bab ii landasan teori - library & knowledge...

29
7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Mentoring Mentor adalah kata Yunani yang berasal dari nama pelaku dalam karya sastra Homer yang berjudul Odyssey. Mentor adalah laki-laki lanjut usia yang diminta Odyssey menjaga anak laki-lakinya, Telemachus, ketika Odyssey berangkat ke medan perang. Tidak diketahui banyak interaksi antara Mentor dengan Odyssey. Tetapi pada satu hal dewi Athena mengambil wujud sebagai Mentor dan membimbing Odyssey yang memohon agar dapat menemukan ayahnya. Dengan demikian, konsep Mentoring telah dimulai sejak karya Homer Odyssey. Pasangan mentor-mentee terkenal dapat dijumpai dihampir setiap profesi, yang meliputi sains (misalnya Sigmund Freud memberi mentoring kepada Carl Jung, Henry Harlow kepada Abraham Maslow), sastra (Gertrude Strain mementor Ernest Hemingway), politik (George Wythe mementor Thomas Jefferson) dan lain-lain. Mentoring ada dimana-mana, dan setiap orang mengira bahwa mereka tahu apa itu mentoring, dan mereka memiliki keyakinan bahwa mentoring itu efektif. Tersebarnya penggunaan kata Mentoring merupakan berkah. Sisi positifnya, hal ini telah membangkitkan banyak minat mengenai topik Mentoring. Para sarjana dari aneka disiplin mempelajari fenomena ini dan program-program mentoring melimpah dalam setting pendidikan, komunitas, dan bisnis. Mentoring dikaji sebagai cara untuk mengurangi tingkat dropout sekolah, meningkatkan, prestasi akademik, meningkatkan prestasi akademik, menigkatkan identitas diri dan kepercayaan diri, mengurangi perilaku berisiko, dan memfasilitasi perkembangan karir Orang saat ini mulai menyadari bahwa sebuah perusahaan, institusi, asosiasi, atau apapun namanya adalah sebaik orang-orang yang ada didalamnya. Mereka sangat menekankan ciri-ciri pribadi dalam menyeleksi dan mengembangkan staf. Akan tetapi, hal ini bukan berarti tanpa tantangan, setidak-tidaknya tantangan itu mungkin berupa kesenjangan (yang signifikan) di dalam pengalaman, pengetahuan, sikap, keterampilam, aspirasi, perilaku, atau kepemimpinan yang diperlukan untuk menjalankan pekerjaan yang semakin menumpuk.

Upload: hakhanh

Post on 07-Mar-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

7

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Mentoring

Mentor adalah kata Yunani yang berasal dari nama pelaku dalam karya sastra

Homer yang berjudul Odyssey. Mentor adalah laki-laki lanjut usia yang diminta

Odyssey menjaga anak laki-lakinya, Telemachus, ketika Odyssey berangkat ke

medan perang. Tidak diketahui banyak interaksi antara Mentor dengan Odyssey.

Tetapi pada satu hal dewi Athena mengambil wujud sebagai Mentor dan

membimbing Odyssey yang memohon agar dapat menemukan ayahnya. Dengan

demikian, konsep Mentoring telah dimulai sejak karya Homer Odyssey. Pasangan

mentor-mentee terkenal dapat dijumpai dihampir setiap profesi, yang meliputi sains

(misalnya Sigmund Freud memberi mentoring kepada Carl Jung, Henry Harlow

kepada Abraham Maslow), sastra (Gertrude Strain mementor Ernest Hemingway),

politik (George Wythe mementor Thomas Jefferson) dan lain-lain. Mentoring ada

dimana-mana, dan setiap orang mengira bahwa mereka tahu apa itu mentoring, dan

mereka memiliki keyakinan bahwa mentoring itu efektif.

Tersebarnya penggunaan kata Mentoring merupakan berkah. Sisi positifnya,

hal ini telah membangkitkan banyak minat mengenai topik Mentoring. Para sarjana

dari aneka disiplin mempelajari fenomena ini dan program-program mentoring

melimpah dalam setting pendidikan, komunitas, dan bisnis. Mentoring dikaji sebagai

cara untuk mengurangi tingkat dropout sekolah, meningkatkan, prestasi akademik,

meningkatkan prestasi akademik, menigkatkan identitas diri dan kepercayaan diri,

mengurangi perilaku berisiko, dan memfasilitasi perkembangan karir

Orang saat ini mulai menyadari bahwa sebuah perusahaan, institusi, asosiasi,

atau apapun namanya adalah sebaik orang-orang yang ada didalamnya. Mereka

sangat menekankan ciri-ciri pribadi dalam menyeleksi dan mengembangkan staf.

Akan tetapi, hal ini bukan berarti tanpa tantangan, setidak-tidaknya tantangan itu

mungkin berupa kesenjangan (yang signifikan) di dalam pengalaman, pengetahuan,

sikap, keterampilam, aspirasi, perilaku, atau kepemimpinan yang diperlukan untuk

menjalankan pekerjaan yang semakin menumpuk.

8

Kursus pelatihan formal yang diadakan organisasi tidak banyak mentransfer

pengetahuan, keterampilan, sikap, atau yang lainnya yang diperoleh karyawan dari

pelatihan di tempat kerja, atau mereka cenderung tidak mengembangkan potensi

mereka sepenuhnya tanpa bimbingan yang berdedikasi yang memberi inspirasi,

memberi energi, dan memfasilitasi. Dalam milinium yang baru ini rencana mentoring

yang baik dianggap cara yang sangat efektif membantu orang atau karyawan

meningkatkan efektivitas dan kinerjanya melalui percakapan, pengarahan diri dan

peningkatan harga diri atau kepercayaan diri.

Menurut Crawford (2010) Mentoring merupakan “Hubungan interpersonal

dalam bentuk kepedulian dan dukungan antara seseorang yang berpengalaman dan

berpengetahuan luas dengan seseorang yang kurang berpengalaman maupun yang

pengetahuannya lebih sedikit”.

Menurut Zachary (2005) Mentoring merupakan “Hubungan pembelajaran

timbal balik dan kolaaboratif antara dua orang atau lebih yang memiliki

tanggungjawab dan tanggunggugat/akuntabilitas yang sama untuk membantu

mentee bekerja mencapai sasaran pembelajaran yang jelas dan didefinisikan

bersama”.

Menurut Europe Region (2006) Mentoring merupakan “Mendukung

individu sehingga mereka berkembang lebih efektif. Ini merupakan kemitraan antara

mentor (yang memberi bimbingan) dan mentee (yang menerima bimbingan) yang

dirancang untuk membangun kepercayaan diri mentee”.

Menurut Ingrid (2005) Mentoring merupakan “Suatu proses yang hanya

diberikan untuk proses penjenjangan karir. Namun seiring berjalannya waktu,

mentoring hingga saat ini juga diterapkan dalam dunia pendidikan”.

Menurut Santrock (2007) Mentoring merupakan “Bimbingan yang

diberikan melalui demonstrasi,instruksi, tantangan dan dorongan secara teratur

selama periode waktu tertentu. Mentoring biasanya dilakukan oleh individu yang

lebih tua untuk meningkatkan kompetensi serta karakter individu yang lebih muda.

Selama proses ini berlangsung, pementor dan mentee mengembangkan suatu ikatan

komitmen bersama yang melibatkan karakter emosional dan diwarnai oleh sikap

hormat serta kesetiaan”.

9

Menurut David (2002) Mentoring merupakan “Suatu proses yang lebih

mengarah kepada keinginan untuk saling berbagi ilmu pengetahuan khususnya

kepada seseorang yang belum memiliki pengalaman sehingga meningkatkan

hubungan kepercayaan diantara sesama”.

Menurut Belle & Rose (2007) Mentoring merupakan “Membangun

hubungan interpersonal yang berhubungan dengan konteks pekerjaan tertentu”.

Menurut McCreath (2000) Mentoring merupakan “Sebuah pendekatan

yang lebih bersifat persahabatan. Dimana dalam proses persahabatan tersebut ada

visi untuk meningkatkan kualitas diri antara sesama baik secara pemikiran maupun

emosional”.

Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwasannya mentoring adalah suatu

proses peningkatan kualitas diri yang dilakukan secara interpersonal baik dalam hal

pendidikan dan pekerjaan melalui pendekatan emosional diantara pementor dengan

para mentee-nya.

Terlepas dari pengertian-pengertian diatas, dapat dilakukan identifikasi

beberapa ciri mentoring sebagai kerangka rujukan umum untuk memahami

pengertian mentoring sebagai berikut:

1. Mentoring mencerminkan hubungan yang unik antar individu.

2. Mentoring merupakan kemitraan pembelajaran. Mesikipun sasaran

mentoring mungkin berbeda lintas setting maupun hubungan, namun

hampir semua hubungan mentoring melibatkan penguasaan pengetahuan.

3. Mentoring merupakan proses didefinisikan oleh jenis dukungan yang

disediakan mentor kepada mentee atau protege.

4. Mentoring hubungannya bersifat timbal balik, namun tidak seimbang.

Meskipun mentor mungkin mendapat manfaatdari hubungan itu, namun

sasaran utamanya adalah pertumbuhan dan perkembangan mentee.

10

5. Mentoring hubungannya itu dinamis, hubungan itu berubah seiring

perjalanan waktu dan dampak mentoring juga bertambah seiring dengan

waktu.

2.1.1 Fasilitas yang disediakan perusahaan untuk berjalannya

Mentoring

Penyediaan fasilitas merupakan salah satu syarat yang harus disediakan

oleh perusahaan untuk berjalannya suatu kegiatan mentoring. Berikut

merupakan fasilitas yang mendukung mentoring menurut Kaswan

(2012)

• Menyediakan beberapa para konseling dan mentor karir profesional

guna untuk para karyawan bisa mendapatkan saran yang baik atas

keluhan mereka.

• Menyediakan seminar-seminar dengan berbagai topik menarik, yang

sesuai dengan masalah-masalah karyawan yang sedang dihadapi

diperusahaan. Dengan melihat data yang didapat dari karyawan

bahwa apa saja masalah yang banyak dihadapi oleh mereka,

kemudian menyesuaikan topik seminar yang ada.

• Perusahaan menyediakan pelatihan-pelatihan khusus guna untuk

meningkatkan kinerja para karyawan serta kreativitas yang dimiliki

sehingga karyawan dapat menjadi karyawan yang memiliki

kredibilitas

• Menyediakan layanan-layanan mentoring untuk berjalannya suatu

kegiatan mentoring, agar karyawan bias mendapat manfaat dari

efek mentoring tersebut.

2.1.2 Manfaat Mentoring

Menurut Greenhause dan callanan (2006) ada beberapa manfaat

mentoring, yaitu diantaranya:

1. Mentoring mempercepat pembelajaran

11

2. Mentoring mentransfer pengetahuan secara terpadu

3. Mentoring merupakan bonus

4. Mentoring meningkatkan karir

5. Kompetensi

6. Penetapan tujuan

7. Motivasi dan kepuasan

8. Kemampuan dipekerjakan (employability)

9. Dukungan psikososial

10. Kreativitas

11. Peluang jejaring

12. Perubahan organisasi

13. Perubahan personal

14. Efektivitas waktu

15. Meningkatnya kemungkinan sukses

16. Kurva belajar keterampilan teknis lebih singkat

17. Meningkatnya kesadaran terhadap organisasi

2.1.3 Pengaruh Mentoring

Greenhouse dan Callanan (2006) memberikan beberapa masukan

tentang beberapa pengaruh yang didapat dari sebuah organisasi yang

melakukan mentoring, berikut beberapa pengaruh dari mentoring:

• Dapat mencapai kesuksesan karir seseorang atau karyawan

• Meberi manfaat kepada mentee, mentor dan juga organisasi.

• Memiliki kepuasan kerja baik bagi karyawan maupun atasan, karena

dengan karyawan memiliki kepuasan kerja yang baik makan mereka

akan selalu meningkatkan kualitas kerja mereka dan akan

mendapatkan imbalan yang pas atau gaji yang lebih atau jabatan

12

sehingga dapat mengurangi karir yang stuck (Career Plateau), dan

atasan menerima hasil kerja mereka secara puas sehingga dapat

memajukan organisasi tersebut.

• Menurunnya stress kerja yang dihadapi disebuah perusahaan

• Menurunkan niat karyawan untuk meninggalkan atau pindah dari

organisasi (Turnover Intention)

• Meningkatkan produktivitas karyawan

2.1.4 Pentingnya Mentoring

Naiknya abad pengetahuan dan transformasi, tempat kerja yang

menjadi lingkungan belajar berkelanjutan telah mebuat me``ntoring sebagai

alat yang semakin menarik untuk pengembangan karyawan. Perusahaan atau

organisasi di mana mentoring sebagai strategi organisasi untuk

mempromosikan pembelajaran berkelanjutan, dan mempromosikan sejumlah

tujuan yang memadai organisasi modern, memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

• Perbaikan dalam kinerja karyawan. Mentoring menyediakan

komunikasi yang lebih banyak dan lebih baik dengan manajer dan

lebih banyak kesempatan bagi manajer untuk mengikuti kemajuan

karir karyawan. Hubungan yang demikian itu juga, di antara semua

pihak, menghasilkan keterkaitan` yang lebih dalam dan

bertanggung jawab kepada salah satu bagian dalam mencapai

sasaran organisasi.

• Percepatan Pembelajaran. Dengan mentoring, karyawan cendurung

belajar dengan cepat dan akibatnya segera menjadi produtif.

Mentor dapat menjadi model perilaku yang sesuai, member umpan

balik yang spesifik, dan mengidentifikasi praktik-praktik yang

terbaik.

• Menurunnya Pergantian Karyawan. Banyak perusahaan telah

menemukan bahwa mementor karyawan baru membantu mereka

merasa nyaman di pekerjaannya dan lingkungan perusahaan dan

berkontribusi terhadap tingkat menurunnya keluar-masuknya

13

karyawan (turnover). Menurut Bell (1999), yang melaporkan

bahwa 35 persen dari karyawan yang tidak memperoleh rencana

mentoring secara teratur mencari pekerjaan lain dalam waktu 12

bulan.

• Pemberdayaan Karyawan. Mentoring secara kuat dikaitkan dengan

harga diri dan dengan ekspetasi sukses, karena mentoring diatas

segalanya merupakan hubungan sosial, kekuatannya untuk

meningkatkan harga atau kepercayaan diri seseorang telah lama

dikenal. Menurut Kelly (2007) mengungkapkan bahwa partisipasi

aktif dalam mentoring kelompok yang terorganisasir juga terkait

kuat dengan harga atau kepercayaan diri dan harapan umum

berhasil.

• Motivasi karyawan yang meningkat. Orang muda yang ambisius

sering mengalami frustasi dan ketidaksabaran ketika menyadari

bahwa kemajuannya menuju tangga organisasi berjalan amat

lambat daripada yang pada awalnya mereka harapkan. Jika mentee

memiliki mentor yang menaruh minat aktif terhadap karirnya dan

menjelaskan alasannya untuk dan mencari cara mengatasi kendala

yang dihadapi, mereka lebih cenderung bertahan. Mentor

membantu mereka memahami dan mengenali rencana jangka

panjang yang dimiliki perusahaan ataupun perusahaan untuk

mereka, dan membantu mereka memanfaatkan pengalaman belajar

yang ada dipekerjaannya. Dengan cara ini, mentoring menurunkan

ancaman yang mungkin dilakukan perusahaan lain yang

menjanjikan kemajuan karir. Hubungan mentoring juga memotivasi

manajer menengah dan senior yang terlibat dan bisa menjadi sarana

yang bernilai menunda “plateau” (puncak kemampuan dalam

pekerjaan). Seorang manajer tidak menarik diri secara mental

dipekerjaannya jika dihadapkan tantangan-tantangan segar dari

hubungan mentoring. Mentor dipaksa memperjelas dan

mengartikulasikan idenya mengenai organisasi dan tujuan

perusahaan agar dapat menjelaskan kepada mentee. Mereka merasa

perlu meningkatkan kemampuannya untuk mendapatkan

14

penghargaan dari mentee. Mengembangkan potensi di dalam

perusahaan menjadi kesempatan yang sifnifikan bagi mentor untuk

menunjukkan bahwa orang tua masih mampu belajar dan

menunjukkan kiat-kiat baru. Akibatnya, mentor mungkin

menemukan tujuan dan minat baru dalam pekerjaannya.

• Pengelolaan Budaya Perusahaan. Daripada mempertahankan

budaya perusahaan yang ada, perusahaan berusaha keras

mengubahnya. Hal ini menimbulkan sejumlah masalah, setidak-

tidaknya hal itu membuat semakin sulit menemukan mentor dengan

nilai-nilai yang tepat. Mentor dan mentee dalam hubungan

perkembangan yang efektif mampu mengeksplorasi perbedaan

antara budaya perusahaan yang didukung dengan perilaku yang

sebenarnya. Pada saat yang bersamaan, mentor membantu

mengklarifikasi dalam pikiran mentee aspek-aspek budaya yang

mana yang bersifat tetap dan tidak terbuka untuk diperdebatkan,

dan aspek yang mana terbuka untuk didialogkan. Menyatukan

mentor dan mentee dari waktu ke waktu untuk melanjutkan

pengambangan keterampilan dan meninjau kemajuan hubungan

(dalam batas-batas kerahasiaan) terbukti berharga dalam mengubah

bagaimana organisasi menangani isu-isu penting yang berkaitan

dengan budaya.

• Mempromosikan Perubahan Organisasi. Mentoring berfokus pada

kolaborasi daripada perintah dan kendali (comman and control).

Hal itu menambah keseimbangan budaya nilai yang terlalu

maskulin yang telah menguasai banyak perusahaan selama

bertahun-tahun. Bukti yang melimpah menunjukan bahwa nilai-

nilai yang terkait dengan feminisme menerima organisasi-

organisasi dalam lingkungan yang ditandai oleh chaos,

keterbukaan, dan fleksibilitas.

• Meningkatkan Komunikasi. Dalam hubungan mentoring senior-

junior, posisi unik mentee di dalam organisasi dapat membantu

komunikasi informal karena dia berada dibeberapa level. Misalnya,

melalui hubungan dengan mentor, mentee manajemen junior

15

memiliki akses terhadap dan diterima oleh manajemen menengah.

Pada saat yang sama dia juga diterima di tingkat manajerial yang

lebih rendah, karena mentee sudah familiar dengan bahasa dan cara

keduanya, dia dapar dengan efisien gagasan dan pendapat masing-

masing kelompok kepada yang lain. Jejaring komunikasi informal

uang kaya itu meningkatkan produktivitas dan efisiensi di dalam

perusahaan atau organisasi karena hal itu membawa kepada lebih

banyak tindakan, lebih banyak inovasi, lebih banyak pembelajaran,

dan penyesuaian lebih cepat terhadap kebutuhan bisnis yang

berubah.

• Meningkatkan Lini Dasar. Dalam ekonomi berbasis-pengetahuan di

mana permintaan terus-menerus berubah dan komunikasi lebih baik

digambarkan sebagai web atau jejaring daripada serangkaian garis

lurus yang bergerak dari pimpinan melalui peringkat atau hirarki

sampai kepada alur dasar memerlukan partisipasi yang luas untuk

menjamin kesuksesan perusahaan. Mentoring dapat meningkatkan

lini dasar (bottom-line). Menurut Mike Pegg (2004) yang

mengimplementasikan program mentoring di Microsoft yang

menempati peringkat ke-2 dalam daftar perusahaan terbaik Times

London pada tahun 2011, mentoring menghasilkan perubahan

positif terhadap bagaimana orang mengkomunikasikan strategi

perusahaan jangka panjang dan membantu membentuk karyawan

yang engaged yang memahami `ke mana perusahaan itu menuju

dan peranannya di dalam organisasi.

2.2 Career Plateau

2.2.1 Pengertian Career Plateau

Karir umumnya sering diartikan sebagai ide untuk terus bergerak ke

atas dalam garis pekerjaan yang dipilih seseorang. Bergerak ke atas artinya

memperoleh upah / gaji yang lebih besar, tanggung jawab yang semakin berat,

status, prestise, dan kekuasaan. Definisi karir yang digunakan penulis dalam

makalah ini adalah rangkaian sikap dan perilaku yang dirasakan seseorang

16

yang berhubungan dengan kegiatan dan pengalaman kerja dalam kehidupan

seseorang. Definisi ini menekankan bahwa karir berisikan sikap dan perilaku

serta rangkaian kegiatan yang berhubungan dengan pekerjaan. Karir seseorang

meliputi sebuah rangkaian pilihan di antara berbagai peluang dalam kehidupan.

Tetapi dari sudut pandang organisasi, karir mencakup proses yang digunakan

organisasi untuk melakukan pembaruan.

Definisi Karir

Para pakar lebih sering mendefinisikan karir sebagai proses suatu

konsep yang tidak statis dan final. Mereka cenderung mendefinisikan karir

sebagai “perjalanan pekerjaan seorang pegawai di dalam organisasi”.

Perjalanan ini dimulai sejak ia diterima sebagai pegawai baru, dan berakhir

pada saat ia tidak bekerja lagi dalam organisasi tersebut.

Haneman et al. (1983) mengatakan bahwa “Perjalanan karir seorang

pegawai dimulai pada saat ia menerima pekerjaan di suatu organisasi.

Perjalanan karir ini mungkin akan berlangsung beberapa jam saja atau

beberapa hari, atau mungkin berlanjut sampai 30 atau 40 tahun kemudian.

Perjalanan karir ini mungkin berlangsung di satu pekerjaan di satu lokasi, atau

melibatkan serentetan pekerjaan yang tersebar di seluruh negeri atau bahkan di

seluruh dunia”.

Konsep karir adalah konsep yang netral (tidak berkonotasi positif atau

negatif). Karena itu karir ada yang baik, ada pula karir yang buruk. Ada

perjalanan karir yang lambat, ada pula yang cepat. Tetapi, tentu saja semua

orang mendambakan memiliki karir yang baik dan bila mungkin bergulir

dengan cepat. Karir dapat diletakkan dalam konteks organisasi secara formal,

tetapi karir dapat pula diletakkan dalam konteks yang lebih longgar dan tidak

formal.

Apapun artinya, karir amatlah penting bagi pegawai maupun bagi

organisasi. Menurut Walker (1980), bagi pegawai, karir bahkan dianggap lebih

penting daripada pekerjaan itu sendiri. Seorang pegawai bisa meninggalkan

pekerjaannya jika merasa prospek keriernya buruk. Sebaliknya, pegawai

17

mungkin akan tetap rela bekerja di pekerjaan yang tidak disukainya asal ia tahu

ia mempunyai prospek cerah dalam karirnya.

Sebaliknya, bagi organisasi, kejelasan perencanaan dan pengembangan

karir pegawai akan membawa manfaat langsung terhadap efisiensi manajemen.

Dikemukakan oleh Walker (1980) bahwa turn over pegawai cenderung lebih

kecil di perusahaan-perusahaan yang sangat memperhatikan pengembangan

karir pegawainya. Di samping itu, penanganan karir yang baik oleh organisasi

akan mengurangi tingkah frustasi yang dialami oleh pegawai serta

meningkatkan motivasi kerja mereka. Oleh karena itu, manajemen karir bukan

hanya menjadi kewajiban bagi organisasi, tetapi juga merupakan kebutuhan

yang sama pentingnya dengan kebutuhan-kebutuhan lainnya.

Karir (career) memiliki pengertian ”Semua jabatan dan pekerjaan yang

dilakukan seseorang selama masa usia kerjanya”. Pertanyaannya sekarang

adalah sampai usia berapa Anda ingin berkarir? Seumur hidupkah? Apakah

Anda ingin menjadi long life employee atau Anda merencanakan membuka

usaha sendiri pada usia tertentu?

Karir dapat terbagi dalam 4 tipe (Driver, 1982) :

1. Steady State: Pilihan karir untuk mengabdikan diri dalam satu jenis

pekerjaan tertentu. Misalnya terus-menerus bekerja di satu profesi,

sebagai programmer saja.

2. Linear : Adanya peningkatan ke atas pada satu jenis pekerjaan.

Misalnya saat ini Anda bekerja sebagai programmer, kemudian

meningkat menjadi System Analyst.

3. Spiral : Tetap menekuni satu bidang pekerjaan dalam 7-10 tahun,

kemudian beralih bidang pekerjaan, dimana tetap menggunakan

keterampilan dan pengalaman yang sudah ada. Misalnya setelah

bekerja selama 7 tahun di bidang IT, Anda berminat membuka usaha

pribadi ”software house”, dengan memanfaatkan skill dan

pengalaman Anda sebelumnya.

4. Transitory: Memilih beralih karir dalam jangka waktu yang cepat,

dimana keinginan untuk menggeluti aneka ragam profesi menjadi

tujuan utamanya. Misalnya setelah bekerja sebagai programmer,

18

Anda ingin beralih menjadi web designer, kemudian Anda

memutuskan untuk menjadi instruktur dan sebagainya.

Menurut Umar (2004) karir adalah sebuah pekerjaan-pekerjaan dalam

karir yang merupakan reliasasi dari rencana-rencana hidup seseorang atau

mungkin sekedar “nasib”

Menurut Gomes (2007) ada 2 fokus dalam pengembangan karir yaitu

faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal dalam karir pada cara

pandang seseorang memandang karirnya. Dalam fokus internal ini, seseorang

perlu selalu dapat memandang karirnya secara positif. Pandangan yang positif

terhadap karir memungkinkan seseorang dapat mengembangkan karirnya

dengan sedikit stress dan perasaan negatif lainnya, sehingga pada gilirannya

karir seseorang akan lebih mudah mencapai kemajuan yang diharapkan.

2.2.2 Definisi Career Plateau

Menurut Greenhaus, Parasuraman & Wormley dalam Siti

Djamilah (2005) karir plateau adalah titik dalam suatu karir dimana

kemungkinan untuk mendapatkan promosi hirarki sangat kecil. Ukuran plateau

dapat secara objektif atau secara subyektif. Secara obyektif yaitu selama lebih

dari 7 tahun menduduki posisi/jabatan yang sama.

Menurut Bardwick dalam Siti Djamilah (2005) mengemukakan

bahwa seseorang mungkin mengalami 2 bentuk karir plateau yaitu struktural

hirarkhi dan job content. Karir plateau hirarkhi terjadi ketika seseorang

mempunyai kesempatan kecil untu pergerakan vertical ke atas dalam

organisasi. Sedangkan job content plateauing terjadi ketika seseorang tidak lagi

tertantang oleh pekerjaan atau oleh tanggung jawab pekerjaannya.

Taraf tidak ada kemajuan dalam karir (career plateau) didefinisikan

sebagai suatu titik dalam suatu karir dimana kemungkinan tambahan promosi

secara hierarkis sangat rendah Byars dan Rue (1997). Taraf tidak ada

kemajuan dalam karir muncul ketika seorang karyawan mencapai suatu posisi

dimana dari posisi ini dia tidak mungkin untuk dipromosikan lebih lanjut. Pada

19

dasarnya, semua orang akan mencapai taraf tidak ada kemajuan dalam karir,

hanya saja sementara orang mencapainya lebih awal dari yang lain. Karyawan

yang berada pada taraf tidak ada kemajuan dalam karir adalah mereka yang

mencapai batas tertinggi dalam kaitan dengan usaha memajukan diri mereka

jauh sebelum mereka pensiun.

Menurut James L. Gibson, jalur karir ini ada beberapa macam, di

antaranya :

• Puncak datar (plateau)

Puncak datar merupakan titik akhir dalam akhir pendakian

seseorang. Dewasa ini, para pekerja mencapai puncak datarnya

lebih cepat. Sebuah puncak datar merupakan dilema yang

menimbulkan rasa putus asa bagi kebanyakan pekerja yang merasa

bahwa karir mereka telah berakhir. Selain itu, banyak yang

mengalami perasaan kegagalan pribadi.

• Jalur karir berliku

Sebagian pekerja memberi tanggapan dengan mengambil jalur karir

berliku, mereka meninggalkan tempat kerja dan mencoba bergerak

ke atas dengan berpindah – pindah dari satu perusahaan ke

perusahaan lain, bahkan kadangkala dari satu industri ke industri

lain.

Para pekerja puncak datar yang enggan untuk pindah dapat

melakukan mutasi lateral guna memperluas keahlian manajerial

mereka dan untuk mengatasi tantangan – tantangan baru. Kadang –

kadang, sebuah mutasi lateral dapat membuka jalur ke atas yang

baru. Beberapa pekerja menjadi lebih merasa terlibat dalam melatih

para manajer yang lebih muda atas bidang keahlian mereka.

Sementara yang lain lebih memusatkan perhatian ‘harga’ mereka

dengan melanjutkan studi yang lebih tinggi dan selanjutnya

mengembangkan kehidupan sosial mereka. Semakin banyak

perusahaan yang mengembangkan pelatihan dan seminar karir

dengan tujuan meningktkan kepuasan manajer atas jabatannya yang

20

sekarang, selain terus berupaya menyesuaikan aspek – aspek dalam

jabatan dengan kegemaran dan bakat manajer dengan memberikan

tanggung jawab yang lebih besar.

2.2.3 Hal Yang Mempengaruhi Karir Plateau

Nilai dan perspektif karyawan terhadap karir perlu mendapat perhatian.

Karyawan memiliki beberapa cara perhitungan nasib sehingga mereka

berupaya untuk meraih peluang agar mampu mencapai keberhasilan yang salah

satunya berasal dari karir (Ongori & Agolla, J.E, 2009). Kesuksesan dalam

karir seringkali dikaitkan dengan kemajuan dan peningkatan kesejahteraan.

Semakin tinggi struktur organisasi, maka semakin banyak posisi-posisi yang

dapat dilalui dan berarti adanya ketegasan jalur karir. Dengan demikian

karyawan akan mengetahui urutan pekerjaan yang harus dilalui , jabatan yang

jelas dan terukur

Beberapa penyebab diantaranya ialah :

• Content plateauing terjadi ketika seseorang merasa pekerjaan yang

dimiliki sudah tidak menantang lagi (Puji, 2002)

• life plateauing terjadi karena merasa jenuh atau bosan dalam

kehidupan kerja (Puji, 2002)

• Menurut Allen et. Al (1999) ada tiga faktor penyebab

karir plateauing yakni variable demografi seperti usia, lama

bekerja, tingkat pendidikan faktor orientasi personal seperti

keinginan untuk belajar, eksplorasi karir, perencanaan karir dan

keterlibatan kerja; persepsi lingkungan kerja seperti dukungan

atasan, dukungan manajemen pucak maupun dukungan rekan kerja.

• Kurangnya perhatian atas karir karyawan

• Kurangnya peluang yang diberikan

• Kurangnya kepercayaan yang diberikan

• Masa kejenuhan karyawan

21

• Merasa cocok dengan pekerjaannya sehingga tidak ingin dipindahkan

• Faktor demografi yaitu (usia) dan (pendidikan)

2.2.4 Cara Mengatasi Plateau

Taraf tidak ada kemajuan dalam karir (career plateau) didefinisikan

sebagai suatu titik dalam suatu karir dimana kemungkinan tambahan promosi

secara hierarkis sangat rendah (Byars dan Rue, 1977).

Pada dasarnya semua orang akan mencapai taraf tidak ada kemajuan

dalam karir, hanya saja sementara orang mencapainya lebig awal dari yang

lain. Karyawan yang berada pada taraf tidak ada kemajuan dalam karir adalah

mereka yang mencapai batas tertinggi dalam laitan dengan usaha memajukan

diri mereka jauh sebelum mereka pensiun.

Merehabilitasi Taraf Tidak Ada Kemajuan dalam Karir yang tidak

Efektif. Merehabilitasi taraf tidak ada kemajuan dalam karir yang tidak efektif

merupakan hal yang cukup sulit, meskipun sangat mungkin untuk dilakukan.

Hal-hal yang dapat dilakukan antara lain:

1. Menyediakan alat pengganti penghargaan.

2. Mengembangkan cara baru untuk membuat

pekerjaan mereka saat ini lebih memuaskan.

3. Revitalisasi efek melalui penugasan kembali.

4. Memanfaatkan program pengembangan secara

mandiri yang didasarkan pada kenyataan.

5. Mengubah sikap manajerial kearah peduli

terhadap karyawan yang mencapai taraf tidak ada kemajuan dalam

karir

6. Memperhatikan jenjang karir bagi karyawan

7. Memberi lebih banyak peluang

22

8. Mendorong karyawan untuk mempelajari

pekerjaan divisi lain

9. Mengorganisir pekerjaan yang diberikan

10. Mentoring

2.3 Turnover Intention

2.3.1 Pengertian Turnover Intention

Ada beberapa pengertian tentang Turnover Intention menurut beberapa

ahli yaitu :

• (Robbins, 2006) mendefinisikan turnover sebagai pemberhentian

pegawai yang bersifat permanent dari perusahaan baik yang

dilakukan oleh pegawai sendiri (secara sukarela) maupun yang

dilakukan oleh perusahaan.

• (Glissmeyer, Bishop & Fass, 2008) Turnover intention didefinisikan

sebagai sikap yang mempengaruhi niat untuk berhenti dan

benarbenar berhenti dari organisasi.

• (Bockermann dan Ilmakunnas, 2004) mendefinisikan intention to

turnover sebagai sikap perilaku seseorang untuk menarik diri dari

organisasi, sedangkan turnover dianggap sebagai pemisahan yang

sebenarnya dari organisasi.

• (Zeffane, 2011) intensi didefinisikan sebagai niat atau keinginan yang

timbul pada individu untuk melakukan sesuatu.

• (Fishbein dan Ajzen, 1975) intensi sebagai kemungkinan subjektif

seseorang yang melibatkan antara dirinya dan sesuatu perbuatan

tertentu.

23

• (Abelson, 1987) turnover intention didefinisikan sebagai suatu

keinginan individu untuk meninggalkan organisasi dan mencari

alternatif pekerjaan lain.

• (Ancok, 1985) intensi sebagai niat seseorang untuk melakukan

perilaku tertentu.

• (Michaels dan Spector, 1982) (Motowildo ,1983) (Steel dan Ovalle,

1984) intensi merupakan suatu prediktor tunggal terbaik bagi

perilaku yang akan dilakukan seseorang, maka intensi turnover

merupakan prediktor terbaik terhadap gejala atau perilaku turnover.

Sehingga turnover intention dapat didefinisikan sebagai keinginan

seseorang untuk keluar dari perusahaan. turnover intentions pada dasarnya

adalah sama dengan keinginan berpindah pegawai dari satu tempat kerja ke

tempat kerja lainnya. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa turnover

intentions adalah keinginan untuk berpindah, belum sampai pada tahap

realisasi yaitu melakukan perpindahan dari satu tempat kerja ke tempat kerja

lainnya. menyatakan turnover intentions adalah kadar atau intensitas dari

keinginan untuk keluar dari perusahaan. Banyak alasan yang menyebabkan

timbulnya turnover intentions ini dan diantaranya adalah keinginan untuk

mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.

2.3.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Turnover

(Mobley et al ,1986) dalam (Rodly ,2012) menyatakan bahwa banyak

faktor yang menyebabkan karyawan berpindah dari tempat kerjanya namun

faktor determinan keinginan berpindah diantaranya adalah :

1. Kepuasan Kerja

Pada tingkat individual, kepuasan merupakan variabel psikologi

yang paling sering diteliti dalam suatu model intention to leave.

Aspke kepuasan yang ditemukan berhubungan dengan keinginan

individu untuk meninggalkan organisasi meliputi kepuasan akan

upah dan promosi, kepuasan atas supervise yang diterima,

24

kepuasan dengan rekan kerja dan kepuasan akan pekerjaan dan isi

kerja.

2. Komitmen organisasi

Karena hubungan kepuasan kerja dan keinginan menginggalkan

tempat kerja hanya menerangkan sebagian kecil varian maka jelas

model proses intention to leave karyawan harus menggunakan

variabel lain di luar kepuasan kerja sebagai satu-satunya variabel

penjelas. Perkembangan selanjutnya dalam studi intention to

leave memasukkan konstruk komitmen organisasional sebagai

konsep yang turut menjelaskan proses tersebut sebagai bentuk

perilaku, komitmen organisasional dapat dibedakan dari kepuasan

kerja. Komitmen mengacu pada respon

emosional (affective) individu kepada keseluruhan organisasi,

sedangkan kepuasan mengarah pada respon emosional atas

aspekkhusus dari pekerjaan.

(Menurut Griffet 1995 dalam Rodly, 2012) bahwa Hampir semua

model intention to leave dikarenakan oleh tingkat kepuasan kerja dan

komitmen organisasi yang rendah, yaitu :

1. Kepuasan kerja adalah sikap yang paling berpengaruh terhadap

intention to leave. Hasil studi menunjukkan bahwa kepuasan kerja

berkaitan erat denganproses kognisi menarik diri (pre with drawal

cognition), intensi untuk pergi, tindakan nyata berupa keputusan

untuk keluar dari tempat kerja, dan beralih mencari pekerjaan yang

lain.

2. Komitmen organisasi adalah faktor yang paling berpengaruh

terhadap terjadinya intention to leave dibanding kepuasan kerja.

(Menurut Robbins, 2005) sejauh mana seseorang berkecimpung dalam

pekerjaan dan secara aktif berpartisipasi di dalamnya. Keterlibatan atau

25

partisipasi karyawan dalam bekerja penting untuk diperhatikan. Adanya

keterlibatan karyawan menyebabkan mereka akan bersedia dan senang bekerja

sama baik dengan pimpinan ataupun dengan sesama teman kerja. Salah satu

cara yang dapat dipakai untuk memancing keterlibatan karyawan adalah

dengan memancing partisipasi mereka dalam berbagai kesempatan pembuatan

keputusan. Cara ini dapat menumbuhkan keyakinan pada karyawan bahwa apa

yang telah diputuskan adalah merupakan keputusan bersama.

Selain keterlibatan kerja peran dukungan organisasi juga

mempengaruhi kepuasan kerja dan komitmen organisasi. Seperti yang

dikemukakan (Burke, 2003) bahwa peran dukungan organisasi sepenuhnya di

mediasi oleh hubungan kepuasan kerja. Secara umum, temuan penelitian ini

konsisten dengan teori peran dukungan organisasi dalam kaitannya dengan

penelitian terdahulu. Komitmen organisasi juga dipengaruhi oleh dukungan

organisasi.

Hal ini ditegaskan oleh (Fuller et al., 2003) secara konsisten telah

menemukan bahwa dukungan organisasi terkait secara positif dengan

komitmen organisasi.

Faktor yang mempengaruhi terjadinya turnover cukup kompleks dan

saling berkaitan satu sama lain. Faktor-faktor tersebut antara lain usia, lama

bekerja, tingkat pendidikan, keterikatan terhadap organisasi, kepuasan kerja,

dan budaya perusahaan (Novliadi, 2007)

Menurut Zeffane (2003:27-31) ada beberapa faktor yang berpengaruh

terhadap terjadinya turnover :

- Faktor eksternal seperti pasar tenaga kerja.

- Faktor institusi seperti ruang kerja, upah, keterampilan kerja, dan

supervisi.

- Karakteristik personal bisa dari karyawan seperti intelegensi, sikap,

masa lalu, jenis kelamin, minat, umur, dan lama bekerja serta reaksi

individu terhadap pekerjaannya.

26

Menurut Mueller (2003:2-5), ada beberapa aspek yang bisa dipakai

sebagai predictordari turnover. Yakni:

Alternatif-alternatif yang ada di luar organisasi (External dan

alternatives.). Dikarenakan adanya kecenderungan karyawan untuk

meninggalkan organisasi di saat mereka memiliki tempat yang menjadi tujuan,

maka literatur lebih menekankan pada persepsi mengenai alternatif eksternal

sebagai prediktor dari turnover organisasional.

• Alternatif-alternatif yang ada di dalam organisasi (Internal

alternatives). Menurut (Cable dan Turban, 2001) dalam (Mueller,

2003:2-3) bagi banyak karyawan, minat dan ketertarikan pada

pekerjaan tidak hanya semata didasarkan pada posisi yang tersedia

namun juga konteks organisasi secara keseluruhan. Salah satu

konteks organisasional yang penting tersedianya adalah alternatif di

dalam organisasi tersebut. Ketersediaan dan kualitas pekerjaan

yang bisa diacapai dalam organisasi bisa digunakan sebagai indeks

utilitas dari turnover disamping persepsi terhadap alternatif

eksternal. Karyawan tidak akan melakukan turnover dari organisasi

jika ia merasa bahwa ia bisa atau mempunyai kesempatan untuk

pindah (internal transfer)ke pekerjaan lain, di organisasi yang sama

yang dianggapnya lebih baik.

• Harga /nilai dari perubahan kerja ( Cost of job change) Individu

meninggalkan organisasi seringkali dikarenakan tersedianya

alternatif-alternatif yang mendorong mereka untuk keluar dari

organisasi. Namun ada faktor lain yang membuat individu memilih

untuk tetap bertahan, yakni faktor keterikatan (Embeddedness).

Individu yang merasa terikat dengan organisasi cenderung untuk

tetap pertahan di organisasi. Keterikatan menunjukkan pada

kesulitan yang dihadap oleh individu untuk berpindah atau

mengubah pekerjaan, meski ia mengetahui adanya alternatif yang

lebih baik di luar. Salah satu faktor yang meningkatkan harga dari

27

turnover adalah asuransi kesehatan dan benefit-benefit yang didapat

dari organisasi (misal pensiun dan bonus-bonus). Hubungan

finansial ini juga berkaitan erat dengan komitmen

kontinuans(continuance commitment), yaitu kesadaran karyawan

bahwa turnover membutuhkanbiaya (Meyer & Allen, 1997 dalam

Mueller, 2003).

• Kejadian-kejadian kritis (Critical Events) Menurut (Beachs, 1990)

dalam (Muelle, 2003), kebanyakan orang jarang memutuskan

apakah mereka tetap bertahan di pekerjaan yang ada ataupun tidak,

dan tetap mempertahankan pekerjaan yang sama sebagai fungsi

dari suatu pilihan dibanding suatu kebiasaan. Kejadian - kejadian

kritis, memberikan kejutan yang cukup kuat bagi sistem kognitif

individu untuk menilai ulang kembali situasi yang dihadapi dan

melakukan tindakan nyata. Contoh dari kejadian-kejadian kritis

diantaranya adalah perkawinan, perceraian, sakit atau kematian dari

pasangan, kelahiran anak, kejadian yang berkaitan dengan

pekerjaan seperti diabaikan dalam hal promosi, menerima tawaran

yang lebih menjanjikan atau mendengar tentang kesempatan kerja

yang lain. Semua kejadian - kejadian tersebut bisa meningkatkan

atau menurunkan kecenderungan seseorang untuk turnover, karena

setiap kejadian bisa disikapi secara berbeda antara individu yang

satu dengan yang lain.

• (Lee & Mitchel dalam Kalnbach & Griffin, 2002) mengatakan ada

empat komponen utama dalam perilaku turnover seorang

karyawan;

1. Shocks.

Merupakan kejadian khusus/mengejutkan yang menimbulkan

analisa secara psikologis untuk keluar (berhenti) dari

28

perusahaan. Contoh: pernikahan , transfer pekerjaan,

konflikserius dengan atasan/ rekan kerja

2. Images Violations

(Gambaran terhadap Pelanggaran) Adalah gambaran/

bayangan terhadap pelanggaran. Pelanggaran ini merupakan

hasil dari beberapa kejadian yang mengarahkan individu untuk

menentukan atau memutuskan bahwa dia tidak dapat

mengintegrasikan nilai-nilainya ke dalam shocks. Sehingga,

ada dua pilihan: memperbaiki image diri atau meninggalkan

perusahaan.

3. Scripts

Merupakan rangkaian peta kognitif untuk perilaku yang

otomatis (mendadak) dalam situasi yang telah dikenal.

4 Search For and/ or Evalution of Alternatif To The Job

Dua alternatif bagi karyawan yang keluar dari perusahaan.

Pertama; non-work, dimana individu melanjutkan pendidikan

ke tingkat yang lebih tinggi atau menjatuhkan pada pilihan

bekerja di luar rumah. Kedua; mencari dan mengevaluasi

pekerjaan lain.

2.3.3 Penyebab Terjadinya Turnover Pada Karyawan

Turnover atau pemberhentian antara suatu perusahaan atau beberapa

orang karyawan menurut Susilo (1996:194) bahwa penyebab karyawan keluar

dari perusahaan adalah karena alasan:

a. Ketidaktepatan pemberian tugas

Karyawan, khususnya pada masa percobaan, merasa kurang cocok dengan

tugas yang diberikan pada masa percobaan tersebut. Sehingga menurut

pertimbangannya tak akan mungkin ada perkembangan dimasa depan.

b. Alasan mendesak

29

- Upah atau gaji tidak pernah diberikan pada waktunya meskipun

karyawan telah bekerja dengan baik.

- Pimpinan perusahaan/organisasi melalaikan kewajiban yang sudah

disetujui dengan karyawan.

- Bila pekerjaan yang ditugaskan pada karyawan ternyata dapat

membahayakan keselamatan dirinya maupun moralnya.

- Karyawan memperoleh perlakuan pimpinannya secara tidak

manusiawi atau bersifat sadis atau sebagainya.

c. Menolak pimpinan baru

Apabila karyawan tidak cocok dan tidak sehati dengan sepak terjang

pimpinan baru, dapat saja mengakibatkan timbulnya stress yang tidak

menguntungkan dirinya.

Sedangkan menurut (Hasibuan, 2008) alasan karyawan keluar dapat

digolongkan berdasarkan:

1) Undang-undang

Dapat menyebabkan seorang karyawan harus diberhentikan dari suatu

perusahan. Misalnya: karyawan anak-anak, karyawan WNA, atau

karyawan yang terlibar organisasi terlarang.

2) Keinginan perusahaan

Keinginan perusahaan dapat menyebabkan diberhentikannya seorang

karyawan secara terhomat ataupun dipecat. Keinginan suatu

perusahaan untuk memberhentikan karyawan menurut (Hasibuan,

2008) disebabkan karena:

- Karyawan tidak mampu menyelesaikan pekerjaannya.

- Perilaku dan disiplinnya kurang baik.

- Melanggar peraturan dan tata tertib.

- Tidak dapat bekerja sama dan terjadi konflik dengan karyawan

lain.

- Melakukan tindakan moral dalam perusahaan

30

3) Alasan pengunduran diri karena keinginan karyawan antara lain:

- Pindah ke tempat lain untuk mengurus orang tua

- Kesehatan yang kurang baik

- Melanjutkan pendidikan

- Berwiraswasta

4) Pensiun

Pensiun adalah pemberhentian karyawan atas keinginan perusahaan,

undang-undang ataupun keinginan karyawan itu sendiri. Keinginan

perusahaan mempensiunkan karyawan karena produktivitas kerjanya

rendah sebagai akibat usia lanjut, cacat fisik, kecelakaan dalam

melaksanakan pekerjaan. Undang-undang mempensiunkan seseorang

karena telah mencapai batas usia 55 tahun dan minimum masa kerja

15 tahun.

5) Kontrak kerja berakhir

Karyawan kontrak akan dilepas atau diberhentikan apabila kontrak

kerjanya berakhir. Pemberhentian berdasarkan berkahirnya kontrak

kerja tidak menimbulkan konsekuensi karena telah diatur terlebih

dahulu dalam perjanjian saat mereka diterima.

6) Kesehatan karyawan

Kesehatan karyawan dapat menjadi alasan untuk pemberhentian

karyawan. Inisiatif pemberhentian bisa berdasarkan keinginan

perusahaan ataupun keinginan karyawan.

7) Meninggal dunia

Karyawan yang meninggal dunia secara otomatis putus hubungan

kerjanya dengan perusahaan. perusahaan memberikan pesangon atau

uang pensiun bagi keluarga yang ditinggalkan sesuai dengan peraturan

yang ada.

8) Perusahaan likuidasi

31

Karyawan akan lepas jika perusahaan dilikuidasi atau ditutup karena

bangkrut. Bangkrutnya perusahaan harus berdasarkan ketentuan

hukum yang berlaku.

2.4 Tinjauan Pustaka

Penelitian terdahulu sangat penting sebagai tinjauan pustaka dalam

rangka penyusunan penelitian ini. Yang mana kegunaannya untuk mengetahui

hasil penelitian yang telah digunakan oleh peneliti terdahulu. Berikut ini adalah

hasil-hasil dari penelitian sebelumnya yang diambil dari artikel jurnal ilmiah :

1. Jurnal oleh Shahzad Aziz Choudary, Prof. Dr Muhammad Ramzan, dan

Aisha Riaz. (2013) Strategies For Career Plateau: Empirical Investigation

Of Organizations In Pakistan. Interdiciplinary Journal Of Contemporary

Research In Business. (Lahore). Vol 4 No 9

Penelitian ini merupakan perbandingan antara mentoring, career plateau dan

turnover intention yang menjelaskan strategi yang paling signifikan terhadap

career plateau dan akan otomatis mengurangi turnover intention karena pada

jurnal ini dijelaskan dimana career plateau sangat berhubungan erat dengan

turnover intenton. Disini peneliti memasukan beberapa strategi untuk

mengurangi career plateau dan akan mengurangi turnover intention yaitu

diantaranya mentoring, job rotation, job enlargement, job enrichment.

Setelah melakukan penelitian dengan menyebar kuesioner kepada karyawan

yang bekerja pada NIPS (National Institute of Population Studies), dengan

megambil populasi sebanyak 40 responden. Dan dimana didapatkan dari hasil

statistic bahwa startegi yang paling signifikan diantara mentoring, job

rotation, job enlargement, job enrichment adalah mentoring. Karena biasanya

career plateau bersifat lebih mengacu kepada sikap dari seorang individu

karyawan yang kurang memiliki motivasi dalam berkarir, kurangnya

kemampuan dengan pekerjaan yang sekarang dimilikinya dikarenakan sikap

seseorang individu karyawan tersebut sehingga menyebabkan niat karyawan

untuk kelur dari perusahaan (turnover intention). Mentoring merupakan jalan

pemecahan masalah yang tepat karena termasuk pengembangan diri jadi

apabila seorang karyawan melakukan mentoring akan menghasilkan

kemampuan dan juga motivasi dari diri masing-masing individu tersebut.

32

Sedangkan 3 diantara stretegi lainnya tidak berfokus pada pengembangan diri

seorang karyawan.

2. Jurnal oleh Sharon G. Helman, Daniel T. Holt, Christine Y. Rilovick.

(2008) Effects of Career Plateauing on Turnover a Test of a Model. Journal

of Leadership and Organizational. 15:59-68

Penelitian ini untuk melihat hubungan antara career plateau dengan turnover

intention. Pada jurnal menjelaskan beberapa faktor yang beruhubungan

dengan career plateau diantaranya job satisfication, organizational

commitment, dan disini dijelaskan bahwa career plateau positif memiliki

hubungan yang searah dengan turnover intention dan career plateau negatif

memiliki hubungan searag melainkan tidak searah dengan job satisfication

dan organizational commitment. Hasilnya dibuktikan dengan pernahnya

dilakukan penelitian dengan menyebarkan kuesioner sebanyak 625 dan yang

kembali sebanyak 326 kepada pegawai sipil di Nigeria. Dan didapatkan

bahwa memang career plateau disini dapat menyebabkan turnover intention

tanpa mempertimbangkan variable pengontrolnya yaitu job satisfication dan

organizational commitment

3. Jurnal oleh Benjamin P. Foster. (2004) The Impact of Mentoring on

Career Plateau and Turnove Intention of Management Accountats. Journal of

Applied Business Research. Vol 20, No 4

Penelitian ini berisi tentang dimana mentoring dapat menjadi strategi

manajemen dalam mengurangi karyawan yang frustasi dalam karir mereka

dan mengalami career plateau sehingga karyawan dapat berniat untuk keluar

dari perusahaan atau disebut turnover intention. Penelitian pada jurnal ini

dilakukan pada salah satu perusahan di Amerika dengan memberikan

kuesioner sebanyak 235 responden yang diberikan kepada karyawan akuntan

publik. Dari hasil yang diperoleh dinyatakan bahwa adanya variabel control

yang mempengaruhi terjadinya career plateau dan turnover intention yaitu

dari kepuasan kerja dan atribut pekerjaan. Dari analisis yang ada

mengindikasikan bahwa untuk mengurangi career plateau dan turnover

intention yaitu dengan cara melakukan mentoring untuk memajukan karir

mereka dan meningkatkan penglaman kepada karyawan. Setelah dilakukan

indentifikasi terhadap masalah career plateau dan turnover intention bahwa

33

mentoring hal yang paling berpengaruh besar dan lebih memiliki fokus

dalam mengurang jumlah career plateau dan turnover intention.

4. Jurnal oleh Ongori. H dan Agolla. J.E. (2009) Paradigm Shift in

Managing Career Plateau in Organization: The Best Strategy to Minimize

Employee Intention to Quit. Journal of Leadership and Organizational

Studies. Vol 15 (1) pp.59-68

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui untuk mengetahui kontribusi-

kontribusi apa saja yang berpengaruh kepada career plateau sehingga kita

dapat mengetahui bagaimana menemukan solusi untuk mengatur career

plateausehingga dapat meminimalisir karyawan yang berniat keluar turnover

intention dikarenakan manager pada suatu organisasi merasa bingung apa

saja yang dapat mempengaruhi turnover dan career plateau. Disini dijelaskan

beberapa hal yang dapat menjadi kontribusi pada career plateau yaitu

lambatnya pertumbuhan ekonomi, terjadi di organisasi yang masih dalam

masa re-structuting, dan kurangnya teknologi yang mendukung. Apabila kita

dapat mengatur faktor kontribusi tersebut maka turnover intention yang

terjadi akan otamtis berkurang. Dari hasil analisis penelitian dijelaskan bahwa

hubungan yang terjadi pada career plateau dan turnover intention ialah

positif dan searah, apabila career plateau menurun maka turnover intention

akan menurun pula.

5. Jurnal oleh Samuel O. Salami (2010) Career Plateau and Work Attitudes:

Moderating Effects of Mentoring others with Nigerian Employees. Journal

Psychology. Vol 6 No 4

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara career plateau,

turnover intention, kepuasan kerja dan komitmen organisasi dan mentoring

sebagai yang memoderasi. Penelitian ini dilakukan kepada pegawai

pemerintahan sebanyak 280 karyawan. Dan disini dijelaskan bahwa career

plateau tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap kepuasan kerja

dan komitmen organisasi, melainkan career plateau sangat berhubungan

secara signifikan terhadap career plateau. Dan dari hasil analisis regresi yang

dilakukan, dijelaskan pula bahwa mentoring dapat memoderasinya, indikasi

mentoring merupakan sangat signifikan untuk masalah career plateau dan

turnover intention.

34

Career Plateau (X)

Mentoring (Z)

Turnover Intention (Y)

2.5 Kerangka Pemikiran

H1

H2

Gambar 2.1 : Kerangka Pemikiran Penelitian

Pengaruh Career Plateau terhadap Turnover Intention dan Variabel Mentoring

yang mempengaruhi dampak antara Career Plateau dan Turnover Intention.

2.6 Hipotesis

Berdasarkan permasalahan yang diajukan, tujuan penelitian, dan tinjauan

pustaka di atas, maka hipotesis penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut:

Hipotesis pertama

� H0 : Career Plateau (X1) tidak memiliki kontribusi yang signifikan secara

parsial terhadap Turnover Intention (Y)

� Ha : Career Plateau (X1) memiliki kontribusi yang signifikan secara

terhadap Turnover Intention (Y).

35

Hipotesis kedua

• H0 : Career Plateau (X1) dan Turnover Intention (Y) tidak memiliki

kontribusi yang signifikan secara parsial maupun simultan terhadap

Mentoring (X2) pada PT. Kastrelindo Karya Putra.

• Ha : Career Plateau (X1) dan Turnover Intention (Y) memiliki kontribusi

yang signifikan secara parsial maupun simultan terhadap Mentoring (X2)

pada PT. Kastrelindo Karya Putra.