bab ii landasan teori -...

11
5 BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas teori yang berkaitan dengan pemrosesan data untuk sistem pendeteksi senyum pada skripsi ini, meliputi metode Viola Jones, konversi citra RGB ke grayscale, color segmentation, ketiga metode yang akan dibandingkan, yaitu Harris Corner Detection, Edge Based Corner Detection dan FAST Corner Detection, dan metode perhitungan akurasi untuk menguji performa sistem. 2.1 Metode Viola Jones untuk Mendeteksi Wajah Viola dan Jones memperkenalkan metode deteksi wajah yang mampu mendeteksi wajah dalam suatu citra secara cepat dengan tingkat akurasi yang tinggi pada tahun 2001 [1]. Metode yang kemudian lebih dikenal dengan nama Viola Jones Detector ini menggunakan tiga komponen utama, komponen pertama adalah “Integral Image” yang membuat fitur dari citra mampu dikomputasi secara cepat. Komponen kedua adalah klasifier yang sederhana dan efisien berdasarkan pada algoritma Ada Boost yang mampu memilih beberapa fitur penting dari sekumpulan fitur yang sangat banyak. Komponen ketiga adalah menggabungkan klasifier dalam bentuk “Cascadeatau bertingkat, hal ini mampu menghilangkan latar belakang citra pada daerah yang memiliki kemiripan sangat besar dengan wajah manusia. Metode ini mampu melakukan deteksi wajah dengan kecepatan 15 frames per detik. 2.2 Konversi Citra RGB ke Grayscale Citra wajah yang telah yang diambil merupakan citra RGB (red, green, blue). Citra tersebut akan dikonversi menjadi citra grayscale. Konversi citra dari RGB ke grayscale dapat dilakukan dengan mengeliminasi informasi warna dan saturasi dengan tetap mempertahankan pencahayan (luminance) [6]. Luminance merupakan jumlah energi dari sumber yang ditangkap oleh pengamat, dinyatakan dalam lumen [7]. Citra adalah gambar dua dimensi yang dihasilkan dari gambar analog dua dimensi yang kontinu menjadi gambar diskrit melalui proses sampling. Citra digital dapat didefinisikan sebagai fungsi dua variabel, f(x,y), dimana x dan y adalah koordinat spasial sedangkan f(x,y) adalah nilai intensitas citra pada koordinat tersebut [8]. Citra dalam komputer tersusun dari sekumpulan piksel, dimana setiap triplet

Upload: ledung

Post on 06-Feb-2018

229 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3853/11/T1_612009003_BA… · memiliki kemiripan sangat besar dengan wajah manusia. Metode ini mampu

5

BAB II

LANDASAN TEORI

Pada bab ini akan dibahas teori yang berkaitan dengan pemrosesan data untuk

sistem pendeteksi senyum pada skripsi ini, meliputi metode Viola Jones, konversi

citra RGB ke grayscale, color segmentation, ketiga metode yang akan dibandingkan,

yaitu Harris Corner Detection, Edge Based Corner Detection dan FAST Corner

Detection, dan metode perhitungan akurasi untuk menguji performa sistem.

2.1 Metode Viola Jones untuk Mendeteksi Wajah

Viola dan Jones memperkenalkan metode deteksi wajah yang mampu

mendeteksi wajah dalam suatu citra secara cepat dengan tingkat akurasi yang tinggi

pada tahun 2001 [1]. Metode yang kemudian lebih dikenal dengan nama Viola Jones

Detector ini menggunakan tiga komponen utama, komponen pertama adalah “Integral

Image” yang membuat fitur dari citra mampu dikomputasi secara cepat. Komponen

kedua adalah klasifier yang sederhana dan efisien berdasarkan pada algoritma Ada

Boost yang mampu memilih beberapa fitur penting dari sekumpulan fitur yang sangat

banyak. Komponen ketiga adalah menggabungkan klasifier dalam bentuk “Cascade”

atau bertingkat, hal ini mampu menghilangkan latar belakang citra pada daerah yang

memiliki kemiripan sangat besar dengan wajah manusia. Metode ini mampu

melakukan deteksi wajah dengan kecepatan 15 frames per detik.

2.2 Konversi Citra RGB ke Grayscale

Citra wajah yang telah yang diambil merupakan citra RGB (red, green, blue).

Citra tersebut akan dikonversi menjadi citra grayscale. Konversi citra dari RGB ke

grayscale dapat dilakukan dengan mengeliminasi informasi warna dan saturasi

dengan tetap mempertahankan pencahayan (luminance) [6]. Luminance merupakan

jumlah energi dari sumber yang ditangkap oleh pengamat, dinyatakan dalam lumen

[7].

Citra adalah gambar dua dimensi yang dihasilkan dari gambar analog dua

dimensi yang kontinu menjadi gambar diskrit melalui proses sampling. Citra digital

dapat didefinisikan sebagai fungsi dua variabel, f(x,y), dimana x dan y adalah

koordinat spasial sedangkan f(x,y) adalah nilai intensitas citra pada koordinat tersebut

[8]. Citra dalam komputer tersusun dari sekumpulan piksel, dimana setiap triplet

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3853/11/T1_612009003_BA… · memiliki kemiripan sangat besar dengan wajah manusia. Metode ini mampu

6

terdiri atas variasi tingkat keterangan (brightness) dari elemen red, green, dan blue.

Triplet terdiri dari 3 angka yang mengatur intensitas dari red (R), green (G), dan blue

(B). Angka-angka RGB ini yang seringkali disebut dengan color values.

Citra grayscale adalah citra yang terdiri atas beberapa aras keabuan. Warna

abu-abu pada citra jenis ini merupakan variasi dari warna hitam untuk bagian dengan

intensitas terlemah dan warna putih pada intensitas terkuat [9]. Citra grayscale

berbeda dengan citra hitam-putih, dimana citra hitam putih hanya terdiri atas 2 warna

saja yaitu hitam dan putih saja.

Citra grayscale disimpan dalam format 8 bit untuk setiap sampel piksel, yang

memungkinkan sebanyak 256 intensitas. Untuk mengubah citra berwarna yang

mempunyai nilai matriks masing-masing R, G, dan B menjadi citra grayscale dengan

nilai X, maka konversi dapat dilakukan dengan mengambil rata-rata dari nilai R, G,

dan B. Persamaan (1) merupakan persamaan untuk merepresentasikan hal tersebut.

𝑋 = 𝑅+𝐺+𝐵

3 (1)

2.3 Color Segmentation

Segmentasi adalah proses mempartisi citra menjadi beberapa daerah atau

region [4]. Proses segmentasi citra berwarna dapat dilakukan pada setiap lapisan

warna (HSI atau RGB). Segmentasi warna sederhana dilakukan menggunakan metode

thresholding. Pada skripsi ini, color segmentation dilakukan pada lapisan warna RGB

dengan batas nilai Red > 80, Blue < 80 dan Green < 100, nilai piksel diluar nilai

tersebut akan diubah menjadi 0 (hitam).

2.4 Harris Corner Detection

Harris Corner Detection adalah sistem pendeteksi sudut yang sering

digunakan karena mampu menghasilkan nilai yang konsisten pada citra yang

mengalami rotasi, penskalaan, variasi pencahayaan maupun memiliki banyak derau

pada gambar [4]. Deteksi sudut dengan metode Harris ini didasarkan pada variasi

intensitas sinyal. Variasi intensitas yang besar menunjukkan adanya sudut pada citra.

Pada pendeteksian sudut metode Harris, sudut didefinisikan sebagai

pertemuan dua tepian [4]. Oleh karena itu, titik sudut tidak bisa didefinisikan pada

piksel tunggal, karena disana hanya ada satu gradien setiap titik. Gradien adalah arah

perubahan intensitas kecerahan dalam suatu citra seperti yang ditunjukkan pada

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3853/11/T1_612009003_BA… · memiliki kemiripan sangat besar dengan wajah manusia. Metode ini mampu

7

Gambar 2.1. Gradien dari suatu citra dapat dikelompokkan menjadi:

a) konstan: jika hanya sedikit atau tidak ada perubahan kecerahan

b) sisi: jika ada perubahan intensitas kecerahan yang kuat pada satu arah

c) flow: garis yang paralel

d) tepi: Jika terjadi perubahan kecerahan yang kuat dalam arah saling tegak

lurus

(a) (b) (c)

Gambar 2.1. Gradien Garis dari Suatu Piksel

(a) adalah gradien garis horisontal, (b) adalah gradien garis vertikal, (c) adalah

gradien garis diagonal

Deteksi sudut metode Harris merupakan metode pendeteksian sudut hasil

pengembangan Moravec corner detection. Moravec membuat suatu metode

pendeteksian sudut dengan memperhitungan nilai variasi intensitas suatu citra pada

suatu jendela biner yang akan digeser ke arah sumbu (x, y) tertentu. Pada persamaan

skripsi ini, digunakan jendela biner berukuran 3×3 yang akan digeser ke arah (1,0),

(1,1), (0,1), atau (-1,1). Persamaan variasi intensitas Moravec diberikan oleh

Persamaan (3).

𝐸𝑥 ,𝑦 = 𝑤𝑏(𝑢, 𝑣) 𝐼𝑥+𝑢 ,𝑦+𝑣 − 𝐼𝑢 ,𝑣 2

𝑢 ,𝑣 (2)

dengan,

𝐸𝑥 ,𝑦 = variasi intensitas citra yang tergeser ke arah (x,y)

𝑤𝑏(𝑢, 𝑣) = jendela biner, bernilai 1 di seluruh jendela dan 0 diluar jendela

𝐼𝑥+𝑢 ,𝑦+𝑣 = intensitas citra yang tergeser ke arah (1,0), (1,1), (0,1), atau (-1,1).

𝐼𝑢 ,𝑣 = intensitas citra di posisi (u, v)

Deteksi sudut metode Harris mengganti jendela biner yang digunakan oleh

Moravec dengan jendela Gaussian yang bersifat menghaluskan hasil kuadrat selisih

intensitas yang diperoleh dari Persamaan (2). Secara matematis, pengaplikasian

jendela Gaussian pada citra sama halnya dengan mengalikan citra tersebut dengan

sebuah fungsi Gaussian 2 dimensi [7].

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3853/11/T1_612009003_BA… · memiliki kemiripan sangat besar dengan wajah manusia. Metode ini mampu

8

𝑤𝑔(𝑢, 𝑣) = 𝑒−𝑢2+𝑣2

2𝜎2 (3)

dengan

𝑤𝑔 = nilai tiap elemen jendela Gaussian di posisi (u, v)

σ = standar deviasi distribusi Gaussian (sigma)

Persamaan (2) menunjukkan adanya proses pengurangan intensitas citra di

posisi akhir terhadap intensitas citra di posisi awal. Pergeseran dari jendela Gaussian

ini terjadi ke arah sumbu x dan ke arah sumbu y seperti yang ditunjukkan pada

Gambar 2.2 dan Gambar 2.3.

Gambar 2.2. Pergeseran Jendela Gaussian ke arah (1,0). Warna biru menunjukkan

posisi pergeseran, warna merah menunjukkan posisi awal jendela pada citra.

Gambar 2.3. Pergeseran Jendela Gaussian ke arah (0,1). Warna biru

menunjukkan posisi pergeseran, warna merah menunjukkan posisi awal jendela pada

citra.

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3853/11/T1_612009003_BA… · memiliki kemiripan sangat besar dengan wajah manusia. Metode ini mampu

9

Dari Gambar 2.2 dan Gambar 2.3, Harris menuliskan persamaan variasi

intensitas yang mengalami pergeseran ke arah sumbu x seperti yang ditunjukkan pada

Persamaan (4) berikut

𝐸1,0 = 𝐴𝑖 ,𝑗+1 − 𝐴𝑖 ,𝑗 2≈

𝜕𝐼𝑚

𝜕𝑥

29𝑘=1

3𝑗=1

3𝑖=1 (4)

dengan,

𝜕𝐼𝑚𝜕𝑥

≡ 𝐼𝑚 ∗ (−1,0,1) ≈ 𝐴𝑖 ,𝑗+1 − 𝐴𝑖 ,𝑗

sedangkan persamaan variasi intensitas yang mengalami pergeseran ke arah sumbu y

ditunjukkan pada Persamaan (5)

𝐸0,1 = (𝐴𝑖+1,𝑗 − 𝐴𝑖 ,𝑗 )2 ≈ 𝜕𝐼𝑚

𝜕𝑦

29𝑚=1

3𝑗=1

3𝑖=1 (5)

dengan,

𝜕𝐼𝑚𝜕𝑦

≡ 𝐼𝑚 ∗ (−1,0,1)𝑇 ≈ 𝐴𝑖+1,𝑗 − 𝐴𝑖 ,𝑗

Pergeseran jendela yang ditunjukkan oleh Persamaan (4) dan (5) menunjukkan

bahwa variasi intensitas dapat ditulis ke dalam bentuk fungsi gradien citra di tiap titik.

Karena digunakan jendela berukuran 3×3, maka akan diperoleh fungsi gradien di 9

titik yang dilewati oleh jendela, sehingga Persamaan (2) dapat ditulis menjadi

𝐸𝑥 ,𝑦 = 𝑤𝑢 ,𝑣 𝑥 𝜕𝐼

𝜕𝑥 + 𝑦

𝜕𝐼

𝜕𝑦

2

𝑢 ,𝑣

= 𝑤𝑢 ,𝑣 𝑥2

𝜕𝐼

𝜕𝑥

2

+ 2𝑥𝑦𝜕𝐼

𝜕𝑥

𝜕𝐼

𝜕𝑦+ 𝑦2

𝜕𝐼

𝜕𝑦

2

𝑢 ,𝑣 (6)

Persamaan (6) menunjukkan adanya proses perkalian antara gradien suatu

citra dengan jendela yang tergeser ke seluruh bagian citra. Proses ini sama halnya

seperti konvolusi pada citra, sehingga dapat didefinisikan,

A = 𝜕𝐼

𝜕𝑥

2

∗ 𝑤

D = 𝜕𝐼

𝜕𝑦

2

∗ 𝑤

C = 𝜕𝐼

𝜕𝑥

𝜕𝐼

𝜕𝑦 ∗ 𝑤

dari permisalan di atas, maka Persamaan (5) dapat disederhanakan menjadi

𝐸𝑥 ,𝑦 = 𝐴𝑥2 + 2𝐶𝑥𝑦 + 𝐷𝑦2 (7)

Persamaan (6) inilah yang kemudian dikenal dengan istilah ekspansi analitis

yang digunakan pada deteksi sudut metode Harris. Harris menyadari bahwa pada

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3853/11/T1_612009003_BA… · memiliki kemiripan sangat besar dengan wajah manusia. Metode ini mampu

10

pergeseran yang sangat kecil ke arah (x,y), Persamaan (6) dapat ditulis ke dalam

bentuk matriks seperti yang ditunjukkan oleh Persamaan (7)

𝐸𝑥 ,𝑦 = 𝑥 𝑦 𝑀 𝑥𝑦 (8)

dengan nilai

𝑀 = 𝐴 𝐶𝐶 𝐷

(9)

Persamaan (9) ini unik karena mengandung semua persamaan diferensial.

Harris menggunakan persamaan ini untuk mencari persamaan tanggapan detektor

Harris yang dimanfaatkan untuk menentukan apakah suatu titik merupakan sudut atau

bukan. Persamaan tanggapan detektor Harris dapat diperoleh dengan cara mengurangi

determinan M dengan suatu konstanta sensitivitas dikalikan kuadrat trace M. seperti

yang ditunjukkan pada Persamaan (10)

𝑅𝐻 = det 𝑀 − 𝑘 × 𝑡𝑟𝑎𝑐𝑒2(𝑀) (10)

dengan

𝑅𝐻 = nilai tanggapan detektor Harris citra

k = konstanta sensitivitas dari corner detection metode Harris

Jika nilai 𝑅𝐻>0 menunjukkan bahwa titik pada citra merupakan suatu sudut,

nilai 𝑅𝐻 <0 menunjukkan bahwa titik pada citra merupakan suatu tepian [10].

Penurunan hubungan persamaan tanggapan detektor Harris terhadap determinan dan

trace nya dapat dilihat pada Lampiran C.

Nilai k pada perhitungan nilai sudut ini merupakan konstanta sensitivitas yang

besarnya bisa diubah-ubah. Berdasarkan penelitian dan percobaan yang dilakukan

oleh Neil Bruce dan Pierre Kornprobst, nilai k yang memberikan hasil yang baik

berkisar antara 0.04 - 0.15 [11]. Titik biru pada Gambar 2.4 (a) dan (b) menunjukkan

sudut dari citra setelah diproses menggunakan Harris corner detection.

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3853/11/T1_612009003_BA… · memiliki kemiripan sangat besar dengan wajah manusia. Metode ini mampu

11

(a) (b)

Gambar 2.4. Hasil Harris Corner Detection

(a) adalah hasil Harris Corner Detection pada citra wajah, (b) adalah hasil Harris

Corner Detection pada citra bibir

2.5 Edge Based Corner Detection

Edge detection adalah salah satu proses ekstraksi fitur yang mengidentifikasi

tepian citra, yaitu posisi dimana terjadi perubahan intensitas piksel secara tajam.

Tepian dari suatu citra mengandung informasi penting dan mampu merepresentasikan

objek-objek yang terkandung dalam citra tersebut meliputi bentuk, ukuran serta

tekstur [12].

Pada penelitian kali ini digunakan operator Sobel karena mampu

menghasilkan hasil ekstraksi paling halus dan memberikan kinerja paling baik

dibandingkan operator Prewitt maupun operator Roberts [7][13]. Operator Sobel

sensitif terhadap tepian diagonal daripada tepian vertikal dan horisontal, sehingga

operator Sobel harus diterapkan secara terpisah untuk mendapatkan gradien horisontal

dan gradien vertikalnya [7]. Operator Sobel diberikan oleh Persamaan (11). Untuk

mencari gradien gabungan dari operator Sobel digunakan Persamaan (12). Contoh

hasil edge detection menggunakan operator Sobel diberikan oleh Gambar 2.5.

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3853/11/T1_612009003_BA… · memiliki kemiripan sangat besar dengan wajah manusia. Metode ini mampu

12

1 0 1

2 0 2

1 0 1

vS

1 2 1

0 0 0

1 2 1

hS

(11)

𝑆 = (𝐼 ∗ 𝑆𝑣)2 + (𝐼 ∗ 𝑆ℎ)2 (12)

dengan

Sv = matriks operator Sobel vertikal

Sh = matriks operator Sobel horisontal

S = gradien gabungan dari operator Sobel vertikal dengan Sobel

horisontal

I = citra bibir

Gambar 2.5. Hasil Edge Detection Menggunakan Operator Sobel

Setelah citra masukan dipra proses dengan edge detection operator Sobel, citra

akan dideteksi sudutnya menggunakan Harris Corner Detection. Titik sudut hasil

Harris Corner Detection nantinya yang akan menentukan ekspresi wajah citra

masukan termasuk tersenyum atau bukan.

2.6 FAST Corner Detection

FAST (Features from Accelerated Segment Test) adalah suatu algoritma yang

dikembangkan oleh Edward Rosten, Reid Porter, and Tom Drummond. FAST corner

detection ini dibuat dengan tujuan mempercepat waktu komputasi secara real-time

dengan konsekuensi menurunkan tingkat akurasi pendeteksian sudut [14].

FAST corner detection dimulai dengan menentukan suatu titik p pada

koordinat (xp , yp) pada citra dan membandingkan intensitas titik p dengan 4 titik di

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3853/11/T1_612009003_BA… · memiliki kemiripan sangat besar dengan wajah manusia. Metode ini mampu

13

sekitarnya. Titik pertama terletak pada koordinat (x, yp-3), titik kedua terletak pada

koordinat (xp+3, y), titik ketiga terletak pada koordinat (x, yp+3), dan titik keempat

terletak pada koordinat (xp-3, yp).

Jika nilai intensitas di titik p bernilai lebih besar atau lebih kecil daripada

intensitas sedikitnya tiga titik disekitarnya ditambah dengan suatu intensitas batas

ambang, maka dapat dikatakan bahwa titik p adalah suatu sudut. Setelah itu titik p

akan digeser ke posisi(𝑥𝑝+1,𝑦𝑝) dan melakukan perbandingan intensitas di keempat

titik di sekitarnya lagi. Iterasi ini terus dilakukan sampai semua titik pada citra sudah

dibandingkan.

FAST corner detection bekerja pada suatu citra sebagai berikut:

1. Tentukan sebuah titik p pada citra dengan posisi awal (𝑥𝑝 ,𝑦𝑝)

2. Tentukan lokasi keempat titik. Titik pertama (n=1) terletak pada koordinat

(𝑥𝑝 ,𝑦𝑝−3), titik kedua (n=2) terletak pada koordinat 𝑥𝑝+3,𝑦𝑝 , titik ketiga

(n=3) terletak pada koordinat (𝑥𝑝 ,𝑦𝑝+3), titik keempat (n=4) terletak pada

koordinat (𝑥𝑝−3,𝑦𝑝)

3. Bandingkan intensitas titik pusat p dengan keempat titik di sekitar. Jika

terdapat paling sedikit 3 titik yang memenuhi syarat berikut, maka titik

pusat p adalah sudut

𝐶𝑝 = 1, 𝐼𝑛 < 𝐼𝑝 − 𝑡 𝑜𝑟 𝐼𝑛 > 𝐼𝑝 + 𝑡

0, 𝑜𝑡ℎ𝑒𝑟𝑤𝑖𝑠𝑒 (13)

dengan

𝐶𝑝 = keputusan titik p sebagai sudut, nilai 1 menunjukkan bahwa

titik merupakan suatu sudut, dan nilai 0 menunjukkan bahwa

titik bukanlah sudut

𝐼𝑛 = nilai intensitas piksel ke-n

𝐼𝑝 = nilai intensitas titik p

𝑡 = batas ambang nilai intensitas yang ditoleransi

4. Ulangi proses sampai seluruh titik pada citra sudah dibandingkan

intensitasnya

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3853/11/T1_612009003_BA… · memiliki kemiripan sangat besar dengan wajah manusia. Metode ini mampu

14

Gambar 2.6. Jendela FAST Corner Detection. Jendela d dengan titik pusat p

yang akan dibandingkan intensitasnya dengan intensitas 4 titik di sekitarnya.

2.7 Deteksi Senyum

Ketiga metode yang digunakan pada skripsi ini menghasilkan beberapa titik

sudut pada citra bibir ekspresi tersenyum. Selanjutnya dipilih dua buah titik sudut

pada koordinat x terbesar (xmax, y1) dan koordinat x terkecil (xmin, y2) yang diharapkan

merupakan tepi bibir sebelah kiri dan tepi bibir sebelah kanan. Selanjutnya kedua

koordinat ini dirata-rata untuk mendapatkan koordinat tengah-tengah dari bibir (yrata).

Koordinat ini dirata-rata untuk mentoleransi kemiringan bibir yang tidak sama pada

tiap obyek foto. Titik koordinat rata-rata ini kemudian disimpan dan dijadikan sebagai

batas minimum koordinat bibir ekspresi tersenyum. Proses ini diulang untuk seluruh

citra pelatihan yang terdiri dari citra dengan ekspresi tersenyum saja, sehingga dapat

diperoleh koordinat rata-rata ekspresi tersenyum.

Untuk proses pengujian dilakukan hal yang sama. Ketiga metode akan

menghasilkan beberapa titik sudut pada citra bibir uji. Kemudian dipilih dua buah titik

sudut pada koordinat x terbesar (xmax_u, y1_u) dan koordinat x terkecil (xmin_u, y2_u), lalu

nilai koordinat titik sudut citra bibir uji ini akan dirata-rata (yrata_u). Jika nilai

koordinat rata-rata citra uji (yrata_u) lebih besar dari batas minimum yang sudah

disimpan (yrata), maka citra dianggap bukan ekspresi tersenyum, begitu juga

sebaliknya, nilai koordinat titik sudut citra bibir uji (yrata_u) yang lebih kecil atau sama

dengan batas minimum yang sudah disimpan (yrata) dianggap ekspresi tersenyum.

2.8 Perhitungan Akurasi

Akurasi untuk klasifikasi dua kelas dan banyak kelas dapat dihitung

menggunakan persamaan (14) berikut

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3853/11/T1_612009003_BA… · memiliki kemiripan sangat besar dengan wajah manusia. Metode ini mampu

15

𝐴𝑘𝑢𝑟𝑎𝑠𝑖 = 𝑇𝑃+𝑇𝑁

𝑇𝑃+𝐹𝑃+𝑇𝑁+𝐹𝑁 (14)

dengan,

𝑇𝑃 = True Positive, jumlah citra senyum yang dideteksi tersenyum oleh sistem

𝑇𝑁 = True Negative, jumlah citra bukan tersenyum yang dideteksi bukan

tersenyum oleh sistem

𝐹𝑃 = False Positive, jumlah citra tersenyum yang dideteksi bukan tersenyum oleh

sistem

𝐹𝑁 = False Negative, jumlah citra bukan tersenyum yang dideteksi tersenyum

oleh sistem