kasih

dan saling menghargai sangat penting dalam menciptakan kehidupan keluarga yang

harmonis dan sejahtera. Jika dalam keluarga tidak ada lagi rasa cinta kasih dan saling

menghargai, maka anggota keluarga cenderung melakukan hal sesukanya karena tidak

ada lagi rasa saling memiliki terhadap anggota keluarga yang lain.

Selain itu, broken home juga dapat disebabkan oleh komunikasi yang buruk dalam

keluarga.3 Kurangnya komunikasi yang baik dapat menciptakan atmosfir rumah yang

tidak nyaman, hubungan yang semakin renggang, dan dapat berujung pada kehancuran

keluarga. Komunikasi merupakan sarana yang penting dalam mempertahankan suatu

hubungan. Dalam keluarga pun demikian. Komunikasi yang buruk akan berakibat buruk

2 Jibeen, “From Home to Shelter Home...”, 476.

3 Jibeen, “From Home to Shelter Home...”, 478.

Page 3: BAB II PERAN GEREJA TENTANG MAKNA HIDUP ANAKrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12409/2/T2_752014032_BAB II... · dapat didefinisikan sebagai . keluarga yang hancur atau retak

13

bagi keluarga, sebaliknya komunikasi yang baik mampu membuat keluarga tetap ada

dalam keadaan yang baik dan harmonis. Menurut penulis, para anggota keluarga sudah

seharusnya menyadari bahwa komunikasi sangat diperlukan untuk menciptakan suasana

yang nyaman dan kondusif di dalam rumah. Dengan komunikasi, anggota keluarga akan

merasa diterima dan dihargai keberadaannya. Oleh sebab itu, para anggota keluarga

bertanggung jawab untuk menciptakan dan menjaga komunikasi di dalam keluarga guna

mewujudnyatakan keluarga yang harmonis.

Faktor berikut adalah kurangnya waktu luang (quality time) yang dihabiskan dengan

anggota keluarga.4

Quality time atau waktu yang berkualitas adalah waktu yang

digunakan secara positif oleh pasangan atau sekelompok orang untuk meningkatkan

kualitas hubungan. Quality time di dalam keluarga adalah sangat penting. Keluarga

seharusnya mengkhususkan waktu untuk berkumpul, berbicara, berdiskusi, dan

bercengkerama bersama di tengah segala kesibukan setiap hari. Quality time

mengingatkan anggota-anggota keluarga bahwa dalam menjalani kehidupan, mereka

selalu mempunyai tempat untuk pulang yaitu keluarga. Di dalam keluarga ada orang-

orang yang mereka cintai dan yang mencintai mereka. Menurut penulis, hal ini yang juga

sering terabaikan dalam kehidupan berkeluarga. Quality time menolong keluarga-

keluarga yang jarang bertemu dan berdiskusi karena kesibukan masing-masing untuk

menciptakan kualitas hubungan yang baik. Jarang bertemu dan berdiskusi dapat menjadi

penyebab rusaknya suatu hubungan. Oleh sebab itu, quality time diperlukan untuk

menjaga hubungan yang harmonis dan tetap berkualitas ditengah kesibukan para anggota

keluarga.

4 Jibeen, “From Home to Shelter Home...”, 478.

Page 4: BAB II PERAN GEREJA TENTANG MAKNA HIDUP ANAKrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12409/2/T2_752014032_BAB II... · dapat didefinisikan sebagai . keluarga yang hancur atau retak

14

Faktor internal terakhir adalah para anggota keluarga tidak memiliki kemampuan

untuk menerima krisis yang terjadi secara positif.5 Cara pandang yang dibangun bukanlah

cara pandang yang konstruktif melainkan yang destruktif. Saat menghadapi krisis,

anggota keluarga tidak saling menopang dan saling mempercayai sehingga pada akhirnya

ada anggota keluarga yang menyerah pada keadaan dan mencari jalan lain yakni

perpisahan. Menurut hemat penulis, faktor internal terakhir ini merupakan kelemahan

pribadi setiap individu yang tidak dewasa dalam menyikapi permasalahan dan tantangan

dalam kehidupan keluarga. Para anggota keluarga seharusnya menjadikan masa-masa

krisis dalam keluarga sebagai sarana untuk bertumbuh menjadi keluarga yang saling

menguatkan dan berjuang untuk kebahagiaan bersama. Bukan sebaliknya, tidak saling

menopang dan saling meninggalkan satu dengan yang lain. Keluarga yang baik adalah

keluarga fungsional yang mampu menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik di segala

masa, termasuk dalam menghadapi masa-masa krisis dalam keluarga.

Sedangkan faktor eksternal yang dapat menjadi penyebab gagalnya sebuah keluarga

dan muncul fenomena broken home adalah hadirnya WIL/PIL (wanita idaman lain/pria

idaman lain).6 Perselingkuhan adalah salah satu penyakit yang sudah sangat sering

menggerogoti hubungan banyak pasangan, khususnya di era modern seperti ini. Hal yang

paling mendasar adalah tidak adanya rasa nyaman dengan pasangan dan atau keluarga.

Ketidaknyamanan yang terjadi tidak dapat dikomunikasikan dengan baik sehingga jalan

keluarnya adalah mencari kenyamanan di luar rumah melalui wanita atau pria idaman lain

melalui hubungan perselingkuhan. Fenomena tersebut menimbulkan dampak psikologis

terhadap anak-anak korban broken home. Menurut penulis, kehadiran WIL/PIL

memungkinkan timbulnya keegoisan dari salah seorang anggota keluarga, entah itu ayah

5 Scholevar & Schwoeri, Textbook of Family, 318.

6 Fakta tersebut berdasarkan pengamatan penulis pada beberapa keluarga broken home di GPM Jemaat

Galala-Hative Kecil.

Page 5: BAB II PERAN GEREJA TENTANG MAKNA HIDUP ANAKrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12409/2/T2_752014032_BAB II... · dapat didefinisikan sebagai . keluarga yang hancur atau retak

15

atau ibu, untuk berpikir meninggalkan keluarga yang dulu sangat dicintai. Fenomena

perselingkuhan ini pada umumnya membutakan mata hati anggota keluarga yang

melakukannya, sehingga mereka cenderung menganggap bahwa pilihan dan

keputusannya untuk berpaling dan meninggalkan keluarga adalah keputusan yang tepat.

Tanpa mereka sadari bahwa keputusan tersebut dapat berdampak buruk bagi

perkembangan anak-anak yang menjadi korban dari keluarga yang broken home.

2.1.3 Dampak Keluarga Broken Home

Akibat yang nampak dari fenomena broken home ialah hancurnya keluarga yang

ditandai dengan anggota-anggota keluarga yang terpisah, namun akibat yang

sesungguhnya ialah pada anak-anak korban broken home. Anak korban broken home akan

mengalami mental disorder. Mondor mengungkapkan bahwa kegagalan orang tua

menjalankan perannya dalam keluarga mengakibatkan anak mengalami frustrasi yang

sangat hebat dan juga memungkinkan mereka terjerat dalam pengkonsumsian narkoba.7

Kegagalan yang dialami dalam keluarga membuat anak tidak mengetahui bagaimana

harus menjalani hidup. Bartley juga mengemukakan bahwa walaupun perceraian sudah

menjadi hal yang biasa terjadi pada zaman ini, namun dampaknya pada kesehatan mental

anak korban broken home tidak mengalami penurunan yakni mereka tetap mengalami

tekanan psikologis.8 Tekanan psikologis dan kesehatan mental itu dapat berupa stres,

depresi yang berhubungan dengan gangguan, disorientasi, kebingungan, fobia dan

ketakutan. Oleh karena itu, banyak dari mereka yang tidak mudah beradaptasi dengan

lingkungan sosial dan memiliki ketidakmampuan spiritual dalam menyikapi masalah-

masalah kehidupan. Dari pemahaman para ahli di atas, menurut penulis kehancuran

7 Mondor, “With or Without You”, 10-12.

8 Bartley, “Children Suffer Effects of Divorce”, 5.

Page 6: BAB II PERAN GEREJA TENTANG MAKNA HIDUP ANAKrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12409/2/T2_752014032_BAB II... · dapat didefinisikan sebagai . keluarga yang hancur atau retak

16

sebuah keluarga juga menjadi kehancuran anak-anak dalam keluarga tersebut. Perpisahan

atau perceraian orang tua membuat anak mengalami gangguan yang sangat serius dalam

diri dan kehidupannya. Gangguan tersebut jika tidak ditangani dengan serius maka akan

pula menghancurkan masa depan anak-anak.

2.2 Konseling Pastoral

2.2.1 Pengertian Konseling Pastoral

Istilah konseling pastoral berasal dari kata “konseling” dan “pastoral”.9

Kata

“konseling” berasal dari bahasa Inggris to counsel yang secara hurfiah berarti memberi

arahan, nasihat. Kata “pastoral” berasal dari bahasa Latin pastore, dalam bahasa Yunani

disebut poimen yang berarti gembala. Secara tradisional dalam kehidupan bergereja,

tugas gembala adalah tugas pendeta yang harus berlaku sebagai gembala bagi domba-

domba (anggota jemaat). Istilah ini dihubungkan dengan Yesus Kristus dan karyaNya

yang digambarkan sebagai gembala yang baik (Yohanes 10).10

Ungkapan ini mengacu

pada pelayanan Yesus yang tanpa pamrih, bersedia memberikan pertolongan dan

pengasuhan bagi para pengikutNya, dan bahkan bersedia memberikan nyawaNya bagi

mereka. Sikap dan pelayanan seperti Yesus ini diharapkan diikuti oleh para pengikutNya.

Jika demikian, konseling pastoral juga dipahami sebagai suatu tindakan pendampingan

yang bersifat mengasuh atau memelihara. Dari pemahaman tersebut, konseling pastoral

menempatkan konselor, dalam hal ini para pelayan gereja, selalu bersentuhan dengan apa

yang disebut relasi terhadap sesamanya. Relasi yang mendalam hanya dapat dibangun

jika seorang konselor memandang orang yang bermasalah itu sangat berharga, bukan

9 Jacob Daan Engel, Konseling Suatu Fungsi Pastoral (Salatiga: Tisara Grafika, 2007), 1-2.

10 Engel, Konseling Suatu Fungsi Pastoral, 2.

Page 7: BAB II PERAN GEREJA TENTANG MAKNA HIDUP ANAKrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12409/2/T2_752014032_BAB II... · dapat didefinisikan sebagai . keluarga yang hancur atau retak

17

sekedar dikasihani tetapi dicintai.11

Menurut penulis, konseling pastoral adalah suatu

proses memberikan arahan atau nasihat guna membimbing, mengasuh, dan menolong

seseorang atau sekelompok orang untuk menjalani kehidupan dengan baik.

Konseling pastoral berhubungan dengan manusia tanpa melihat siapakah dia,

kepercayaan, kedudukan sosial, usia atau jenis kelamin. Konseling pastoral adalah suatu

tindakan yang ditujukan kepada kebutuhan-kebutuhan manusia dalam perjalanan

hidupnya, entah dia itu seorang tukang atau presiden, seorang olahragawan atau seorang

cacat, seorang anak atau orang tua. Kebutuhan akan konseling pastoral ditandai dengan

adanya tekanan dan ketegangan hidup yang mempengaruhi tubuh dan jiwa seseorang.

Penulis memahami manusia sebagai makhluk yang tidak pernah lepas dari permasalahan

dan yang membutuhkan pertolongan dari orang lain. Permasalahan yang dihadapi

cenderung mempengaruhi seluruh aspek dirinya (psikis, fisik, sosial, spiritual), sehingga

tak jarang ada orang-orang yang putus asa dan hilang harapan ketika menghadapi

masalah. Dalam keadaan seperti inilah konseling pastoral dibutuhkan yakni untuk

menolong orang-orang yang putus asa karena permasalahan hidup, agar dapat

menyikapinya secara baik dan benar.

Clinebell dalam bukunya “Tipe-tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral”

mengemukakan pengertiannya tentang konseling pastoral:

“Penggembalaan (konseling pastoral) adalah suatu jawaban terhadap

kebutuhan setiap orang akan kehangatan, perhatian penuh, dukungan,

dan penggembalaan (pendampingan). Konseling Pastoral adalah

ungkapan pendampingan yang bersifat memperbaiki (reparatif), yang

berusaha membawa kesembuhan bagi orang yang sedang menderita

gangguan fungsi dan kehancuran pribadi karena krisis.”12

11

Engel, Konseling Suatu Fungsi Pastoral, 1. 12

Howard Clinebell, Tipe-tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral (Yogyakarta: Kanisius,

2002), 59-60.

Page 8: BAB II PERAN GEREJA TENTANG MAKNA HIDUP ANAKrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12409/2/T2_752014032_BAB II... · dapat didefinisikan sebagai . keluarga yang hancur atau retak

18

Kebutuhan ini akan mencapai puncaknya saat seseorang mengalami tekanan pribadi dan

kekacauan sosial.13

Pengertian yang dikemukakan oleh Clinebell ini menunjukkan bahwa

setiap orang membutuhkan konseling pastoral, baik ketika ia tidak bermasalah dan

terlebih ketika ia bermasalah. Lebih jauh Clinebell mengatakan bahwa konseling pastoral

adalah pemanfaatan hubungan antara seseorang dengan orang lain di dalam pelayanan.

Hubungan itu dapat mengakibatkan timbulnya kekuatan dan pertumbuhan yang

menyembuhkan baik dalam diri orang yang dilayani, maupun dalam relasi mereka.

Konseling pastoral mencakup pelayanan yang saling menyembuhkan dan menumbuhkan

di dalam suatu jemaat dan komunitasnya sepanjang perjalanan hidup mereka. Dari

pemahaman Clinebell tentang konseling pastoral, dapat dimengerti bahwa konseling

pastoral dapat dilakukan bagi semua orang, baik yang bermasalah maupun yang tidak

bermasalah. Konseling pastoral dilakukan untuk menolong, menyembuhkan dan

menumbuhkan orang-orang yang kehilangan kasih sayang, perhatian, dan dukungan

karena krisis hidup agar kemudian dapat menjalani hidup dengan bijaksana.

2.2.2 Fungsi Konseling Pastoral

Konseling pastoral memiliki fungsi. Yang dimaksud dengan fungsi adalah kegunaan

atau manfaat yang dapat diperoleh dari pekerjaan konseling tersebut, atau dengan kata

lain bahwa fungsi konseling merupakan tujuan-tujuan operasional yang hendak dicapai

dalam memberikan pertolongan.14

Adapun fungsi konseling pastoral secara umum adalah

untuk menyembuhkan (healing), membimbing (guiding), mendukung/menopang

(sustaining), memulihkan (reconciling) dan mengasuh (nurturing). Empat fungsi yang

13

Clinebell, Tipe-tipe Dasar Pendampingan, 59. 14

Art Van Beek, Pendampingan Pastoral (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), 13.

Page 9: BAB II PERAN GEREJA TENTANG MAKNA HIDUP ANAKrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12409/2/T2_752014032_BAB II... · dapat didefinisikan sebagai . keluarga yang hancur atau retak

19

pertama dikemukakan oleh William A. Clebsch dan Charles R. Jaekle sedangkan fungsi

kelima ditambahkan oleh Clinebell.15

1. Fungsi Menyembuhkan

Fungsi menyembuhkan ialah suatu fungsi pastoral yang terarah untuk mengatasi

kerusakan yang dialami seseorang dengan memperbaiki orang itu menuju keutuhan dan

membimbingnya ke arah kemajuan di luar kondisinya terdahulu.16

Konseling pastoral

berfungsi menyembuhkan tatkala ada luka atau sakit yang menyebabkan kerusakan

dalam kehidupan anak yang menjadikan hidupnya tidak sama dengan keadaan

sebelumnya. Penyembuhan bertujuan untuk mengatasi luka dan sakit serta kerusakan

dalam kehidupan anak. Dengan menyembuhkan luka, sakit dan kerusakan yang dialami

anak, diharapkan hal tersebut tidak akan menjadi masalah sepanjang hidupnya, sehingga

mempengaruhi perkembangan anak, baik secara fisik, psikis, sosial, maupun spiritual.

Fungsi penyembuhan untuk mengatasi kerusakan dilakukan dengan cara mengembalikan

anak pada suatu keutuhan dan menuntunnya ke arah yang lebih baik dari sebelumnya.

Menurut penulis, fungsi menyembuhkan merupakan langkah awal untuk melihat adanya

keadaan yang dapat dan perlu dikembalikan ke keadaan semula atau pun mendekati

keadaan semula. Fungsi ini dipakai untuk membantu anak memperbaiki diri dari gejala

dan perilaku menyimpang yang selama ini dilakukan sebagai akibat dari peristiwa buruk

yang dialami di waktu lampau, kepada keadaan yang lebih baik.

2. Fungsi Menopang

Fungsi menopang membantu orang yang sakit atau terluka agar dapat bertahan dan

mengatasi suatu kejadian yang terjadi pada waktu yang lampau.17

Fungsi menopang

berarti menolong anak yang mengalami luka atau sakit untuk bertahan menghadapi dan

15

Clinebell, Tipe-tipe Dasar Pendampingan, 54. 16

Clinebell, Tipe-tipe Dasar Pendampingan, 53. 17

Clinebell, Tipe-tipe Dasar Pendampingan, 53.

Page 10: BAB II PERAN GEREJA TENTANG MAKNA HIDUP ANAKrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12409/2/T2_752014032_BAB II... · dapat didefinisikan sebagai . keluarga yang hancur atau retak

20

melewati masa-masa sulit yang dialami.18

Fungsi menopang membantu anak untuk

menerima kenyataan sebagaimana adanya, kemudian berdiri di atas kaki sendiri dalam

keadaan yang baru, serta bertumbuh secara penuh dan utuh.19

Anak perlu didukung atau

ditopang karena keadaan anak mungkin tidak dapat pulih seperti kondisi semula atau jika

mungkin pulih, kemungkinannya sangat sedikit. Menurut penulis, fungsi menopang

menolong anak untuk dapat tegar menghadapi keadaan sekarang sebagaimana adanya,

dan bahkan menerima kenyataan pahit yang dialami, serta tetap berjuang untuk

menjalani hidup dengan baik.

3. Fungsi Membimbing

Fungsi membimbing membantu orang yang ada dalam kebingungan mengambil

pilihan yang pasti, pilihan yang dipandang mempengaruhi keadaan jiwa mereka sekarang

dan pada waktu yang akan datang.20

Fungsi membimbing berarti membantu anak ketika

ia harus mengambil keputusan di antara pilihan-pilihan yang ada karena pilihan-pilihan

tersebut mempengaruhi keadaannya di masa sekarang maupun di masa yang akan datang.

Anak juga dibimbing untuk memilih hal-hal positif yang membangun dirinya, serta

menentukan langkah-langkah yang harus ia ambil. Anak perlu bimbingan dalam

menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi dalam hidupnya, entahkah itu perubahan

akibat perkembangan anak itu sendiri, ataupun perubahan lingkungan keluarga dan

masyarakat. Anak perlu dibimbing ketika anak mengalami perubahan-perubahan, agar

anak tidak bingung atau tertekan oleh perubahan-perubahan tersebut. Menurut penulis,

fungsi membimbing dilakukan untuk mengarahkan anak dalam mengambil keputusan-

keputusan dalam hidupnya. Dalam menjalani hidup, anak-anak membutuhkan bimbingan

18

Engel, Konseling Suatu Fungsi Pastoral, 7. 19

Totok S. Wiryasaputra, Pengantar Konseling Pastoral (Yogyakarta: Diandra Pustaka Indonesia,

2014), 107. 20

Clinebell, Tipe-tipe Dasar Pendampingan, 54.

Page 11: BAB II PERAN GEREJA TENTANG MAKNA HIDUP ANAKrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12409/2/T2_752014032_BAB II... · dapat didefinisikan sebagai . keluarga yang hancur atau retak

21

dan arahan untuk memilih serta melakukan hal-hal positif yang berguna bagi masa depan

mereka.

4. Fungsi Memulihkan/Memperbaiki Hubungan

Fungsi memulihkan berarti membantu seseorang untuk membangun kembali

hubungan yang rusak antara dirinya dengan orang lain.21

Anak korban broken home atau

anak yang marah kepada orang tua mendapati bahwa relasinya dengan orang tua telah

rusak dan tidak sama seperti dulu lagi, maka anak perlu didampingi untuk memulihkan

hubungan yang rusak tersebut. Fungsi memulihkan merupakan usaha memperbaiki

kembali hubungan-hubungan yang rusak di antara manusia dengan sesama.22

Menurut

penulis, fungsi memulihkan ini menolong anak untuk dapat memaafkan kesalahan yang

telah dilakukan oleh orang tua dan memberikan pengampunan bagi mereka. Dengan

tindakan pengampunan yang dilakukan maka hubungan antara anak dan orang tua yang

telah rusak, dapat diperbaiki kembali.

5. Fungsi Memelihara/Mengasuh

Fungsi dari memelihara/mengasuh adalah memampukan orang untuk

mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki, di sepanjang hidup yang mereka jalani.23

Fungsi memelihara/mengasuh berarti menolong anak untuk mengenali kemampuan-

kemampuan yang ada dalam dirinya dan kemudian mengembangkannya.24

Anak juga

dibantu dan didampingi untuk bertumbuh menjadi seseorang yang memahami makna

keberadaannya dalam dunia ini. Tujuan dari memelihara/mengasuh adalah memampukan

anak untuk mengembangkan potensi-potensi diri di sepanjang perjalanan hidup. Menurut

penulis, fungsi ini merupakan suatu “pendidikan hidup” yang diberikan kepada anak-

anak korban broken home bahwa mereka memiliki kemampuan yang dianugerahkan oleh

21

Clinebell, Tipe-tipe Dasar Pendampingan, 54. 22

Clinebell, Tipe-tipe Dasar Pendampingan, 54. 23

Clinebell, Tipe-tipe Dasar Pendampingan, 54. 24

Van Beek, Pendampingan Pastoral, 8.

Page 12: BAB II PERAN GEREJA TENTANG MAKNA HIDUP ANAKrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12409/2/T2_752014032_BAB II... · dapat didefinisikan sebagai . keluarga yang hancur atau retak

22

Tuhan, yang dapat dikembangkan untuk kebaikan mereka di masa depan. Dengan

demikian, mereka ditolong untuk dapat melepaskan diri dari belenggu masa lalu yang

kelam, menuju kehidupan baru yang penuh harapan dengan memanfaatkan potensi-

potensi yang ada dalam diri mereka.

2.2.3 Karakteristik Konseling Pastoral

Karakteristik konseling pastoral digambarkan melalui istilah “pastoral”.25

Penambahan kata “pastoral” memiliki alasan yang sangat teologis yakni berangkat dari

Sabda Tuhan Yesus yang menjadi patokan bagi orang Kristen. Beberapa kali Tuhan

Yesus memperkenalkan diri dan diperkenalkan sebagai “Gembala” sebagaimana

disaksikan oleh Yohanes 10 (“Akulah Gembala yang baik”). Makna gembala yang baik

disitu ialah sebagai seseorang yang lemah lembut, yang berkenan menjadi Pemelihara

dan Penolong manusia, tetapi pada waktu yang sama memberikan kebebasan kepada

manusia yang ditolongnya itu untuk mengambil sikap dan keputusan secara mandiri.26

Menjadi seorang gembala berarti dengan penuh cinta kasih menggembalakan “domba-

domba” yang dipercayakan tuannya untuk digembalakan, itulah sesungguhnya gembala

yang baik. Dari pemahaman tersebut, menurut penulis karakteristik konseling pastoral

terletak pada proses konseling yang meneladani Yesus yakni proses pemberian

pertolongan dan pemeliharaan kepada orang-orang yang membutuhkan, namun dengan

tetap memberikan kebebasan bagi mereka untuk mengambil keputusan bagi hidup

mereka.

Meneladani sikap Tuhan Yesus sebagai Gembala yang memperhatikan kesejahteraan

domba-dombaNya, maka hal tersebut yang juga harus dilakukan dalam sebuah konseling

25

Van Beek, Pendampingan Pastoral, 6. 26

Van Beek, Pendampingan Pastoral, 6-7.

Page 13: BAB II PERAN GEREJA TENTANG MAKNA HIDUP ANAKrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12409/2/T2_752014032_BAB II... · dapat didefinisikan sebagai . keluarga yang hancur atau retak

23

pastoral. Tuhan Yesus memperhatikan dan mensejahterakan kehidupan manusia secara

utuh. Totalitas kehidupan manusia diperhatikan olehNya dan pemeliharaanNya pun tidak

terbatas. Ia memperhatikan penderitaan jasmani (penyakit, kelaparan, dan lain-lain),

penderitaan psikis (sakit jiwa, tertekan, dan lain-lain), masalah sosial (ekonomi, moral),

dan lain sebagainya.27

Berdasarkan pemahaman tersebut, maka sudah seyogianya

konselor pastoral juga memperhatikan kehidupan orang-orang yang menderita secara

jasmani, psikis, sosial dan lain sebagainya. Konselor pastoral, dalam hal ini Pendeta dan

Majelis Jemaat sudah seharusnya peka melihat permasalahan-permasalahan yang

dihadapi oleh jemaat dan segera memberikan pertolongan guna membantu mereka

menjalani hidup dengan lebih baik, sebagaimana yang Tuhan Yesus contohkan.

Dalam kehidupan bergereja, para pelayan gereja sudah sepatutnya memperhatikan

kehidupan anggota jemaat. Para pelayan tidak hanya cukup berkhotbah dari mimbar.

Tetapi para pelayan perlu menyentuh kehidupan jemaat, secara khusus anggota jemaat

yang berada dalam permasalahan dan menderita secara fisik, psikis, sosial, maupun

spiritual. Dengan kata lain, gereja perlu memahami tugas dan panggilannya untuk

memelihara dan menolong jemaat yang Tuhan percayakan untuk mereka layani. Menurut

penulis, gereja adalah wakil Allah di dunia. Oleh sebab itu, gereja sudah sepatutnya

menjalankan perannya untuk memelihara dan menolong jemaat Tuhan yang

dipercayakan kepadanya. Gereja harus mampu menjawab kebutuhan dan pergumulan

jemaat terkait masalah-masalah kehidupan yang selama ini dihadapi. Secara sederhana,

penulis memahami bahwa gereja perlu melakukan konseling pastoral untuk menolong

jemaat menghadapi permasalahan-permasalahan yang mengancam hidup dan masa depan

mereka.

27

Van Beek, Pendampingan Pastoral, 7.

Page 14: BAB II PERAN GEREJA TENTANG MAKNA HIDUP ANAKrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12409/2/T2_752014032_BAB II... · dapat didefinisikan sebagai . keluarga yang hancur atau retak

24

2.3 Makna Hidup

Makna hidup muncul dalam pemikiran Victor Emile Frankl dalam kerangka

pemikirannya membangun logoterapi.28

Melalui pemikirannya, Frankl hendak

menyampaikan kepada semua orang bahwa dalam kondisi apapun, kehidupan punya

potensi untuk memiliki makna, termasuk dalam kondisi yang paling menyedihkan.29

Konsep utama yang menjadi dasar filosofis model logoterapi menurut Frankl

dijabarkan sebagai berikut.

1. Kebebasan Berkeinginan (Freedom of Will)

Dalam pandangan Frankl, kebebasan berkeinginan adalah ciri-ciri unik dari

keberadaan pengalaman manusia. Frankl mengakui kebebasan manusia sebagai makhluk

yang terbatas adalah sebagai kebebasan di dalam batas-batas. Manusia tidaklah bebas

dari kondisi-kondisi biologis, psikologis dan sosiologis tetapi manusia berkebebasan

untuk mengambil sikap terhadap kondisi-kondisi tersebut. Manusia tidak bisa terhindar,

dan sepenuhnya dipengaruhi oleh lingkungan, namun manusia punya pilihan dalam

bertindak.30

Manusia bisa memanfaatkan sisa-sisa kebebasan spiritual dan kebebasan

berpikir mereka, meskipun mereka berada dalam kondisi mental dan fisik yang sangat

tertekan.31

Jadi kebebasan berkeinginan (freedom of will) adalah kebebasan yang

bertanggung jawab untuk mengembangkan potensi diri.32

Menurut Frankl, kebebasan

bertanggung jawab adalah menyikapi setiap situasi dengan mengembangkan potensi diri

dan kemampuan serta memberi nilai untuk menemukan makna dan tujuan hidup sebagai

individu, meskipun dalam situasi penderitaan.33

Dengan kebebasan yang bertanggung

jawab, individu berjuang untuk tujuan tersebut dengan jalannya masing-masing, karena

28

Bastaman, Logoterapi: Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup, 36. 29

Victor E. Frankl, Optimisme di Tengah Tragedi: Analisis Logoterapi, diterjemahkan oleh Lala

Herawati Dharma (Bandung: Nuansa, 2008), 22-23. 30

Frankl, Optimisme di Tengah Tragedi, 115. 31

Frankl, Optimisme di Tengah Tragedi, 115. 32

Bastaman, Logoterapi: Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup, 41. 33

Frankl, Optimisme di Tengah Tragedi, 116-117.

Page 15: BAB II PERAN GEREJA TENTANG MAKNA HIDUP ANAKrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12409/2/T2_752014032_BAB II... · dapat didefinisikan sebagai . keluarga yang hancur atau retak

25

hasrat manusia yang paling dalam bukan mencari kenyamanan tetapi pemaknaan atas

kehidupannya. Berdasarkan pemahaman di atas, dapat dipahami bahwa setiap manusia

memiliki kemampuan untuk mengambil sikap terhadap penderitaan dan peristiwa tragis

yang tidak dapat dielakkan yang menimpa diri sendiri, setelah upaya mengatasinya telah

dilakukan secara optimal tetap tidak berhasil. Maksudnya ialah jika kita tidak dapat

mengubah penderitaan, sebaiknya kita mengubah sikap atas keadaan itu agar tidak

terhanyut secara negatif oleh keadaan tersebut. Tentu saja dengan jalan mengambil sikap

yang baik dan tepat yakni sikap yang mendatangkan kebahagiaan bagi diri sendiri dan

orang lain serta sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan dan norma-norma yang berlaku.

2. Keinginan akan Makna (The Will of Meaning)

The will of meaning yang mendorong setiap manusia untuk melakukan berbagai

kegiatan agar hidupnya dirasakan berarti dan berharga. Keinginan untuk bermakna

adalah dasar perjuangan manusia untuk menemukan dan memenuhi makna dan tujuan

hidup. Menurut Frankl, makna hidup merupakan sesuatu yang unik dan khusus, artinya,

dia hanya dapat dipenuhi oleh masing-masing individu; hanya dengan cara itulah dia bisa

memiliki arti yang bisa memuaskan keinginan orang tersebut untuk mencari makna

hidup.34

Setiap manusia memiliki kebebasan yang hampir tidak terbatas untuk

menemukan sendiri makna hidupnya. Makna hidup dan sumber-sumbernya dapat

ditemukan dalam kehidupan itu sendiri, khususnya dalam kegiatan apapun yang

dilakukan, serta dalam keyakinan terhadap harapan dan kebenaran serta penghayatan atas

keindahan, iman, dan cinta kasih. Selain itu, sikap tepat yang diambil atas penderitaan

yang tidak dapat diubah lagi merupakan sumber makna hidup. Dalam hal ini mungkin

pada suatu saat harapan dan kebebasan secara fisik seakan-akan hampir sirna, tetapi

setiap manusia pada dasarnya masih tetap memilikinya, sekalipun hanya dalam pikiran,

34

Frankl, Optimisme di Tengah Tragedi, 160.

Page 16: BAB II PERAN GEREJA TENTANG MAKNA HIDUP ANAKrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12409/2/T2_752014032_BAB II... · dapat didefinisikan sebagai . keluarga yang hancur atau retak

26

perasaan, cita-cita, dan angan-angan semata. Berdasarkan pemahaman tersebut, dapat

dipahami bahwa keinginan akan makna dapat menjadi motivasi bagi setiap orang untuk

menemukan dan menjalani hidup yang bermakna.

Keinginan untuk hidup bermakna merupakan motivasi utama pada manusia.35

Hasrat

inilah yang mendorong setiap orang untuk melakukan berbagai kegiatan agar hidupnya

dirasakan berarti dan berharga. Hasrat untuk hidup bermakna ini bukanlah sesuatu yang

diada-adakan, melainkan benar-benar suatu fenomena kejiwaan yang nyata dan dirasakan

pentingnya dalam kehidupan seseorang. Sebagai motivasi dasar manusia, keinginan

untuk hidup bermakna ini mendambakan diri manusia menjadi seorang pribadi yang

berharga dan berarti dengan kehidupan yang sarat dengan kegiatan-kegiatan yang

bermakna pula.36

Menurut penulis, keinginan akan makna ini mendorong pribadi setiap

individu untuk menemukan makna dalam setiap tindakan dan kegiatan yang dilakukan

agar hidup yang dijalani dirasakan berarti, berharga dan bermanfaat bagi diri sendiri dan

orang lain.

3. Makna Hidup (The Meaning of Life)

Hidup punya potensi untuk memiliki makna, apapun kondisinya, bahkan dalam

kondisi yang paling menyedihkan sekalipun.37

Manusia memiliki kapasitas untuk

mengubah aspek-aspek hidup yang negatif menjadi sesuatu yang positif dan

konstruktif.38

Meaning of life dianggap sangat penting dan berharga serta memberikan

nilai khusus bagi seseorang, sehingga layak dijadikan tujuan dalam kehidupan. Makna

hidup adalah hal-hal khusus yang dirasakan penting dan diyakini sebagai sesuatu yang

benar serta layak dijadikan tujuan hidup yang harus diraih.39

Menurut Bastaman, makna

hidup yang berhasil dipenuhi menyebabkan kehidupan seseorang dirasakan penting dan

35

Bastaman, Logoterapi: Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup, 43. 36

Bastaman, Logoterapi: Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup, 44. 37

Frankl, Optimisme di Tengah Tragedi, 212. 38

Frankl, Optimisme di Tengah Tragedi, 212. 39

Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 5.

Page 17: BAB II PERAN GEREJA TENTANG MAKNA HIDUP ANAKrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12409/2/T2_752014032_BAB II... · dapat didefinisikan sebagai . keluarga yang hancur atau retak

27

berharga yang pada gilirannya akan menimbulkan penghayatan bahagia.40

Frankl

mengartikan makna hidup sebagai kesadaran adanya suatu kesempatan atau

kemungkinan yang dilatarbelakangi oleh realitas atau menyadari yang bisa dilakukan

pada situasi buruk yakni memanfaatkan yang terbaik dari setiap situasi.41

Dari

pemahaman di atas, dapat dipahami bahwa hidup tetap memiliki makna (arti) dalam

setiap situasi, bahkan dalam penderitaan dan kepedihan sekalipun. Makna adalah sesuatu

yang dirasakan penting, benar, berharga dan didambakan serta memberikan nilai khusus

bagi seseorang dan layak dijadikan tujuan hidup. Setiap manusia selalu mendambakan

hidupnya bermakna, dan selalu berusaha mencari dan menemukannya. Makna hidup

apabila berhasil ditemukan dan dipenuhi akan menyebabkan kehidupan ini berarti, dan

mereka yang berhasil menemukan serta mengembangkannya akan merasakan

kebahagiaan sebagai rewardnya sekaligus terhindar dari keputusasaan. Makna hidup

terdapat dalam kehidupan itu sendiri, baik dalam kondisi kehidupan senang ataupun

susah.

Konsep-konsep ini pada hakikatnya merupakan inti dari setiap perjuangan hidup

yakni mengusahakan agar kehidupan senantiasa berarti bagi diri sendiri, keluarga,

masyarakat, dan agama. Dalam hal ini diakui adanya kebebasan yang bertanggung jawab

untuk mewujudkan hidup yang bermakna melalui karya, penghayatan, keyakinan, dan

harapan serta sikap tepat atas peristiwa tragis yang tidak terelakkan.

2.3.1 Area Ketidakmampuan Perkembangan Spiritual

Area ketidakmampuan perkembangan spiritual adalah ketidakmampuan berpikir

(aspek berpikir negatif) untuk mengatasi tantangan hidup dan ketidakyakinan diri (aspek

40

Bastaman, Logoterapi: Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup, 45. 41

Frankl, Optimisme di Tengah Tragedi, 212.

Page 18: BAB II PERAN GEREJA TENTANG MAKNA HIDUP ANAKrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12409/2/T2_752014032_BAB II... · dapat didefinisikan sebagai . keluarga yang hancur atau retak

28

nilai diri negatif) pribadi setiap individu untuk mencapai kebahagiaan.42

Menurut

penulis, ketidakmampuan perkembangan spiritual inilah yang menyebabkan seseorang

terus berada dalam keadaan rendah diri dan tidak berdaya saat menghadapi permasalahan

hidup. Area ketidakmampuan perkembangan spiritual dideskripsikan sebagai berikut.

A. Pengalaman Hidup Negatif Masa Lampau

Pengalaman hidup negatif masa lampau adalah masalah dan peristiwa yang terjadi

sekali atau berulangkali, merugikan dan membawa preseden buruk bagi kemampuan

berpikir spiritual pribadi setiap individu.43

Menurut Lim et al sebagaimana dikutip dalam

Engel, keyakinan tentang diri pribadi setiap individu dipelajari sebagai hasil dari

pengalaman yang dimiliki dalam kehidupannya, terutama pengalaman awal kehidupan

individu.44

Keyakinan yang individu miliki tentang dirinya adalah suatu kesimpulan

berdasarkan apa yang telah terjadi dalam hidupnya. Apa yang terjadi dalam hidup pribadi

setiap individu yang akan menjadi fakta dan kenyataan sebagai pengalaman hidup positif

atau pengalaman hidup negatif masa lampau individu. Menurut penulis, pengalaman

hidup negatif masa lampau berdampak pada keyakinan diri seseorang di masa sekarang.

Dengan kata lain, pengalaman hidup yang negatif menghasilkan keyakinan diri negatif;

sebaliknya pengalaman hidup positif menghasilkan keyakinan diri yang positif pula.

Pengalaman hidup negatif masa lampau dapat terjadi karena kurangnya penghargaan

dalam keluarga.45

Menurut Lim et al dalam Engel, anak yang sering dianiaya, dihukum

secara ekstrim, diabaikan, ditinggalkan, atau dilecehkan, mendapat perlakuan kasar,

terlalu sering dikritik, dipermalukan, dan dihina, akan memiliki pengalaman emosional

dan psikologis yang buruk. Demikian juga anak-anak yang kurang mendapat perhatian,

pujian, dorongan, kehangatan, kasih sayang yang merupakan kebutuhan dasar mereka,

42

Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 31-32. 43

Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 32. 44

Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 32. 45

Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 36.

Page 19: BAB II PERAN GEREJA TENTANG MAKNA HIDUP ANAKrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12409/2/T2_752014032_BAB II... · dapat didefinisikan sebagai . keluarga yang hancur atau retak

29

entah karena orang tua menghabiskan banyak waktu untuk bekerja memenuhi kebutuhan

keluarga atau mengejar kepentingan mereka sendiri sehingga hanya memiliki sangat

sedikit waktu bagi anak-anak. Jika orang tua menghabiskan lebih banyak waktu untuk

mengkritik daripada memuji anak, itu bisa lebih sulit bagi seorang anak untuk

mengembangkan harga diri yang sehat. Hal itu disebabkan anak masih membentuk nilai-

nilai dan keyakinan mereka, untuk membangun citra diri di sekitar apa yang orang tua

atau orang lain katakan. Berdasarkan pemahaman tersebut, dapat dipahami bahwa orang

tua berperan penting dalam pembentukan dan pengembangan kepribadian serta harga diri

seorang anak.

Pengalaman hidup masa lampau, dapat dilihat dalam lima unsur berikut:

1. Pendidikan yang Rendah

Pendidikan yang rendah dapat mengakibatkan seorang anak memiliki harga diri

yang rendah. Anak-anak dengan prestasi yang buruk atau yang putus sekolah cenderung

memiliki harga diri spiritual yang lebih rendah dibandingkan dengan anak-anak yang

memiliki prestasi yang baik di sekolah. Kontributor utama harga diri spiritual adalah

orang tua, guru, pembantu rumah tangga, kakek, nenek, saudara, teman, dan kerabat

lainnya serta otoritas lain dalam kehidupan anak. Orang tua bagaimana pun memiliki

kesempatan terbaik dan paling konsisten untuk mempengaruhi pandangan seorang anak

terhadap dirinya sendiri.46

Kesibukan orang tua seringkali menjadi penyebab kelalaian

tanggung jawab pendidikan terhadap anak. Oleh sebab itu, orang tua perlu memahami

perannya sebagai kontributor utama dalam memberikan pendidikan bagi anak dalam

keluarga guna membentuk harga diri spiritual yang sehat. Menurut penulis, pendidikan

yang seharusnya diterima oleh anak-anak, bukan hanya pendidikan formal tetapi juga

pendidikan informal yang didapat di rumah. Pendidikan yang anak-anak terima di rumah,

46

Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 33.

Page 20: BAB II PERAN GEREJA TENTANG MAKNA HIDUP ANAKrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12409/2/T2_752014032_BAB II... · dapat didefinisikan sebagai . keluarga yang hancur atau retak

30

di sekolah, di lingkungan masyarakat dan gereja, membentuk harga dirinya. Orang tua,

guru, masyarakat dan para pelayan gereja perlu memahami perannya dalam proses

pembentukan dan pengembangan harga diri anak agar dapat menciptakan harga diri

spiritual yang sehat dalam diri anak-anak.

2. Beban Ekonomi Keluarga

Menurut Ithaca, secara umum anak remaja dari keluarga kelas ekonomi menengah

dan kelas atas, memiliki harga diri spiritual yang tinggi dibandingkan remaja kurang

makmur (miskin) yang memiliki standar ekonomi dibawa rata-rata yang cenderung

mengalami harga diri spiritual yang rendah.47

Semakin tinggi status sosial ekonomi

remaja, lebih mudah memiliki sumber daya lebih besar, kualitas hidup lebih baik, dan

standar gizi makanan yang lebih terjamin. Sedangkan remaja dengan status ekonomi

rendah tidak akan memenuhi standar gizi empat sehat lima sempurna, cenderung

memiliki sumber daya dan kualitas hidup yang rendah, semakin mengembangkan harga

diri spiritual yang rendah pada remaja. Menurut penulis, status ekonomi yang menjadi

faktor penentu harga diri telah menjadi pemahaman yang keliru dan dilanggengan selama

ini. Kecenderungan menilai orang berdasarkan faktor ekonomi inilah yang membuat

anak-anak dari kalangan ekonomi rendah secara otomatis menganggap diri mereka

sebagai yang lemah dan tak punya apa-apa. Pikiran seperti ini menimbulkan adanya

perasaan minder dalam diri anak-anak yang berasal dari keluarga dengan ekonomi

rendah. Menghadapi keadaan seperti ini, orang tua berperan penting untuk memberikan

pemahaman yang baik bagi anak-anaknya, entah orang tua dari kalangan ekonomi

rendah, menengah, maupun tinggi. Anak-anak harus dibantu agar tidak menjadi rendah

diri ataupun tinggi hati karena keadaan ekonomi, namun sebaliknya mensyukuri apa

yang dimiliki dan menghargai sesama yang berbeda dengan mereka secara ekonomi.

47

Ithaca, H. “Adolescent Self-Esteem. Family Life Development Center”, 2003,

http://www.human.cornell.edu/actforyouth (September 2015).

Page 21: BAB II PERAN GEREJA TENTANG MAKNA HIDUP ANAKrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12409/2/T2_752014032_BAB II... · dapat didefinisikan sebagai . keluarga yang hancur atau retak

31

3. Konflik Diri Individu

Menurut Answer, anak dengan harga diri spiritual yang rendah sulit meluangkan

waktu untuk berurusan dengan masalah, terlalu kritis terhadap diri sendiri, dan bisa

menjadi pasif, menarik diri, serta tertekan.48

Mereka cenderung mudah frustrasi dan

sering melihat masalah sementara sebagai kondisi permanen. Hal tersebut menjadi

konflik diri, karena mereka pesimis tentang diri dan kehidupan yang mereka jalani.

Harga diri spiritual yang rendah pada anak-anak sangat dipengaruhi oleh sikap dan

perilaku orang tua.49

Menurut Theravive, sikap orang tua yang kasar dan lalai tanggung

jawab terhadap anak-anak telah menciptakan krisis identitas dan jati diri, serta

mengembangkan citra diri buruk pada anak-anak terutama ketika mereka mencapai usia

remaja.50

Hal-hal seperti inilah yang sering menciptakan konflik individu dalam diri

anak, sehingga anak memiliki pola perilaku menyalahkan diri sendiri, cenderung

membuat pilihan yang buruk, sering cemas dengan situasi dalam keluarga yang kurang

harmonis, menjadi sensitif, tidak puas, stres, depresi, dan putus asa dalam sebagian besar

hidupnya. Menurut penulis, sikap dan perilaku orang tua turut menentukan sikap anak

dalam menghadapi permasalahan hidupnya. Agar anak dapat menghadapi masalah secara

konstruktif, orang tua perlu memainkan perannya dengan baik. Jika hal tersebut

dilakukan maka akan terbentuk harga diri spiritual yang sehat dalam diri anak.

Sebaliknya pengalaman hidup negatif masa lampau mengembangkan harga diri

spiritual yang rendah pada anak sekaligus merupakan kegagalan bagi diri mereka untuk

berkembang lebih baik.51

Dikatakan demikian karena anak-anak dapat memiliki

konsekuensi yang menghancurkan masa depan mereka, dengan menciptakan kecemasan,

48

Answer, “Self-Esteem: Self-Esteem Children Factors Positive Words”, 2012,

http://www.links.answer.com (September 2015). 49

Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 35. 50

Theravive, “Low Self-Esteem Help”, 2011, http://www.theravive.com/service/self-esteem.htm

(September 2015). 51

Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 36.

Page 22: BAB II PERAN GEREJA TENTANG MAKNA HIDUP ANAKrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12409/2/T2_752014032_BAB II... · dapat didefinisikan sebagai . keluarga yang hancur atau retak

32

stres, kesepian, dan meningkatkan kemungkinan depresi, menggangu kinerja akademik,

mengganggu relasi dengan orang lain, mengakibatkan peningkatan kerentanan terhadap

penyalahgunaan minuman keras dan narkoba.52

4. Kurang Penghargaan dalam Keluarga

Penghargaan dalam keluarga turut membentuk harga diri spiritual anak-anak. Anak-

anak yang kurang mendapat perhatian, pujian, dorongan, kehangatan, kasih sayang yang

merupakan kebutuhan dasar mereka, entah karena orang tua menghabiskan banyak

waktu untuk bekerja memenuhi kebutuhan keluarga atau mengejar kepentingan mereka

sendiri sehingga hanya memiliki sangat sedikit waktu bagi anak-anak, memiliki

pengalaman emosional dan psikologis yang buruk.53

Pengalaman buruk ini membentuk

harga diri spiritual yang rendah dalam diri anak sehingga mereka memiliki keyakinan inti

negatif dan asumsi negatif terhadap diri pribadi mereka. Berdasarkan pemahaman

tersebut, dapat dipahami bahwa keluarga merupakan tempat utama dan pertama bagi

seorang anak untuk mendapatkan penghargaan dalam hidupnya. Oleh sebab itu, sudah

seharusnya orang tua memberikan perhatian, kasih sayang, pujian, dorongan, dan

kehangatan yang menjadi kebutuhan dasar mereka.

5. Iklim Lingkungan Masyarakat Negatif

Perilaku masyarakat yang menyimpang seperti penyalahgunaan narkoba, mabuk-

mabukan, pemerkosaan, pencurian, perampokan, seringkali membuat anak-anak merasa

cemas dan tidak aman dilingkungannya sendiri. Bahkan lebih parah daripada itu, jika

anak memiliki harga diri spiritual yang rendah yang mengakibatkan anak memiliki

keyakinan inti negatif dan asumsi negatif tentang diri mereka, maka kemungkinan

mereka pun akan terpengaruh dan terjerumus dalam lingkungan masyarakat yang negatif.

52

Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 36. 53

Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 36.

Page 23: BAB II PERAN GEREJA TENTANG MAKNA HIDUP ANAKrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12409/2/T2_752014032_BAB II... · dapat didefinisikan sebagai . keluarga yang hancur atau retak

33

Penulis memahami lingkungan masyarakat sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi

pembentukan dan pengembangan kepribadian seseorang. Lingkungan yang baik

memungkinkan berkembangnya kepribadian yang baik dan harga diri spiritual yang sehat

dalam diri anak, sebaliknya lingkungan yang buruk dapat menjerumuskan anak dalam

perilaku menyimpang dan tidak terpuji, yang pada akhirnya dapat menciptakan

kepribadian yang buruk dan harga diri spiritual yang rendah dalam diri anak.

B. Keyakinan Inti Negatif

Keyakinan inti negatif adalah kesimpulan tentang ketidakmampuan berpikir spiritual

pribadi setiap individu sebagai akibat dari pengalaman-pengalaman negatif yang

dimilikinya.54

Menurut Lim et al sebagaimana dikutip dalam Engel, keyakinan inti

negatif tentang diri individu berkembang dari pengalaman negatif masa lampau.55

Hal ini

penting untuk memahami bagaimana dan mengapa pribadi setiap individu mengambil

kesimpulan tentang dirinya sendiri seperti yang dilakukannya. Berdasarkan pemahaman

tersebut, penulis memahami keyakinan inti negatif sebagai suatu kepercayaan diri negatif

yang dirasakan oleh anak sebagai akibat dari pengalaman negatif masa lampau.

Kepercayaan diri tersebut dipegangnya sebagai suatu kebenaran menurut pemahamannya

sendiri sehingga mempengaruhi cara pandangnya tentang dirinya dan bagaimana dia

bersikap dalam hidup.

Keyakinan inti negatif meliputi empat unsur masalah yaitu ketidakmampuan

intelektual, ketidakmampuan mengendalikan emosi, penghargaan diri yang rendah, dan

ketidakmampuan berperan dalam masyarakat, dideskripsikan sebagai berikut.

54

Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 38. 55

Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 38.

Page 24: BAB II PERAN GEREJA TENTANG MAKNA HIDUP ANAKrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12409/2/T2_752014032_BAB II... · dapat didefinisikan sebagai . keluarga yang hancur atau retak

34

1. Ketidakmampuan Intelektual

Menurut Theravive, keyakinan inti negatif berkontribusi pada nilai diri dan

ketidakmampuan intelektual seseorang yang mencakup keyakinan bahwa saya tidak

cukup baik, tidak bisa membuatnya, tidak bisa melakukan hal-hal yang dapat dilakukan

kebanyakan orang.56

Orang-orang seperti ini biasanya tidak pernah dapat menemukan

arah atau tujuan dalam hidup karena merasa bodoh, gagal, buruk, tidak peduli, bukan

apa-apa, tidak berhasil, dan merasa bersalah. Dengan mengidentifikasi keyakinan inti

negatif yang berkontribusi terhadap nilai diri dan ketidakmampuan intelektual akan

menemukan gambaran yang jelas tentang masa depan sehingga mampu mengatasi

perasaan negatif dan memberikan harapan serta melepas diri dari keyakinan yang

berbahaya.

Menurut Answer, sebuah titik kritis dalam perkembangan anak usia sekolah, terjadi

pada dua hal.57

Pertama, mengalami krisis identitas dalam menyesuaikan diri dengan

teman sebaya atau orang dewasa dalam situasi baru dengan aturan-aturan yang mungkin

baru dan aneh. Kedua, krisis dalam mengikuti pelajaran di sekolah karena berbagai

faktor yang mempengaruhi, tentang bagaimana anak-anak dapat mengurusi tugas-tugas

belajar di sekolah dan bagaimana mereka terampil dalam olahraga maupun kegiatan-

kegiatan sosial lainnya. Hal tersebut membentuk dan merubah cara pandang anak-anak

terhadap dirinya sendiri, sehingga menimbulkan kesimpulan pada keyakinan dirinya

bahwa saya selalu salah, saya minder, saya bukan apa-apa, saya bodoh dan tidak mampu.

Menurut penulis, hal serupa yang dialami oleh anak-anak korban broken home yakni

mereka tidak mampu menyesuaikan diri dan bahkan tidak mampu bersosialisasi dengan

lingkungan sosial karena merasa minder, sebab berasal dari keluarga yang hancur.

56

Theravive, “Low Self-Esteem Help”, 2011, http://www.theravive.com/service/self-esteem.htm

(September 2015). 57

Answer, “Self-Esteem: Self-Esteem Children Factors Positive Words”, 2012,

http://www.links.answer.com (September 2015).

Page 25: BAB II PERAN GEREJA TENTANG MAKNA HIDUP ANAKrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12409/2/T2_752014032_BAB II... · dapat didefinisikan sebagai . keluarga yang hancur atau retak

35

Permasalahan yang dialami dalam keluarga menggangu pikiran mereka sehingga mereka

cenderung menemukan krisis dalam berinteraksi dengan orang lain dan bahkan dalam

mengikuti pelajaran di sekolah. Hal tersebut berimplikasi pada prestasi belajar dan masa

depan mereka kelak.

2. Ketidakmampuan Mengendalikan Emosi

Keyakinan inti negatif sebagai pengalaman hidup negatif masa lalu yang berdampak

pada setiap bidang kehidupan termasuk hubungan pribadi, kondisi emosional yang

membuat individu berperilaku merugikan diri sendiri, merasa selalu salah dengan pola

perilakunya, menjadi sensitif, merasa gagal, dan tidak diinginkan oleh keluarga, sahabat

dan teman.58

Orang tua seharusnya memerankan fungsinya dengan baik untuk membantu

anak mengembangkan kontrol diri agar anak mampu mengendalikan emosi negatif dan

mengembangkan emosi positif. Menurut penulis, ketidakmampuan mengendalikan emosi

juga dialami oleh anak-anak korban broken home. Perasaan diabaikan, tidak mendapat

perhatian dan kasih sayang dalam keluarga, serta menjadi sensitif membuat mereka tidak

dapat mengontrol emosi dengan baik. Mereka cenderung membesar-besarkan perasaan

negatif yang dirasakan dengan tidak memikirkan untuk mengolahnya menjadi suatu

perasaan positif yang lebih bermanfaat bagi diri dan hidup mereka.

3. Penghargaan Diri yang Rendah

Menurut Nutting, keyakinan inti negatif adalah keyakinan yang dipegang teguh

berkaitan dengan pribadi setiap individu yang mempengaruhi pikiran dan perasaan.59

Anak-anak yang menetapkan tujuan dalam hidupnya pada umumnya memiliki harga diri

spiritual yang lebih tinggi daripada mereka yang tidak mempunyai tujuan hidup yang

58

Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 41. 59

Nutting, J. “Core Belief Balance: The Growing Awareness Series”, 2012, http://core-beliefs-

balance.com (September 2015).

Page 26: BAB II PERAN GEREJA TENTANG MAKNA HIDUP ANAKrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12409/2/T2_752014032_BAB II... · dapat didefinisikan sebagai . keluarga yang hancur atau retak

36

jelas.60

Harga diri spiritual yang tinggi juga langsung berhubungan dengan anak-anak

yang memiliki keluarga yang sangat mendukung. Sedangkan harga diri spiritual yang

rendah berhubungan dengan anak-anak yang memiliki keluarga yang tidak mendukung.

Anak-anak yang penghargaan dirinya direndahkan dalam keluarga, biasanya tidak

mendapat dukungan keluarga, tidak penting apapun keberhasilan yang dicapai, tidak

berharga, tidak disukai, tidak berguna sehingga kurang mendapat kasih sayang, sering

dikritik secara berlebihan. Mereka cenderung tidak pernah mendapat sanjungan dalam

keluarga seperti “ayah menyayangimu” atau “ibu menyayangimu”. Dengan demikian,

yang anak rasakan tentang dirinya dan mempengaruhi hidupnya adalah segala yang

negatif. Menurut penulis, penghargaan dalam keluarga sangat penting bagi pembentukan

dan pengembangan harga diri spiritual yang sehat dalam diri anak-anak. Oleh sebab itu,

orang tua perlu untuk memberikan pujian, dorongan, dan kasih sayang dalam berbagai

bentuk agar anak-anak dapat merasakan bahwa kehadiran mereka berarti bagi orang lain.

4. Ketidakmampuan Berperan dalam Masyarakat

Menurut Tictoc, keyakinan inti negatif dipahami sebagai suatu fenomena sosiologis

dari pengalaman hidup negatif masyarakat yang mempengaruhi individu, sehingga

berdampak pada ketidakpercayaan individu terhadap masyarakat.61

Oleh karena itu,

keyakinan inti negatif dapat dipahami sebagai degradasi terhadap ketahanan dan

kemampuan diri untuk mengatasi tekanan hidup secara eksternal, dan menempatkan

individu pada risiko lebih tinggi mengalami masalah kesehatan mental seperti gangguan

makan, depresi, atau fobia sosial, yang berhubungan erat dengan mood dan keyakinan

diri. Menurut penulis, ketidakmampuan seorang anak berperan dalam masyarakat adalah

akibat dari keyakinan inti negatif yang ada dalam dirinya. Keyakinan inti negatif

membuat anak tidak mampu beradaptasi dan bersosialisasi dengan lingkungan sosial

60

Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 42. 61

Tictoc, “How To Increase Your Self-Esteem”, 2012, http://www.mind.org.uk (September 2015).

Page 27: BAB II PERAN GEREJA TENTANG MAKNA HIDUP ANAKrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12409/2/T2_752014032_BAB II... · dapat didefinisikan sebagai . keluarga yang hancur atau retak

37

karena merasa rendah diri. Oleh sebab itu, sekali lagi ditegaskan bahwa peran orang tua

sangat penting dalam menciptakan dan mengembangkan keyakinan inti positif dalam diri

anak-anak agar muncul harga diri spiritual yang sehat dalam diri mereka. Orang tua

sudah seharusnya memberikan perhatian, pujian, dorongan, kehangatan, dan kasih

sayang yang menjadi kebutuhan dasar anak-anak dalam keluarga.

C. Asumsi Negatif

Asumsi negatif adalah anggapan yang salah dalam mempertahankan kemampuan

berpikir spiritual pribadi setiap individu.62

Asumsi memiliki persepsi untuk menentukan

cara individu menanggapi setiap situasi. Asumsi negatif dipahami sebagai suatu

konfrontasi terhadap pengalaman hidup negatif yang justru semakin mengembangkan

keyakinan inti negatif individu. Menurut Lim et al sebagaimana dikutip dalam Engel,

pribadi setiap individu memandang dan melihat dirinya secara negatif, sehingga tidak

mengherankan jika individu merasa sangat buruk tentang dirinya sendiri dan memiliki

pengalaman emosi negatif yang kuat.63

Berdasarkan pemahaman tersebut, menurut

penulis asumsi negatif merupakan anggapan seseorang yang salah tentang dirinya sendiri

yang berdampak pula pada tanggapan negatif yang dia berikan bagi hidup yang dijalani.

Asumsi negatif meliputi lima unsur masalah. Lima unsur tersebut yaitu harapan

negatif, gagal mencapai sukses, di luar kontrol diri, rendah diri, dan menjadi beban

masyarakat, dideskripsikan sebagai berikut.

1. Mengembangkan Citra Buruk Keluarga

Menurut Lim et al dalam Engel, asumsi negatif adalah pedoman untuk menjalani

hidup yang membantu melindungi harga diri, sebagai suatu keharusan yang tidak

62

Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 44. 63

Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 44.

Page 28: BAB II PERAN GEREJA TENTANG MAKNA HIDUP ANAKrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12409/2/T2_752014032_BAB II... · dapat didefinisikan sebagai . keluarga yang hancur atau retak

38

membantu.64

Individu mengembangkan asumsi seperti: “Saya tidak sendirian lagi dan

tidak akan terabaikan sekalipun orang tua harus sibuk mengejar kepentingan mereka.”

Ternyata asumsi seperti itu tidak banyak membantu, justru semakin mengembangkan

keyakinan inti negatif, sehingga menghasilkan tindakan yang tidak membantu pula.

Dengan demikian, asumsi negatif adalah suatu keharusan hidup ideal untuk

mempertahankan hidup dan harga diri yang tidak terjadi dalam kenyataan.

2. Pencapaian dan Kesuksesan yang Fiktif

Laishram sebagaimana dikutip dalam Engel memahami asumsi negatif sebagai suatu

keyakinan hidup penuh harapan untuk sukses dan mencapai prestasi sebagai suatu

perasaan emosional yang belum pasti berhasil.65

Ketidakpastian itu dapat menyebabkan

depresi, gangguan mental dan fisik, ketika keyakinan tersebut tidak tercapai. Asumsi

negatif mengupayakan suatu pencapaian kesuksesan dalam hidup dan ketika gagal

setelah bekerja keras, individu memperlakukan kegagalan sebagai kebenaran hakiki yang

mengakibatkan hilangnya harga diri.66

3. Pengendalian Diri Negatif

Menurut Answers, asumsi negatif sebagai kecenderungan untuk menciptakan

kepuasan diri sendiri, seolah-olah yang diinginkan dan dicita-citakan sudah terjadi.67

Individu berasumsi bahwa pola perilaku dan pilihan hidupnya sudah sangat jelas dan

benar, memiliki pengendalian diri yang tinggi, sukses dalam sebagian besar hidupnya,

merasa nyaman dan sangat dibutuhkan dalam keluarganya. Misalnya anak-anak yang

takut gagal; mereka sering bertindak karena berasumsi seolah-olah mereka telah

mencapai suatu prestasi dan kesuksesan.

64

Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 45. 65

Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 45. 66

Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 46. 67

Answer, “Self-Esteem: Self-Esteem Children Factors Positive Words”, 2012,

http://www.links.answer.com (September 2015).

Page 29: BAB II PERAN GEREJA TENTANG MAKNA HIDUP ANAKrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12409/2/T2_752014032_BAB II... · dapat didefinisikan sebagai . keluarga yang hancur atau retak

39

4. Penghargaan Diri Negatif

Eating Disorders menggambarkan asumsi negatif sebagai suatu pertahanan diri

individu terhadap kekurangan dirinya dengan bertindak seolah-olah semuanya

sempurna.68

Individu merasa dirinya paling hebat, berprestasi dan sukses, hanya untuk

menutupi kekurangan dirinya. Individu berasumsi berhasil mendapat dukungan atas apa

yang dilakukannya, sehingga mengharapkan sanjungan, pujian, perhatian, dan kasih

sayang dari orang tua, keluarga, sahabat, dan lain sebagainya. Asumsi negatif dipahami

sebagai konflik diri individu antara pencapaian yang tinggi atas penghargaan dirinya

dengan keterbatasan kemampuan yang dimilikinya.69

5. Citra Buruk Masyarakat

Menurut Answers, asumsi negatif dapat ditimbulkan dari citra buruk masyarakat

yang meliputi perilaku kriminal, menjadi korban bullying, kehamilan remaja, merokok

dan penggunaan alkohol serta obat-obat terlarang, putus sekolah, depresi, dan lain-lain.70

Citra buruk tersebut memotivasi individu untuk menyenangkan, menghibur, memberi

perhatian kepada orang lain, dengan asumsi menjadi agen perubahan. Dengan kata lain

asumsi negatif merupakan suatu bentuk kamuflase dari validasi sosial terhadap citra

buruk masyarakat, yang justru semakin mengembangkan keyakinan inti negatif

individu.71

D. Bias Harapan

Bias harapan adalah perasaan negatif pribadi setiap individu yang melebih-lebihkan

kemungkinan yang buruk terjadi terhadap keyakinan diri spiritual, sehingga merusak

68

Eating Disorders Venture (LLC), “Eating Disorders”, 2006,

http://www.eatingdisordershelpguide.com/self-esteem.html (September 2015). 69

Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 47. 70

Answer, “Self-Esteem: Self-Esteem Children Factors Positive Words”, 2012,

http://www.links.answer.com (September 2015). 71

Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 48.

Page 30: BAB II PERAN GEREJA TENTANG MAKNA HIDUP ANAKrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12409/2/T2_752014032_BAB II... · dapat didefinisikan sebagai . keluarga yang hancur atau retak

40

harapan untuk hidup.72

Menurut Lim et al dalam Engel, bias harapan adalah pikiran

negatif yang sering muncul ketika pribadi setiap individu mengalami suatu situasi yang

berisiko tinggi.73

Situasi berisiko tinggi adalah kejadian atau peristiwa yang menimpa

pribadi setiap individu di bawah tekanan, ancaman, dan bahkan kekerasan. Bias harapan

merupakan pikiran negatif yang dilatarbelakangi asumsi individu untuk memperbaiki

hidup dan masa depan malah terjebak situasi berisiko tinggi, sehingga melebih-lebihkan

kemungkinan bahwa hal-hal buruk akan terjadi, meremehkan kemampuannya sendiri dan

karena itu keyakinan inti negatif menjadi aktif.74

Bias harapan dapat mengakibatkan

individu melarikan diri dengan mengkonsumsi rokok, minuman keras, narkoba, dan

bahkan pergaulan bebas. Perilaku tersebut berkontribusi pada kecemasan, kegelisahan,

ketegangan, ketakutan, ketidakpastian, dan keraguan. Berdasarkan pemahaman tersebut,

penulis memahami bias harapan sebagai suatu pikiran dan perasaan negatif yang

dilatarbelakangi oleh asumsi individu untuk memperbaiki hidup dan masa depan tetapi

malah terjebak dalam situasi yang berisiko, sehingga mengakibatkan kecemasan,

kegelisahan, ketakutan, ketidakpastian, dan keraguan.

Bias harapan meliputi dua unsur masalah yaitu harapan buruk dan kemungkinan

terburuk, dideskripsikan sebagai berikut.

1. Harapan Buruk

Bias harapan memunculkan keyakinan inti negatif lanjutan dalam diri pribadi

setiap individu bahwa mereka tidak berguna melalui beberapa cara; pertama,

dikonfirmasi oleh semua prediksi negatif bahwa mereka tidak berguna; kedua, pribadi

setiap individu merasa begitu cemas dan menggunakan hal tersebut sebagai tanda untuk

meyakinkan diri sendiri bahwa apa pun yang mereka lakukan negatif, sehingga mereka

berperilaku seolah menjadi tidak berguna; ketiga, semua perilaku pribadi setiap individu

72

Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 48. 73

Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 48. 74

Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 49.

Page 31: BAB II PERAN GEREJA TENTANG MAKNA HIDUP ANAKrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12409/2/T2_752014032_BAB II... · dapat didefinisikan sebagai . keluarga yang hancur atau retak

41

tidak membantu berarti mereka bertindak dengan gagasan bahwa mereka tidak

berguna.75

Jika pribadi setiap individu bertindak seolah-olah tidak berguna, mereka akan

terus berpikir dan percaya bahwa “mereka memang tidak berguna.” Menurut Lapian dan

Geru sebagaimana dikutip dalam Engel, harapan buruk pribadi setiap individu mengarah

pada perilaku dan emosi negatif, yang mengakibatkan trauma fisik dan psikologis.76

Menurut Lim et al dalam Engel, salah satu cara untuk mengatasi harapan buruk adalah

melakukan konfrontasi dengan cara pribadi setiap individu membedah dan mengevaluasi

masalah-masalah dasar yang menyebabkan bias harapan dan hal-hal positif apa yang

mungkin telah mereka abaikan.77

Berdasarkan pemahaman para ahli di atas, penulis

memahami harapan buruk sebagai akibat dari keyakinan inti negatif yang didukung oleh

asumsi negatif pribadi setiap individu yang dianggapnya sebagai suatu kebenaran tentang

dirinya. Harapan buruk tersebut dapat diperbaiki dengan melakukan konfrontasi terhadap

masalah-masalah yang dihadapi dengan menemukan kembali hal-hal positif yang

terabaikan dari pandangan pribadi setiap individu.

2. Kemungkinan Terburuk

Konfrontasi yang dilakukan pribadi setiap individu adalah upaya untuk

mengembangkan harapan yang realistik, agar pribadi setiap individu dapat menjalani

hidup dengan baik dan bijaksana. Ketika pribadi setiap individu menyadari bahwa

mereka berarti dan berharga, mempunyai kekuatan dan kemampuan, menjadi berguna

bagi orang-orang yang mereka cintai, maka mereka akan bangkit dari keterpurukan,

meninggalkan pengalaman masa lalu yang buruk, dan menggapai masa depan yang

penuh harapan.78

Dengan demikian, kebermaknaan hidup pribadi setiap individu bukan

75

Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 49-50. 76

Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 50. 77

Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 50. 78

Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 50.

Page 32: BAB II PERAN GEREJA TENTANG MAKNA HIDUP ANAKrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12409/2/T2_752014032_BAB II... · dapat didefinisikan sebagai . keluarga yang hancur atau retak

42

terletak pada seberapa banyak yang mereka miliki secara kuantitas, melainkan seberapa

hidup mereka berkualitas.

E. Evaluasi Diri Negatif

Evaluasi diri negatif adalah perasaan menyalahkan diri dan kritik diri sendiri,

sebagai akibat dari ketidakyakinan spiritual pribadi setiap individu.79

Menurut Lim et al

dalam Engel, evaluasi diri negatif adalah cara berpikir pribadi setiap individu didominasi

oleh situasi berisiko tinggi, sehingga menyalahkan diri dan kritik diri sendiri, dan karena

itu keyakinan negatif menjadi aktif.80

Pribadi setiap individu cenderung untuk

mengevaluasi dirinya sendiri dengan cara negatif. Menurut penulis, evaluasi diri negatif

adalah suatu keadaan memberikan penilaian buruk terhadap diri sendiri sebagai akibat

dari ketidakyakinan spiritual pribadi setiap individu.

Dalam rangka mengembangkan evaluasi diri seimbang, maka evaluasi diri negatif

berhubungan dengan seperangkat instrumen pengendali diri yang mempengaruhi

kemampuan berpikir seseorang secara positif. Menurut Sunaryo, seperangkat instrumen

pengendali diri tersebut terdiri dari empat komponen yaitu citra diri (body image) buruk,

ideal diri (self-ideal) buruk, peran diri (self-role) buruk, dan identitas diri (self-identity)

buruk.81

1. Citra Diri (Body Image) Buruk

Citra diri adalah suatu sikap individu dalam mempersepsikan keadaan fisik

tubuhnya, baik itu tentang ukuran dan bentuk, fungsi, penampilan, maupun potensi

tubuh. Citra diri ini penting karena berperan besar dalam mempengaruhi keadaan

kejiwaan seseorang. Citra diri berhubungan dengan kepribadian; cara individu

memandang dirinya memiliki dampak terhadap perkembangan psikologisnya. Pribadi

79

Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 51. 80

Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 51. 81

Sunaryo, Psikologi untuk Keperawatan (Jakarta: EGC, 2004), 33.

Page 33: BAB II PERAN GEREJA TENTANG MAKNA HIDUP ANAKrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12409/2/T2_752014032_BAB II... · dapat didefinisikan sebagai . keluarga yang hancur atau retak

43

setiap individu yang menerima diri apa adanya biasanya memiliki harga diri lebih sehat

daripada individu yang tidak menyukai dirinya. Pribadi setiap individu yang memiliki

citra diri positif lebih mudah untuk menerima dan memahami dirinya dalam

keberadaannya, sehingga dapat membangun komunikasi dan relasi yang harmonis

dengan orang lain dalam rangka mengembangkan evaluasi diri seimbang.

2. Ideal Diri (Self-Ideal) Buruk

Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana dirinya harus berperilaku dan

bertindak berdasarkan standar, aspirasi, tujuan, atau penilaian personal tertentu. Standar

diri terkait dengan tipe orang yang diinginkan atau sejumlah aspirasi, cita-cita, nilai-nilai

yang ingin dicapai. Ideal diri mewujudkan harapan dan cita-cita pribadi setiap individu

berdasarkan norma sosial dan budaya serta kepada siapa ingin dilakukan. Tujuan dan

makna hidup terdapat dalam kehidupan pribadi setiap individu, dan dapat ditemukan

dalam setiap keadaan, baik menyenangkan maupun tidak menyenangkan, dalam keadaan

bahagia ataupun penderitaan karena kehidupan manusia di dunia tidak selamanya

dipenuhi dengan kesenangan namun juga dengan penderitaan. Pemaknaan hidup yang

berhasil dihayati pribadi setiap individu dengan memaknai penderitaan merupakan suatu

proses pengembalian ideal diri positif.

3. Peran Diri (Self-Role) Buruk

Peran diri dapat diartikan sebagai apa saja tugas yang harus dilakukan sesuai

tuntutan dari orang lain (keluarga, masyarakat, teman, pacar, tetangga, gereja, negara dan

dunia). Memahami tugas dan prinsip dari peran diri sangat penting agar terhindar dari

“konflik peran”. Homeier sebagaimana dikutip dalam Engel, merumuskan beberapa pola

hidup sehat yang membantu pribadi setiap individu untuk mengembangkan peran

dirinya: (1) berusaha untuk berhenti berpikir negatif tentang dirinya sendiri. Jikalau

seseorang terbiasa fokus pada kekurangannya, mulailah berpikir tentang hal-hal yang

Page 34: BAB II PERAN GEREJA TENTANG MAKNA HIDUP ANAKrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12409/2/T2_752014032_BAB II... · dapat didefinisikan sebagai . keluarga yang hancur atau retak

44

positif tentang dirinya. Setiap hari tulislah tiga hal tentang dirinya, yang membuatnya

bahagia; (2) mencoba berbagai hal yang baru. Melakukan aktivitas dengan kegiatan

berbeda yang akan membantu pribadi setiap individu untuk dapat mengembangkan

potensi dirinya; (3) mencari dan menemukan peran diri dalam kebersamaan dengan

orang lain.82

Untuk memiliki tanggung jawab dalam peran diri positif, pribadi setiap

individu perlu menghabiskan waktu dengan orang yang disayangi dan melakukan hal-hal

yang disukai, bersantai dan memiliki waktu yang baik untuk menikmati hidup apa

adanya yang berorientasi makna.

4. Identitas Diri (Self-Identity) Buruk

Menyadari bahwa diri saya berbeda dengan orang lain itulah identitas diri.

Selanjutnya adalah bagaimana mengembangkan diri yang unik itu menjadi pribadi yang

utuh dan lebih baik dari sebelumnya. Homeier dalam Engel, merumuskan beberapa pola

hidup sehat, membantu pribadi setiap individu untuk mengembangkan identitas diri

sebagai berikut: (1) memandang kesalahan dan masa lampau yang buruk sebagai

kesempatan belajar. Menerima bahwa pribadi setiap individu tidak lepas dari kesalahan,

dan kesalahan adalah bagain dari proses belajar. Hal ini dimaksud membantu pribadi

setiap individu mengembangkan identitas dirinya menjadi pribadi yang unik; (2)

mengakui apa yang dapat berubah maupun yang tidak dapat berubah pada diri pribadi

setiap individu. Hal ini akan membantu pribadi setiap individu mengembangkan identitas

dirinya menjadi pribadi yang utuh; (3) berhenti membandingkan dirinya dengan orang

lain.83

F. Ketidakpercayaan Diri

Ketidakpercayaan diri adalah penghayatan hidup hampa dan tak bermakna yang

berlarut-larut tidak teratasi, karena merasa tidak berharga dan tidak mempunyai arti apa-

82

Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 56. 83

Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 57.

Page 35: BAB II PERAN GEREJA TENTANG MAKNA HIDUP ANAKrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12409/2/T2_752014032_BAB II... · dapat didefinisikan sebagai . keluarga yang hancur atau retak

45

apa lagi, sehingga menimbulkan ketidakyakinan diri spiritual.84

Tyrrell melihat

ketidakpercayaan diri dari cara individu memperlakukan dirinya secara buruk karena

merasa jelek, bodoh, dan tidak berguna dari kebanyakan orang lain.85

Pribadi setiap

individu biasanya merasa kehilangan harga diri dan kepercayaan diri karena menganggap

dirinya tidak layak, tidak berguna, dan tidak berharga.

2.3.2 Faktor Penyebab Ketidakmampuan Perkembangan Spiritual

Faktor penyebab ketidakmampuan perkembangan spiritual yang mengakibatkan

harga diri spiritual yang rendah secara konseptual bertolak dari pemahaman Branden

sebagaimana dikutip dalam Engel, tentang harga diri sehat yang dibangun dalam enam

pilar perkembangan spiritual yakni kesadaran diri, penerimaan diri, ketegasan diri, tujuan

hidup, tanggung jawab diri, dan integritas diri.86

A. Kesadaran Diri

Permasalahan perkembangan harga diri spiritual yang rendah pribadi setiap individu

pada tingkat kesadaran diri berhubungan dengan tingkat pendidikan yang rendah dan

konflik diri. Hasil penelitian yang dipaparkan Joshi dan Srivastava terhadap 200 remaja

kota dan 200 remaja desa dari Kabupaten Varanasi usia 12 sampai 14 tahun sebagaimana

dikutip dalam Engel, menunjukkan bahwa ada perbedaan signifikan berkaitan dengan

pencapaian akademik remaja pedesaan yang cenderung mengalami harga diri spiritual

yang rendah karena permasalahan pendidikan, baik formal maupun nonformal dalam

keluarga.87

Pendidikan nonformal yang terabaikan lebih mengarah pada kesibukan orang

tua bekerja yang melalaikan tanggung jawab terhadap pendidikan dalam keluarga dengan

84

Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 57. 85

Tyrrell, M. “How to Boost Self-Esteem”, 2011, http://www.uncommon.help.me.com (September

2015). 86

Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 65. 87

Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 66.

Page 36: BAB II PERAN GEREJA TENTANG MAKNA HIDUP ANAKrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12409/2/T2_752014032_BAB II... · dapat didefinisikan sebagai . keluarga yang hancur atau retak

46

cinta, perhatian, kasih sayang, keteladanan, kedamaian, dan kenyamanan.88

Orang tua

melalaikan tanggung jawab dalam keluarga, menyebabkan anak-anak sering merasa

kurang percaya diri untuk melakukan hal-hal yang kebanyakan orang lain tahu

bagaimana cara melakukannya. Orang tua bagaimana pun, memiliki kesempatan terbaik

dan paling konsisten untuk mempengaruhi pandangan seorang anak memiliki dirinya

sendiri. Menurut penulis, anak terjebak dalam kesadaran diri yang rendah karena orang

tua lalai akan tanggung jawabnya untuk memberikan pandangan yang baik bagi anak

tentang diri mereka.

Konflik pribadi setiap individu lebih mengarah pada sikap dan perilaku orang tua

yang membedakan mereka dalam keluarga, berlaku kasar, dan sering melalaikan

tanggung jawab mereka. Sikap orang tua yang kasar dan lalai tanggung jawab terhadap

anak-anak, dan membedakan anak-anak dalam keluarga, telah menciptakan krisis

identitas dan jati diri, serta mengembangkan citra buruk pada anak-anak terutama ketika

mereka mencapai usia remaja.89

Hal-hal inilah yang sering menjadi konflik individu

dalam diri anak, sehingga anak memiliki pola perilaku menyalahkan diri sendiri, sering

dikucilkan, tidak puas, stres, depresi dan putus asa dalam sebagian besar hidupnya.

B. Penerimaan Diri

Permasalahan perkembangan harga diri spiritual yang rendah pribadi setiap individu

pada tingkat penerimaan diri berhubungan dengan kontrol diri dan identitas diri

negatif.90

Pribadi setiap individu sering mengobati diri sendiri di luar kontrol diri

(kontrol diri negatif) dengan mengkonsumsi minuman keras secara berlebihan dan

bahkan narkoba. Hal tersebut disebabkan oleh dua hal: pertama, pengalaman hidup

negatif masa lampau individu yang sekaligus merupakan kegagalan bagi diri individu.

Dikatakan demikian karena individu dapat memiliki konsekuensi yang menghancurkan

88

Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 66. 89

Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 68. 90

Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 68.

Page 37: BAB II PERAN GEREJA TENTANG MAKNA HIDUP ANAKrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12409/2/T2_752014032_BAB II... · dapat didefinisikan sebagai . keluarga yang hancur atau retak

47

masa depan mereka dengan menciptakan kecemasan, stres, kesepian, dan meningkatkan

kemungkinan depresi, menyebabkan masalah dalam relasi dengan orang lain,

mengakibatkan peningkatan kerentanan terhadap penyalahgunaan zat (minuman keras

dan narkoba). Kedua, pengalaman traumatis dan ketakutan dialami pribadi setiap

individu ketika terjebak dalam situasi yang berisiko tinggi. Kedua hal tersebut telah

membuat individu tidak dapat menerima keberadaan dirinya dalam hidup yang hancur.

Menurut penulis, anak tidak dapat menerima diri dan keberadaannya karena terus

melanggengkan identitas diri negatif dan cenderung mengobati diri sendiri di luar

kontrol diri (kontrol diri negatif).

C. Ketegasan Diri

Permasalahan perkembangan harga diri spiritual yang rendah pada tingkat ketegasan

diri pribadi setiap individu berhubungan dengan pengendalian diri dan ideal diri.91

Pribadi setiap individu sering tidak dapat mengendalikan diri terhadap pengalaman

kekerasan fisik, psikis, disorientasi gangguan emosi, stres, depresi, dan takut untuk

hidup karena kekerasan yang mereka alami, entah kekerasan verbal maupun nonverbal,

fisik maupun psikis.92

Mereka mengembangkan gangguan psikologis yang mendalam

terhadap pengalaman buruk yang menimpa hidup mereka. Individu melebih-lebihkan

kemungkinan bahwa sesuatu yang buruk terjadi, membesar-besarkan bagaimana hal

buruk terjadi, dan meremehkan kemampuannya sendiri.

Ideal diri buruk menjadikan pribadi setiap individu kehilangan harkat dan martabat,

bahkan merasa harga dirinya rendah, dan karena itu kehilangan makna dan tujuan

hidup.93

Ideal diri buruk telah menghancurkan hidup dan masa depan individu untuk

mewujudkan cita-cita dan nilai-nilai yang ingin dicapai.94

91

Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 71. 92

Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 71. 93

Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 72. 94

Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 72.

Page 38: BAB II PERAN GEREJA TENTANG MAKNA HIDUP ANAKrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12409/2/T2_752014032_BAB II... · dapat didefinisikan sebagai . keluarga yang hancur atau retak

48

D. Tujuan Hidup

Permasalahan perkembangan harga diri spiritual yang rendah pada tingkat tujuan

hidup pribadi setiap individu berhubungan dengan harapan buruk dan kritik diri

negatif.95

Pribadi setiap individu melebih-lebihkan kemungkinan bahwa sesuatu yang

buruk terjadi, membesar-besarkan bagaimana hal-hal buruk terjadi, meremehkan

kemampuan sendiri bahwa dirinya dapat menyelesaikan masalah-masalah buruk yang

diprediksikannya. Harapan terburuk terjadi ketika anak menyadari bahwa kehilangan

kasih sayang, perhatian, dan kehangatan dalam keluarga, bahkan kehancuran keluarga,

telah menghancurkan hidup mereka.

E. Tanggung Jawab Diri

Permasalahan perkembangan harga diri spiritual yang rendah pada tingkat tanggung

jawab diri pribadi setiap individu berhubungan dengan buruknya kebutuhan keluarga

dan peran diri negatif.96

Menurut Lim et al dalam Engel, anak-anak sering tidak

menerima perhatian yang cukup, pujian, dorongan, kehangatan, kasih sayang, yang

merupakan kebutuhan dasar bagi anak-anak, karena orang tua menghabiskan banyak

waktu untuk bekerja.97

Anak merasa sendirian dan terabaikan karena sering

ditinggalkan. Sedangkan peran diri negatif pribadi setiap individu adalah komitmen

perilaku negatif karena pengalaman buruk masa lampau yang dimilikinya.98

Individu

cenderung pesimis tentang diri dan kehidupan yang mereka jalani, sehingga

berpengaruh pada peran diri. Peran diri pada anak-anak sangat dipengaruhi oleh sikap

dan perilaku orang tua yang cenderung mengabaikan kebutuhan anak-anak. Orang tua

seharusnya berperan untuk mengubah anak ke arah yang lebih baik dengan

mengembangkan sikap-sikap baru yang positif.

95

Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 73. 96

Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 74. 97

Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 74. 98

Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 76.

Page 39: BAB II PERAN GEREJA TENTANG MAKNA HIDUP ANAKrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12409/2/T2_752014032_BAB II... · dapat didefinisikan sebagai . keluarga yang hancur atau retak

49

F. Integritas Diri

Permasalahan perkembangan harga diri spiritual yang rendah pada tingkat integritas

diri pribadi setiap individu berhubungan dengan penghargaan diri rendah (nilai diri

negatif) dan citra diri negatif.99

Individu dengan harga diri yang tinggi memiliki gaya

hidup positif, memahami diri sendiri dan orang lain secara positif, memiliki prestasi

yang tinggi, memiliki pandangan yang terlalu positif tentang dirinya sendiri, sehingga

bias terhadap dirinya.100

Sebaliknya individu yang mempunyai pengalaman hidup

negatif masa lampau, kurang mendapat penghargaan dalam keluarga, terlalu sering

dikritik, dipermalukan, dan dihina, meninggalkan pengalaman emosional dan

psikologis yang buruk bagi dirinya.101

Hal tersebut menghambat anak mengembangkan

harga diri yang sehat, mengganggu aktivitas sehari-hari, menyebabkan stres, depresi,

merasa tidak dihargai dan dihormati, menimbulkan perasaan tidak bahagia pada

sebagian besar hidupnya, karena merasa diri dan hidupnya tidak berharga atau tidak

berguna.102

Theravive beranggapan bahwa ketika seseorang menganggap dirinya tidak berharga

dan tidak berguna, hal tersebut berkontribusi pada nilai diri seseorang yang mencakup

keyakinan bahwa saya tidak cukup baik, tidak bisa melakukannya, tidak bisa

melakukan dengan benar hal-hal yang dapat dilakukan kebanyakan orang.103

Individu

sepertinya tidak pernah dapat menemukan arah atau tujuan dalam hidup karena merasa

bodoh, gagal, buruk, tidak peduli, bukan apa-apa, tidan berhasil, dan merasa bersalah.

Selama individu tidak dapat menghargai dan menghormati dirinya yang berkontribusi

99

Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 77. 100

Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 77. 101

Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 77. 102

Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 77. 103

Theravive, “Low Self-Esteem Help”, 2011, http://www.theravive.com/service/self-esteem.htm

(September 2015).

Page 40: BAB II PERAN GEREJA TENTANG MAKNA HIDUP ANAKrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12409/2/T2_752014032_BAB II... · dapat didefinisikan sebagai . keluarga yang hancur atau retak

50

terhadap nilai diri negatif, maka individu tidak mampu mengatasi perasaan negatifnya,

selalu rendah diri, menyendiri, dan cenderung menarik diri.