bab i pendahuluan -...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Nilai tukar mata uang rupiah terhadap US Dollar sangat fluktuatif dalam dua
belas tahun terakhir ini, dan puncaknya adalah saat terjadi krisis moneter pada
tahun 1998. Ketidakstabilan mata uang rupiah terhadap US Dollar ini tentu
menghasilkan dampak yang besar. Pihak yang paling besar merasakan dampaknya
adalah para praktisi bisnis atau pemilik perusahaan yang sering melakukan
kegiatan ekspor-impor. Sehingga tak heran jika masa-masa tersebut,
mengakibatkan banyaknya perusahaan di Indonesia yang mengalami
kebangkrutan. Sebab, jika suatu perusahaan mengimpor bahan baku yang
dibutuhkannya keluar negeri pada saat rupiah melemah, maka modal pokok yang
perlu di siapkan olehnya harus lebih besar dibandingkan modal pokok sebelum
melemahnya rupiah. Akibatnya perusahaan berupaya untuk menutupi dana
tambahan modal pokok, diantaranya dengan menaikan harga barang jadinya.
Namun strategi tersebut cenderung menimbulkan masalah baru, berupa turunnya
permintaan pasar barang, sehingga kerugian tetap tidak terelakkan.
Peramalan adalah salah satu alat penting dalam dunia bisnis. Salah satunya
adalah peramalan dalam mengamati fluktuasi nilai tukar mata uang rupiah
terhadap US Dollar yang pergerakannya sangat tidak menentu. Oleh karena itu,
sangat penting terutama bagi importir, untuk meramalkan nilai jual atau beli mata
2
mungkin timbul. Peramalan juga sangat diperlukan untuk meminimumkan resiko
ketidak pastian perkembangan fluktuasi mata uang yang cenderung berubah-ubah
setiap waktunya.
Pada skripsi ini, akan dilihat dan diikuti perkembangan nilai beli mata uang
US Dollar, dengan metode-metode peramalan yang sudah ada. Penggunaan
metode peramalan haruslah tepat untuk tiap kasusnya, agar memberikan hasil
peramalan yang akurat (mendekati kenyataan yang sebenarnya). Penulis akan
membandingkan dua metode peramalan, yang hasilnya akan dibandingkan
dengan data sebenarnya. Peramalan yang paling mendekati keadaan
sebenarnyalah yang nanti akan dipakai untuk meramalkan fluktuasi mata uang.
Dalam dunia peramalan, terdapat elemen-elemen yang sangat penting, yaitu:
• Masa yang akan datang
• Ketidakpastian
Penambahan jenis-jenis metode peramalan, tentu menimbulkan masalah
baru bagi para praktisi bisnis dalam hal bagaimana memahami karakteristik suatu
metode peramalan, sehingga metode yang ia pilih tersebut benar-benar merupakan
metode yang tepat bagi pengambilan keputusan untuk kasus tertentu. Dari
banyaknya metode peramalan yang tersedia, metode pemulusan (Smoothing) dan
metode peramalan deret berkala Box-Jenkins adalah diantaranya. Metode
pemulusan eksponensial ini sebenarnya terdiri dari banyak metode. Namun dalam
skripsi ini, penulis hanya menggunakan Metode pemulusan eksponensial ganda
dengan pendekatan metode linear satu-parameter dari Brown dan metode
3
pemulusan eksponensial ganda dengan pendekatan metode linear dua-parameter
dari Holt. Metode kedua yang penulis gunakan dalam skripsi ini adalah metode
peramalan deret berkala Box-Jenkins, yang sering diidentikkan dengan model
ARIMA (Auto Regressive Integrated Moving Average), karena George P. Box dan
Gwilym Jenkins (1976) inilah yang mempopulerkan model ARIMA ini.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, permasalahan dalam skripsi
ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimankah metode peramalan yang sesuai untuk data yang diambil
dengan menggunakan metode pemulusan eksponensial?
2. Bagaimanakah metode ARIMA yang sesuai untuk data yang diambil?
3. Diantara dua metode (metode pemulusan eksponensial yang terbaik dan
metode ARIMA), metode manakah yang paling baik untuk data yang ada?
4. Hari-hari apa saja dalam seminggu (kecuali Sabtu dan Minggu) yang
dianggap paling menguntungkan untuk membeli US Dollar?
1.3 Batasan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah yang sudah diuraikan, maka batasan
masalah dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Pengaruh yang ditimbulkan oleh situasi politik, sosial, dan ekonomi
diasumsikan konstan
4
2. Data nilai beli US Dollar yang akan diolah dalam studi kasus pada skripsi ini
adalah data empat bulan terakhir. Adapun periode yang diambil adalah dari
Bulan Maret 2007 sampai dengan Bulan Juni 2007
3. Data nilai beli US Dollar yang digunakan untuk analisis data harian dalam
studi kasus skripsi ini adalah data satu tahun. Adapun periode yang diambil
adalah dari Bulan Juli 2006 sampai dengan Bulan Juni 2007
1.4 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Dari hasil perumusan masalah diatas, maka penelitian ini memiliki tujuan
sebagai berikut:
1. Menentukan model yang sesuai untuk data yang diambil dengan
menggunakan metode pemulusan eksponensial dari Brown dan Holt
2. Menentukan model ARIMA yang sesuai untuk data yang diambil dengan
menggunakan metode peramalan deret berkala Box-Jenkins
3. Mencari metode yang paling baik untuk meramalkan nilai beli US-Dollar
4. Mencari hari-hari tertentu yang dianggap paling menguntungkan untuk
membeli US Dollar
Adapun beberapa manfaat diharapkan dari skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi penulis, dapat mengetahui metode yang cocok untuk meramalkan
fluktuasi mata uang
2. Bagi eksportir, dijadikannya metode peramalan terbaik yang kelak didapat,
secara luas, tidak hanya oleh kalangan eksportir, namun digunakan pula oleh
5
masyarakat umumnya, terutama untuk kalangan masyarakat yang hendak
menyekolahkan putra-putrinya ke Amerika Serikat
3. Bagi khasanah ilmiah, dapat lebih memahami pentingnya peramalan, yaitu
berupaya agar segala sesuatu yang telah direncanakan tidak meleset dari
kenyatannya
1.5 Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini memberikan penjelasan tentang latar belakang masalah,
rumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan kegunaan, dan
sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini menguraikan teori dan konsep yang berhubungan dengan
masalah yang diangkat dalam topik skripsi ini. Khususnya
konsep-konsep yang mendukung BAB III
BAB III PEMBAHASAN
Bab ini berisikan pembahasan utama dalam skripsi ini, yaitu
metode pemulusan eksponensial ganda dan metode peramalan
deret berkala Box-Jenkins.
6
BAB IV STUDI KASUS DAN PENGOLAHAN DATA
Pada bab ini akan dilakukan pengolahan data yang berkaitan
dengan masalah nilai beli US Dollar, dengan menggunakan
kedua metode peramalan diatas, kemudian dianalisa output hasil
peramalannya terhadap data aktual, sehingga dapat
membandingkan hasil akhir dari kedua metode tersebut, untuk
selanjutnya melihat mana yang merupakan metode peramalan
yang terbaik berkenaan dengan masalah diatas.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisikan kesimpulan dan saran hasil-hasil pengolahan
data serta analisa yang telah diperoleh di BAB IV, sehingga
tercapailah apa yang diharapkan dari tujuan penyusunan skripsi
ini, sebagaimana telah diuraikan dalam tujuan dan kegunaan
penelitian skripsi ini diatas.
7
BAB II
LANDASAN TEORI
Pada bab ini akan dikemukakan pengertian nilai tukar mata uang asing
yang berkaitan erat dengan permasalahan yang dibahas pada skripsi ini. Selain itu
dibahas juga teori-teori dasar yang akan digunakan pada bab-bab selanjutnya.
2.1 Pendahuluan
Sering terjadinya senjang waktu (time lag) antara kesadaran akan peristiwa
dengan kebutuhan mendatang peristiwa itu sendiri, adanya waktu tenggang (lead
time) ini merupakan alasan utama bagi perencanaan dan peramalan. Jika waktu
tenggang ini nol atau sangat kecil, maka perencanaan tidak diperlukan. Jika waktu
tenggang ini panjang dan hasil peristiwa akhir bergantung pada faktor-faktor yang
dapat diketahui, maka perencanaan dapat memegang peranan penting. Dalam
situasi seperti itu, peramalan diperlukan untuk menetapkan kapan suatu peristiwa
akan terjadi atau timbul, sehingga tindakan yang tepat dapat dilakukan
(Makridakis dan Wheelwright,1983: 3)
2.2 Tinjauan Ekonomi
2.2.1 Alasan Penggunaan Mata Uang Asing
Berikut ini beberapa alasan suatu negara, menggunakan mata uang asing
dalam proses transaksi jual-beli, terutama yang berkaitan dengan interaksi jual-
beli dengan negara lain, diantaranya:
8
1. Adanya forward market bagi mata uang negara-negara maju, tetapi tidak ada
pasar bagi negara-negara berkembang.
2. Kekhawatiran adanya devaluasi yang berakibat buruk baik pada investasi asing
maupun domestik.
3. Sering terjadinya perubahan nilai tukar mata uang negara yang sedang
berkembang, menyebabkan berkurangnya kepercayaan untuk memegang dan
menyimpannya.
4. Banyak negara-negara yang sedang berkembang, tidak mempunyai derajat
kesamaan dalam pengawasan terhadap tingkat harga dalam negeri.
Namun pengaitan mata uang suatu negara, khususnya negara berkembang
terhadap mata uang asing lain, tentunya bukan tanpa masalah. Terkadang negara
berkembang tersebut mengalami fluktuasi jangka pendek, ketika negara yang
mata uangnya dikaitkan oleh negara berkembang, mengalami hal tersebut.
Semakin kuat pengaitannya, akan mengakibatkan perubahan baik dalam nilai
tukar efektifnya, maupun harga mata uang lokal untuk ekspor dan impor. Apalagi
negara berkembang biasanya menggunakan mata uang asing lebih banyak
sebagai alat bayar dalam aktivitas ekspor-impornya pada negara asing tersebut.
Padahal tujuan awal suatu negara berkembang memegang uang internasional
adalah agar negara berkembang tersebut memiliki cadangan berupa devisa.
2.2.2 Pengertian Valuta Asing (Foreign Exchage)
Valuta asing (valas) diartikan sebagai mata uang asing dan alat
pembayaran lainnya yang digunakan untuk melakukan atau membiayai transaksi
9
ekonomi dan keuangan internasional atau luar negeri, adapun catatan kurs resmi
ada pada Bank Sentral atau Bank Indonesia.
Mata uang yang sering digunakan sebagai alat pembayaran dan kesatuan
hitung dalam transaksi ekonomi dan keuangan internasional disebut sebagai hard
currency, yaitu mata uang yang nilainya relatif stabil dan kadang-kadang
mengalami apresiasi atau kenaikan nilai terhadap mata uang lainnya. Hard
currency pada umumnya berasal dari negara-negara industri maju, seperti US
Dollar, Japan Yen, Denmark Mark, GB Pounsterling, France Franc, AUS Dollar.
Sedangkan soft currency adalah mata uang lemah yang jarang digunakan
sebagai alat pembayaran dan kesatuan hitung karena nilainya relatif tidak stabil
dan sering mengalami depresi atau penurunan nilai terhadap mata uang lainnya.
Soft currency ini pada umumnya berasal dari negara-negara yang sedang
berkembang, seperti Rupiah-Indonesia, Peso-Filipina, Bath-Tailand, dan Rupee-
India
Total valas yang dimiliki oleh pemerintah dan swasta dari suatu negara
disebut juga sebagai cadangan devisa. Cadangan tersebut dapat diketahui dari
posisi balance of payment (BOP) atau neraca pembayaran internasionalnya.
Makin banyak devisa yang dimiliki oleh pemerintah dan penduduk suatu negara,
maka makin besar pula kemampuan negara tersebut dalam melakukan transaksi
ekonomi dan keuangan internasional, serta makin kuat pula nilai mata uang
negara tersebut (Hamdy Hady, 2004: 24)
10
2.2.3 Teori Nilai Tukar
Winardi (1987:168) memberikan pengertian nilai tukar yaitu harga
persatuan sebuah valuta asing yang dinyatakan dalam satuan domestik. Robert D.
Tollison (1985:428) serta Roger A. Arnold (1996:478) memberikan pengertian
yaitu the price of one country’s currency stated in term of another. Paul A.
Samuelson dan William D. Nordhas (1992:450) menyatakan kurs (nilai tukar)
valuta asing yaitu harga mata uang asing dalam satuan mata uang domestik.
Nopirin (2000:163) menyatakan nilai tukar itu sebenarnya merupakan semacam
harga didalam pertukaran tersebut. Jadi nilai tukar rupiah terhadap US-Dollar
merupakan harga rupiah terhadap mata uang Amerika.
Nilai tukar merupakan faktor resiko yang harus diperhitungkan dalam
memperkirakan tingkat hasil portofolio di reksa dana (Institusi jasa keuangan
yang menerima uang dari pemodal yang kemudian menginfestasikan dana tersebut
dalam portofolio yang terdiversifikasikan pada efek/sekuritas). Semakin tinggi
fluktuasi nilai tukar suatu negara, mengindikasikan tingginya ketidakpastian nilai
tukar mata uang negara bersangkutan. Dengan demikian, investor harus
mempertimbangkan pula resiko nilai tukar tersebut. Resiko nilai tukar mata uang
merupakan faktor ketidakpastian yang dihadapi investor bila melakukan investasi
di pasar global. Pertukaran antara dua mata uang yang berbeda, akan terdapat
perbedaan nilai atau harga antara mata uang tersebut (Sadono Sukirno, 2002:358)
11
2.2.4 Mekanisme Bursa Valuta Asing (Valas)
2.2.4.1 Pendahuluan
Bursa atau pasar valas diartikan sebagai suatu tempat atau sistem dimana
perorangan, perusahaan, dan bank dapat melakukan transaksi keuangan
internasional dengan jalan melakukan pembelian atau permintaan (demand) dan
penjualan atau penawaran (supply) atas valas (Hamdy Hady, 2004: 25)
2.2.4.2 Tiga Prinsip Bursa Valas
Tiga prinsip pokok bursa valas adalah sebagai berikut:
1. Pengertian kurs jual dan beli selalu dilihat dari pihak bank atau money changer.
2. Kurs jual selalu lebih tinggi dari kurs beli atau sebaliknya kurs beli selalu lebih
rendah dari kurs jual.
3. Kurs jual/beli suatu mata uang (valas) adalah sama dengan kurs beli/jual dari
mata uang (valas) lawannya. Denga kata lain, kurs jual/beli US-Dollar sama
dengan kurs beli/jual IDR (menjual atau membeli rupiah)
(Hamdy Hady, 2004: 26)
2.2.4.3 Fungsi Bursa Valas
Fungsi bursa valas sebagai berikut:
1. Mempermudah pertukaran valas serta pemindahan dana dari suatu negara ke
negara lain.
2. Karena sering terdapat transaksi internasional yang tidak perlu segara
diselesaikan pembayaran atau penyerahan barangnya, maka pasar valas
12
memberikan kemudahan untuk dilaksanakannya perjanjian/kontrak jual-beli
atau kredit.
3. Memungkinkan dilakukannya hedging, yaitu tindakan pengusaha atau
pedagang valas untuk menghindari resiko kerugian atas fluktuasi nilai tukar
valas.
(Hamdy Hady, 2004: 26)
2.2.4.4 Penyebab Perbedaan Kurs Valas
Perbedaan kurs valas disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya:
1. Perbedaan antara kurs beli dan jual oleh pedagang valas, ataupun bank
2. Perbedaan kurs yang diakibatkan oleh perbedaan dalam waktu pembayaran.
2.3 Beberapa Ukuran Statistik yang Diperlukan
Beberapa ukuran statistik yang diperlukan dalam skripsi ini diantaranya:
2.3.1. Rataan hitung
Rataan hitung adalah jumlah pengamatan dibagi dengan banyaknya
pengamatan. Jika setiap pengamatan dipandang mempunyai suatu satuan masa
dan didistribusikan sepanjang sumbu (seperti dalam histogram), maka rataan
hitung ditempatkan pada sentroida atau pusat gravitasi distribusi itu (Wilfrid J.
Dixon dan Frank J. Massey, Jr.,1991:29)
Sehingga bila ada data X1, X2, X3,....., Xn, maka rataan hitung dinyatakan
sebagai: n
XXXXX n........321 +++
= atau biasa disingkat: n
XX
n
ii∑
== 1
13
2.3.2 Variansi
Secara sederhana Wilfrid J. Dixon dan Frank J. Massey (1991:34-35)
mendefinisikan variansi sebagai ukuran yang menunjukkan tersebarnya
pengamatan-pengamatan itu di sekitar rataan. Atau disebutkan pula sebagai
ukuran penyebaran atau variabilitas. Biasanya suatu ukuran penyebaran menjadi
besar jika pengamatan-pengamatan jauh dari rataan dan kecil jika dekat dengan
rataan.
Sepintas lalu, jumlah simpangan pengamatan dari rataan hitung ( )∑ − XX i
terlihat merupakan suatu ukuran yang baik untuk maksud ini. Tetapi pada
pemeriksaan lebih jauh nampak nilainya sama dengan nol. Misalnya, rataan
hitung bilangan 2, 3, 5, dan 8 adalah 4,5. Sehingga simpangan dari rataan adalah -
2,5; -1,5; 0,5; 3,5. Jumlah dari bilangan-bilangan tersebut adalah nol. Keberatan
ini dapat diatasi dengan mengkuadratkan simpangan itu sebelum dijumlahkan.
Sehingga variansi didefinisikan sebagai jumlah kuadrat simpangan pengamatan
dari X dibagi dengan jumlah pengamatan kurang satu. Dengan lambang XX −1
adalah simpangan pengamatan pertama dari rataan, XX −2 simpangan
pengamatan kedua dari rataan, dan sebagainya. Jadi variansi yang kita sajikan
dengan lambang 2s , didefinisikan sebagai
( ) ( ) ( ) ( )
11
...... 1
222
2
2
12
−
−=
−−++−+−=
∑=
N
XX
N
XXXXXXs
n
ii
n
Akan tetapi selanjutnya kita perlu membagi dengan N - 1, bukan dengan N,
dalam penggunaan 2s untuk berbagai peranannya dalam sejumlah metode
14
statistika. Banyak buku yang memperkenalkan 2s dan N, bukan N - 1, sebagai
penyebut dan kemudian menyesuaikan ini dengan mengalikannya dengan ( )1−N
N
jika dilakukan pengamatan sampel. Selanjutnya akan terlihat bahwa pengurangan
dengan 1 berhubungan dengan penggunaan X dalam pembilang
Untuk menyederhanakan perhitungan, rumus yang sering digunakan untuk 2s
adalah
( )2
2
2
1
ii
XX Ns
N
−=
−
∑∑
2.4 Dasar-dasar Peramalan Kuantitatif
2.4.1 Peramalan eksplanatoris dan Deret Berkala
Peramalan eksplanatoris mengasumsikan adanya hubungan sebab dan
akibat diantara input dengan output dari suatu sistem, seperti ditunjukkan pada
gambar (2.1)
Gambar (2.1) Hubungan Kausal atau Eksplanatoris
Sistem itu dapat berupa apa saja, misalnya ekonomi nasional, pasar suatu
perusahaan, atau rumah tangga. Menurut peramalan eksplanatoris, setiap
perubahan dalam input akan berakibat pada output sistem dengan cara yang dapat
Hubungan Sebab dan
akibat
Input Output
Sistem
15
diramalkan, dengan menganggap hubungan sebab dan akibat itu tetap. Tugas
pertama peramalan adalah menemukan hubungan sebab dan akibat dengan
mengamati output sistem (baik menurut waktu, maupun dengan mempelajari
contoh yang mewakili sistem serupa) dan menghubungkannya dengan input yang
bersangkutan. Sebagai contoh, orang mungkin ingin mencoba menentukan
hubungan sebab dan akibat dalam suatu sistem untuk meramalkan output seperti
GNP (Produk Bruto Nasional), penjualan perusahaan, atau pengeluaran rumah
tangga. Proses seperti ini jika dilakukan dengan benar akan memberikan taksiran
tentang jenis dan tingkat hubungan antar input dan output. Hubungan ini
kemudian dapat digunakan untuk meramalkan keadaan sistem yang akan datang,
dengan memberikan input yang telah diketahui untuk keadaan mendatang itu.
Penentuan dan penggunaan hubungan sebab akibat dapat digambarkan
dengan menggunakan hubungan fisika yang terkenal, yaitu hukum Boyle. Hukum
ini menyatakan:
NP
V= Θ ...( 2.1)
dengan
P adalah tekanan
N adalah jumlah volume
V adalah volume, dan Θ adalah faktor proporsi
Misalkan bahwa persamaan (2.1) diketahui, maka persamaan ini dapat
dipandang sebagai contoh dari gambar (2.1). Untuk setiap nilai input N dan V, dan
Nilai Θ , akan dihasilkan dari output P yang bersangkutan, yaitu tekanan.
16
Persamaan (2.1) mempunyai nilai peramalan, karena dengan input yang telah
diketahui, output-nya dapat diramalkan. Tak perlu dikatakan bahwa hubungan
kausal atau eksplanatoris di dunia nyata ini hampir tak terbatas jumlahnya. Namun
pertanyaan yang sangat penting bagi peramal adalah ada hubungan tertentu yang
dapat diramalkan.
Berbeda dengan sistem eksplanatoris, peramalan deret berkala
memperlakukan sistem sebagai kotak hitam (black box) dan tak ada usaha untuk
menemukan faktor yang berpengaruh pada perilaku sistem tersebut. Seperti
ditunjukkan pada gambar (2.2), sistem secara sederhana dipandang sebagai proses
bangkitan (generating process) yang tidak diketahui mekanismenya.
Gambar (2.2) Hubungan Deret Berkala
Terdapat dua alasan utama untuk memperlakukan sistem sebagai kotak
hitam. Pertama, sistem itu mungkin tidak mengerti, dan kalaupun hal itu
diketahui, mungkin sangat sulit untuk mengukur hubungan yang dianggap
mengatur perilaku sistem tersebut. Kedua, perhatian utamanya mungkin hanya
untuk meramalkan apa yang akan terjadi dan bukan mengetahui, mengapa hal itu
terjadi. Selama abad delapan belas, sembilan belas, dan dua puluh, sebagai
contoh, terdapat beberapa orang yang memperhatikan besarnya bintik hitam pada
Proses bangkitan
Input Output
Sistem
17
matahari. Pada saat itu sedikit diketahui tentang penyebab terjadinya bintik pada
matahari atau sumber energi matahari tersebut. Walaupun demikian,
kekurangtahuan ini tidak menghalangi para penyidik untuk mengumpulkan dan
menganalisis frekuensi terjadinya bintik pada matahari. Schuster (1906)
menemukan pola yang teratur mengenai besarnya bintik pada matahari, dan dia
serta beberapa orang lainnya dapat meramalkan kesinambungan tersebut melalui
analisis deret berkala.
Sering peramalan dapat menggunakan baik pendekatan kausal maupun
deret berkala. Kegiatan ekonomi, sebagai contoh dapat diramalkan dengan
menemukan dan mengatur hubungan GNP terhadap beberapa faktor yang
memengaruhinya, seperti kebijakan moneter dan fiskal, inflasi, pengeluaran
modal, dan impor serta ekspor. Hal ini merupakan bentuk hubungan dan
parameter yang berupa:
GNP = f( kebijakan moneter dan fiskal, inflasi,
pengeluaran modal, impor, ekspor ) ...( 2.2)
Telah diketahui bahwa besarnya GNP tidak berubah secara drastis dari
bulan ke bulan, atau bahkan dari tahun ke tahun. Jadi GNP bulan mendatang akan
bergantung pada GNP bulan sebelumnya, atau mungkin beberapa bulan yang lalu.
Berdasarkan hal ini, GNP dapat ditunjukkan sebagai berikut:
( )1 1 2 3, , , ....t t t t tGNP f GNP GNP GNP GNP+ − − −= ...( 2.3)
Dengan t adalah bulan ini
t + 1 adalah bulan mendatang
t - 1 adalah bulan yang lalu
18
t - 2 adalah dua bulan yang lalu
dan seterusnya
Persamaan (2.3) serupa dengan persamaan (2.2) kecuali faktor di ruas
kanan merupakan nilai sebelumnya dari faktor di ruas kiri. Pekerjaan peramalan
akan lebih mudah ketika persamaan (2.3) diketahui, karena tidak diperlukan nilai
input tertentu seperti persamaan (2.2). Namun masalah utama pada persamaan
(2.2) dan (2.3) adalah bahwa hubungan antara ruas kiri dan ruas kanannya harus
ditentukan dan diukur (Makridakis dan Wheelwright,1983:15-17)
2.4.2 Taksiran Kuadrat Terkecil
Karena hubungannya dengan ilmu pengetahuan alam dan fisika biasanya
bersifat pasti, maka hal ini sering disebut hukum. Sebagai contoh, persamaan (2.1)
akan selalu berlaku dalam kondisi tertentu. Hal yang sama berlaku pula untuk dua
hukum Kepler pertama tentang gerakan planet yang menetapkan dengan tepat
kedudukan planet sebagai fungsi dari waktu. Tetapi tingkat ketepatan yang tinggi
akan hilang bila kita beranjak dari sistem fisika atau ilmu alam ke sisi sosial.
Hubungan GNP pada persamaan (2.2) atau (2.3) tidak akan pernah pasti. Selalu
terdapat perubahan GNP yang tidak dapat diterangkan oleh variasi pada ruas
kanan persamaan (2.2) atau (2.3)
19
Gambar (2.3) Hubungan Eksplanatoris atau Kausal dengan Pengaruh Gangguan Random
Dengan demikian sebagian perubahan GNP akan tetap tidak teramalkan.
Oleh karena itu agar menjadi lengkap, maka gambar (2.1) dan (2.2) harus
dimodifikasi dengan memasukkan unsur random yang memengaruhi GNP. Hal ini
ditunjukkan dalam Gambar (2.3) dan (2.4). Persamaan (2.2) dan (2.3) harus
dimodifikasi juga untuk memasukkan unsur random, biasanya ditunjukkan dengan
u, untuk menerangkan sebagian perilaku sistem yang tidak dapat digambarkan
melalui hubungan kausal atau deret berkala.
GNP = f(kebijakan moneter dan fiskal, inflasi,
pengeluaran modal, impor, ekspor, u) (lihat ( 2.1)) ...( 2.4)
dan
( )1 1 2 3, , , ,....,t t t t t tGNP f GNP GNP GNP GNP u+ − − −= (lihat ( 2.2)) ...( 2.5)
Hal yang diamati sebagai keluaran sistem bergabung pada dua persoalan,
yang hubungan fungsionalnya mengatur sistem tersebut (untuk seterusnya akan
disebut pola) dan unsur random (atau kesalahan/galat). Sehingga
Data = Pola + Kesalahan ...( 2.6)
Hubungan Sebab dan
akibat
Input Output
Sistem
Pengaruh Random
20
Gambar (2.4) Hubungan Deret Berkala dengan Pengaruh Gangguan Random
Masalah kritis dalam peramalan adalah memisahkan pola dari komponen
kesalahan (galat), sehingga pola tersebut dapat digunakan untuk peramalan.
Prosedur umum untuk menduga pola hubungan, baik kausal maupun deret
berkala, adalah dengan mencocokkan suatu bentuk fungsional sedemikian rupa
sehingga komponen kesalahan pada persamaan (2.6) dapat diminimumkan. Salah
satu bentuk pendugaan ini adalah kuadrat terkecil. Pendekatan ini sudah lama
dilakukan (dikembangkan pertama kali oleh gauss pada tahun 1980-an) dan
merupakan pendekatan yang paling luas digunakan dalam statistika klasik. Istilah
kuadrat terkecil didasarkan pada kenyataan bahwa prosedur penaksiran ini
berusaha meminimumkan jumlah kuadrat kesalahan pada persamaan (2.6)
(Makridakis dan Wheelwright,1983:17-18)
Proses Bangkitan
Input Output
Sistem
Pengaruh Random
21
2.5 Pengukuran Kesalahan Peramalan
Jika iX merupakan data aktual untuk periode i dan Fi merupakan ramalan
(atau kecocokan/fitted value) untuk periode yang sama, maka kesalahan/galat
didefinisikan sebagai:
iii FXe −=
Arsyad (1999) juga menyebutkan bahwa salah satu cara untuk
mengevaluasi teknik peramalan adalah menggunakan penjumlahan kesalahan
absolut atau Mean Absolute Deviation (MAD) yang mengukur akurasi peramalan
dengan merata-ratakan kesalahan peramalan (nilai absolutnya). MAD ini sangat
berguna jika seorang analis ingin mengukur kesalahan peramalan dalam unit
ukuran yang sama dengan data aslinya.
Galat Rata-rata (Mean Error)
( )1
n
ii
X FME
n=
−=∑
Nilai Tengah Kesalahan Absolut (Mean Absolute Error)
1
n
ii
X FMAE
n=
−=∑
Nilai Tengah Kesalahan Kuadrat atau Mean Squared Error (MSE) merupakan
metode alternatif dalam mengevaluasi suatu teknik peramalan. Setiap kesalahan
atau galat dikuadratkan, kemudian dijumlahkan dan dibagi dengan jumlah
observasi.
22
Jumlah Kuadrat Kesalahan (Sum of Squared Error)
( )∑=
−=n
iii FXSSE
1
2
Nilai Tengah Kesalahan Kuadrat (Mean Squared Error)
( )
n
FXMSE
n
iii∑
=
−= 1
2
Deviasi standar kesalahan (Standard Deviation of Error)
( )1
1
1
n
i ii
SDE X Fn =
= −− ∑
Kadangkala lebih bermanfaat jika menghitung kesalahan peramalan
dengan menggunakan secara persentase daripada absolutnya. Nilai Tengah
Kesalahan Persentase atau Mean Absolute Percentege Error (MAPE) dihitung
dengan menemukan kesalahan absolut tiap periode, kemudian membaginya
dengan nilai observasi pada pariode tersebut dan akhirnya merata-ratakan
persentase absolutnya. Pendekatan ini sangat berguna jika ukuran variabel
peramalan merupakan faktor penting dalam mengevaluasi akurasi peramalan
tersebut. MAPE memberikan petunjuk seberapa besar kesalahan peramalan
dibandingkan dengan nilai sebenarnya dari deret data tersebut. MAPE juga dapat
digunakan juga untuk membandingkan akurasi dari teknik yang sama atau
berbeda pada deret data yang berbeda.
Kesalahan Persentase (Percentage Error)
%100xX
FXPE
t
iit
−=
23
Nilai Tengah Kesalahan Persentase Absolut (Mean Absolute Percentage Error)
∑=
=n
i
t
n
PEMAPE
1
Perlu juga untuk menentukan apakah suatu metode peramalan bias atau
tidak (secara konsisten tinggi atau rendah). Nilai Tengah Kesalahan Persentase
atau Mean Percentage Error (MPE) digunakan dalam kasus seperti ini. MPE
dihitung dengan cara memasukkan kesalahan tiap periode, kemudian membaginya
dengan nilai sebenarnya pada periode tersebut. Jika pendekatan peramalan
tersebut tak bias maka MPE akan menghasilkan persentase mendekati nol. Jika
hasil persentase negatifnya cukup besar, maka metode peramalan tersebut
menghasilkan peramalan yang terlalu tinggi, demikian sebaliknya.
Nilai Tengah Kesalahan Persentase (Mean Percentage Error)
1
nt
i
PEMPE
n=
=∑
Keputusan kita dalam memilih suatu teknik peramalan sebagian
tergantung pada apakah teknik tersebut menghasilkan kesalahan/yang bisa
dianggap kecil atau tidak.
2.6 Metode Perataan (Average)
Data masa lalu, dapat diratakan dalam berbagai cara. Dalam bagian ini
akan dibahas beberapa metode perataan yang berhubungan dengan pembahasan
skripsi ini. Diantaranya adalah rata-rata bergerak sederhana (simple moving
average), dan rata-rata bergerak ganda (double moving average). Semua kasus,
24
tujuannya adalah memanfaatkan data masa lalu untuk mengembangkan suatu
sistem peramalan pada periode mendatang.
2.6.1 Nilai Tengah (Mean)
Diberikan sekumpulan data yang meliputi N periode waktu terakhir:
dan ditentukan t titik data pertama sebagai “kelompok inisiasi” dan sisanya
sebagai “kelompok pengujian”
KELOMPOK INISIASI KELOMPOK PEN GUJIAN
Metode rata-rata sederhana adalah mengambil rata-rata dari semua data dalam
kelompok inisiasi tersebut
11
ti
ti
XX F
t +=
= =∑ ...( 2.7)
Sebagai ramalan untuk periode (t+1), kemudian bila data periode (t+1) tersedia,
maka dimungkinkan untuk menghitung nilai kesalahannya:
1 1 1t t te X F+ + += − ...( 2.8)
X1 , X2 ,X3….. ….., XN-1 ,XN
X1, X2, X3, ….. ,Xt
Xt+1, Xt+2….. ,XN
25
Untuk periode (t+2) keadaannya adalah
KELOMPOK INISIASI KELOMPOK PEN GUJIAN
Dalam kelompok data masa lalu terdapat satu lagi titik data, sehingga nilai rata-
ratanya yang baru adalah
( )1
21 1
ti
ti
XX F
t
+
+=
= =+∑ ...( 2.9)
Dan unsur kesalahan yang baru, jika telah tersedia, adalah
2 2 2t t te X F+ + += − ...( 2.10)
Peramalan sederhana, akan menghasilkan ramalan yang baik hanya jika
1. Proses yang mendasari nilai pengamatan tidak menunjukkan adanya trend.
2. Tidak menunjukkan adanya unsur musiman.
Dengan semakin banyak kelompok data masa lalu, maka nilai tengah
tersebut menjadi lebih stabil (menurut teori statistika dasar), dengan anggapan
proses yang didasarinya adalah stasioner. Banyak data yang perlu disimpan untuk
prosedur ini, tetapi kenyataannya hanya dua item yang perlu disimpan dengan
bergeraknya waktu.
Halangan utama dalam penggunaan metode sederhana ini adalah tidak
adanya deret berkala bisnis yang benar-benar didasarkan atas proses “konstan”.
Jika proses yang mendasari mengalami peningkatan (step function), maka nilai
X1, X2…… …. Xt,,Xt+1 Xt+2, Xt+3 …,XN
26
tengah yang digunakan sebagai ramalan untuk periode mendatang tidak dapat
menangkap adanya perubahan tersebut. Kata lain dari step function tersebut
adalah bahwa datanya mengalami perubahan mendadak pada suatu saat. Demikian
pula, jika deret data tersebut menunjukkan adanya trend dan musiman, nilai
tengah sebagai ramalan adalah tidak tepat
Secara umum rumus untuk beberapa nilai t disajikan pada tabel berikut ini
Waktu Yang Disimpan
dari Periode
Lalu
Input Pada
Waktu Ini
Output
t
t+1
t+2
.
.
.
t, Ft+1
t+1, Ft+2
.
.
.
X1, ......,Xt
Xt+1
Xt+2
.
.
.
11
ti
ti
XF
t+=
=∑
( )( )
1 1
2
.
2t t
t
t F XF
t+ +
+
+=
+
( )( )( )
2 2
3
1 .
3t t
t
t F XF
t+ +
+
+ +=
+
(Makridakis dan Wheelwright,1983:65-67)
2.6.2 Rata-rata Bergerak Tunggal (Single Moving Average)
Salah satu cara untuk mengubah pengaruh data masa lalu terhadap nilai
tengah sebagai ramalan adalah dengan menentukan sejak awal berapa jumlah nilai
observasi masa lalu yang akan dimasukkan untuk menghitung nilai tengah. Untuk
27
menggambarkan prosedur ini digunakan istilah rata-rata bergerak (moving
average) karena setiap muncul nilai observasi baru, nilai rata-rata baru dapat
dihitung dengan membuang nilai observasi yang paling tua dan memasukkan nilai
observasi yang terbaru. Rata-rata bergerak ini kemudian akan menjadi ramalan
untuk periode mendatang. Perhatikan bahwa titik data dalam setiap rata-rata tetap
konstan dan observasi yang dimasukkan adalah yang paling akhir.
Diberikan N titik data dan diputuskan untuk menggunakan t observasi
pada setiap rata-rata [yang disebut dengan rata-rata bergerak berorde t, atau bila
disingkat MA (t)], sehingga keadaannya adalah sebagai berikut:
KELOMPOK INISIASI KELOMPOK PEN GUJIAN
Waktu Rata-rata Bergerak Ramalan
t
1t +
2t +
1 2 .... tX X XX
t
+ + +=
2 3 1.... tX X XX
t++ + +=
3 4 2.... tX X XX
t++ +=
11
ti
ti
XF X
t+=
= =∑
1
22
ti
ti
XF X
t
+
+=
= =∑
2
33
ti
ti
XF X
t
+
+=
= =∑
X1 X2 ….. Xt
Xt+1….. XN
28
Dibandingkan dengan nilai tengah sederhana (dari semua data masa lalu)
rata-rata bergerak berorde t mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1. Hanya menyangkut t periode terakhir dari data yang diketahui.
2. Jumlah titik data dalam setiap rata-rata tidak berubah dengan berjalannya
waktu.
Tetapi metode ini juga mempunyai kelemahan sebagai berikut:
1. Metode ini memerlukan penyimpanan yang lebih banyak, karena semua t
observasi
terakhir harus disimpan, tidak hanya nilai tengahnya.
2. Metode ini tidak dapat menanggulangi dengan baik adanya trend atau musiman,
walaupun metode ini lebih baik dibanding rata-rata total.
Karena seorang peramal harus memilih jumlah periode (t) dalam rata-rata
bergerak, ada baiknya beberapa aspek dari pemilihan ini dikemukakan.
1. MA (1) yaitu rata-rata bergerak dengan orde 1. Nilai data terakhir yang
diketahui (Xt) digunakan sebagai ramalan untuk periode berikutnya (Ft+1 =
Xt). Contohnya adalah “ramalan harga jadi dari saham IBM besok adalah
harga jadi hari ini”. Metode ini dinamakan ramalan naif (NF1)
2. MA (4) untuk data kuartalan, rata-rata bergerak empat periode secara efektif
mengeluarkan pengaruh musiman (terutama jika pengaruh musiman ini
bersifat aditif), namun jika digunakan secara ramalan untuk periode
mendatang tidak akan dapat menyesuaikan unsur trend atau musiman itu
sendiri. Dalam keadaan ini MA (4) akan bermanfaat jika digunakan sebagai
29
rata-rata bergerak terpusat (centered), daripada sebagai ramalan, untuk
membantu memeriksa komponen dalam deret berkala.
3. MA (12). Sekali lagi, untuk data bulanan, metode ini menghilangkan pengaruh
musiman dari deret data dan bermanfaat dalam mendekomposisi deret menjadi
komponen trend atau musiman, dan lain-lain. Tetapi metode ini sendiri tidak
efektif jika digunakan sebagai alat peramalan untuk data yang menunjukkan
kecenderungan atau musiman.
4. MA (besar). Secara umum, makin besar orde dari rata-rata bergerak, yaitu
jumlah nilai data yang digunakan untuk setiap rata-rata, maka pengaruh
penghalusan data akan semakin besar. Jika digunakan sebagai ramalan, MA
(besar) tidak banyak memperlihatkan fluktuasi dalam deret data.
Secara aljabar, rata-rata bergerak (MA) dapat dituliskan sebagai berikut:
1 21
1
.... 1 tt
t ii
X X XF X
t t+=
+ + += = ∑
1
2 3 12
2
.... 1 tt
t ii
X X XF X
t t
++
+=
+ + += = ∑
Dengan membandingkan Ft+1 dapat dilihat bahwa Ft+2 perlu
menghilangkan nilai X1 dan menambahkan nilai Xt+1 begitu nilai ini tersedia,
sehingga cara lain untuk menulis Ft+2 adalah
( )2 1 1 1
1t t tF F X X
t+ + −= + − ...( 2.11)
Dapat dilihat pada persamaan tersebut bahwa setiap ramalan baru (Ft+2) hanya
merupakan penyesuaian dari ramalan satu periode sebelumnya (Ft+1). Penyesuaian
ini adalah (1/t) dari selisih antara Xt+1 dan X1. Jelaslah jika t merupakan suatu
30
angka yang besar, penyesuaian ini adalah kecil, sehingga rata-rata bergerak dari
orde tinggi menghasilkan ramalan yang tidak terlalu banyak berubah.
Sebagai ringkasan, suatu sistem peramalan MA (t) akan memerlukan t
nilai data yang disimpan pada suatu saat. Jika t adalah kecil (katakanlah 4), maka
keperluan penyimpanan tidak begitu berat walaupun untuk ribuan deret berkala
(katakanlah untuk inventory yang meliputi ribuan unit barang) hal ini dapat
menimbulkan masalah. Walaupun demikian, dalam prakteknya teknik rata-rata
bergerak sebagai prosedur peramalan tidak sering digunakan karena metode
pemulusan (smoothing) eksponensial, biasanya lebih baik (Makridakis dan
Wheelwright,1983:67-72).
2.6.3 Rata-rata Bergerak Ganda (Double Moving Average)
Dalam dua bagian sebelumnya telah dinyatakan bahwa kedua nilai rata-
rata (dari semua data masa lalu ) dan rata-rata bergerak (dari t nilai yang terakhir),
bila digunakan sebagai ramalan untuk periode mendatang, tidak dapat mengatasi
trend yang ada. Disini dijelaskan suatu variasi dari prosedur rata-rata bergerak
yang diinginkan untuk dapat mengatasi adanya trend secara lebih baik.
Untuk mengurangi kesalahan secara sistematis yang terjadi bila rata-rata
bergerak dipakai pada data berkecenderungan, maka dikembangkan metode rata-
rata bergerak linear (linear moving averages). Dasar metode ini adalah
menghitung rata-rata bergerak yang kedua. Rata-rata bergerak “ganda” ini
merupakan rata-rata bergerak dari rata-rata bergerak, dan menurut simbol
31
dituliskan sebagai MA (M X N) dimana artinya adalah MA M-periode, dari N-
periode.
Jadi prosedur peramalan rata-rata bergerak linier meliputi tiga aspek:
1. Penggunaan rata-rata bergerak tunggal pada waktu t (ditulis 'tS )
2. Penyesuaian, yang merupakan perbedaan antara rata-rata bergerak tunggal dan
ganda pada waktu t (ditulis ' ''t tS S− )
3. Penyesuaian untuk kecenderungan dari periode t ke periode t+1 (atau ke
periode
t + m jika kita ingin meramalkan m periode kedepan)
Penyesuaian 2, paling efektif bila trend bersifat linier dan komponen kesalahan
randomnya tidak begitu kuat. Penyesuaian ini efektif, karena adanya kenyataan
bahwa MA tunggal tertinggal (lags) dibelakang data yang menunjukkan trend
Prosedur rata-rata bergerak linier secara umum dapat diterangkan melalui
persamaan sebagai berikut:
' 1 2 1....t t t t Nt
X X X XS
N− − − ++ + += ...( 2.12)
' ' '
'' 1 2 1....t t t t Nt
S S S SS
N− − − ++ + += ...( 2.13)
( ) ''''''' 2 tttttt SSSSSa −=−+= ...( 2.14)
( )' ''2
1t t tb S SN
= −−
...( 2.15)
t m t tF a b m+ = + ...( 2.16)
Persamaan (2.12) mempunyai asumsi bahwa saat ini berada pada periode waktu t
dan mempunyai nilai masa lalu sebanyak N. MA (N) tunggal dituliskan dengan
32
'tS . Persamaan (2.13) menganggap bahwa semua rata-rata bergerak tunggal 'S
telah dihitung. Dengan persamaan (2.13) itu dapat dihitung rata-rata bergerak N-
periode dari nilai –nilai 'S tersebut. Rata-rata bergerak ganda dituliskan sebagai
( )''S . Persamaan (2.14) mengacu terhadap penyesuaian MA tunggal 'tS dengan
perbedaan ( )' ''t tS S− , dan persamaan (2.15) menentukan taksiran terhadap
kecenderungan dari periode waktu yang satu ke periode waktu berikutnya.
Akhirnya, persamaan (2.16) menunjukkan bagaimana memperoleh ramalan untuk
m periode kedepan dari t. Ramalan untuk m periode kedepan adalah dimana
merupakan nilai rata-rata yang disesuaikan untuk periode t titambahkan m kali
komponen kecenderungan .
Perhatikan bahwa bt mencakup faktor 2/(N-1) dalam persamaan. Faktor
ini muncul karena rata-rata bergerak N periode sebenarnya harus diletakkan di
tengah-tengah pada periode waktu (N+1)/2 dan rata-rata bergerak tersebut
dihitung pada periode waktu N (untuk rata-rata bergerak yang pertama),
menghasilkan perbedaan
33
1 1
2 2
N NN
+ −− = periode
Demikian pula, perbedaan waktu antara saat rata-rata bergerak dihitung
dan dimana hasilnya diletakkan dipusat, adalah (N – 1)/2 untuk sistem MA (N X
N) sehingga perbedaan ( )' ''t tS S− merupakan perbedaan untuk periode waktu (N –
1)/2, dan perbedaannya (atau trend-nya) per-periode adalah
( )' ''
( 1) / 2t tS S
N
−−
Atau
( )' ''2
( 1) t t tS S bN
− =−
...( 2.17)
(Makridakis dan Wheelwright,1983:72-76)
1 2 3 4 5 6 (Misalkan untuk N = 6)
MA (6) dihitung Pada periode
ini
MA seharusnya diletakkan di
tengah-tangah ini
Perbedaan adalah 1 6 1 5
2,52 2 2
Nperiode
− −= = =
34
2.6.4 Kombinasi Rata-rata Bergerak Lainnya
Kombinasi rata-rata bergerak dengan orde yang lebih tinggi dapat
dibayangkan mempunyai variasi yang tak terbatas. Metode rata-rata bergerak
linear yang dibahas pada bagian sebelumnya menggunakan orde yang sama, baik
untuk rata-rata bergerak tunggal ataupun ganda.
Hal yang perlu diperhatikan tentang semua prosedur rata-rata bergerak
adalah bahwa kesemuanya menunjukkan adanya pembobotan untuk nilai
pengamatan masa lalu. Hal ini penting untuk membandingkannya dengan metode
pemulusan (smoothing) eksponensial dan berbagai model linier umum lainnya.
Sebagai contoh, nilai rata-rata sederhana dari N observasi masa lalu,
menunjukkan bobot yang sama untuk semua N nilai data.
1 2
1 1 1.... NX X X X
N N N = + + +
...( 2.18)
(Bobot sama)
Hal ini tentu saja berlaku untuk semua sistem rata-rata bergerak tunggal.
Untuk rata-rata bergerak ganda bobotnya dapat ditentukan sebagai berikut:
Sebagai contoh, MA (3X3)
' 1 2 31 3
X X XS
+ +=
' 2 3 42 3
X X XS
+ +=
35
' 3 4 53 3
X X XS
+ +=
( )' ' '1 2 3''
1
1 2 3 4 5
31 2 3 2 1
9 9 9 9 9
S S SS
X X X X X
+ +=
= + + + +
...( 2.19)
(Bobot tidak sama)
Dalam metode rata-rata bergerak linear (LMA) ramalan untuk periode t+1
[ persamaan (2.15)] adalah
( )1
' '' ' ''
' ''
22
12 1
1 1
t t t
t t t t
t t
F a b
S S S SN
N NS S
N N
+ = +
= − + −−
+ = − − −
...( 2.20)
Jika N = 3, ramalan untuk periode t +1 menunjukkan bobot pada lima nilai masa
lalu sebagai berikut:
1 4 3 2 1
2 4 3 5 7
9 9 9 9 9t t t t t tF X X X X X+ − − − − = − + + + +
(Bobot tidak sama yang biasanya makin meningkat pada data yang paling akhir)
...( 2.21)
36
Kesimpulannya adalah bahwa rata-rata bergerak ganda, tripel, dan
kombinasi lainnya, secara otomatis memberikan bobot pada data masa lalu,
dimana bobot terbesar diberikan pada nilai yang terletak ditengah dari kelompok
data masa lalu. Seperti telah diketahui, rata-rata bergerak tersebut berguna untuk
pemulusan/smoothing (disamping sebagai ramalan) deret data dan akan lebih
sering digunakan sebagai rata-rata bergerak terpusat (centered). Tetapi bila
digunakan dalam konteks peramalan-seperti LMA-sistem pembobotannya lebih
ditekankan pada data yang paling baru.
2.7 Metode Pemulusan (Smoothing) Eksponensial Tunggal
Kasus yang paling sederhana dari pemulusan (smoothing) eksponensial
tunggal (SES) dapat dikembangkan dari (2.11), atau secara lebih khusus, dari
suatu variasi persamaan tersebut, yaitu sebagai berikut:
1t t N
t t
X XF F
N N−
+ = + +
...( 2.22)
Misalnya observasi yang lama t NX − tidak tersedia sehingga tempatnya
harus digantikan dengan suatu nilai pendekatan (aproksimasi). Salah satu
pengganti yang mungkin adalah nilai ramalan periode yang sebelumnya. Dengan
melakukan substitusi ini persamaan (2.22) menjadi persamaan (2.23), dan dapat
ditulis kembali sebagai (2.24):
1t t
t t
X FF F
N N+ = + +
...( 2.23)
37
Gambar (2.5) Pembobotan yang Diberikan Kepada Data
3
9
5
9
7
9
Waktu t t + 1
Rata-rata Bergerak Linear MA(3X3)
2
9 −
4
9 −
1
9
2
9
3
9
2
9
1
9
Waktu t t + 1
Rata-rata Bergerak Ganda MA(3X3)
1
5
1
5
1
5
1
5
1
5
t t + 1
Rata-rata Bergerak Tunggal (N = 5) Waktu
1
8
1
8
1
8
1
8
1
8
1
8
1
8
1
8
1
8
Waktu t t + 1
Nilai Tengah (N = 8)
38
Gambar (2.5) merupakan gambar pembobotan yang diberikan kepada data
masa lalu bila dilakukan peramalan pada waktu t untuk periode
mendatang, dengan menggunakan prosedur peramalan
1
1 11t t tF X F
N N+ = + −
...( 2.24)
(Perhatikan bahwa jika datanya stasioner, maka substitusi diatas
merupakan pendekatan yang cukup baik, namun bila terdapat trend
metode SES yang dijelaskan disini tidak cukup baik)
Dari persamaan (2.24) dapat dilihat bahwa ramalan ini (Ft + 1) didasarkan
atas pembobotan observasi yang terakhir dengan suatu nilai bobot (1/N) dan
pembobotan ramalan yang terakhir sebelumnya (Ft) dengan suatu bobot [1 –
(1/N)]. Karena N merupakan suatu bilangan positif, 1/N akan menjadi suatu
konstanta antara nol (jika N tak terhingga) dan 1 (jika N = 1). Dengan mengganti
1/N dengan α , persamaan (2.24) menjadi
( )1 1t t tF X Fα α+ = + − ...( 2.25)
Persamaan ini merupakan bentuk umum yang digunakan dalam
menghitung ramalan dengan menggunakan metode pemulusan eksponensial.
Metode ini banyak mengurangi masalah penyimpangan data, karena tidak perlu
lagi menyimpan semua data masa lalu atau sebagian daripadanya (seperti dalam
kasus rata-rata bergerak). Agaknya hanya observasi terakhir, ramalan terakhir, dan
suatu nilai yang harus disimpan.
39
Implikasi pemulusan eksponensial dapat dilihat dengan lebih baik bila
persamaan (2.25) diperluas dengan mengganti F dengan komponennya sebagai
berikut:
( ) ( )
( ) ( )1 1 1
2
1 1
1 1
1 1
t t t t
t t t
F X X F
X X F
α α α α
α α α α+ − −
− −
= + − + −
= + − + − ...( 2.26)
Jika proses substitusi ini diulangi dengan menggantikan 1−tF dengan
komponennya, 2−tF dengan komponennya, dan seterusnya, hasilnya adalah
persamaan (2.27):
( ) ( ) ( )( ) ( ) ( ) ( )
( ) ( )
2 3
1 1 2 3
4 5 1
4 5 1
1
1 1 1
1 1 .... 1
1
t t t t t
N
t t t N
N
t N
F X X X X
X X X
F
α α α α α α α
α α α α α α
α
+ − − −
−− − − −
− −
= + − + − + −
+ − + − + + −
+ −
...( 2.27)
Berikut ini disajikan contoh pembobotan observasi-observasi yang lalu untuk
berbagai nilai α . Diantaranya untuk α = 0,2 ; 0,4 ; 0,6; atau 0,8.
Bobot yang
Diberikan Pada:
α = 0,2
α = 0,4
α =0,6
α =0,8
Xt 0,2 0,4 0,6 0,8
Xt-1 0,16 0,24 0,24 0,16
Xt-2 0,128 0,144 0,096 0,032
Xt-3 0,1074 0,0384 0,0384 0,0064
Xt-4 (0,2)(0,8)4 (0,4)(0,6)4 (0,6)(0,4)4 (0,8)(0,2)4
40
Jika bobot ini di plot, dapat dilihat bahwa bobot tersebut menurun secara
eksponensial, dari sana nama pemulusan (smoothing) eksponensial muncul. (perlu
dikemukakan bahwa walaupun tujuannya adalah menemukan nilai α yang
meminimumkan MSE pada kelompok data pengujian, penaksiran yang terjadi
dalam pemulusan eksponensial adalah metode non-linier)
Cara lain untuk menuliskan persamaan (2.25) adalah dengan susunan sebagai
berikut:
( )1t t t tF F X Fα+ = + − ...( 2.28)
Secara sederhana
( )1t t tF F eα+ = + ...( 2.29)
Dimana et adalah kesalahan ramalan (nilai sebenarnya dikurangi ramalan) untuk
periode t. Dari dua bentuk Ft+1 ini dapat dilihat bahwa ramalan yang dihasilkan
dari SES secara sederhana merupakan ramalan yang lalu ditambah suatu
penyesuaian untuk kesalahan yang terjadi pada ramalan terakhir. Dalam bentuk ini
terbukti bahwa jika α mempunyai nilai mendekati 1, maka ramalan yang baru
akan mencakup penyesuaian kesalahan yang besar pada ramalan sebelumnya.
Sebaliknya, jika α mendekati 0, maka ramalan yang baru akan mencakup
penyesuaian yang sangat kecil. Jadi, pengaruh besar kecilnya α benar-benar
analog (dalam arah yang berlawanan) dengan pengaruh memasukkan jumlah
pengamatan yang kecil atau besar pada perhitungan rata-rata bergerak. Perlu juga
diperhatikan bahwa pemulusan (smoothing) eksponensial tunggal akan selalu
mengikuti setiap trend dalam data yang sebenarnya, karena yang dapat
41
dilakukannya tidak lebih dari mengatur ramalan mendatang dengan suatu
persentase dari kesalahan yang terakhir.
Persamaan (2.28) mengandung prinsip dasar dari umpan balik (feedback)
yang negatif, karena persamaan ini berperan sebagai proses kontrol yang
dilakukan oleh alat otomatis seperti termostat, pilot otomatis, dan sebagainya.
Kesalahan ramalan masa lalu dipakai untuk mengoreksi ramalan mendatang pada
arah yang berlawanan dengan kesalahan tersebut. Penyesuaian tersebut tetap
berlangsung sampai kesalahan dikoreksi. Prinsip ini sama dengan prinsip alat
pengendali otomatis yang mengarah kepada keseimbangan begitu terjadi
penyimpangan (kasalahan). Prinsip ini, yang tampaknya sederhana, memainkan
peranan yang sangat penting dalam peramalan. Jika digunakan secara tepat prinsip
ini dapat digunakan untuk mengembangkan suatu proses mengatur diri sendiri
(self-adjusting process) yang dapat mengoreksi kesalahan paramalan secara
otomatis.
Pemulusan eksponensial tunggal memerlukan sedikit penyimpangan data
dan perhitungan. Oleh karena itu, metode ini menarik jika diperlukan peramalan
untuk sejumlah besar item. Salah satu hal yang perlu diperhatikan berkaitan
dengan tahap inisialisasi SES. Sebagai contoh, untuk dapat memulai sistem
peramalan SES kita memerlukan F1 karena
( )2 1 11F X Fα α= + − ...( 2.30)
Karena nilai untuk F1 tidak diketahui, dapat digunakan nilai observasi pertama
(X1) sebagai ramalan pertama (F1 = X1) dan kemudian dilanjutkan dengan
menggunakan persamaan (2.25). Ini merupakan salah satu metode inisialisasi.
42
Kemungkinan lain adalah merata-ratakan empat atau lima nilai pertama dalam
kelompok data, dan menggunakan sebagai ramalan pertama. Perhatikan
persamaan (2.27) bahwa ramalan awal memainkan peranan dalam semua ramalan
selanjutnya. Suku terakhir pada persamaan (2.27) adalah
( ) ( )11N
t NFα − −− ...( 2.31)
Misalnya N = 5 dan 4−tF . Perhatikan persamaan berikut
( ) ( )( ) ( )
( )
2
1 1 2
3 4
3 4
5
4
1 1
1 1
1
t t t t
t t
t
F X X X
X X
F
α α α α α
α α α α
α
+ − −
− −
−
= + − + −
+ − + −
+ −
...( 2.32)
(Ramalan awal)
Jika α = 0,1 bobot untuk 4tF − adalah 0,59049
Jika α = 0,5 bobot untuk 4tF − adalah 0,03125
Jika α = 0,9 bobot untuk 4tF − adalah 0,00001
Jelaslah bahwa bila dipilih α yang kecil, maka nilai ramalan awal memainkan
peranan yang lebih berarti dibanding dengan menggunakan nilai yang besar.
Walaupun pemulusan (smoothing) eksponensial ini sederhana, namun metode
inipun mempunyai masalah. Salah satunya adalah dalam menentukan α yang
optimal. Apakah optimasi tersebut untuk meminimumkan MSE, MAPE, ataukah
ukuran yang lainnya. Misalkan ingin meminimumkan MSE. Tidak seperti nilai
tengah (mean), dimana minimisasi ini terjadi setiap kali dilakukan perhitungan
nilai tengah dari sekelompok angka, untuk pemulusan eksponensial minimum
43
MSE harus ditentukan melalui cara coba-coba atau salah (trial and error). Suatu
nilai dipilih, dihitung MSE pada kelompok pengujian, dan kemudian dicoba
yang lain. Lalu seluruh MSE tersebut dibandingkan untuk menemukan nilai α
yang memberikan minimum MSE (Makridakis dan Wheelwright,1983:79-84)
2.8 Pemulusan Eksponensial Tunggal dengan Pendekatan Adiptif
Metode peramalan SES merupakan spesifikasi nilai α dan telah
ditunjukkan bahwa ukuran MAPE dan MSE bergantung pada pemilihan ini.
Pemulusan eksponensial tunggal dengan tingkat respon yang adaptif (ARRSES)
memiliki kelebihan yang nyata atas SES dalam hal nilai α yang dapat berubah
secara terkenali, dengan adanya perubahan dala pola datanya. Karakteristik ini
tampaknya menarik bilamana beberapa ratus atau bahkan ribuan item perlu
diramalkan. ARRSES bersifat adaptif dalam arti bahwa nilai α akan berubah
secara otomatis bilamana terdapat perubahan dalam pola data dasar.
Persamaan dasar untuk peramalan dengan metode ARRSES adalah serupa
dengan persamaan (2.25) kecuali bahwa nilai α diganti dengan α
( ) ttttt FXF αα −+=+ 11 ...( 2.33)
dimana
t
tt M
E=+1α ...( 2.34)
( ) 11 −−+= ttt EeE ββ ...(2.35)
( ) 11 −−+= tt MeM ββ ...(2.36)
ttt FXe −= ...(2.37)
44
α dan β merupakan parameter antara 0 dan 1, serta menunjukkan nilai
absolut
Persamaan(2.34) menunjukkan bahwa nilai α yang dipakai untuk
peramalan periode (t + 2) ditetapkan sebagai nilai absolut dari rasio antara unsur
kesalahan yang halus (Et) dan unsur kesalahan absolut yang dihaluskan (Mt). Dua
unsur yang telah dihaluskan ini diperoleh dengan menggunakan SES seperti
ditunjukkan pada persamaan (2.35) dan (2.36)
Inisialisasi proses ARRSES sedikit lebih rumit daripada SES. Seperti telah
ditunjukkan (dalam catatan kaki) ARRSES seringkali terlalu responsif terhadap
perubahan dalam pola data (Makridakis dan Wheelwright,1983:85-86)
2.9 Beberapa Konsep Dasar dalam Analisis Deret Berkala
2.9.1 Stasioneritas dan Pengujian Stasioneritas Suatu Deret Berkala
Deret berkala stasioner adalah satu keadaan dimana semua dituntut berada
pada titik keseimbangan dengan suatu rata-rata bersama µ dan varians bersama
2σ . Deret berkala non-stasioner adalah suatu deret dimana kondisi rata-rata
bersama µ dan varians bersama tidak berada pada titik keseimbangan.
Contoh plots dari dua tipe deret berkala ditunjukkan dalam gambar (2.6) dan
gambar (2.7)
45
100908070605040302010
350
300
250
Index
C1
Gambar (2.6) Plot Deret Berkala Stasioner
Gambar (2.7) Plot Data Non-Stasioner
Deret berkala dinotasikan dengan xt (t = 1, 2, ....., T) baik untuk deret
berkala stasioner maupun non-stasioner. Untuk memudahkan, digunakan zt (t = 1,
2, 3, ....., T) yang akan digunakan untuk mengidentifikasi kestasioneran suatu
deret. Untuk keadaan dimana xt juga stasioner, maka zt = xt untuk setiap t. Mean
dari deret stasioner dinotasikan dengan µ , dimana µ menjadi nilai yang
diharapkan dari z.
Juga untuk memudahkan, deret
wt = zt - µ t = 1, 2, 3,...., T
46
Digunakan. wt adalah deret stasioner, tapi sekarang rata-rata dari w adalah nol. Ini
adalah deret yang digunakan kemudian, untuk memudahkan menggambarkan
berbagai macam tipe model peramalan, yang merupakan bagian dari model
ARIMA Box-Jenkins (Nicholas T. Thomopoulos,1980:216)
Bentuk visual dari suatu plot deret berkala seringkali cukup meyakinkan
para peramal (forcarter) bahwa data tersebut adalah stasioner atau tidak stasioner.
Demikian pula plot autokorelasi dapat dengan mudah memperlihatkan ketidak
stasioneran. Nilai-nilai autokorelasi dari data stasioner akan turun sampai nol
sesudah time-lag kedua atau ketiga, sedangkan untuk data yang tidak stasioner,
nilai-nilai tersebut berbeda signifikan dengan nol untuk beberapa periode waktu.
Apabila disajikan secara grafik, autokorelasi data yang tidak stasioner
memperlihatkan suatu trend searah diagonal dari kanan kekiri bersama dengan
meningkatnya jumlah time-lag (selisih waktu)
Adanya suatu trend (linier atau tidak linier) dalam data berarti bahwa
setiap nilai yang berturut-turut akan berkorelasi positif satu sama lainnya.
Autokorelasi untuk suatu time-lag r1, relatif akan besar dan positif. Autokorelasi
untuk dua time-lag juga akan relatif besar dan positif, tetapi tidak sebesar r1,
karena komponen kesalahan random telah dimasukan dua kali. Demikian pula,
secara umum, rk untuk data yang tidak stasioner akan relatif besar dan positif,
sampai nilai k menjadi cukup besar, sehingga komponen kesalahan random mulai
mendominasi autokorelasi (Makridakis dan Wheelwright,1983:351)
47
2.9.2 Model Stasioner
Dua tipe dasar dari model stasioner adalah model autoregressive (AR) dan
model moving average (MA). Kombinasi dari kedua model juga, mungkin
terbentuk, dan disebut sebagai model mixed autoregressive/ moving average atau
model campuran. Berbagai tipe dari kedua model tersebut ditunjukkan dengan
notasi (p,q), dimana p menunjukkan bilangan koefisien dalam model AR, dan q
menunjukkan bilangan koefisien dalam model MA (Nicholas T.
Thomopoulos,1980:216)
2.9.2.1 Model Autoregressive (p,0)
Didalam model AR, entri-entri wt yang sekarang wt barelasi secara linear
kepada p data sekarang yang lebih banyak, dan terhadap gangguan (noise) yang
tidak diketahui (at) dari relasi
tptpttt awwww ++++= −−− φφφ ......2211
Diberikan koefisien iφ (i = 1, 2, 3, ....., p) untuk menetapkan bobot untuk i entri
awal.
dan noise (at) adalah peristiwa random dengan mean nol dan varians 2σ .
Dua model yang biasa ditemukan diantaranya, model AR (1,0) dan AR (2,0)
(1,0): ttt aww += −11φ
(2,0): tttt awww ++= −− 2211 φφ
Kondisi penting yang harus diperhatikan adalah, dalam model AR (1,0) harus
terletak pada interval (-1<1φ <1). Sedangkan AR (2,0), dalam interval (-1<1φ <1),
48
( 1φ + 2φ <1), dan ( 1φ - 2φ <1). Daerah yang dimuat didalam batas tersebut disebut
sebagai daerah penerimaan.
Untuk model AR (1,0), jika wt = zt - µ , maka
( ) ttt azz ++−= −1111 φφµ
Sedangkan untuk model AR (2,0)
( ) tttt azzz +++−−= −− 2211211 φφφφµ
(Nicholas T. Thomopoulos,1980:217)
2.9.2.2 Model Moving Average (0,q)
Pada model moving average (MA), data sekarang (wt) berelasi ke q data
untuk satu periode kedepan kesalahan peramalan (at-1, at-2, ......, at-q) dan gangguan
(noise) sekarang at . Dirumuskan sebagai jtz −ˆ , suatu representasi peramalan satu
periode kedepan dari jtz − , maka
jtjtjt zza −−− −= ˆ untuk j =1, 2, ....., q
Sehingga modelnya menjadi
tqtqttt aaaaw +−−−−= −−− θθθ ......2211
dimana adalah jθ− pembobotan untuk j sesatan peramalan awal
Model MA (0,1) dan MA (0,2) keduanya biasa menjadi model bagi tipe
ini.
(1,0): ttt aaw +−= −11θ
(2,0): tttt aaaw +−−= −− 2211 θθ
49
Daerah penerimaan untuk model MA (0,1) adalah (-1<1θ <1) untuk dan untuk
model MA (0,2) adalah (-1<1θ <1), ( 1θ + 2θ <1), dan ( 1θ - 2θ <1)
Jika wt = zt - µ , maka MA (0,1) memberikan suatu relasi yang berkenaan
dengan zt , yaitu:
ttt aaz +−= −11θµ
Dengan cara yang sama untuk MA (0,2) diperoleh
tttt aaaz +−+−= −− 2211 θθµ
(Nicholas T. Thomopoulos,1980:216-218)
2.9.2.3 Model Mixed Autoregressive/ Moving Average atau Model Campuran
Dalam model campuran (ARMA), entri wt di berelasi terhadap p data yang
lebih banyak diterima (wt-1, wt-2, ......, wt-q), q data peramalan kesalahan yang lebih
banyak diterima (at-1, at-2, ......, at-q) dan gangguan (noise) at . Diberikan sebagai
berikut:
tqtqtptptt aaawww +−−−++= −−−− θθφφ ............ 1111
Model untuk tipe ini adalah model ARMA (1,1), menjadi
tttt aaww +−= −− 1111 θφ
Untuk model ini, daerah penerimaannya adalah (-1<1φ <1). dan (-
1< 1θ <1). Juga relasi yang berkenaan dengan zt, dengan mudah dapat ditentukan.
Yaitu:
( ) tttt aazz +−+−= −− 111111 θφφµ
(Nicholas T. Thomopoulos,1980: 218)
50
2.9.2.4 Fungsi Autokorelasi
Autokorelasi memberikan ukuran dari hubungan diantara entri-entri w1,
w2, w3,....., wt . Autokorelasi dengan lag-k periode waktu adalah hubungan antara
wt dan wt-k. Secara teoritik, nilainya dinotasikan denga kρ , dimana k = 1, 2, 3,
......, 10 =ρ , dan
(-1 ≤≤ 0ρ 1) untuk k >1
Fungsi autokorelasi menunjukkan suatu hubungan dari semua nilai kρ dari
rata-rata untuk semua nilai k. Fungsi autokorelasi ada untuk setiap model stasioner
yang digambarkan subbab sebelumnya. Fungsi ini [sesudah menggunakan
langkah kerja sebelumnya (2.9.2.1 – 2.9.2.3)] digunakan untuk mengidentifikasi
model yang sesuai untuk data derat berkala yang dipelajari.
Secara teoritik, fungsi autokorelasi untuk lima model yang telah diberikan
sebelumnya disajikan sebagai berikut:
(1,0): kk 1ρρ = ( 1≥k )
(2,0): 2
11 1 φ
φρ−
= , 2211 −− −= kkk aφρφρ ( 2≥k )
(0,1): 2
1
11 1 θ
θρ−−
= , 0=kρ ( 2≥k )
(0,2): ( )
22
21
211 1
1
θθθθρ
++−−
= , 22
21
21 1 θθ
θρ++
−= , 0=kρ ( 3≥k )
(1,1): ( )( )
112
1
11111 21
1
θφθθφφθρ
++−−
= , 11φρρ −= kk ( 2≥k )
(Nicholas T. Thomopoulos,1980:219-220)
51
2.9.2.5 Operator Backshift
Didalam teknik Box-Jenkins, sering digunakan prosedur matematika yang
disebut operator backshift (B). Operator backshift untuk entri yt, memberikan
hitungan entri bahwa dijadikan satu periode kedepan
Byt = yt-1
Dengan cara yang sama
B(B) yt = B2yt = yt-2
B(B) yt = B3yt = yt-3
Demikian juga seterusnya
Dengan menggunakan operator backshift, kelima model yang telah disinggung
sebelumnya, dapat ditulis sebagai berikut:
(1,0): ( )11 t tB w aφ− =
(2,0): ( )21 21 t tB B w aφ φ− − =
(0,1): ( )11t tw B aθ= −
(0,2): ( )21 21t tw B B aθ θ= − −
(1,1): ( ) ( )1 11 1t tB w B aφ θ− = −
(Nicholas T. Thomopoulos,1980:220)
2.9.2.6 Menghilangkan Ketidakstasioneran dalam Deret Berkala
Walaupun konsep sebelumnya dapat digunakan untuk deret berkala
stasioner, konsep-konsep tersebut mungkin saja secara luas digunakan untuk deret
non-stasioner dalam cara yang sederhana. Hal ini sangat menguntungkan dalam
52
mengubah deret berkala non-stasioner ke deret berkala stasioner dengan
menggunakan teknik penyelisihan (differencing) (Nicholas T.
Thomopoulos,1980:220), yaitu dengan membuat deret baru yang terdiri atas
perbedaan angka antara periode yang berturut-turut.
Untuk mendapatkan kestasioneran, dapat digunakan metode pembedaan
(differencing), yaitu dengan membuat deret baru yang terdiri atas perbedaan angka
antara periode yang berturut-turut:
'1t t tX X X −= − ...(2.38)
Deret baru 'tX , akan mempunyai n-1 buah nilai dan akan stasioner
apabila dari data awal Xt adalah linier (pada orde pertama).
Apabila autokorelasi dari data yang dibedakan pertama tidak mendekati
nol sesudah lag kedua atau ketiga, hal ini menunjukkan bahwa stasioneritas tidak
dicapai dan oleh karena itu perbedaan pertama dari data yang telah dibedakan
pertama dapat dilakukan dengan:
'' ' '1t t tX X X −= − ...(2.39)
Dinyatakan sebagai deret pembedaan orde kedua (second order difference).
Deret ini akan mempunyai n-2 buah nilai
Dengan mensubstitusikan (2.38) kedalam (2.39) akan diperoleh:
( ) ( )''
1 1 2
''1 22
t t t t t
t t t t
X X X X X
X X X X
− − −
− −
= − − −
= − +
Pencapaian stasioneritas dapat diturunkan menjadi pekerjaan yang agak
mekanis dengan melakukan pembedaan berturut-turut sampai nilai autokorelasi
mendekati nol didalam dua atau tiga lag. Dalam prakteknya, jarang diperlukan
53
perbedaan sampai melebihi perbedaan kedua, karena data asli pada umumnya
tidak stasioner dengan hanya satu atau dua tingkat (Makridakis dan
Wheelwright,1983:352-355)
Operator selisihnya dinotasikan dengan ∇ , dan ketika digunakan untuk
entri xt, hasil penyelisihannya adalah
1t t tx x x−∇ = −
Dangan cara yang sama,
( ) 1 1 22t t t t t tx x x x x x− − −∇ ∇ = ∇ − ∇ = − +
( )21 2 1 2 32 3 3t t t t t t t tx x x x x x x x− − − − −∇ ∇ = ∇ − ∇ + ∇ = − + +
Bilangan penyelisihan diperlukan untuk mengubah deret awal (yang tidak
stasioner) ke deret berkala stasioner, yang dinotasikan dengan d. Sehingga, jika
deret stasioner (zt) dihubungkan pada deret asal (xt), ditunjukkan oleh relasi
dt tz x= ∇
Dengan wt = zt - µ , dimana µ , adalah rata-rata dari z
Untuk memperjelas konsep penyelisihan, pertimbangkan entri xt yang
terdapat dalam tabel diberikut ini (untuk satu dan dua penyelisihan)
54
t xt tx∇ 2tx∇
1 8 - -
2 9 1 -
3 12 3 2
4 11 -1 -4
5 15 4 5
6 17 2 -2
7 20 3 1
8 25 5 2
9 31 6 1
10 34 3 -3
11 37 3 0
12 38 1 -2
(Nicholas T. Thomopoulos,1980:222)
2.9.2.7 Model Umum
Pada saat ini sangat memungkinkan untuk menetapkan model dalam suatu
definisi umum, dimana model berlaku baik untuk deret berkala stasioner, maupun
non-stasioner. Model tersebut dinotasikan dengan ARIMA (p,d,q), dimana p dan q
mempunyai kesamaan arti sebagaimana yang telah dijelaskan dipembahasan
sebelumnya, dan d menunjukkan suatu bilangan selisih yang diperlukan untuk
55
mendapatkan deret stasioner. Untuk semua situasi yang diperlukan, relasi
berikutnya dapat digunakan:
dt tz x= ∇
dan
wt = zt - µ
Sebagai contoh adalah model-model berikut:
(1,d,0): 1 1t t tw w aφ −= +
(2,d,0): 1 1 2 2t t t tw w w aφ φ− −= + +
(0,d,1): 1 1t t tw a aθ −= − +
(1,d,1): 1 1 1 1t t t tw w a aφ θ− −= − +
(Nicholas T. Thomopoulos,1980:222-223)
2.9.3 Faktor Musiman (Seasionality) dalam Suatu Deret Berkala
Musiman didefinisikan sebagai suatu pola yang berulang-ulang dalam
selang waktu yang tetap. Sebagai contoh, penjualan minyak untuk alat pemanas,
adalah tinggi pada musim dingin dan rendah pada musim panas yang yang
memperlihatkan suatu pola musim 12 bulan. Apabila pola tersebut konsisten, yang
tinggi memperlihatkan adanya pengaruh musiman. Apabila signifikansinya tidak
berbeda dari nol, ini akan memperlihatkan bahwa bulan-bulan didalam satu tahun
adalah tidak berhubungan (random) dan tanpa pola yang konsisten dari satu tahun
kepada tahun berikutnya. Data seperti ini bukanlah data musiman (seasional).
56
Untuk data yang stasioner, faktor musiman dapat ditentukan dengan
mengidentifikasikan koefisien autokorelasi pada dua atau tiga time-lag yang
berbeda secara signifikan dengan nol. Autokorelasi yang secara signifikan
berbeda dengan nol menyatakan adanya suatu pola dalam data. Untuk mengenali
adanya faktor musiman seseorang harus malihat pada autokorelasi yang tinggi
semacam ini.
Adanya faktor musim dapat dengan mudah dilihat didalam grafik
autokorelasi atau dilihat sepintas pada autokorelasi dari time-lag yang berbeda,
apabila hanya ini pola yang ada. Namun, hal ini tidaklah selalu mudah apabila
dikombinasikan dengan pola lain seperti trend. Semakin kuat pengaruh trend akan
semakin tidak jelas adanya faktor musim, karena secara relatif besarnya
autokorelasi yang positif merupakan hasil dari adanya ketidakstasioneran data
(adanya trend). Sebagai pedoman, data tersebut harus ditranformasikan ke bentuk
yang stasioner sebelum ditentukan adanya faktor musim (Makridakis dan
Wheelwright,1983:356-358)
57
BAB III
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dibahas materi yang menjadi inti pembahasan dalam
skripsi ini, yang akan menjadi sumber materi utama pada studi kasus yang diulas
pada bab selanjutnya.
3.1 Metode Pemulusan (smoothing) Eksponensial Ganda
Dengan cara analogi yang dipakai pada waktu berangkat dari rata-rata
bergerak tunggal ke pemulusan eksponensial tunggal, kita dapat juga berangkat
dari rata-rata bergerak ganda ke pemulusan eksponensial ganda. Analogi seperti
itu menarik karena salah satu keterbatasan dari rata-rata bergerak tunggal -yaitu
perlunya menyimpan N nilai terakhir- masih terdapat pada rata-rata bergerak
linier, kecuali bahwa jumlah nilai data yang diperlukan sekarang adalah 2N – 1.
Pemulusan eksponensial linier dapat dihitung hanya dengan tiga nilai data dan
satu nilai untuk α . Pendekatan ini juga memberikan bobot yang semakin
menurun pada observasi data masa lalu. Dengan alasan ini pemulusan
eksponensial linier lebih disukai daripada rata-rata bergerak linier sebagai suatu
metode peramalan dalam berbagai kasus utama.
58
3.1.1 Pemulusan (smoothing) Eksponensial Ganda dengan Metode Linier
Satu Parameter dari Brown
Dasar pemikiran dari pemulusan eksponensial linier dari Brown adalah
serupa dengan rata-rata bergerak linier, karena kedua nilai pemulusan tunggal dan
ganda pemulusan tunggal dan disesuaikan dengan trend. Persamaan yang dipakai
dalam implementasi pemulusan eksponensial linier satu parameter dari Brown
ditunjukkan pada persamaan (3.1) sampai dengan (3.5) dan aplikasinya disajikan
pada lampiran (3.1)
Hasil pada kolom (2) yang terdapat pada lampiran (3.1) didapat dari
pengerjaan dengan menggunakan persamaan
( )' '11t t tS X Sα α −= + − ...(3.1)
Hasil pada kolom (3) yang terdapat pada lampiran (3.1) didapat dari
pengerjaan dengan menggunakan persamaan
( )''' ' ''11t t tS S Sα α −= + − ...(3.2)
dimana 'tS adalah nilai pemulusan eksponensial tunggal dan ''
tS adalah nilai
pemulusan eksponensial ganda.
Hasil pada kolom (4) yang terdapat pada lampiran (3.1) didapat dari
pengerjaan dengan menggunakan persamaan
( )' ' ''' ' '''2t t t t t ta S S S S S= + − = − ...(3.3)
Hasil pada kolom (5) yang terdapat pada lampiran (3.1) didapat dari
pengerjaan dengan menggunakan persamaan
( )' '''
1t t tb S Sα
α= −
− ...(3.4)
59
Akhinya, hasil pada kolom (6) yang terdapat pada lampiran (3.1) didapat
dari pengerjaan dengan menggunakan persamaan
t m t tF a b m+ = + ...(3.5)
dimana m adalah jumlah periode ke muka yang diramalkan.
Perhitungan pada lampiran (3.1), yang merupakan perhitungan terhadap
data permintaan persediaan untuk suatu produk, didaftarkan nilai 0,2α = dan
ramalan untuk satu periode ke muka. Sebagai contoh, dalam periode 23 ramalan
untuk periode 24 adalah sebagai berikut:
( ) ( )'23 23 220,2 0,8 0,2 239 0,8 216,768 221,238S X S= + = + =
...[menggunakan (3.1)]
( ) ( )''' ' ''23 23 220,2 0,8 0,2 221,238 0,8 197,968 202,622S S S= + = + =
...[menggunakan (3.2)]
' '''23 23 232 239,855a S S= − = ...[menggunakan (3.3)]
( ) ( )' '''23 23 23
0,2 118,616 4,654
0,8 4b S S= − = = ...[menggunakan (3.4)]
Sehingga didapat
( ) ( )24 23 23 1 239,855 4,654 1 244,51F a b= + = + = ...[menggunakan (3.5)]
Ramalan untuk periode 25 adalah
( ) ( )25 24 24 1 252,246 5,514 1 257,76F a b= + = + =
dimana 24a dan 24b dihitung seperti sebelumnya.
Ramalan untuk periode 26 adalah
( ) ( )26 24 24 2 252,246 5,514 2 263,274F a b= + = + =
60
sementara itu ramalan untuk periode 30 akan menjadi
( ) ( )30 24 24 6 252,246 5,514 6 285,33F a b= + = + =
karena nilai yang tersedia paling akhir untuk a dan b berasal dari periode 24.
Agar dapat menggunakan persamaan (3.1) dan (3.2), nilai '1tS− dan ''
1tS− ,
harus tersedia. Tetapi pada saat t = 1, nilai-nilai tersebut tidak tersedia. Jadi nilai-
nilai ini harus ditentukan pada awal periode. Hal ini dapat dilakukan dengan
hanya menetapkan 'tS dan ''tS = tX atau dengan menggunakan suatu nilai rata-rata
dari beberapa nilai pertama sebagai titik awal.
Jenis masalah inisialisasi ini muncul dalam setiap metode pemulusan
eksponensial. Jika parameter pemulusan α tidak mendekati nol, pengaruh dari
proses inisialisasi ini dengan cepat menjadi kurang berarti dengan berlalunya
waktu. Tetapi, jika α mendekati nol, proses inisialisasi tersebut dapat memainkan
peranan yang nyata selama periode waktu ke muka yang panjang.
3.1.2 Pemulusan (smoothing) Eksponensial Ganda Dengan Metode Dua
Parameter dari Holt
Metode pemulusan eksponensial linier dari Holt pada prinsipnya serupa
dengan Brown kecuali bahwa Holt tidak menggunakan persamaan pemulusan
berganda secara langsung. Sebagai gantinya, Holt memuluskan nilai trend dengan
parameter yang berbeda dari parameter yang digunakan pada deret asli. Ramalan
dari pemulusan eksponensial linier Holt diperoleh dengan menggunakan dua
konstanta pemulusan (dengan nilai antara 0 dan 1) dan tiga persamaan:
61
Perhitungan pada kolom (4) digunakan persamaan
( )( )1 11t t t tS X S bα α − −= + − + ...(3.6)
Perhitungan pada kolom (5) digunakan persamaan
( ) ( )1 11t t t tb S S bγ γ− −= − + − ...(3.7)
Akhirnya, perhitungan pada kolom (6) digunakan persamaan
t m t tF S b m+ = + ...(3.8)
Persamaan (3.6) menyesuaikan tS secara langsung untuk trend periode
sebelumnya yaitu 1tb − , dengan menambahkan nilai pemulusan yang terakhir, yaitu
1tS− . Hal ini membantu untuk menghilangkan kelambatan dan menempatkan tS
ke dasar perkiraan nilai data saat ini. Kemudian persamaan (3.7) meremajakan
trend, yang ditunjukkan sebagai perbedaan antara dua nilai pemulusan yang
terakhir. Hal ini tepat karena jika terdapat kecenderungan didalam data, nilai yang
baru akan lebih tinggi atau lebih rendah daripada nilai sebelumnya. Karena
mungkin masih terdapat sedikit kerandoman, maka hal ini dihilangkan oleh
pemulusan dengan γ (gamma) trend pada periode terakhir ( )1t tS S−− , dan
menambahkannya dengan taksiran trend sebelumnya dikalikan dengan ( )1 γ− .
Jadi, persamaan (3.7) serupa dengan bentuk dasar pemulusan tunggal pada
persamaan (2.25) tetapi dipakai untuk meremajakan trend. Akhirnya persamaan
(3.8) digunakan untuk ramalan ke muka. Trend tb , dikalikan dengan jumlah
periode ke muka yang diramalkan m, dan ditambahkan pada nilai dasar tS .
Berdasarkan data yang ditunjukkan pada lampiran (3.1), lampiran (3.2)
menunjukkan penggunaan pemulusan linier dari Holt, terdapat deret data dengan
62
adanya trend. Perhitungan yang ada dapat digambarkan dengan pertama kali
melihat ramalan untuk periode 23, dengan menggunakan 0,2α = perhitungannya
diperoleh:
( )
( ) ( )22 22 21 210,2 0,8
0,2 242 0,8 233,11 5,43 239,23
S X S b= + +
= + + = ...[menggunakan (3.6)]
( )( ) ( )
22 22 21 210,3 0,7
0,3 239,23 233,11 0,7 5,43 5,63
b S S b= + +
= − + = ...[menggunakan (3.7)]
sehingga
( )23 22 22 1F S b= + ...[menggunakan (3.8)]
didapat
( )23 239,23 5,63 1 244,87F = + =
demikian pula ramalan untuk periode 24 adalah
( ) ( )23 0,2 239 0,8 239,23 5,63 243,70S = + + =
dan
( ) ( )23 0,3 243,70 239,23 0,7 5,63 5,28b = − + =
didapat
( )24 243,70 5,28 1 248,98F = + =
Akhirnya, ramalan untuk periode 25, 26, dan 30 adalah
( )25 252,39 6,30 1 258,69F = + =
( )26 252,39 6,30 2 264,99F = + =
( )30 252,39 6,30 6 290,19F = + =
63
Proses inisialisasi untuk pemulusan eksponensial linier dari Holt
memerlukan dua taksiran, yang satu mengambil nilai pemulusan pertama untuk
1S dan yang lain mengambil trend 1b . Untuk yang pertama pilih 1 1S X= .
Sedangkan taksiran trend kadang-kadang lebih merupakan masalah. Kita
memerlukan taksiran trend dari satu periode ke periode lainnya. Dengan beberapa
kemungkinan sebagai berikut:
1 2 1b X X= −
( ) ( ) ( )2 1 3 2 4 3
1 3
X X X X X Xb
− + − + −=
1b = taksiran kemiringan (slope) setelah data tersebut diplot
Bila data tersebut berkelakuan baik, hal ini tidak akan banyak menjadi masalah,
tetapi data persediaan pada tabel (3.2) menunjukkan penurunan (drop) yang
dramatis pada periode 3 ke periode 4. Jika perubahan ( )4 3X X− dimasukkan
kedalam taksiran kemiringan awal, maka sistem peramalan dalam jangka panjang
dapat mengatasi penurunan nilai yang besar tersebut bilamana keseluruhan trend-
nya meningkat.
3.2 Metode Deret Berkala Box-Jenkins
3.2.1 Tahap-tahap Analisis Deret Berkala Box-Jenkins
3.2.1.1 Pendahuluan
Ada beberapa tahapan dalam melakukan analisis deret berkala Box-
Jenkins:
64
1. Identifikasi Model
Pada tahap ini, akan dipilih model paling sesuai yang bisa mewakili deret
pengamatan. Identifikasi model dilakukan dengan membuat plot deret berkala.
Dengan plot deret berkala, kita dapat mengetahui pola data dan trend deret
pengamatan. Identifikasi model tidak hanya dilakukan dengan melihat plot data,
tetapi harus pula disertai dengan pengetahuan mengenai data yang akan dianalisis,
beserta ciri-ciri teoretik dari berbagai model pada proses ARIMA. Berdasarkan
plot data dan pengetahuan cukup mengenai data, model yang akan dibuat
diupayakan menggunakan parameter sesedikit mungkin, prinsip ini disebut prinsip
parsimoni.
2. Taksiran Model
Pada tahap ini, akan dipilih taksiran parameter pada model yang baik
(efisien). Dalam hal ini, penaksiran model dilakukan dengan metode kuadrat
terkecil atau metode maksimum likelihood.
3. Diagnosis Parameter pada Model
Model yang dibuat belum tentu sesuai dengan data yang dimiliki atau dengan
asumsi dari model yang dibuat. Oleh karena itu, perlu didiagnosis model yang
telah dibuat, untuk selanjutnya disesuaikan dengan hasil pengamatan.
jika model yang dibuat belum sesuai dengan data yang dimiliki atau
dengan asumsi model yang dibuat, maka ketiga tahapan diatas diulang sampai
model yang benar-benar sesuai, didapatkan. Setelah model dan koefisien sesuai
didapatkan, model tersebut digunakan untuk meramalkan.
65
3.2.2 Identifikasi
Untuk model-model deret berkala tertentu dalam mempertimbangkan
( )1 2 3, , ,..., tx x x x , tugas pertama peramal adalah mengidentifikasi model terbaik
yang menggambarkan deret tersebut. Hal ini diperlukankan untuk menentukan
estimasi dari parameter ( ), ,p d q dari suatu analisis data masa lalu.
Alat dasar penting yang digunakan untuk identifikasi ini adalah fungsi
autokorelasi. Untuk penyelisihan (difference) d, fungsi tersebut dinotasikan
dengan
( )kr d k = 0, 1, 2, 3, ..., K
dimana d = 0, 1, 2, 3, .... Nilai dari K tergantung dari jumlah data yang diperlukan
(T), yang tersedia dari data masa lalu, dengan menggunakan 1
4K T≤ .
Pada saat d = 0, autokorelasi dengan lag-k dinotasikan dengan
( )( )( )
( )1
2
1
0
N
t t kt k
k N
tt
x x x xr
x x
−= +
=
− −=
−
∑
∑ ...(3.9)
dimana
1
1 N
tt
x xT =
= ∑ ...(3.10)
untuk d = 1, maka 1t t tx x x−∇ = − dan
( )( )( )
( )∑
∑
=
+=−
∇−∇
∇−∇∇−∇=
N
tt
N
ktktt
k
xx
xxxxr
2
2
21 ...(3.11)
66
dimana
2
1
1
N
t tt
x xN =
∇ = ∇− ∑ ...(3.12)
dengan cara yang sama, untuk 2d ≥ pun dapat ditentukan.
Nilai d yang dipilih adalah yang terkecil hingga menghasilkan fungsi
autokorelasi yang menunjukkan sifat deret berkala stasioner. Dalam hal ini fungsi
autokorelasi akan menurun menuju nol. Adapun untuk deret nonstasioner,
fungsinya akan cenderung tertinggal dengan nilai-nilai yang tinggi untuk banyak
periode waktu.
Setelah mempunyai d yang dipilih, peramal memeriksa ( )kr d , k = 0, 1,
2, 3, ..., K, untuk mencari nilai (p,d) yang paling tepat. Hal ini diselesaikan dengan
membandingkan pergerakan fungsi ( )kr d dengan fungsi yang telah diketahui
( )kρ , untuk menentukan nilai p dan q. Pasangan terbaik yang telah terpilih dan
nilai yang sesuai dari p dan q, dipilih. Akhirnya model (p,d,q) teridentifikasi.
3.2.3 Taksiran Parameter pada Model (Fitting)
Setelah memiliki model yang teridentifikasi, langkah peramal selanjutnya
adalah mencari perkiraan untuk koefisien yang tidak diketahui dari φ dan θ yang
termuat dalam model. Estimasi ditunjukkan sebagai ( )1 1,......., , ,.......,p qφ φ θ θ) ) ) )
, yang
didapat dari metode kuadrat terkecil.
Deret yang digunakan ditingkat penyesuaian ini adalah penyelisihan d dari
deret asal.
67
dt tz x= ∇ ...(3.13)
dimana d ditentukan ditingkat identifikasi
Karena itu, barisan asal adalah
tx t = 1, 2, 3, ...., N
dan barisan dengan penyelisihan d adalah
tz t = d +1, d + 2, d + 3, ...., N
dimana
1
N
tt d
zz
T d= +=
−
∑ ...(3.14)
Untuk model ARIMA (1, d, 0), koefisien yang tidak diketahui ( )1φ
ditaksir dengan
12
1
N
tt d
t
zz
w= +
−
=∑
∑ ...(3.15)
dimana penyajian dimulai dari dari t = d + 2 ke N.
Pada model ARIMA (2, d, 1), koefisien 1φ dan 2φ ditaksir dengan
( )( )
2
1 2 2 12 2 2 2
1 2 1 2
1 2 2 11 2
1
t t t t t t t
t t t t
t t t t
t
w w w w w w w
w w w w
w w w w
w
φ
φφ
− − − −
− − − −
− − −
−
−=
−=
∑ ∑ ∑ ∑∑ ∑
∑ ∑∑
)
))
...(3.16)
hasilnya didapat dengan metode kuadrat terkecil.
Ketika model ARIMA (0, d, 1), (0, d, 2), dan (1, d, 1) sedang digunakan,
estimasi dari koefisien yang tidak diketahui, didapat dengan menggunakan metode
68
kuadrat terkecil non-linier. Ini adalah prosedur untuk mencari pemecahan secara
berulang-ulang.
Metode kuadrat terkecil nonlinier menjelaskan secara singkat taksiran
parameter pada model ARIMA (0, d, 1), dimana estimasi dari 1θ diperlukan.
Dipermulaan, nilai dari 1θ yang dipilih, sebutlah 01θ)
. Dengan ini, jumlah dari
kuadrat sisa
( ) ( )201 t tS w wθ = −∑) )
...(3.17)
ditentukan, dimana tw)
termuat dalam 01θ)
. Dengan hasil diatas, katakanlah 11θ)
dipilih. Sekarang jumlah kuadrat sisa
( ) ( )211 t tS w wθ = −∑) )
...(3.18)
dapat ditemukan, dimana tw)
termuat dalam 11θ)
. Proses ini berlangsung dalam
pencarian yang optimal, sampai koefisien yang ditemukan menghasilkan jumlah
kuadrat error sisa yang minimum. Hasil dari 1θ yang memberikan hasil ini
dinotasikan sebagai 1θ)
dan digunakan setelah fase peramalan.
3.2.4 Diagnosis Model
Fase selanjutnya pada model Box-Jenkins adalah memeriksa kecukupan
atau kesesuaian model. Pengecekan ini, menggunakan error sisa
t t te z z= − ) ...(3.19)
dimana tz)
adalah nilai yang disesuaikan dari tz . Model yang disesuaikan dengan
pantas, akan membuat error sisa ( te ) berdistribusi independen dengan rerata nol.
69
Keadaan ini telah teruji pada hasil pertama fungsi autokorelasi dari error
sisa. Untuk lag-k, autokorelasi adalah
( ) ( )
( )2t t k
k
t
e e e er
e e
−− −=
−∑∑
...(3.20)
dimana pembahasan terakhir dilakukan untuk nilai t pada error sisa yang diukur.
Rata-rata dari error adalah e dan harus tak berbeda secara signifikan dengan nol.
Pemeriksaan kecocokan model selanjutnya, digunakan persamaan
2 2
1
k
kk
n rχ=
= ∑ ...(3.21)
dimana
( )n T p q d= − + +
Nilai yang terdahulu dari 2χ (Chi-kuadrat) dibandingkan dengan nilai 2χ tabel
dengan derajat kebebasan ( )m K p q= − + . Hasil tabel ini digambarkan dengan
( )2mχ α , dimana α adalah peluang kejadian secara acak dari 2χ yang nilainya
melebihi nilai ( )2mχ α . Karena itu, dipilih α (katakanlah, α = 0.05). Kesesuaian
diterima apabila ( )2 2 0.05mχ χ≤ . Jika sebaliknya, maka kesesuaian dianggap
tidak memenuhi dan memungkinkan sembarang error sistematik termuat dalam
data. Pada keadaan seperti ini, peramal harus memeriksa ulang data yang telah
digunakan dalam tingkat identifikasi untuk menentukan apakah model lain lebih
pantas. Peramal bisa juga memeriksa sebuah pola autokorelasi dari error sisa.
Pada suatu keadaan tertentu, yaitu adanya nilai yang lebih besar (katakanlah, kor ),
70
hal ini mengindentifikasikan bahwa peramalan dengan lag-ko harus dimasukkan
kedalam model.
Cara untuk mendeteksi bahwa suatu error sisa tertentu bernilai tinggi
adalah dengan mengukur standar error dari autokorelasi. Standar error dari k
autokorelasi adalah
1
2
1
11 2
k
rk jj
S rK
−
=
= +
∑ k = 1, 2, …, K ...(3.22)
dimana K adalah bilangan autokorelasi yang terukur. Perkiraan 95% batas
ditentukan dengan 2 rkS± . Ketika kr terletak dalam batas-batas ini, autokorelasi
cukup (tidak berbeda secara signifikan dengan nol). Jika sebaliknya, maka
nilainya tinggi.
3.2.5 Peramalan
Setelah peramal merasa puas, dimana model yang didapat sesuai dengan
data yang ada, peramal boleh memulai untuk menggunakan hasil-hasil tersebut
untuk meramalkan data (entries) yang akan digunakan dari tx . Hal ini diperlukan
pertama kali untuk mengubah relasi yang ditemukan menggunakan entri tw untuk
menghubungkan himpunan dari relasi yang menggunakan entri awal dari deret
berkala ( tx ). Pengubahan tergantung bilangan penyelisihan (d) yang telah
diambil. Berikut ini adalah relasi antara tw dan tx
( )( )( )
1
1 2
0 :
1 :
2 : 2
t t
t t t
t t t t
d w x x
d w x x
d w x x x
−
− −
= = −
= = −
= = − +
71
Meramalkan persamaan untuk model ARIMA (1, d, 0), (2, d, 0), (0, d, 1),
(0, d, 2), dan (1, d, 1) dengan d = 0, 1, dan 2 terdaftar pada lampiran (3.3). Untuk
kemudahan, didaftarkanφ dan θ daripada φ)
dan θ)
. Pada tabel, entri Tx , 1Tx − ,
dan 2Tx − adalah tiga hasil yang paling sering muncul,sedangkan Ta dan 1Ta −
adalah error peramalan satu periode kedepan yang paling sering muncul.
Ditunjukkan dengan
( )
( )1
1 2
1
1
T T T
T T T
a x x
a x x
−
− −
= −
= −
)
)
dimana, x adalah rerata dari hasil awal tx .
Sebagai ilustrasi, dipilih model ARIMA (2, 1, 0), dengan 1 0,3φ = dan
2 0,6φ = − . Asumsi sejauh ini dimana T = 50, 50 95x = , 49 103x = , dan 48 98x = .
Menggunakan peramalan persamaan yang terdaftar pada lampiran (3.3),
peramalan untuk empat periode kedepan sebagai berikut:
( ) ( ) ( ) ( )( ) ( ) ( ) ( )( ) ( ) ( ) ( )( ) ( ) ( ) ( )
50
50
50
50
1 1.3 95 0,9 103 0,6 98 89,60
1 1.3 89,6 0,9 95 0,6 103 92,78
1 1.3 92,78 0,9 89,6 0,6 95 96,97
1 1.3 96,97 0,9 92,78 0,6 89,6 96,32
x
x
x
x
= − + =
= − + =
= − + =
= − + =
)
)
)
)
Untuk setiap periode waktu berikutnya, ramalan dapat dikembangkan lebih
luas. Sebagai contoh, diberikan ketika T = 51, dan 51 92x = , yang memberikan
ramalan baru
( ) ( ) ( ) ( )( ) ( ) ( ) ( )
51
51
1 1.3 92 0,9 95 0,6 103 95,90
2 1.3 95,9 0,9 92 0,6 95 98,87
x
x
= − + =
= − + =
)
)
dan seterusnya.
72
Contoh kedua adalah menggunakan model ARIMA (0, 1, 2). Dalam
keadaan ini diberikan 1 0,6θ = dan 2 0,2θ = − . Diasumsikan identifikasi model
dan kesesuaian dengan T = 50, 50 96x = , 0Ta = , dan 1 0Ta − = . Ramalan di T = 50
adalah sebagai berikut:
( )( )( )
50
50
50
1 96
2 96
96 3
x
x
x τ τ
=
=
= ≥
)
)
)
Sekarang diberikan T = 51, 51 104x = . Sehingga, 51 104 96 8a = − = , dan
peramalan terbaru menjadi
( ) ( )( ) ( )( )
51
51
51
1 0,6 8 104 99,2
2 0,2 8 99,2 100,8 3
100,8
x
x
x
ττ
= − + =
= + = ≥
=
)
)
)
Pada T = 52, entri yang diberikan 52 112x = . Ini memberikan
52 112 99,2 12,8a = − = , peramalannya sebagai berikut
( ) ( ) ( )( ) ( )( )
52
52
52
1 0,6 12,8 0,2 8 112 105,92
2 0,2 8 105,92 107,52 3
107,52
x
x
x
ττ
= − + + =
= + = ≥
=
)
)
)
73
BAB IV
STUDI KASUS
Pada bab ini akan dibahas penerapan dari metode-metode peramalan yang
telah dibahas di bab tiga, berupa pencarian metode yang lebih akurat dan tepat
apabila dibandingkan dengan data aktualnya, untuk data nilai beli mata uang US
Dollar, khususnya nilai belinya. Metode peramalan terbaik, akan digunakan untuk
meramalkan. Kemudian dicari pula pada hari apa dari hari senin sampai jum’at,
hari yang dianggap menguntungkan untuk membeli mata uang US Dollar.
4.1 Data Penguji
Tabel (4.1) adalah tabel nilai beli mata uang US Dollar pada periode bulan
Maret 2007 sampai dengan bulan juni 2007. Data yang diambil terhitung mulai
dari hari senin sampai dengan jum’at, karena tidak terdapat data pada hari sabtu
dan minggu.
Gambar (4.1) adalah plot ln data harian nilai beli mata uang US Dollar.
Dari 82 data, akan digunakan 70 data awal untuk membangun model dan 12 data
terakhir sebagai data penguji dari model yang didapat. Untuk memudahkan
perhitungan nilai beli mata uang US Dollar dikonversi dengan menggunakan
fungsi logaritma (perhitungan dapat dilihat pada lampiran (4.1))
74
Tabel (4.1) Tabel Nilai Beli Rupiah terhadap US Dollar Maret-Juni’07
Tanggal
Kurs
Dollar
Tanggal
Kurs
Dollar
Tanggal
Kurs
Dollar
Tanggal
Kurs
Dollar
1 Mar 2007 9630 2 Apr 2007 9610 2 Mei 2007 9580 5 Juni 2007 9279
2 Mar 2007 9670 3 Apr 2007 9620 3 Mei 2007 9574 6 Juni 2007 9356
5 Mar 2007 9700 4 Apr 2007 9605 4 Mei 2007 9511 7 Juni 2007 9429
6 Mar 2007 9705 5 Apr 2007 9610 7 Mei 2007 9375 8 Juni 2007 9534
7 Mar 2007 9695 9 Apr 2007 9595 8 Mei 2007 9394 11 Juni 2007 9528
8 Mar 2007 9710 10 Apr 2007 9597 9 Mei 2007 9417 12 Juni 2007 9531
9 Mar 2007 9675 11 Apr 2007 9610 10 Mei 2007 9264 13 Juni 2007 9583
12 Mar 2007 9670 12 Apr 2007 9600 11 Mei 2007 9326 14 Juni 2007 9534
13 Mar 2007 9690 13 Apr 2007 9610 14 Mei 2007 9278 15 Juni 2007 9556
14 Mar 2007 9725 16 Apr 2007 9598 15 Mei 2007 9303 18 Juni 2007 9476
15 Mar 2007 9710 17 Apr 2007 9591 16 Mei 2007 9322 19 Juni 2007 9386
16 Mar 2007 9720 18 Apr 2007 9585 21 Mei 2007 9291 20 Juni 2007 9402
20 Mar 2007 9685 19 Apr 2007 9590 22 Mei 2007 9192 21 Juni 2007 9486
21 Mar 2007 9630 20 Apr 2007 9597 23 Mei 2007 9172 22 Juni 2007 9503
22 Mar 2007 9600 23 Apr 2007 9596 24 Mei 2007 9230 25 Juni 2007 9523
23 Mar 2007 9615 24 Apr 2007 9594 25 Mei 2007 9307 26 Juni 2007 9539
26 Mar 2007 9605 25 Apr 2007 9590 28 Mei 2007 9205 27 Juni 2007 9614
27 Mar 2007 9610 26 Apr 2007 9580 29 Mei 2007 9264 28 Juni 2007 9581
28 Mar 2007 9635 27 Apr 2007 9590 30 Mei 2007 9315 29 Juni 2007 9554
29 Mar 2007 9645 30 Apr 2007 9583 31 Mei 2007 9328
30 Mar 2007 9618 1 Mei 2007 9583 4 Juni 2007 9279
75
Index
C5
70635649423528211471
9,19
9,18
9,17
9,16
9,15
9,14
9,13
9,12
Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar Maret - Juni '07
Gambar (4.1) Grafik Ln Nilai Beli Mata Uang US Dollar (70 data awal)
Nilai awal pada pemulusan eksponensial tunggal sama dengan nilai
observasi pertama.
' ''1 1 1S S X= = = 9630
4.2 Pola Data
4.2.1 Autokorelasi
Autokorelasi berguna untuk mencari korelasi antar data dan berguna untuk
menentukan ordo-q pada MA(q). Dibawah ini adalah gambar fungsi autokorelasi
(fak) dari nilai mata uang US Dollar
76
Lag
Autocorrelation
2018161412108642
1,0
0,8
0,6
0,4
0,2
0,0
-0,2
-0,4
-0,6
-0,8
-1,0
Nilai Tukar Rupiah Terhadap US Dollar
Gambar (4.2) Plot Autokorelasi Ln Nilai Beli Mata Uang US Dollar (70 data awal)
4.2.2 Autokorelasi Parsial
Autokorelasi parsial atau fungsi autokorelasi parsial (fakp) digunakan
untuk mengukur tingkat keeratan antara tY dan t kY− . Tujuan penggunaan koefisien
autokorelasi parsial dalam analisis derat berkala adalah untuk membantu
menetapkan model ARIMA yang tepat untuk meramalkan, khususnya untuk
menentukan ordo-p dari model AR(p). Dibawah ini adalah gambar fakp dari nulai
beli mata uang US Dollar. Plot fakp disajikan pada gambar (4.3) dibawah ini:
77
Lag
Partial Autocorrelation
2018161412108642
1,0
0,8
0,6
0,4
0,2
0,0
-0,2
-0,4
-0,6
-0,8
-1,0
Nila Tukar Rupiah Terhadap US Dollar
Gambar (4.3) Plot Fakp Ln Nilai Beli Mata Uang US Dollar (70 data awal)
4.3 Metode Pemulusan Eksponensial
4.3.1 Metode Pemulusan Eksponensial dari Brown
Sebagaimana telah dijelaskan pada Bab II bahwa untuk mendapatkan
parameter α (konstanta pemulusan) yang meminimumkan kesalahan peramalan
digunakan cara “trial and error” . Pertama pilih α tertentu kemudian hitung nilai
kesalahan peramalan. Yang terakhir adalah membandingkan seluruh kesalahan
peramalan untuk menentukan nilai α yang menghasilkan tingkat kesalahan yang
paling kecil. Nilai α itulah yang akan digunakan untuk peramalan. Dari hasil
“trial and error” , untuk nilai beli US Dollar ini didapat bahwa nilai α yang
meminimumkan MAPE adalah 0,2, yang bersesuaian MAPE = 0,5.
78
4.3.1.1 Model Peramalan
Setelah kita mempunyai nilai α yang meminimumkan MAPE yaitu pada
saat α = 0,2 dan ' ''1 1 1S S X= = = 9630 maka diperoleh nilai-nilai sebagai berikut:
9638'2 =S ...[Menggunakan rumus (3.1)]
9631.60''2 =S ...[Menggunakan rumus (3.2)]
9644.4-2 ''2
'22 == SSa ...[Menggunakan rumus (3.3)]
Dan ( ) 1.6-2,01
2,0 ''2
'22 =
−= SSb ...[Menggunakan rumus (3.4)]
Sehingga ( ) 96461223 =+= baF ...[Menggunakan rumus (3.5)]
Dengan cara yang sama ramalan untuk dua belas periode kedepan dapat
dicari. Ramalan ke 71 sebagai berikut (untuk lebih lengkapnya dapat dilihat di
lampiran (4.2)):
9456.70'70 =S
9371.76''70 =S
( ) 9541.649371.76-9456.70270 ==a
Dan ( ) 21.235349371.76-9456.702,01
2,070 =
−=b
Sehingga ( ) 9562.879121.235349541.6471 =+=F
Kemudian
( ) 9796.4671221.235349541.6482 =+=F
Karena nilai yang paling akhir untuk a dan b berasal dari periode 70
79
Secara singkat ramalan beberapa periode ke depan dapat disajikan pada
tabel berikut ini:
Untuk perhitungan ketepatan peramalan untuk metode pemulusan
eksponensial ganda dengan pendekatan metode linear satu-parameter dari brown
ini, dapat dilihat di lampiran (4.3)
4.3.2 Metode Pemulusan Eksponensial dari Holt’s
Sebagaimana telah dijelaskan pada Bab II, berbeda dengan metode
pemulusan eksponensial dari Brown, metode pemulusan eksponensial dari Holt’s
ini selain menggunakan parameter α , juga menggunakan parameter γ . Untuk
mendapatkan parameter α (konstanta pemulusan) dan γ (menghilangkan
kerandoman) yang meminimumkan kesalahan peramalan digunakan cara pula
“trial and error” . Pertama pilih α dan γ tertentu kemudian hitung nilai
kesalahan peramalan. Yang terakhir adalah membandingkan seluruh kesalahan
peramalan untuk menentukan nilai α dan γ yang menghasilkan tingkat
Periode Ramalan
71 9562.879 72 9584.114 73 9605.349 74 9626.585 75 9647.820 76 9669.055 77 9690.291 78 9711.526 79 9732.761 80 9753.997 81 9775.232 82 9796.467
80
kesalahan yang paling kecil. Nilai α dan γ itulah yang akan digunakan untuk
peramalan. Dari hasil “trial and error” didapat bahwa nilai α dan γ yang
meminimumkan MAPE adalah α = 0,2 dan γ = 0,4, yang bersesuaian dengan
MAPE = 0,5.
4.3.2.1 Model Peramalan
Setelah kita mempunyai nilai α dan γ yang meminimumkan MAPE yaitu
pada saat α = 0,2 ; γ = 0,4 dan ' ''1 1 1S S X= = = 9630 maka diperoleh nilai-nilai
sebagai berikut:
( )( ) ( ) 967040-96708,096702,0
8,02,0 2233
=+=−+= bSXS
...[Menggunakan rumus (3.6)]
dengan
( ) ( )( ) ( ) 40406,09630-96704,0
6,04,0 1122
=+=+−= bSSb
...[Menggunakan rumus (3.7)]
sehingga ( ) 9710)1(4096701223 =+=+= bSF ...[Menggunakan rumus (3.8)]
Dengan cara yang sama ramalan untuk dua belas periode kedepan dapat
dicari. Ramalan ke 71 sebagai berikut (untuk lebih lengkapnya dapat dilihat di
lampiran (4.4)):
( )( ) ( ) 9573.73247,40767-9524,0088,095832,0
8,02,0 69697070
=+=−+= bSXS
dengan
( ) ( )( ) ( ) 48,3344447,407676,09524,008-9573,7324,0
6,04,0 69697070
=+=+−= bSSb
81
sehingga ( ) 9622,067)1(48,334449573.7321707071 =+=+= bSF
Ramalan ke-82 sebagai berikut:
( ) 10153.75)12(48,334449573.73212707071 =+=+= bSF
karena nilai yang paling akhir untuk a dan b berasal dari periode 70
Secara singkat ramalan beberapa periode ke depan dapat disajikan pada
tabel berikut ini:
Untuk perhitungan ketepatan peramalan untuk metode pemulusan
eksponensial aanda dengan pendekatan metode linear dua-parameter dari holt’s
ini, dapat dilihat di lampiran (4.5)
4.3.3 Metode Peramalan Box-Jenkins
Sebagaimana telah dijelaskan dalam bab sebelumnya, metode ini
mempunyai tiga tahap dasar pendekatan, yaitu identifikasi, penaksiran, dan
diagnosis model. Di bawah ini adalah perhitungan peramalan nilai beli mata uang
Periode Ramalan
71 9622.07 72 9670.40 73 9718.74 74 9767.07 75 9815.40 76 9863.74 77 9912.07 78 9960.41 79 10008.74 80 10057.08 81 10105.41 82 10153.75
82
US Dollar menggunakan metode Box-Jenkins (Data dan perhitungan dapat dilihat
pada lampiran (4.6))
4.3.3.1 Peramalan Nilai Beli Mata Uang US Dollar
4.3.3.1.1 Fungsi Autokorelasi (fak)
Berdasarkan grafik fak pada gambar (4.2) di atas, fungsi dapat dilihat
bahwa fungsi autokorelasi (fak) relatif turun atau berkurang secara perlahan
menuju nol.
4.3.3.1.2 Fungsi Autokorelasi Parsial (fakp)
Berdasarkan grafik fakp pada gambar (4.3) di atas dapat dilihat bahwa:
• Fungsi Autokorelasi Parsial (fakp) relatif turun secara perlahan, dengan
berganti tanda dan menuju nol.
• Fungsi Autokorelasi Parsial (fakp) terputus oleh dua standard error nya
setelah lag ke-1.
4.3.3.1.3 Identifikasi Model
Berdasarkan plot grafik pada gambar (4.1) tampak bahwa data nilai beli US
Dollar stasioner. Beberapa model runtun waktu stasioner yang akan diidentifikasi
berdasarkan fak dan fakp di atas adalah model AR (1), model ARMA (1,1), model
ARMA (1,2)
83
4.3.3.1.4 Estimasi Parameter
Model AR(1)
Mean (Z )
Berdasarkan output diatas diketahui mean Z = 9,16509 dan )(ZSE =
0,01591 sehingga 9,16509 2 ( ) 2(0,01591) 0,03182Z SE Z= > = =
artinya Z berbeda signifikan dengan nol. Oleh karena itu, model awal untuk
AR (1) sebagai berikut:
ttt aZZZZ +−=− − )( 1φ
Nilai Parameter (φ̂ )
Diketahui φ̂ = 0,9641 dan )ˆ(φSE = 0,0337
sehingga ˆ ˆ0,9641 2 ( ) 2(0.0337) 0,0674SEφ φ= > = = artinya φ̂ berbeda
signifikan dengan nol atau cukup berarti dalam model.
Variansi Sesatan ( 2aσ )
2 0,00148 0,000020,00002
68a
SS MS
DFσ − −= = =
Model AR (1)
19,16509 0,9641( 9,16509)t t tZ Z a−− = − +
Final Estimates of Parameters Type Coef SE Coef T P AR 1 0,9641 0,0337 28,59 0,000 Constant 0,329153 0,000571 576,18 0,000 Mean 9,16509 0,01591 Number of observations: 70 Residuals: SS = 0,00148173 (backforecasts excluded) MS = 0,00002179 DF = 68
84
Dengan (0;0,00002)ta independen N
Model ARMA (1,1)
Mean (Z )
Berdasarkan output diketahui mean Z = 9,16487 dan )(ZSE = 0,01537
sehingga 9,16487 2 ( ) 2(0,01537) 0,03074Z SE Z= > = =
artinya Z berbeda signifikan dengan nol. Oleh karena itu, model awal
untuk
ARMA (1,1) sebagai berikut:
11 )( −− ++−=− tttt aaZZZZ θφ
Nilai Parameter (φ̂ dan θ̂ )
Diketahui φ̂ = 0,9610 dan )ˆ(φSE = 0,0366
θ̂ = -0,0439 dan )ˆ(θSE = 0,1277
sehingga
ˆ ˆ0,9610 > 2 ( ) 2(0,0366) 0,0732SEφ φ= = = dan
ˆ ˆ0,0439 < 2 ( ) 2(0,1277) 0,2554SEθ θ= = = , artinya φ̂ berbeda signifikan
Final Estimates of Parameters Type Coef SE Coef T P AR 1 0,9610 0,0366 26,25 0,000 MA 1 -0,0439 0,1277 -0,34 0,732 Constant 0,357019 0,000599 596,26 0,000 Mean 9,16487 0,01537 Number of observations: 70 Residuals: SS = 0,00147946 (backforecasts excluded) MS = 0,00002208 DF = 67
85
dengan nol atau berarti dalam model sedangkan θ̂ tidak berbeda
signifikan dengan nol atau tidak berarti dalam model.
Variansi Sesatan ( 2aσ )
2 0,00148 0,000020,00002
67a
SS MS
DFσ − −= = =
Model ARMA (1,1)
19,16487 0,9610 ( 9,16487)t t tZ Z a−− = − +
dengan (0;0,00002)ta independen N
Model ARMA (1,2)
Mean (Z )
Berdasarkan output diketahui mean Z = 9,17218 dan )(ZSE = 0,02521
sehingga 9,17218 2 ( ) 2(0,02521) 0,05042Z SE Z= > = =
artinya Z berbeda signifikan dengan nol. Oleh karena itu, model awal
untuk ARMA (1,2) sebagai berikut:
1 1 1 2 2( )t t t t tZ Z Z Z a a aφ θ θ− − −− = − + + +
Final Estimates of Parameters Type Coef SE Coef T P AR 1 0,9736 0,0356 27,32 0,000 MA 1 -0,0468 0,1284 -0,36 0,717 MA 2 0,0637 0,1283 0,50 0,621 Constant 0,242302 0,000666 363,86 0,000 Mean 9,17218 0,02521 Number of observations: 70 Residuals: SS = 0,00148209 (backforecasts excluded) MS = 0,00002246 DF = 66
86
Nilai Parameter (φ̂ dan θ̂ )
Diketahui
φ̂ = 0,9736 dan )ˆ(φSE = 0,0356
1̂θ = -0,0468 dan 1̂( )SE θ = 0,1284
2̂θ = 0,0637 dan 2̂( )SE θ = 0,1283
Sehingga
ˆ ˆ0,9736 > 2 ( ) 2(0,0356) 0,0712SEφ φ= = = kemudian
1 1ˆ ˆ0,0468 < 2 ( ) 2(0,1284) 0,2568SEθ θ= = = ,
dan 2 2ˆ ˆ0,0637 < 2 ( ) 2(0,1283) 0,2566SEθ θ= = = artinya φ̂ berbeda
signifikan dengan nol atau berarti dalam model sedangkan 1̂θ dan 2̂θ tidak
berbeda signifikan dengan nol atau tidak berarti dalam model.
Variansi Sesatan ( 2aσ )
2 0,00148 0,000020,00002
66a
SS MS
DFσ − −= = =
Model ARMA (1,2)
19,17218 0,9736 ( 9,17218)t t tZ Z a−− = − +
dengan (0;0,00002)ta independen N
87
4.3.3.1.5 Diagnosis Model
Uji Kesesuaian (Lack of fit)
Hipotesis yang digunakan dalam uji ini adalah:
Ho: Model sesuai dengan data yang diamati
H1 : Model tidak sesuai
Kriteria Penolakan :
Tolak H0 jika Chi-Square Hitung > Chi- Square Tabel (Tabel Chi-Square
dapat dilihat di lampiran (4.9))
Pada pengujian ini α yang digunakan adalah 5%.
Model AR (1)
Dengan menggunakan taraf signifikasi α = 0,05 maka untuk lag-
12, hipotesis nol (H0) ditolak artinya model AR (1) tidak sesuai, sebab
Chi-Square Hitung > Chi- Square Tabel. Dapat dilihat pada tabel berikut
ini
Lag-K Df (K-k)
Statistik Ljung-Box
Chi- Square Tabel
p-value
12 10 (12-2) 19,6 18,307 0,021
24 22 (24-2) 31,1 33,920 0,072
48 34 (36-2) 43,2 48,602 0,620
Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag 12 24 36 48 Chi-Square 19,6 31,1 33,7 43,2 DF 9 21 33 45 P-Value 0,021 0,072 0,434 0,547
88
Model ARMA (1,1)
Hipotesis nol (H0) diterima pada semua lag artinya model ARMA
(1,1) adalah model yang sesuai. Sebab Chi-Square Hitung > Chi- Square
Tabel. Dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Lag-K Df (K-k)
Statistik Ljung-Box
Chi- Square Tabel
p-value
12 10 (12-2) 7,5 18,307 0,583
24 22 (24-2) 21,1 33,920 0,409
48 34 (36-2) 42,6 48,602 0,576
Model ARMA (1,2)
Dengan menggunakan taraf signifikasi α = 0,05 maka untuk lag-
12, hipotesis nol (H0) ditolak artinya model ARMA (1,2), sebab Chi-
Square Hitung > Chi- Square Tabel. Dapat dilihat pada tabel berikut ini
Lag-K Df (K-k)
Statistik Ljung-Box
Chi- Square Tabel
p-value
12 10 (12-2) 18,4 18,307 0,019
24 22 (24-2) 30,1 33,920 0,068
48 34 (36-2) 42,1 48,602 0,554
Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag 12 24 36 48 Chi-Square 7.5 21.8 30.4 42.6 DF 9 21 33 45 P-Value 0.583 0.409 0.599 0.576
Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag 12 24 36 48 Chi-Square 18,4 30,1 32,6 42,1 DF 8 20 32 44 P-Value 0,019 0,068 0,436 0,554
89
Tabel (4.2) Hasil Analisis Diagnosis Model
MODEL VARISANSI
SESATAN
( 2aσ )
UJI
LACK
OF FIT
AR (1)
19,16509 0,9641( 9,16509)t t tZ Z a−− = − +
0,00002 H0
ditolak
untuk
lag ke-
12
ARMA (1,1)
19,16487 0,9610 ( 9,16487)t t tZ Z a−− = − +
0,00002 H0
diterima
di
semua
lag
ARMA (1,2)
19,17218 0,9736 ( 9,17218)t t tZ Z a−− = − +
0,00002 H0
ditolak
untuk
lag ke-
12
90
4.3.3.1.6 Kesimpulan
Model yang memadai untuk data nilai beli mata uang US Dollar untuk
periode Bulan Maret – Juni 2007 adalah model ARMA (1,1), dengan model
19,16487 0,9610 ( 9,16487)t t tZ Z a−− = − +
dengan (0;0,00002)ta independen N
Hal tersebut karena koefisien parameternya (θ ) berarti dan variansi sesatannya
kecil.
4.3.3.1.7 Peramalan (forcasting)
Berikut peramalan nilai beli mata uang US Dollar untuk periode Bulan
Maret – Juni 2007
Forecasts from period 70 95 Percent Limits Period Forecast Lower Upper Actual 71 9,16787 9,15866 9,17708 72 9,16775 9,15469 9,18081 73 9,16764 9,15184 9,18344 74 9,16753 9,14956 9,18550 75 9,16743 9,14767 9,18718 76 9,16733 9,14605 9,18861 77 9,16723 9,14464 9,18982 78 9,16714 9,14340 9,19088 79 9,16705 9,14230 9,19180 80 9,16697 9,14132 9,19262 81 9,16689 9,14043 9,19334 82 9,16681 9,13963 9,19399
91
Dengan mentransformasikan ramalan diatas dengan menggunakan fungsi
eksponensial exp 't tY Y= , nilai ramalan diatas dapat diubah kedalam bentuk awal
menjadi sebagai berikut:
PERIODE RAMALAN
( 'tY )
RAMALAN
HASIL KONVERSI
( tY )
71 9,16787 9584,19
72 9,16775 9583,04
73 9,16764 9581,98
74 9,16753 9580,93
75 9,16743 9579,97
76 9,16733 9579,01
77 9,16723 9578,06
78 9,16714 9577,19
79 9,16705 9576,33
80 9,16697 9575,55
81 9,16689 9574,80
82 9,16681 9574,03
92
4.3.4 Perbandingan Metode Peramalan
Saat ini akan diperlihatkan perbandingan hasil peramalan flukstuasi nilai
beli mata uang US Dollar antar metode-metode yang digunakan dalam skripsi ini
4.3.4.1 Perbandingan Error Peramalan
Periode Error
Pemulusan
Brown
Error
Pemulusan
Holt’s
Error
Metode
Box-
Jenkins
71 -28.8785 -88.0668 -50.19
72 -28.1139 -114.401 -27.04
73 -129.349 -242.736 -105.98
74 -240.585 -381.07 -194.93
75 -245.820 -413.405 -177.97
76 -183.055 -377.739 -93.01
77 -187.291 -409.073 -75.06
78 -188.526 -437.408 -54.19
79 -193.761 -469.742 -37.33
80 -139.997 -443.077 38.45
81 -194.232 -524.411 6.2
82 -242.467 -599.746 -20.03
93
Metode MAPE SDE
Pemulusan Brown 1.756062 189.3654
Pemulusan Holt’s 3.941944
420.9201
Metode Box-Jenkins 0.775212 97.55464
Berdasarkan data diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa metode
peramalan ARIMA Box-Jenkins adalah yang paling baik untuk meramalkan nilai
mata uang US Dollar karena MAPE dan SDE yang paling kecil, sehingga dapat
diambil kesimpulan bahwa nilai error-nya paling kecil dibandingkan dengan
metode yang lainnya dan metode tersebut pasti mempunyai hasil ramalan yang
paling mendekati data aktualnya (perhitungan ketepatan kesalahan peramalan
dapat di lihat pada lampiran (4.3), lampiran (4.5), dan lampiran (4.6).
4.3.5 Peramalan dengan Metode ARIMA Box-Jenkins
Berdasarkan analisis terhadap MAPE dan SDE diatas yang menunjukkan
bahwa metode Box-Jenkins merupakan metode yang dianggap paling baik untuk
meramalkan, maka berikut ini akan disajikan hasil peramalan untuk delapan
periode kedepan (dua minggu kedepan), dengan terlebih dahulu melakukan
konversi output ramalan yang telah didapat (Output perhitungan dapat dilihat di
lampiran (4.7))
94
Periode Ramalan
83 9551.66
84 9551.18
85 9550.61
86 9550.13
87 9549.65
88 9549.27
89 9548.89
90 9548.51
4.4 Analisa Nilai Mata Uang Tertinggi dan Terendah dalam Seminggu
4.4.1 Pendahuluan
Analisis ini bertujuan membantu orang-orang (khususnya para importir)
yang ingin mengetahui fluktuasi nilai beli mata uang US Dollar dalam kurun
waktu satu minggu, sehingga dapat diambil keputusan apakah membeli atau tidak
membeli guna menghindar dari resiko kerugian. Kemudian akan dilakukan pula
peramalan untuk periode empat periode kedepan, sehingga dapat pula diramalkan
titik tertinggi atau terendah dari fluktiasi nilai beli mata uang tersebut. Data yang
digunakan dalam analisis ini adalah data perhari. Adapun banyaknya data yang
digunakan sebanyak 48 data untuk Hari Senin, 50 data untuk Hari Selasa, 50 data
untuk Hari Rabu, 49 data untuk Hari Kamis, dan 47 data untuk Hari Jum’at, yang
diambil dari kurun setahun terakrir (Bulan Juli 2006-Juni 2007)
95
Dalam sub-bab ini, metode peramalan yang digunakan adalah metode
peramalan Box-Jenkins, karena pada sub-bab sebelumnya telah terbukti bahwa
metode ini paling cocok dan paling akurat untuk meramalkan nilai beli mata uang
US Dollar.
4.4.2 Metode peramalan Box-Jenkins untuk Hari Senin
4.4.2.1 Plot Data untuk Hari Senin
Index
C1
454035302520151051
9800
9700
9600
9500
9400
9300
9200
Plot Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar untuk Hari Senin
Gambar (4.4) Plot Data untuk Hari Senin
4.4.2.2 Fungsi Autokorelasi (fak)
Berdasarkan grafik fak pada gambar (4.5) di bawah ini, dapat dilihat
bahwa fungsi autokorelasi (fak) relatif turun atau berkurang secara perlahan
menuju nol.
96
Lag
Autocorrelation
121110987654321
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0
Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar Hari Senin
Gambar (4.5) Plot Fak untuk Hari Senin
4.4.2.3 Fungsi Autokorelasi Parsial (fakp)
Berdasarkan grafik fakp pada gambar (4.6) di bawah ini, dapat dilihat bahwa:
• Fungsi Autokorelasi Parsial (fakp) relatif turun secara perlahan, dengan
berganti tanda dan menuju nol.
• Fungsi Autokorelasi Parsial (fakp) terputus oleh dua standard error nya
setelah lag ke-1.
Lag
Partial Autocorrelation
121110987654321
1,0
0,8
0,6
0,4
0,2
0,0
-0,2
-0,4
-0,6
-0,8
-1,0
Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar Hari Senin
Gambar (4.6) Plot Fakp untuk Hari Senin
97
Berdasarkan plot grafik pada gambar (4.4) tampak bahwa data nilai beli US
Dollar stasioner. Model daret barkala stasioner yang akan diidentifikasi
berdasarkan fak dan fakp di atas adalah model AR (1)
4.4.2.4 Peramalan
Dengan menggunakan model AR (1), diperoleh ramalan sebagai berikut
(output ramalan terdapat pada lampiran (4.8))
SENIN
KE
RAMALAN
( 'tY )
RAMALAN
HASIL
KONVERSI
( tY )
1 9.16271 9534.86 2 9.16369 9544.21 3 9.16446 9551.56 4 9.16507 9557.39
98
4.4.3 Metode peramalan Box-Jenkins untuk Hari Selasa
4.4.3.1 Plot Data untuk Hari Selasa
Index
C4
50454035302520151051
9.19
9.18
9.17
9.16
9.15
9.14
9.13
9.12
Plot Ln Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar Hari Selasa
Gambar (4.7) Plot Data untuk Hari Selasa
4.4.3.2 Fungsi Autokorelasi (fak)
Berdasarkan grafik fak pada gambar (4.8) di bawah ini, dapat dilihat
bahwa fungsi autokorelasi (fak) relatif turun atau berkurang secara perlahan
menuju nol.
Lag
Autocorrelation
13121110987654321
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0
Plot Ln Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar Hari Selasa
Gambar (4.8) Plot Fak untuk Hari Selasa
99
4.4.3.3 Fungsi Autokorelasi Parsial (fakp)
Berdasarkan grafik fakp pada gambar (4.9) di bawah ini, dapat dilihat bahwa:
• Fungsi Autokorelasi Parsial (fakp) relatif turun secara perlahan, dengan
berganti tanda dan menuju nol.
• Fungsi Autokorelasi Parsial (fakp) terputus oleh dua standard error nya
setelah lag ke-1.
Lag
Partial Autocorrelation
13121110987654321
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0
Plot Ln Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar Hari Selasa
Gambar (4.9) Plot Fakp untuk Hari Selasa
Berdasarkan plot grafik pada gambar (4.7) tampak bahwa data nilai beli US
Dollar stasioner. Model deret barkala stasioner yang teridentifikasi di lampiran
(4.8) berdasarkan fak dan fakp di atas adalah model AR (2)
4.4.3.4 Peramalan
Dengan menggunakan model AR (2), diperoleh ramalan sebagai berikut
(output ramalan terdapat pada lampiran (4.8))
100
SELASA
KE
RAMALAN
( 'tY )
RAMALAN
HASIL
KONVERSI
( tY )
1 9.16201 9528.19 2 9.16304 9538.01 3 9.16361 9543.45 4 9.16412 9548.31
4.4.4 Metode peramalan Box-Jenkins untuk Hari Rabu
4.4.4.1 Plot Data untuk Hari Rabu
Index
C7
50454035302520151051
9.19
9.18
9.17
9.16
9.15
9.14
9.13
9.12
Plot Ln Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar Hari Rabu
Gambar (4.10) Plot Data untuk Hari Rabu
4.4.4.2 Fungsi Autokorelasi (fak)
Berdasarkan grafik fak pada gambar (4.11) di bawah ini, dapat dilihat
bahwa fungsi autokorelasi (fak) relatif turun atau berkurang secara perlahan
menuju nol.
101
Lag
Autocorrelation
13121110987654321
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0
Plot Ln Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar Hari Rabu
Gambar (4.11) Plot Fak untuk Hari Rabu
4.4.4.3 Fungsi Autokorelasi Parsial (fakp)
Berdasarkan grafik fakp pada gambar (4.12) di bawah ini, dapat dilihat
bahwa:
• Fungsi Autokorelasi Parsial (fakp) relatif turun secara perlahan, dengan
berganti tanda dan menuju nol.
• Fungsi Autokorelasi Parsial (fakp) terputus oleh dua standard error nya
setelah lag ke-1.
102
Lag
Partial Autocorrelation
13121110987654321
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0
Plot Ln Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar Hari Rabu
Gambar (4.12) Plot Fakp untuk Hari Rabu
Berdasarkan plot grafik pada gambar (4.10) tampak bahwa data nilai beli US
Dollar stasioner. Model deret barkala stasioner yang teridentifikasi di lampiran
(4.8) berdasarkan fak dan fakp di atas adalah model AR (3)
4.4.4.4 Peramalan
Dengan menggunakan model AR (3), diperoleh ramalan sebagai berikut
(output ramalan terdapat pada lampiran (4.8))
RABU
KE
RAMALAN
( 'tY )
RAMALAN
HASIL
KONVERSI
( tY )
1 9.16061 9514.86 2 9.17253 9628.95 3 9.16574 9563.80 4 9.17140 9618.08
103
4.4.5 Metode peramalan Box-Jenkins untuk Hari Kamis
4.4.5.1 Plot Data untuk Hari Kamis
Index
C8
454035302520151051
9.18
9.17
9.16
9.15
9.14
9.13
Plot Ln Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar Hari Kamis
Gambar (4.13) Plot Data untuk Hari Kamis
4.4.5.2 Fungsi Autokorelasi (fak)
Berdasarkan grafik fak pada gambar (4.14) di bawah ini, dapat dilihat
bahwa fungsi autokorelasi (fak) relatif turun atau berkurang secara perlahan
menuju nol.
Lag
Autocorrelation
121110987654321
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0
Plot Ln Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar Hari Kamis
Gambar (4.14) Plot Fak untuk Hari Kamis
104
4.4.5.3 Fungsi Autokorelasi Parsial (fakp)
Berdasarkan grafik fakp pada gambar (4.15) di bawah ini, dapat dilihat
bahwa:
• Fungsi Autokorelasi Parsial (fakp) relatif turun secara perlahan, dengan
berganti tanda dan menuju nol.
• Fungsi Autokorelasi Parsial (fakp) terputus oleh dua standard error nya
setelah lag ke-1.
Lag
Partial Autocorrelation
121110987654321
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0
Plot Ln Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar Hari Kamis
Gambar (4.15) Plot Fakp untuk Hari Kamis
Berdasarkan plot grafik pada gambar (4.13) tampak bahwa data nilai beli US
Dollar stasioner. Model deret barkala stasioner yang teridentifikasi di lampiran
(4.8) berdasarkan fak dan fakp di atas adalah model AR (1)
105
4.4.5.4 Peramalan
Dengan menggunakan model AR (1), diperoleh ramalan sebagai berikut
(output ramalan terdapat pada lampiran (4.8))
KAMIS
KE
RAMALAN
( 'tY )
RAMALAN
HASIL
KONVERSI
( tY )
1 9.16769 9582.46 2 9.16780 9583.52 3 9.16789 9584.38 4 9.16795 9514.86
4.4.6 Metode peramalan Box-Jenkins untuk Hari Jum’at
4.4.6.1 Plot Data untuk Hari Jum’at
Index
C8
454035302520151051
9.18
9.17
9.16
9.15
9.14
9.13
Plot Ln Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar Hari Kamis
Gambar (4.16) Plot Data untuk Hari Jum’at
106
4.4.6.2 Fungsi Autokorelasi (fak)
Berdasarkan grafik fak pada gambar (4.17) di bawah ini, dapat dilihat
bahwa fungsi autokorelasi (fak) relatif turun atau berkurang secara perlahan
menuju nol.
Lag
Autocorrelation
121110987654321
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0
Plot Ln Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar Hari Jum'at
Gambar (4.17) Plot Fak untuk Hari Jum’at
4.4.6.3 Fungsi Autokorelasi Parsial (fakp)
Berdasarkan grafik fakp pada gambar (4.18) di bawah ini, dapat dilihat
bahwa:
• Fungsi Autokorelasi Parsial (fakp) relatif turun secara perlahan, dengan
berganti tanda dan menuju nol.
• Fungsi Autokorelasi Parsial (fakp) terputus oleh dua standard error nya
• setelah lag ke-1.
107
Lag
Partial Autocorrelation
121110987654321
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0
Plot Ln Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar Hari Jum'at
Gambar (4.18) Plot Fakp untuk Hari Jum’at
Berdasarkan plot grafik pada gambar (4.16) tampak bahwa data nilai beli US
Dollar stasioner. Model deret barkala stasioner yang teridentifikasi di lampiran
(4.8) berdasarkan fak dan fakp di atas adalah model AR (1)
4.4.6.4 Peramalan
Dengan menggunakan model AR (1), diperoleh ramalan sebagai berikut
(output ramalan terdapat pada lampiran (4.8))
JUM’AT
KE
RAMALAN
( 'tY )
RAMALAN
HASIL
KONVERSI
( tY )
1 9.16598 9566.09 2 9.16684 9574.32 3 9.16742 9579.88 4 9.16782 9583.71
108
4.4.7 Nilai Beli US Dollar Tertinggi dan Terendah
Tabel (4.3) Nilai Tertinggi dan Terendah untuk Nilai Beli US Dollar
Hari Nilai Beli Tertinggi Nilai Beli Terendah
Senin 9557.39 9534.86
Selasa 9548.31 9528.19
Rabu 9628.95 9514.86
Kamis 9584.38 9514.86
Jum’at 9583.71 9566.09
Dari tabel (4.3) diatas terlihat bahwa nilai beli tertinggi adalah Rp 9584,38
yang bertepatan dengan Hari Kamis, dan nilai terendah adalah Rp 9514,86 yang
bertepatan dengan Hari Rabu. Dari sini dapat disimpulkan untuk periode dua
minggu kedepan, Hari Rabu merupakan hari yang dianggap paling
menguntungkan untuk membeli US Dollar, sedangkan Hari Kamis merupakan
hari yang dianggap dapat menimbulkan kerugian jika kita melakukan pembelian
US Dollar
109
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis data, dapat diambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Model yang sesuai untuk data yang diambil dengan menggunakan metode
pemulusan eksponensial ganda adalah model dari metode pemulusan
eksponensial ganda metode linier satu parameter dari Brown. Berdasarkan
hasil analisis yang dilakukan, model ramalan yang memadai untuk
meramalkan beberapa periode kedepan adalah
( ) 9541,76 21,23534( )t m t tF a b m m+ = + = +
Dengan m jumlah periode ke muka yang diramalkan
2. Model ARIMA yang sesuai untuk data yang diambil dengan menggunakan
metode peramalan deret berkala Box-Jenkins adalah model ARIMA (1, 0, 1)
3. Berdasarkan perbandingan MAPE dan SDE dapat disimpulkan bahwa metode
yang paling baik untuk meramalkan nilai beli US Dollar adalah model
ARIMA Box-Jenkins
4. Berdasarkan analisis data perhari (Hari Senin-Jum’at), dapat diketahui bahwa
hari yang dianggap paling menguntungkan untuk membeli US Dollar adalah
hari Kamis
110
5.2 Saran
1. Metode peramalan terdiri atas berbagai metode. Oleh karena itu, penulis
menyarankan untuk mempertimbangkan pula metode peramalan selain yang
dibahas dalam skripsi ini. Seperti Metode Pemulusan Eksponensial Tripel
dengan Pendekatan Metode Kuadratik Satu-Parameter dari Brown, Metode
Pemulusan Eksponensial Ganda dengan Pendekatan Metode Tiga-Parameter
untuk Kecenderungan dan Musiman dari Winter, dsb.
2. Dari model peramalan terhadap nilai beli US Dollar dari Bulan Maret sampai
dengan Juni 2007, penulis hanya mencari nilai parameter yang
meminimumkan MAPE dan SDE, sehingga hanya dapat diambil kesimpulan
mengenai petunjuk sebarapa besar nilai tengah kesalahan persentase absolut
saja. Untuk itu disarankan untuk meninjau lebih jauh lagi informasi lain yang
dapat diperoleh dari model paramalan tersebut.
3. Dalam memanfaatkan metode peramalan terbaik yang dibahas dalam skripsi
ini untuk suatu proses ramalan, perlu adanya tambahan informasi lain, sebab
output yang dihasilkan suatu metode peramalan hanya salah satu aspek dari
sekian banyak aspek yang ikut memengaruhi hasil peramalan.
111
DAFTAR PUSTAKA
Makridakis, S. dan Wheellwright, S.C. (1983). Forecasting (2nd Edition). New York: Jonh Wiley & Sons, Inc. Thomopoulos, N. T. (1980). Apllied Forecasting Mithods. New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Makridakis, S. dan Wheellwright, S.C. (1992). Metode dan Aplikasi Peramalan (Terjemahan). Jakarta: Penerbit Erlangga. Soejoeti, Z. (1987). Analisis Runtun Waktu. Jakarta: Penerbit Karunika. Dxon, W.J dan Massey, F.J. (1991). Pengantar dan Analisis Statistik (Terjemah). Yogyakarta: Gajah Mada Univercity Press. Irawan, N. dan Astuti, S. P. (2006) Mengolah Data Statistika dengan Mudah Menggunakan MINITAB-14. Yogyakatya: Penerbit Andi. Atur Rezeki, P. W. (2004). Metode Pemulusan Eksponensial Ganda (Metode Linier Satu Parameter dari Brown). Tugas Akhir pada FPMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan.
112
Lampiran (3.1)
Tabel Perhitungan Permintaan Persediaan Untuk Produk dengan Menggunakan Metode Pemulusan Eksponensial Ganda dengan
Pendekatan Metode Linear Satu-Parameter dari Brown
Periode (1)
Permintaan
Persediaan
Untuk
Produk
(2)
Pemulusan
Eksponensial
Tunggal
(3)
Pemulusan
Eksponensial
Ganda
(4)
Nilai
a
[2(2)-(3)]
(5)
Nilai b
[lihat
(2.28)]
(6)
Nilai
Ramalan
)(mba +[(4)+(5)]
1
2
3
4
5
6
7
8
9
143,00
152,00
161,00
139,00
137,00
174,00
142,00
141,00
162,00
143,00
144,80
148,04
146,23
144,39
159,31
148,65
147,12
150,09
143,00
143,36
144,30
144,68
144,62
145,76
146,34
146,49
147,21
146,240
151,784
147,781
144,148
154,856
150,956
147,741
152,974
0,360
0,936
0,387
0,060
1,137
0,577
0,156
0,720
146,60
152,72
148,17
144,09
155,99
151,53
147,90
K
E
L
O
M
P
O
K
P
E
N
G
U
J
I
A
N
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
180,00
164,00
171,00
206,00
193,00
207,00
218,00
229,00
225,00
204,00
227,00
223,00
242,00
239,00
266,00
156,08
157,66
160,33
169,46
174,17
180,74
188,19
196,35
202,08
202,46
207,37
210,50
216,80
221,24
230,19
148,99
150,72
152,64
156,01
159,64
163,86
168,72
174,25
179,82
184,35
188,95
193,26
197,97
202,62
208,14
163,164
164,599
168,014
182,919
188,701
197,614
207,653
218,452
224,346
220,584
225,793
227,735
235,628
239,855
252,246
1,772
1,735
1,921
3,364
3,633
4,219
4,866
5,525
5,566
4,530
4,605
4,309
4,708
4,654
5,514
153,69
164,94
166,33
169,94
186,28
192,33
201,83
212,52
223,98
229,91
225,11
230,40
232,04
240,34
244,51
25
26
27
28
29
257,76
263,27
268,78
274,30
279,81
(m=1)
(m=2)
(m=3)
(m=4)
(m=5)
113
30 285,33 (m=6)
Analisis Kesalahan dari Periode 19 ke periode 24
7,99 = Nilai Tengah Kesalahan
12,73 = Nilai Tengah Kesalahan Absolut
6,04 = Nilai Tengah Kesalahan Persentase Absolut (MAPE)
14,99 = Deviasi Standar Kesalahan (Tak Berbias)
273,47 = Nilai Tengah Kesalahan Kuadrat (MSE)
1,33 = Statistik Durbin-Watson
0,98 = Statistik U dari Theil
302,48 = Rata-rata Batting dari McLaughlin
a Nilai α ditetapkan pada t,2.
114
Lampiran (3.2)
Tabel Perhitungan Permintaan Persediaan Untuk Produk dengan Menggunakan Metode Pemulusan Eksponensial Ganda dengan
Pendekatan Metode Linear Dua-Parameter dari Holt’s
Periode (1)
Permintaan
Persediaan
Untuk
Produk
(4)
Data
Pemulusan
(3.6)
(5)
Trend
Pemulusan
(3.7)
(6)
Ramalan Bila
m = 1 (3.8)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
143,00
152,00
161,00
139,00
137,00
174,00
142,00
141,00
162,00
143,00
152,00
161,00
163,80
164,15
170,20
168,87
165,99
166,39
9,00
9,00
9,00
7,14
5,10
5,38
3,37
1,49
1,16
161,00
170,00
170,94
169,25
175,59
172,24
167,49
K E L O M P O K
P E N G U J I A N
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
180,00
164,00
171,00
206,00
193,00
207,00
218,00
229,00
225,00
204,00
227,00
223,00
242,00
239,00
266,00
170,05
170,37
171,64
179,62
184,99
192,56
201,69
212,17
220,76
223,69
229,45
233,11
239,23
243,70
252,39
1,91
1,43
1,38
3,36
3,96
5,04
6,27
7,53
7,85
6,37
6,19
5,43
5,63
5,28
6,30
167,56
171,96
171,80
173,03
182,99
188,96
197,61
207,96
219,70
228,61
230,06
235,64
238,54
244,87
248,98
25
26
27
28
29
30
258,69
264,99
271,31
277,61
283,92
290,19
(m=1)
(m=2)
(m=3)
(m=4)
(m=5)
(m=6) Analisis Kesalahan dari Periode 19 ke periode 24 0,51 = Nilai Tengah Kesalahan
13,04 = Nilai Tengah Kesalahan Absolut
115
6,16 = Nilai Tengah Kesalahan Persentase Absolut (MAPE)
15,21 = Deviasi Standar Kesalahan (Tak Berbias)
248,53 = Nilai Tengah Kesalahan Kuadrat (MSE)
1,28 = Statistik Durbin-Watson
0,90 = Statistik U dari Theil dan 310,45 = Rata-rata Batting dari McLaughlin
116
Lampiran (3.3)
Tabel Persamaan Peramalan Box-Jenkins
Model Persamaan Peramalan
(1,0,0) ( ) ( )( ) ( ) ( )
1 1
1 1
1 1
1 1 2,3,...
T T
T T
x x x
x x x
φ φτ φ τ φ τ
= + −
= − + − =
)
) )
(1,1,0) ( ) ( )( ) ( ) ( )( ) ( ) ( ) ( )
1 1 1
1 1
1 1
1 1
2 1 1
1 1 2 3,4,...
T T T
T T T
T T T
x x x
x x x
x x x
φ φφ φ
τ φ τ φ τ τ
−= + +
= + +
= + − + − =
)
) )
) ) )
(1,2,0) ( ) ( ) ( )( ) ( ) ( ) ( )( ) ( ) ( ) ( ) ( )( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )
1 1 1 1 2
1 1 1 1
1 1 1
1 1 1
1 2 1 2
2 2 1 1 2
3 2 2 1 2 1
2 1 1 2 1 2 3 4,5,...
T T T T
T T T T
T T T T
T T T T
x x x x
x x x x
x x x x
x x x x
φ φ φφ φ φφ φ φ
τ φ τ φ φ τ τ
− −
−
= + − + +
= + − + +
= + − + +
= + − − + − + − =
)
) )
) ) )
) ) ) )
(2,0,0) ( ) ( )( ) ( ) ( )( ) ( ) ( ) ( )
1 2 1 1 2
1 2 1 2
1 2 1 2
1 1
2 1 1
1 2 1 3,4,...
T T T
T T T
T T T
x x x x
x x x x
x x x x
φ φ φ φφ φ φ φ
τ φ τ φ τ φ φ τ
−= + + − −
= + + − −
= − + − + − − =
)
) )
) )
(2,1,0) ( ) ( ) ( )( ) ( ) ( ) ( )( ) ( ) ( ) ( ) ( )( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )
1 2 1 1 2 2
1 2 1 2 1
1 2 1 2
1 2 1 2
1 1
2 1 1
3 1 2 1
1 1 2 3 4,5,...
T T T T
T T T T
T T T T
T T T T
x x x x
x x x x
x x x x
x x x x
φ φ φ φφ φ φ φφ φ φ φ
τ φ τ φ φ τ φ τ τ
− −
−
= + + − −
= + + − −
= + + − −
= + − + − − − − =
)
) )
) ) )
) ) ) )
(2,2,0) ( ) ( ) ( ) ( )( ) ( ) ( ) ( ) ( )( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )( ) ( ) ( ) ( ) ( )
1 2 1 1 1 2 2 2 3
1 2 1 1 2 1 2 2
1 2 1 1 2 2 1
1 2 1 1 2 2
1 2 1
1 2 2 1 2
2 2 1 2 1 2
3 2 2 2 1 1 2
4 2 3 2 1 2 2 1
2 1 2 1 2
T T T T T
T T T T T
T T T T T
T T T T T
T T T
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x
φ φ φ φ φ φφ φ φ φ φ φφ φ φ φ φ φφ φ φ φ φ φ
τ φ τ φ φ τ φ
− − −
− −
−
= + + − − + − +
= + + − − + − +
= + + − − + − +
= + + − − + − +
= + − + − − − +
)
) )
) ) )
) ) ) )
) ) ) ( ) ( )( )
1 2
2
2 3
4 4,5,...
T
T
x
x
φ τφ τ τ
− −
+ − =
)
)
117
(0,0,1) ( )( )
11
2,3,...
T T
T
x a x
x x
θτ τ
= − +
= =
)
)
(0,1,1) ( )( ) ( )
11
1 2,3,...
T T T
T T
x a x
x x
θτ τ τ
= − +
= − =
)
) )
(0,2,1) ( )( ) ( )( ) ( ) ( )
1 11 2
2 2 1
2 1 2 3,4,...
T T T T
T T T
T T T
x a x x
x x x
x x x
θ
τ τ τ τ
−= − + −
= −
= − − − =
)
) )
) ) )
(0,0,2) ( )( )( )
1 2 1
2
1
2
3,4,...
T T T
T T
T
x a a x
x a x
x x
θ θθ
τ τ
−= − − +
= − +
= =
)
)
)
(0,1,2) ( )( ) ( )( ) ( )
1 2 1
2
1
2 1
1 3,4,...
T T T T
T T T
T T
x a a x
x a x
x x
θ θθ
τ τ τ
−= − − +
= − +
= − =
)
) )
) )
(0,2,2) ( )( ) ( )( ) ( ) ( )
1 2 1 1
2
1 2
2 2 1
2 1 2 3,4,...
T T T T T
T T T T
T T T
x a a x x
x a x x
x x x
θ θθ
τ τ τ τ
− −= − − + −
= − + +
= − + − =
)
) )
) ) )
(1,0,1) ( ) ( )( ) ( ) ( )
1 1 1
1 1
1 1
1 1 2,3,...
T T T
T T
x x a x
x x x
φ φ φτ φ τ φ τ
= − + −
= − + − =
)
) )
(1,1,1) ( ) ( )( ) ( ) ( )( ) ( ) ( ) ( )
1 1 1 1
1 1
1 1
1 1
2 1 1
1 1 2 3,4,...
T T T T
T T T
T T T
x x x a
x x x
x x x
φ φ θφ φ
τ φ τ φ τ τ
−= + + −
= + +
= + − + − =
)
) )
) ) )
(1,2,1) ( ) ( ) ( )( ) ( ) ( ) ( )( ) ( ) ( ) ( ) ( )( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )
1 1 1 1 2 1
1 1 1 1
1 1 1
1 1 1
1 2 1 2
2 2 1 1 2
3 2 2 1 2 1
2 1 1 2 1 2 3 4,5,...
T T T T T
T T T T
T T T T
T T T T
x x x x a
x x x x
x x x x
x x x x
φ φ φ θφ φ φφ φ φ
τ φ τ φ φ τ τ
− −
−
= + − + + −
= + − + +
= + − + +
= + − − + − + − =
)
) )
) ) )
) ) ) )
118
Lampiran (4.1)
Tabel Konversi Nilai Beli Mata Uang US Dollar dengan Menggunakan Fungsi Logaritma
Nilai Beli US Dollar
Ln Nilai Beli US Dollar
Nilai Beli US Dollar
Ln Nilai Beli US Dollar
Nilai Beli US Dollar
Ln Nilai Beli US Dollar
Nilai Beli US Dollar
Ln Nilai Beli US Dollar
9630 9.172639 9610 9.170560 9580 9.167433 9279 9.135509 9670 9.176784 9620 9.171600 9574 9.166806 9356 9.143773 9700 9.179881 9605 9.170039 9511 9.160204 9429 9.151545 9705 9.180396 9610 9.170560 9375 9.145802 9534 9.162620 9695 9.179366 9595 9.168997 9394 9.147826 9528 9.161990 9710 9.180912 9597 9.169206 9417 9.150272 9531 9.162305 9675 9.177301 9610 9.170560 9264 9.133891 9583 9.167746 9670 9.176784 9600 9.169518 9326 9.140561 9534 9.162620 9690 9.178850 9610 9.170560 9278 9.135401 9556 9.164925 9725 9.182455 9598 9.169310 9303 9.138092 9476 9.156518 9710 9.180912 9591 9.168580 9322 9.140132 9386 9.146974 9720 9.181941 9585 9.167955 9291 9.136801 9402 9.148678 9685 9.178334 9590 9.168476 9192 9.126089 9486 9.157572 9630 9.172639 9597 9.169206 9172 9.123911 9503 9.159363 9600 9.169518 9596 9.169102 9230 9.130214 9523 9.161465 9615 9.171080 9594 9.168893 9307 9.138522 9539 9.163144 9605 9.170039 9590 9.168476 9205 9.127502 9614 9.170976 9610 9.170560 9580 9.167433 9264 9.133891 9581 9.167537 9635 9.173158 9590 9.168476 9315 9.139381 9554 9.164715 9645 9.174195 9583 9.167746 9328 9.140776 9618 9.171392 9583 9.167746 9279 9.135509
119
Lampiran (4.2) Tabel Perhitungan Nilai Beli US Dollar dengan Metode Pemulusan Eksponensial
Ganda dengan Pendekatan Metode Linear Satu-Parameter dari Brown
periode Nilai Beli US
Dollar
'tS ''
tS ta tb tF
1 9630 9630 9630 2 9670 9638 9631.600 9644.400 1.6 3 9700 9650.4 9635.360 9665.440 3.76 9646 4 9705 9661.32 9640.552 9682.088 5.192 9669.200 5 9695 9668.056 9646.053 9690.059 5.5008 9687.280 6 9710 9676.445 9652.131 9700.758 6.0784 9695.560 7 9675 9676.156 9656.936 9695.376 4.804928 9706.837 8 9670 9674.925 9660.534 9689.316 3.597709 9700.180 9 9690 9677.940 9664.015 9691.864 3.481180 9692.913
10 9725 9687.352 9668.682 9706.021 4.667355 9695.346 11 9710 9691.881 9673.322 9710.441 4.639812 9710.689 12 9720 9697.505 9678.159 9716.852 4.836592 9715.080 13 9685 9695.004 9681.528 9708.480 3.369068 9721.688 14 9630 9682.003 9681.623 9682.384 0.09509 9711.849 15 9600 9665.603 9678.419 9652.786 -3.20406 9682.479 16 9615 9655.482 9673.832 9637.133 -4.58735 9649.582 17 9605 9645.386 9668.142 9622.629 -5.68917 9632.545 18 9610 9638.309 9662.176 9614.442 -5.96676 9616.940 19 9635 9637.647 9657.270 9618.024 -4.90575 9608.475 20 9645 9639.117 9653.639 9624.596 -3.63047 9613.118 21 9618 9634.894 9649.890 9619.898 -3.74908 9620.965 22 9610 9629.915 9645.895 9613.935 -3.99502 9616.149 23 9620 9627.932 9642.303 9613.562 -3.59262 9609.940 24 9605 9623.346 9638.511 9608.180 -3.79139 9609.969 25 9610 9620.677 9634.944 9606.409 -3.56694 9604.389 26 9595 9615.541 9631.064 9600.019 -3.88061 9602.842 27 9597 9611.833 9627.218 9596.448 -3.84614 9596.138 28 9610 9611.466 9624.067 9598.865 -3.15023 9592.602 29 9600 9609.173 9621.088 9597.258 -2.97884 9595.715 30 9610 9609.338 9618.738 9599.939 -2.35000 9594.279 31 9598 9607.071 9616.405 9597.737 -2.33354 9597.589 32 9591 9603.857 9613.895 9593.818 -2.50966 9595.403 33 9585 9600.085 9611.133 9589.037 -2.76200 9591.308 34 9590 9598.068 9608.520 9587.616 -2.61301 9586.275 35 9597 9597.855 9606.387 9589.322 -2.13314 9585.003 36 9596 9597.484 9604.606 9590.361 -1.78069 9587.189 37 9594 9596.787 9603.043 9590.531 -1.56390 9588.580 38 9590 9595.430 9601.520 9589.339 -1.52260 9588.967 39 9580 9592.344 9599.685 9585.003 -1.83526 9587.817 40 9590 9591.875 9598.123 9585.627 -1.56196 9583.167 41 9583 9590.100 9596.518 9583.682 -1.60456 9584.065 42 9583 9588.680 9594.951 9582.409 -1.56765 9582.077 43 9580 9586.944 9593.349 9580.539 -1.60131 9580.842
120
44 9574 9584.355 9591.550 9577.160 -1.79881 9578.937
45 9511 9569.684 9587.177 9552.191 -4.37325 9575.361 46 9375 9530.747 9575.891 9485.603 -11.2860 9547.818 47 9394 9503.398 9561.393 9445.403 -14.4987 9474.317 48 9417 9486.118 9546.338 9425.899 -15.0548 9430.905 49 9264 9441.695 9525.409 9357.980 -20.9286 9410.844 50 9326 9418.556 9504.038 9333.073 -21.3707 9337.052 51 9278 9390.445 9481.320 9299.569 -22.7188 9311.702 52 9303 9372.956 9459.647 9286.264 -21.6728 9276.851 53 9322 9362.765 9440.270 9285.259 -19.3765 9264.592 54 9291 9348.412 9421.899 9274.925 -18.3717 9265.882 55 9192 9317.129 9400.945 9233.314 -20.9539 9256.553 56 9172 9288.103 9378.376 9197.830 -22.5683 9212.360 57 9230 9276.483 9357.998 9194.968 -20.3787 9175.262 58 9307 9282.586 9342.915 9222.257 -15.0823 9174.589 59 9205 9267.069 9327.746 9206.392 -15.1693 9207.175 60 9264 9266.455 9315.488 9217.422 -12.2582 9191.222 61 9315 9276.164 9307.623 9244.705 -7.86476 9205.164 62 9328 9286.531 9303.405 9269.658 -4.21837 9236.840 63 9279 9285.025 9299.729 9270.321 -3.67595 9265.439 64 9279 9283.820 9296.547 9271.093 -3.18176 9266.645 65 9356 9298.256 9296.889 9299.623 0.341788 9267.911 66 9429 9324.405 9302.392 9346.418 5.503189 9299.965 67 9534 9366.324 9315.178 9417.469 12.78636 9351.921 68 9528 9398.659 9331.875 9465.444 16.69613 9430.256 69 9531 9425.127 9350.525 9499.729 18.65054 9482.140 70 9583 9456.702 9371.760 9541.643 21.23534 9518.380 71 9562.879 72 9584.114 73 9605.349 74 9626.585 75 9647.820 76 9669.055 77 9690.291 78 9711.526 79 9732.761 80 9753.997 81 9775.232 82 9796.467
121
Lampiran (4.3)
Tabel Ketepatan Metode Peramalan untuk Metode Pemulusan Eksponensial Ganda dengan Pendekatan Metode Linear Satu-Parameter dari Brown
Nilai Beli
Nilai Ramalan
te te ( )2
te tPE tPE
9534 9562,879 -28,8785 28,87853 833,9696 -0,30290 0,302900 9556 9584,114 -28,1139 28,11387 790,3899 -0,29420 0,294201 9476 9605,349 -129,349 129,3492 16731,22 -1,36502 1,365019 9386 9626,585 -240,585 240,5846 57880,93 -2,56323 2,563228 9402 9647,820 -245,820 245,8199 60427,43 -2,61455 2,614549 9486 9669,055 -183,055 183,0552 33509,22 -1,92974 1,929741 9503 9690,291 -187,291 187,2906 35077,77 -1,97086 1,970858 9523 9711,526 -188,526 188,5259 35542,03 -1,97969 1,979691 9539 9732,761 -193,761 193,7613 37543,43 -2,03125 2,031254 9614 9753,997 -139,997 139,9966 19599,05 -1,45617 1,456175 9581 9775,232 -194,232 194,2320 37726,06 -2,02726 2,027262 9554 9796,467 -242,467 242,4673 58790,39 -2,53786 2,537862
te∑ =
-271,346 te∑ =
271,346 SSE =
394451,9
( )tPE∑
=- 21,0727 tPE∑ =
21,07274
ME = -
22,6122 MAE =
22,61215 MSE =
32870,99 MPE =
-1,756062 MAPE = 1,756062
SDE =
189,3654
122
Lampiran (4.4) Tabel Perhitungan Nilai Beli US Dollar dengan Metode Pemulusan Eksponensial
Ganda dengan Pendekatan Metode Linear Dua-Parameter dari Holt’s
periode Nilai Beli US
Dollar
tS tb t mF +
1 9630 9630 40 2 9670 9670 40 3 9700 9708 39,2 9710 4 9705 9738,760 35,824 9747,2 5 9695 9758,667 29,45728 9774,584 6 9710 9772,500 23,20732 9788,124 7 9675 9771,566 13,55077 9795,707 8 9670 9762,093 4,341466 9785,116 9 9690 9751,148 -1,77329 9766,435
10 9725 9744,499 -3,72324 9749,374 11 9710 9734,621 -6,18534 9740,776 12 9720 9726,749 -6,86019 9728,436 13 9685 9712,911 -9,65125 9719,888 14 9630 9688,608 -15,5120 9703,259 15 9600 9658,476 -21,3596 9673,096 16 9615 9632,693 -23,1290 9637,117 17 9605 9608,652 -23,4941 9609,564 18 9610 9590,126 -21,5067 9585,157 19 9635 9581,895 -16,1963 9568,619 20 9645 9581,559 -9,85219 9565,699 21 9618 9580,966 -6,14876 9571,707 22 9610 9581,854 -3,33411 9574,817 23 9620 9586,816 -0,01566 9578,519 24 9605 9590,440 1,440347 9586,800 25 9610 9595,504 2,889928 9591,880 26 9595 9597,715 2,618399 9598,394 27 9597 9599,667 2,351703 9600,334 28 9610 9603,615 2,990211 9602,019 29 9600 9605,284 2,46180 9606,605 30 9610 9608,197 2,642127 9607,746 31 9598 9608,271 1,615019 9610,839 32 9591 9606,109 0,104131 9609,886 33 9585 9601,970 -1,59291 9606,213 34 9590 9598,302 -2,42311 9600,378 35 9597 9596,103 -2,33342 9595,879 36 9596 9594,216 -2,15500 9593,770 37 9594 9592,449 -1,99986 9592,061 38 9590 9590,359 -2,03576 9590,449 39 9580 9586,659 -2,70162 9588,323 40 9590 9585,166 -2,21817 9583,957 41 9583 9582,958 -2,21397 9582,947 42 9583 9581,195 -2,03348 9580,744 43 9580 9579,329 -1,96642 9579,162
123
44 9574 9576,690 -2,23545 9577,363
45 9511 9561,764 -7,31184 9574,455 46 9375 9518,562 -21,6680 9554,452 47 9394 9476,315 -29,8995 9496,894 48 9417 9440,532 -32,2527 9446,415 49 9264 9379,424 -43,7951 9408,280 50 9326 9333,703 -44,5654 9335,629 51 9278 9286,910 -45,4564 9289,137 52 9303 9253,763 -40,5327 9241,454 53 9322 9234,984 -31,8311 9213,230 54 9291 9220,722 -24,8033 9203,153 55 9192 9195,135 -25,1169 9195,919 56 9172 9170,415 -24,9583 9170,018 57 9230 9162,365 -18,1949 9145,456 58 9307 9176,736 -5,16847 9144,170 59 9205 9178,254 -2,49389 9171,568 60 9264 9193,408 4,565282 9175,760 61 9315 9221,379 13,9274 9197,974 62 9328 9253,845 21,3429 9235,306 63 9279 9275,950 21,64787 9275,188 64 9279 9293,879 20,16002 9297,598 65 9356 9322,431 23,51693 9314,039 66 9429 9362,558 30,16111 9345,948 67 9534 9420,975 41,46356 9392,719 68 9528 9475,551 46,70844 9462,439 69 9531 9524,008 47,40767 9522,260 70 9583 9573,732 48,33444 9571,415 71 9622,067 72 9670,401 73 9718,736 74 9767,070 75 9815,405 76 9863,739 77 9912,073 78 9960,408 79 10008,74 80 10057,08 81 10105,41 82 10153,75
124
Lampiran (4.5)
Tabel Ketepatan Metode Peramalan untuk Metode Pemulusan Eksponensial Ganda dengan Pendekatan Metode Linear Dua-Parameter dari Holt’s
Nilai Beli
Nilai Ramalan
te te ( )2
te tPE tPE
9534 9622,067 -88,0668 88,06676 7755,754 -0,92371 0,923713 9556 9670,401 -114,401 114,4012 13087,63 -1,19717 1,197166 9476 9718,736 -242,736 242,7356 58920,59 -2,56158 2,561583 9386 9767,070 -381,070 381,0701 145214,4 -4,05998 4,059984 9402 9815,405 -413,405 413,4045 170903,3 -4,39698 4,396985 9486 9863,739 -377,739 377,7389 142686,7 -3,98207 3,982068 9503 9912,073 -409,073 409,0734 167341,0 -4,30468 4,304676 9523 9960,408 -437,408 437,4078 191325,6 -4,59317 4,593172 9539 10008,74 -469,742 469,7422 220657,8 -4,92444 4,924439 9614 10057,08 -443,077 443,0767 196316,9 -4,60866 4,608661 9581 10105,41 -524,411 524,4111 275007,0 -5,47345 5,473449 9554 10153,75 -599,746 599,7456 359694,7 -6,27743 6,277429
te∑ =
-687,812 te∑ =
687,8123 SSE =
1948911
( )tPE∑ =
-47,3033 tPE∑
= 47,30332
ME = -
57,3177 MAE =
57,31769 MSE =
162409,3 MPE =
-3,94194 MAPE = 3,941944
SDE =
420,9201
125
Lampiran (4.6)
Tabel Ketepatan Metode Peramalan untuk Metode ARIMA Box-Jenkins
Nilai Beli
Nilai Ramalan
te te ( )2
te tPE tPE
9534 9584,19 -50,19 50,19 2519,036 -0,52643 0,526432 9556 9583,04 -27,04 27,04 731,1616 -0,28296 0,282964 9476 9581,98 -105,98 105,98 11231,76 -1,1184 1,118404 9386 9580,93 -194,93 194,93 37997,70 -2,07682 2,076817 9402 9579,97 -177,97 177,97 31673,32 -1,8929 1,892895 9486 9579,01 -93,01 93,01 8650,860 -0,9805 0,980498 9503 9578,06 -75,06 75,06 5634,004 -0,78986 0,789856 9523 9577,19 -54,19 54,19 2936,556 -0,56904 0,569043 9539 9576,33 -37,33 37,33 1393,529 -0,39134 0,391341 9614 9575,55 38,45 38,45 1478,403 0,399938 0,399938 9581 9574,80 6,2 6,2 38,44000 0,064711 0,064711 9554 9574,03 -20,03 20,03 401,2009 -0,20965 0,209650
te∑ =
-70,22 te∑ =
70,22 SSE =
104686
( )tPE∑ =
-0,73608 tPE∑ =
9,302548
ME=
-5,85167 MAE =
5,851667 MSE =
8723,831 MPE =
-0,06134 MAPE = 0,775212
SDE =
97,55464
126
Lampiran (4.7)
Final Estimates of Parameters Type Coef SE Coef T P AR 1 0.9487 0.0383 24.80 0.000 MA 1 -0.0746 0.1174 -0.64 0.527 Constant 0.469797 0.000575 816.68 0.000 Mean 9.16338 0.01122 Number of observations: 82 Residuals: SS = 0.00182423 (backforecasts excluded) MS = 0.00002309 DF = 79 Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag 12 24 36 48 Chi-Square 15.7 34.8 40.6 47.4 DF 9 21 33 45 P-Value 0.072 0.030 0.171 0.376 Forecasts from period 82 95 Percent Limits Period Forecast Lower Upper Actual 83 9.16447 9.15505 9.17389 84 9.16442 9.15094 9.17789 85 9.16436 9.14807 9.18065 86 9.16431 9.14586 9.18277 87 9.16426 9.14406 9.18447 88 9.16422 9.14255 9.18588 89 9.16418 9.14128 9.18707 90 9.16414 9.14018 9.18809
127
Lampiran (4.8) Hari Senin Hari Selasa
Final Estimates of Parameters Type Coef SE Coef T P AR 1 0.7883 0.0918 8.59 0.000 Constant 1.94062 0.00111 1746.91 0.000 Mean 9.16733 0.00525 Number of observations: 48 Residuals: SS = 0.00272481 (backforecasts excluded) MS = 0.00005923 DF = 46
Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag 12 24 36 48 Chi-Square 5.5 11.0 20.8 * DF 10 22 34 * P-Value 0.852 0.975 0.963 *
Forecasts from period 48 95 Percent Limits Period Forecast Lower Upper Actual 49 9.16271 9.14762 9.17780 50 9.16369 9.14447 9.18290 51 9.16446 9.14308 9.18584 52 9.16507 9.14245 9.18769
Final Estimates of Parameters Type Coef SE Coef T P AR 1 0.6839 0.1485 4.60 0.000 AR 2 0.1117 0.1526 0.73 0.468 Constant 1.87349 0.00115 1623.14 0.000 Mean 9.16642 0.00565 Number of observations: 50 Residuals: SS = 0.00311411 (backforecasts excluded) MS = 0.00006626 DF = 47
128
Hari Rabu
Forecasts from period 50 95 Percent Limits Period Forecast Lower Upper Actual 51 9.16201 9.14605 9.17797 52 9.16304 9.14370 9.18237 53 9.16361 9.14218 9.18504 54 9.16412 9.14140 9.18684
Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag 12 24 36 48 Chi-Square 6.3 9.5 16.2 57.6 DF 9 21 33 45 P-Value 0.711 0.985 0.994 0.098
Final Estimates of Parameters Type Coef SE Coef T P AR 1 0.6250 0.1414 4.42 0.000 AR 2 0.4629 0.1802 2.57 0.014 AR 3 -0.4235 0.1502 -2.82 0.007 Constant 3.07626 0.00108 2841.12 0.000 Mean 9.16677 0.00323 Number of observations: 50 Residuals: SS = 0.00269181 (backforecasts excluded) MS = 0.00005852 DF = 46
Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag 12 24 36 48 Chi-Square 7.9 17.4 24.0 50.8 DF 8 20 32 44 P-Value 0.446 0.629 0.845 0.222
Forecasts from period 50 95 Percent Limits Period Forecast Lower Upper Actual 51 9.16061 9.14561 9.17561 52 9.17253 9.15485 9.19022 53 9.16574 9.14391 9.18757 54 9.17140 9.14876 9.19404
129
Hari Kamis
Hari Jum’at
Final Estimates of Parameters Type Coef SE Coef T P AR 1 0.7642 0.0947 8.07 0.000 Constant 2.16227 0.00099 2192.51 0.000 Mean 9.16817 0.00418 Number of observations: 49 Residuals: SS = 0.00223827 (backforecasts excluded) MS = 0.00004762 DF = 47
Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag 12 24 36 48 Chi-Square 8.2 12.6 21.3 32.9 DF 10 22 34 46 P-Value 0.606 0.945 0.955 0.926
Forecasts from period 49 95 Percent Limits Period Forecast Lower Upper Actual 50 9.16769 9.15416 9.18121 51 9.16780 9.15077 9.18483 52 9.16789 9.14912 9.18666 53 9.16795 9.14824 9.18767
Final Estimates of Parameters Type Coef SE Coef T P AR 1 0.6797 0.1098 6.19 0.000 Constant 2.93643 0.00094 3130.66 0.000 Mean 9.16867 0.00293 Number of observations: 47 Residuals: SS = 0.00185751 (backforecasts excluded) MS = 0.00004128 DF = 45
Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag 12 24 36 48 Chi-Square 3.9 9.8 19.8 * DF 10 22 34 * P-Value 0.953 0.988 0.975 *
130
Forecasts from period 47 95 Percent Limits Period Forecast Lower Upper Actual 48 9.16598 9.15339 9.17858 49 9.16684 9.15161 9.18207 50 9.16742 9.15112 9.18373 51 9.16782 9.15105 9.18460