benign prostatic hjyperplasia

13
BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA (BPH) Insiden. Pembesaran prostat jinak (BPH) merupakan penyakit pada laki-laki usia diatas 50 tahun yang sering dijumpai. Karena letak anatominya yang mengelilingi uretra, pembesaran dari prostat akan menekan lumen uretra yang menyebabkan sumbatan dari aliran kandung kemih. Signifikan meningkat dengan meningkatnya usia. Pada pria berusia 50 tahun angka kejadiannya sekitar 50%, dan pada usia 80 tahun sekitar 80%. Sekitar 50% dari angka tersebut diatas akan menyebabkan gejala dan tanda klinik. Karena proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan maka efek perubahan juga terjadi perlahan-lahan (Sjamsuhidajat, 1996). Di Indonesia BPH merupakan urutan kedua setelah batu saluran kemih dan diperkirakan ditemukan pada 50% pria berusia diatas 50 tahun dengan angka harapan hidup rata-rata di Indonesia yang sudah mencapai 65 tahun dan diperkirakan bahwa lebih kurang 5% pria Indonesia sudah berumur 60 tahun atau lebih. Kalau dihitung dari seluruh penduduk Indonesia yang berjumlah 200 juta lebih, kira-kira 100 juta terdiri dari pria, dan yang berumur 60 tahun atau lebih kira-kira 5 juta, sehingga diperkirakan ada 2,5 juta laki-laki Indonesia yang menderita BPH. Dengan semakin membaiknya pembangunan dinegara kita yang akan memberikan dampak kenaikan umur harapan

Upload: jarmi

Post on 12-Sep-2015

252 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

bkhu

TRANSCRIPT

BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA (BPH)

Insiden.Pembesaran prostat jinak (BPH) merupakan penyakit pada laki-laki usia diatas 50 tahun yang sering dijumpai. Karena letak anatominya yang mengelilingi uretra, pembesaran dari prostat akan menekan lumen uretra yang menyebabkan sumbatan dari aliran kandung kemih. Signifikan meningkat dengan meningkatnya usia. Pada pria berusia 50 tahun angka kejadiannya sekitar 50%, dan pada usia 80 tahun sekitar 80%. Sekitar 50% dari angka tersebut diatas akan menyebabkan gejala dan tanda klinik.Karena proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan maka efek perubahan juga terjadi perlahan-lahan (Sjamsuhidajat, 1996).Di Indonesia BPH merupakan urutan kedua setelah batu saluran kemih dan diperkirakan ditemukan pada 50% pria berusia diatas 50 tahun dengan angka harapan hidup rata-rata di Indonesia yang sudah mencapai 65 tahun dan diperkirakan bahwa lebih kurang 5% pria Indonesia sudah berumur 60 tahun atau lebih. Kalau dihitung dari seluruh penduduk Indonesia yang berjumlah 200 juta lebih, kira-kira 100 juta terdiri dari pria, dan yang berumur 60 tahun atau lebih kira-kira 5 juta, sehingga diperkirakan ada 2,5 juta laki-laki Indonesia yang menderita BPH.Dengan semakin membaiknya pembangunan dinegara kita yang akan memberikan dampak kenaikan umur harapan hidup, maka BPH akan semakin bertambah. Oleh karena itu BPH harus dapat dideteksi oleh para dokter, dengan mengenali manifestasi klinik dari BPH dan dapat dikelola secara rasional sehingga akan memberikan morbiditas dan mortalitas yang rendah dengan biaya yang optimal (Rahardjo,1997).

Patofisiologi.Biasanya ditemukan gejala dan tanda obstruksi dan iritasi. Gejala dan tanda obstruksi jalan kemih berarti penderita harus menunggu pada permulaan miksi, miksi terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran miksi menjadi lemah, dan rasa belum puas sehabis miksi. Gejala iritasi disebabkan karena hipersensitivitas otot detrusor berarti bertambahnya frekwensi miksi, nokturia, miksi sulit ditahan, dan disuria. Gejala obstruksi terjadi karena detrusor gagal berkontraksi dengan cukup kuat atau gagal berkontraksi cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna pada saat miksi atau pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada kandung kemih, sehingga vesika sering berkontraksi meskipun belum penuh. Gejala dan tanda ini diberi skor untuk menentukan berat keluhan klinik.Apabila vesika menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urin sehingga pada akhir miksi masih ditemukan sisa urin didalam kandung kemih, dan timbul rasa tidak tuntas pada akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut pada suatu saat akan terjadi kemacatan total, sehingga penderita tidak mampu lagi miksi. Karena produksi urin terus terjadi maka pada suatu saat vesika tidak mampu lagi menampung urin sehingga tekanan intra vesika terus meningkat. Apabila tekanan vesika menjadi lebih tinggi dari pada tekanan spingter dan obstruksi, akan terjadi inkontinensia paradoks. Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko ureter, hidroureter, hidronefrosis, dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksiPada waktu miksi penderita harus selalu mengedan sehingga lama kelamaan menyebabkan hernia atau hemorroid. Karena selalu terdapat sisaurin dapat terbentuk batu endapan didalam kandung kemih. Batu ini dapatmenambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat pula menyebabkan sistisis dan bila terjadi refluks dapat terjadi pielonefritis (Sjamsuhidajat ,1997).

EtiologiPenyebab pasti BPH ini masih belum diketahui, penilitian sampai tingkat biologi molekuler belum dapat mengugkapkan dengan jelas etiologi terjadinya BPH. Dianggap adanya ketidak seimbangan hormonal oleh karena proses ketuaan. Salah satu teori ialah teori Testosteron (T) yaitu T bebas yang dirubah menjadi Dehydrotestosteron (DHT) oleh enzim 5 a reduktase yang merupakan bentuk testosteron yang aktif yang dapat ditangkap oleh reseptor DHT didalam sitoplasma sel prostat yang kemudian bergabung dengan reseptor inti sehingga dapat masuk kedalam inti untuk mengadakan inskripsi pada RNA sehingga akan merangsang sintesis protein. Teori yang disebut diatas menjadi dasar pengobatan BPH dengan inhibitor 5a reduktase (Rahardjo,1997).

Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya BPHadalah :

Peranan dari growth factor (faktor pertumbuhan) sebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar prostat.Meningkatkan lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang mati.Teori sel stem menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan (Purnomo,2000;Rahardjo,1997).

Gbr. A. Prostat normal ; 1.uretra 2.kelenjar periuretra 3.kelenjar prostatB. Hiperplasi prostat ; 1.uretra yg terjepit 2.periuretra yang hiperplasi 3.kelenjar asli prostat yang tertekan menjadi seperti simpai (simpai prostat)

Gbr: Serabut otot yang tertekan membentuk surgical capsule.

Gejala KlinikPembesaran kelenjar prostat dapat terjadi asimtomatik baru terjadi kalau neoplasma telah menekan lumen urethra prostatika, urethra menjadi panjang (elongasil), sedangkan kelenjar prostat makin bertambah besar. Ukuran pembesaran noduler ini tidaklah berhubungan dengan derajat obstruksi yang hebat, sedangkan yang lain dengan kelenjar prostat yang lebih besar obstruksi yang terjadi hanya sedikit, karena dapat ditoleransi dengan baik.Tingkat keparahan penderita BPH dapat diukur dengan skor IPSS (Internasional Prostate Symptom Score) diklasifikasi dengan skore 0-7 penderitaringan, 8-19 penderita sedang dan 20-35 penderita berat (Rahardjo,1997).Ada juga yang membagi berdasarkan derajat penderita hiperplasi prostat berdasarkan gambaran klinis: (Sjamsuhidajat,1997)

- Derajat I : Colok dubur ; penonjolan prostat, batas atas mudah diraba, dan sisa volume urin 100 ml- Derajat IV : Terjadi retensi urin total.

Pada penderita BPH dengan retensi urin pemasangan kateter merupakan suatu pertolongan awal, selain menghilangkan rasa nyeri juga mencegah akibat-akibat yang dapat ditimbulkan karena adanya bendungan air kemih ( Sarim,1987).Gejala klinik yang timbul disebabkan oleh karena dua hal:1. Obstuksi.2. Iritasi.Gejala-gejala klinik ini dapat berupa (Brown, 1982; Blandy, 1983 ;Burkit, 1990; Forrest,1990; Weinerth,1992 :Gejala pertama dan yang paling sering dijumpai adalah penurunan kekuatan pancaran dan kaliber aliran urine, oleh karena lumen urethra mengecil dan tahanan di dalam urethra mengecil dan tahanan didalam urethra meningkat, sehingga kandung kemih harus memberikan tekanan yang lebih besar untuk dapat mengeluarkan urine.

Sulit memulai kencing (hesitancy) menunjukan adanya pemanjangan periode laten, sebelum kandung kemih dapat menghasilkan tekananintra-vesika yang cukup tinggi.Diperlukan waktu yang lebih lama untuk mengosongkan kandung kemih, jika kandung kemih tidak dapat mempertahankan tekanan yang tinggi selama berkemih, aliran urine dapat berhenti dan dribbling (urine menetes setelah berkemih) bisa terjadi. Untuk meningkatkan usaha berkemih pasien biasanya melakukan valvasa menauver sewaktu berkemih.Otot-otot kandung kemih menjadi lemah dan kandung kemih gagal mengosongkanurine secara sempurna, sejumlah urine tertahan dalam kandung kemih sehingga menimbulkan sering berkemih(frequency) dan sering berkemih malam hari (nocturia).Infeksi yang menyertai residual urine akan memperberat gejala, karena akan menambah obstruksi akibat inflamasi sekunder dan oedem.Residual urine juga dapat sebagai predisposisi terbentuknya batu kandung kemih. Hematuria sering terjadi oleh karena pembesaran prostatmenyebabkan pembuluh darahnya menjadi rapuh.Bladder outlet obstruction ataupun overdistensi kandung kemih juga dapat menyebabkan refluk vesikoureter dan sumbatan saluran kemih bagian atas yang akhirnya menimbulkan hydroureteronephrosis.Bila obstruksi cukup berat, dapat menimbulkan gagal ginjal (renal failure) dan gejala-gejala uremia berupa mual, muntah, somnolen atau disorientasi, mudah lelah dan penurunan berat badan.

Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik diagnostik yang paling penting untuk BPH adalah colok dubur (digital rectal examination). Pada pemeriksaan ini akan dijumpai pembesaran prostat teraba simetris dengan konsistensi kenyal, sulkus medialis yang pada keadaan normal teraba di garis tengah, mengalami obliterasi karena pembesaran kelenjar. Oleh karena pembesaran kelenjar secara longitudinal, dasar kandung kemih (kutub/pole atas prostat) terangkat ke atas sehingga tidak dapat diraba oleh jari sewaktu colok dubur.

Jika pada colok dubur teraba kelenjar prostat dengan konsistensi keras, harus dicurigai suatu karsinoma. Franks pada tahun 1954 mengatakan: BPH terjadi pada bagian dalam kelenjar yang mengelilingi urethra prostatika sedangkan karsinoma terjadi di bagian luar pada lobus posterior (Jonhson,1988; Burkit,1990).

Kelenjar prostat Normal Kelenjar prostat Hiperplasia, ada pendorongan prostat kearah rektum Kelenjar prostat Karsinoma, teraba nodul keras

Gbr : Digital Rectal Examination , Kelenjar Prostat Normal Hiperplasia, Karsinoma.

Gbr. : Potongan horizontal kelenjar prostat normal, Hipertrofi, Karsinoma.

Pemeriksaan Pencitraan.

Ultrasonografi dapat dilakukan secara trans-abdominal atau trans- rektal (TRUS). Cara ini dianggap sebagai pemeriksaan yang baik oleh karena ketepatannya dalam mendeteksi pembesaran prostat, tidak ada bahaya radiasi dan juga relatif murah. Selain untuk mengetahui pembesaran prostat pemeriksaan ultrasonografi dapat pula menentukan volume buli-buli, mengukur sisa urin, dan keadaan patologi lain seperti divertikel, tumor dan batu. Dengan USG trans-rektal dapat diukur besar prostat untuk menentukan jenis terapi yang tepat. Perkiraan besar prostat dapat pula dilakukan dengan USG supra pubik. Payaran CT atau MRI jarang dilakukan.

Dengan pemeriksaan radiologi seperti foto polos perut dan pielografi intra vena dapat diperoleh keterangan mengenai penyakit ikutan misalnya batu saluran kemih, hidronefrosis, atau divertikel kandung kemih. Kalau dibuat foto setelah miksi dapat dilihat sisa urin. Pembesaran prostat dapat dilihat sebagai lesi defek isian kontras pada dasar kandung kemih. Secara tidak langsung pembesaran prostat dapat diperkirakan apabila dasar buli- buli pada gambaran sistogram tampak terangkat atau ujung distal ureter membelok keatas berbentuk seperti mata kail. Apabila fungsi ginjal buruk sehingga ekskresi ginjal kurang baik atau penderita sudah dipasang kateter menetap, dapat dilakukan sistogram retrograd (Rahardjo,1997; Sjamsuhidajat,1997).