bab ii metode pembelajaran kooperatif learning)...
TRANSCRIPT
22
BAB II
METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF (COOPERATIVE
LEARNING) MODEL WORD SQUARE UNTUK MENINGKATKAN
PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS-SEJARAH
A. Metode Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
1. Metode Pembelajaran
Metode secara harfiah berarti cara. Dalam pemakaian yang umum, metode
diartikan sebagai cara melakukan suatu kegiatan atau cara melakukan pekerjaan
dengan menggunakan fakta dan konsep-konsep secara sistematis. Dalam dunia
psikologi, metode berarti prosedur sistematis (tata cara berurutan) yang biasa
digunakan untuk menyelidiki fenomena (gejala-gejala) kejiwaan. Maka metode
pembelajaran artinya cara yang berisi prosedur baku untuk melaksanakan kegiatan
kependidikan, khususnya kegiatan penyajian materi pelajaran kepada siswa.
Metode dapat diartikan sebagai suatu cara kerja yang sistematis dan umum
yang berfungsi sebagai alat untuk mencapai suatu tujuan. Senada dengan pendapat
tersebut Surachmad (1980) mengemukakan bahwa metode adalah cara di dalam
fungsinya merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan.
Pendapat di atas senada dengan apa yang diungkapkan oleh Soeparman
yang mengatakan bahwa “metode pembelajaran berfungsi sebagai cara dalam
menyajikan, menguraikan, memberi contoh dan memberi latihan isi pembelajaran
kepada siswa untuk mencapai tujuan tertentu”.
23
Jadi, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan
untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan
nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Menurut Joice dan Weil dalam Aris “banyaknya variasi metode
pembelajaran yang ada yang juga mempunyai kelebihan dan kekeurangan masing-
masing. Maka, diperlukanlah suatu ketepatan dalam memilih suatu metode
pembelajaran karena metode pembelajaran tersebut memainkan peran utama
dalam meningkatkan prestasi atau hasil belajar siswa”
Dari pendapat diatas, dapat terlihat bahwa prestasi belajar siswa sangat
ditentukan dari pemilihan metode pembelajaran yang tepat dalam melaksanakan
suatu proses pembelajaran dan salah satu metode yang dianggap tepat adalah
metode Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) yang divariasikan
dengan model Word Square.
2. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pembelajaran yang
dikembangkan dari teori kontruktivisme karena mengembangkan struktur kognitif
untuk membangun pengetahuan sendiri melalui berpikir rasional (Rustaman 2003:
206).
Pendapat senada menyebutkan bahwa pembelajaran kooperatif dapat
digunakan untuk mengajarkan materi yang agak kompleks, membantu mencapai
tujuan pembelajaran yang berdimensi sosial, dan hubungan antara manusia.
24
Belajar secara kooperatif dikembangkan berdasarkan teori belajar
kognitif-konstruktivis dan teori belajar sosial (Kardi dan Nur, 2000:15).
Eggen dan Kauchak (1993: 319) mendefinisikan pembelajaran kooperatif
sebagai sekumpulan strategi mengajar yang digunakan guru agar siswa saling
membantu dalam mempelajari sesuatu. Oleh karena itu belajar kooperatif ini juga
dinamakan “belajar teman sebaya”. Senada dengan pendapar di atas, Slavin
(2008), menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif, merupakan metode
pembelajaran dengan siswa bekerja dalam kelompok yang memiliki kemampuan
heterogen. Slavin juga menyatakan bahwa, pembelajaran kooperatif adalah
pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok, siswa dalam satu kelas
dijadikan kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 5 orang untuk
memahami konsep yang difasilitasi oleh guru.
Nur dan Wikandari (2000:25), menyatakan pendapat senada bahwa
pembelajaran kooperatif atau cooperative learning mengacu pada metode
pengajaran, siswa bekerja bersama dalam kelompok kecil yang terdiri atas empat
sampai lima orang yang saling membantu dalam belajar
Pembelajaran kooperatif di sini diartikan sebagai model pembelajaran
dengan setting kelompok-kelompok kecil yang biasanya terdiri dari empat sampai
lima orang siswa dengan memperhatikan keberagaman anggota kelompok sebagai
wadah siswa untuk bekerjasama dan memecahkan suatu masalah melalui interaksi
sosial dengan teman sebayanya, serta memberikan kesempatan pada peserta didik
untuk mempelajari sesuatu dengan baik pada waktu yang bersamaan dan ia
menjadi narasumber bagi teman yang lain.
25
Sistem pembelajaran gotong royong atau cooperative learning merupakan
sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja
sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Pembelajaran
kooperatif dikenal dengan pembelajaran secara berkelompok. Hal ini senada
dengan apa yang di ungkapkan oleh Sugandi (2002:14):
Pembelajaran kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok karena dalam belajar kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan yang bersifat interdepedensi efektif diantara anggota kelompok.
Hubungan timbal-balik yang seperti itu memungkinkan timbulnya persepsi
yang positif tentang apa yang dapat dilakukan siswa untuk mencapai keberhasilan
belajar berdasarkan kemampuan dirinya secara individu dan andil dari anggota
kelompok lain selama belajar bersama dalam kelompok.
Untuk mencapai prestasi yang maksimal, menurut Roger dan Johnson
dalam Lie (2007:31) harus diterapkan lima unsur model pembelajaran gotong
royong yang diharapkan dapat memaksimalkan prestasi belajar siswa, yaitu:
a. Saling ketergantungan positif.
b. Tanggung jawab perseorangan.
c. Tatap muka.
d. Komunikasi antar anggota.
e. Evaluasi proses kelompok
Metode pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai tujuan
pembelajaran setidak-tidaknya tiga tujuan penting pembelajaran, yaitu hasil
belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan
26
keterampilan sosial (Ibrahim, dkk, 2000:7), sehingga dua atau lebih individu
saling tergantung satu sama lain untuk mencapai suatu tujuan bersama. Yang pada
akhirnya siswa yakin bahwa tujuan mereka akan tercapai jika dan hanya jika
siswa lainnya juga mencapai tujuan tersebut. Untuk itu setiap anggota
berkelompok bertanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya. Siswa yang
bekerja dalam situasi pembelajaran kooperatif didorong untuk bekerjasama pada
suatu tugas bersama dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk
menyelesaikan tugasnya.
Jadi Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang
mengutamakan kerjasama diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Adapun ciri dari pembelajaran kooperatif memiliki, diantaranya:
a. untuk menuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok
secara kooperatif.
b. kelompok dibentuk dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan tinggi,
sedang dan rendah.
c. jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang terdiri dari beberapa ras, suku,
budaya jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan agar dalam tiap
kelompok terdiri dari ras, suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda pula,
dan
d. penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok dari pada
perorangan.
27
Dalam pembelajaran kooperatif ini pula ditandai ditandai dengan adanya
struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur penghargaan seperti yang diungkapkan
oleh Arends (1997: 110-111), yaitu:
a. Struktur tugas mengacu pada cara pengaturan pembelajaran dan jenis kegiatan
siswa dalam kelas.
b. Struktur tujuan, yaitu sejumlah kebutuhan yang ingin dicapai oleh siswa dan
guru pada akhir pembelajaran atau saat siswa menyelesaikan pekerjaannya.
Ada tiga macam struktur tujuan, yaitu:
1). struktur tujuan individualistik, yaitu tujuan yang dicapai oleh seorang siswa
secara individual tidak memiliki konsekuensi terhadap pencapaian tujuan
siswa lainnya.
2). struktur tujuan kompetitif, yaitu seorang siswa dapat mencapai tujuan
sedangkan siswa lain tidak mencapai tujuan tersebut, dan
3). struktur tujuan kooperatif, yaitu siswa secara bersama-sama mencapai
tujuan, setiap individu mempunyai andil dalam pencapaian tujuan.
c. Struktur penghargaan kooperatif, yaitu penghargaan yang diberikan pada
kelompok jika keberhasilan kelompok sebagai akibat keberhasilan bersama
anggota kelompok.
Menurut (Ibrahim, dkk, 2000:7), pembelajaran kooperatif memiliki
dampak yang positif untuk siswa yang prestasi belajarnya rendah sehingga
mampu memberikan peningkatan hasil belajar yang signifikan. Adapun
keuntungan metode pembelajaran kooperatif, antara lain:
28
a. siswa mempunyai tanggung jawab dan terlibat secara aktif dalam
pembelajaran.
b. siswa dapat mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi.
c. meningkatkan ingatan siswa, dan
d. meningkatkan kepuasan siswa terhadap materi pembelajaran.
3. Teknik Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Teknik pembelajaran kooperatif menurut Lie (2007:55), diantaranya:
a. Mencari pasangan
Teknik belajar mencari pasangan (make a match) dikembangkan
oleh Lorna Curran (1994). Salah satu keunggulan teknik ini adalah siswa
mencari pasangan sambil belajar melalui suatu konsep atau topik dalam
suasana yang menyenangkan. Adapun langkah-langkah dalam teknik
mencari pasangan ini adalah:
1). guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep.
2). setiap siswa mendapat satu buah kartu.
3). setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok
dengan kartunya.
b. Bertukar pasangan
Teknik belajar bertukar pasangan ini memberi siswa kesempatan
untuk bekerja sama dengan orang lain. Adapun langkah-langkah dalam
teknik bertukar pasangan ini adalah:
1). setiap siswa mendapatkan satu pasangan.
29
2). guru memberikan tugas dan siswa mengerjakan tugas dengan
pasangannya
3). setelah selesai, setiap pasangan bergabung dengan pasangan lain.
4). kedua pasangan tersebut bertukar pasangan kemudian saling
menanyakan dan mengukuhkan jawaban.
5). temuan baru yang diperoleh dari pertukaran pasangan kemudian
dibagikan kepada pasangan semula.
c. Berpikir Berpasangan Berempat
Teknik ini dikembangkan oleh Frank Lyman (Think-phir-share)
dan Spencer Kagan (Think-pair-square) sebagai struktur kegiatan
pembelajaran cooperative learning. Adapun langkah-langkah dalam teknik
berpikir berpasangan berempat ini adalah:
1). guru membagi siswa dalam kelompok berempat dan memberikan
tugas kepada semua kelompok.
2). setiap siswa memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri.
3). siswa berpasangan dengan salah satu rekan dalam kelompok dan
berdiskusi dengan pasangannya.
4). kedua pasangan bertemu kembali dalam kelompok berempat. Siswa
mempunyai kesempatan untuk membagikan hasil kerjanya kepada
kelompok berempat.
d. Berkirim salam dan soal
Teknik belajar ini memberi kesempatan siswa untuk melatih
pengetahuan dan keterampilan mereka. Siswa membuat pertanyaan sendiri
30
sehingga akan merasa lebih terdorong untuk belajar dan menjawab
pertanyaan yang dibuat oleh teman-teman sekelasnya. Adapun langkah-
langkah dalam teknik salam dan soal ini adalah:
1). guru membagi siswa dalam kelompok berempat dan setiap kelompok
ditugaskan untuk menuliskan beberapa pertanyaan yang akan dikirim
untuk kelompok lain.
2). kemudian, masing-masing kelompok mengirimkan satu utusan yang
akan menyampaikan salam dan soal dari kelompoknya
3). setiap kelompok mengerjakan soal kiriman dari kelompok lain
4). setelah selesai, jawaban masing-masing kelompok dicocokan dengan
jawaban kelompok yang membuat soal.
e. Kepala bernomor
Teknik belajar kepala bernomor atau Numbered Head Together
dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992), merupakan teknik yang
memberikan kesempatan pada siswa untuk saling memberikan ide-ide dan
mempertimbangkan jawaban yang tepat dan juga mendorong semangat
kebersamaan mereka. Adapun langkah-langkah dalam teknik kepala
bernomor ini adalah:
1). siswa dibagi dalam kelompok dan setiap siswa dalam setiap kelompok
mendapat nomor.
2). guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok
mengerjakannya.
31
3). kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan
memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawaban ini.
4). guru memanggil salah satu nomor. Siswa dengan nomor yang
dipanggil melaporkan hasil kerja sama mereka.
f. Kepala bernomor terstruktur
Teknik belajar Kepala bernomor terstruktur ini merupakan
modifikasi kepala bernomor yang dipakai oleh Spencer Kagan dengan
tujuan untuk mempermudah pembagian tugas. Sehingga siswa belajar
melaksanakan tanggung jawab pribadinya dalam keterkaitannya dengan
kelompoknya.
g. Dua tinggal dua tamu (Two Stay Two Stray)
Two Stay Two Stray merupakan teknik belajar yang dikembangkan
oleh spencer Kagan (1992) yang bisa digunakan bersamaan dengan teknik
Kepala bernomor. Struktur Dua tinggal dua tamu (Two Stay Two Stray)
memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil informasi
denagn kelompok lainnya. Adapun langkah-langkah dalam teknik dua
tinggal dua tamu ini adalah:
1). siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil yang terdiri atas
empat orang
2). dua dari masing-masing kelompok akan meninggalkan kelompoknya
dan masing-masing bertamu kedua kelompok lain.
3). dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil
kerja dan informasi mereka kepada tamu mereka.
32
4). tamu mohon diri dan kembali ke kelompoknya masing-masing dan
melaporkan hasil temuan mereka.
5). kelompok mencocokan dan membahas hasil kerja mereka.
h. Keliling kelompok
Dalam kegiatan keliling kelompok, masing-masing anggota
kelompok mendapatkan kesempatan untuk memberikan kontribusi mereka
dan mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota yang lain. Adapun
langkah-langkah dalam teknik keliling kelompok ini adalah:
1). guru menyipkan satu kotak kecil berisi kancing-kancing.
2). setiap siswa dalam kelompok mendapatkan dua atau tiga buah
kancing.
3). setiap kali seorang siswa berbicara, dia harus menyerahkan salah satu
kancingnya.
4). jika kancingnya sudah habis, dia tidak boleh berbicara lagi sampai
kancing semua rekannya habis.
4. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Karakteristik pembelajaran kooperatif diantaranya:
a. Siswa bekerja dalam kelompok kooperatif untuk menguasai materi
akademis.
b. Anggota-anggota dalam kelompok diatur terdiri dari siswa yang
berkemampuan rendah, sedang, dan tinggi.
33
c. Jika memungkinkan, masing-masing anggota kelompok kooperatif
berbeda suku, budaya, dan jenis kelamin.
d. Sistem penghargaan yang berorientasi kepada kelompok daripada individu.
Selain itu, terdapat empat tahapan keterampilan kooperatif yang harus ada
dalam model pembelajaran kooperatif yaitu:
a. Forming (pembentukan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk
membentuk kelompok dan membentuk sikap yang sesuai dengan norma.
b. Functioning (pengaturan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk
mengatur aktivitas kelompok dalam menyelesaikan tugas dan membina
hubungan kerja sama diantara anggota kelompok.
c. Formating (perumusan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk
pembentukan pemahaman yang lebih dalam terhadap bahan-bahan yang
dipelajari, merangsang penggunaan tingkat berpikir yang lebih tinggi, dan
menekankan penguasaan serta pemahaman dari materi yang diberikan.
d. Fermenting (penyerapan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk
merangsang pemahaman konsep sebelum pembelajaran, konflik kognitif,
mencari lebih banyak informasi, dan mengkomunikasikan pemikiran untuk
memperoleh kesimpulan.
Cooperative learning merupakan pembelajaran yang cukup berhasil pada
kelompok-kelompok kecil, di mana pada tiap kelompok tersebut terdiri dari siswa-
siswa dari berbagai tingkat kemampuan, melakukan berbagai kegiatan belajar
untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang materi pelajaran yang sedang
dipelajari. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk tidak hanya belajar
34
apa yang diajarkan tetapi juga untuk membantu rekan rekan belajar, sehingga
bersama-sama mencapai keberhasilan. Semua siswa berusaha sampai semua
anggota kelompok berhasil memahami dan melengkapinya.
5. Unsur Dasar Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Menurut Ibrahim (2007), unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif
sebagai berikut:
a. siswa dalam kelompok haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup
sepenanggungan bersama.
b. siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu didalam kelompoknya,
c. siswa haruslah melihat bahwa semua anggota didalam kelompoknya
memiliki tujuan yang sama.
d. siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara
anggota kelompoknya.
e. siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan penghargaan yang juga akan
dikenakan untuk semua anggota kelompok.
f. siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan
untuk belajar bersama selama proses belajarnya, dan
g. siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi
yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Berdasarkan pendapat diatas, dapat diartikan bahwa dalam pembelajaran
kooperatif perlukannya unsur-unsur dasar pembelajaran di atas sehingga suatu
35
pembelajaran dapat dikatakan sebagai pembelajaran kooperatif apabila setidak-
tidaknya sudah mencakup unsur-unsur di atas.
B. Word Square
Menurut Laurence Urdang (1968) Word Square is a set of words such that
when arranged one beneath another in the form of a Square the read a like
horizontally, artinya Word Square adalah sejumlah kata yang disusun satu di
bawah yang lain dalam bentuk bujur sangkar dan dibaca secara mendatar dan
menurun. Word Square menurut Hornby (1994) adalah sejumlah kata yang
disusun sehingga kata-kata tersebut dapat dibaca ke depan dan ke belakang.
Word Square adalah salah satu alat bantu pembelajaran berupa kotak-kotak kata
yang berisi kumpulan huruf. Pada kumpulan huruf tersebut terkandung konsep-
konsep yang harus ditemukan oleh siswa sesuai dengan pertanyaan yang
berorientasi pada tujuan pembelajaran. Metode pembelajaran kooperatif yang
divariasikan dengan Word Square berarti suatu cara mengajarkan materi
pelajaran dengan mengajak siswa mengisi Word Square.
Model Word Square dalam penelitian ini divariasikan ke dalam
pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) dimana siswa di bagi ke dalam
kelompok-kelompok kecil yang terdiri atas empat sampai lima orang yang
diharuskan untuk mengisi Word Square, yang merupakan kumpulan huruf yang
mengandung konsep-konsep yang harus ditemukan oleh siswa sesuai dengan
pertanyaan yang berorientasi pada tujuan pembelajaran.
Pendapat ini merujuk pada pendapat Roger dan David Johnson dalam (Lie
2007:31) yang mengkategorikan bahwa pembelajaran kooperatif itu terdiri atas 5
36
unsur model pembelajaran gorong-royong yang dapat divariasiakan dengan
pembelajaran kooperatif adapun unsur-unsut tersebut, yaitu:
a. Saling ketergantungan pasif
b. Tanggungjawab perseorangan
c. Tatap muka
d. Komunikasi antar anggota,dan
e. Evaluasi proses kelompok
Adapun langkah operasional yang akan diterapkan dalam pembelajaran
kooperatif melalui metode Word Square adalah sebagai berikut:
Siswa diberikan lembar kegiatan kemudian menjawab soal dan mengarsir huruf
dalam kotak sesuai jawaban.
Langkah-langkah:
a. Guru menyampaikan materi sesuai kompetensi.
b. Guru membagikan lembar kegiatan sesuai contoh.
c. Siswa disuruh menjawab soal kemudian mengarsir huruf dalam kotak sesuai
jawaban.
d. Berikan poin setiap jawaban dalam kotak.
Jadi, model Word Square disini dapat dikatakan sebagai model
pembelajaran yang mempergunakan kotak-kotak sebagai media yang didalamnya
terdapat kata-kata baik itu vertikal, horizontal maupun diagonal yang merupakan
jawaban dari pertanyaan yang di kemukakan.
37
C. Prestasi Belajar
1. Belajar
Belajar merupakan aktivitas yang dilakukan antara guru dan siswa. Dalam
proses pembelajaran, guru mengharapkan adanya perubahan yang didapat oleh
siswa. Perubahan yang dimaksudkan di sini adalah perubahan perilaku dan juga
kecakapan siswa. Pernyataan ini senada dengan pendapat yang dikutip oleh Aris.
T dari Soemadi (1984 : 253) yang mengatakan bahwa :
a. belajar itu membawa perubahan (perubahan perilaku, baik aktual maupun
potensial),
b. perubahan pada pokoknya adalah didapatkannya kecakapan baru,
c. perubahan itu terjadi karena usaha (dengan sengaja).
Jadi di sini, setelah siswa mengalami proses pembelajaran di dalam kelas,
siswa diharapkan mengalami perubahan dalam kepribadian maupun tingkah laku
baru yang mungkin berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, kemampuan,
pemahaman konsep, dan meningkatnya prestasi belajar.
2. Prestasi Belajar
Prestasi belajar berasal dari dua kata yaitu ”prestasi “ dan “belajar”. Kata
prestasi berasal dari bahasa Belanda yaitu prestatie, kemudian dalam bahasa
Indonesia menjadi prestasi yang berarti hasil usaha (Zaenal Arifin, 1988:2).
Menurut Widodo (2002:594), prestasi adalah hasil yang telah dicapai, sedangkan
menurut Muchtar Bukhari (1984:154), prestasi adalah hasil yang telah dicapai
atau hasil yang sebenar-benarnya dicapai.
38
Para ahli yang merumuskan definisi prestasi belajar dari sudut pandang
yang berbeda. Prayitno (1973:35) mengartikan prestasi belajar sama dengan hasil
belajar yaitu sebagai sesuatu yang diperoleh, dikuasai atau merupakan hasil dari
adanya proses belajar. Menurut Sudjana (1990:22) prestasi belajar merupakan
kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman
belajar.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, prestasi belajar dapat diartikan
merupakan kemampuan yang dimiliki siswa setelah melalui pengalaman. Istilah
prestasi belajar menunjukkan kepada gambaran keberhasilan seseorang dalam
upaya mengoptimalkan kemampuan yang dimilikinya melalui suatu kegiatan
pembelajaran.
Prestasi belajar adalah, penilaian usaha kegiatan belajar yang dinyatakan
dalam bentuk angka, huruf atau simbol yang dapat mencerminkan hasil yang
dicapai oleh siswa dalam periode tertentu. (tersedia di
http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi/psikologi/hubungan-antara-kecerdasan-
emosional-dengan-prestasi-belajar-pada-siswa-kelas-ii-smu-lab-school-jakar).
Senada dengan pendapat tersebut, Tu’u (2004:75) mengemukakan bahwa
prestasi merupakan hasil yang dicapai seseorang ketika mengerjakan tugas atau
kegiatan tertentu. Prestasi akademik adalah hasil belajar yang diperoleh dari
kegiatan pembelajaran di sekolah atau di perguruan tinggi yang bersifat kognitif
dan biasanya ditentukan melalui pengukuran dan penilaian. Sementara prestasi
belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan
39
oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka yang
diberikan oleh guru.
Prestasi belajar adalah hasil yang didapatkan oleh siswa berdasarkan
kemampuannya dalam menguasai materi pelajaran yang diberikan oleh guru di
dalam kelas. Dalam arti yang lain, prestasi belajar merupakan suatu tingkat atau
keberhasilan siswa dalam menyelesaikan proses pembelajaran. Ru’yatul Hilal
yang mengutip pendapat Best (1983 : 193) menyatakan bahwa prestasi belajar
adalah nilai yang diberikan oleh guru terhadap hal-hal yang harus dikuasai oleh
siswa, dalam hal ini kondisi penguasaan materi pelajaran yang diajukan kepada
siswa. Dari pendapat Best ini, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar
merupakan nilai/hasil akhir yang diperoleh siswa berdasarkan evaluasi yang
diberikan oleh guru di dalam kelas.
Dalam hal memberikan sebuah penilaian, guru tentunya merupakan pihak
yang memegang kendali utama dalam menentukan prestasi yang dicapai siswa
berdasarkan beragam evaluasi yang dilakukannya. Berkaitan dengan hal ini,
Usman Uzer (1999 : 74-103) mengutip pendapat Turney, mengungkapkan 8
keterampilan dasar mengajar yang harus dikuasai oleh guru pengajar. 8
keterampilan mengajar tersebut di antaranya :
a. Keterampilan bertanya (questioning skills),
b. Keterampilan memberi penguatan (reinforcement skills),
c. Keterampilan mengadakan variasi (variations skills),
d. Keterampilan menjelaskan (explaining skills),
40
e. Keterampilan membuka dan menutup pelajaran (set induction and
closure),
f. Keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil,
g. Keterampilan mengelola kelas, dan
h. Keterampilan mengajar perseorangan.
Keterampilan-keterampilan ini harus dapat dikuasai oleh seorang guru
agar pembelajaran di dalam kelas dapat berjalan dengan baik dan efektif.
Beberapa keterampilan di atas, di antaranya keterampilan membimbing diskusi
kelompok kecil, dan juga keterampilan mengajar perseorangan amat berguna
ketika sedang diterapkan di dalam pembelajaran. Lewat keterampilan ini, guru
akan mampu menggali potensi yang dimiliki oleh siswa sehingga diharapkan
prestasi siswa tersebut dapat ikut terangkat.
a. Fungsi Prestasi Belajar
Adapun fungsi utama prestasi belajar menurut Ahmad Tafsir
(1999:40) adalah untuk mengetahui sejauhmana hasil pendidikan dapat
direalisasikan dan untuk mnengetahui kemampuan siswa dalam menguasai
bahan pengajaran yang telah diberikan. Menurut Nana Sudjana (2004:111)
bahwa fungsi prestasi belajar adalah untuk mengetahui tercapai tidaknya
tujuan pengajaran dan untuk mengetahui keefektifan proses belajar mengajar
yang telah diberikan oleh guru.
Senada dengan hal tersebut Eddy Soewardi Kartawidjaja (1987:6)
mengemukakan bahwa fungsi prestasi belajar adalah:
1). mengetahui taraf kesiapan siswa dalam menempuh pendidikan tertentu.
41
2). mengetahui seberapa jauh hasil yang telah dicapai dalam proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan.
3). untuk mengetahui penugasan bahan pelajaran oleh siswa dan untuk mengetahui taraf efisiensi metode mengajar yang dipergunakan dikelas.
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi
prestasi belajar bagi siswa adalah untuk mengetahui sejauhmana kemajuan
siswa setelah menyelesaikan aktivitas belajar dan sebagai alat untuk
memotivasi siswa agar lebih giat dalam belajar yang biasanya dalam bentuk
skor ataupun angka.
Dari beberapa ahli diatas juga dapat diasumsikan bahwa prestasi
belajar adalah suatu perubahan baik yang bersifat kognitif, afektif atau
psikomotorik yang dialami oleh siswa. Indikasi dari semua perubahan yang
dialami siswa dan memperoleh suatu kemampuan dalam belajar disebut
dengan prestasi belajar. Dengan terciptanya suatu prestasi belajar yang baik
seorang siswa mampu untuk mencapai tujuannya dalam belajar.
b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Secara umum, faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar
siswa dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: faktor internal dan faktor
eksternal (Ngalim Purwanto, 1990:107). Sedangkan Muhibbin Syah
(2002:132-139) berpendapat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
prestasi belajar, yaitu: faktor internal, faktor eksternal dan faktor pendekatan
belajar. Selain itu Abin Syamsudin Makmun (2004:165) menyatakan bahwa
faktor yang mempengaruhi prestasi belajar yaitu: hasil belajar yang
42
diharapkan (the expected out put, karakter siswa (raw input), sarana
(instrumental) dan lingkungan (environmental out put).
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, prestasi
belajar siswa dapat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi baik dari dalam
maupun luar. Dengan demikian, faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi
belajar ini penting dan harus diperhatikan agar prestasi belajar yang hendak
dicapai akan terlaksana dengan baik.
3. Hubungan Pembelajaran Kooperatif Model Word Square dengan
Prestasi Belajar
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, pembeajaran kooperatif
model Word Square diterapkan untuk melibatkan siswa untuk turut berpikir dan
juga merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk
bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur dengan
menggunakan model Word Square yang merupakan salah satu pembelajaran yang
di dalamnya terdapat unsur permainan, sehingga anak tidak merasa bosan dan
dapat menarik minat dan menambah motivasi belajar siswa sehingga prestasi
belajar akan meningkat.
Penerapan pembelajaran kooperatif model Word Square di dalam kelas
dapat dilakukan melalui dua pendekatan yakni pembelajaran small group dan juga
pemberian out-of-class assignment. Lewat dua pendekatan ini, diharapkan dua
keterampilan siswa akan tergali yaitu kemampuan berkomunikasi dan juga rasa
43
tanggung jawab terhadap tugas kelompok. Keterampilan berkomunikasi dalam
small group akan membantu siswa dalam menyatukan pendapat dan pikiran
sehingga pembelajaran dalam kelompok dapat meningkat. Begitupun pula dalam
out-of-class assignment, siswa akan memiliki tanggung jawab dalam mengerjakan
tugas yang diberikan sehingga dengan motivasi yang tinggi tersebut, tugas yang
dihasilkannya pun akan memiliki kualitas yang baik. Berkaitan dengan hal ini,
Sardiman A. M. dalam Aris. (2007 : 29) mengungkapkan hal yang serupa bahwa :
“Motivasi kognitif (cognitive motives) menunjuk pada gejala intrinsic, menyangkut kepuasan individual. kepuasan individual yang berada dalam diri manusia dan biasanya berwujud proses dan produk mental. Jenis motif seperti ini adalah sangat primer dalam kegiatan belajar di sekolah, terutama yang berkaitan dengan pengembangan intelektual.”
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, belajar merupakan aktivitas
yang dilakukan antara guru dan siswa dan dalam proses pembelajaran, setelah
siswa mengalami proses pembelajaran di dalam kelas, siswa diharapkan
mengalami perubahan dalam kepribadian maupun tingkah laku baru yang
mungkin berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, kemampuan, pemahaman
konsep, dan meningkatnya prestasi belajar.
Prayitno (1973:35) mengartikan prestasi belajar sama dengan hasil belajar
yaitu sebagai sesuatu yang diperoleh, dikuasai atau merupakan hasil dari adanya
proses belajar. Senada denga hal tersebut Sudjana (1990:22) menyatakan prestasi
belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah
menerima pengalaman belajar. Prestasi belajar merupakan hasil positif yang
didapat oleh peserta didik setelah melalui proses pembelajaran di sekolah.
44
Ru’yatul Hilal yang mengutip pendapat Best (1983 : 193)
memperkenalkan konsep ”test achievement” yaitu alat yang digunakan untuk
mengukur apa yang telah dipelajari oleh siswa, yaitu tingkat perfomance-nya yang
sekarang. Tes yang diberikan ini amat membantu untuk menentukan prestasi
belajar seseorang.
Di sinilah akan kita temukan keterkaitan antara pembelajaran kooperatif
model Word Square dengan konsep prestasi belajar. Melalui pembelajaran
kooperatif model Word Square kemampuan yang dimiliki oleh siswa akan tergali
sehingga pencapaian hasil belajar siswa akan bernilai secara maksimal yang
diharapkan pula akan meningkatkan prestasi belajar siswa.
Kegiatan belajar-mengajar dengan menggunakan pembelajaran kooperatif
model Word Square ini akan terus dipantau dan diharapkan dari satu tindakan ke
tindakan berikutnya akan terjadi peningkatan. Peningkatan kualitas belajar inilah
yang juga akan menjadikan prestasi belajar siswa akan meningkat.
D. Pembelajaran Sejarah
1. Pembelajaran
Pembelajaran sejarah terdiri dari dua konsep yang saling terpisah, yaitu
konsep ”pembelajaran” dan konsep ”sejarah”. Pembelajaran merupakan aktivitas
yang terjadi antara guru yang mengajar dan siswa yang belajar. Dalam Undang-
undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dikatakan
bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
45
Pembelajaran adalah upaya membelajarkan siswa dengan menggunakan
asas pendidikan maupun teori belajar merupakan faktor penentu utama
keberhasilan pendidikan. Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah
antara guru dan peserta didik. Konsep pembelajaran menurut Corey dalam Syaiful
Sagala (2005: 61) adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara
disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu
dalam kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu.
Senada dengan pendapat tersebut Sudidjo dan Siregar (2004: 4) mengatakan
pembelajaran adalah upaya menciptakan kondisi dengan sengaja agar tujuan
pembelajaran dapat dipermudah (facilitated) pencapaiannya. Sehingga,
pembelajaran tidak hanya ditujukan untuk mengembangkan pengetahuan, namun
juga sikap, tingkah laku, pengalaman, minat, penghormatan merupakan tujuan-
tujuan yang mesti dicapai pula.
Pembelajaran merupakan suatu proses dimana seseorang belajar mengenai
sesuatu dan mengalami perubahan setelah melakukannya. Proses pembelajaran
atau pengajaran kelas menurut Dunkin dan Biddle dalam Syaiful (2005: 63)
berada pada empat variabel interaksi yaitu (1) variabel pertanda atau pendidik (2)
variabel konteks atau peserta didik (3) variabel proses atau interaksi dan (4)
variabel produk atau perkembangan peserta didik. Pembelajaran merupakan suatu
proses interaksi dari dua variabel atau lebih sehingga menimbulkan perlakuan atau
kondisi baru. Dari pengertian ini dapat diartikan, pembelajaran adalah interaksi
yang terjadi antara guru dengan siswa di dalam kelas dengan menggunakan
sumber belajar.
46
2. Pembelajaran Sejarah
Banyak orang yang mengatakan dan mengartikan sejarah sebagai
pengalaman/kejadian/peristiwa yang berlangsung di masa lampau. Itu benar
adanya. Secara mikro, sejarah merupakan catatan pengalaman setiap individu.
Sedangkan secara makro, sejarah merupakan pengalaman kolektif kelompok atau
bangsa. Peristiwa merupakan bagian dari pengalaman manusia yang merupakan
produk pikirannya atau perasaannya atau juga perbuatannya yang sudah terjadi
dan dicatat atau masih teringat. Sjamsuddin (2001 : 121-122) mengemukakan
pendapatnya bahwa :
”Sejarah merupakan hasil rekonstruksi intelektual dan imajinatif sejarawan tentang apa yang telah dipikirkan, atau telah dirasakan, atau telah diperbuat oleh manusia sebagai individu maupun kelompok, berdasarkan atas rekaman-rekaman lisan, tertulis dan/atau peninggalan sebagai pertanda kehadirannya di suatu tempat tertentu pada suatu ketika tertentu”.
Berdasarkan pemaparan tersebut di atas, maka pembelajaran sejarah dapat
dikatakan sebagai sebuah proses yang bertujuan untuk mendorong siswa untuk
mendapat pengetahuan akan peristiwa di masa lampau, yang sarat akan
pengalaman, sehingga melalui pengetahuan akan pengelaman tersebut, akan
membawa perubahan tingkah laku dan mengembangkan diri secara utuh.
Pembelajaran sejarah bagi para siswa berperan untuk menumbuhkan kesadaran
sejarahnya, sehingga dapat memperkuat identitas diri melalui nilai-nilai yang
terdapat pada pengalaman di masa lampau.
Pembelajaran sejarah merupakan salah satu proses belajar yang memiliki
peran penting dalam membentuk kualitas siswa dari berbagai sisi. Pelajaran
sejarah sering diidentikkan sebagai mata pelajaran hapalan, namun hal tersebut
47
sebenarnya tidak perlu terjadi jika pembelajaran yang berlangsung di dalam kelas
dapat bermakna serta manfaat yang berarti bagi siswa melalui penanaman nilai-
nilai sejarah. Hal ini sesuai dengan pengertian sejarah yang diungkapkan
Depdiknas (2003: 1) bahwa sejarah adalah mata pelajaran yang menanamkan
pengetahuan dan nilai-nilai mengenai proses perubahan dan perkembangan
masyarakat Indonesia dan dunia dari masa lampau hingga kini.
Dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran sejarah, maka
pelaksanaan pembelajaran sejarah di lapangan harus mengalami perubahan. Hal
ini disebabkan metode yang selama ini digunakan adalah metode ceramah
tradisional yang menjadi metode utama dalam pembelajaran sejarah di rasa sudah
tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Selain itu metode ceramah tradisional
kurang mampu mengali potensi serta kemampuan siswa sebab hanya
menitikberatkan pada penyampaian fakta yang berkutat pada teori-teori besar
(Grand Theory) atau mengenai siapa, kapan, dan dimana (who, when, whch dan
where) saja melainkan, memaparkan bagaimana (how atau proses) dan mengapa
(why)-nya dari sebuah peristiwa sejarah. Diperlukan modifikasi yang kreatif agar
pembelajaran sejarah dapat meningkatkan kualitas peserta didik. Hal tersebut
didukung oleh pernyataan Ismaun (2001:10) berikut ini:
….pendidikan sejarah haruslah diperbaharui agar mampu menyiapkan para peserta didik mengantisipasi dan beradaptasi dengan lincah ke masa depan. Bukan saja kesadaran akan waktunya harus lebih diarahkan ke masa depan, tetapi juga sifat pengajarannya yang biasanya lebih bertumpu pada pengetahuan fakta belaka yang harus diganti dengan kegiatan belajar yang lebih menekankan aktivitas siswa dengan pendekatan keterampilan proses.