benda sejarah

Upload: silver-dank

Post on 19-Jul-2015

136 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BENDA-BENDA SEJARAH ISLAM DAN SEJARAH MASUKNYA ISLAM KE INDONESIA

The desert sun plays a fundamental role, transforming the architecture into a play of light and shadows. Itulah sebait quote dari seorang arsitek besar yang berada dibalik sukses sebuah rancang bangun museum islam yang sangat luar biasa, Museum of Islamic Art. Museum yang menelan biaya 300 juta US$ Dollar merupakan rumah bagi 1000 lebih artefak peninggalan sejarah islam dari berbagai penjuru bumi. Secara resmi, museum ini dibuka oleh Emir Qatar Shaikh Hamad bin Khalifa Al Thani pada 22 November 2008.

Museum of Islamic Art Qatar | foto by Sugeng Riyadi Museum of Islamic Art atau biasa disingkat MIA, diarsiteki seorang berdarah China American yang bernama Leoh Min Pei. Arsitek yang berusia lanjut ini biasa dikenal dengan sebutan I.M.Pei. Karya besarnya ini terinspirasi sebuah bangunan tempat wudhu di komplek masjid Ahmed Ibn Tulun di Kairo, Mesir. Bangunan ini merefleksikan sebuah ekspresi bangunan geometri kubus. Benar-benar sebuah bangunan yang sangat elegan dan menghadap langsung terik mentari diatas perairan persia.

Ahmad-ibn-Tulun-mosque-in-Old-Cairo | foto by iamegypt.com Bangunan baru yang menampung benda-benda purbakala dan bersejarah dalam dunia islam ini, dikelilingi oleh taman seluas 20 hektar, menutupi area seluas 35.500 M2, dengan tambahan 2.700 M2 yang berfungsi sebagai Education Wings [sayap pendidikan]. Dilihat secara eliptik, eksterior bangunan ini terdiri dari 5 lantai. Seluas 3.800 M2 merupakan ruang galeri, halaman, dan ruang terbuka. Fasilitas dalam museum ini termasuk 200 kursi auditorium, sebuah restaurant bintang lima, sebuah fountain caf, tempat sholat [masjid] untuk kaum pria dan wanita, gift dan bookshop. Interior dan pencahayaan didesain oleh Jean-Michelle Wilmotte dan semakin memperckantik suasana bagian dalam museum. Suasana pencahayaan didalam ruang galeri museum memang sengaja diredupkan untuk mendapatkan kesan bersejarah dan hening. Dibalik kemegahan museum ini ada nama Sabiha Al Khemir [pria kelahiran 1959] yang berkebangsaan Tunisia. Pria ini adalah seorang writer, illustrator dan pemerhati di dunia seni islam [Islamic art]. Idenya yang brilliant telah terwujud menjadi sebuah bangunan tempat belajar dan juga perpustakaan keislaman ini.

Palm Trees line up in front of MIA

Bangunan ini hanya berjarak 60 meter dari tepian pantai Corniche Doha. MIA berdiri kokoh di atas tanah reklamasi yang berada di Persian gulf [teluk Persia]. Di depan bangunan utama terdapat sekitar 200 pohon kurma yang berjajar rapi disisi kanan kiri sebuah jalan utama menuju MIA. Tepat diujung barisan pohon korma tadi terdapat sebuah kolam kecil yang ditengahnya terdapat air mancur yang memperindah komplek museum ini. Tak jauh dari MIA juga terdapat MIA Park yang baru dibuka untuk public sejak 6 Januari 2012.

Museum of Islamic Art Qatar Tak seperti layaknya museum-museum lainnya di Negara lain, untuk memasuki museum ini tidak dipungut biaya alias Gratis alias Free. Anda cukup menyerahkan kartu identitas dan anda akan mendapatkan tiket masuk. Untuk alasan keamanan museum, museum ini juga dijaga oleh security yang standby di setiap lantai dan ruangan museum. Sesaat setelah mendapatkan tiket masuk, anda harus merelakan diri untuk diperiksa oleh scanning machine. Memastikan tidak ada benda-benda tajam atau benda-benda yang bisa membahayakan museum atau pengunjung lainnya. Bila anda ingin mendapatkan travel guide yang berbentuk gadget yang dilengkapi headset, anda cukup menghubungi pihak information atau multimedia guide. Maka anda akan mendapatkan alat informatif ini dan telah siap berkeliling memutari interior museum. Tapi jangan naik dulu ya, lewatkan sejenak untuk memandang langsung ke arah pantai atau teluk Persia. Melalui dinding kaca di Main Hall,anda bisa menikmati keindahan teluk Persia yang membalut kemegahan kota Doha.

Museum of Islamic Art 1st Floor | http://www.mia.org.qaAl quran

Di area Sendang Seliran Kotagede, terdapat sebuah patung yang berdiri tegak di tepi dinding pemisah antara area Kompleks Sendang Seliran dengan Makam Raja-Raja Imogiri. Patung setinggi satu meter yang disebut Patung Bulus Kiai Dhudha ini merupakan peringatan keberadaan bulus (kura-kura) di area sendang ini. Bulus Kiai Dhudha merupakan kura-kura berwarna kuning keputihan ini pada mulanya ditemukan di Pantai Samas, Bantul pada tanggal 11 Desember 1973 oleh seorang nelayan setempat. Uniknya, kura-kura tersebut hanya memiliki tiga kaki. Temuan ini kemudian oleh Bupati Bantul diserahkan kepada penjaga Kompleks Sendhang Seliran untuk dipelihara.

Menurut informasi pihak Kraton Yogyakarta, bulus atau kura-kura berwarna kuning keputihan adalah jenis satwa langka dan perlu dilindungi. Keanehan ciri-ciri fisik kura-kura tersebut, oleh masyarakat sekitar dianggap binatang yang gaib dan suci. Pada awalnya, di dalam Sendang Seliran Wadon tersebut dipelihara tiga ekor bulus (kura-kura) putih besar-besar. Mereka diberi nama Kiai Dhudha, Kiai Jaka, dan Mbok Rara Kuning. Ketiga kura-kura tersebut sekarang sudah mati, terakhir yang mati adalah bulus Kiai Dhudha. Untuk mengabadikan keberadaan Kiai Dhudha, dibuatlah patung Kiai Dhudha di timur laut Sendhang Seliran Kakung. Home > Dunia Islam > Islam Mancanegara

Borobudur Peninggalan Nabi Sulaiman?Senin, 27 September 2010, 21:13 WIB

Candi Borobudur Berita Terkait

Candi Prambanan Siap Terima Kunjungan Wisatawan Puasa Para Nabi Azab Bagi Kaum Homoseksual Wapres Minta Pengusaha Tiru Cara Berdagang Nabi Muhammad SAW Ketika Bilal tak Sanggup Menyebut Nama Rasulullah dalam Adzannya REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Membaca judul diatas, tentu banyak orang yang akan mengernyitkan dahi, sebagai tanda ketidakpercayaannya. Bahkan, mungkin demikian pula dengan Anda. Sebab, Nabi Sulaiman AS adalah seorang utusan Allah yang diberikan keistimewaan dengan kemampuannya menaklukkan seluruh makhluk ciptaan Allah, termasuk angin yang tunduk di bawah kekuasaannya atas izin Allah. Bahkan, burung dan jin selalu mematuhi perintah Sulaiman. Menurut Sami bin Abdullah al-Maghluts, dalam bukunya Atlas Sejarah Nabi dan Rasul, Nabi Sulaiman diperkirakan hidup pada abad ke-9 Sebelum Masehi (989-931 SM), atau sekitar 3.000 tahun yang lalu. Sementara itu, Candi Borobudur sebagaimana tertulis dalam berbagai buku sejarah nasional, didirikan oleh Dinasti Syailendra pada akhir abad ke-8 Masehi atau sekitar 1.200 tahun yang lalu. Karena itu, wajarlah bila banyak orang yang mungkin tertawa kecut, geli, dan geleng-geleng kepala bila disebutkan bahwa Candi Borobudur didirikan oleh Nabi Sulaiman AS. Candi Borobudur merupakan candi Budha. Berdekatan dengan Candi Borobudur adalah Candi Pawon dan Candi Mendut. Beberapa kilometer dari Candi Borobudur, terdapat Candi Prambanan, Candi Kalasan, Candi Sari, Candi Plaosan, dan lainnya. Candi-candi di dekat Prambanan ini merupakan candi Buddha yang didirikan sekitar tahun 772 dan 778 Masehi. Lalu, apa hubungannya dengan Sulaiman? Benarkah Candi Borobudur merupakan peninggalan Nabi Sulaiman yang hebat dan agung itu? Apa bukti-buktinya? Benarkah ada jejak-jejak Islam di candi Buddha terbesar itu? Tentu perlu penelitian yang komprehensif dan melibatkan berbagai pihak untuk membuktikan validitas dan kebenarannya. Namun, bila pertanyaan di atas diajukan kepada KH Fahmi Basya, ahli matematika Islam itu akan menjawabnya; benar. Borobudur merupakan peninggalan Nabi Sulaiman yang ada di tanah Jawa. Dalam bukunya, Matematika Islam 3 (Republika, 2009), KH Fahmi Basya menyebutkan beberapa ciri-ciri Candi Borobudur yang menjadi bukti sebagai peninggalan putra Nabi Daud tersebut. Di antaranya, hutan atau negeri Saba, makna Saba, nama Sulaiman, buah maja yang pahit, dipindahkannya istana Ratu Saba ke wilayah kekuasaan Nabi Sulaiman, bangunan yang tidak terselesaikan oleh para jin, tempat berkumpulnya Ratu Saba, dan lainnya. Dalam Alquran, kisah Nabi Sulaiman dan Ratu Saba disebutkan dalam surah An-Naml [27]: 1544, Saba [34]: 12-16, al-Anbiya [21]: 78-81, dan lainnya. Tentu saja, banyak yang tidak percaya bila Borobudur merupakan peninggalan Sulaiman. Di antara alasannya, karena Sulaiman hidup pada abad ke-10 SM, sedangkan Borobudur

dibangun pada abad ke-8 Masehi. Kemudian, menurut banyak pihak, peristiwa dan kisah Sulaiman itu terjadi di wilayah Palestina, dan Saba di Yaman Selatan, sedangkan Borobudur di Indonesia. Tentu saja hal ini menimbulkan penasaran. Apalagi, KH Fahmi Basya menunjukkan buktibuktinya berdasarkan keterangan Alquran. Lalu, apa bukti sahih andai Borobudur merupakan peninggalan Sulaiman atau bangunan yang pembuatannya merupakan perintah Sulaiman? Menurut Fahmi Basya, dan seperti yang penulis lihat melalui relief-relief yang ada, memang terdapat beberapa simbol, yang mengesankan dan identik dengan kisah Sulaiman dan Ratu Saba, sebagaimana keterangan Alquran. Pertama adalah tentang tabut, yaitu sebuah kotak atau peti yang berisi warisan Nabi Daud AS kepada Sulaiman. Konon, di dalamnya terdapat kitab Zabur, Taurat, dan Tingkat Musa, serta memberikan ketenangan. Pada relief yang terdapat di Borobudur, tampak peti atau tabut itu dijaga oleh seseorang. "Dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka: 'Sesungguhnya tanda ia akan menjadi raja, ialah kembalinya tabut kepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun; tabut itu dibawa malaikat. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda bagimu, jika kamu orang yang beriman'." (QS Al-Baqarah [2]: 248). Kedua, pekerjaan jin yang tidak selesai ketika mengetahui Sulaiman telah wafat. (QS Saba [34]: 14). Saat mengetahui Sulaiman wafat, para jin pun menghentikan pekerjaannya. Di Borobudur, terdapat patung yang belum tuntas diselesaikan. Patung itu disebut dengan Unfinished Solomon. Ketiga, para jin diperintahkan membangun gedung yang tinggi dan membuat patung-patung. (QS Saba [34]: 13). Seperti diketahui, banyak patung Buddha yang ada di Borobudur. Sedangkan gedung atau bangunan yang tinggi itu adalah Candi Prambanan. Keempat, Sulaiman berbicara dengan burung-burung dan hewan-hewan. (QS An-Naml [27]: 2022). Reliefnya juga ada. Bahkan, sejumlah frame relief Borobudur bermotifkan bunga dan burung. Terdapat pula sejumlah relief hewan lain, seperti gajah, kuda, babi, anjing, monyet, dan lainnya. Kelima, kisah Ratu Saba dan rakyatnya yang menyembah matahari dan bersujud kepada sesama manusia. (QS An-Naml [27]: 22). Menurut Fahmi Basya, Saba artinya berkumpul atau tempat berkumpul. Ungkapan burung Hud-hud tentang Saba, karena burung tidak mengetahui nama daerah itu. "Jangankan burung, manusia saja ketika berada di atas pesawat, tidak akan tahu nama sebuah kota atau negeri," katanya menjelaskan. Ditambahkan Fahmi Basya, tempat berkumpulnya manusia itu adalah di Candi Ratu Boko yang terletak sekitar 36 kilometer dari Borobudur. Jarak ini juga memungkinkan burung menempuh perjalanan dalam sekali terbang. Keenam, Saba ada di Indonesia, yakni Wonosobo. Dalam Alquran, wilayah Saba ditumbuhi pohon yang sangat banyak. (QS Saba [34]: 15). Dalam kamus bahasa Jawi Kuno, yang disusun oleh Dr Maharsi, kata 'Wana' bermakna hutan. Jadi, menurut Fahmi, wana saba atau Wonosobo adalah hutan Saba.

Ketujuh, buah 'maja' yang pahit. Ketika banjir besar (Sail al-Arim) menimpa wilayah Saba, pepohonan yang ada di sekitarnya menjadi pahit sebagai azab Allah kepada orang-orang yang mendustakan ayat-ayat-Nya. "Tetapi, mereka berpaling maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar[1236] dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr." (QS Saba [34]: 16). Kedelapan, nama Sulaiman menunjukkan sebagai nama orang Jawa. Awalan kata 'su'merupakan nama-nama Jawa. Dan, Sulaiman adalah satu-satunya nabi dan rasul yang 25 orang, yang namanya berawalan 'Su'. Kesembilan, Sulaiman berkirim surat kepada Ratu Saba melalui burung Hud-hud. "Pergilah kamu dengan membawa suratku ini." (QS An-Naml [27]: 28). Menurut Fahmi, surat itu ditulis di atas pelat emas sebagai bentuk kekayaan Nabi Sulaiman. Ditambahkannya, surat itu ditemukan di sebuah kolam di Candi Ratu Boko. Kesepuluh, bangunan yang tinggal sedikit (Sidrin qalil). Lihat surah Saba [34] 16). Bangunan yang tinggal sedikit itu adalah wilayah Candi Ratu Boko. Dan di sana terdapat sejumlah stupa yang tinggal sedikit. "Ini membuktikan bahwa Istana Ratu Boko adalah istana Ratu Saba yang dipindahkan atas perintah Sulaiman," kata Fahmi menegaskan. Selain bukti-bukti di atas, kata Fahmi, masih banyak lagi bukti lainnya yang menunjukkan bahwa kisah Ratu Saba dan Sulaiman terjadi di Indonesia. Seperti terjadinya angin Muson yang bertiup dari Asia dan Australia (QS Saba [34]: 12), kisah istana yang hilang atau dipindahkan, dialog Ratu Bilqis dengan para pembesarnya ketika menerima surat Sulaiman (QS An-Naml [27]: 32), nama Kabupaten Sleman, Kecamatan Salaman, Desa Salam, dan lainnya. Dengan bukti-bukti di atas, Fahmi Basya meyakini bahwa Borobudur merupakan peninggalan Sulaiman. Bagaimana dengan pembaca? Hanya Allah yang mengetahuinya. Wallahu A'lam.ejarah Masjid Agung Lasha Masjid Agung Lhasa juga dikenal dengan nama Masjid Hebalin, karena lokasinya yang berada di kawasan Hebalin, di pusat kota Lasha. Masjid yang menjadi pusat komunitas muslim Hui di Tibet. Masjid ini pertama kali dibangun tahun 1716M dimasa pemerintahan Kaisar Kangxi dari dinasti Qing. Pertama kali dibangun masjid Agung tersebut hanya seluas 200 meter persegi. Bangunan masjid pertama itu kemudian diperluas tahun 1793M ketika banyak tentara muslim yang menetap di Lhasa. Bangunan masjid tersebut hancur dalam kebakaran di tahun 1959 dan kemudian dibangun lagi ditahun yang sama. Bangunan yang kini kita lihat di pusat kota Lasha adalah bangunan setelah renovasi terahir tersebut. Di bulan Maret tahun 2008, kawasan muslim quarter di Hebalin termasuk Masjid Agung Lhasa ini sempat dirusak massa pendemo anti China di Tibet. Kawasan Hebalin dan Masjid Agung mengalami kerusakan disana sini akibat rusuh massa. Polisi setempat sempat menutup kawasan tersebut, melarang siapapun masuk kesana kecuali warga asli Hebalin dan muslim dari area lain yang akan menunaikan sholat di Masjid Agung. Masjid Agung Lasha dengan gerbang nya yang sangat khas (foto dari flikr.com)

Secara tradisional kota Lhasa mengenal dua jenis masjid, Masjid Besar dan Masjid Kecil. Masjid Agung Lasha merupakan masjid besar, dikelola oleh muslim Hui, masjid ini memang dibangun oleh muslim etnis Hui, meskipun sebenarnya etnis manapun boleh menggunakan masjid ini. namun karena letaknya yang berada di tengah tengah komunitas muslim Hui di kota Lasha, masyarakat umum lebih mengenalnya sebagai masjidnya muslim Hui. Masjid lainnya disebut masjid kecil (Lhasa Small Mosque) adalah masjid yang dibangun untuk para muslim pendatang dari Kashmir. Masjid kecil, pertama kali dibangun tahun 1863M. Masjid ini berukuran 130 meter persegi dilengkapi dengan bangunan sekolah Islam dibangun tahun 1952 dan menginduk ke sekolah Islam di masjid Agung Lhasa. Di sekitar Masjid Kecil, ada 63 keluarga yang tinggal disana termasuk 11 keluarga warga asing dengan total populasi sekitar 315 jiwa. Masjid Kecil Lasha terletak di Balang Steet, Hebalin, Chengbing District, Lhasa. Fasad depan Masjid Agung Lasha dengan ornamen khas etnis Hui (foto pbase.com) Arsitektural Masjid Agung Lhasa Masjid Agung Lasha dibangun dalam arsitektural tradisional Tibet dengan bentuk bentuk lengkungan sirkular dan dua menara kecil menyatu dengan atap masjid di atap sisi depan masjid. Dekorasi masjid didominasi oleh ukiran dan lukisan bunga bunga dan flora, dalam sentuhan warna biru. Arsitektur masjid ini cukup sederhana namun cukup menyolok diantara bangunan bangunan lain di pusat kota Lasha. dua menara dan Kubah utama di atap masjid terlihat sampai jauh, memberikan nuansa lain di kota Lasha. Masjid Agung Lasha memiliki tiga pintu masuk menuju halaman tengah nya. Seperti kebanyakan bangunan relijius di Tibet Masjid Agung Lasha juga dilengkapi dengan sebuah pintu gerbang besar menuju halaman masjid. Gerbang dengan arsitektural khas Tibet, mirip seperti gerbang sebuah vihara Budha. Ornamen gerbang ini didominasi polesan warna merah, lukisan floral, dan atap khas yang terdiri dari tiga undakan atap. Pembedanya dengan bangunan relijius lainnya adalah sebuah papan nama besar yang bila di Indonesia-kan artinya adalah Masjid Agung Lasha di Tibet, yang ditulis dengan tiga aksara sekaligus. Aksara dan bahasa arab serta dua aksara setempat. Keseluruhan bangunan masjid ini menempati area seluas 2600 meter persegi termasuk bangunannya seluas 1300 meter persegi. Bangunan utama nya terdiri dari ruang sholat utama, dan bangunan penunjang termasuk bangunan bunker, menara air, kamar mandi, tempat wudhu dan lain lainnya. Ruang sholat masjid ini seluas 285 meter persegi terdiri dari ruang inti, dan ruang terbuka. Gedung bunker atau gedung Xuanli, merupakan bangunan utama masjid ini. Salah satu menara masjid Agung Lasha (foto dari pbase.com) Interior nya sederhana, lantainya terbuat dari kayu yang ditutupi permadani berwarna merah berpola shaf demi shaf sholat. Di kanan kiri mimbar terpampang gambar Masjidil Haram dalam ukuran besar. Satu hal yang unik dari masjid ini adalah adanya Tasbih yang banyak bertebaran di permadani disediakan

oleh pengurus masjid untuk para jemaah, kebiasaan muslim Tibet bertasbih dengan suara yang agak keras tidak seperti di Indonesia yang biasanya bertasbih dengan suara yang nyaris tak terdengar. Jemaah masjid Agung Lhasa yang sebagian besar adalah muslim Hui yang hadir di masjid dengan pakaian khas muslim Tibet ; Jas dan celana warna hitam lengkap dengan peci putih. Selain Masid Agung Lasha dan Masjid Kecil Lhasa, masih ada dua Masjid Lagi di Kota Lasha, yakni dua masjid yang dikelola oleh Muslim Khasmir, biasa disebut masjid Khasmiri (masjidnya muslim Kharsmir) yang berada di Gyangda Linka (taman Muslim) dan Masjid Khasmiri di pusat kota Lasha. Masjid Khasmiri dan muslim Khasmir di Lasha memiliki sejarah yang unik, karena Gyangda linka (Taman Muslim) yang menjadi kampung muslim Khasmir pertama di Lasha merupakan hadiah dari Dalai Lama ke-5 untuk muslim Khasmir. Di seluruh wilayah Tibet ada 6 Masjid, selain dari 4 yang sudah disebutkan tadi masih ada satu masjid di Shigatze dan satu masjid di Changdu di bagian Timur Tibet. Sejarah Islam Di Tibet Saudagar muslim dari negara negara Arab sudah mencapai Tibet pada sekitar abad ke 8 ~ 9 masehi. Perkembangan Islam menyebar disebelah barat Tibet dan Kashmir pada abad ke 11 masehi. Di abad ke 12M kelompok saudagar muslim dari Kashmir dan Ladakh masuk ke Tibet dan menetap di Lasha. Pernikahan antara pria muslim pendatang dengan wanita Tibet serta interaksi sosial diantara muslim dan warga asli mengukuhkan eksistensi mereka disana. Bahkan bahasa Tibet memiliki kosa kata sendiri untuk menyebut Muslim, dengan kata Kha-che. Masjid pertama di Tibet dibangun pada tahun 1716M dimasa pemerintahan Kaisar Qing dari dinasti Kangxi. Masjid pertama itu yang kini dikenal sebagai Masjid Agung Lasha. Interior Masjid Agung Lasha (foto dari pbase.com) Islam menyebar di Tibet dari dua arah. Dari arah utara dan timur. Bergerak dari semenanjung Arabia melalui Persia dan Afganistan, Islam mencapai China di abad ke 7 masehi melalui jalur perdagangan kuno yang kini kita kenal sebagai jalur sutera (silk road) yang melintasi kawasan Asia tengah. Dari propinsi utara Ningxia dan titik lain di china, islam kemudian bergerak ke selatan masuk ke kawasan Tibet. Muslim China di Tibet merupakan Muslim dari marga Hui, secara berkesinambungan mereka tinggal di Suing dan Kawasan Kokonor di bagian barat Tibet, dan menjalankan perdagangan dengan Tibet Tengah. Sebagian dari mereka merupakan pedagang dan tinggal secara permanen di kawasan timur Tibet, keturunan mereka masih dapat ditemui hingga kini, beberapa diantaranya juga datang dari barat secara berkesinambungan kemudian pindah ke Lhasa. Menetap disana mempertahan akidah dan persaudaraan yang erat satu sama lainnya. Berbagai sumber di Tibet menunjukkan bahwa penguasa Tibet pernah menguasai kawasan luas di Asia Tengah sebelah barat hingga ke Persia di abad ke 8 dan 9 Masehi, dimasa ketika Persia, Uigur, Turk dan Tibet berlomba untuk menguasai kawasan tersebut terutama dari penguasa Kabul, yang semula

merupakan pengikut raja Tibet namun kemudian berganti keyakinan dari Budha dan masuk Islam di sekitar tahun 812 814M, dan tunduk kepada Khalifah Al-Mamun dari dinasti Abbas. Sebagai suatu penghormatan kepada khalifah Islamiyah, raja Kabul kala itu memberi hadiah kepada AlMamun berupa kepingan emas yang merupakan hasil dari peleburan patung emas Budha. Kepingan emas tersebut kemudian dikirimkan kepada khalifah. Itu sebabnya Kawasan yang kini kita kenal sebagai Afganistan dan beberapa Negara baru di kawasan asia tengah merupakan kawasan yang tak tersentuh oleh pengaruh Tibet selama beberapa abad. jemaah sholat jumat di Masjid Agung Lasha (peopledaily.com.cn) Bagian lain dari arus masuknya Islam ke Tibet ini berasal dari Turkistan, Baltistan (Pakistan) dan Kashmir melalui Ladakh (India) kemudian menyebar ke Tibet hingga ke Lhasa. penyebaran Islam tersebut tak lepas dari dua orang ulama besar yang telah disinggung di dua tulisan sebelumnya yakni Ali Hamadani dan putranya Bakhsh Muhammad Nur yang berhasil menyebarkan Islam di kawasan Baltistan di Abad ke 14M. Kha-Ce, Masjid Chota dan Gya Kha Che, Masjid Bara Komunitas muslim di Lhasa saat ini terdiri dari dua kelompok yang berbeda, keduanya menjadi warisan budaya di masyarakat China (Tibet), Khasmir, Nepal, Ladakh, Sikh atau bahkan bagi masyarakat non China. Komunitas kecil muslim kurang dari 1000 jiwa yang kini disebut Kha-Che merupakan merupakan keturunan dari para pedagang muslim di abad ke 12M. Sedangkan orang Muslim China dari marga Hui dipanggil Gya Kha Che, jumlah mereka ada sekitar 2000 jiwa. Masing masing komunitas kecil tersebut menggunakan dan mengelola masjid mereka sendiri. Muslim Khasmir (Khasmiri) dan muslim non China menggunakan Masjid Chota atau Masjid Kecil, sedangkan Orang Hui menggunakan Masjid Bara atau Masjid Besar. Masing masing komunitas memiliki pemuka agama dari kalangan mereka sendiri, mengola sekolah Islam, mengurus administrasi mereka masing masing kepada pemerintah lokal Tibet, hingga pemakaman umum yang mereka sebut Kygasha, lokasinya sekitar 15Km diluar kota Lhasa. gerbang Masjid Agung Lasha (cnr.cn) Sebagian besar Muslim Hui berpropesi sebagai tukang jagal hewan ternak atau petani sayur mayor. Sama seperti muslim Khasmir (Khasmiri), muslim Hui juga bermazhab ke Mazhab Hanafi. Tukang jagal hewan menjadi salah satu profesi yang sangat dibutuhkan masyarakat Budha Tibet, karena ajaran mereka melarang penyembelihan binatang. Hal terebut membuka peluang bisnis bagi muslim disana untuk menjadi pemasok daging bagi warga Tibet yang membutuhkannya. Hadiah Lahan Sejauh Jangkauan Anak Panah Meskipun para saudagar muslim pendatang sudah lama hadir di Lhasa dan kota kota lain di Tibet, namun baru pada saat naiknya Dalai lama ke lima (1617-1682) menjadi titik balik bagi Islam di Tibet.

Berdasarkan sejarah lisan disebutkan bahwa beberapa ulama Islam yang hidup di Lhasa pada masa itu selalu melaksanakan sholat di bukit bukit terpencil di pinggir kota. Dalai Lama menjumpai mereka saat mereka sholat setiap hari, sampai suatu hari beliau bertanya tentang apa yang mereka lakukan. Salah satu Ulama kemudian menjelaskan bahwa mereka sedang melaksanakan sholat sesuai dengan ajaran Islam, dan mereka melaksanakannya di bukit terpencil karena ketiadaan masjid di pusat kota untuk mereka jadikan sebagai tempat sholat berjamaah. Terkesan dengan penjelasan tersebut, Dalai Lama kemudian mengutus seorang pemanah ke bukit dimana kaum muslimin sering sholat berjamaah disana dan memerintahkannya untuk menembakkan anak empat panahnya ke empat penjuru mata angin. Dari tempat dimana dimana anak panah dilepaskan hingga ke tempat dimana ke empat anak panah tersebut jatuh, seluas itulah lahan yang kemudian diberikan oleh Dalai Lama ke-5 kepada kaum muslimin untuk mendirikan Masjid dan sebagainya. Tempat tersebut kemudian dikenal sebagai sejauh jangkauan anak panah yang kemudian menjadi tempat bagi bangunan masjid dan lahan pemakaman muslim pertama di kota Lhasa hingga kini. prasasti di Muslim Park kota Lasha , dalam 4 bahasa, mengenang kebaikan Dalai Lama ke-5 yang memberikan lahan bagi kaum muslimin di tahun 1650 (cnr.cn) Dalai lama ke Lima tidak saja memberikan lahan tanah kepada kaum Musimin Khasmir, tapi beliau juga memberikan perlindungan resmi dari Negara kepada 14 tokoh masyarakat dan 30 pemuda muslim yang merupakan penghuni awal lahan tersebut. Sikap positif Dalai lama ke Lima tersebut sepertinya menjadi bagian dari kebijakan pemerintah untuk mendorong tumbuhnya ke aneka ragaman etnis, budaya dan memacu pertumbuhan ekonomi di Tibet ketika itu. Kebijakan yang dalam bahasa Tibet disebut sebagai mi sna mgron po atau undangan kepada masyarakat. Selain itu ummat Islam juga diberi kebebasan untuk mengurus masalah hukum sesuai aturan Islam bagi komunitas mereka sendiri, bahkan dibebaskan dari pajak atas segala usaha perdagangan mereka. Kini, lahan yang dihadiahkan oleh Dalai Lama Ke-Lima tersebut dikenal sebagai Che Kha Gling Ga atau Taman Muslim (Muslim Park) yang digunakan oleh komunitas muslim sebagai tempat piknik. Sebuah bangunan berbentuk lengkungan khas Tibet (sgo) dibangun untuk menandai di masjid pertama yang dibangun tempat itu sekaligus untuk mengenang kebaikan Dalai Lama ke Lima. Sampai kemudian masjid baru bagi muslim Khasmir (masjid kecil / chota masjid) dibangun di pusat kota Lhasa. Dulunya masjid di Kha Che Gling Ga (taman muslim / muslim park) merupakan satu satunya tempat bagi Muslim Khasmir untuk berkumpul melaksanakan sholat Jumat secara rutin. Muslim dari komunitas Khasmir ketika itu harus berjalan cukup jauh beberapa kilometer setiap hari Jumat untuk mencapai masjid dari rumah mereka di pusat kota menuju masjid di Kha Che Gling Ga dan kemudian berbagi roti bersama jemaah yang lain setiap bakda sholat Jumat. Sebagian dari roti yang tidak habis disantap kemudian dibawa kembali ke pusat kota dibagikan kepada mereka yang tidak dapat hadir di masjid hari itu sebagai tshogs atau roti berkat. jemaah Masjid Agung Kota Lasha, (foto dari booked1.blogspot)

Kini Chota Masjid di pusat kota menjadi masjid utama untuk sholat lima waktu bagi muslim Khasmir, masjid di Che Kha Gling Ga atau Taman Muslim (Muslim Park) masih digunakan untuk acara acara khusus seperti sholat dua hari raya dan sebagainya. Tak jauh dari masjid di Che Kha Gling Ga terdapat kediaman bagi Imam muslim Khasmiri, Habibullah Bat. Paska tahun 1959 setelah Dalai Lama Terahir melarikan diri dari Tibet, Muslim Khasmir di Tibet mengajukan gugatan kewarganegaraan kepada pemerintah India berdasarkan asal usul nenek moyang mereka yang berasal dari Khasmir (India). Setahun setelah itu pemerintah India menyatakan bahwa seluruh Muslim Khasmiri di Tibet adalah warga Negara India. Sebagaimana masyarakat Tibet lainnya, muslim Tibet pun mengalami masa masa sulit sejak pencaplokan wilayah Tibet oleh tentara China. Meskipun situasinya kini sudah berangsur angsur membaik dari sebelumnya. Kini mereka sudah sedikit menikmati kebebasan untuk menjalankan agamanya dibandingkan masa masa sebelumnya. Namun begitu pasukan merah China senantiasa mengawasi semua aktivitas warga Tibet dalam upaya mencegah segala bentuk upaya separatisme kemerdekaan Tibet dari China. Tentara menjaga setiap sudut kota Lhasa termasuk di kawasan Masjid Agung Kota Lhasa. interior lantai-1 Masjid Agung Lasha (foto dari Panoramio) Penutup Tibet dengan ibukotanya Lhasa, selama berabad abad menjadi tempat yang penuh misteri bagi para petualang karena ketertutupannya dari dunia luar. Tempat yang begitu terpencil di ketinggian pegunungan Himalaya ini menjadi salah satu perlintasan sepanjang jalur sutera di abad pertengahan. Sampai kemudian Tibet takluk dibawah kekuasaan China tahun 1950 Tibet mulai terbuka dan dikenal secara luas oleh dunia Internasional. Jalur kereta api yang dibangun pemerintah China melintas di kawasan Tibet dari wilayah China lainnya menjadi lintasan kereta api di tempat tertinggi di bumi. Proyek proyek pembangunan berskala raksasa diluncurkan pemerintah China di kawasan itu. Kehadiran Islam, muslim dan masjid di kota Lhasa, ibukota Tibet itu membuka mata kita, bahwa di negeri atas langit yang mayoritas penduduknya beragama Budha itu ada saudara saudara kita sesama muslim. Meski berbeda suku bangsa, berbeda warna kulit, bahasa dan budaya, tapi Islam mempersatukan kita dalam satu ikatan ukhuwah. Semoga Islam semakin bersemi di negeri istananya para dewa itu dan menjadi rahmat bagi Tibet dan China secara keseluruhan. Amin.

No comments

Muslim NepalFriday, April 20, 2012 5:47:47 PMPara pendaki gunung mengenang Nepal dengan puncak tertinggi di dunia dipegunungan Himalaya yang berdiri kokoh diperbatasan Negara tersebut dengan China. Sherpa salah satu suku bangsa yang hidup di

Nepal secara tradisi merupakan para pemandu ulung bagi para penakluk puncak Himalaya. Nepal merupakan wilayah yang terkunci dari wilayah laut berada di ketinggian Himalaya menjadikannya sebagai Negara dengan letak geografis tertinggi di Bumi. Kathmandu, Ibukota Nepal berada sebuah lembah di ketinggian rata rata 1400 meter dari permukaan laut. Nepal, Negara republik paling baru terbentuk setelah selama 250 tahun berbentuk monarki Hindu dibawah pimpinan seorang raja. Nepal merupakan tanah kelahiran Sidharta Budha Gautama tokoh paling penting agama Budha, Sidharta Budha Gautama lahir di Nepal pada tahun 563SM, Agama Budha pernah menjadi agama mayoritas di Nepal dan menjadi agama Negara. Sampai kemudian berubah menjadi Kerajaan Hindu di tahun 200SM paska invasi dinasti Gupta dari India utara yang beragama Hindu ke wilayah Nepal. Dan sejak tahun 2008 lalu Nepal mengesahkan dirinya sebagai sebuah Negara Republik Demokratik Federal, seiring dengan jatuhnya kekuasaan Raja Nepal terahir Raja Gyanendra shah. Di negeri dengan penduduk mayoritas Hindu ini, Islam hadir sejak lebih dari 480 tahun yang lalu. Di kota Kathmandu kini berdiri dua masjid besar bersejarah yang lokasinya berada di kawasan bergengsi dipusat kota Kathmandu tak jauh dari (bekas) Istana Raja Nepal. Dua masjid besar tersebut adalah Masjid Kashmiri Taqiya yang akan kita ulas dalam artikel ini dan Jama Masjid Kathmandu. Dua masjid berada di kawasan yang sama dan hanya terpisah beberapa blok bangunan. Wilayah Negara Nepal seluas 140.800km2, sedikit lebih kecil dari luas propinsi Kalimantan Barat (147.800km2). Beriklim dingin menyengat di bagian utara dan sedikit hangat di bagian selatan, berbatasan dengan dua negara besar, Cina dan India. Berpenduduk lumayan padat, sekitar 27.676.547 orang, terdiri dari berbagai suku, antara lain Brahman, Chetri, Newar, Gurung, Magar, Tamang, Rai, Limbu, Sherpa dan Tharu, mayoritas menganut agama Hindu (86,2%), Budha (7,8%), Islam (3,8%) dan lainnya 2,2%. Lokasi dan Alamat Masjid Kashmiri Taqia - Nepal Dunbar Marg, Ratna Park, Kathmandu, Nepal Telepon : 0097-98415373657 Islam di Nepal Merujuk kepada hasil sensus penduduk Nepal tahun 1991 penduduk muslim di Nepal menempati urutan ke 3 dengan jumlah populasi sebesar 591,340 jiwa dibawah pemeluk agama Hindu dan Budha. Setara dengan 3.8% dari keseluruhan penduduk Nepal. Angka tersebut ditengarai jauh lebih kecil dari angka sebenarnya. Secara garis besar muslim Nepal dibagi ke dalam 4 etnis besar masing masing adalah Muslim India, Khasmir (Khasmiri), Tibet (Tibetan) dan Muslim asli Nepal (Nepali). Selain itu masih ada lagi muslim Nepal gunung yang memang tinggal di kawasan pegunungan, mereka merupakan keturunan dari orang tua campuran dan rata rata merupakan keturunan dari ibu yang merupakan orang Nepal gunung. Perbedaan etnis tersebut secara kasar dapat terlihat dari penampilan fisik mereka, bahasa sehari hari

yang digunakan, budaya dan juga mereka memang tidak berbaur satu dengan yang lainnya. sholat jumat di masjid Khasmiri Taqia Kathmandu, 5 Agustus 2011 (foto dari sawbeirut.com) Islam pertama kali diperkenalkan di Nepal oleh para saudagar Arab di abad ke 5 Hijriah/11 Masehi yang datang ke lembah Kathmandu untuk berniaga. Setelah itu sebagian tentara muslim dari pasukan Ikhtiyar Uddin Muhammad bin Bakhtiyar Khilji yang menginvasi Tibet di tahun 1206 pernah menjejakkan kaki di Nepal untuk beberapa waktu, Ikhtiyar Uddin adalah panglima pasukan Sultan Qutb uddin Aybak dari Kesultanan Delhi, yang menguasai kawasan barat laut India berpusat di Delhi. Sedangkan muslim Kashmir (India) dipercaya sebagai muslim pertama yang bedomisili di Nepal. Gelombang pertama muslim Khasmir masuk dan menetap di Nepal pada masa kekuasaan Raja Ratna Malla (1482-1520) dari dinasti Malla. Mereka merupakan para saudagar yang melakukan perdagangan dengan Tibet lalu juga berdagang di Nepal. Barang dagangan mereka berupa karpet, bahan bahan kulit binatang dan bahan bahan yang terbuat dari woll. sholat jumat di masjid Khasmiri Taqia 5 Agustus 2011 (foto dari ccoro.org) Kini muslim Khasmir di Nepal dikenal sebagai kalangan muslim terpelajar dan masuk dalam kelasnya para pebisnis sukses. Beberapa dari mereka bahkan sudah masuk ke dalam jajaran birokrasi dan politik. Muslim khasmir bahkan memiliki lahan pemakaman yang khusus diperuntukkan bagi muslim Khasmir (khasmiri) di daerah Shayambhu. Kasta Masyarakat Nepal Paling Bawah Gelombang kedua muslim India masuk ke Nepal dan tinggal di di wilayah Terai (perbatasan India dan Nepal) pada abad ke 19 tepatnya di tahun 1857M. Tahun 1857 wilayah Terai diakuisisi oleh Nepal di bawah Perdana Menteri Jung Bahadur bersama kerajaan Inggris. Hal tersebut sebenarnya upaya Inggris agar muslim tidak terkonsentrasi di India yang semakin membahayakan penjajahan Inggris atas India. Di bawah tekanan penjajah Inggris, Muslim di daerah perbatasan mengungsi ke wilayah Terai yang dijadikan wilayah Nepal. Sejak saat itu Muslim tunduk pada undang-undang Kerajaan Nepal tahun 1853 sebagai warga Negara dengan kasta terendah. Sebagian besar muslim di wilayah Terai tersebut bukanlah pendatang namun menjadi bagian muslim Nepal karena 4 distrik territorial mereka yang tadinya merupakan wilayah India utara dimasukkan ke dalam teritori Nepal oleh Inggris sebagai hadiah untuk raja Nepal yang membantu Inggris dalam perang terhadap kerajaan Nawab dari Oudh yang ingin merdeka. Muslim dari Tibet masuk ke Nepal awalnya juga untuk berdagang dan kemudian menetap di Nepal. Dalam sebuah kunjungan kenegaraan Raja Ratna Malla ke Lhasa, beliau juga mengundang para pengusaha muslim Tibet untuk membuka usaha di Kathmandu. Dan muslim pendatang dari Tibet bertambah di era 1960-an sebagai akibat gejolak politik di Tibet.

Masjid Khasmiri Taqia yang terbakar saar rusuh massa 1 September tahun 2004 lalu (theage.com.au) Sejarah Masjid Khasmiri Taqia - Nepal Masjid Khasmiri Atau Masjid Khasmiri Pancha Taqia dibangun pertama kali oleh seorang ulama Islam Khasmir pada tahun 1524M di masa kekuasaan raja Rama Malla (1484-1520). Masjid ini merupakan masjid pertama dan terbesar di Nepal. Keturunan beliau dan para pengikutnya kini masih eksis di Kathmandu. Beliau merupakan salah satu dari pedagang khasmir yang sukses di Kathmandu, menjalankan bisnis perdagangannya dengan Tibet dan India dengan berpusat di Kathmandu. Beliau dan para pegadang Khasmir lainnya ketika itu mendapatkan izin dari raja untuk berdagang dan menetap di Kathmandu dengan satu syarat agar tidak menyebarkan Islam kepada pemeluk agama Hindu. Masjid yang dibangun hanya untuk kepentingan ibadah bagi muslim yang ada dan tidak untuk dijadikan sebagai pusat pengembangan Islam kepada pemeluk agama Hindu. Masjid yang sudah berumur lebih dari 480 tahun ini sempat mengalami kerusakan parah akibat serangan sekitar 4000 massa pada tanggal 1 September 2004 lalu. Serangan tersebut menyusul terjadinya insiden terbunuhnya 12 pekerja Nepal yang diculik oleh milisi bersenjata di Iraq. Warga Nepal kemudian melampiaskan kemarahan atas insiden tersebut dengan menyerang Masjid Khasmiri Takiya. Merusak dan menyeret keluar perabotan masjid dan membakar ruangan utama masjid Khasmiri. Sholat idul adha 7 November 2010 yang lalu (jafrianews.com) Beruntung aksi tersebut berhasil dibubarkan oleh pasukan polisi anti huru hara Nepal hingga tindak anarkis tersebut tak meluas. Polisi juga sempat menutup kawasan tersebut yang tak jauh dari (bekas) istana Kerajaan Narayanhity dan memberlakukan jam malam selama beberapa waktu, melarang penduduk keluar rumah di malam hari dan mengeluarkan perintah tembak di tempat bagi pelaku kerusuhan lanjutan. Kelompok massa yang sama sebelumnya juga telah mendemo dan merusak lusinan kantor perusahaan pengerah tenaga kerja yang dipersalahkan karena telah mengirim warga Nepal ke Iraq. Kerusuhan ini dikenal dengan sebutan black Wednesday di kupas tuntas dalam tabloid nepali times edisi 10-16 September 2004. Meski masjid ini dibangun dan dikelola oleh muslim khasmir, namun terbuka untuk semua kalangan. Khutbah jumat disampaikan dalam bahasa Arab. Jabatan Imam saat ini dipegang oleh Ali Manzar. Di saat penyelenggaraan sholat jumat dan dua sholat hari raya masjid ini penuh sesak oleh jemaah pria sampai ke atap dan areal sekitar masjid. Bangunan utama Masjid Khasmiri Taqia, dihalaman tengah masjid Khasmiri Taqia (foto source) Arsitekrual Masjid Kashmiri Taqia - Nepal Bangunan utama Masjid Khasmiri Taqia merupakan bangunan masjid yang sangat kental dengan sentuhan India utara sebagai tanah leluhur dari muslim Khasmiri di Nepal. Menara menara kecil menghias atap masjid. Tiga kubah batu menghias atap bangunan utama.