bab ii landasan teori - bina nusantara | library &...

28
5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Computer Aided Detection (CADe) and Diagnosis (CADx) Mammogram Sejak 1998, teknologi CADe telah disetujui oleh FDA (Food and Drug Administration) untuk digunakan dalam mammography screening (Fenton et al, 2007). Computer Aided Detection (CADe) digunakan oleh radiolog untuk mencari dan menandai wilayah yang mengandung lesi abnormal (Mohamed & Kadah, 2007). Untuk menghasilkan diagnosa yang efektif, dibutuhkan workstation solution yang dapat “berkomunikasi” dengan citra mammogram. Perangkat yang dapat membantu radiolog dalam melakukan pengamatan antara lain (Karellas, Vedantham, & Lewin, 2009): 1. Tools untuk menampilkan / menyembunyikan hasil deteksi CAD secara interaktif 2. Tools untuk memperbesar citra dari ukuran aslinya. 3. Fungsi-fungsi yang dapat diatur untuk menyesuaikan radiolog dalam mengamati. Selanjutnya, wilayah yang dicurigai pada CADe akan didiagnosa oleh Computer Aided Diagnosis. Computer Aided Diagnosis merupakan diagnosa seorang radiolog yang menggunakan hasil analisa komputer pada gambar medical sebagai “second opinion”, dalam mengkaji penyakit lebih dalam, dan membuat keputusan diagnosa (Giger, Karssemeijer, & Armato, 2002). Pada mammogram, CADx berfungsi untuk menentukan wilayah yang dicurigai atau ROI (Region of

Upload: dangquynh

Post on 20-May-2018

220 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library & …library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/TSA-2016-00… ·  · 2016-08-266 Interest) kedalam kategori benign (tidak berbahaya

5

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Computer Aided Detection (CADe) and Diagnosis

(CADx) Mammogram

Sejak 1998, teknologi CADe telah disetujui oleh FDA (Food and Drug

Administration) untuk digunakan dalam mammography screening (Fenton et al,

2007). Computer Aided Detection (CADe) digunakan oleh radiolog untuk mencari

dan menandai wilayah yang mengandung lesi abnormal (Mohamed & Kadah,

2007). Untuk menghasilkan diagnosa yang efektif, dibutuhkan workstation

solution yang dapat “berkomunikasi” dengan citra mammogram. Perangkat yang

dapat membantu radiolog dalam melakukan pengamatan antara lain (Karellas,

Vedantham, & Lewin, 2009):

1. Tools untuk menampilkan / menyembunyikan hasil deteksi CAD secara

interaktif

2. Tools untuk memperbesar citra dari ukuran aslinya.

3. Fungsi-fungsi yang dapat diatur untuk menyesuaikan radiolog dalam

mengamati.

Selanjutnya, wilayah yang dicurigai pada CADe akan didiagnosa oleh

Computer Aided Diagnosis. Computer Aided Diagnosis merupakan diagnosa

seorang radiolog yang menggunakan hasil analisa komputer pada gambar medical

sebagai “second opinion”, dalam mengkaji penyakit lebih dalam, dan membuat

keputusan diagnosa (Giger, Karssemeijer, & Armato, 2002). Pada mammogram,

CADx berfungsi untuk menentukan wilayah yang dicurigai atau ROI (Region of

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library & …library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/TSA-2016-00… ·  · 2016-08-266 Interest) kedalam kategori benign (tidak berbahaya

6

Interest) kedalam kategori benign (tidak berbahaya bagi kesehatan) atau

malignant (berbahaya). Hasil diagnosa ini akan membantu radiolog dalam

menentukan langkah selanjutnya, apakah diperlukan biopsy atau follow-up

mammography jangka pendek. (Elfarra & Abuhaiba, 2012).

CADe secara garis besar terdiri dari 2 tahap. Pada tahap pertama, CADe

bertujuan untuk mendeteksi lesi yang berbahaya dengan nilai sensitivity yang

tinggi. Pada tahap kedua, CADe bertujuan untuk mengurangi false positive tanpa

mengurangi sensitivity secara drastis. Sedangkan CADx secara garis besar

mempunyai 1 tahap yang terdiri dari 5 langkah yaitu, pengolahan citra,

segmentasi, ekstrasi fitur, pemilihan fitur dan klasifikasi. Proses CADx diawali

dengan menginput bagian lesi yang abnormal (ROI) dan diakhiri dengan output

berupa kecenderungan malignant atau saran untuk penanganan lebih lanjut.

Gambar 2. 1. Tahap-tahap dalam CADe dan CADx (Bovik, 2005)

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library & …library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/TSA-2016-00… ·  · 2016-08-266 Interest) kedalam kategori benign (tidak berbahaya

7

2.2. Pengolahan Citra

Pengolahan citra adalah sebuah istilah untuk operasi awal yang dilakukan

pada citra. Pengolahan citra bertujuan agar meningkatkan data pada citra yang

terdistorsi. Pengolahan citra tidak meningkatkan informasi pada gambar. Banyak

citra digital terkadang buram atau blur karena noise sehingga gambar tersebut

perlu diolah agar noise hilang dan citra menjadi lebih tajam. (Roopashree.S,

Saini, & Singh, 2012).

Dalam mammogram, pengolahan citra sangat dibutuhkan dalam

menentukan orientasi pada mammogram, menghilangkan noise dan meningkatkan

kualitas citra (Bandyopadhyay, 2010). Sebelum citra diproses, tahap pengolahan

citra sangatlah penting untuk mempersingkat pencarian lesi abnormal tanpa

terpengaruh background mammogram. Salah satu operasi dalam pengolahan citra

yang sering dilakukan adalah cropping. Dengan cropping, bagian yang tidak

relevan pada gambar seperti background dapat dihilangkan sehingga dapat fokus

terhadap wilayah yang relevan (Miljkovi`c, 2009).

2.2.1. Contrast Enhancement

Contrast Enhancement adalah salah satu jenis operasi dalam pengolahan

citra. Pada citra mammogram, contrast enhancement adalah proses memanipulasi

citra mammogram untuk meningkatkan kekontrasan gambar tersebut dan dapat

mengurangi noise pada saat mendeteksi bagian lesi yang abnormal (Biltawi, Al-

Najdawi, & Tedmori, 2012). Tujuan dari contrast enhancement ini ialah untuk

menghilangkan pixel-pixel gelap yang terdapat pada daerah abnormal (Mencattini,

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library & …library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/TSA-2016-00… ·  · 2016-08-266 Interest) kedalam kategori benign (tidak berbahaya

8

Rabottino, Salmeri, Lojacono, & Colini, 2008). Nilai kontras yang terdapat pada

daerah ROI dapat ditingkatkan dengan menggunakan persamaan:

(2. 1)

di mana k = 2,3,4,… dan merupakan nilai intensitas pixel pada citra

asli , merupakan hasil peningkatan masing-masing citra. Sedangkan

merupakan intensitas maksimum dari citra asli.

Gambar 2. 2. Gambar Sebelum dan Sesudah Dilakukan Contrast Enhancement

(MathWorks, 2015)

2.2.2. Histogram Equalization

Histogram equalization merupakan salah satu teknik peningkatan kontras

citra yang sering digunakan pada gambar terang atau gelap dalam domain spasial

(Patel, Maravi, & Sharma, 2013). Dengan histogram equalization, kontras gambar

akan meningkat secara menyeluruh (global). Kontras gambar dimodifikasi dengan

dengan cara melebarkan puncak dan memampatkan palung histogram (Sasi &

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library & …library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/TSA-2016-00… ·  · 2016-08-266 Interest) kedalam kategori benign (tidak berbahaya

9

Jayasree, 2013) . Proses ini dilakukan dengan menggunakan cummulative density

function menggunakan persamaan berikut:

(2. 2)

dimana N adalah jumlah pixel citra dengan L level intensitas dan

adalah jumlah pixel pada intensitas level .

Gambar 2. 3. Gambar Original dan Gambar Hasil Histogram Equalization

(Fishbaugh, 2015)

2.2.3. Contrast Limited Adaptize Histogram Equalization

Teknik Contrast Limited Adaptize Histogram Equalization (CLAHE)

merupakan teknik peningkatan kontras yang sering digunakan pada medical

images (Reza, 2004). CLAHE merupakan peningkatan dari histogram

equalization karena dapat beradaptasi dengan kontras lokal. Puncak histogram

(peaks) pada citra bisa saja merupakan area yang tidak diinginkan, sehingga

histogram equalization dapat keliru dan menyebabkan wilayah yang tidak

diingikan meluas (noise).

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library & …library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/TSA-2016-00… ·  · 2016-08-266 Interest) kedalam kategori benign (tidak berbahaya

10

Dalam Contrast Limited Adaptize Histogram Equalization (CLAHE), citra

dipotong menjadi beberapa citra kecil dan kemudian dilakukan equalization pada

setiap potongan citra (Min, Lim, Kim, & Lee, 2013). Blocking artifacts antar

potongan citra dihilangkan dengan cara dilakukan bilinear interpolation. Dengan

CLAHE, kontras pada wilayah yang homogen dapat dibatasi sehingga noise

amplification dapat dihindarkan.

Gambar 2. 4. Gambar Original dan Gambar Hasil CLAHE (MathWorks, 2015)

2.2.4. Modified Seed Region Growing

Seed Region Growth adalah sebuah proses dimana sebuah pixel atau

kumpulan pixel berkembang menjadi wilayah yang lebih besar dengan

menentukan kriteria diawal. Metode dasar dari SRG dimulai dari kumpulan seed

yang ditaruh, kemudian pixel-pixel tetangga disekitar nya yang memiliki

kemiripan karakteristik dengan seed akan membuat satu wilayah. Untuk

pemilihan karakteristik seed, bergantung pada fitur dari masalah yang ingin

diselesaikan. Apabila tidak ada pixel lagi yang memiliki karakteristik mirip

dengan seed, maka wilayah yang berkembang akan berhenti (Shengjun, Houjin, &

Jupeng, 2011).

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library & …library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/TSA-2016-00… ·  · 2016-08-266 Interest) kedalam kategori benign (tidak berbahaya

11

Gambar 2. 5. Region Sebelum dan Sesudah Seed Growthing (Marshall, 2015)

Pada umumnya, seed akan berkembang jika selisih antara mean dari

wilayah seed dengan pixel atas, kiri, kanan, atau bawah masih lebih besar dari

batas T yang ditentukan. Namun pada modified seed region growing, seed juga

akan berkembang jika intensitas pixel disekitar wilayah masih lebih besar dari P

dimana P merupakan intensity threshold.

2.2.5. Divide and Conquer Homogeneity Enhancement

Algorithm

DHCEA merupakan sebuah algoritma enhancement citra dengan melihat

kesamaaan pixel disekelilingnya pada digital mammogram (Maitra, Nag, &

Bandyopadhyay, Detection of Abnormal Masses using Divide and Conquer

Algorithm in Digital Mammogram, 2011). Pada metode ini akan ditentukan nilai

perbedaan threshold maksimum / maximum difference threshold (MDT) yang

didapatkan berdasarkan observasi. Algoritma ini melakukan scanning dari kiri ke

kanan serta atas ke bawah dari gambar mammogram. Jika pada saat scanning,

ditemukan pixel yang memiliki selisih lebih besar dari MDT, maka kumpulan

pixel akan dipecah menjadi 2 bagian berdasarkan pixel yang berbeda tersebut.

Pada kumpulan pertama pixel akan dihitung nilai modus dari himpunan tersebut.

Nilai intensitas modus ini akan disebarkan ke seluruh posisi setelah memodifikasi

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library & …library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/TSA-2016-00… ·  · 2016-08-266 Interest) kedalam kategori benign (tidak berbahaya

12

nilai tersebut menggunakan teknik uniform color quantization pada ruang warna

yang dipecah menjadi skala 16 level. Proses ini akan berlangsung terus sampai

mencapai ujung kanan dari baris terakhir citra mammogram. Proses yang sama

juga akan dilakukan secara vertikal yang diikuti dengan uniform color

quantization.

Berikut algoritma untuk proses horizontal :

1. Scan citra dari pixel paling kiri ke paling kanan

2. Cek apakah nilai pixel,

MDT-nilai pixel < intensitas pixel < MDT + nilai pixel

3. Jika nilai tidak sesuai, kelompokkan kumpulan pixel dari awal sampai

akhir berdasarkan pixel yang berbeda pada langkah 2.

4. Dari kumpulan pixel yang mirip tersebut (dari pixel awal sampai pixel

berbeda ), cari nilai modus dari semua pixel yang memiliki intensitas yang

sama dan ubah semua pixel dari kumpulan tersebut setelah melakukan

uniform color quantization pada kumpulan pixel.

5. Lanjutkan ke langkah 2 sampai ke pixel paling kanan dari baris terakhir

citra.

Algoritma ini juga akan dilakukan untuk proses scanning secara vertical

dari pixel paling atas sampai pixel paling bawah.

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library & …library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/TSA-2016-00… ·  · 2016-08-266 Interest) kedalam kategori benign (tidak berbahaya

13

Gambar 2. 6. Pixel dengan Intensitas Berbeda (Kiri), Pixel Setelah Scanning

Horizontal (Tengah), dan Pixel Setelah Scanning Vertical (Kanan) (Maitra, Nag,

& Bandyopadhyay, Detection of Abnormal Masses using Divide and Conquer

Algorithm in Digital Mammogram, 2011)

2.2.6. Edge Detection Algorithm

Algoritma ini digunakan untuk mendeteksi edge pada citra mammogram

setelah menjalan algoritma DCEHA. Proses pendeteksian edge ini dilakukan

dalam 3 tahap. Pertama-tama dilakukan proses scanning citra secara horizontal

dengan mengambil pixel pertama sebagai nilai threshold adaptif (Δt). Nilai ini

akan dibandingkan dengan pixel berikutnya sampai mencapai ujung kanan. Jika

terjadi perubahan intensitas pixel antara 2 pixel yang melebihi nilai threshold

adaptif maka algortima ini akan menandakan pixel terakhir sebagai edge dan

mengubah warna pixel tersebut menjadi hitam pada citra mammogram di tahap

akhir.

(2. 3)

Selanjutnya algoritma ini akan dilakukan juga untuk vertical scanning.

Teknik yang sama pada horizontal dilakukan juga pada vertical scanning dengan

menentukan pixel pertama sebagai nilai threshold adaptif. Jika terjadi perubahan

intensitas pixel antara 2 pixel yang melebihi nilai threshold adaptif maka

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library & …library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/TSA-2016-00… ·  · 2016-08-266 Interest) kedalam kategori benign (tidak berbahaya

14

algoritma ini akan menandakan pixel terakhir sebagai edge dan mengubah warna

pixel tersebut menjadi hitam pada citra mammogram di tahap akhir.

(2. 4)

Setelah selesai melakukan horizontal dan vertical scanning maka akan

dilakukan operasi penggabungan antara pixel hasil horizontal scanning dan

vertical scanning untuk menghasil edge pada gambar mammogram.

Edge = ƒ(h) ∪ ƒ(v)

(2. 5)

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 2. 7. Pixel setelah horizontal scanning (a), Pixel setelah vertical scanning

(b), Pixel setelah gabungan vertical dan horizontal (c), Tampilan Pixel akhir

dengan background putih (d) (Maitra, Nag, & Bandyopadhyay, Detection of

Abnormal Masses using Divide and Conquer Algorithm in Digital Mammogram,

2011)

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library & …library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/TSA-2016-00… ·  · 2016-08-266 Interest) kedalam kategori benign (tidak berbahaya

15

2.2.7. Seeded Region Growing Algorithm

Algoritma ini merupakan algorithma lanjutan dari Edge Detection

Algorithm. Proses segmentasi yang dilakukan oleh Edge Detection Algorithm

menyebabkan terbentuknya beberapa region dimana pixel didalamnya memiliki

intensitas yang sama. Pada tahap ini, intensitas pixel pada sebuah region akan di

ubah dengan modus dari pixel-pixel pada region tersebut dengan menggunakan

intensitas citra awalnya (sebelum dilakukan DCHEA).

Algoritma ini diawali melakukan scanning secara horizontal dari kiri ke

kanan untuk mencari bagian yang belum diwarnai. Jika ditemukan region yang

belum diwarnai maka akan di taruh sebuah seed yang akan bertumbuh selama

belum mencapai edge dengan memanfaatkan stack. Setelah seed selesai

bertumbuh, dihitung modus dari wilayah tersebut namun memakai intensitas pixel

pada citra awal sebelum dilakukan DCHEA. Nilai modus ini kemudian digunakan

untuk mewarnai region tersebut. Jika sudah mencapai pojok kanan gambar, maka

posisi scanning akan turun secara sumbu y dan melakukan horizontal scanning

lagi diawal sampai mencapai ujung bawah kanan citra (Maitra, Nag, &

Bandyopadhyay, Detection of Abnormal Masses using Divide and Conquer

Algorithm in Digital Mammogram, 2011). Berikut ini langkah-langkah

melakukan SRGA:

1. Lakukan scan dari kiri citra pada baris pertama

2. Jika pixel belum di warnai dan bukan boundary edge, maka push seed

tersebut kedalam Seed Stack

3. Cek pixel pada atas, kiri, bawah dan kanan dari seed tersebut

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library & …library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/TSA-2016-00… ·  · 2016-08-266 Interest) kedalam kategori benign (tidak berbahaya

16

4. Jika pixel belum di warnai dan bukan boundary edge, maka push seed seed

tersebut kedalam Seed Stack

5. Pop sebuah seed dari stack tersebut dan masukkan ke dalam Color List

yang nantinya akan diwarnai.

6. Ulangi selama seed stack belum kosong dan sampai tidak ada lagi terdapat

pixel yang belum diwarnai pada region tersebut, kemudian ulangi step 2

7. Setelah mendapatkan Color List, scan intensitas pada citra asli dan

hitunglah modus

8. Warnai region tersebut dengan modus pada tahap sebelumnya

9. Kosongkan Color List dan kembali ke tahap pertama sampai seluruh

wilayah diwarnai.

2.3. Robust Regression

Linear regression telah menjadi salah satu alat statistik terpenting untuk

menganalisa data. Akan tetapi, linear regression tidak dapat berfungsi dengan baik

ketika distribusi error tidak normal. Untuk mengatasi permasalah ini, munculah

robust regression, yang dapat membuat fitting criterion sehingga tidak rentan

terhadap data noise.

Metode paling umum yang digunakan untuk robust regression ialah M-

estimation (Fox & Weisberg, 2011). Asumsikan linear model

(2. 6)

untuk observasi ke i dari n observasi. Maka fitted modelnya ialah

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library & …library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/TSA-2016-00… ·  · 2016-08-266 Interest) kedalam kategori benign (tidak berbahaya

17

(2. 7)

M-estimator akan meminimalisasi fungsi objektif

(2. 8)

dimana fungsi berisi kontribusi setiap residual kepada fungsi objektif. Fungsi

harus memiliki karakteristik berikut :

Selalu positif,

Bernilai 0 jika argument yang berikan juga 0,

Simetris,

Sebagai contoh, untuk estimasi least-square.

Asumsikan yang merupakan turunan dari . Turunan dari fungsi

objektif dengan koefisien b dan dengan partial derivatives 0 akan menghasilkan

sistem dengan k + 1 yang dapat mengestimasi persamaan terhadap koefisien-

koefisien:

(2. 9)

Jika fungsi bobot w(e) = (e)/e, dan wi = w(ei) maka estimasi equation

dapat dituliskan sebagai berikut

(2. 10)

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library & …library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/TSA-2016-00… ·  · 2016-08-266 Interest) kedalam kategori benign (tidak berbahaya

18

Persamaan diatas merupakan problem weigted least-square, dengan tujuan

meminimalkan

Pada problem ini, bobot bergantung pada residual,

namun residual bergantung pada estimated koefisien dan estimated koefisien

bergantung pada bobot. Untuk mengatasinya dibutuhkan sebuah solusi iteratif (

yang dikenal iteratively reweighted least-squares) yang memiliki tahap-tahap

berikut:

1. Tentukan nilai awal b(0)

2. Setiap iterasi t, hitunglah residual

dan bobot

dari

iterasi sebelumnya.

3. Hitung weighted least squares yang baru

(2. 11)

dimana X adalah matriks model, dengan untuk baris ke i dan W

(t-1) =

diag

merupakan bobot dari matriks.

Ulangi tahap kedua dan ketiga sampai estimated koefisien menjadi

konvergen. Matriks kovarians asymptotic dari b didefinisikan sebagai berikut

(2. 12)

Dengan menggunakan untuk mengestimasi E( ) dan

untuk mengestimasi dapat menghasilkan estimated matriks

kovarians asymptotic, (namun tidak baik jika sampel terlalu sedikit).

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library & …library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/TSA-2016-00… ·  · 2016-08-266 Interest) kedalam kategori benign (tidak berbahaya

19

Tabel 2. 1. Fungsi Objektif dan Fungsi Bobot untuk Least-squares, Huber, dan

Bisquare Estimator

Metode Fungsi Objektif Fungsi Bobot

Least-Squares

Huber

Bisquare

2.4. Shape Descriptor

Sebuah descriptor yang baik dapat menggambarkan karakteristik dari

sebuah shape. Shape descriptor yang paling umum digunakan ialah area,

circularity, eccentricity, major axis orientation dan bending energy (Yong,

Walker, & Bowie, 1974). Shape descriptor tersebut hanya bisa membedakan

shape yang memiliki perbedaan besar, oleh karena itu descriptor ini biasa

digunakan sebagai filter yang bertujuan menghilangkan false hits shape atau

dikombinasikan dengan descriptor lainnya agar dapat membedakan shape.

2.4.1. Eccentricity

Eccentricity merupakan pengukuran berdasarkan perbandingan/rasio

antara major dan minor axis dari suatu objek. Eccentricity ini biasa diukur dengan

menggunakan minimum bounding rectangular box.

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library & …library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/TSA-2016-00… ·  · 2016-08-266 Interest) kedalam kategori benign (tidak berbahaya

20

Gambar 2. 8. Minimum Bounding Rectangular Box (Park, 2011)

Setelah terbentuk minimum bounding rectangular box, akan didapatkan L

dan W sebagai panjang dan lebar kotak tersebut yang digunakan untuk

menghitung dengan persamaan berikut :

Eccentricity = L / W (2. 13)

2.4.2. Circularity

Circularity merupakan indikator seberapa mirip objek dengan lingkaran (Park,

2011). Objek dengan bentuk yang sangat rumit akan memiliki nilai circularity yang kecil.

Circularity ini diukur dengan menggunakan persamaan berikut :

Circularity = perimeter2 / 4 * Pi * Area

(2. 14)

2.4.3. Solidity

Solidity merupakan indikator kepadatan dari sebuah objek (Sarfraz &

Ridha, 2007). Solidity diukur berdasarkan pebandingan/rasio antara luas objek

dengan convex hull area dari objek tersebut yang didefinisikan sebagai persamaan

berikut:

Solidity = Areashape / Areaconvex hull

(2. 15)

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library & …library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/TSA-2016-00… ·  · 2016-08-266 Interest) kedalam kategori benign (tidak berbahaya

21

2.5. Ekstrasi Fitur

Ekstraksi fitur mendeskripsikan informasi relevan yang terkandung dalam

sebuah pola sehingga pekerjaan klasifikasi akan menjadi lebih mudah. Dalam

pengenalan pola dan pengolahan citra, ekstraksi fitur merupakan sebuah bentuk

special dari reduksi dimensi. Tujuan utama dari fitur ekstraksi adalah

mendapatkan informasi yang paling relevan dari data asli dan menampilkan

informasi tersebut didalam dimensi yang lebih rendah. Ketika sebuah data yang

dimasukkan kedalam algoritma terlalu besar untuk diproses maka data tersebut

akan direduksi agar menghasilkan vektor fitur. Proses mengubah data input

menjadi vektor fitur ini disebut proses ekstraksi fitur. Apabila proses ekstraksi

fitur dilakukan secara hati-hati, maka dapat diharapkan vektor fitur akan berisikan

informasi relevan dari data input sehingga pekerjaan yang menggunakan fitur ini

tidak perlu menggunakan input dengan ukuran yang besar (Kumar & Bhatia,

2014).

2.5.1. Gray Level Co-occurrence Matrix

Gray Level Co-occurrence Matrix adalah sebuah teknik untuk

mengevaluasi tekstur berdasarkan relasi spasial antar pixel pada citra. Metode ini

menghitung banyaknya pasangan pixel dalam berbagai intensitas, yang saling

berelasi spasial. Relasi spasial ini berarti relasi antara sebuah pixel dengan

intensitas tertentu terhadap pixel lain pada jarak ( 1, 2 ..) dan sudut (0, 45, 90 ,

135) tertentu. Kumpulan relasi spasial akan membentuk sebuah matriks yang

disebut matriks kookurensi pada skala keabuan (gray level co-ocurence matrix).

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library & …library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/TSA-2016-00… ·  · 2016-08-266 Interest) kedalam kategori benign (tidak berbahaya

22

Setelah mendapatkan matriks kookurensi, maka dapat dilakukan ekstraksi

fitur dengan melakukan perhitungan statistik. Haralik menunjukan bahwa terdapat

14 fitur tekstur yang didefinisikan dalam persamaan dibawah ini (Haralick,

Shanmugam, & Dinstein).

Notasi:

adalah nilai ke (i,j) pada matriks kookurensi

adalah jumlah dari elemen matriks pada baris ke i

adalah jumlah dari elemen matriks pada kolom ke j

Ng adalah tingkat kuantisasi keabuan pada citra

k = 2,3,…,2Ng

(2.

16)

k = 0,1,…, Ng – 1. (2.

17)

Fitur Tekstur:

1. Angular Second Moment

f1 = (2.

18)

2. Contrast

f2 =

(2.

19)

3. Correlation

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library & …library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/TSA-2016-00… ·  · 2016-08-266 Interest) kedalam kategori benign (tidak berbahaya

23

f3 =

(2. 20)

dimana dan adalah rata-rata dan standar deviasi dari px dan py.

4. Sum of Squares: Variances

f4 = (2. 21)

5. Inverse Difference Moment

f5 =

(2. 22)

6. Sum Average

f6 =

(2. 23)

7. Sum Variance

f7 =

(2. 24)

8. Sum Entropy

f8 =

(2. 25)

9. Entropy

f9 = (2. 26)

10. Difference Variance

f10 = (2. 27)

11. Different Entropy

f11 =

(2. 28)

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library & …library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/TSA-2016-00… ·  · 2016-08-266 Interest) kedalam kategori benign (tidak berbahaya

24

12. & 13. Information Measures of Correlation

f12 =

(2. 29)

f13 =

(2. 30)

(2. 31)

dimana HX dan HY adalah entropy dari px dan py, dan

(2. 32)

(2. 33)

2.6. Retrieval Citra Berbasis Konten

Retrieval Citra Berbasis Konten (Content Image Based Retrieval)

memanfaatkan konten dari gambar untuk merepresentasikan dan melakukan

indexing data (Wei & C.T. Li, Design of content-based multimedia retrieval,

2005).

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library & …library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/TSA-2016-00… ·  · 2016-08-266 Interest) kedalam kategori benign (tidak berbahaya

25

Gambar 2. 9. Kerangka Konseptual untuk CBIR (Wei & C.T. Li, Design of

content-based multimedia retrieval, 2005)

Sistem pencarian berbasis konten pada umumnya di bagi menjadi dua

tahap, yakni tahap offline dan tahap online. Dalam tahap offline, dilakukan proses

ekstraksi vektor fitur multi-dimensional, yang juga dikenal dengan descriptor.

Vektor fitur ini merupakan sebuah dataset fitur yang disimpan di dalam database.

Pada tahap online, user akan mengirimkan contoh query ke sistem pencarian

gambar untuk mendapatkan gambar yang diinginkan. Distance atau similaritas

yang dihasilkan antara fitur vektor pada contoh query dan fitur vektor yang

terdapat dalam database akan digunakan untuk diurutkan. Proses retrieval

dilakukan dengan menerapkan skema indexing untuk menyediakan sebuah cara

yang efisien dalam melakukan pencarian dalam database citra. Setelah itu, sistem

akan mengurutkan hasil pencarian yang paling sesuai dengan contoh query yang

dikirimkan. Jika hasil tidak sesuai harapan, maka user dapat memberikan

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library & …library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/TSA-2016-00… ·  · 2016-08-266 Interest) kedalam kategori benign (tidak berbahaya

26

feedback kepada sistem pencarian konten (Wei & C.T. Li, Design of content-

based multimedia retrieval, 2005).

2.7. Kd-Tree Indexing

Kd-tree merupakan struktur data yang umum digunakan untuk mengatur

titik-titik pada ruang multidimensional yang memiliki k dimensi (Otair, 2013).

Proses searching pada K-d tree bersifat binary dengan limitasi didalamnya. Kd-

tree sangat membantu untuk melakukan pencarian seperti nearest neighbor dan

range.

Pada K-D Tree, setiap node level akan menyimpan data dari dimensi

pertama, kemudian node anaknya akan menyimpan data dari dimensi kedua, dan

berulang seterusnya sampai k dimensi. Titik yang akan dimasukkan dipilih

berdasarkan median dari titik-titik yang akan dimasukkan kedalam subtree. Proses

ini akan berhenti ketika sebuah node mencapai nilai maximum jumlah titik yang

telah ditentukan.

Gambar 2. 10. Ilustrasi Kd Tree

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library & …library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/TSA-2016-00… ·  · 2016-08-266 Interest) kedalam kategori benign (tidak berbahaya

27

Pada saat melakukan pencarian titik sebanyak k terdekat dari query, kd-

tree melakukan proses sebagai berikut (dengan ilustrasi Gambar 2. 9. ) :

1. Mencari lokasi node yang tepat untuk query. ( Node ke 4 )

2. Mencari k titik terdekat yang terletak didalam node sebelumnya pada proses

pertama

3. Mencari nodes lain yang memiliki jarak yang sama dengan k points terdekat

pada proses kedua. (Node ke 3)

4. Dari semua nodes, cari k titik terdekat dengan query.

2.8. Neural Network

Neural Network digunakan untuk men-generate kecenderungan peta untuk

setiap mammogram dengan menggunakan fitur-fitur pada gabor sebagai input dari

classifier. Nilai yang terdapat kecenderungan peta menunjukkan kemungkinan

pixel tersebut untuk diklasifikasi sebagai pixel macrocalcification dimana

semakin tinggi nilai pixel, maka kecenderungan pixel tersebut untuk diklasifikasi

sebagai pixel macrocalcification semakin besar (Dheeba.J & Jiji.G, 2010).

Model yang terdapat pada multilayer perceptron (MLP) terdiri dari sebuah

atau lebih hidden layer dan fungsi node-node yang terdapat pada hidden layer

adalah sebagai penengah antara input dan output pada neural network. Pertama,

sebuah vektor input dimasukkan ke dalam layer input pada neural network.

Selanjutnya, node yang terdapat pada layer input memberikan sinyal kepada node

yang terdapat pada hidden layer. Sinyal output yang diberikan oleh hidden layer

dapat dijadikan inputan bagi hidden layer selanjutnya atau output layer. Apabila

terdapat error pada output, akan sangat sulit untuk menentukan berapa banyak

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library & …library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/TSA-2016-00… ·  · 2016-08-266 Interest) kedalam kategori benign (tidak berbahaya

28

error yang ada dalam layer input, hidden, maupun output serta bagaimana cara

menyesuaikan bobot untuk menghasilkan output yang sesuai (Sid-Ahmed, 1995).

Permasalahan ini dapat diselesaikan dengan mencari efek dari keseluruhan bobot

dengan menggunakan algoritma backpropagation (Alginahi, 2004) yang

merupakan generalisasi dari algoritma Least Mean Square (LMS). Nilai dari

Mean Square Error (MSE) dapat dilihat pada persamaan berikut:

(2. 34)

di mana m merupakan jumlah data pada training set, k merupakan jumlah

output, Tij merupakan nilai target output dari output ke-i untuk data training ke-j,

dan Oij merupakan nilai output yang sebenarnya pada output ke-i untuk data

training ke-j (Islam, Ahmadi, & Sid-Ahmed, 2010).

2.8.1. Radial Basis Function Neural Network

Secara umum, Radial basis function neural nework (RBF NNs) memiliki 3

layer yaitu input layer, hidden layer dan output layer (Yoo, Oh, & Pedrycz,

2015).

Gambar 2. 11. Arsitektur RBF Neural Network (Mathworks, 2016)

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library & …library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/TSA-2016-00… ·  · 2016-08-266 Interest) kedalam kategori benign (tidak berbahaya

29

RBF Neural Network hanya memiliki satu hidden layer dan satu output

linear layer. Setiap node pada hidden layer menentukan level aktivasi bagian

reseptif (radial basis function) (x) yang diberikan input x. Output yj(x)

merupakan kombinasi linear dengan bobot dari beberapa level aktivasi bagian

reseptif dengan persamaan berikut

yj (x) =

(2. 35)

dengan j = 1 , … , s dimana s berarti jumlah output ( sebanyak class yang

ingin diklasifikasikan pada RBF NN). Pada level aktivasi akan digunakan

Gaussian dengan persamaan berikut

(2. 36)

dimana x adalah input vector dengan dimensi n [x1, …, xn]T, dan vi = [vi1,

…, vin] merupakan pusat ke i dari fungsi basis sementara c merupakan

jumlah node pada pada hidden layer. Distance yang digunakan pada persamaan

2.26 merupakan ecludian distance (Staiano, Tagliaferri, & Pedrycz, 2006).

2.9. Studi yang relevan

Penelitian mengenai pendeteksian kanker payudara pada citra

mammogram telah dilakukan sebelumnya. Pada tahun 2008, Hanmandu, M et al

mengusulkan sebuah computer aided detection untuk mendeteksi mass dan

microcalcification menggunakan MIAS dataset dengan algoritma yang terpisah.

Pertama-tama Hanmandu melakukan segmentasi microcalcification dengan

menggunakan filtering Laplacian of Gaussian (LoG) dan kemudian disegmentasi

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library & …library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/TSA-2016-00… ·  · 2016-08-266 Interest) kedalam kategori benign (tidak berbahaya

30

menggunakan kontras lokal thresholding. Pada bagian mass, akan dilakukan

segmentasi menggunakan enthropy thresholding. Penelitian ini dapat

menghasilkan segmentasi yang baik namun tidak disertakan akurasi dari

penelitian. (Hanmandlu, Vineel, Madasu, & Vasikarla, 2008)

Pada tahun 2011, Indra Kanta Maitra et al mengusulkan metode baru

untuk melakukan segmentasi mass menggunakan Binary Homogeneity

Enhancement Algorithm (BHEA). Metode ini sudah terautomisasi sehingga tidak

membutuhkan parameter. Penelitian ini dilakukan menggunakan MIAS dataset

dan mendapatkan akurasi 99.87% dengan sensitivity 94.21% dan specificity

92.99%. (Maitra, Nag, & Bandyopadhyay, AUTOMATED DIGITAL

MAMMOGRAM SEGMENTATION FOR DETECTION OF ABNORMAL

MASSES USING BINARY HOMOGENEITY ENHANCEMENT

ALGORITHM, 2011)

Pada tahun 2011, Indra Kanta Maitra et al mengusulkan metode baru

untuk melakukan segmentasi mass menggunakan Divide and Conquer

Homogeneity Enhancement Algorithm (DCHEA). Metode ini sudah terautomisasi

sehingga tidak membutuhkan parameter. Penelitian ini dilakukan menggunakan

MIAS dataset dan mendapatkan akurasi 99.90% dengan sensitivity 96.06% dan

specificity 95.21%. (Maitra, Nag, & Bandyopadhyay, Detection of Abnormal

Masses using Divide and Conquer Algorithm in Digital Mammogram, 2011)

Pada tahun 2011, Zhang et al mengusulkan metode baru untuk melakukan

segmentasi microcalcification menggunakan multi-resolution region growth dan

segmentasi berdasarkan image difference. Metode ini menggunakan MIAS dataset

Page 27: BAB II LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library & …library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/TSA-2016-00… ·  · 2016-08-266 Interest) kedalam kategori benign (tidak berbahaya

31

dan menghasilkan akurasi 94.78% dengan false positive 1.93. (Shengjun, Houjin,

& Jupeng, 2011).

Adapun beberapa penelitian lain yang telah dilakukan dapat dilihat pada

Tabel 2.2.

Tabel 2. 2. Perbandingan Beberapa Penelitian terhadap Digital Mammogram

Publikasi Masalah Metode

Deteksi

Metode

Diagnosis

Metode

CBIR

(Luwinda &

Santika,

2012)

Ekstraksi fitur

menggunakan

NMF, LNMF dan

nsNMF pada

Klasifikasi

Mammogram)

- NMF, LNMF

dan nsNMF

dengan

Classifier

Neural

Network

-

(David &

Santika,

2012)

Computer Aided

Diagnosis System

untuk Digital

Mammogram

- Dual Tree

Complex

Wavelet

Transform (DT

CWT) dengan

Classifier

Neural

Network (NN)

-

(Sanjaya,

Putra, &

Santika,

2012)

Sistem Klasifikasi

Mammogram

- Law’s Texture

En

ergy Measures

(LTEM)

dengan

Classifier KNN

(K Nearest

Neighbour)

-

(Kosasi,

Setiawan,

Sudarsan, &

Santika,

2012)

Diagnosis Kanker

Payudara

berdasarkan

Microcalcification

- Gray Level Co-

Occurrence

Matrix

(GLCM)

dengan

Classifier

Support Vector

Machine

(SVM)

-

Page 28: BAB II LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library & …library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/TSA-2016-00… ·  · 2016-08-266 Interest) kedalam kategori benign (tidak berbahaya

32

(Angries &

Santika,

2012)

Klasifikasi Kanker

Payudara pada

Mammogram

- GLCM, GL

RLM, dan Chip

Histogram

dengan

Classifer Naïve

Bayes

-

(Diana &

Santika,

2012)

Sistem

pengambilan Citra

Mammogram

- - NMF dan

DT CWT

(Pratiwi,

Alexander,

Harefa, &

Nanda, 2015)

Komparasi

Classifier BPNN

dan RBFNN pada

Mammogram

- GLCM dengan

Classifier

BPNN dan

RBFNN

-

(Alexander

& Santika,

2016)

Sistem CADD

untuk Deteksi,

Diagnosa dan

Similarity Search

Seed

Growing,

Robust

Regression

dan Shape

Descriptor

GLCM

dengan

Classifier

RBFNN

GLCM

dengan

KD-Tree

Indexing

Jika dilihat dari perbandingan Tabel 2.2, penelitian sebelumnya hanya

menerapkan sistem diagnosis ataupun sistem CBIR pada gambar mammogram.

Tidak ada penelitian yang menggabungkan metode deteksi, diagnosis serta

similarity search. Mayoritas dari penelitian telah mampu mendeteksi kanker

payudara dengan akurasi yang cukup tinggi namun rata-rata penelitian hanya

berpusat pada satu jenis kanker yaitu mass atau microcalcification. Melihat dari

banyaknya penelitian yang hanya berpusat pada satu jenis kanker dan tidak

adanya penggabungan antara metode deteksi, diagnosis dan similarity search,

penelitian saat ini akan membangun sebuah sistem CADD yang dapat digunakan

untuk mendeteksi, men-diagnosis serta melakukan pencarian kanker sejenis baik

mass maupun microcalcification.