bab ii landasan teoritis 2.1 sumber daya...
TRANSCRIPT
10
BAB II
LANDASAN TEORITIS
2.1 Sumber daya air
Sumber daya air adalah kemampuan dan kapasitas potensi air yang
dapat dimanfaatkan oleh kegaitan manusia untuk kegiatan sosial ekonomi.
Terdapat berbagai jenis sumber air yang umumnya dimanfaatkan oleh
masyarakat, seperti air laut, air hujan, air tanah dan air permukaan. Air
permukaan adalah sumber air yang paling banyak digunakan oleh
masyarakat. Air permukaan juga menjadi perhatian utama saat ini karena
ketersediaan air permukaan semakin terbatas/langka. Air dengan segala
pemanfaatannya bagi kehidupan mulai dari tingkat molekular hingga
ekosistem global, terlalu rendah jika hanya mendapatkan instrumental value.
Air adalah kehidupan dan sumber kehidupan, dimana setiap kehidupan
memiliki instrinsic value sehingga air tidak dapat dinilai apalagi dikelola
sebatas ‘barang’. Air lebih dari sekedar sebagai nilai sosial, ekonomi, religius,
kultural dan lingkungan. (Sanim, 2011:6)
Penilaian air akan menjadi kompleks jika cara pandang pemanfaatan
sumber daya air didasarkan atas filosofis yang melingkupinya. Basis cara
pandang anthropocentrisme menganggap bahwa manusia adalah pemilik
semua yang ada di bumi ini sehingga setiap pilihan/keputusan/kegiatan
ekonomi harus mengedepankan kepentingan manusia diatas kepentingan
elemen alam lainnya. Sistem nilai ekonomi muncul dari kelangkaan yang
berorientasi pada pemenuhan kebutuhan manusia semata, sehingga dalam
memperlakukan sumberdaya alam cenderung exploitativ bahkan kadang-
kadang destrucutive. Menurut mahzab ini, sebagai pendorong utama dalam
pemanfaatan sumberdaya alam adalah kesejahteraan hidup manusia yang
terpenuhi melalui pemenuhan kebutuhan konsumsi. Manusia berperan
sebagai producer and consumers dalam ekosistem, sehingga decision on the
11
allocation of resource are the best made in markets (Dharmawan 2003,
disarikan dari Diesendorf and Hamilton 1997).
Dalam UU No.7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, dinyatakan
bahwa Sumber daya air adalah air, sumber air, dan daya air yang terkandung di
dalamnya. Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah
permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air
hujan, dan air laut yang berada di darat. Air permukaan adalah semua air yang
terdapat pada permukaan tanah. Air tanah adalah air yang terdapat dalam
lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah. Sumber air adalah tempat
atau wadah air alami dan/atau buatan yang terdapat pada, di atas, ataupun di
bawah permukaan tanah. Daya air adalah potensi yang terkandung dalam air
dan/atau pada sumber air yang dapat memberikan manfaat ataupun kerugian
bagi kehidupan dan penghidupan manusia serta lingkungannya.
Dalam penelitian ini sumber daya air yang dimaksud adalah Sumber
Mata Air Senjoyo yang dimanfaatkan sebagai pemenuhan kebutuhan akan air
oleh masyarakat umum maupun instansi-instansi yang mengelolanya.
2.2 Pengelolaan Air
Pengelolaan sama dengan manajemen. Manajemen merupakan
terjemahan dari kata management dalam Bahasa Inggris dan didefinisikan
sebagai suatu aktifitas, seni, cara, gaya, pengorganisasian, kepemimpinan,
pengendalian, dalam mengelola, mengendalikan kegiatan (New Webster
Dictionary, 1997; Echols dan Shadily, 1988; Webster’s New World
Dictionary, 1983; Collins Cobuild, 1998). Aktifitas dimulai dari perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, operasi dan pemeliharaan serta evaluasi dan
monitoring. Oleh karena itu pengelolaan dapat dilihat dari berbagai aspek
antara lain dapat berupa ilmu pengetahuan, berupa profesi atau keahlian,
berupa sistem, pengaturan, proses, metode, seni, sekelompok orang atau
beberapa grup dengan tujuan tertentu. (Kodoatie, 2008:205)
12
Menurut Grigg (1996), pengelolaan sumber daya air didefinisikan
sebagai aplikasi dari cara struktural dan non struktural untuk mengendalikan
sistem sumber daya air alam dan buatan manusia untuk kepentingan manusia
dan tujuan-tujuan lingkungan. Tindakan struktur untuk pengelolaan air adalah
fasilitas-fasilitas terbangun yang digunakan untuk mengendalikan aliran dan
kualitas air. Tindakan-tindakan non-struktur untuk pengelolaan air adalah
program-progam atau aktifitas-aktifitas yang tidak membutuhkan fasilitas-
fasilitas terbangun (Kodoatie, 2008:202). Global Water Partnershio,
menawarkan suatu konsep keterpaduan yang menarik untuk Pengelolaan
Sumber Daya Air Terpadu. Menurut GWP, elemen-elemen penting dalam
pengelolaan Sumber Daya Air terpadu dapat dikelompokkan dalam 3 elemen
utama yaitu:
• The Enabling Environtmental adalah kerangka umum dari
kebijakan nasional, legislasi, regulasi, finansial untuk
pengelolaan SDA oleh aktor. Fungsinya merangkai dan
membuat kebijakan, peraturan serta finansialnya. Sehingga
dapat disebut sebagai rules of the games.
• Peran-peran institusi (Institutional roles) merupakan fungsi
dari berbagai tingkatan administrasi dan aktor. Perannya
mendefinisikan para pelaku.
• Alat-alat manajemen (management instruments) merupakan
instrumen operasional untuk regulasi yang efektif, monitoring
dan penegakan hukum yang memungkinkan pengambilan
keputusan untuk membuat pilihan yang informatif diantara
aksi-aksi alternatif. Pilihan-pilihan ini harus berdasarkan
kebijakan yang telah disetujui, sumberdaya yang tersedia,
dampak lingkungan dan konsekuensi sosial dan budaya.
Dalam UU No.7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air menyebutkan
bahwa pengelolaan sumber daya air perlu diarahkan untuk mewujudkan sinergi
dan keterpaduan yang harmonis antarwilayah, antarsektor, dan antargenerasi.
13
Pengelolaan sumber daya air adalah upaya merencanakan, melaksanakan,
memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya air,
pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air. Pola
pengelolaan sumber daya air adalah kerangka dasar dalam merencanakan,
melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan konservasi sumber daya
air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air. Rencana
pengelolaan sumber daya air adalah hasil perencanaan secara menyeluruh dan
terpadu yang diperlukan untuk menyelenggarakan pengelolaan sumber daya air.
Perencanaan adalah suatu proses kegiatan untuk menentukan tindakan yang
akan dilakukan secara terkoordinasi dan terarah dalam rangka mencapai tujuan
pengelolaan sumber daya air.
2.3 Jejaring Aktor
Dalam Actor Network Theory oleh Bruno Latour pada umumnya
mengembangkan konsep mengenai jaringan, aktor, translasi, dan
intermediari. Konsep jaringan tidak hanya berfokus pada relasi sosial aktor
manusia, tetapi mencakup aktor-aktor nonmanusia yaitu sebuah jaringan
heterogen (beragam). Aktor didefinisikan sebagai sesuatu yang ikut beraksi,
yang bukan hanya manusia, melainkan juga merupakan obyek teknis.
Translasi berarti penjajakan dan penyesuaian aksi-aksi yang berlangsung
antara aktor-aktor sampai tercapai suatu relasi yang stabil sehingga obyek
teknis dapat terus berfungsi. Sedangkan intermediari adalah aktor yang
”bersirkulasi” di antara aktor-aktor dan yang memelihara relasi di antara
mereka. Sebagai contoh dari ANT ini, misalnya Newton sebagai salah satu
aktor tidak benar-benar bertindak sendiri dalam menciptakan teori gravitasi,
sebab ia membutuhkan aktor lain yang (data pengamatan dari beberapa
temannya), Astronomer Royal dan John Flamsteed, sebagai pelaku ilmu
astronomi, membutuhkan aktor lain (dukungan publikasi dari Royal Society
dan anggotanya), Edmund Halley, membutuhkan geometri Euclid, astronomi
dari Kepler, Galileo bukan itu saja ada aktor lain seperti ilmu mekanika,
ruangan, laboratorium, makanan. Trinity College, seorang asisten untuk
14
bekerja di laboratorium, ide mistikmistik (yang akan disanggah) dan lebih
banyak. (Latour, 2005 : 39).
Aktan sama dengan aktor pengendali dalam teori jaringan (ANT) telah
mengembangkan suatu kosa kata yang tidak mengambil perbedaan antara
subyek dan obyek, subjektif dan objektif, ke dalam pertimbangan sebagai
aktor. Aktor mungkin terdaftar sebagai sekutu untuk memberi kekuatan untuk
suatu posisi. Sebuah aktor ada yang berdaya dan ada yang tidak berdaya
dalam mengendalikan sistem jaringan. Dalam teori ini disebutkan terdapat
aktor dan jaringan. Aktor adalah semua elemen yang terhubung dalam sistem
yang nantinya akan membentuk jaringan secara alamiah. Aktor yang mampu
mengontrol aktor lain disebut sebagai aktan. Aktan memiliki kemampuan
untuk bergerak masuk dan keluar suatu jaringan berdasarkan kemauan dan
kepentingannya. Saat aktan memasuki suatu jaringan, maka jaringan tersebut
akan memberi nama atau julukan, aktifitas, perhatian, serta peranan dalam
jaringan tersebut. Dengan kata lain, aktan inilah elemen utama dan menjadi
penggerak dalam jaringan. ANT tidak menjelaskan kenapa ada Jaringan tetapi
lebih tertarik pada infrastukturnya, bagaimana dia terbentuk dan rusak dan
lain sebagainya. ANT memakai Principle of Generated Symmetry, dimana
manusia dan non-manusia digabungkan dalam sebuah framework konseptual
yang sama. (Latour, 2005 : 39)
Bruno Latour menjelaskan adanya actor atau subyek yang memulai
untuk membuat sebuah realita. Kemudian, karena aktor ini memiliki
hubungan sosial dalam kehidupan sosial, maka pemahaman si aktor terhadap
realita sosial menjadi pemahaman bersama di dalam kehidupan sosial. Aktor
dalam Sumber Mata Air Senjoyo yaitu para pengelola meliputi PDAM Kota
Salatiga, PDAM Kabupaten Semarang, PT.Damatex, Yonif 411 dan beberapa
aktor pendukung lainnya seperti LSM, perangkat Desa Tegalwaton,
masyarakat setempat. Banyaknya aktor-aktor yang ada didalam pengelolaan
Sumber Mata Air Senjoyo dapat dianalisis bagaimana jejaring maupun aktan
didalam jaringan tersebut.
15
2.4 Penelitian Sebelumnya
Tabel 2.1
Penelitian Sebelumnya
No Judul Hasil Penelitian
1 Rahmawati, 2007,
Pemanfaatan
Kawasan Sumber
Mata Air Senjoyo
Dalam
Pengembangan
Wilayah Di
Kecamatan
Tengaran, Kabupaten
Semarang.
Universitas
Diponegoro
1. Kawasan Senjoyo yang difungsikan
sebagai kawasan lindung resapan air
dan sekitar mata air, dijadikan tempat
rekreasi dan ritual kungkum, kondisi
fisik dan lingkungan sudah
mengalami penurunan terlihat
dengan banyaknya sampah,
penurunan debit air dan sedimentasi
di embung Senjoyo. Belum ada
pemeliharaan dari Pemerintah
Kabupaten Semarang selaku pemilik
aset. Kemudian ada rencana
pengembangan Kawasan Senjoyo
menjadi obyek wisata oleh
pemerintah.
2. Kawasan Senjoyo sebagai kawasan
lindung resapan air dan sekitar mata
air.
• Sebagai kawasan lindung
resapan air, Kawasan Senjoyo dan
sekitarnya mempunyai kemampuan
meresapkan air dalam jumlah besar
apabila terjadi hujan, hal ini juga
16
didukung dengan masih banyak
pohon-pohon besar di kawasan ini
maupun dilereng Gunung Merbabu
yang juga berfungsi sebagai daerah
tangkapan air dari mata air Senjoyo,
disamping penggunaan lahan yang
masih banyak untuk sawah dan
kebun daripada untuk area terbangun.
• Kemudian sebagai kawasan
lindung sekitar mata air, Kawasan
Senjoyo ini mempunyai mata air
dengan debit yang besar dan
cenderung tidak terpengaruh musim.
Tidak ada bangunan dalam jarak 200
meter dari sumber mata air dan
kualitas airnya masih tetap bagus,
hanya ada bangunan untuk
pengambilan air milik pengguna air.
3. Sebagai tempat rekreasi dan ritual
kungkum.
• Kawasan Senjoyo sebagai
tempat rekreasi mempunyai
pemandangan yang indah dengan
udara yang sejuk, ada sumber mata
air melimpah, kolam renang dan
fasilitas bumi perkemahan.
• Kawasan Senjoyo sebagai
tempat ritual kungkum, sering
dikunjungi orang yang percaya akan
17
nilai berkah mata air Senjoyo untuk
melakukan ritual kungkum di
Sendang Senjoyo yang terdapat di
kawasan ini.
4. Air dari mata air Senjoyo
dimanfaatkan sebagai sumber air
bersih oleh PDAM Kabupaten
Semarang untuk melayani wilayah
desa Tegalwaton Kecamatan
Tengaran dan Tingkir Tengah
wilayah Kota Salatiga, oleh PDAM
Kota Salatiga untuk melayani
sebagian besar wilayah Salatiga dan
sebagian kecil wilayah Kecamatan
Tuntang, oleh PT Damatex untuk
keperluan industrinya dan kebutuhan
air bersih oleh Batalyon Infanteri 411
Salatiga. Selanjutnya sebagai air
irigasi bersama sungai Senjoyo
dimanfaatkan untuk mengaliri sawah
di desa Bener dan Tegalwaton
Kecamatan Tengaran dan sebagian
besar mengaliri sawah di wilayah
Kecamatan Suruh, Pabelan, Bringin
dan Bancak Kabupaten Semarang
serta sebagian kecil wilayah Salatiga.
Selain itu dimanfaatkan untuk
kegiatan mencuci, rekreasi berenang
dan ritual kungkum.
5. Kerja sama pemanfaatan air sudah
18
ada antara Pemerintah Kabupaten
Semarang dengan PT Damatex, kerja
sama dengan Kota Salatiga baru
dalam taraf keputusan bersama antara
PDAM Kabupaten Semarang dan
PDAM Kota Salatiga yang belum
mempunyai payung hukum yang
kuat. Sedangkan kerjasama dengan
pengguna air lainnya (Yonif 411
Salatiga) belum dirintis sama sekali.
6. Melihat kondisi eksisting Kawasan
Senjoyo saat ini baik potensi maupun
masalah, Kawasan Senjoyo tepat
apabila tetap dimanfaatkan sebagai
kawasan lindung resapan air dan
sekitar mata air sekaligus tepat
apabila dimanfaatkan sebagai tempat
rekreasi dan tempat ritual kungkum.
Berawal kegiatan rekreasi dan ritual
kungkum selanjutnya dapat
dikembangkan sebagai obyek wisata
alam dan budaya. Tetapi
pemanfaatan utama adalah sebagai
kawasan lindung mengingat terdapat
sumber mata air dengan debit besar
yang harus dilindungi karena
mempunyai fungsi penting bagi
wilayah Kabupaten Semarang dan
Kota Salatiga. Pemanfaatan untuk
pengembangan pariwisata dapat
dilaksanakan setelah fungsi
19
lindungnya terpenuhi.
7. Sebagai kawasan lindung dalam
pengembangan wilayah di
Kecamatan Tengaran, Kawasan
Senjoyo cenderung tetap menjadikan
Kecamatan Tengaran sebagai daerah
pedesaan disebabkan pembatasan
pembangunan demi menjaga
keberlanjutan sumber mata air.
Karena pemanfaatan sumber mata air
Senjoyo sebagai sumber air bersih
lebih banyak dinikmati oleh wilayah
Kota Salatiga maka Kota Salatiga
menjadi lebih berkembang dengan
dukungan pasokan air bersih dari
mata air Senjoyo.
8. Kawasan Senjoyo yang dijadikan
tempat rekreasi dan ritual kungkum,
berpotensi untuk dikembangkan
sebagai obyek wisata. Dengan
harapan Kawasan Senjoyo dapat
menjadi titik pertumbuhan bagi
wilayah Tengaran dan sekitarnya
karena adanya aktifitas pariwisata
yang berimbas pada kenaikan
aktifitas perekonomian dan
pendapatan masyarakat.
Kemungkinan sama dengan
pengguna air lainnya (Yonif 411
Salatiga) belum dirintis sama sekali.
9. Melihat kondisi eksisting Kawasan
20
Senjoyo saat ini baik potensi maupun
masalah, Kawasan Senjoyo tepat
apabila tetap dimanfaatkan sebagai
kawasan lindung resapan air dan
sekitar mata air sekaligus tepat
apabila dimanfaatkan sebagai tempat
rekreasi dan tempat ritual kungkum.
Berawal kegiatan rekreasi dan ritual
kungkum selanjutnya dapat
dikembangkan sebagai obyek wisata
alam dan budaya. Tetapi
pemanfaatan utama adalah sebagai
kawasan lindung mengingat terdapat
sumber mata air dengan debit besar
yang harus dilindungi karena
mempunyai fungsi penting bagi
wilayah Kabupaten Semarang dan
Kota Salatiga. Pemanfaatan untuk
pengembangan pariwisata dapat
dilaksanakan setelah fungsi
lindungnya terpenuhi. Sebagai
kawasan lindung dalam
pengembangan wilayah di
Kecamatan Tengaran, Kawasan
Senjoyo cenderung tetap menjadikan
Kecamatan Tengaran sebagai daerah
pedesaan disebabkan pembatasan
pembangunan demi menjaga
keberlanjutan sumber mata air.
Karena pemanfaatan sumber mata air
Senjoyo sebagai sumber air bersih
21
lebih banyak dinikmati oleh wilayah
Kota Salatiga maka Kota Salatiga
menjadi lebih berkembang dengan
dukungan pasokan air bersih dari
mata air Senjoyo.Kawasan Senjoyo
yang dijadikan tempat rekreasi dan
ritual kungkum, berpotensi untuk
dikembangkan sebagai obyek wisata.
Dengan harapan Kawasan Senjoyo
dapat menjadi titik pertumbuhan bagi
wilayah Tengaran dan sekitarnya
karena adanya aktifitas pariwisata
yang berimbas pada kenaikan
aktifitas perekonomian dan
pendapatan masyarakat.
Kemungkinan
2 Rachmawati, Laksmi.
et.al. tahun tidak
diketahui.
Pengelolaan Air
Berbasis
Masyarakat:
Pembelajaran dari
Kota Semarang.
Pusat Penelitian
Kependudukan, LIPI
• Dalam banyak kasus pengelolaan
sumber daya alam, partisipasi
masyarakat berperan penting bagi
keberhasilan sistem tersebut.
Partisipasi masyarakat dapat
dilakukan secara langsung atau pun
lewat aktor kunci yang dapat
menyuarakan aspirasi mereka.
Menurut Schewald dan Reijekerk
(2009) keterlibatan aktor kunci
penting dalam sebuah proses
pengelolaan dengan tujuan untuk
mendiskusikan kepentingan dari
22
semua yang terlibat, termasuk
menyelesaikan masalah-masalah yang
muncul dalam pengelolaan. Dalam
hal ini, pengelolaan air di Sukorejo
dan Tugurejo memperlihatkan
bagaimana peran aktor dalam upaya
pengelolaan sumber air telah mencoba
untuk membuat strategi pengelolaan
yang bertujuan untuk memecahkan
persoalan pemenuhan kebutuhan air
bersih di lokasi dengan adil, baik
secara kuantitas maupun secara
ekonomis. Sebagai sebuah sistem
penyediaan air bersih yang berskala
kecil, penduduk relatif sangat
tergantung pada sumber air dan sistem
pengelolaan. Hal ini berpengaruh
secara positif pada rasa memiliki
sumber air dan sistem pengelolaan
tersebut.
• Sistem pengelolaan air di Sukorejo
dan Tugurejo memperlihatkan
efektivitas dalam skala mikro.
Masyarakat dapat terlibat secara
langsung dalam proses pengelolaan,
termasuk memberikan masukan
ataupun keluhan terkait dengan air.
Hal ini merupakan kapasitas yang
penting dalam keberlanjutan
pengelolaan air. Pada awal
23
terbentuknya pengelolaan penyediaan
air, sistem ini membutuhkan
kontribusi dari pihak luar (Yayasan
Soegijapranata- Sukorejo dan sponsor
perusahaan-Tugurejo). Selanjutnya,
aktor kunci yang terlibat dalam
pengurusan penyediaan air
membangun sistem pengelolaan
secara mandiri. Aturan main distribusi
air, pengurus, maupun hak dan
kewajiban masyarakat sebagai
pelanggan ditetapkan melalui
kesepakatan bersama. Walaupun
demikian, pengurus masih memberi
ruang apabila kesepakatan tersebut
tidak dapat dilaksanakan karena
keterbatasan ekonomi pelanggan.
Selain itu, pengurus tidak segan untuk
menyesuaikan sistem pengelolaan
sesuai dengan kondisi dan perubahan
masyarakat. Penerapan konsep
“learning by doing” merupakan salah
satu kunci keberlanjutan sistem
pengelolaan air yang bersifat adaptif
bagi penduduk miskin perkotaan.
Perubahan kondisi lingkungan dan
perubahan iklim merupakan tantangan
utama bagi sistem pengelolaan air ini.
Oleh karena itu untuk menghadapi
tantangan tersebut dibutuhkan
kerjasama dari aktor kunci dan
24
melibatkan pemerintah daerah.
3 Yuliar. 2006.
Governance
Teknologi di
Masyarakat : Sebuah
Pendekatan Jejaring-
Aktor. Jurnal
Sosioteknologi Edisi
7 Tahun 5, April
2006:1-12
Analisis dengan menggunakan ANT yang
dipaparkan di atas memperlihatkan sumber
persoalan terletak pada: (i) bagaimana pelaku-
pelaku, dokumen- dokumen dan acuan-acuan
yang terlibat dalam pelaksanaan sensus
terdahulu (yakni Sensus Penduduk tahun 1990)
dihubungkan ke mesin scanner ICR, program
aplikasi dan lembar angket khusus yang terkait,
dan aktor-aktor sosial yang baru, dan (ii)
bagaimana intermediary objects disirkulasikan
untuk memberikan durability dan spatial
extention dari jejaring relasi-relasi heterogen
yang dibangun dalam poin (i). Dengan
perkataan lain, studi empiris yang dilakukan
menyarankan bahwa perbedaan kinerja scanner
ICR di DIY dan di Propinsi Jabar berkenaan
bukan dengan faktor teknis ataupun faktor
sosial, tetapi faktor sosioteknis. Untuk
meningkatkan kapasitas governance teknologi
scanner untuk tujuan peningkatan kinerja BPS,
para pelaku sensus di tingkat lokal, para tokoh
masyarakat lokal, dan dokumen-dokumen acuan
lokal perlu dilibatkan dalam perencanaan
implementasi teknologi scanner. Hal ini dapat
membantu ketertelusuran di antara dokumen-
dokumen acuan (antara pusat-daerah-lokal;
antara catatan manual dan dictionary), dan
memberikan tingkat legitimasi yang lebih tinggi
di tahap-tahap totalisasi hasil sensus. Riset lebih
jauh diperlukan untuk mempelajari pola-pola di
25
mana jejaring-jejaring bertemu, mengalami
superposisi, dan membentuk “jejaring dari
jejaring-jejaring”. Kasus-kasus empiris perlu
diperkaya dan dikembangkan untuk
meningkatkan “generalitas” dari model ko-
evolusi untuk tujuan memahami governance
dalam jejaring-jejaring. Selain ini, akan menarik
untuk bisa mengembangkan sarana untuk
mengukur kekuatan jejaring/translasi, sehingga
membantu dalam penggunaan praktis dari
model jejaring-aktor.
2.5 Kerangka Pemikiran Penelitian
Gambar 1
Kerangka Pemikiran Penelitian