bab ii objek jaminan fidusia a. jenis – jenis hak...
TRANSCRIPT
BAB II
OBJEK JAMINAN FIDUSIA
A. Jenis – Jenis Hak Kebendaan yang Dapat dijadikan Objek Jaminan Fidusia
Hukum jaminan tidak dapat terlepas dari hukum benda karena kaitannya
sangat erat, terutama dalam jaminan kebendaan. Meskipun di dalam perjanjian
jaminan perorangan yang diperjanjikan bukan benda tertentu tetapi kesanggupan
pihak ketiga, namun pada hakikatnya tetap akan berkaitan dengan benda juga, yaitu
benda milik pihak ketiga itu.29
Pengaturan hukum benda dalam KUHPerdata terdapat dalam Buku II tentang
Hukum Kebendaan. Sistem yang terdapat dalam buku II ini bersifat tertutup, dalam
arti bahwa orang tidak dapat menciptakan atau mengadakan hak–hak kebendaan yang
baru menyimpang dari apa yang telah ditentukan dalam perundang-undangan.
H.F.A Vollmar menyatakan bahwasanya hak-hak kebendaan baru dan yang
lain daripada yang telah diatur dalam undang-undang tidak diadakan lagi. Itulah
pendapat umum yang diperkuat oleh putusan H.R. dan berdasarkan pertimbangan
bahwa di dalam KUHPerdata tidak terdapat ketentuan-ketentuan umum bagi hak-hak
kebendaan seperti yang terdapat dalam buku ketiga bagi perjanjian dan lagi adalah
tidak sewajarnya, dimana hak kebendaan yang telah diakui oleh undang-undang itu
tunduk pada peraturan – peraturan yang keras, bila orang bebas untuk mengadakan
hak-hak kebendaan baru yang pada dasarnya tidak ada ketentuan umum atau yang
khusus dengan perkataan lain untuk hak-hak kebendaan itu berlaku system tertutup,
29 Djuhaendah Hasan, Op.cit, hal 58.
Universitas Sumatera Utara
artinya tidak ada alasan lagi untuk manambah hak-hak kebendaan selain apa yang
telah diatur oleh undang-undang.30
Pembahasan mengenai hukum benda sebagaimana diatur dalam buku II
KUHPerdata hendaknya dengan mengingat berlakunya UUPA yang mulai berlaku
sejak tanggal 24 September 1960. Dengan berlakunya UUPA memberikan pengaruh
perubahan besar terhadap berlakunya buku II KUHPerdata dan juga terhadap
berlakunya Hukum Tanah di Indonesia, akibatnya terdapat pasal-pasal yang masih
barlaku penuh. Pasal-pasal yang tidak berlaku lagi dan pasal-pasal yang masih
berlaku tetapi tidak penuh.31
Pasal 499 KUHPerdata memuat pengertian kebendaan yang secara lengkap
berbunyi bahwasanya menurut paham Undang-undang yang dinamakan kebendaan
ialah, tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak, yang dapat dikuasai oleh hak milik.
Pendekatan kata pengertian benda secara yuridis ialah segala sesuatu yang dapat
menjadi objek eigendom (hak milik) Pasal 499 KUHPerdata.32 Ini berarti pengertian
benda dalam KUHPerdata tidak hanya terbatas pada barang (goederen, lichamelijke
zakem), tetapi juga mencakup hak (rechten, onlichamelijke zaken).
Dua pengertian tentang banda dalam KUHPerdata memang diakui dan
banyak dibahas oleh para pakar, menurut Sri Soedewi Masjhoen Sofwan dalam
KUHPerdata kata zaak dipakai dalam dua arti. Pertama dalam arti barang yang
berwujud, kedua dalam arti bagian daripada harta kekayaan. Selanjutnya dalam arti
30 H.F.A. Vollmar, Hukum Benda (Menurut KUHPerdata), disadur oleh Chidir Ali, Tarsito, Bandung, 1990, hal 35.
31 Lihat lebih lanjut dalam Sri Soedewi Masjhoen Sofwan, Hukum Benda, Liberty, Yogyakarta, 1981, hal 5.
32 Ibid, hal 13
Universitas Sumatera Utara
kedua yakni selain daripada barang yang berwujud, juga beberapa hak tertentu
sebagai barang yang tak berwujud.33
Menurut Riduan Syahrani pengertian zaak (benda) sebagai objek hukum tidak
hanya meliputi “barang yang berwujud” yang dapat ditangkap dengan panca indera,
akan tetapi juga “barang yang tidak berwujud” yakni hak-hak atas barang yang
berwujud.34 Bahkan untuk pasal-pasal tertentu ada pengertian dari zaak yang berbeda
jauh dengan kedua pengertan benda seperti tersebut dalam Pasal 499 KUHPerdata di
atas. Pasal-pasal terebut adalah Pasal 1792 KUHPerdata zaak berarti “perbuatan
hukum”, Pasal 1354 KUHPerdata zaak berarti “kepentingan”, dan Pasal 1263
KUHPerdata zaak berarti “kenyataan hukum”.35
Terlepas dari pengertian zaak dalam KUHPerdata untuk lebih konkritnya kita
dapat melihat pada cara-cara pembedaan benda dalam KUHPerdata. Dalam
KUHPerdata benda dapat dibedakan menjadi :
1. Barang – barang yang bergerak dan barang – barang yang tak bergerak ;
2. Barang – barang yang dapat dipakai habis (verbruikbaar) dan barang-barang yang
tak dapat dipakai habis (onverbruikbaar). Oleh Riduan Syahrani disebut juga
benda yang musnah dan benda yang tetap ada;
33 Ibid, hal 14
34 Riduan Syahrani, Seluk-Beluk Asas-Asas Hukum Perdata, PT. Alumni, Bandung, 1989, hal
116.
35 Disarikan dari Sri Soedewi Masjhoen, Op.cit hal 15, lihat juga Riduan Syahrini, Ibid, lihat juga H.F.A. Vollmar, Op.cit, hal 32
Universitas Sumatera Utara
3. Barang – barang yang sudah ada (togenwoordige zaken) dan barang-barang yang
masih akan ada (toekomstigezaken);
4. Benda yang dapat diganti dan benda yang tidak dapat diganti;
5. Benda yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi;
6. Benda yang diperdagangkan dan benda yang tidak diperdagangkan;
7. Benda yang terdaftar dan benda yang tidak terdaftar.36
Dari cara-cara pembedahan benda tersebut diatas, pembedahan yang
terpenting ialah pambedahan antara barang bergerak dan barang tak bergerak,
pembedahan mana terdapat dalam buku II bagian III title I Pasal 506 – 518.37
Pentingnya pembedaan ini terdapat dalam hal penyerahan, pembedahan, benzit dan
kadaluarsa. Dalam BW mengenal pembedaan dalam “roerende” dan “onroernde”
goederen, code civil Perancis dalam “meuble” dan “immeuble” Jerman mengenalnya
juga, malahan sebagaimana diketahui peraturan yang terdapat dalam Pasal 1977 ayat
(1) itu dikatakan berasal dari Jerman, dan lain – lain.38 Hal ini menunjukkan bahwa
pada umumnya sistem hukum pasti membedakan benda atas benda bergerak dengan
benda tak bergerak.
Perbedaan semacam ini menurut Subekti adalah sesuatu yang tidak dapat kita
hindarkan. Pembagian tersebut adalah sesuatu yang sesuatu dengan kodrat alam
dimana barang yang dapat dibawa kemana-mana harus tunduk pada peraturan yang
36 Sri Soedewi Masjchoen, Ibid, hal 19, lihat juga Riduan Syahrani, Ibid, hal 117‐123. 37 Sri Soedewi Masjchoen, Ibid, lihat juga H.F.A. Vollmar, Op cit hal 39 bandingkan dengan
Subekti, Suatu Tentang Sistem Hukum Jaminan Benda (Menurut KUH Perdata), disadur oleh Chidir Ali, Tarsito, Bandung, 1990, hal 35
38 Sri Soedewi Masjchoen, Ibid, lihat juga H.F.A. Vollmar, Op cit hal 39 bandingkan dengan Subekti, Suatu Tentang Sistem Hukum Jaminan Nasional, seminar Hukum Jaminan diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) berkerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Binacipta, Yogyakarta, 1978, hal 22
Universitas Sumatera Utara
berlainan daripada yang berlaku untuk barang yang sepanjang masa tetapi
ditempatnya. Benda dari macam yang pertama mudah dihilangkan, sedangkan benda
dari macam yang kedua tidak mungkin dihilangkan. Oleh karena itu, maka
pembagian dan perbedaan dalam perlakuan terhadap dua macam benda tersebut,
adalah sesuatu yang dimana-mana terjadi secara otomati.39
Sehubungan dengan begitu penting dan utamanya pembedaan benda atas
benda bergerak dan benda tak bergerak, maka perlu melihat hal-hal penting yang
muncul dari pembedaan tersebut. Seperti telah disebutkan di atas, hal penting tersebut
adalah dalam hal bezit, penyerahan, pembebanan dan kadaluarsa.
Pembahasan mengenai bezit, diatur dalam Pasal 1977 ayat (1) KUHPerdata
yang menyatakan bahwasanya terhadap benda bergerak yang tidak berupa bunga,
maupun piutang yang tidak harus dibayar kepada si pembawa maka barang siapa
yang menguasainya dianggap sebagai pemiliknya. Dalam hal ini ditentukan bahwa
sepanjang mengenai barang bergerak, maka siapa yang menguasainya (dalam istilah
hukum disebut beztter) dianggap sebagai pemilik-eigenaar-(bezit geldt als volkomen
title). Kata “dianggap” perlu diperhatikan karena anggapan tersebut dapat dibuktikan
tidak benar secara sah, dengan perkataan lain, anggapan bahwa bezitter adalah
eigenaar akan dianggap benar sepanjang tidak dapat dibuktikan sebaliknya.
Dalam hubungan ini adalah terkenal ajaran tentang penghalusan hukum
(rechtsverfijning) dari Paul Scholten yang menambahkan pada ketentuan tersebut dua
persyaratan, yaitu ketentuan tersebut hanya berlaku untuk transaksi perdagangan dan
pihak yang menerima barang itu harus “beritikad baik” dalam arti bahwa ia sama
39 Subekti, Loc.cit
Universitas Sumatera Utara
sekali tidak mengetahui bahwa ia berhadapan dengan orang yang senarnya bukan
pemilik.40 Sebagaimana dikatakan di atas, bahwa dalam tinjauan hukum benda kita
tidak dapat melepaskan diri dari eksistensi dari UUPA. Dalam UUPA dikenal pula
pembagian benda yang berbeda dari pembagian benda menurut KUHPerdata
pembagian benda menurut UUPA berdasarkan atas Hukum Adat sebagaimana
terdapat dalam Pasal 5 UUPA, bahwa hukum agraria atas bumi, air da ruang angkasa
ialah hukum adat. Hukum adat membedakan antara benda tanah dan benda lain selain
tanah. Pembedaan atas benda tanah sebagai benda utama, karena itu di dalam Hukum
Adat tanah mempunyai kedudukan yang sangat istimewa.41
Dalam keanekaragaman bidang hukum yang mengatur mengenai hukum
benda, terdapat beberapa asas umum yang melandasarinya.
Asas umum dalam KUHPerdata antara lain :
1. Asas tertutup, dengan ini dimaksudkan bahwa tidak dapat dibuat hak kebendaan
baru selain yang telah disebut secara limitif dalam undang-undang. Asas ini
dimaksudkan agar ada kepastian hukum dalam hak kebendaan;
2. Asas absolut, bahwa hak kebendaan dapat dipertahankan terhadap siapapun.
Setiap orang harus menghorati hak tersebut;
3. Asas dapat diserahkan, bahwa pemilikan benda mengandung wewenang untuk
menyerahkan bendanya;
4. Asas mengikuti (droit de suite), bahwa hak kebendaan mengikuti bendanya di
tangan siapapun berada;
40 Subekti, Aneka Perjanjian, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1995), h.15. 41 Djuhandah Hasan, Op.cit. h.102
Universitas Sumatera Utara
5. Asas publisitas, bahwa pendaftaran benda merupakan bukti pemilikan;
6. Asas individual, bahwa objek hak kebendaan hanya terdapat benda yang dapat
ditentukan;
7. Asas totalitas, bahwa hak milik hanya dapat diletakkan terhadap benda secara
totalitas atau secara keseluruhan dan tidak pada bagian – bagian benda;
8. Asas perletakan (ascsi) yaitu asas yang meletakkan benda pelengkap pad benda
pokoknya;
9. Asas besit merupakan title merupakan, asas ini berlaku bagi benda bergerak dan
terdapat dalam Pasal 1977 KUHPerdata. Asas ini dewasa ini hanya dapat berlaku
bagi benda bergerak tidak asas nama ataupun tidak terdaftar.42
Sri Soedewi Masychun Sofwan menyebutkan asas-asas umum itu sebagai berikut :
1. Asas pemaksa, berarti berlakunya ketentuan Hukum Benda merupakan hukum
pemaksa (dwingend recht) jadi tidak dapat disimpangi;
2. Asas dapat dipindahkan, kecuali hak pakai dan hak mendiami hak benda dapat
dipindahtangankan;
3. Asas individual, objek hak kebendaan selalu benda tertentu, artinya orang hanya
dapat menjadi pemilik dari barang berwujud yang merupakan kesatuan;
4. Asas totalitas, hak kebendaan selalu terletak pada keseluruhan objek;
5. Asas tidak dapat dipisahkan (onsplitbaarheid), yang berhak tidak dapat
memindahtangankan sebagai wewenangnya termasuk hak kebendaan yang ada
padanya;
42 Ibid, hal.62.
Universitas Sumatera Utara
6. Asas prioritas, semua hak kebendaan member wewenang yang sejenis dengan
wewenang-wewenang dari eigendom meskipun luasnya berbeda;
7. Asas percampuran, hak kebendaan yang terbatas hanya mungkin terhadap benda
milik orang lain, tidak dapat seorang pun untuk kepentingannya memperoleh hak
gadai atas berang miliknya sendiri;
8. Perlakuan ata benda bergerak dan benda tidak bergerak adalah berlainan. Aturan
mengenai pemindahan, pembebanan, bezit dan verjaring;
9. Asas publisitas, mengenai benda tidak bergerak pembebanan dan penyerahannya
harus dengan pendaftaran di dalam register umum;43
10. Sifat Perjanjian zakelijk, yaitu perjanjian untuk mengadakan hak kebendaan.
Hak kebendaan (zakelijkrecht) ialah hak mutlak atas sesuatu benda dimana
hak itu memberikan kekuasaan langsung atas sesuatu dan dapat dipertahankan
terhadap siapapun juga.44 Kemutlakan hak tersebut terletak pada kekuasaan langung
yang dapat dipertahankan kepada apapun juga.
KUHPerdata Indonesia ebaga suatu edisi konkordan dari BW Belanda
merupakan bagian sistem hukum yang menganut sistem Eropa Kontinental (civil law
countries) sebagaimana umumnya berlaku pada negara-negara eropa Barat. Di dalam
sistem Eropa Kontinental (Civil Law Countries) hak kebendaan yang paling
penting adalah hak milik, sedangkan hak milik ini adalah hak yang absolut. Hak
milik merupakan ciri fundamental dari sistem Eropa Kontinental dan merupakan hak
induk dan sumber kepemilikan mekipun dalam perkembangannya berkurang hanya
43 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Op.cit, h.24. 44 Djuhaendah Hasan, Op.cit, h.53.
Universitas Sumatera Utara
sebagai milik saja. Dalam sistem Eropa Kontinental hak milik sebgai hak kebendaan
yang paling penting, maka menurut pendapat Vollmar hak milik bukanlah yang
terpenting, tetapi hak kebendaan yang paling sempurna. Kesempurnaan ini
ditekankan pada kekuasaan yang sangat luas terhadap suatu benda.45
Hak yang berseberangan dengan hak benda adalah hak perorangan antara
hak kebendaan dan hak-hak perorangan tidak dapat dibedakan secara mutlak, lebih
baik perbedaan itu diletakkan pada banyak atau sedikitnya sifat-sifat kebendaan yang
nampak. Dengan kata lain perkataan dapat dikatakan, bahwa ada hak-hak yang tidak
dapat dimaksudkan ebagai hak kebendaan secara sempurna, tetapi mempunyai akibat
kebendaan atau droit de suit (zaaksggevolg).46
Sifat – sifat kebendaan yang dapat membedakannya dari hak perorangan
adalah sebagai berikut :
1. Hak kebendaan merupakan hak yang mutlak, dalam artian dapat dipertahankan
terhadap siapapun;
2. Hak kebendaan mempunyai sifat mengikuti ditangan siapapun benda tersebut
berada (droit de suit);
3. Hak kebendaan mempunyai sifat yang tua mengalahkan yang muda, maksudnya
yang terjadi terlebih dahulu akan dimenangkan terhadap yang terjadi kemudian;
4. Hak kebendaan mempunyai sifat mendahului (droit de preference);
5. Pada hak kebendaan, gugatannya adalah gugat kebendaan;
6. Pemindahan akan hak kebendaan dapat secara penuh dan bebas.
45 H.F.A Vollmar, Op cit, hal 34 46 Ibid, lihat juga Sri Soedewi Masjchien Sofwan, Op.cit, h.27.
Universitas Sumatera Utara
Seperti telah disebutkan di atas, bahwa antara hak kebendaan dan hak
perorangan tidak dapat dibedakan secara mutlak, dalam praktek kita jumpai hak-hak
perorangan yang mempunyai sifat kebendaan.47
1. Mempunyai sifat absolute (mutlak) yaitu dapat diperthankan/dilindungi terhadap
setiap gangguan dari pihak ketiga misalnya hak penyewa, mendapatkan
perlindungan berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata setelah adanya Arrest 1919;
2. Mempunyai sifat mengikuti bendanya (droit de suite) misalnya hak sewa
senantiasa mengikuti bendanya. Perjanjian sewa tidak akan putus dengan
berpindahnya/dijualnya barang yang disewa;
3. Mempunyai sifat prioritas yaitu pada hak perorangan kita jumpai juga adanya hak
yang lebih dahulu terjadinya dimenangkan dengan hak yang terjadi kemudian,
misalnya pembeli/penyewa pertama berhadapan dengan pembeli/penyewa kedua.
Dalam kerangka hukum jaminan, jaminan kebendaan dibedakan atas
jaminan atas benda bergerak dan tidak bergerak. Dengan telah dikeluarkannya
Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta
Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (selanjutnya disebut Undang-Undang
Hak Tanggungan) serta Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan
Fidusia (selanjutnya disebut UUJF), maka di Indonesia saat ini berlaku beberapa
bentuk lembaga jaminan, yaitu :
a. Hak Tanggungan, diatur dalam Undang-Undang Hak Tanggungan
b. Hipotik, diatur dalam :
1) KUHP Perdata dan KUH Dagang;
47 Sri Soedewi Masjchien Sofwan, Op.cit, h.28
Universitas Sumatera Utara
2) Undang-Undang No. 21 Tahun 1992 Tentang Pelayaran;
3) PP No.23 Tahun 1985;
4) Stb. 1934-74; dan
5) Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang No. 15 Tahun 1992 Tentang Penerbangan
c. Gadai, diatur dalam Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1161 KUHPerdata;
d. Fidusia, diatur dalam Undang-Undang No.42 Tentang Jaminan Fidusia untuk
jaminan perorangan (Borgtoch/Personal Guarantee) diatur dalam pasal 1820
sampai dengan Pasal 1850 KUHPerdata.
Mengenai ruang lingkup dan objek jaminan fidusia di atur dalam Pasal 1
angka 2 dan 4, Pasal 2 dan Pasal 3 UUJF. Dalam Pasal 2 dikatakan bahwa UUJF
berlaku terhadap setiap perjanjian yang bertujuan untuk membebani benda dengan
jaminan fidusia dan kemudian dipertegas oleh Pasal 3 yang menyatakan UUJF tidak
berlaku terhadap :
1) Hak Tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan, sepanjang
peraturan perundang-undangan yang berlaku menentukan atas benda-benda
tersebut wajib didaftar ;
2) Hipotik atas kapal yang terdaftar dengan isi kotor berukuran 20 (dua puluh) M3
atau lebh ;
3) Hipotek atas pesawat terbang dan
4) Gadai.
Objek jaminan fidusia yang disebutkan dalam Pasal 1 angka 2 adalah benda
bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak
Universitas Sumatera Utara
khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan, serta dalam Pasal 1
angka 4 disebutkan defenisi benda sebagai segala sesuatu yang dapat dimiliki dan
dialihkan, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang terdaftar maupun
yang tidak terdaftar, yang bergerak maupun yang tak bergerak yang tidak dapat
dibebani hak tanggungan atau hipotek.
Beralihnya hak atas piutang yang dijamin dengan jaminan fidusia, juga akan
mengakibatkan beralihnya jaminan fidusia kepada kreditur baru. Ini merupakan
konsekuensi logis dari sifat accessoris dari jaminan fidusia yang timbul, bearish dan
hapusnya adalah mengikuti perjanjian pokoknya (Pasal 19 UUJF). Demikian pula
dengan benda yang dijamin dengan jaminan fidusia, walaupun benda tersebut
dialihkan dengan cara apapun, maka jamianan fidusia tetap melekat pada benda
tersebut.
Mengenai hapusnya jaminan fidusia diatur dalam Pasal 25 UUJF sebagai
barikut :
Pasal 25
1) Jaminan fidusia hapus karena hal-hal sebagai berikut :
a) Hapusnya hutang yang dijamin dengan fidusia
b) Pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia atau
c) Musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia
2) Musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia tidak menghapuskan klaim
asuransi sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 10 huruf b
Universitas Sumatera Utara
3) Penerima fidusia memberitahukan kepada kantor pendaftaran fidusia mengenai
hapusnya jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan
melampirkan pernyataan mengenai hapusnya utang, pelepasan hak, atau
musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia tersebut.
Bahwa jaminan fidusia berakhir karena hutang yang dijamin dengan fidusia
hapus, adalah suatu konsekuensi logis dari sifat jaminan fidusia sebagai perjanjian
yang bersifat accessories. Karena hapusnya jaminan fidusia terjadi demi hukum,
maka pemberi fidusia tidak perlu berbuat apa-apa, bahkan termasuk seandainya
pemberi fidusia tidak tahu akan hapusnya perikatan pokok tersebut.48
Mengenai eksekusi atas objek dari jaminan fidusia dapat dilakukan dengan
menggunakan sertifikat jaminan fidusia yang memiliki kekuatan ekskutorial,
sehingga tidak perlu melalui proses pengalihan pada umumnya. Eksekusi jaminan
fidusia menurut Pasal 29 Undang – Undang Nomor 42 tentang jaminan fidusia hanya
mengenal dua cara eksekusi (meski perumusannya seakan-akan menganut 3 cara)
yakni :49
Pertama ; melaksanakan titel eksekusi dengan menjual objek jaminan fidusia melalui
lelang atas kekuasaan penerima fidusia sendiri dengan menggunakan parate eksekusi,
kedua menjual objek jaminan fidusia secara di bawah tangan atas dasar kesepakatan
pemberi dan penerima fidusia.
48 J. Satrio, Supra Note 73, h.302
49 Bachtiar Sibarani, Aspek Hukum Eksekusi jaminan fidusia, Jurnal Hukum Bisnis, Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, Volume 11, 2000, h.21
Universitas Sumatera Utara
Objek Jaminan Fidusia adalah berdasarkan ketentuan ini, bangunan di atas tanah
milik orang lain yang tidak dapat di bebani Hak Tanggungan berdasarkan Undang-
Undang No. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan dapat dijadikan objek Jaminan
Fidusia. Dengan keluarnya UUJF dapat saja Jaminan Fidusia diberikan terhadap
bangunan yang tidak bisa dijaminkan melalui Hak Tanggungan.50
Terhadap bangunan yang tidak dapat dibebani dengan Hak Tanggungan,
maka dengan keluarnya UUJF dapat dibebani dengan Jaminan Fidusia, tetapi
sampai saat ini belum pernah terjadi hal tersebut di Kantor Pendaftaran Fidusia
selanjutnya disebut dengan KPF ) Kantor Wilayah Departeman Hukum dan Hak
Asasi Manusia Sumatera Utara. Namun ada yang ingin melakukan pembebanan
Jaminan Fidusia .
Dengan objek tersebut, akan tetapi pihak Kantor Pendaftaran Fidusia tidak
melakukan karena adanya keraguan dengan perangkat undang-undang yang
dikeluarkan tersebut apakah dapat melindungi hak-hak pihak kreditor.51
Mengenai benda yang dijadikan objek jaminan fidusia secara rinci Munir
Fuady melihat objek jaminan fidusia secara lebih luas yaitu terdapat dalam ketentuan
dalam Pasal 1 ayat (4), Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 20 UUJF, yaitu sebagai berikut :52
1. Benda tersebut harus dapat dimiliki dan dialihkan secara hukum;
2. Dapat atas benda berwujud;
3. Dapat juga atas benda tidak berwujud, termasuk piutang;
50 Tan Kamello, op. cit, hal 229 51 Wawancara dengan Juraini Sulaiman Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Kanwil
DepKumHAM Sumatera Utara, tanggal 14 September 2009 52 Munir Fuady, Op.cit, h. 22-23.
Universitas Sumatera Utara
4. Benda bergerak;
5. Benda tidak bergerak yang tidak dapat diikat dengan hak tanggungan;
6. Benda tidak bergerak yang tidak dapat diikatkan dengan hipotik;
7. Baik atas benda yang sudah ada maupun terhadap benda yang akan diperoleh
kemudian. Dalam hal benda yang akan diperoleh kemudian, tidak diperlukan
suatu akta pembebanan fidusia tersendiri;
8. Dapat atas satu satuan atau jenis benda;
9. Dapat juga atas lebih dari satu jenis atau satuan benda;
10. Termasuk hasil dari benda yang telah menjadi objek fidusia;
11. Termasuk juga hasil klaim asuransi dari benda yang menjadi objek jaminan
fidusia;
12. Benda persediaan (inventory, stock perdagangan) dapat juga menjadi objek
jaminan fidusia.
Dengan kata lain, objek Jaminan Fidusia itu berupa :
1) Benda bergerak yang berwujud;
2) Benda bergerak yang tidak berwujud;
3) Benda bergerak yang tidak terdaftar;
4) Benda bergerak yang tidak terdaftar;
5) Benda tidak bergerak tertentu, yang tidak dapat dibebani dengan Hak
Tanggungan;
6) Benda tidak bergerak tertentu, yang tidak dapat dibebani dengan Hipotek;
7) Benda tersebut harus dapat dimiliki dan dialihkan
Universitas Sumatera Utara
Sementara itu, Sutarto juga mengatakan, bahwa yang dapat menjadi objek
Jaminan Fidusia yaitu :
1. Benda bergerak berwujud, contohnya : a. Kendaraan bermotor seperti mobil, bus, truk, sepeda motor dan lain – lain. b. Mesin-mesin pabrik yang tidak melekat pada tanah/bangunan pabrik. c. Alat-alat investasi kantor. d. Perhiasan. e. Persediaan barang atau inventory, stock barang, dagangan dengan daftar
mutasi barang. f. Kapal laut berukuran dibawah 20 m3. g. Perkakas rumah tangga seperti mebel, radio, televise, lemari es, mesin jahit. h. Alat-alat pertanian seperti traktor pembajak sawah, mesin penyedot air dan lain-lain.
2. Barang bergerak tidak terwujud, contohnya : a. Wesel. b. Sertifikat deposito. c. Saham. d. Obligasi. e. Piutang yang diperoleh pada saat jaminan diberikan atau yang diperoleh
kemudian. 3. Hasil dari benda yang menjadi obyek jaminan baik benda bergerak berwujud atau
benda bergerak tidak berwujud atau hasil dari benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani Hak Tanggungan.
4. Klaim asuransi dalam hal benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia diasuransikan.
5. Benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani Hak Tanggungan yaitu hak milik satuan rumah susun di atas tanah hak pakai atas tanah Negara (UU No. 16 Tahun 1985) dan bangunan rumah yang dibangun diatas tanah orang lain sesuai Pasal 15 UU No. 5 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman.
6. Benda-benda termasuk piutang yang telah ada pada saat jaminan diberikan maupun piutang yang diperoleh Kemudian hari.
B. Objek Jaminan Fidusia
Objek jaminan Fidusia adalah berdasarkan ketentuan ini, bangunan di atas
tanah milik orang lain yang tidak dapat di bebani Hak Tanggungan berdasarkan
Undang-Undang No. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan dapat dijadikan objek
Universitas Sumatera Utara
Jaminan Fidusia. Dengan keluarnya UUJF dapat saja Jaminan Fidusia diberikan
terhadap bangunan yang tidak bisa dijaminkan melalui Hak Tanggungan.53
Terhadap bangunan yang tidak dapat dibebani dengan Hak Tanggungan,
maka dengan keluarnya UUJF dapat dibebani dengan Jaminan Fidusia, tetapi sampai
saat ini belum pernah terjadi hal tersebut di Kantor Pendaftaran Fidusia (selanjutnya
diebut dengan KPF) Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manuia
Sumatera Utara. Namun ada yang ingin melakukan pembebanan Jaminan Fidusia
dengan objek tersebut, akan tetapi pihak Kantor Pendaftaran Fidusia tidak melakukan
karena adanya keraguan dengan perangkat undang-undang yang dikeluarkan tersebut
apakah dapat melindungi hak-hak pihak kreditor.54
Sepanjang perjanjian itu bertujuan untuk membebani benda dengan Jaminan
Fidusia, perjanjian tersebut tunduk pada UUJF. Pada umumnya benda yang menjadi
objek Jaminan Fidusia itu benda bergerak yang terdiri atas benda dalam persediaan,
benda dagangan, piutang, peralatan mesin dan kendaraan bermotor. Dengan kata lain
objek jaminan fidusia terbatas pada kebendaan bergerak. Guna memenuhi kebutuhan
masyarakat yang terus berkembang, menurut Undang-Undang Jaminan Fidusia
objek Jaminan Fidusia diberikan pengertian yang luas, yaitu :
1. Benda bergerak yang berwujud;
2. Benda bergerak yang tidak berwujud;
53 Tan Kamello, op. cit
54 Wawancara dengan Juraini Sulaiman Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Kanwil DepKumHAM Sumatera Utara, tanggal 14 September 2009
Universitas Sumatera Utara
3. Benda bergerak, yang tidak dapat dibebani dengan Hak Tanggungan.
Dalam pasal 1 angka 4 UUJF diberikan perumusan batasan yang dimaksud dengan
benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia, sebagai berikut:
“Benda adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar, yang bergerak maupaun yang tidak bergerak yang tidak dapat disebani Hak Tanggungan atau Hipotek”
Dari bunyi perumusan benda dalam Pasal 1 angka 4 UUJF di atas, objek
Jaminan Fidusia ini meliputi benda bergerak dan benda tidak bergerak tertentu yang
tidak dapat dibebani dengan Hak Tanggungan atau Hipotek, dengan syarat
bahwa kebendaan tersebut “dapat dimiliki dan dialihkan”, sehingga dengan demikian
objek Jaminan Fidusia meliputi :55
a. Benda tersebut harus dapat dimiliki dan dialihkan secara hukum;
b. Benda atas benda berwujud;
c. Benda atas benda tidak berwujud, termasuk piutang;
d. Dapat atas benda yang terdaftar;
e. Dapat atas benda yang tidak terdaftar;
f. Benda bergerak;
g. Benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani dengan Hak Tanggungan
h. Benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani dengan Hipotek
Dengan kata lain, objek Jaminan Fidusia itu berupa :
55 Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm.175.
Universitas Sumatera Utara
1. Benda bergerak yang berwujud;
2. Benda bergerak yang tidak berwujud;
3. Benda bergerak yang tidak terdaftar;
4. Benda bergerak yang tidak terdaftar;
5. Benda tidak bergerak tertentu, yang tidak dapat dibebani dengan Hak
Tanggungan;
6. Benda tidak bergerak tertentu, yang tidak dapat dibebani dengan Hipotek;
7. Benda tersebut harus dapat dimiliki dan dialihkan.
Menurut Mariam Darus Badrulzaman yang dikutip dari Tan Kamello,
bahwa salah satu objek Jaminan Fidusia adalah tanah belum terdaftar. Hal ini terkait
dengan khususnya tanah-tanah di Sumatera Utara masih banyak yang belum terdaftar
dan memenuhi syarat untuk dijadikan jaminan kredit yakni dapat dipindah tangankan
dan memiliki nilai ekonomis. Penggunaan jaminan yang tetap adalah lembaga
jaminan fidusia, serta dapat membantu pelaku usaha ekonomi kecil dan menengah.
Jadi, jaminan tanah belum terdaftar atau belum bersertifikat bukan dengan surat kuasa
menjual yang tidak memiliki perlindungan hukum bagi pihak kreditor.56 Dimana
kebendaan ada beberapa jenis yaitu :
1. Kebendaan Berwujud dan Tidak Berwujud
Meskipun dalam rumusan Pasal 503 KUHPerdata dikatakan secara tegas
bahwa tiap-tiap kebendaan adalah berwujud dan tidak berwujud, namun jika kita
simak baik-baik rumusan selanjutnya dalam KUHPerdata, tidak kita temukan secara
56 Ibid, hal 231 – 232
Universitas Sumatera Utara
pasti apa yang dinamakan dengan kebendaan tidak berwujud. Hanya ada 4 pasal
dalam KUHPerdata yang selanjutnya menyebutkan istilah kebendaan tidak berwujud
yaitu :
(1) Pasal 613 yang mengatur tentang pemindahan hak milik atas kebendaan tidak
berwujud;
(2) Pasal 814 mengenai hak memungut hasil atau bunga;
(3) Pasal 1158 tentang gadai atau piutang; dan
(4) Pasal 1164 tentang hipotek atas hak – hak tertentu.
Dari rumusan-rumusan dalam pasal-pasal tersebut dapat kita ketahui bahwa
yang dimaksudkan dengan kebendaan tidak berwujud adalah hak-hak, termasuk di
dalamnya yang di atur dalam Pasal 508 KUHPerdata (kebendaan yang tidak berwujud
yang termasuk ke dalam kebendaan yang tidak bergerak) dan Pasal 511 KUHPerdata
(kebendaan tidak berwujud yang termasuk ke dalam kebendaan bergerak). Dengan
penafsiran a’contratrio dapat dikatakan bahwa semua kebendaan lain di luar yang
disebut dan dinyatakan sebagai kebendaan tidak berwujud adalah kebendaan
berwujud.
2. Kebendaan Bergerak dan Kebendaan Tidak Bergerak
Berbeda dengan pembagian kebendaan ke dalam kebendaan berwujud dan
tidak berwujud, KUHPerdata memberikan perumusan dan pengaturan yang tegas atas
kebendaan-kebendaan mana saja yang digolongkan ke dalam kebendaan bergerak
(Pasal 509 sampai Pasal 518 Bagian Keempat Buku II KUHPerdata) dan kebendaan
Universitas Sumatera Utara
yang dimaksudkan sebagai kebendaan tidak bergerak (Pasal 506 hingga Pasal 508
Bagian Ketiga Buku II KUHPerdata).
Dalam Pasal 504 KUHPerdata dinyatakan bahwa : Benda berwujud dan tak
berwujud terbagi menjadi :
(1) Benda bergerak
(2) Benda tak bergerak
Benda yang tak bergerak pada umunya/pada dasarnya adalah tanah. Oleh
keran itu ketentuan pasal tersebut di cabut dari KUHPerdata dan dipindahkan ke
dalam UUPA. Jadi dalam KUHPerdata untuk Indonesia sudah tidak ada lagi pasal –
pasal yang mengatur tentang benda – benda tak bergerak, yang ada sekarang ialah
pasal-pasal yang mengatur benda-benda bergerak.
Adanya benda tak bergerak disebutkan karena :
(a) Memang sifatnya tak bergerak.
(b) Tujuannya; dimaksudkan untuk tidak bergerak
(c) Hukum menentukannya sebagai benda tak bergerak
Pada kenyataannya benda terseut adalah benda bergerak. Tetapi karena
tujuannya dimaksudkan untuk tidak bergerak, maka benda tersebut menjadi benda tak
bergerak dan diatur/tunduk pada UUPA yaitu :
1a. Benda bergerak oleh pemiliknya dihubungkan dengan benda tak bergerak.
Misalnya: piring-piring, sendok dan sebagainya yang telah diberi nama hotel
sehingga barang bergerak itu menjadi barang tak bergerak.
Universitas Sumatera Utara
2a. Hanya pemilik benda bergerak yang dapat menjadikan benda-benda bergerak itu
menjadi benda tak bergerak.
Benda – benda bergerak yang erat sekali hubungannya dengan benda-benda
tak bergerak, sehingga merupakan bagian dari benda-benda tak bergerak, maka
benda-benda bergerak tersebut menjadi atau dianggap benda-benda tak bergerak.
Contoh: - Piring, sendok, garpu dari hotel
- Kursi – kursi di bioskop
Ketentuan-ketentuan mengenai benda-benda tersebut sudah tidak ada lagi atau
sudah tidak berlaku lagi pada KUHPerdata untuk Indonesia, melainkan sudah pindah
ke dalam UUPA.
Pasal 508 KUHPerdata menyatakan bahwa : semua hak atas benda tak
bergerak dianggap sebagai atau merupakan benda-benda tak bergerak.
Contoh : - Hak erfpacht
- Hak eigendom dan sebagainya
Perbedaan antara benda-benda bergerak dan tak bergerak adalah pentingnya
yaitu :
Dalam cara penyerahan benda tersebut
1a1. Untuk benda tak bergerak dengan cara:
- Yurisdische levering (penyerahan secara hukum)
Universitas Sumatera Utara
- Pendaftaran di kantor Kadaster
1a2. Untuk benda bergerak; dengan cara
- Cukup dengan penyerahan dari tangan ke tangan
Hak jaminan benda-benda tak bergerak hanya dengan hipotek atau ikatan utang.57
3. Pembedaan Benda ke Dalam Kebendaan Tanah dan Kebendaan Bukan
Tanah
Di manapun kita berada, hukum merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari kehidupan kita sehari-hari. Di Negara Indonesia kita ini, hukum yang berlaku
masih beraneka ragam, mulai dari hukum kebiasaan yang tidak tertulis, adat istiadat
setempat, hukum tertulis peninggalan Masa Hindia Belanda dahulu yang dengan
Ketentuan Peralihan Pasal II Undang-Undang Dasar 1945 masih tetap diberitahukan
sepanjang tidak bertentangan dengan Falsafah dan Pandangan Hidup Bangsa
(Pancasila), sampai pada peraturan-peraturan yang dibuat dan diberlakukan pada
masa-masa sesudah Kemerdekaan hingga saat ini.
Salah satu bentuk keanekaragaman yang masih nampak nyata adalah
keanekaragaman dalam Hukum Perdata kita, karena disamping kita memiliki
KUHPerdata, yang masih berlaku hingga saat ini, kita juga memiliki berbagai
ketentuan hukum perdata lainnya, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, yang
mengatur mengenai hal-hal tertentu, yang di satu sisi menerbitkan berbagai persoalan
secara yuridis.
57 G. Kartasapoetra dan R.G, Kartasapoetra, Pembahasan Hukum Benda Hipotek, Hipotrk dan
Hukum Waris, Bumi Angkasa, Jakarta, 1990, hlm. 1-3.
Universitas Sumatera Utara
Salah satu hal yang paling mencolok dalam lapangan Hukum Benda adalah
masih sering terjadinya berbagai macam keracuan terhadap pengertian tentang
kebendaan bergerak dan kebendaan tidak bergerak, terutama dengan diundangkannya
UUPA, di mana secara tegas dalam Diktum Pertama dari UUPA telah dinyatakan
hapus berbagai aturan dasar yang mengatur mengenai tanah (sebagai bagian dari
kebendaan tidak bergerak yang diatur berdasarkan sistem hukum Romawi).58
58 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2003, hlm.53.
Universitas Sumatera Utara
Melihat jumlah pendaftran Jaminan Fidusia seperti yang telah tercantum
dalam tabel, maka yang paling banyak didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia
dari tahun 2007 sampai 2009 sebagai bahan perbandingan adalah jenis kendaraan
bermotor daripada stok barang, piutang dan mesin/invoice, maka tersebut dapat
dilihat pada tabel-tabel dibawah ini :
Tabel 1 Klasifikasi Jenis Objek Benda Jaminan Fidusia yang didaftarkan Tahun 2005
JENIS JAMINAN FIDUSIA
KENDARAAN ALAT-ALAT PIUTANG STOCK BULAN
BERMOTOR
MESIN-MESIN
BERAT DAGANG BARANG JUMLAH
JANUARI 207 3 10 7 15 242
FEBRUARI 116 12 2 4 20 154
MARET 190 20 30 38 53 331
APRIL 204 23 6 23 43 299
MEI 169 15 8 14 19 225
JUNI 179 9 1 18 34 241
JULI 92 18 2 22 42 176
AGUSTUS 107 20 - 20 25 172
SEPTEMBER 9 5 - - 6 20
OKTOBER 346 41 22 54 95 558
NOPEMBER 96 8 1 5 6 116
DESEMBER 131 22 10 6 31 200
JUMLAH 1846 196 92 211 389 2734
Sumber data : Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Azasi Manusia Sumatera Utara, 2005
Universitas Sumatera Utara
Melihat tabel diatas mulai dari bulan Januari s/d Desember rata-rata yang
mendaftarakan objek jaminan fidusia di Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia yaitu
Kendaraan Bermotor dimana yang paling banyak didaftarkan terhadap kendaraan
bermotor dibulan September sebesar 9 (Sembilan) Kendaraan Bermotor, sedangkan
yang paling besar pada bulan Oktober sebesar 346 (Tiga Ratus Empat Puluh Enam)
Kendaraan Bermotor sehingga kenapa terjadi perbandingan antara bulan yang satu
dengan bulan yang lain yaitu tergatung berapa banyak yang mendaftarkan tiap
bulannya tidak bisa Kantor Pendaftaran Fidusia yang menentukan.
Tabel 2
Klasifikasi Jenis Objek Benda Jaminan Fidusia yang didaftarkan Tahun 2006
JENIS JAMINAN FIDUSIA
KENDARAAN ALAT-ALAT PIUTANG STOCK BULAN
BERMOTOR
MESIN-MESIN
BERAT DAGANG BARANG JUMLAH
JANUARI 240 3 8 2 12 265
FEBRUARI 101 13 2 16 25 157
MARET 142 14 10 15 26 207
APRIL 88 10 - 13 19 130
MEI 87 2 - 16 18 123
JUNI 107 11 1 12 25 156
JULI 195 19 2 13 30 259
AGUSTUS 110 2 - 7 12 131
SEPTEMBER 236 10 14 19 36 315
OKTOBER 65 6 2 6 28 107
NOPEMBER 244 15 2 17 33 291
DESEMBER 165 8 2 16 18 209
JUMLAH 1780 113 43 152 282 2350
Sumber data : Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Azasi Manusia Sumatera Utara, 2006
Universitas Sumatera Utara
Melihat tabel diatas mulai dari bulan Januari s/d Desember rata-rata yang
mendaftarakan objek jaminan fidusia di Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia yaitu
Kendaraan Bermotor dimana yang paling banyak didaftarkan terhadap kendaraan
bermotor dibulan Oktober sebesar 65 (Enam Puluh Lima) Kendaraan Bermotor,
sedangkan yang paling besar pada bulan Nopember sebesar 244 (Dua Ratus Empat
Puluh Empat) Kendaraan Bermotor sehingga kenapa terjadi perbandingan antara
bulan yang satu dengan bulan yang lain yaitu tergatung berapa banyak yang
mendaftarkan tiap bulannya tidak bisa Kantor Pendaftaran Fidusia yang menentukan.
Tabel 3 Klasifikasi Jenis Objek Benda Jaminan Fidusia yang didaftarkan Tahun 2007
JENIS JAMINAN FIDUSIA
KENDARAAN ALAT-ALAT PIUTANG STOCK BULAN
BERMOTOR
MESIN-MESIN
BERAT DAGANG BARANG JUMLAH
JANUARI 279 15 10 12 32 348
FEBRUARI 224 16 6 31 38 315
MARET 126 21 1 6 13 167
APRIL 169 13 12 13 19 226
MEI 167 21 5 22 33 248
JUNI 286 16 6 29 39 376
JULI 135 17 1 43 51 247
AGUSTUS 219 25 14 47 64 369
SEPTEMBER 271 20 10 76 76 453
OKTOBER 89 18 39 49 195
NOPEMBER 359 35 25 40 60 519
DESEMBER 286 40 30 35 50 441
JUMLAH 2610 257 120 393 524 3904
Sumber data : Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Azasi Manusia Sumatera Utara, 2007
Universitas Sumatera Utara
Melihat tabel diatas mulai dari bulan Januari s/d Desember rata-rata yang
mendaftarakan objek jaminan fidusia di Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia yaitu
Kendaraan Bermotor dimana yang paling banyak didaftarkan terhadap kendaraan
bermotor dibulan Juli sebesar 286 (Dua Ratus Delapan Puluh Enam) Kendaraan
Bermotor, Desember 286 (Dua Ratus Delapan Puluh Enam) Kendaraan Bermotor
sedangkan yang paling besar pada bulan Nopember sebesar 359 (Tiga Ratus Lima
Puluh Sembilan) Kendaraan Bermotor sehingga kenapa terjadi perbandingan antara
bulan yang satu dengan bulan yang lain yaitu tergatung berapa banyak yang
mendaftarkan tiap bulannya tidak bisa Kantor Pendaftaran Fidusia yang menentukan.
Tabel 4 Klasifikasi Jenis Objek Benda Jaminan Fidusia yang didaftarkan Tahun 2008
JENIS JAMINAN FIDUSIA
KENDARAAN ALAT-ALAT PIUTANG STOCK BULAN
BERMOTOR
MESIN-MESIN
BERAT DAGANG BARANG JUMLAH
JANUARI 562 35 12 54 73 736
FEBRUARI 267 18 24 48 78 435
MARET 423 12 6 24 54 519
APRIL 714 45 30 55 40 884
MEI 474 21 7 20 18 540
JUNI 528 20 31 24 603
JULI 665 23 23 29 38 778
AGUSTUS 559 15 10 15 35 634
SEPTEMBER 789 11 15 13 25 853
OKTOBER 833 11 10 10 35 899
NOPEMBER 785 20 21 23 40 889
DESEMBER 514 15 20 1 15 565
JUMLAH 7113 246 178 323 475 8335
Sumber data : Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Azasi Manusia Sumatera Utara,2008
Universitas Sumatera Utara
Melihat tabel diatas mulai dari bulan Januari s/d Desember rata-rata yang
mendaftarakan objek jaminan fidusia di Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia yaitu
Kendaraan Bermotor dimana yang paling banyak didaftarkan terhadap kendaraan
bermotor dibulan September sebesar 789 (Tujuh Ratus Delapan puluh Sembilan)
Kendaraan Bermotor, sedangkan yang paling besar pada bulan Oktober sebesar 833
(Delapan Ratus Tiga Puluh Tiga) Kendaraan Bermotor sehingga kenapa terjadi
perbandingan antara bulan yang satu dengan bulan yang lain yaitu tergatung berapa
banyak yang mendaftarkan tiap bulannya tidak bisa Kantor Pendaftaran Fidusia yang
menentukan.
Tabel 5 Klasifikasi Jenis Objek Benda Jaminan Fidusia yang didaftarkan Tahun 2009
JENIS JAMINAN FIDUSIA
KENDARAAN ALAT-ALAT PIUTANG STOCK BULAN
BERMOTOR
MESIN-MESIN
BERAT DAGANG BARANG JUMLAH
JANUARI 928 26 13 30 42 1039
FEBRUARI 585 8 8 11 150 762
MARET 711 147 13 6 10 887
APRIL 639 25 24 15 35 738
MEI 821 10 14 11 856
JUNI 839 12 37 11 35 934
JULI 300 61 11 18 390
AGUSTUS 525 8 38 6 19 596
SEPTEMBER 223 36 3 13 23 298
OKTOBER 866 32 59 18 19 994
NOPEMBER 688 25 23 14 29 779
DESEMBER 0
JUMLAH 7125 390 218 149 391 8273
Sumber data : Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Azasi Manusia Sumatera Utara, 2009
Universitas Sumatera Utara
Melihat tabel diatas mulai dari bulan Januari s/d Desember rata-rata yang
mendaftarakan objek jaminan fidusia di Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia yaitu
Kendaraan Bermotor dimana yang paling banyak didaftarkan terhadap kendaraan
bermotor dibulan Juni sebesar 839 (Delapan Ratus Tiga Puluh Sembilan) Kendaraan
Bermotor, sedangkan yang paling besar pada bulan Januari sebesar 928 (Sembilan
Ratus Dua Puluh Delapan) Kendaraan Bermotor sehingga kenapa terjadi
perbandingan antara bulan yang satu dengan bulan yang lain yaitu tergatung berapa
banyak yang mendaftarkan tiap bulannya tidak bisa Kantor Pendaftaran Fidusia yang
menentukan.
C. PROSEDUR PENGIKATAN JAMINAN FIDUSIA
Perikatan pokok merupakan perikatan yang dapat berdiri sendiri dan memang
biasanya berdiri sendiri, walaupun tidak tertutup kemungkinan adanya perikatan lain
yang ditempelkan pada perikatan pokok tersebut. Di sinilah letak isi pokok
perjanjian, dalam jual beli misalnya, di sana diatur hubungan hak dan kewajiban
utama antara
penjual dan pembeli. Perikatan Accesoir merupakan perikatan yang ditempelkan pada
suatu perikatan pokok dan yang tanpa perikatan pokok tidak dapat berdiri sendiri.
Timbul dan hapusnya bergantung pada adanya dan hapusnya perikatan pokok.59
Penyerahan hak milik kepa kreditor dalam fidusiaire eigendoms overdracht
bukanlah suatu penyerahan hak milik dalam arti yang sesungguhnya seperti halnya
dalam jual beli dan sebagianya, sehingga kreditor tidak akan menjadi pemilik yang
59 J. Satrio, Hukum Perikatan, Penerbit Alumni, Bandung, 1993, hal 79
Universitas Sumatera Utara
penuh (volle eigenaar), ia hanyalah seorang bezitloos eigenaar atas barang-barang
jaminan, dan karena sesua dengan maksud dan tujuan perjanjian tentang perjanjian
itu sendiri, kewenangan kreditor hanyalah setarap dengan kewenangan yang dimiliki
oleh seorang yang berhak atas barang-barang jaminan. Bahwa kedudukan kreditor
penerima fidusia itu adalah sebagai pemegang jaminan, sedangkan kewenangan yang
masih berhubungan dengan jaminan itu sendiri, oleh sebab itu, dikatakan pula
kewenangannya sebagai pemilik terbatas.60
Bahwa penyerahan barang bergerak yang dilakukan oleh bukan pemiliknya
kepada seorang penerima yang beritikad baik adalah sah. Akan tetapi suatu
penyerahan tidak nyata (constitutum possessorium) dapat dibenarkan jika orang yang
menyerahkan barang tersebut mempunyai kekuasaan untuk menyerahkannya atas
dasar suatu hubungan hukum dengan pihak lain. Kreditor dalam suatu perjanjian
utang piutangnya dengan jaminan fidusia dapat dikatakan tidak mungkin untuk
menyelidiki terlebih dahulu apakah debitor benar-benar pemilik artinya orang yang
dapat bertindak bebas atas barang-barang yang dijaminkan itu, terutama karena
barang-barang yang dijaminkan itu berupa barang bergerak. Kreditor dalam pada itu
hanya dapat meminta kepada debitor untuk berjanji bahwa ia adalah benar-benar
orang yang berhak untuk berbuat bebas atas barang yang dijaminkan itu.61
pengalihan fidusia diatur dalam Pasal 19 sampai dengan Pasal 24 UUJF.
Pengalihan hak atas utang (cession), yaitu pengalihan piutang yang dilakukan dengan
akta otentik maupun akta di bawah tangan. Yang dimaksud dengan mengalihkan
60 Marulak Pardede dkk, Op‐cit, hal 31 61 Ibid, hlm. 33.
Universitas Sumatera Utara
antara lain termasuk dengan menjual atau menyewakan dalam rangka mengalihkan
antara lain termasuk dengan menjual atau menyewakan dalam rangka kegiatan
usahanya. Pengalihan hak atas utang dengan jaminan fidusia dapat dialihkan oeh
penerima fidusia kepada penerima fidusia baru (kreditur baru). Ini berarti kreditur
baru, selain berkewajiban untuk melaporkan dan mendaftarkan telah terjadi peralihan
hak atas piutang, juga melaporkan dan mendaftarkan telah terjadi peralihan hak atas
piutang, juga melaporkan telah terjadi peralihan jaminan fidusia dari kreditur lama
kepada kreditur baru.62
Karenanya untuk laporan dan permohonan perubahan daftar, kerja sama
kreditor lama maupun debitur tidak diperlukan. Sudah tentu kreditur baru harus bisa
menyodorkan bukti yang meyakinkan pejabat pendaftar fidusia, bahwa perjanjian
pokok atau perjanjian tagihan, yang dijamin dengan fidusia yang bersangkutan
memang telah beralih kepada kreditur baru. Karena beralihnya jaminan fidusia tu
terjadi secara hukum, hal tersebut tidak perlu dibuktikan dengan membuat Akta
Jaminan Fidusia baru. Pendaftaran beralihnya jaminan fidusia ini cukup dilakukan
berdasarkan alat yang membuktikan telah beralihnya hak atas piutang yang dijamin
kepada kreditur baru tersebut.
Kita perlu waspada, bahwa di sini ada dua peralihan, yaitu pertama, peralihan
“tagihan” dan kedua, peralihan “jaminan”. Hal ini berbeda dengan gadai, hipotik dan
hak tanggungan, dimana dengan beralihnya perjanjian pokok dari kreditur lama
kepada kreditur baru, maka otomatis beralih kepada kreditur baru. Pada gadai,
hipotik, dan hak tanggungan tidak ada masala mengenai “peralihnya hak milik”.
62 Rachmadi Usman, Op-Cit, hlm. 128.
Universitas Sumatera Utara
Adapaun pada fudisia ada masalah “peralihan hak milik”. Karena fidusia accessoir
pada perikatan pokoknya, maka beralihnya perikatan pokok kepada pihak ketiga
mengakibatkan, bahwa jaminan fidusia demi hukum turut beralih mengikuti perikatan
pokoknya, konsekuensi logisnya, “hak milik” atas dasar jaminan fidusia beralih dari
kreditur lama ke kreditur baru, padahal tidak ada penyerahan hak milik dari kreditur
lama kepada kreditur baru. Artinya kita sekarang mengenal satu lagi cara
mengalihkan hak milik, yaitu bisa tanpa penyerahan. Hal ini logis, namun sebaiknya
kreditur diminta pernyataan tegasnya, bahwa ia mengalihnya “hak miliknya” atas
benda jaminan fidusia.63
Dengan adanya cession ini, maka segala hak dan kewajiban penerima fidusia
lama beralih kepada penerima fidusia baru dan pengalihan hak atas piutang tersebut
diberitahukan kepada pemberi fidusia. Pemberi fidusia dilarang untuk mengalihkan,
menggadaikan, menyewakan kepada pihak lain benda yang menjadi objek fidusia,
karena jaminan tetap mengikuti benda yang menjadi objek jaminan fidusia dalam
tangan siapapun benda tersebut berada. Pengecualiaan dari ketentuan ini adalah
bahwa pemberi fidusia dapat mengalihkan atas benda persediaan yang menjadi objek
jaminan fidusia.64 Penyerahan secara constitutum possessorium, oleh pemberi fidusia
yang beritikad jahat dapat disalah gunakan dengan melakukan ulang. Maksudnya
ialah menyerahkan hak milik secara fidusia sebagai jaminan kepada pihak ketiga
yang dalam hal ini akan menjadi penegang fidusia kedua.65
63 Ibid 64 H.Salim, Op-cit, hlm. 87-88
65 Mariam Darus Badrulzaman, 1991, Bab-bab Tentang Credietverband, Gadai & Fiducia, PT.Citra Aditya, Bandung, hlm. 101.
Universitas Sumatera Utara
Jaminan dapat diberikan kepada lebih dari satu Penerima Fidusia atau kepada
kuasa atau wakil dari Penerima Fidusia tersebut. Jaminan Fidusia dapat pula
diberikan terhadap satu atau lebih satuan atau jenis benda, termasuk piutang baik
yang telah ada pada saat jaminan diberikan maupun yang diperoleh kemudian. Hal ini
menunjukkan bahwa UUJF merupakan peraturan yang memuat ketentuan yang
menjamin fleksibelitas dalam hal berkenaan dengan objek ynag dapat dibebani
Jaminan Fidusia, kondisi demikian terlihat bahwa apabila tidak diperjanjikan lain
maka Jaminan Fidusia meliputi hasil dari benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia;
juga meliputi klaim asuransi dalam hal benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia
tersebut diasuransikan maksudnya apabila benda yang diasuransikan maka klaim
asuransi tersebut merupakan hak Penerima Fidusia.
Ada beberapa tahapan formal yang melekat dalam Jaminan Fidusia, di
antaranya yaitu :
1. Tahapan pembebanan dengan pengikatan dalam suatu akta notaris;
2. Tahapan pendaftaran atas benda yang telah dibebani tersebut oleh Penerima
Fidusia, kuasa atau wakilnya kepada Kantor Pendaftaran Fidusia, dengan
melampirkan pernyataan pendaftaran. Pernyataan pendaftara tersebut harus
memuat : identitas pihak Pemberi dan Penerima Fidusia; tanggal, nomor akta,
nama dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta; data perjanjian pokok
yang dijamin oleh Fidusia, uraian mengenai benda yang menjadi objek Jaminan
Fidusia; nilai penjaminan dan nilai benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia.
Universitas Sumatera Utara
3. Tahapan administrasi pada Kantor Pendaftaran, yaitu pencatatan Jaminan Fidusia
dalam Buku Daftar Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan
permohonan pendaftaran; menerbitkan dan menyerahkan kepada Penerima
Fidusia Sertifikat Jaminan Fidusia.
4. Lahirnya Jaminan Fidusia yaitu pada tanggal yang sama dengan tanggal
dicatatnya Jaminan Fidusia dalam Fidusia dalam Buku Daftar Fiduia. Sertifikat
Jaminan Fidusia mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, karena adanya kata-
kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA
ESA”. Sehingga dengan demikian apabila debitur cidera janji, Penerima Fidusia
mempunyai hak untuk menjual benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas
kekuasaannya sendiri. Hal demikian mengandung maksud bahwa pengeksekusian
dapat langsung dilaksanakan tanpa melalui pengadilan dan bersifat final serta
mengikat para pihak untuk melaksanakan putusan tersebut. Adanya kemudian
tersebut merupakan salah satu ciri Jaminan Fidusia, yaitu berupa lembaga parate
eksekusi (pelaksanaan dari suatu perikatan dengan langsung tanpa melalui uatu
vonnis pengadilan).66 di mana eksekusi dapat dilakukan apabila pihak Pemberi
Fidusia cidera janji.
Hapusnya Jaminan Fidusia disebabkan karena beberapa hal, yaitu : hapusnya
hutang yang dijamin dengan fidusia; pelepasan hak atas Jaminan Fidusia oleh
Penerima Fidusia; musnahnya benda yang menjadi objek Jaminan Fudisia. Dengan
adanya suatu kondisi yang menyebabkan hapusnya Jaminan tersebut, maka Penerima
66 J. C. T. Simorangkir dkk, Op-cit, hlm. 120.
Universitas Sumatera Utara
Fidusia harus memberitahukan kepada Kantor Pendaftaran mengenai hapusnya
tersebut dengan melampirkan pernyataan penyebab hapusnya tersebut. Dengan
demikian maka Kantor Pendaftaran Fidusia dapat mencoret pencatatan Jaminan
Fidusia dari Buku Daftar Fidusia, serta menerbitkan surat keterangan yang
menyatakan Sertifikat Jaminan Fidusia yang bersangkutan tidak berlaku lagi.
Berdasarkan Pasal 1152 (2) BW Indonesia, bahwa tidak sah (bahkan tidak
ada) hak gadai, walaupun istilah itu dipakai dalam suatu perjanjian, jika benda/barang
yang digadaikan tinggal atau jatuh kembali dalam tangan pihak yang menggadaikan
dengan kemauan orang yang menerima gadai (Soetan Malikoel Adil, 1962).
Undang – undang Fidusia menegaskan bahw perjanjian fidusia harus tertulis
bahkan harus dibuat dengan akta notaries dalam Bahasa Indonesia. Pengecualian
berlaku bagi perjanjian jaminan fidusia, baik berupa FEO maupun cessi jaminan atas
piutang yang telah ada sebelum berlakunya UUJF, alasan mengapa UUJF
mengatakan bentuk khusus (akta notaris) bagi perjanjian fidusia adalah bahwa
sebagian diatur dalam Pasal 1870 KUHPerdata, akta notaris karena merupakan akta
otentik memiliki kekuatan pembuktian sempurna tentang apa yang dimuat di
dalamnya di antara para pihak beserta para ahli warisnya atau pengganti haknya,
mengingat bahwa objek jaminan fidusia pada umumnya adalah barang bergerak yang
tidak terdaftar, maka sudah sewajarnya bahwa bentuk akta otentiklah yang dianggap
paling dapat menjamin kepastian hukum berkenaan dengan objek jaminan fidusia. Isi
akta perjanjian fidusia diatur dalam Pasal 6 UUJF dan paling tidak harus membuat
hal-hal sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 6 tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Berlainan dalam FEO dan cessi jaminan yang lahir pada waktu perjanjian
dibuat antara debitur dan kreditur jaminan fidusia berdasarkan UUJF lahir pada
tanggal jaminan fidusia tercatat dalam Buku Daftar Fidusia. Adapun bukti bagi
kreditur bahwa ia merupakan pemegang jaminan fidusia adalah Sertifikat Jaminan
Fidusia yang diterbitkan pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan
permohonan pendaftaran Jaminan Fidusia.
Dengan demikian jelas bahwa perbuatan konstitutif yang melahirkan jaminan
fidusia adalah pendaftarannya dalam Buku Daftar Fidusia, hal ini ditegaskan lagi
dalam Pasal 28 UUJF yang mengatur bahwa apabila atas benda yang sama yang
menjadi objek jaminan fidusia dibuat lebih dari 1 (satu) perjanjian jaminan fidusia,
maka kreditur yang lebih dahulu mendaftarkannya adalah penerima fidusia, hal
ini penting diperhatikan oleh kreditur yang menjadi pihak dalam perjanjian jaminan
fidusia, teristimewa karena hanya Penerima Fidusia, kuasai atau wakilnya yang boleh
melakukan pendaftaran jaminan fidusia.
Ketentuan-ketentuan dalam UUJF tentang pendaftaran jaminan fidusia
tersebut di atas merupakan terobosan penting mengingat bahwa pada umumnya objek
jaminan fidusia adalah benda bergerak yang tidak terdaftar sehingga sulit mengetahui
siapa pemiliknya, teristimewa lagi dengan adanya ketentuan dalam Pasal 19977
KUHPerdata yang mengatur bahwa barang siapa menguasai benda bergerak ia
dianggap sebagai pemiliknya (bezit geldt als volkomen titel), tidak didaftarnya FEO
dan Cessi jaminan saat ini menjadi sebab utama mengapa FEO dan Cessi jaminan,
melalui keharusan mendaftarkan jaminan fidusia. UUJF memenuhi asas publisitas
yang merupakan salah satu guru hukum jaminan kebendaan.
Universitas Sumatera Utara
Oleh karena Pemberi Fidusia tetap menguasai secara fisik benda yang menjadi
objek jaminan fidusia dan dia yang memakainya serta merupakan pihak yang
sepenuhnya memperoleh manfaat ekonomis dari pemakaian benda tersebut, maka
Pemberi Fidusialah yang bertanggung jawab atas semua akibat dan harus memikul
semua risiko yang timbul berkenaan dengan pemakaian dan keadaan benda dimaksud.
Ketentuan serupa juga terdapat dalam perjanjian “Finansial leasing” yang mengatur
bahwa semua risiko berkenaan dengan benda yang menjadi objek perjanjian leasing
harus dipikul oleh Lessee karena lessee yang memakai benda tersebut dan
memperoleh manfaat ekonomis dari pemakaian tersebut.
Bahwa penyerahan barang bergerak yang dilakukan oleh bukan pemiliknya
kepada seorang penerima yang beritikad baik adalah sah. Akan tetapi suatu
penyerahan tidak nyata (constitutum possessorium) dapat dibenarkan jika orang yang
menyerahkan barang tersebut mempunyai kekuasaan untuk menyerahkannya atas
dasar suatu hubungan hukum dengan pihak lain. Kreditor dalam suatu perjanjian
utang piutangnya dengan jaminan fidusia dapat dikatakan tidak mungkin untuk
menyelidiki terlebih dahulu apakah debitor benar-benar pemilik artinya orang yang
dapat bertindak bebas atas barang – barang dijaminkan itu, terutama karena
barang-barang yang dijaminkan itu berupa barang bergerak. Kreditor dalam pada itu
hanya dapat meminta kepada debitor untuk berjanji bahwa ia adalah benar-benar
orang yang berhak untuk berbuat bebas atas barang yang dijaminkan itu.
Selaku peminjam pakai suatu barang debitor secara umum berkewajiban
memelihara barang jaminan artinya selaku seorang pemilik barang memelihara
barangnya sendiri. Kewajiban lain ialah bahwa pada barang-barang inventaris ia
Universitas Sumatera Utara
harus menjaga agar jumlahnya tidak berkurang, sedangkan pada barang-barang
perdagangan ia harus menjaga agar sisa barang tersebut melebihi nilai kredit yang
masih tersisa, sampai jumlah tertentu sesuai dengan apa yang diperjanjikan.
Kadang-kadang, kreditor tentunya meminta agar barang-barang jaminan yang
dikuasai debitor itu diasuransikan, atau mungkin pula kreditor yang mengasuransikan
tetapi premi asuransi tetap dibayar oleh debitur. Kalau kita lihat kewajiban-kewajiban
tersebut di atas dapatlah kita katakan bahwa debitor berkewajiban menanggung
semua biaya pengelolaan barang jaminan, kreditor hanya “terima bersih” saja.
Kewajiban – kewajiban yang demikian itu dapat kita maklumi, karena secara
sosial ekonomis pihak debitorlah yang berkepentingan atas barang tersebut kreditor
hanya berkepentingan atas pembayaran kembali apa yang telah dituangkan kepada
debitornya.
Kemungkinan yang paling banyak terjadi adalah kepailitan debitor dengan
adanya kepailitan ini maka semua utang si debitor menjadi dapat ditagih. Adanya
kepailitan debitor, mewajibkan menyelesaikan hubungan hukum antara debitor dan
kreditor, bukan hanya segi obligatoir juga segi zakelijk. Mengenai perjanjian fidusia
tersebut bersifat obligatoir atau zakelijk membawa serta akibat hukum dan cara
penyelesaian yang berbeda, manakala terjadi kepailitan pada debitor. Jika kita
berpegang pada pendapat bahwa perjanjian fidusia merupakan perjanjian obligatoir,
maka perjanjian tersebut hanya malahirkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang
dapat dipertahankan antara mereka saja, tidak berlaku atau tidak dapat dipertahankan
terhadap pihak ketiga. Maka konsekuensinya jika terjadi kepailitan debitor, maka
benda-benda jaminan yang berada pada debitor, karena penyerahan secara
Universitas Sumatera Utara
constitutum possessorium, berada di luar kepailian. Kreditor mempunyai hak
sepenuhnya terhadap benda tersebut untuk pemenuhan piutangnya, kreditor tidak
terikat kepada ketentuan-ketentuan yang bersifat zakelijk sebagaimana berlaku pada
gadai dan hipotek.
Cara pemenuhan piutangnya dan cara menyelesaikan hubungan hukumnya
dalam kepailian terebut tergantung pada ketentuan-ketentuan sebagaimana telah
diperjanjikan antara para pihak. Misalnya saja si kreditor dapat menahan benda
jaminan tersebut, kemudian diperhitungkan selisih harganya benda jaminan dengan
jumlah piutangnya, atau menjual benda jaminan tersebut secara di bawah tangan atau
di muka umum, kemudian setelah diperhitungkan dengan piutangnya, sisanya
dikembalikan pada debitor. Sedangkan bagi mereka yang berpendapat bahwa
perjanjian fidusia itu melahirkan hak yang zakelijk bagi kreditor, maka hak zakelijk
tersebut dapat dipertahankan terhadap pihak ketiga, dan benda-benda jaminan yang
berada pada debitor masuk dalam boedel kepailitan. Untuk pemenuhan piutangnya
kreditor dapat bertindak terhadap benda-benda jaminan tersebut seolah-olah tidak
terjadi kepailitan.67
Seperti halnya hak jaminan kebendaan lainnya, jaminan fidusia mengatur
prinsip “droit de suite” pengecualian atas prinsip ini terdapat dalam hal benda yang
menjadi objek jaminan fidusia adalah benda persediaan dan hak kepemilikannya
dialihkan dengan cara dan prosedur yang lazim berlaku dalam usaha perdagangan dan
67 Marulak Pardede dkk, Op-Cit. hlm. 33-35.
Universitas Sumatera Utara
dengan memperhatikan persyaratan tertentu, dimungkinkan pengecualian tersebut
perlu dalam hal benda persediaan terdiri dari barang jadi (finished goods) yang
diproduksi Pemberi Fidusia untuk dipasarkan.
Selanjutnya UUJF mengatur secara khusus dalam Pasal 23 ayat (1) bahwa
penggunaan, pengalihan benda atau hasil benda menjadi objek jaminan fidusia yang
disetujui oleh Penerima Fidusia tidak berakibat bahwa ia akan kehilangan jaminan
fidusia atas benda tertentu. Penggunaan ini perlu mengingat bahwa pada umumnya
yang menjadi objek jaminan fidusia adalah aneka barang bergerak, sehubungan
dengan itu terdapat larangan jelas dalam Pasal 23 ayat (2) untuk mengalihkan,
menggadaikan atau menyewakan kepada pihak lain benda yang menjadi objek
jaminan fidusia yang bukan merupakan benda persediaan, kecuali dengan persetujuan
tertulis terlebih dahulu dari Penerima Fidusia.
Pelanggaran larangan tersebut di ancam dengan pidana penjara dan benda,
ancaman pidana tersebut adalah konsekuensi dari pengalihan hak kepemilikan atas
benda yang menjadi objek jaminan fidusia dengan cara constitutum possessorium,
terlebih lagi bilamana diperhatikan bahwa ketentuan dalam Pasal 1977 KUHPerdata
menentukan bahwa penguasaan atas barang bergerak merupakan atas hak bagi
kepemilikannya.68
68 Marulak Pardede dkk, Loc.Cit, hlm. 44-47
Universitas Sumatera Utara