bab ii pemahaman terhadap galeri batu akik filejalan cerita (story line) yang ingin di tonjolkan...
TRANSCRIPT
7
BAB II
PEMAHAMAN TERHADAP GALERI BATU AKIK
Pada bab ini dijelaskan mengenai pemahaman dan tinjauan mengenai batu akik dan
pengolahannya, serta kegiatan yang berlangsung pada galeri batu akik seperti misalnya kegiatan
pengolahan dari batu mentah menjadi barang yang dapat di perjual belikan, kegiatan penjualan
batu akik dan mengenal jenis batu akik, serta studi banding dan literatur dari fasilitas sejenis.
2.1 Galeri
2.1.1 Pengertian Galeri
Berikut ini merupakan beberapa definisi dari galeri:
1. Menurut extimologinya kata gallery atau galeri, berasal dari kata Galleria. Kata ini
dapat diartikan sebagai ruang beratap dengan salah satu sisi terbuka. Di Indonesia
galeri dikenal sebagai banguanan dimana tempat memamerkan barang yang
memiliki nilai seni, seperti lukisan, patung atau barang yang memiliki nilai historis. (
Ensiklopedi Nasional Indonesia, 1996)
8
2. Galeri yang bersifat milik perseorangan untuk menjual atau memasarkan benda seni,
sebagian besar memiliki ruang yang lebih kecil dari museum dan tidak disiapkan
untuk menampung pengunjung dalam jumlah banyak. Di dalam suatu perencanaan
galeri harus diperhatikan adalah perencanaan ruang, pencahayaan,dan warna harus
baik hingga dapat mendukung objek yang ingin dipamerkan. (Pile, 2003)
3. Galeri biasanya melakuakan tiga jenis kegiatan yaitu (Cahyono, 2002):
Mensponsori atau menyelenggarakan pameran yang secara berkala, benda
benda seni yang dipamerkan bersifat mudah di pindahkan dari satu tempat ke
tempat lain.
Menjual atau memasarkan karya seni rupa, dengan penataan yang baik tidak
ubahnya seperti menata pameran. Benda-benda untuk penjualan tetap ini
akan diturunkan dari tempa pajangan kalau ada kegiatan pameran di daerah
tertendu.
Menjadikan kedua kegiatan tersebut menjadi satu kesatuan sehingga kegiatan
penjualan dan pameran dapat dilakukan bersamaan di salam suatu ruangan.
4. Galeri adalah ruangan atau bangunan untuk memamerkan barang yang merupakan
hasil karya seni. ( Oxford English Reference Dictionary, 2002)
Dari penjelasan yang sudah dijabarkan sebelumnya maka dapat disimpulkan galeri adalah
suatu fasilitas yang berupa bangunan atau ruangan dimana fungsinya antara lain untuk
mendukung pameran maupun penjualan dari suatu benda seni.
2.1.2 Fungsi dan Peranan Galeri
Galeri memegang peranan penting dalam perkembangan seni di masa ini karena merupakan
salah satu tempat untum memamerkan dan memasarkan benda seni. (Cahyono, 2002)
membedakan fungsi pameran menjadi empat kategori, yaitu:
1. Fungsi apresiasi diartikan sebagai kegiatan untuk menilai dan menghargai karya
seni. Melalui kegiatan pameran ini diharapkan dapat menimbulkan sikap
menghargai terhadap karya seni. Suatu penghargaan akan timbul setelah
pengamat (apresiator) melihat, menghayati, memahami karya seni yang
disaksikannya. Melalui kegiatan ini pula akan muncul apresiasi aktif dan apresiasi
pasif. Apresiasi aktif, biasanya seniman, seteleh menonton pameran biasanya
9
termotivasi/terdorong untuk mencipa karya seni sedangkan apresiasi pasif
biasanya terjadi pada orang awam, setelah menyaksikan pameran biasanya bisa
menghayati, memahami dan menilai serta menghargai karya seni.
2. Fungsi edukasi, kegiatan pameran karya seni akan memberikan nilai-nilai ajaran
terhadap masyarakat terutama apresiator, misalnya nilai keindahan, nilai sejarah,
nilai budaya, dan sebagainya. Begitu pula halnya dengan pameran sekolah, maka
tentunya karya yang dipamerkan harus memiliki nilai-nilai yang positif terhadap
siswa dan warga sekolah.
3. Fungsi rekreasi, kegiatan pameran memberikan rasa senang sehingga dapat
memberikan nilai psikis dan spiritual terutama hiburan. Dengan menyaksikan
pameran, apresiator menjadi senang, tenang dan memberikan pencerahan. Lebih
jauh lagi kegiatan menonton pameran terkait dengan salah satu fungsi seni
sebagai katarsis (pengobat jiwa).
4. Fungsi prestasi dimaksudkan bahwa melalui kegiatan pameran dapat diketahui
para seniman yang berbakat, Hal ini bisa kita saksikan dari bentuk-bentuk kreasi
yang ditampilkan. Apresiator bisa memberi penilaian apakah seniman yang
menciptakan karya ini kreatif atau kurang kreatif.
2.13 Penyajian Koleksi Galeri
Di dalam suatu galeri penyajian koleksi memegang peranan vital yaitu bagaimana suatu
informasi di dalam suatu karya seni dapat tersampaikan dengan baik kepada pengunjung dan
juga pengunjung dengan leluasa melihat karya seni tersebut. Beberapa tata cara penyajian
pameran yang harus diperhatikan yaitu:
1. Teknik Penataan Pameran
Teknik ini dilakukan apabila sudah memenuhi beberapa prinsip umum untuk penataan
dan membuat suatu desain pameran. Prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
Jalan cerita (story line) yang ingin di tonjolkan dalam pameran tersebut.
Tersedianya bahan dari pameran tersebut yang berupa koleksi atau benda galeri.
Teknik dan metode yang dipergunakan di dalam suatu pameran.
10
Sarana dan prasarana yang mendukung terjadinya suatu pameran dan juga
ketersediaan dana.
Disamping hal yang telah disampaikan sebelumnya ada beberapa aspek lainnya yang perlu
diperhatikan antara lain fungsional, aman, ekonomis dan estetis. (Pedoman Teknis Pembuatan
Sarana Pameran di Museum , 1994)
2. Teknik Penyajian Pameran
Di dalam suatu pameran perlu halnya dalam memperhatikan penempatan materi di dalam
pameran contohnya penempatan panel di dalam suatu pameran, haruslah memperhatikan
kenyamanan pengunjung. Maka dari itu penyajian dan penempatan materi melambangkan
berhasilnya suatu desain pameran.
Ukuran penyajian juga harus memperhatikan anatomi tubuh manusia, dalam hal ini
adalah anatomi tubuh orang Indonesia dengan tinggi antara 155cm-180cm. dengan
keampuan gerak leher manusia ke atas 30˚ dan ke bawah 30˚. Maka dapat diperkirakan
tinggi maksimal suatu panel atau vitrin adalah 243,8 cm.(Panero, 1979)
Gambar 2.1 Jarak Tinggi Panel Dan Vitrin
Sumber : Human Dimension & Interior Space, 1979
3. Kenyamanan pandang manusia
Penyajian sebuah objek pameran pada ukuran tinggi dan lebar objek didasarkan pada
kemampuan pandang horisontal dan vertikal manusia. Dengan ilustrasinya dapat dilihat pada
gambar 2.5
11
a. Kenyamanan pandang horisontal
Batas standar kenyamanan pandang manusia adalah 30˚ ke kiri dan 30˚ ke kanan
sedangkan untuk batas visual manusia adalah 62˚ ke arah kiri dan 62˚ arah ke
kanan.
b. Kenyamanan pandang vertikal
Untuk batas kenyamanan vertical adalah 30˚ ke arah atas maupun arah bawah.
Jika melewati batasan tersebut maka dipastikan objek tersebut tidak semua akan
terlihat.
Gambar 2.2 Kenyamanan Pandang Manusia
Sumber : Human Dimension & Interior Space, 1979
4. Tata cahaya
Pentataan pencahayaan yang baik akan menarik bagi pengunjung dan juga
membuat kesan menjadi dramatis, fungsi pencahayaan disini bukan hanya sebagai
mempermudah pengunjung untuk melihat barang pameran tetati juga dapat memberikan
penekanan atau memfokuskan pada suatu objek pameran.
Penempatan penerangan untuk lukisan dapat dibagi menjadi dua yaitu (Tombazis, 2004)
: (ilustrasi dapat dilihat pada gambar 2.6)
a. Uniform Illumination ( pencahayaan yang seragam)
Memberikan pencahayaan pada seluruh bidang vertikal yang diterima objek yang
akan memeberikan penonjolan pada arsitektur.
b. Non Uniform Illumination (pencahayaan yang tidak seragam)
12
Pencahayaan yang terfokus pada satu objek, dan sekitarnya akan berada pada
kegelapan sehingga akan memeberikan efek yang dramatis pada benda seni
tersebut.
Gambar 2.3 Penataan Cahaya Pada Pameran
Sumber : Museum Handbook, 2004
5. Tata Akustik
Penataan akustik dalam pameran biasanya terdiri dari 2 jenis yaitu : permukaan yang
terdiri dari permukaan plester keras termasuk langit langit dan bukaan alami. Dan jenis yang
kedua adalah ruangan dengan penghawaan buatan (AC) dimana pada langit-langit akustik
dapat menyembunyikan peralatan dari penghawaan tersebut. Pada ruangan yang tidak
memiliki penataan akustik waktu dengung bisa mencapai 7 detik sedangkan pada ruangan
yang memiliki tata akustik waktu dengungnya dibawah 1 detik. (Tombazis, 2004)
Pada bangunan museum sumber kebisingan biasanya terletak di dalam bangunan itu
sendiri, kebisingan dari luar biasanya tidak terlalu berpengaruh. Pengendalian gema atau
penataan akustik biasanya menggunakan bahan penyerap akustik dari jenis yang berpori (
woll mineral, busa berpori terbuka, plaster semprot dan sintered stone). Bahan ini umum
digunakan karena dapat menyerap suara dari yang berfrekwensi sedang sampai tinggi.
Pengelolaan kebisingan eksternal dari bangunan seperti Pusat Seni sangat tergantung
pada bagian terluar dari bangunan tersebut. Sumber kebisingan pada bagian eksterior
biasanya bersumber dari kebisingan transpotasi dan antrian pengunjung yang ingin masuk ke
dalam bangunan.
a. Uniform illumination b. non uniform illumination
13
Gambar 2.4 Instalasi Penataan Akustik
Sumber : Museum Handbook, 2004
6. Tata Letak
Tata letak pada sebuah museum sangat bergantung pada storyline yang ingin ditonjolkan
di dalam sebuah pameran hal ini akan menyebabkan timbulnya narasi yang baik dari tempat
awal sampai akhir pameran. Macam macam alternative penataan galeri (Littlefield, 2008)
(dapat dilihat pada gambar 2.5.)
14
Gambar 2.5 Rencana Genetik Untuk Area Pameran. a. open plan, b. satellite, c. linear, d. loop, e. complex, f.
labyrinth.
Sumber : Metric Handbook Planning and Design Data, 2008
Di dalam suatu pameran hubungan pengunjung dengan koleksi pameran sangat lah
penting. Di dalam perkembangan pada saat ini penggunan media audio visual sangat banyak
dipergunakan untuk menjelaskan suatu benda pameran. Hal ini akan jauh lebih menarik
daripada pengunjung hanya membaca pada kertas yang membosankan.
Perlunya komunikasi ini akan mendasari pada penggunaan media yang lebih interaktif
antara pengunjung dan koleksi pameran tersebut. Maka penentuan jenis media yang dipakai
untuk interaksi perlu direncanakan sejak awal proses design sebuah pameran. Penggunaan
media pada pameran dapat dilihat pada gambar 2.6
15
Gambar 2.6 Penggunaan Multimedia Pada Pameran
Sumber : Metric Handbook Planning and Design Data, 2008
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam merencanakan tata letak sebuah pameran antara
lain proporsi, warna, bentuk, garis, keseimbangan dan kontras. Dalam penerapannya
biasanya sering mengabaikan hal diatas,maka dari itu dipelukannya perencanaan yang
matang.
2.1.4 Permasalahan Desain Di Dalam Galeri
Dalam suatu perencanaan pasti memiliki permasalahan yang disebabkan banyak faktor.
Di dalam perencanaan suatu pameran faktor yang paling berpengaruh adalah dari segi kelakuan
atau prilaku pengunjung itu sendiri dan sirkulasi pameran. (Dean, 1996)
1. Permasalahan akibat pengunjung.
Implikasi dari respons manusia terhadap ruang dan sarana terkait dengan kecenderungan
perilaku. Beberapa di antaranya perilaku yang akrab bagi desainer dan telah berkembang
menjadi beberapa kebiasaan yang sering tidak disadari oleh pengunjung itu sendiri. Masalah
berikut itu adalah ,menyentuh, respon terhadap antrian, pengelihatan objek dan duduk atau
menekan pada objek pameran. Berikut ini adalah ilustrasi permasalahan yang sering terjadi
akibat pengunjung dapat dilihat pada gambar 2.7.
16
Gambar 2.7 Permasalahan Akibat Pengunjung
Sumber : Museum Exhibition-Theory and Practice
2. Sirkulasi pameran
Permasalahan sirkulasi pameran menjadi faktor tambahan yang perlu ditangani, cara
bagaimana pengunjung dapat bersirkulasi dengan baik di dalam suatu ruangan pameran.
Berikut terdapat 3 metode yang biasanya digunakan untuk dapat pengunjung mendekati
pameran. Tentunya cara tesebut dapat dimodifikasi oleh designer tergantung pada konsep
pameran dan tujuan dari pameran tersebut. Dari ketiga metode ini tentunya memiliki
kelebihan dan kekurangan masing-masing.
a. Suggested Approach (pendekatan satu arah)
Metode ini menggunakan warna, pencahayaan, landmark dan hal yang
bersifat visual untuk menarik pengunjung, di sepanjang pameran tidak ada
pengaturan fisik dan mengarahkan pengunjung ke satu jalan. Kesulitan pada metode
c. Kenyamanan pengelihatan terhadap objek
a. Kebiasaan duduk atau menekan
b.
17
ini adalah sulit untuk memberikan kenyamanan pada pengunjung karena pengunjung
tidak bebas dan menuju satu arah.
Kelebihan dari metode ini adalah memberikan kemudahan dalam mencerna
informasi dalam setiap jalurnya. Informasi yang disajikan juga bertahap sehingga
pengunjumg tidak kebingungan. Sedangkan kekurangan pada metode ini adalah
sangat bergantung pada elemen design yang digunakan untuk mememberikan
pengalaman belajar yang baik. Gambaran pola sirkulasi dapat di lihat pada gambar
2.8
Gambar 2.8 pola Suggested Approach (pendekatan satu arah)
Sumber : Museum Exhibition-Theory and Practice
b. Unstructured approach (pendekatan tidak terstruktur)
Setelah memasuki galeri pengunjung dapat memilih jalannya sendiri tanpa
ada rute yang menyarankan rute tersebut benar atau salah. Pada dasarnya gerakan
yang tidak diarahkan ini sering menjadi karakteristik dari sebuah galeri.
Sama halnya dengan metode lain, metode ini juga memiliki kelebihan dan
kekurangan. Metode ini sangat cocok untuk pameran yang berorientasi pada
objek. Hal ini memungkinkan pengunjung untuk bergerak dengan kecepatan
mereka sendiri dan memutuskan prioritas mereka sendiri. Sedangkan metode ini
tidak bekerja dengan baik dengan alur cerita dan pengarah presentasi. Ilustrasi
penggambaran pola dapat dilihat pada gambar 2.9
18
Gambar 2.9 Pola Unstructured approach (pendekatan tidak terstruktur)
Sumber : Museum Exhibition-Theory and Practice
c. Directed approach (pendekatan langsung)
Metode ini lebih kaku dan terbatas dibanding dengan metode lainnya.pameran biasanya
diatur dalam pola sirkulasi satu arah. Metode ini meminimalkan pengunjung dapat keluar
sebelum dia melihat seluruh pameran. Keuntungan dari metode ini memungkinkan
pameran berjalan terstruktur dan pameran bersifat subjektif. Namun hal ini metode ini
juga memiliki kekurangan, pengunjung akan lebih berorientasi ke luar sebagian
pengunjung akan mencari jalan keluar. Dalam beberapa kasus juga menyebabkan tidak
lancarnya sirkulasi karena perbedaan kepentingan pengunjung, pengunjung yang ingin
belajar akan lebih lama meneliti di datu objek sedangkan pengunjung yang ingin keluar
merasa terhalangi.
Gambar 2.10 Pola Directed approach (pendekatan langsung)
Sumber : Museum Exhibition-Theory and Practice
19
2.1.5 Perawatan Koleksi Galeri
Dalam suatu pameran, perawatan terhadap barang-barang pameran mutlak dilakukan agar
barang pameran tersebut bisa bertahan lama dan bisa juga dilihat dalam jangka waktu lama.
Berikut adalah beberapa cara perawatan terhadap barang koleksi pameran (Dean , 1996):
1. Faktor iklim dan lingkungan
Kelembaban udara relative yang sesuai bagi berbagai jenis benda koleksi yaitu atara
45%-60% dengan suhu udara berkisar antara 20˚C sampai 24˚C. Alat untuk mengurangi
tingkat kelembaban udara yaitu dehumidifyer sedangkan alat untuk mengurangi
kekeringan udar disebut humidifyer.
2. Cahaya
Bahan batu, logam dan keramik pada umumnya tidak peka terhadap cahaya.
Bahan-bahan organic seperti kertas, tekstil, koleksi ilmu hayat peka sekali terhadap
pengaruh cahaya, contohnya cahaya yang mengandung unsur ultraviolet akan dapat
menimbulkan perubahan pada warna dan bahan. Pencegahanya dapat dilakukan dengan
memasang dinding reflector yang dicat dengan zick oxide atau titanium trioxide di atas
lemari pameran hingga radiasi ultraviolet terserap.
3. Faktor serangga
Ada dua macam cara perawatan terhadap benda koleksi yaitu dengan insektisida dan
fumigasi. Fumigasi menggunakan zat kimia yang dapat menguap pada suhu normal yang
dilakukan pada ruang kedap udara dengan menggunakan zat paradichloro benze, carbon
disulphide, carbon tetrachloride, dan metil bromide.
4. Mikro organisme
Untuk mencegah tumbuhnya mikroorganisme perlu adanya penjagaan kondisi ruangan
yaitu temperatur dan kelembaban udara agar tetap ideal. Karena faktor itulah yang
menyebabkan tumbuhnya mikro organisme.
20
2.1.6 Kegiatan Komersial Pada Galeri Batu Akik
Pengertian penjualan menurut henry simamora dalam buku “Akuntansi Basis Pengambilan
Keputusan Bisnis” menyatakan bahwa penjualan adalah pendapatan lazim dalam perusahaan dan
merupakan jumlah kotor yang dibebankan kepada pelanggan atas barang dan jasa.
Penjualan adalah proses dimana sang penjual memuaskan segala kebutuhan dan keinginan
pembeli agar dicapai manfaat baik bagi sang penjual maupun sang pembeli yang berkelanjutan
dan yang menguntungkan kedua belah pihak. (Winardi 1991:2)
Dari kedua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa penjualan adalah kegiatan pemasaran
barang dan jasa dimana terdapat dua belah pihak yang berinteraksi yaitu penjual dan pembeli.
Dimana kedua belah pihak tersebut mendapat keuntungan yang sama.
2.2 Batu Akik
2.2.1 Pengertian Batu Mulia
Batu mulia adalah batu permata / batu aji. Tidak ada batasan yang baku mengenai
pengertian atau definisi dari batu mulia. Sujatmiko dalam dokumen presentasinya yang
berjudul "Potensi Batu Mulia Indonesia Yang Terlupakan," mengartikan bahwa Batu mulia
adalah setiap jenis batuan batuan, mineral , dan bahan mentah alam lainnya yang setelah diolah
atau diproses memiliki keindahan dan ketahanan yang memadai untuk dipakai sebagai barang
perhiasan. Sedangkan pengertian lainya bahwa batu mulia adalah semua mineral atau batu yang
dibentuk hasil proses geologi, dimana unsurnya terdiri atas satu atau beberapa komponen kimia.
(Chandra, 2014)
Mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).batu mulia dapat didefinisikan
sebagai berikut :
Batu adalah benda keras dan padat yg berasal dr bumi atau planet lain, tetapi bukan logam;
“Mulia adalah bermutu tinggi; berharga (tt logam, msl emas, perak, dsb)”
Batu mulia adalah batu berharga yang digunakan sebagai permata. Permata disini dapat
diartikan sebagai batu berharga terutama yang sudah dipotong dan dipoles. ( Oxford English
Refrence Dictionary, 2002)
Melihat definisi diatas, kata batu menjadi berharga jika dikaitkan dengan kata mulia.
Artinya batu-batu mulia itu memang memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Oleh karena itu
21
kualitas batu mulia biasanya ditentukan dengan beberapa faktor seperti kemurnian atau keaslian,
kekerasan dengan menggunakan skala Mohs, warna, bentuk dan ukuran.
Untuk melihat level kekerasan sebuah batu , biasanya menggunakan nilai yang diukur
dengan skala Mohs. Metode ini ditemukan oleh Friedrich Mohs. Dia adalah seorang peneliti
mineral yang memiliki minat besar pada dunia bebatuan. Metode ini menggunakan cara
pengukuran dengan memperbandingkan kekuatan saling menggores antara satu batu dengan
yang lainnya, kemudian mengklasifikasikannya ke dalam sepuluh tingkatan. Semakin besar
angka levelnya, semakin tinggi tingkatannya, maka harganya juga akan semakin mahal.
Dengan keberadaan skala Mohs ini, orang menjadi lebih mudah memetakan jenis-jenis batu
mulia sesuai dengan mutunya. Secara garis besar, dengan indikator skala Mohs
2.2.2 Jenis dan Kegunaan Batu Mulia
Beberapa jenis batu mulia (permata) seperti Berlian (Diamond), Safir (Sapphire), Zamrud
(Emeralad), Opal (Kalimaya), Amethyst (Kecubung), Bacan & Obi (Giok / Jade Indonesia), dan
Batu Garut. (Chandra, 2014)
Sedangkan dalam Handbook of Commodity Profile, Indonesian Gemstones Exclusively
Captivating, Kementerian Perdagangan RI, batu mulia mempunyai dua jenis yaitu :
a. Precious Stones (Batu Mulia)
Sebuah batu dapat dikategorikan dalam jenis batu mulia, jika memiliki skala Mohz
antara 7,5 hingga 10. Level kekerasan yang dimiliki pada tingkat ini, membuatnya
punya kemampuan untuk menggores kaca.
Gems yang paling keras adalah Intan. Dari semua precious stone, Intan memang
ratunya. Selain paling mahal, juga punya nilai artistik tinggi dari cahaya susunan
kristal kubus yang dipancarkannya.
Setelah Intan, yang juga termasuk bahan permata unggul dengan skala Mohz di
atas tujuh setengah antara lain adalah Ruby, Safir, Topaz, Zamrud, dan Aquamarine
Perbedaan satu level pada skala Mohz bisa menggambarkan perbedaan daya tahan
yang sangat signifikan. Sebagai contoh, Intan yang berskala Mohz sepuluh bisa jauh
lebih tangguh hingga empat kali lipat daripada Ruby (skala Mohz 9), dan kekerasan
Ruby bisa hampir dua kali lipat dari Zamrud (8).
22
b. Semi-Precious Stones (Batu Setengah Mulia)
Batu setengah mulia di dalam masarakat Indonesia lebih populer dengan nama
batu akik. Beberapa batu, sebetulnya lebih tepat digolongkan dalam jenis batu
setengah mulia, jika level kekerasannya berada di antara 6.5 hingga 7.5 skala Mohz.
Batu yang termasuk dalam kategori ini, memiliki kemampuan daya tahan dalam
tingkatan sedang, meskipun keindahannya ada juga yang tidak kalah dengan permata
kelas atas.
Beberapa jenis semi-precious stone antara lain adalah Giok, Prehnit, Felspar,
Garbet, Turquis, serta bermacam batu kuarsa seperti Amethyst atau Kecubung, Sitrin,
Karnelian, Opal, dan Agat. Meskipun level kekerasannya ada di kelas menengah,
batu-batu ini tetap menjadi buruan para kolektor untuk dibuat menjadi permata berkat
keelokannya.
Di Indonesia banyak terdapat jenis jenis batu semi-precious stone atau batu
setengah mulia antara lain sebagai berikut :
Kecubung ungu (amethyst)
Kecubung kuning (citrine)
Kecubung teh (smoky quartz)
Kalimaya (opal)
Krisopras hijau (chrysoprase)
Krisokola biru (chrysocolla)
Kalsedon tembaga (copper chalcedony)
Batu meteorit (tektite)
Akik Yaman (carnelian agate)
Kecubung jarong (purple chalcedony)
Opal biru (blue opal)
Jasper (variegated jasper)
Biduri tawon (silicified coral)
Garnet (garnet)
Fosil kayu membatu (petrified wood)
Kalsedon (chalcedony)
23
Giok nefrit (nephrite jade)
Prehnit (prehnite)
Krisopal (chrysopal)
Ada lima kegunaan batu mulia, diantaranya yaitu pertama, sebagai bahan perhiasan. Kedua,
sebagai sarana investasi dan ketiga adalah untuk keperluan industri contohnya batu safir
dimanfaatkan dalam pembuatan kaca tahan gores misalnya kaca pada jam tangan. Kemudian
intan digunkan untuk melapisi pemotong dan alat pengeboran minyak. Selaian itu batu ruby
digunakan untuk membuat peralatan laser. Untuk kegunaan batu mulia yang ke empat dan ke
lima terkait dengan kepercayaan dan keyakinan masing masing umat. (Chandra, 2014)
2.2.3 Pengolahan Batu Akik
Secara umum proses pengolahan batu akik melalui tiga tahap. Dimulai dari tersediannya
bahan mentah. Kemudian pengerjaan hingga akhirnya menjadi barang jadi misalnya perhiasan.
Berawal dari bongkahan batu besar yang biasanya di temukan di tempat-tempat penambangan
batu. Biasanya berupa bongkahan besar.
Setelah didapatnya bongkahan batu akik maka dilihat bagian mana yang kira-kira memiliki
warna dan motif dari jenis batu akik tersebut. Pemecahan menggunakan alat tertentu dilakukan
untuk mendapat serpihan yang nantinya dapat dibuat menjadi perhiasan. Setelah di pecah
dilakukan proses penghalusan dan pemolesan agar batu tersebut semakin memancarkan
keindahannya.
Gambar 2.11 Pengolahan Batu Akik
Sumber : http://www.muradmaulana.com (16-3-2015, 19:12)
24
Sedangkan perlatan untuk pengolahan terbagi menjadi tiga, yakni peralatan tradisional
seperti velg sepeda ontel yang dikayuh dengan tangan. Selain itu bambu. Biasanya untuk produk
desain sederhana misal cincin. Biasanya pentuk yang dihasilkan berupa bulat, oval dan segi
empat yang dijadikan sebagai hiasan cincin.
Pembuatan menggunakan alat tradisional memiliki kekurangan yaitu masalah waktu
pembuatan yang memakan waktu lama jika dibandingkan alat yang sudah menggunakan tenaga
listrik. Alat tradisional masinh menggunakan tenaga manusi itu sendiri. Akan tetapi untuk
masalah kualitas tidak ada bedanya dengan alat yang menggunakan tenaga listrik.
Gambar 2.12 Pengolahan dengan Alat Tradisional
Sumber : http://www.muradmaulana.com (16-3-2015, 19:12)
Kemudian peralatan listrik seperti mesin potong besar, mesin potong kecil, mesin gurinda, mesin
ampelas, mesin poles, mesin faset, dan mesin bor mekanik. Biasanya untuk desain terbatas misal
gelang. Dengan peralatan listrik biasanya bentuk yang dihasilkan lebih beragam dibandingkan
menggunakan alat tradisional akan tetatp masih dengan bentuk yang sederhana.
Gambar 2.13 Pengolahan Dengan Peralatan Listrik
Sumber : : http://www.muradmaulana.com (16-3-2015, 19:12)
25
Untuk peralatan mesin ultrasonik modern seperti mesin bor ultrasonik, mesin ultrasonik
multiform, mesin ultrasonik khusus, mesin potong multiple, mesin pembuat tasbih, dan mesin
tumbler khusus. Pemakaian mesin ultrasonik modern biasanya ditujukan untuk produk desain
khusus atau standard. Bentuk yang dihasilkan menggunakan alat ini sudah sangat rumit seperti
ukiran-ukiran dan juga bentuk patung.
Gambar 2.14 Pengolahan dengan Peralatan Ultrasonik
Sumber : http://www.muradmaulana.com (16-3-2015, 19:12)
2.3 Studi Banding Terhadap Proyek Sejenis
Studi banding terhadap proyek sejenis bertujuan mencari perbandingan antara beberapa
proyek sejenis yang sudah ada, sehingga dapat di jadikan perbandingan untuk mendesain galeri
yang lebih baik. Pada studi banding tidak hanya mengamati tentang arsitektur, melainkan
mengamati dan merasakan bagaimana kegiatan yang berlangsung di galeri tersebut.
1. Deva Gemstone.
Berikut adalah peta lokasi dari deva gemstone dapat dilihat pada gambar 2.15
Gambar 2.15 Peta Lokasi Deva Gemstone
Sumber: www.google.com/maps
26
Deva gemstone adalah salah satu tempat pengolahan dan penjualan yang sudah
terkenal di kabupaten Tabanan. Pemiliknya adalah bapak deva yang sudah sangat
berpengalaman selama kurang lebih 30 tahun di bidang batu akik. Beliau baru
memulai bisnis penjualan di tabanan sekitar 3 tahun , pada tahun 2012. Sebelumnya
beliau hanya sebatas pengkoleksi batu akik. Akan tetapi semakin banyaknya
permintaan terhadap bau mulia, beliau melihat hal tersebut sebagi peluang bisnis yang
menjanjikan.
Dengan ruko berukuran 3 x 6 meter beliau sudah dapat memiliki tempat penjualan
dan pengolahan batu. Adapun alat yang digunakan adalah mesin gerinda dan mesin
gosok yang berukuran 1 x 0.6 m. setiap tukang asah batu memiliki teknik dan
penggunaan alat yang berbeda. Akan tetapi proses yang dilewati tetap 3 tahap yaitu
proses cutting, pembentukan dan poles. Di deva stone ini juga melayani pemasangan
batu akik ke pegangan cincin atau kalung sesuai dengan model yang diinginkan.
Biasanya bahan yang sering dipesan adaah perak atau emas. Bapak deva sendiri tidak
bisa embuat pegangan tersebut beliau melakukan kerjasama dengan pengerajin logam
di daerah Tabanan juga. Proses pengolahan batu akik dapat dilihat pada gambar 2.15
dan 2.16
Untuk waktu pengerjaan satu batu cincin paling cepat 15 menit dan paling lama
yaitu 1 jam. Ini tergantung dari jenis batu akik itu sendiri. Karena setiap batu akik
memiliki karakter yang berbeda. Seperti batu lumut yang memiliki karakter keras
akan tetapi renyah sehingga mudah dibentuk.
Observasi yang dilakukan disini terbatas pada proses pengolahan saja. Teknik
pemasangan batu ke hasil perhiasan yang akan diperjual belikan dan pemajangan
hasil penjualan juga diamati. Penataan batu akik untuk penjualan dapat dilihat pada
gambar 2.16
27
Gambar 2.16 Proses Cutting Batu Akik.
Sumber : observasi 21 Maret 2015
Gambar 2.17 Proses Pemasangan Batu Akik Pada Cincin.
Sumber : observasi 21 Maret 2015
28
Gambar 2.18 Pemasaran Batu Akik.
Sumber : observasi 21 Maret 2015
Gambar 2.19 layout Deva Gemstone
Sumber : observasi 21 Maret 2015
29
Kesimpulan yang dapat diambil dari observasi yang telah dilakukan pada Deva
gemstone adalah pengolahan terkait batu akik memerlukan peralatan berupa gerinda
pemotong,penghalus dan pemoles dengan ukuran alat yang dimodifikasi berukuran
100 x 60 cm. Dari pengamatan tersebut juga didapat kekurangan dan kelebihan
desain. Kelebihan dapat diaplikasikan kedalam desain nantinya dan tidak melakukan
kesalahan desain pada observasi yang telah dilakukan.
Kelebihan dari tempat pengolahan batu mulia di Deva gemstone ini antara lain:
Memiliki pengolahan batu mulia yang sangat lengkap. Proses yang di
amati pada tempat ini mulai dari proses awal sampai proses akhir
pengolahan batu mulia. Pengolahan akhir sampai pemasangan batu mulia
dengan emas juga perak juga dapat dilakukan di tempat ini.
Memiliki sstem penyimpanan yang baik sehingga batu mulia yang berada
di rak penjualan dapat tersimpan dan terawatt dengan baik
Adapun kekurangan dari tempat pengolahan batu mulia pada Deva Gemstone
antara lain:
Kurangnya tempat pengunjung bersirkulasi sehingga jika pengunjung
ramai akan berdesakan.
2. Museum dan Galeri Seni Rudana
Peta lokasi
30
Gambar 2.20 Peta Lokasi Museum Rudana
Sumber: www.google.com/maps
Berlokasi strategis di tengah lintas Ubud, Gianyar danDenpasar, Museum
Rudana adalah sebuah museum seni yang berada di Ubud, Gianyar, Bali dan
digunakan untuk memamerkan dan mempromosikan karya seni berupa lukisan dan
patung karya seniman Bali. Di antara karya seni yang dipamerkan adalah karya dari I
Gusti Nyoman Lempad (almarhum), Nyoman Gunarsa, Made Wianta yang
merupakan seniman asli Bali, sedangkan seniman Indonesia dari luar Bali yaitu
seperti Affandi (almarhum), Basuki abdullah(almarhum), Srihadi Suharsono, Suharyo
Sutono, maupun seniman asing yang tinggal di Bali seperti Antonio
Blanco (almarhum), Arie Smit. Museum Rudana didirikan oleh Nyoman Rudana,
seorang kolektor lukisan yang juga pemilik galeri seni Rudana Fine Art
Gallery dan Genta Fine Art Gallery.
Bangunan seluas 500 meter persegi ini didirikan di atas lahan seluas 2.500 meter
persegi di Kawasan Seni Rudana di Peliatan, Ubud, Kabupaten Gianyar,Bali, satu
kompleks dengan Rudana Fine Art Gallery. Peletakan batu pertamanya dilakukan
pada tanggal 22 Desember 1990. Museum Rudana terdiri dari tiga lantai dengan
memegang teguh arsitektur serta filosofi Bali. Ruangan museum dibangun berlantai 3
dimana disesuaikan dengan konsep Triangga, tiga bagian dari tubuh manusia, yaitu
31
kepala , badan serta anggota gerak; Tri Mandalla , tiga pembagian halaman, jeroan,
jaba tengah dan jaba sisi, atau halaman dalam, tengah dan luar.
Struktur organisai pada Museum Rudana ini masih terbatas pada struktur
organisasi pokok saja karena. Dapat dilihat pada gambar 2.21
Gambar 2.20 Struktur Organisasi Museum Rudana
Sumber : Museum dan Galeri Seni Rudana
Keadaan di dalam bangunan terlihat diatur dengan sangat baik menggunakan
pencahayaan dan penataan pameran yang baik. (pencahayaan dan penataan
pameran lihat gambar 2.22 dan 2.23) media yang ditampilkan juga sangat
modern sehingga informasi yang disampaikan diterima dengan sangat baik
oleh pengunjung.
Dewan Penasehat
Dewan Ketua
Putu Rudana
Kadek Ari Putra Rudana
Wayan Olasthini Rudana
Curator
M. Bundhowi
Warih Wisatsana
Jean Couteau
Deputi Manager
Yayasan seni rudana
Museum Rudana
Rudana Fine Arts Gallery
Genta Gallery
Candi Art Gallery
32
Gambar 2.22 Penataan Display Pameran
Sumber : observasi 19 Maret 2015
Gambar 2.23 Pencahayaan Dan Penggunaan Media Pada Pameran
Sumber: observasi 19 Maret 2015
Gambar 2.24 Pencahayaan Dan Penggunaan Media Pada Pameran
Sumber: observasi 19 Maret 2015
33
Dari obeservasi yang telah dilakukan didapatkan kelebihan dan
kekurangan dari desain yang telah ada sehingga nantinya kelebihan tersebut
dapat diterapkan pada desain proyek dan kekurangan tersebut tidak diulangi
kembali.
Adapun kelebihan dari museum dan galeri rudana antara lain:
Memiliki sistem pengelolaan yang baik. Baik dari segi galeri dan museum
karena bagian dari struktur organisasi yang jelas sehingga masing masing
bagian memiliki tanggung jawab pekerjaan yang sama.
Penataan display yang sangat mendukung kenyamanan pengunjung. Baik
dari pencahayaan, penghawaan dan Storyline yang ingin ditampilkan
sudah sangat jelas.
Tentunya suatu desain masih memiliki kekurangan. Adapun kekurangan
pada desain musem rudana antara lain:
Masih menggunakan media yang monoton seperti bacaan dan informasi
pada kertas. Penggunaan media seperti suara dan video tentunya dapat
lebih memudahkan pengunjung untuk memahami informasi.
3. Sentra Kegiatan Batu Permata Bali
Sentra kegiatan batu permata Bali terletak di tengah pasar burung satria. Pasar
burung satria berlokasi di jalan Veteran, Denpasar sekitar 5 menit dari pusat kota.
Untuk lokasi dapat dilihat pada gambar 2.25
34
Di dalam pasar ini terdapat berbagai macam kegiatan mengenai batu mulai baik
dari pengolahan dan penjualan batu mulia. Akan tetapi fasilitas yang mendukung
kegiatan tersebut masih minim. Masih berupa lapak atau kios tradisional, bahkan
banyak pedagang kecil yang menjajakan barang dagangannya di parkiran
kendaraan.(lihat gambar 2.26 dan 2.27)
Gambar 2.26 Kegiatan Jual Beli Di Dalam Pasar
Sumber: Observasi 22 Mei 2015
Gambar 2.27 Kegiatan Jual Beli Di Luar Pasar
Sumber: Observasi 22 Mei 2015
Gambar 2.25 Peta Lokasi Pasar Burung Satria
Sumber: www.google.com/maps
35
Harga yang ditawarkan relatif murah untuk suatu batu yang masih berupa
bongkahan dipatok harga mulai dari Rp 10.000 sampai jutaan rupiah sedangkan biaya
pemolesan berkisar Rp 20.000 sampai Rp 50.000 tergantung dari kualitas batu
tersebut.
Barang hasil batu mulia yang dijajahkan disini bermacam macam mulai dari batu
mulia yang masih berupa bongkahan hingga barang yang sudah dijadikan perhiasan
seperti, cincin, kalung, gelang, bros bahkan ada yang sudah berupa patung atau
ukiran. Di dalam pasar ini juga terdapat sebuah kelompok penggemar batu mulia
yaitu Asosiasi Penggemar Batu Permata Bali yang beranggotakan sebagian besar para
pedagang di pasar burung satria.
Gambar 2.28 Hasil Pengolahan Batu Akik
Sumber: Observasi 22 Mei 2015
Gambar 2.29 Asosiasi Penggemar Batu Permata Bali
Sumber: Observasi 22 Mei 2015
36
\
2.4 Spesifikasi Umum Galeri Batu Akik
Pada sub bab ini akan dijabarkan tentang spesifikasi umum dari perencanaan Galeri Batu
Mulia. Spesifikasi umum merupakan hasil analisa dari teori dan studi banding yang dilakukan
sebelumnya.
2.4.1 Pengertian Bangunan Galeri Batu Mulia
Suatu bangunan yang mewadahi kegiatan pameran batu akik. Kegiatan pameran disini
bersifat menunjukan display kepada pengunjung dan batu akik tersebut berisi informasi lengkap.
Informasi yang ditampilkan berupa informasi yang interaktif agar dapat menarik jumlah
pengunjung berupa video dan suara .Bukan hanya sebagai pameran namun juga berisi
pengolahan dan penjualan batu akik.
2.4.2 Fungsi Bangunan Galeri Batu Akik
Fungsi bangunan Galeri Batu Akik ini adalah sebagai wadah penggemar batu Akik yang
memberikan pelayanan berupa pembelian, pengolahan dan juga sebagai sarana edukasi bagi yang
ingin mengenal batu akik.
2.4.3 Civitas
Civitas adalah orang yang melakukan kegiatan di dalam suatu bangunan, dari civitas tersebut
maka di dapat kebutuhan ruang yang terdapat di dalam Galeri Batu Akik.
1. Pengunjung
Pengunjung adalah seseorang yang berkunjung dengan tujuan melihat pameran atau
untuk melihat cara pengolahan batu akik.
2. Pengelola
Orang yang bertugas mengoperasikan seluruh kegiatan pada bangunan Galeri Batu Akik,
yang meliputi pembuatan laporan dan pembukuan (administrasi), pencatatan pemasukan dan
pengeluaran, pengaturan jam kerja karyawan dan lain-lainnya. Kegiatan ini memerlukan
fasilitas berupa ruang general manager, ruang manager, ruang staff, ruang rapat. Termasuk
di dalamnya yaitu kegiatan oprasional memerlukan fasilitas Ruang ME, ruang genset, dan
ruang janitor.