bab ii landasan teori -...
TRANSCRIPT
10
Bab II Landasan Teori
II.1 Konsep Pengukuran
Dalam pemakaian sehari-hari, pengukuran terjadi bilamana suatu alat ukur
tertentu dipakai untuk memastikan, tinggi, berat, atau ciri lain dari suatu objek
fisik. Menurut kamus, mengukur adalah menemukan luas, dimensi, kuantitas, atau
kapasitas sesuatu, khususnya dibandingkan terhadap suatu standar. Dalam
kehidupan sehari-hari kita selalu melakukan pengukuran, tetapi dalam penelitian,
syarat-syarat pengukuran sangat ketat. Pengukuran dalam penelitian terdiri dari
pemberian angka-angka pada peristiwa empiris sesuai dengan aturan-aturan
tertentu (Cooper dkk., 1996).
Dalam pengukuran, kita membentuk suatu skala dan kemudian mentransfer
pengamatan terhadap ciri-ciri kepada skala tersebut. Ada berbagai kemungkinan
skala; pilihan yang sesuai tergantung kepada anggapan peneliti mengenai aturan
pemetaan. Setiap skala mempunyai himpunan asumsinya masing-masing yang
melatarbelakangi hubungan angka-angka dengan praktek sehari-hari.
Pengelompokan skala memakai sistem bilangan nyata. Dasar yang paling umum
menurut Cooper dkk. (1996) untuk membuat skala mempunyai tiga ciri:
1. Bilangannya berurutan
2. Selisih antara bilangan-bilangan adalah berurutan.
3. Deret bilangan mempunyai asal mula yang unik yang ditandai dengan
bilangan nol.
Kombinasi ciri-ciri urutan, jarak dan asal mula menghasilkan pengelompokan
skala ukuran berikut yang umum dipakai:
11
Tabel II.1. Pengelompokan Skala Ukuran (Cooper dkk., 1996)
Jenis Skala Ciri-ciri Skala Operasi Empiris Dasar
Nominal Tidak ada urutan, jarak,
atau asal mula
Penentuan kesamaan
Ordinal Berurutan tetapi tidak ada
jarak atau asal mula yang
unik
Penentuan nilai-nilai
lebih besar daripada atau
lebih kecil daripada
Interval Berurutan dan berjarak
tetapi tidak mempunyai
asal mula yang unik
Penentuan kesamaan
interval atau selisih
Rasio Berurutan, berjarak, dan
asal mula yang unik
Penentuan kesamaan
rasio
1. Skala Nominal
Skala nominal merupakan skala yang paling sederhana. Bilamana
menggunakan skala nominal, maka kita membuat partisi dalam suatu
himpunan ke dalam kelompok-kelompok yang mutually exclusive (harus
mewakili kejadian yang berbeda) dan colectively exhaustive (dapat
menjelaskan semua kejadian yang mungkin terjadi dalam kelompok
tersebut). Jika tidak dapat dipakai skala lain, maka hampir selalu suatu
himpunan ciri-ciri dapat digolongkan ke dalam suatu himpunan kelompok-
kelompok yang setara. “Angka” yang ditunjuk untuk satu kategori
hanyalah sekedar label atau kode.
2. Skala Ordinal
Skala ordinal mencakup ciri-ciri skala nominal ditambah suatu urutan.
Pemakaian skala ordinal mengungkapkan suatu pernyataan mengenai
“lebih daripada” atau “kurang daripada” (suatu pernyataan kesamaan juga
bisa) tanpa menyatakan berapa lebih besar atau lebih kurang.
12
3. Skala Interval
Skala interval memiliki keampuhan skala nominal dan ordinal ditambah
satu lagi: skala ini mencakup kesamaan interval (jarak antara 1 dan 2
adalah sama dengan jarak antara 2 dan 3). Skala suhu Celsius dan
Fahrenheit merupakan contoh mengenai skala interval yang klasik.
Keduanya mempunyai titik nol yang ditetapkan secara arbitrer.
4. Skala Rasio
Skala rasio mencakup semua keampuhan dari skala-skala sebelumnya
ditambah dengan adanya titik nol yang absolut. Skala rasio mencerminkan
jumlah-jumlah yang sebenarnya dari suatu variabel. Contoh-contohnya
adalah ukuran dimensi-dimensi fisik seperti berat, tinggi, jarak, dan luas.
Agar diperoleh ukuran yang lebih lengkap dan tepat, maka ukuran suatu variabel
tidaklah semata-mata didasarkan pada suatu pertanyaan, melainkan pada beberapa
pertanyaan. Skala dapat mengurutkan responden-responden ke dalam urutan
ordinal dengan tepat karena dalam proses tersebut diperhatikan intensitas bobot
dari setiap pertanyaan. Menurut Rianse dkk. (2008) ada lima teknik penyusunan
skala yang amat banyak digunakan dalam penelitian:
a. Metode Likert
Metode ini biasa juga disebut skala Likert. Apabila menggunakan skala
jenis ini, maka variabel yang diukur dijabarkan menjadi dimensi,
selanjutnya dimensi dijabarkan menjadi sub-variabel, kemudian sub-
variabel dijabarkan menjadi indikator-indikator. Akhirnya indikator-
indikator dapat dijadikan titik tolak untuk membuat item instrumen berupa
pertanyaan yang akan dijawab oleh responden. Setiap jawaban
dihubungkan dengan pertanyaan yang sifatnya positif dan negatif. Skor
yang digunakan biasanya berada pada rentang 1 sampai 5. Untuk
pernyataan positif, jika responden memilih jawaban “sangat setuju”, maka
diberi skor 5, sedangkan untuk pernyataan negatif, jika responden memilih
jawaban “sangat tidak setuju” maka diberi skor 1.
13
b. Metode Bogardus
Salah satu contoh skala yang baik adalah skala jarak Bogardus. Pada
awalnya, skala ini berusaha untuk mengukur tingkat kesediaan orang kulit
putih untuk berhubungan dengan orang negro. Pertanyaan dalam skala
menunjukkan intensitas hubungan yang semakin meningkat. Responden
yang menjawab “Ya” untuk suatu pertanyaan pasti akan menjawab “Ya”
untuk pertanyaan-pertanyaan lainnya karena intensitasnya lebih rendah.
Skor yang diperoleh seorang responden selain menunjukkan jumlah
hubungan yang diterima olehnya juga memperlihatkan hubungan yang
bagaimana yang diizinkannya. Skala Bogardus tidak hanya berguna untuk
mengukur hubungan antar-ras, tetapi dapat diubah untuk mengukur sikap
politik, hubungan orang tua dan anak, hubungan antar negara, hubungan
antar organisasi disamping aplikasi lainnya.
c. Metode Thurstone
Suatu skala bertujuan untuk mengurutkan responden berdasarkan suatu
kriteria tertentu. Skala yang disusun menurut metode Thurstone disusun
sedemikian rupa sehingga interval antar-urutan dalam skala mendekati
interval yang sama besarnya. Oleh karena itu, skala seperti ini sering
disebut equal-appearing interval atau equal interval scale (skala interval
sama). Dengan demikian ukuran yang dihasilkan skala ini hampir-hampir
mendekati ukuran interval sehingga dapat digunakan analisis statistik.
Yang merupakan ciri-ciri pokok metode ini adalah penggunaan panel yang
terdiri dari 50-100 ahli untuk menilai sejumlah pertanyaan guna mengukur
variabel tertentu. Jenjang skala kemungkinan ditentukan atas dasar
pendapat ahli ini. Ringkasnya tahap-tahap yang harus ditempuh untuk
menyusun skala Thurstone adalah sebagai berikut:
(1) Penelitian mengumpulkan sejumlah pernyataan (40-50) yang relevan
untuk variabel yang hendak diukur. Pernyataan ini dapat bersifat
positif dan negatif. Misalnya peneliti hendak mengukur sikap terhadap
pemogokan buruh pabrik tepung tapioka. Pernyataan-pernyataan yang
14
dapat digunakan antara lain: “pemogokan buruh pabrik merugikan
pertumbuhan ekonomi”, “pemogokan buruh pabrik menandakan
adanya ketidakpuasan di kalangan buruh”, “pemogokan buruh pabrik
merupakan tanda ketidakadilan perusahaan” dan lain-lain.
(2) Suatu panel ahli diminta menilai relevansi pernyataan-pernyataan tadi
terhadap variabel yang hendak diukur dan memberikan skor 1 sampai
dengan 13. Skor 1 untuk pernyataan yang paling tidak relevan dan skor
13 untuk yang paling relevan. Pernyataan-pernyataan yang paling
mendapatkan penilaian sangat berbeda dari panel disingkirkan dan
pernyataan-pernyataan yang mendapat penilaian yang hampir sama
diikutkan dalam skala. Untuk ini biasanya dihitung median untuk tiap-
tiap pernyataan. Pernyataan yang mempunyai median yang rendah
berarti mendapatkan penilaian yang hampir sama dari para ahli.
(3) Setelah nilai skala tiap pernyataan ditentukan, dipilih sejumlah
pernyataan (sepuluh sampai dua puluh) yang mempunyai nilai yang
merata untuk skala yang ditentukan. Karena dalam point (2) ditentukan
skor 1 sampai 13, maka pernyataan-pernyataan yang mempunyai nilai-
nilai tersebut dimasukan dalam instrumen yang disusun.
(4) Untuk mencegah systematic-bias, sebaiknya pernyataan-pernyataan
disusun secara acak, tidak mengikuti urutan skala.
(5) Skor responden pada skala ini adalah nilai rata-rata (mean atau
median) dari nilai pernyataan-pernyataan yang dipilihnya.
Penafsiran skor pada skala Thurstone sama seperti membaca skor pada
skala Bogardus, responden yang mempunyai skor yang tinggi pada skala
sikap terhadap aksi pemogokan, misalnya, berarti lebih mempunyai sikap
positif terhadap aksi tersebut. Dalam praktek metode Thurstone ini, sudah
jarang digunakan, karena prosedur penyusunannya amat memakan waktu
dan tenaga, di samping itu penilaian para ahli amat tergantung pada
pengetahuan mereka tentang konsep sikap yang hendak diukur. Karena itu
skala yang disusun oleh para ahli dapat berubah dan harus ditinjau kembali
dari waktu ke waktu.
15
d. Metode Guttman atau Metode Skalogram
Salah satu metode penyusunan skala yang amat populer sekarang ini
adalah metode yang dikembangkan oleh Louis Guttman. Seperti halnya
metode Bogardus dan metode Thurstone, metode Guttman didasarkan
pada kenyataan bahwa relevansi tiap-tiap indikator terhadap variabel
adalah berbeda; satu indikator mungkin lebih dapat mengukur variabel
tersebut dengan lebih tepat. Skala Guttman sangat baik untuk meyakinkan
peneliti tentang kesatuan dimensi dan sikap atau sifat yang diteliti, yang
sering disebut dengan atribut universal.
Yang hendak dipertahankan oleh skala Guttman adalah keunggulan
dimensi, artinya, skala sebaiknya hanya mengukur satu dimensi saja
daripada variabel yang memiliki beberapa dimensi. Misalnya, walaupun
variabel nilai anak mempunyai dimensi ekonomi, dimensi psikologi dan
dimensi sosial, namun suatu skala nilai anak sebaiknya hanya mengukur
salah satu dari dimensi di atas. Prinsip lain yang terdapat dalam skala
Guttman adalah seperti yang terdapat pada skala Bogardus dan Thurstone.
Pernyataan-pernyataan mempunyai bobot yang berbeda-beda dan apabila
seorang responden menyetujui pernyataan yang lebih besar bobotnya,
maka dia diharapkan akan menyetujui pernyataan-pernyataan yang
bobotnya lebih rendah. Skala Guttman dapat dibuat dalam bentuk pilihan
ganda dan bisa juga dibuat dalam bentuk checklist.
Untuk menilai ketunggalan dimensi suatu skala diadakan analisis
skalogram untuk mendapatkan koefisien reprodusibilitas (coefficient of
reproducibility)-KR, dan skalabilitas (coefficient of scalability)-KS.
Langkah-langkah yang harus ditempuh untuk menyusun skala dengan
metode Guttman adalah sebagai berikut:
(1) Susunlah sejumlah pernyataan yang relevan untuk mengukur variabel
yang diteliti.
16
(2) Pre-test pernyataan tersebut pada suatu sampel sebesar lebih kurang
50 responden.
(3) Singkirkan pernyataan-pernyataan yang memperoleh jawaban yang
ekstrem; yang disetujui atau tidak oleh 80 persen responden.
(4) Susun jawaban yang diperoleh dalam suatu tabel Guttman. Pada baris
susunlah responden menurut ukuran skor total jawabannya dari yang
kecil sampai yang terbesar. Pada kolom susunlah pernyataan-
pernyataan dari yang paling banyak mendapatkan jawaban sampai
yang paling sedikit.
(5) Hitunglah koefisien reprodusibilitas (KR) dan koefisien skalabilitas
(KS). Skala yang memiliki KR ≥ 0,90 dan KS ≥ 0,60 dapat diterima
dan digunakan dalam survei.
(6) Skor skala Guttman dihitung dari jumlah jawaban “Ya” untuk
pernyataan-pernyataan dalam skala tersebut. Jadi, kalau responden
menjawab “Ya” untuk 6 pernyataan dalam skala nilai ekonomi anak,
skor total adalah 6.
e. Metode Perbedaan Semantik (Semantic Differentials)
Skala perbedaan semantik berusaha mengukur arti obyek atau konsep bagi
seorang responden. Responden diminta untuk menilai suatu obyek atau
konsep pada suatu skala yang mempunyai dua ajektif yang bertentangan.
Skala bipolar (dua kutub) ini mengandung tiga dimensi/unsur dasar sikap
seseorang, yakni (1) evaluasi; (2) potensi; dan (3) aktivitas. Pertama,
unsur evaluasi, yaitu hal-hal yang menguntungkan atau tidak
menguntungkan suatu obyek (bagus-buruk, berguna-tidak berguna, jujur-
tidak jujur, bersih-kotor, bermanfaat tidak bermanfaat). Kedua, unsur
potensi, yaitu kekuatan atau atraksi fisik suatu obyek (besar-kecil, kuat-
lemah, berat-ringan). Ketiga, unsur aktivitas, yaitu tingkatan gerakan suatu
obyek (aktif-pasif, cepat-lambat dan panas-dingin).
17
Menurut Osgood dalam Rianse dan Abdi (2008), ketiga unsur ini dapat
mengukur tiap dimensi sikap, yakni:
(1) Evaluasi responden tentang obyek atau konsep yang sedang diukur.
(2) Persepsi responden tentang potensi obyek atau konsep tersebut, dan
(3) Persepsi responden tentang aktivitas obyek.
Langkah-langkah untuk menyusun suatu skala perbedaan semantik adalah
sebagai berikut:
(1) Tentukan konsep atau obyek yang hendak diukur.
(2) Pilihlah pasangan ajektif yang relevan untuk konsep atau obyek
tersebut. Penentuan ajektif harus dilakukan secara empiris pada dua
kelompok sampel yang berbeda. Misalnya, kita pilih dua kelompok,
pertama kelompok pro-HKm dan kedua kelompok anti HKm. Jawaban
kedua kelompok dianalisa dan pilihlah ahektif yang dapat
membedakan dengan jelas kedua kelompok tadi.
(3) Skor buat seorang responden adalah jumlah skor dari pasangan ajektif.
Penelitian yang ideal seharusnya didesain dan dikendalikan sedemikian rupa
sehingga pengukuran variabel-variabel adalah tepat dan tidak meragukan. Karena
sasaran ideal ini sulit dicapai, kita harus mengenali sumber-sumber kesalahan
potensial dan berusaha untuk menghilangkan, menetralisir, atau
mengendalikannya dengan cara-cara lain. Sumber-sumber ini adalah responden,
situasi, pengukur, dan alat pengukurnya (Cooper dkk., 1996).
Ciri-ciri alat ukur yang baik adalah bahwa alat tersebut harus merupakan indikator
yang tepat mengenai apa yang menjadi kepentingan kita untuk diukur. Di samping
itu, alat tersebut harus mudah dan efisien untuk dipakai. Ada tiga kriteria utama
untuk menilai suatu alat pengukur, ialah validitas, keandalan (reliability), dan
kepraktisan. Validitas merujuk kepada sejauh mana suatu uji dapat mengukur apa
yang sebenarnya ingin kita ukur. Keandalan berkaitan dengan ketepatan dari
prosedur pengukuran. Kepraktisan berkaitan dengan serangkaian faktor hemat,
kemudahan, dan dapat dimengerti (Cooper dkk., 1996).
18
II.2 Pengukuran Kinerja Perusahaan
Beberapa pengukuran kinerja perusahaan yang terdapat dalam literatur antara lain:
1. Balanced Scorecard
2. Total Quality Management
3. Six Sigma
4. Integrated Performance Measurement System
5. Performance Prism.
II.2.1 Balanced Scorecard
Balanced Scorcard dikembangkan pada tahun 1990an oleh Dr. Robert Kaplan dan
Dr. David Norton. Pendekatan Balanced Scorecard memberikan acuan yang jelas
tentang apa yang harus diukur oleh perusahaan untuk mengimbangi perspektif
keuangan. Balanced Scorecard tidak hanya merupakan sistem pengukuran tetapi
juga sistem manajemen yang memungkinkan organisasi untuk mengklarifikasi
visi dan strateginya dan menterjemahkannya ke dalam tindakan. Balanced
Scorecard memberikan umpan balik sekitar proses bisnis internal dan hasil
eksternal agar secara terus menerus memperbaiki kinerja dan hasil strategis.
Kaplan dan Norton (1996) menggambarkan balanced scorecard sebagai berikut:
“Balance scorecard mempertahankan ukuran finansial tradisional. Tetapi ukuran
finansial menceritakan kejadian yang telah lewat, suatu cerita yang cukup untuk
era perusahaan industri di mana investasi dalam kemampuan jangka panjang dan
hubungan pelanggan bukan hal kritis untuk mencapai sukses. Ukuran finansial ini
tidak cukup, bagaimanapun, untuk mengarahkan dan mengevaluasi perjalanan
yang harus dibuat oleh perusahaan dalam era informasi, untuk menciptakan nilai
yang akan datang melalui investasi pada pelanggan, pemasok, karyawan, proses,
teknologi dan inovasi”. Balance scorecard menyarankan agar manajer melihat
perusahaan dari empat perspektif, dan mengembangkan metriks, mengumpulkan
data, dan menganalisanya terhadap masing-masing perspektif berikut ini:
− Finansial
− Pelanggan
− Proses Bisnis Internal
− Pembelajaran dan Pertumbuhan.
19
Hubungan antara visi dan strategi perusahaan dan keempat perspektif tersebut di
atas terlihat pada Gambar II.1.
VISI DAN
STRATEGI
PelangganAgar tercapai visi kita, bagaimana kita harus
tampak oleh pelanggan kita
Pembelajaran dan Pertumbuhan
Agar tercapai visi kita, bagaimana kita akan
melanjutkan kemampuan kita untuk berubah dan
memperbaiki diri
Proses Bisnis Internal
Agar memuaskan pemegang saham dan pelanggan kita, pada proses bisnis apa kita
harus unggul
FinansialAgar sukses secara
finansial, bagaimana kita harus tampak oleh
pemegang saham kita?
Gambar II.1. Balance Scorecard memberikan kerangka kerja untuk menterjemahkan strategi ke dalam terminologi operasi
(Kaplan dan Norton, 1996)
Perspektif Keuangan
Langkah-langkah finansial apakah yang diperlukan untuk menjamin pelaksanaan
strategi perusahaan? Kaplan dan Norton tidak mengabaikan kebutuhan tradisional
akan data finansial. Tetapi masalahnya adalah penekanan sekarang pada finansial
mengarah pada keadaan tidak seimbang terhadap perspektif lainnya. Beberapa
contoh metrik dari perspektif ini adalah biaya pembuatan, biaya pergudangan, dan
biaya transportasi.
Perspektif Pelanggan
Siapakah yang menjadi target pelanggan perusahaan, dan apakah yang menjadi
proposisi nilai untuk melayani mereka? Pelanggan adalah sumber pendapatan
perusahaan. Bila pelanggan tidak puas, mereka pada akhirnya akan mencari
20
pemasok lain untuk memenuhi kebutuhan mereka. Karena itu, kinerja yang jelek
dari perspektif ini merupakan indikator yang mengarah pada kemerosotan
perusahaan di waktu yang akan datang, walaupun gambaran finansial sekarang
tampak bagus. Beberapa contoh dari perspektif ini adalah tingkat pemenuhan
pesanan, tingkat pesanan yang belum terpenuhi, dan pengiriman tepat waktu.
Perspektif Proses Bisnis Internal
Untuk memuaskan pelanggan dan pemegang saham pada proses internal apa
perusahaan harus unggul? Metrik berdasarkan perspektif ini memungkinkan
manajer untuk mengetahui seberapa baik bisnis berjalan, apakah produk dan jasa
perusahaan memenuhi persyaratan pelanggan. Tidak seperti sistem kinerja yang
lain, yang cenderung untuk memfokuskan pada perbaikan bertahap dari proses
organisasi yang sekarang, Balanced Scorecard memfokuskan pada strategi dan
interaksi di antara tujuan dan tindakan, yang mengarah pada pengembangan yang
mungkin dari proses yang seluruhnya baru untuk meningkatkan nilai dari
pelanggan dan pemegang saham. Beberapa contoh metrik dari perspektif ini
adalah kesesuaian terhadap rencana dan kesalahan prakiraan.
Kebutuhan Pelanggan
Terpuaskan
Layanan
Kebutuhan Pelanggan Teridentifikasi
Desain
Pengem-bangan
Buat
Pemasar-
an
Inovasi Operasi
Waktu Pemasaran
Rantai Pasok
Gambar II.2. Perspektif value chain proses bisnis internal (Kaplan dan Norton, 1996)
Proses bisnis terdiri dari:
Proses inovasi:
• Desain produk
• Pengembangan produk
Proses operasi:
• Manufaktur
• Pemasaran
• Layanan purna jual
21
Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Kemampuan dan perangkat apa yang diperlukan karyawan untuk membantu
mereka melaksanakan strategi perusahaan? Perspektif ini mencakup pelatihan
karyawan dan sikap budaya perusahaan yang berkaitan dengan pengembangan diri
individu dan perusahaan. Kaplan dan Norton (1996) menekankan bahwa
pembelajaran adalah lebih dari pelatihan, tetapi ini juga menyangkut hal-hal
seperti mentor dan tutor dalam organisasi, dan juga kemudahan komunikasi di
antara pekerja yang memungkinkan mereka segera mendapatkan bantuan untuk
mengatasi masalah bila diperlukan. Bagaimanapun, pembelajaran dan
pertumbuhan merupakan dasar yang sangat perlu untuk berhasil dalam setiap
organisasi pengetahuan – pekerja. Beberapa contoh metrik dari perspektif ini
adalah pelatihan dalam perusahaan, sertifikasi profesional.
Hubungan Sebab-dan-Akibat
Suatu strategi adalah satu set hipotesis mengenai sebab dan akibat. Sistem
pengukuran harus membuat hubungan (hipotesis) antara tujuan (dan tindakan)
dalam berbagai perspektif yang eksplisit sedemikian sehingga mereka dapat
dikelola dan divalidasi. Rantai dari sebab dan akibat harus meliputi semua empat
perspektif dari Balanced Scorecard. Sebagai contoh rantai hubungan sebab dan
akibat dapat digambarkan sebagai vektor vertikal melalui empat perspektif
Balanced Scorecard sebagai berikut.
22
Return on Capital Employed
(ROCE)
Loyalitas Pelanggan
Pengiriman Tepat Waktu
Kualitas Proses Waktu Siklus Proses
Ketrampilan Karyawan
Finansial
Pelanggan
Proses Bisnis/Internal
Pembelajaran dan
Pertumbuhan
Gambar II.3. Hubungan sebab-dan-akibat (Kaplan dan Norton, 1996)
II.2.2 Total Quality Management
Total Quality Management merupakan filosofi, suatu perangkat dasar pedoman
dan tindakan yang mendorong seluruh perusahaan kepada keunggulan dan
efisiensi dalam kegiatan individu maupun perusahaan. Hal ini merupakan aplikasi
dari metode kuantitatif, perangkat teknis, dan teknik manajemen untuk
memperbaiki semua proses dalam organisasi, dan terus menerus melampaui
kebutuhan pelanggan. Menurut Besterfield dkk. (2003), Total Quality
Management memerlukan enam konsep dasar:
− Komitmen dan keterlibatan manajemen untuk memberikan dukungan
organisasional jangka panjang dari atas ke bawah (top-to-bottom).
− Fokus yang teguh pada pelanggan, baik internal maupun eksternal.
− Pelibatan dan penggunaan yang efektif dari seluruh tenaga kerja.
− Perbaikan terus menerus dari proses bisnis dan produksi.
− Memperlakukan pemasok sebagai mitra.
− Menetapkan ukuran kinerja untuk proses-proses.
23
II.2.3 Six Sigma
Menurut Pande dkk. (2000), Six Sigma adalah sebuah sistem yang komprehensif
dan fleksibel untuk mencapai, mempertahankan, dan memaksimalkan sukses
bisnis. Six Sigma secara unik dikendalikan oleh pemahaman yang kuat terhadap
kebutuhan pelanggan, pemakaian yang disiplin terhadap fakta, data, dan analisis
statistik, dan perhatian yang cermat untuk mengelola, memperbaiki, dan
menanamkan kembali proses bisnis.
Ada banyak sukses bisnis yang dapat diraih karena besarnya manfaat Six sigma
telah terbukti, mencakup:
• Pengurangan biaya
• Peningkatan produktivitas
• Pertumbuhan pangsa pasar
• Retensi pelanggan
• Pengurangan waktu siklus
• Pengurangan produk cacat
• Pengembangan produk/jasa.
Six Sigma dikembangkan di Motorola pada akhir tahun 1980an sebagai sebuah
cara untuk memberikan suatu fokus yang jelas pada perbaikan dan membantu
mengakselerasi tingkat perubahan dalam lingkungan kompetitif yang sangat berat.
Konsep, alat, dan sistem Six Sigma telah dikembangkan dan diperluas sepanjang
tahun – yang paling baru melalui contoh yang dibuat oleh GE dan
AlliedSignal/Honeywell – dan hal ini membantu untuk terus-menerus
membangkitkan kembali minat dan melipatduakan usaha pada proses dan
perbaikan kualitas.
Six Sigma merupakan pendekatan yang sangat kuat dalam perbaikan bisnis yang
berkembang dalam dekade terakhir. Six Sigma merupakan program peningkatan
bisnis dan juga satu perangkat perbaikan yang kuat berdasarkan statistik. Sebagai
program perbaikan bisnis, Six Sigma menekankan pengembangan infrastruktur
yang sangat terstruktur dan berdisiplin yang dirancang untuk menterjemahkan
24
peluang strategis dan operasional ke dalam proyek yang bersumber daya,
berlingkup dan dapat terlaksana dengan baik, untuk melatih, membimbing tenaga
ahli perbaikan produk dan proses yang sangat terlatih, dan untuk menjamin
akuntabilitas proyek dan memonitor hasil keuangan yang paling mendasar.
Perangkat Six Sigma merupakan evolusi dari teknik kualitas dan pengurangan
variasi dari abad ini, yaitu Deming, Crosby, Taguchi, Wheeler, dan lain-lain.
Suatu metodologi pemecahan masalah yang dinamakan DMAIC (Define,
Measure, Analyze, Improve, Control) menstrukturkan penggunaan perangkat ini
untuk mencapai hasil optimal dan menjamin proses yang terkendali dengan stabil
sebagai hasilnya. Implementasi Six Sigma yang paling dikenal dimulai di Allied
Signal dan General Electric masing-masing di bawah pimpinan Larry Bossidy dan
Jack Welch. Dalam beberapa tahun terakhir Six Sigma telah banyak diperluas ke
pengembangan produk dan area riset, area transaksional dan area rantai pasok.
Urutan langkah untuk mengimplementasikan kompetensi inti dari Six Sigma
adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasikan proses inti dan pelanggan kunci.
2. Menentukan persyaratan pelanggan.
3. Mengukur kinerja saat ini.
4. Perbaikan proses Six Sigma.
5. Perancangan atau perancangan ulang proses Six Sigma.
6. Memperluas dan mengintegrasikan Sistem Six Sigma.
Dalam mengukur kinerja saat ini, kebutuhan akan nilai kinerja yang akurat dari
persyaratan pelanggan seharusnya sangat jelas. Akan tetapi, ada beberapa manfaat
lainnya dari pengukuran kinerja saat ini, yang membuat hal ini menjadi jauh lebih
berharga ketimbang sebuah kartu laporan:
1. Menciptakan infrastruktur pengukuran.
2. Menetapkan prioritas dan memfokuskan sumber daya.
3. Memilih strategi perbaikan terbaik.
4. Mencocokkan komitmen dengan kapabilitas.
25
II.2.4 Integrated Performance Measurement System
Integrated Performance Measurement System (IPMS) dikembangkan oleh Centre
for Strategic Manufacturing, University of Strathclyde, Glasgow (Bititci dkk.,
1997 dalam Vanany dan Tanukhidah, 2004), dengan tujuan mendeskripsikan
dalam arti yang tepat bentuk dari integrasi, efektivitas dan efisiensi sistem
pengukuran kinerja, sehingga untuk mencapai tujuan tersebut maka
dideskripsikan:
1. Komponen pokok dari sistem pengukuran kinerja.
2. Membuat garis arahan pengukuran kinerja terbaik yang sebaiknya digunakan.
Integrated Performance Measurement System (IPMS) sendiri merupakan salah
satu pengukuran kinerja yang membagi bisnis perusahaan dalam empat level,
yaitu dari level bisnis (business corporate), unit bisnis (business unit), proses
bisnis (business process) hingga aktivitas-aktivitas yang ada, yang memperhatikan
kebutuhan-kebutuhan dari setiap stakeholders (stakeholders requirement), dan
tetap memonitor posisi perusahaan terhadap persaingannya (external monitor).
Dan terutama berusaha untuk memenuhi tujuan-tujuan yang ingin dicapai
(objectives) dan dengan bantuan ukuran-ukuran yang dibutuhkan (measures).
II.2.4.1 Stakeholder Requirement
Pada tiap-tiap level bisnis (organisasi) harus diketahui siapa saja stakeholder-nya
atau pihak-pihak yang berkepentingan pada bisnis tersebut. Selanjutnya
diidentifikasikan permintaan/keinginan (requirement) mereka terhadap bisnis
yang diistilahkan dengan Stakeholder Requirement. Stakeholder dapat meliputi:
pemegang saham/pemilik, lingkungan sosial, pegawai/karyawan,
pemerintah/instansi lain.
II.2.4.2 External Monitor
External monitor dilakukan untuk mengetahui posisi organisasi terhadap pesaing
dan performansi/kinerja kelas dunia.
26
II.2.4.3 Objectives
Penyusunan tujuan (objectives) harus didasarkan pada keterlibatan dan prioritas
perkembangan kebutuhan bersama dengan target dan skala waktu yang tepat.
Menurut Suwignjo (2000) dalam Suartika dkk. (2007), dengan menggunakan
cause effect tool seperti RONA, ROI trees dapat memberikan keterangan bahwa
tujuan diperoleh melalui analisa yang akurat. Tujuan seharusnya juga didasarkan
pada pemikiran sejumlah masukan, yaitu: permintaan stakeholder, praktek dan
performansi bisnis kelas dunia, competitif gaps dan rencana pesaing, tingkat
performansi dimana organisasi mampu mencapainya dengan berbagai batasan
yang ada disebut target realistis, tingkat performansi dimana organisasi memiliki
kemampuan untuk mencapainya dengan menghilangkan berbagai batasan yang
ada yang dikatakan sebagai target potensial (Suwignjo, 2000 dalam Suartika dkk.,
2007).
II.2.4.4 Performance Measures
Suatu bisnis (organisasi) seharusnya memiliki pengukuran performansi yang
benar-benar menunjukkan tingkat performansi yang dicapai, serta mampu
menunjukkan seberapa berhasil pencapaian tujuan pada tiap level. Pengukuran
performansi untuk setiap bisnis memiliki perbedaan, oleh sebab itu diperlukan
kejelian dan pemahaman yang baik dari bisnis agar diperoleh pengukuran
performansi yang benar. Untuk memperoleh ukuran performansi atau Key
Performance Indicator (KPI) yang benar perlu dilakukan validasi terhadap KPI
yang dibuat. Kemudian apabila KPI tersebut sudah valid, maka KPI
dispesifikasikan untuk memudahkan dalam proses pengukurannya. Proses
spesifikasi KPI ini dilakukan untuk mengetahui deskripsi yang jelas tentang KPI,
tujuan, keterkaitan dengan objectives, target dan ambang batas, formula/cara
mengukur KPI, frekuensi pengukuran, review frekuensi, siapa yang mengukur,
dan apa yang mereka kerjakan.
II.2.5 Performance Prism
Performance Prism dikembangkan dari kolaborasi antara Accenture dengan
Cambridge University (Neely dan Adams, 2000 (b) dalam Vanany dan
27
Tanukhidah, 2004). Performance Prism merupakan model yang berupaya
melakukan penyempurnaan terhadap metode sebelumnya seperti Balanced
Scorecard dan Integrated Performance Measurement System (IPMS).
Performance Prism merupakan suatu metode pengukuran kinerja yang
menggambarkan kinerja organisasi sebagai bangun 3 dimensi yang memiliki 5
bidang sisi, yaitu dari sisi kepuasan stakeholder, strategi, proses, kemampuan, dan
kontribusi stakeholder (Neely dan Adams, 2000 (a) dalam Vanany dan
Tanukhidah, 2004), sebagaimana terlihat pada Gambar II.4.
• Kepuasan Stakeholders• Strategi• Proses• Kemampuan• Kontribusi Stakeholders
Gambar II.4. Sudut pandang Performance Prism (Neely dan Adams, 2000 (a) dalam Vanany dan Tanukhidah, 2004)
Masing-masing bidang sisi prisma memiliki hubungan satu sama lain dalam
merepresentasikan kunci sukses atau tidaknya kinerja suatu organisasi. Sisi prisma
kepuasan stakeholder berupaya menjawab pertanyaan fundamental yaitu siapa
saja stakeholder organisasi dan apa saja keinginan dan kebutuhan mereka.
Stakeholder yang dipertimbangkan di sini adalah meliputi konsumen, tenaga kerja,
supplier, pemilik/investor, serta pemerintah dan masyarakat sekitar. Penting bagi
perusahaan berupaya memberikan kepuasan terhadap apa yang diinginkan dan
dibutuhkan dan melakukan komunikasi yang baik kepada stakeholder-nya.
Strategi apa yang dibutuhkan untuk memberikan kepuasan terhadap keinginan dan
28
kebutuhan para stakeholder merupakan pertanyaan yang perlu dijawab pada sisi
prisma Strategi.
Strategi dalam hal ini sangat diperlukan untuk mengukur kinerja organisasi sebab
dapat dijadikan sebagai monitor (acuan) sudah sejauh mana tujuan organisasi
telah dicapai, sehingga pihak manajemen bisa mengambil langkah cepat dan tepat
dalam membuat keputusan untuk menyempurnakan kinerja organisasi. Proses-
proses apa saja yang dibutuhkan untuk meraih strategi yang sudah ditetapkan
merupakan pertanyaan yang perlu diajukan untuk melihat proses yang
dipentingkan perusahaan. Proses di sini diibaratkan sebagai mesin dalam meraih
sukses: yaitu bagaimana caranya agar organisasi mampu memperoleh pendapatan
yang tinggi dengan pengeluaran serendah mungkin melalui pemampatan fasilitas
serta pengoptimalan saluran-saluran pengadaan (procurement) dan logistik.
Kapabilitas atau kemampuan di sini maksudnya adalah kemampuan yang dimiliki
oleh organisasi meliputi keahlian sumber dayanya, praktek-praktek bisnisnya,
pemanfaatan teknologi, serta fasilitas-fasilitas pendukungnya. Kemampuan
organisasi ini merupakan pondasi yang paling dasar yang harus dimiliki oleh
organisasi untuk dapat bersaing dengan organisasi-organisasi lainnya. Adapun
pertanyaan yang sering dikemukakan pada sisi prisma ini adalah kemampuan-
kemampuan apa saja yang dibutuhkan untuk menjalankan proses yang ada.
Untuk menentukan apa saja yang harus diukur yang merupakan tujuan akhir
pengukuran kinerja dengan metode Performance Prism ini, organisasi harus
mempertimbangkan hal-hal apa saja yang diinginkan dan dibutuhkan dari para
stakeholder-nya. Sebab organisasi dikatakan memiliki kinerja yang baik jika
mampu menyampaikan apa yang diinginkannya dari para stakeholder yang sangat
mempengaruhi kelangsungan hidup organisasi mereka. Pertanyaan yang perlu
diajukan pada sisi prisma ini adalah kontribusi apa yang kita butuhkan dan kita
inginkan dari para stakeholder untuk mengembangkan kemampuan yang kita
miliki.
29
II.3 Sistem Rantai Pasok
Menurut the Council of Logistics Management (CLM) dalam Ballou (1999),
Logistik adalah proses perencanaan, implementasi, dan pengendalian aliran dan
penyimpanan yang efisien, efektif dalam biaya daripada bahan baku, persediaan
barang dalam proses, barang jadi dan informasi yang bersangkutan dari titik asal
sampai titik konsumsi untuk maksud memenuhi keperluan pelanggan.
Komponen dari suatu sistem logistik yang tipikal adalah (Ballou, 1999):
- layanan pelanggan
- prakiraan kebutuhan
- komunikasi distribusi
- pengendalian persediaan
- penanganan material
- pemrosesan pesanan
- dukungan parts dan jasa
- pemilihan pabrik dan gudang (analisis lokasi)
- pembelian
- pengepakan
- penanganan material yang dikembalikan
- penyelesaian/pembuangan barang-barang salvage dan scrap
- lalu-lintas dan transportasi, dan
- pergudangan dan penyimpanan.
Berikut ini adalah kegiatan utama dan kegiatan pendukung sistem logistik dengan
keputusan-keputusan yang berhubungan dengan setiap aktivitas (Ballou, 1999).
Kegiatan Utama
1. Standar Layanan Pelanggan
Bekerja sama dengan pemasaran untuk:
a. Menentukan kebutuhan dan keinginan pelanggan untuk layanan pelanggan
logistik
b. Menentukan tanggapan terhadap pelanggan untuk layanan
30
c. Menetapkan tingkat layanan pelanggan.
2. Transportasi
a. Cara dan pemilihan layanan transport
b. Konsolidasi muatan
c. Rute pengangkut
d. Penjadwalan kendaraan
e. Pemilihan alat
f. Pemrosesan klaim
g. Mengaudit tarif.
3. Manajemen persediaan
a. Kebijakan persediaan bahan baku dan barang jadi
b. Prakiraan penjualan jangka pendek
c. Bauran produk pada tempat-tempat persediaan
d. Banyaknya, ukuran, dan lokasi dari tempat-tempat persediaan
e. Strategi, just-in-time, push, dan pull.
4. Aliran informasi dan pemrosesan pesanan
a. Prosedur hubungan pesanan penjualan – persediaan
b. Metode transmisi informasi pesanan
c. Aturan pemesanan.
Kegiatan Pendukung
1. Pergudangan
a. Penentuan ruang
b. Rancangan denah simpanan dan dock
c. Konfigurasi gudang
d. Penempatan simpanan.
2. Penanganan Material
a. Pemilihan peralatan
b. Kebijakan penggantian peralatan
c. Prosedur pengambilan material untuk pesanan
d. Penyimpanan dan pengeluaran stock.
31
3. Pembelian
a. Pemilihan sumber suplai
b. Penentuan waktu pembelian
c. Penentuan kuantitas pembelian.
4. Pengepakan Protektif
Rancangan untuk
a. Penanganan
b. Penyimpanan
c. Proteksi terhadap kehilangan dan kerusakan.
5. Bekerjasama dengan Produksi/Operasi untuk
a. Menetapkan kuantitas keseluruhan
b. Mengurutkan dan menjadwalkan keluaran produksi.
6. Pemeliharaan Informasi
a. Pengumpulan, penyimpanan dan manipulasi informasi
b. Analisis data
c. Prosedur pengendalian.
Kegiatan utama dan pendukung dipisahkan karena kegiatan tertentu pada
umumnya akan ada dalam setiap saluran logistik, sedangkan lainnya akan ada
tergantung dari keadaan, dalam perusahaan tertentu.
Biasanya, pengendalian manajemen maksimal yang dapat diharapkan adalah
terhadap saluran suplai fisik dan distribusi fisik terdekat. Saluran suplai fisik
menunjuk pada celah waktu dan ruang antara sumber material terdekat perusahaan
dan tempat pemrosesannya. Begitu pula, saluran distribusi fisik menunjuk pada
celah waktu dan ruang antara tempat pemrosesan perusahaan dan pelanggannya.
32
Gambar II.5. Aktivitas dalam rantai pasok terdekat suatu perusahaan
(Ballou, 1999)
Karena keserupaan dalam kegiatan antara dua saluran tersebut, suplai fisik (lebih
umum disebut manajemen material) dan distribusi fisik terdiri atas kegiatan yang
diintegrasikan ke dalam logistik bisnis, sebagaimana terlihat pada Gambar II.5.
Manajemen logistik bisnis juga populer disebut manajemen rantai pasok (Ballou,
1999).
Menurut Beamon (1998), rantai pasok secara tradisional dikarakteristikkan
sebagai aliran material ke depan dan aliran informasi ke belakang. Selama
bertahun-tahun, para peneliti dan praktisi terutama melakukan penelitian terhadap
berbagai proses dalam rantai pasok secara tersendiri. Sekarang ini, telah banyak
perhatian yang diberikan pada kinerja, rancangan, dan analisis terhadap rantai
pasok secara menyeluruh. Dari segi praktis, konsep rantai pasok timbul dari
beberapa perubahan dalam lingkungan manufaktur, termasuk naiknya biaya
manufaktur, berkurangnya basis sumberdaya manufaktur, memendeknya siklus
hidup produk, meratanya lapangan kerja manufaktur, dan globalisasi dalam
ekonomi pasar. Minat saat ini telah diberikan untuk memperluas rantai pasok
tradisional dengan mencakup kebalikan logistik, untuk mencakup pemanfaatan
kembali produk untuk keperluan daur ulang, pembuatan kembali, dan penggunaan
kembali. Dalam penelitian manufaktur, konsep rantai pasok berkembang sebagian
besar keluar dari model persediaan banyak tingkat, dan penting untuk dicatat
bahwa kemajuan yang berarti telah dibuat dalam rancangan dan analisis sistem
dua tingkat. Menurut Beamon (1998), sebagian besar riset dalam bidang ini
33
didasarkan pada pekerjaan klasik oleh Clark dan Scarf (1960) dan Clark dan Scarf
(1962).
Sebagaimana dikemukakan di atas, rantai pasok adalah proses manufaktur
terintegrasi di mana bahan baku dikonversikan menjadi produk akhir, kemudian
diserahkan kepada pelanggan. Pada tingkat yang paling atas, suatu rantai pasok
terdiri atas dua proses dasar yang terintegrasi:
(1) Proses Perencanaan Produksi dan Pengendalian Persediaan, dan
(2) Proses Distribusi dan Logistik.
Proses-proses ini, digambarkan pada Gambar II.6 di bawah ini, memberikan
kerangka kerja dasar untuk konversi dan pergerakan dari bahan baku menjadi
produk akhir.
Fasilitas Gudang
Distribusi dan LogistikPerencanaan Produksi dan Pengendalian Persediaan
Pengecer
Pusat DistribusiPemasok
Fasilitas Manufaktur
Kendaraan Transport
Gambar II.6. Proses rantai pasok (Beamon, 1998)
Proses Perencanaan Produksi dan Pengendalian Persediaan mencakup sub-proses
manufaktur dan pergudangan, dan hubungan-hubungannya. Lebih spesifik lagi
perencanaan produksi menggambarkan rancangan dan manajemen dari seluruh
proses (termasuk penjadwalan dan pengadaan bahan baku, rancangan dan
penjadwalan proses manufaktur dan rancangan dan pengendalian penanganan
material). Pengendalian persediaan menggambarkan rancangan dan manajemen
kebijakan dan prosedur pergudangan untuk bahan baku, persediaan barang dalam
proses, dan biasanya, produk akhir.
34
Proses Distribusi dan Logistik menetapkan bagaimana produk diambil dan
diangkut dari gudang ke pengecer. Produk-produk ini dapat diangkut ke pengecer
secara langsung, atau dapat dikirim dulu ke fasilitas distribusi, yang pada
gilirannya, mengangkut produk ke pengecer. Proses ini mencakup manajemen
pengambilan, pengangkutan persediaan, dan penyerahan produk akhir. Proses-
proses ini berinteraksi satu sama lain dan menghasilkan rantai pasok yang
terintegrasi. Rancangan dan manajemen proses-proses ini menentukan sampai
seberapa jauh rantai pasok bekerja sebagai suatu unit untuk mencapai sasaran
kinerja.
Komponen penting dalam rancangan rantai pasok adalah penentuan bagaimana
suatu rancangan rantai pasok yang efektif tercapai, dengan suatu set dari ukuran-
ukuran kinerja.
II.4 Pengukuran Kinerja Sistem Rantai Pasok
Menurut Sushil dan Shankar (2004), untuk unggul dan menang dalam lingkungan
persaingan sekarang ini, rantai pasok memerlukan perbaikan terus menerus. Untuk
mencapai tujuan ini, diperlukan ukuran kinerja yang mendukung pengukuran dan
perbaikan rantai pasok global, daripada ukuran perusahaan dalam arti sempit atau
fungsi tertentu, yang menghambat perbaikan rantai menyeluruh. Beberapa faktor
yang berkontribusi pada kebutuhan manajemen akan ukuran jenis baru untuk
mengelola rantai pasok, termasuk:
- Kurangnya ukuran yang mencakup kinerja melintasi keseluruhan rantai pasok.
- Kebutuhan untuk melampaui metrik internal dan mengambil suatu perspektif
rantai pasok.
- Kebutuhan untuk menentukan inter-relasi antara perusahaan dan kinerja rantai
pasok.
- Kompleksitas manajemen rantai pasok.
- Kebutuhan untuk menyesuaikan kegiatan-kegiatan dan berbagi informasi
bersama pengukuran kinerja untuk mengimplementasikan strategi yang
mencapai tujuan rantai pasok.
- Keinginan untuk meluaskan “garis pandang” dalam rantai pasok.
35
- Kebutuhan untuk mengalokasikan manfaat dan beban akibat dari pergeseran
fungsi dalam rantai pasok.
- Kebutuhan untuk mendiferensiasikan rantai pasok untuk mendapatkan
keunggulan kompetitif.
- Tujuan untuk mendorong perilaku kooperatif melintasi fungsi perusahaan dan
melintasi perusahaan dalam rantai pasok.
Studi baru-baru ini mengindikasikan bahwa kinerja rantai pasok mempengaruhi
lebih dari 85 persen biaya manufaktur dan banyak persen dari pendapatan (Supply
chain council, 1998). Memantau kinerja rantai pasok melalui pengukuran yang
benar, karena itu, perlu dan dapat membantu organisasi untuk mengidentifikasikan
peluang untuk optimasi. Perusahaan yang sukses merekayasa ulang rantai
pasoknya untuk mengurangi biaya dan meningkatkan kepuasan pelanggan.
Rekayasa ulang yang efektif memerlukan pemahaman mendalam mengenai
proses-proses rantai pasok dan hubungannya. Suatu pemahaman mendalam hanya
dapat memungkinkan pengembangan suatu sistem kinerja dan menetapkan
sasaran perbaikan dibanding dengan benchmarks.
Suatu sistem pengukuran yang efektif adalah yang mempunyai karakteristik
berikut ini (Beamon, 1996 dalam Sushil dan Shankar, 2004):
· Inklusifitas: pengukuran dari semua aspek yang bersangkutan
· Universalitas: memungkinkan perbandingan dalam berbagai kondisi operasi
· Dapat diukur: data yang diperlukan dapat diukur
· Konsistensi: ukuran konsisten dengan tujuan organisasi.
Dalam waktu belakangan ini beberapa sistem pengukuran kinerja rantai pasok
telah dilaporkan dalam literatur, beberapa yang penting antara lain adalah (Sushil
dan Shankar, 2004):
1. Balanced Scorecard untuk Rantai Pasok (Supply Chain Balanced Scorecard).
2. Sistem Pengukuran Berdasarkan Hirarki (Hierarchy Based Measurement
System).
36
3. Sistem Pengukuran Berdasarkan Fungsi (Function Based Measurement
System).
4. Sistem Pengukuran Berdasarkan Perspektif (Perspectives Based Measurement
System).
5. Model Referensi Operasi Rantai Pasok (Supply Chain Operations Reference
Model).
6. Sistem Pengukuran Berdasarkan Dimensi (Dimension Based Measurement
System).
7. Sistem Pengukuran Berdasarkan Hubungan (Interface Based Measurement
System).
II.4.1 Supply Chain Balanced Scorecard
Suatu sistem pengukuran berdasarkan balanced scorecard (Kaplan dan Norton,
1992 dalam Sushil dan Shankar, 2004) menggunakan empat perspektif, yaitu
perspektif finansial, perspektif pelanggan, perspektif inovasi dan pembelajaran,
perspektif bisnis internal. Ketika sudut pandang rantai pasok melekat dalam
kerangka kerja balanced scorecard, perspektif internal scorcard diperluas untuk
mencakup perspektif kemitraan antar fungsi dan antar organisasi. Balanced
Scorecard menggabungkan ukuran terintegrasi, sebagai tambahan dari ukuran
yang tidak terintegrasi, yang memotivasi karyawan untuk memandang
keberhasilan perusahaannya sebagai tergantung pada keberhasilan seluruh rantai
pasok di mana mereka merupakan bagiannya, daripada hanya pada perusahaannya
saja.
37
PERPEKSTIF PELANGGAN
Sasaran Ukuran1) Pandangan pelanggan thd produk/jasa2) Pandangan pelanggan thd ketepatan waktu3) Pandangan pelanggan thd fleksibilitas4) Nilai-nilai pelanggan
1) Banyaknya titik kontak pelanggan2) Waktu tanggapan relatif pesanan pelanggan3) Persepsi pelanggan thd tanggapan yg fleksibel4) Rasio nilai pelanggan
PERPEKSTIF FINANSIAL
Sasaran Ukuran
1) Marjin laba2) Aliran kas3) Pertumbuhan pendapatan4) Return on Assets
1) Marjin laba per mitra rantai pasok2) Siklus kas ke kas3) Pertumbuhan dan profitabilitas pelanggan4) Return on supply chain assets
PERPEKSTIF BISNIS INTERNAL
Sasaran Ukuran
1) Pengurangan pemborosan2) Pemampatan waktu3) Tanggapan fleksibel4) Pengurangan biaya satuan
1) Biaya kepemilikan rantai pasok2) Efisiensi siklus rantai pasok3) Banyaknya pilihan / rata-rata waktu tanggapan 4) % target rantai pasok biaya tercapai
PERPEKSTIF INOVASI DAN PEMBELAJARAN
Sasaran Ukuran1) Titik finalisasi produk2) Rasio komitmen kategori produk3) Banyaknya data-set yang diberbagikan / Total data-set4) Trayektori kinerja dari teknologi saingan
1) Inovasi produk/proses2) Manajemen kemitraan3) Aliran informasi4) Ancaman dan pengganti
Gambar II.7. Kerangka kerja Balanced Scorecard Rantai Pasok (Brewer dan Speh, 2000 dalam Sushil dan Shankar, 2004)
Balanced Scorecard rantai pasok menekankan sifat rantai pasok yang saling
tergantung dan juga yang tidak saling tergantung dan mengorganisasikan kembali
kebutuhan untuk menegaskan cakupan perusahaan bekerja bersama secara efektif
dan fungsi-fungsi dikoordinasikan dan diintegrasikan. Hal ini juga
menstimulasikan manajemen untuk menciptakan ukuran lain yang sesuai dengan
keadaannya yang unik tetapi itu kurang dalam penyelarasan tujuan menyeluruh
rantai pasok dengan tujuan perusahaan.
Brewer dan Speh (2000) dalam Sushil dan Shankar (2004) telah mengembangkan
suatu model untuk Balanced Scorecard dalam konteks rantai pasok, yang terlihat
pada Gambar II.7. Model ini mengambarkan hubungan perspektif yang berbeda
dengan tujuan manajemen rantai pasok dan kemudian ukuran-ukuran apa yang
diadopsi dalam setiap perspektif.
38
II.4.2 Hierarchy Based Measurement System
Dalam kerangka kerja hirarkis, ukuran diklasifikasikan ke dalam tingkat
manajemen strategis, taktis dan operasional. Hal ini dikerjakan untuk
menempatkan mereka dimana mereka dapat paling baik ditangani oleh tingkat
manajemen yang sesuai, dan keputusan yang baik dapat diambil. Sebagaimana
terlihat pada Tabel II.2, keakuratan dari teknik prakiraan, ditempatkan pada
tingkat taktis berdasarkan pada keputusan sistem menyeluruh dalam rantai pasok,
dapat digunakan dan dikelola oleh manajemen menengah. Penjelasan yang serupa
dapat diberikan untuk metrik lainnya dalam Tabel II.2 tersebut.
Metrik tersebut di atas dapat dikenali sebagai finansial dan non-finansial, sehingga
metode biaya yang sesuai dalam analisis kegiatan dapat diaplikasikan. Dalam
beberapa kasus, suatu metrik diklasifikasikan keduanya finansial dan non-
finansial. Sebagai contoh hubungan pembeli – pemasok dapat dikuantifikasikan
dalam kinerja finansial yang tercapai, seperti penghematan biaya, dan dalam
manfaat yang berwujud dan tidak berwujud, seperti perbaikan kualitas,
fleksibilitas dan kemungkinan pengiriman.
39
Tabel II.2. Hierarchical Based Measurement System (Gunasekaran, 2001 dalam Sushil dan Shankar, 2004)
Tingkat Metrik Kinerja Finansial Non-Finansial
Strategis Waktu siklus rantai pasok total Waktu aliran kas total Waktu permintaan penawaran pelanggan Tingkat nilai produk yang dirasakan pelanggan Laba bersih vs rasio produktivitas Rate of return on investment Ragam produk dan jasa Variasi terhadap anggaran Lead time pesanan Fleksibilitas sistem jasa untuk memenuhi kebutuhan tertentu pelanggan Tingkat kemitraan pembeli pemasok Lead time pemasok dibanding norma industri Tingkat pengiriman pemasok yang bebas cacat Lead time pengiriman Kinerja pengiriman
* *
* *
*
*
*
* * * *
*
*
* * * * * *
Taktis Kekuratan teknik prakiraan Waktu siklus pengembangan produk Metode pencatatan pesanan Keefektifan dari jadwal induk produksi Bantuan pemasok dalam menyelesaikan masalah teknis Kemampuan pemasok untuk menanggapi masalah kualitas Inisiatif penghematan biaya oleh pemasok Prosedur penerimaan pesanan oleh supplier Kehandalan pengiriman Ketanggapan terhadap pengiriman mendesak Keefektifan jadwal perencanaan distribusi
*
*
* * * *
*
*
* * * *
Operasional Biaya per jam operasi Biaya pemeliharaan informasi Utilisasi kapasitas Persediaan total seperti
- tingkat persediaan dalam penerimaan - pekerjaan dalam proses - tingkat scrap - barang jadi dalam transit
* *
* * *
Tingkat penolakan barang pemasok Kualitas dokumentasi pengiriman Efisiensi waktu siklus pesanan pembelian Frekuensi pengiriman Kehandalan penggerak untuk kinerja Kualitas barang yang dikirim Pencapaian pengiriman bebas cacat
* * * * * * * *
40
Sistem pengukuran hirarkis terkait bersama dengan pandangan hirarkis dari
pengukuran kinerja rantai pasok dan memetakan ukuran kinerja yang spesifik dari
tujuan organisasi. Pedoman yang jelas tidak dapat dibuat dalam sistem seperti itu
untuk menempatkan ukuran dalam tingkat yang berbeda yang dapat mengarah
pada sedikit konflik di antara mitra rantai pasok.
Menurut Gunasekaran dkk. (2004), metrik pengukuran kinerja dalam manajemen
rantai pasok dibahas dalam konteks aktivitas/proses rantai pasok berikut ini: (1)
plan, (2) source, (3) make/assemble, and (4) delivery/customer. Gunasekaran dkk.
(2004) melakukan survai untuk meneliti langkah dan metrik pengukuran kinerja
yang digunakan dalam lingkungan rantai pasok. Kuesioner dipakai untuk
mengumpulkan data dan dibagi dalam empat seksi dasar:
- rencana - plan (termasuk strategi)
- sumber/pengadaan - source/supply (order)
- buat - produce (make/assemble)
- kirim - delivery (kepada pelanggan).
Keempat kategori ini sehubungan dengan empat akitivitas dasar atau proses dalam
rantai pasok: plan – source – make/assemble – delivery.
Suatu kerangka kerja untuk metrik pengukuran kinerja disampaikan pada tabel
II.3 dibawah ini, dengan mempertimbangkan empat kegiatan/proses rantai pasok
yang utama (plan, source, make/assemble, dan deliver). Metrik ini
diklasifikasikan sebagai strategis, taktis dan operasional untuk mengklarifikasi
tingkat yang sesuai dari otoritas dan tanggung jawab manajemen untuk kinerja.
Kinerja ini didasarkan pada kerangka kerja teoritis dan empiris dari Gunasekaran
dkk. (2004). Beberapa ukuran tercantum lebih dari satu tempat, mengindikasikan
bahwa ukuran ini dapat sesuai untuk lebih dari satu tingkat manajemen. Ukuran
yang dipakai pada tingkat manajemen dapat dipastikan akan memerlukan
penyesuaian terhadap kebutuhan perencanaan dan pengendalian pada tingkat yang
berbeda. Sebagai contoh, pengukuran yang sesuai mungkin memerlukan agar data
yang dipakai pada tingkat manajemen yang lebih rendah diagregasi dalam suatu
format atau cara agar data menjadi sesuai untuk tingkat yang lebih tinggi
41
berikutnya (mengkonversikan data menjadi informasi yang sesuai dengan
konteksnya). Kerangka kerja ini hendaknya dipandang sebagai titik awal untuk
penilaian kebutuhan dari pengukuran kinerja rantai pasok. Penting juga untuk
dipahami bahwa tingkat pentingnya metrik dalam kerangka kerja ini didasarkan
pada sampel yang relatif kecil, dan karena itu, perlu hati-hati dalam membuat
generalisasi untuk semua rantai pasok.
Tabel II.3. Kerangka Kerja Metrik Kinerja Rantai Pasok (Gunasekaran dkk., 2004)
Kegiatan/Proses Rantai Pasok Strategis Taktis Operasional
Rencana (Plan) - Tingkat nilai produk yang dirasakan pelanggan
- Variasi terhadap anggaran
- Lead time pesanan - Biaya pemrosesan
informasi - Laba bersih vs rasio
produktivitas - Waktu siklus total - Waktu aliran kas total - Waktu siklus
pengembangan produk
- Waktu permintaan penawaran pelanggan
- Waktu siklus pengembangan produk
- Keakuratan teknik prakiraan
- Waktu siklus proses perencanaan
- Metode penerimaan pesanan
- Produktivitas sumber daya manusia
- Metode penerimaan pesanan
- Produktivitas sumber daya manusia
Sumber/Pengadaan (Source)
- Kinerja pengiriman pemasok
- Lead time pemasok dibanding norma industri
- Harga pemasok dibanding pasar
- Efisiensi waktu siklus pesanan pembelian
- Efisiensi metode aliran kas
- Prosedur pemesanan pemasok
- Efisiensi waktu siklus pesanan pembelian
- Harga pemasok dibanding pasar
Buat/Rakit (Make/ Assemble)
- Ragam produk dan jasa - Persentase cacat - Biaya per jam
operasi - Utilisasi kapasitas - Utilisasi economic
order quantity
- Persentase cacat - Biaya per jam operasi - Indeks produktivitas
sumber daya manusia
42
Tabel II.3. (Lanjutan)
Kegiatan/Proses Rantai Pasok Strategis Taktis Operasional
Kirim (Deliver) - Fleksibilitas dari sistem layanan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan
- Efektivitas jadwal perencanaan distribusi perusahaan
- Fleksibilitas dari sistem layanan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan
- Efektivitas jadwal perencanaan distribusi perusahaan
- Efektivitas metode tagihan pengiriman
- Persentase barang jadi dalam transit
- Kinerja kehandalan pengiriman
- Kualitas barang yang dikirim
- Ketepatan waktu pengiriman barang
- Efektivitas metode tagihan pengiriman
- Banyaknya tagihan pengiriman yang benar
- Persentase pengiriman yang mendesak
- Kelengkapan informasi dalam melaksanakan pengiriman
- Kinerja kehandalan pengiriman
II.4.3 Function Based Measurement System
Dalam sistem ini ukuran adalah keseluruhan untuk mencakup proses-proses yang
berbeda dalam rantai pasok. Dalam Gambar II.8 memperlihatkan jalur pesanan
pelanggan dan kemudian itu mencakup apa yang ukurannya ada dalam setiap
proses.
Sistem pengukuran berdasarkan fungsi mencakup ukuran kinerja detail yang
berlaku pada hubungan-hubungan yang berbeda dari rantai pasok. Pendekatan
adalah mudah diimplementasikan dan target dapat didedikasikan pada
Departemen secara individu. Ini tidak memberikan ukuran tingkat teratas untuk
mencakup seluruh rantai pasok dengan strategi perusahaan. Melihat keseluruhan
rantai pasok dalam isolasi, yang memberikan manfaat lokal yang mungkin
merugikan manfaat rantai pasok total.
43
Pesanan Pelanggan
Persediaan Tersedia
Pemeriksaan Kredit
Jadwal Produksi
Arsip Persediaan
Pesanan Proses
Pengeluaran Gudang
Akuntansi
Tagihan
Jadwal Transportasi
Pesanan yang Belum Terpenuhi
Dokumentasi PengapalanProduksi
Pembelian
Status Pesanan Pelanggan
Kirim Pesanan Pelanggan
Fungsi Penjualan dan Pemasaran
Gambar II.8. Jalur pesanan pelanggan (Christopher, 1992 dalam Sushil dan Shankar, 2004)
II.4.4 Perspectives Based Measurement System
Sistem ini menyajikan enam set metrik yang unik untuk mengukur kinerja
manajemen rantai pasok. Pendekatan-pendekatan berbeda terhadap manajemen
rantai pasok mengarah pada pemahaman yang berbeda pada apa yang harus
diukur untuk menilai kinerja. Enam perspektif berbeda sebagaimana terlihat pada
Tabel II.4 adalah: Dinamika Sistem, Riset Operasi / Teknologi Informasi,
Logistik, Pemasaran, Organisasi dan Strategi.
44
Tabel II.4. Enam Perspektif dari Manajemen Rantai Pasok (Otto and Kotzab, 2002 dalam Sushil dan Shankar, 2004)
Perspektif Maksud Manajemen Rantai Pasok
Ukuran Kinerja
Dinamika Sistem
Mengelola imbalan pertukaran (trade-off) sepanjang rantai pasok selengkapnya
Utilisasi kapasitas, tingkat persediaan, kehabisan persediaan, tenggang waktu untuk informasi kebutuhan, waktu untuk mengadaptasi perubahan kebutuhan
Riset Operasi Menghitung solusi optimal dengan set derajat kebebasan tertentu
Biaya logistik per unit, tingkat layanan, waktu untuk pengiriman
Logistik Mengintegrasikan proses generik secara sekuensial, vertikal dan horisontal
Integrasi, lead times, waktu siklus pesanan, fleksibilitas
Pemasaran Mensegmentasikan produk dan pasar dan mengkombinasikan keduanya menggunakan saluran distribusi yang benar
Kepuasan pelanggan, biaya distribusi per unit, pangsa pasar, biaya jalur distribusi
Organisasi Menentukan dan menguasai kebutuhan untuk mengkoordinasikan dan mengelola hubungan
Biaya transaksi, kerapatan hubungan
Strategi Menggabungkan kompetensi dan merelokasikan ke dalam segmen terdalam pada kelompok laba
Return on Investment, Waktu untuk Pemasaran
Sistem pengukuran berdasarkan perspektif melihat rantai pasok dalam semua
perspektif yang mungkin dan memberikan ukuran untuk mengevaluasi setiap
perspektif. Ini juga memberikan pandangan berbeda untuk melihat rantai pasok.
Bagaimana menghubungkan perspektif berbeda untuk mengoptimalkan perspektif
rantai pasok global dan mungkin terdapat imbalan pertukaran antara pengukuran
satu perspektif dengan pengukuran perspektif lainnya.
II.4.5 Supply Chain Operations Reference Model
Supply Chain Council (2008) menyatakan bahwa pada tahun 1996 sebanyak 69
perusahaan praktisi membentuk organisasi mandiri, nirlaba, yang berlingkup
global dengan anggota terbuka (dengan persyaratannya) untuk semua perusahaan
45
dan organisasi yang tertarik untuk mengaplikasikan dan memajukan ilmu yang
terkini dalam sistem dan praktek manajemen rantai pasok. Organisasi ini bernama
Supply Chain Council (SCC) yang mengeluarkan model Supply-Chain Operations
Reference (SCOR). Walaupun isi dari model telah dipakai para praktisi selama
banyak tahun, SCOR-model memberikan kerangka kerja yang unik yang
menghubungkan proses bisnis, ukuran, praktek terbaik dan fungsi-fungsi
teknologi ke dalam struktur terpadu untuk mendukung komunikasi di antara
mitra-mitra rantai pasok dan untuk meningkatkan efektivitas manajemen rantai
pasok dan kegiatan perbaikan rantai pasok yang terkait.
II.4.5.1 Lingkup Model SCOR
Batasan lingkup dari model SCOR adalah mulai Pemasok-dari-Pemasok sampai
dengan Pelanggan-dari-Pelanggan, sebagaimana digambarkan pada Gambar II.9.
di bawah ini.
Rencana
Rencana Rencana
Sumber Buat KirimKirim
KembaliKembali
Sumber Buat Kirim
Kembali Kembali
Sumber Buat Kirim Sumber
Kembali
Pelanggan dari
Pelanggan
Pelanggan
Internal atau Eksternal
Perusahaan Anda
Pemasok
Internal atau Eksternal
Pemasok dari
Pemasok
KembaliKembaliKembali
Gambar II.9. Batasan Model SCOR
(Supply Chain Council, 2008)
SCOR mencakup:
- Semua interaksi pelanggan, mulai dari pencatatan pesanan sampai dengan
tagihan terbayar.
- Semua transaksi produk (material fisik dan jasa), mulai pemasok-dari-pemasok
sampai dengan pelanggan-dari-pelanggan, termasuk peralatan, bahan habis
pakai, suku cadang, produk curah, perangkat lunak, dan lain-lain.
- Semua interaksi pasar, mulai mengetahui kebutuhan total sampai dengan
pemenuhan dari setiap pesanan.
46
II.4.5.2 Struktur Model SCOR
SCOR memuat tiga tingkat detail proses, sebagaimana terlihat pada Gambar II.10.
di bawah ini.
SCOR Memuat Tiga Tingkat Detail Proses
TingkatNo. Deskripsi Skema Keterangan
Tingkat Konfigurasi
(Kategori Proses)
Tingkat Puncak(Tipe Proses)
Tingkat Elemen Proses
(Uraian Proses-proses)
Tingkat Implementasi
(Uraian Elemen Proses)
Tidak Masuk
Kembali
Sumber
Rencana
Buat Kirim
Kembali
Tingkat 1 mendefiiskan lingkup dan isi untuk SCOR-model. Di sini dasar dari target kinerja kompetisi ditetapkan
Suatu rantai pasok perusahaan dapat “dikonfigurasikan sesuai pesanan” pada Tingkat 2 dari “kategori-kategori proses” inti. Perusahaan-perusahaan mengimplementasikan strategi operasi mereka melalui konfigurasi yang mereka pilih untuk rantai pasok mereka.
Perusahaan-perusahaan mengimple-mentasikan praktek manajemen rantai pasok yang unik untuk organisasi mere-ka pada tingkat ini. Tingkat 4 dan lebih rendah mendefinisikan praktek spesifik untuk mencapai keunggulan kompetitif dan untuk menyesuaikan terhadap perubahan kondisi bisnis.
Tingkat 3 mendefinisikan kemampuan perusahaan untuk sukses bersaing dalam pasar yang dipilihnya, dan terdiri dari:- Definisi elemen proses- Input dan output dari informasi elemen proses- Atribut dan definisi ukuran kinerja proses- Definisi praktek terbaik.Perusahaan-perusahaan “mengatur dengan akurat” strategi operasi mereka pada Tingkat 3.
Gambar II.10. Tingkatan SCOR (Supply Chain Council, 2008)
47
Pada Tingkat 1, SCOR didasarkan atas lima proses manajemen yang berbeda,
sebagai berikut:
1) Rencana (Plan): Perencanaan dan Manajemen Permintaan/Penyediaan.
a. Menyeimbangkan sumber daya dengan kebutuhan dan
menetapkan/ mengkomunikasikan rencana untuk seluruh rantai
pasok, termasuk Pengembalian, dan proses pelaksanaan dari
Mendapatkan Sumber, Pembuatan, dan Pengiriman.
b. Manajemen aturan bisnis, kinerja rantai pasok, pengumpulan data,
persediaan, aset kapital, transportasi, konfigurasi perencanaan,
persyaratan dan pemenuhan regulasi, dan risiko rantai pasok.
c. Menyelaraskan rencana unit rantai pasok dengan rencana finansial.
2) Sumber (Source): “Pengadaan produk persediaan” (sourcing stocked),
“buat menurut pesanan” (make-to-order), dan “rancang menurut pesanan”
(engineer-to-order).
a. Menjadwalkan pengiriman; terima, periksa, dan transfer produk;
otorisasi pembayaran pemasok.
b. Identifikasi dan pilih sumber penyediaan bila belum ditetapkan
terlebih dulu, sebagaimana untuk produk ”rancang menurut
pesanan”.
c. Kelola aturan bisnis, nilai kinerja pemasok, dan pelihara data.
d. Kelola persediaan, aset kapital (barang modal), produk yang
datang, jaringan pemasok, persyaratan impor/ekspor, perjanjian
pemasok, dan risiko sumber rantai pasok.
3) Buat (Make): Proses-proses yang mentransformasikan produk ke status
jadi untuk memenuhi permintaan yang direncanakan atau yang aktual.
a. Jadwalkan kegiatan produksi, keluarkan produk, buat dan test,
pengepakan, siapkan produk, dan lepas produk untuk dikirim.
Dengan tambahan persyaratan “Hijau” (Green) pada SCOR,
sekarang ada proses spesifik untuk Pembuangan Limbah dalam
BUAT.
48
b. Selesaikan rekayasa untuk produk “rancang menurut pesanan”.
c. Kelola aturan, kinerja, data, produk dalam proses, peralatan dan
fasilitas, transportasi, jaringan produksi, pemenuhan peraturan
untuk produksi, dan risiko rantai pasok “buat”.
4) Kirim (Deliver): Manajemen pesanan, gudang, transportasi dan instalasi
untuk produk persediaan, “buat menurut pesanan”, dan “rancang menurut
pesanan”.
a. Semua langkah manajemen pesanan dari pemrosesan permintaan
penawaran pelanggan dan penawaran sampai dengan menyiapkan
pengiriman dan memilih pengangkut.
b. Manajemen gudang dari penerimaan dan mengambil produk untuk
memuat dan mengirim produk.
c. Menerima dan memeriksa produk di lokasi pelanggan dan
pemasangan bila diperlukan.
d. Penagihan ke pelanggan.
5) Kembali (Return): Pengembalian bahan baku dan penerimaan
pengembalian dari produk jadi.
a. Langkah pengembalian semua produk cacat dari sumber –
identifikasi kondisi produk, disposisi produk, meminta otorisasi
atas pengembalian produk, menjadwalkan pengiriman produk, dan
mengembalikan produk cacat – dan mengirimkan – pengembalian
produk yang telah diotorisasi, menjadwalkan penerimaan
pengembalian, menerima produk dan transfer produk cacat.
b. Langkah pengembalian produk Pemeliharaan, Perbaikan, dan
Pemeriksaan secara menyeluruh (Maintenance, Repair &
Overhaul) dari sumber – mengidentifikasi kondisi produk,
disposisi produk, meminta otorisasi pengembalian produk,
menjadwalkan pengiriman produk, dan mengembalikan produk
MRO – dan mengirimkan – mengotorisasi pengembalian produk,
49
menjadwalkan penerimaan produk, menerima produk, dan transfer
produk MRO.
c. Langkah pengembalian semua produk kelebihan dari sumber –
identifikasi kondisi produk, disposisi produk, meminta otorisasi
pengembalian produk, menjadwalkan pengiriman produk, dan
mengembalikan produk kelebihan – dan mengijinkan –
mengotorisasi pengembalian produk, menjadwalkan penerimaan
produk, menerima produk, dan trasfer produk kelebihan.
d. Mengelola aturan bisnis pengembalian, kinerja, pengumpulan data,
inventarisasi pengembalian, barang modal, transportasi,
konfigurasi jaringan, persyaratan dan pemenuhan peraturan, risiko
pengembalian rantai pasok.
Pada Tingkat 2 SCOR, dalam lima proses tadi terdapat tiga tipe proses, yaitu:
1) Perencanaan (Plan): Suatu proses yang menyelaraskan sumber
daya untuk memenuhi kebutuhan permintaan yang diperkirakan.
Proses perencanaan antara lain:
• Menyeimbangkan permintaan dan penyediaan total.
• Umumnya terjadi dengan interval periodik yang teratur.
• Mempertimbangkan jangka waktu perencanaan yang konsisten.
• Dapat berkontribusi pada waktu tanggap rantai pasok.
2) Pelaksanaan (Execution): Suatu proses yang dipicu oleh
permintaan yang direncanakan atau yang aktual, yang mengubah
status material barang. Proses pelaksanaan antara lain:
• Menjadwalkan urutan.
• Mentransformasi produk, dan/atau
• Memindahkan produk ke proses berikutnya.
• Dapat berkontribusi terhadap waktu siklus pemenuhan pesanan.
3) Pemungkinan (Enable): Suatu proses yang menyiapkan,
memelihara, atau mengelola informasi atau hubungan di mana
50
proses perencanaan dan pelaksanaan mengandalkannya. Proses
enabling antara lain:
• Menetapkan dan mengelola peraturan.
• Menilai kinerja.
• Mengelola data.
• Mengelola persediaan.
• Mengelola barang modal.
• Mengelola transportasi.
• Mengelola konfigurasi rantai pasok.
• Mengelola kepatuhan terhadap peraturan.
• Mengelola proses risiko rantai pasok.
• Elemen spesifik.
Pada Tingkat 2 SCOR, konfigurasi rantai pasok direpresentasikan oleh kategori
proses yang ditentukan oleh suatu proses SCOR dengan suatu tipe proses,
sebagaimana terlihat pada Tabel II.5. berikut ini.
Tabel II.5. Alat Konfigurasi SCOR (Supply Chain Council, 2008)
Proses SCOR
Rencana Sumber Buat Kirim Kembali
Tipe
Proses
Perencanaan P1 P2 P3 P4 P5 Kategori
Proses Pelaksanaan S1-S3 M1-
M3
D1-
D4
SR1/DR1-
SR3/DR3
Pemungkinan EP ES EM ED ER
Notasi:
P1 - Plan Supply Chain
P2 - Plan Source
51
P3 - Plan Make
P4 - Plan Deliver
P5 - Plan Return
S1 - Source Stocked Product
S2 - Source Make-to-Order Product
S3 - Source Engineer-to-Order Product
M1 - Make-to-Stock
M2 - Make-to-Order
M3 - Engineer-to-Order
D1 - Deliver Stocked Product
D2 - Deliver Make-to-Order Product
D3 - Deliver Engineered-to-Order Product
D4 - Deliver Retail Product
SR1 - Source Return Defective Product
SR2 - Source Return MRO Product
SR3 - Source Return Excess Product
DR1 - Deliver Return Defective Product
DR2 - Deliver Return MRO Product
DR3 - Deliver Return Excess Product
EP - Enable Planning
ES - Enable Source
EM- Enable Make
ED - Enable Deliver
ER - Enable Return
52
Setiap Proses Pelaksanaan mempunyai tiga kemungkinan berbeda dalam
menggambarkan dan menanggapi pesanan pelanggan. Strategi rantai pasok yang
berbeda mendukung tipe produk atau jasa yang bersangkutan. Kategori-kategori
ini juga mempengaruhi proses Rencana dan Kembali.
Produk Persediaan (S1, M1, D1)
• Digerakkan oleh Persediaan (Rencana)
• Pesanan material standar
• Pengisian cepat, perputaran singkat
Contoh: Suatu air conditioner eceran yang diambil dari rak, dan diisi persediaan
kembali berdasarkan “unit simpanan persediaan” (stock keeping unit – SKU).
“Buat menurut Pesanan” (S2, M2, D2)
• Digerakkan oleh Pesanan Pelanggan
• Material dapat dikonfigurasikan
• Waktu perputaran lebih lama
Contoh: Sebuah mobil dibuat dengan kombinasi warna dan ciri-ciri khusus dan
dipesan dari sebuah distributor.
“Rancang menurut Pesanan” (S3, M3, D3, D4)
• Digerakkan oleh Kebutuhan Pelanggan
• Pengadaan Sumber Material Baru
• Waktu pengadaan paling lama, pengisian persediaan lambat
Contoh: Seorang arsitek dan insinyur membuat dapur baru untuk anda, dengan
beberapa material yang dibuat dan diadakan menurut pesanan.
Pada Tingkat 3 SCOR, diberikan informasi detail elemen proses untuk setiap
kategori proses Tingkat 2, antara lain:
- Aliran proses
- Masukan dan Keluaran
- Sumber dari Masukan
- Tujuan Keluaran.
53
II.4.5.3 Indikator Kinerja SCOR
Secara umum disampaikan bahwa Atribut, indikator kinerja tingkat 1
sampai dengan indikator kinerja tingkat 2 SCOR dapat dilihat pada tabel II.6.
Indikator kinerja SCOR tidak selalu berhubungan dengan suatu proses SCOR
(Rencana, Sumber, Buat, Kirim dan Kembali).
Tabel II.6. Indikator Kinerja SCOR
(Supply Chain Council, 2008)
No. Atribut Definisi Atribut Indikator Kinerja Tingkat 1
Indikator Kinerja Tingkat 2
1
Keandalan Rantai Pasok (Reliability)
Kinerja rantai pasok dalam pengiriman: produk yang tepat, ke tempat yang tepat, pada waktu yang tepat, dalam kondisi dan pengepakan yang tepat, dalam kuantitas yang tepat, dengan dokumentasi yang tepat, ke pelanggan yang tepat.
Pemenuhan Pesanan yang Sempurna (Perfect Order Fulfillment)
% Pesanan Dikirim Penuh (% of Orders Delivered in Full) Kinerja Pengiriman terhadap Tanggal Komitmen dengan Pelanggan (Delivery Performance to Customer Commit Date) Keakuratan Dokumen (Documentation Accuracy) Kondisi Sempurna (Perfect Condition)
2 Ketanggapan Rantai Pasok (Responsiveness)
Kecepatan rantai pasok menyediakan produk ke pelanggan.
Waktu Siklus Pemenuhan Pesanan (Order Fulfillment Cycle Time)
Waktu Siklus Sumber / Pengadaan (Source Cycle Time) Waktu Siklus Buat (Make Cycle Time) Waktu Siklus Kirim (Deliver Cycle Time)
3
Agilitas Rantai Pasok (Agilility)
Agilitas (ketangkasan/kegesitan) rantai pasok dalam menanggapi perubahan pasar untuk mendapatkan atau memelihara keunggulan kompetitif.
Fleksibilitas Rantai Pasok Bagian Atas (Hulu) (Upside Supply Chain Flexibility)
Fleksibilitas Sumber / Pengadaan Hulu (Upside Source Flexibility) Fleksibilitas Buat Hulu (Upside Make Flexibility) Fleksibilitas Kirim Hulu (Upside Deliver Flexibility) Fleksibilitas Pengembalian Sumber / Pengadaan Hulu (Upside Source Return Flexibility) Fleksibilitas Pengembalian Pengiriman Hulu (Upside Deliver Return Flexibility)
Adaptabilitas Rantai Pasok Bagian Atas (Hulu) (Upside Supply Chain Adaptability)
Adaptabilitas Sumber / Pengadaan Hulu (Upside Source Adaptability) Adaptabilitas Buat Hulu (Upside Make Adaptability) Adaptabilitas Kirim Hulu (Upside Deliver Adaptability) Adaptabilitas Pengembalian Sumber / Pengadaan Hulu (Upside Source Return Adaptability) Adaptabilitas Pengembalian Pengiriman Hulu (Upside Deliver Return Adaptability)
Adaptabilitas Rantai Pasok Bagian Bawah (Hilir)(Downside Supply Chain Adaptability)
Adaptabilitas Sumber Pengadaan Hilir (Downside Source Adaptability) Adaptabilitas Buat Hilir (Downside Make Adaptability) Adaptabilitas Kirim Hilir (Downside Deliver Adaptability)
54
Tabel II.6 (Lanjutan)
No. Atribut Definisi Atribut Indikator Kinerja Tingkat 1
Indikator Kinerja Tingkat 2
4
Biaya Rantai Pasok (Supply Chain Costs)
Biaya sehubungan dengan pengoperasian rantai pasok.
Biaya Manajemen Rantai Pasok (Supply Chain Management Cost)
Biaya Manajemen untuk Rencana (Management Cost to Plan) Biaya Manajemen untuk Sumber / Pengadaan (Management Cost to Source) Biaya Manajemen untuk Buat (Management Cost to Make) Biaya Manajemen untuk Kirim (Management Cost to Deliver) Biaya Manajemen untuk Pengembalian (Management Cost to Return)
Harga Pokok Penjualan (Cost of Goods Sold)
Biaya untuk Buat (Cost to Make)
5
Manajemen Aset Rantai Pasok (Supply Chain Asset Management)
Efektivitas organisasi dalam mengelola aset untuk mendukung pemenuhan kebutuhan. Hal ini mencakup manajemen dari semua aset: aset tidak bergerak dan modal kerja.
Waktu Siklus Kas-ke-Kas (Cash-to-Cash Cycle Time)
Jumlah Hari Penjualan Belum Dibayar (Days Sales Outstanding) Jumlah Hari Persediaan untuk Suplai (Inventory Days of Supply) Jumlah Hari Pengadaan Belum Dibayar (Days Payable Outstanding)
Imbalan terhadap Aset Tidak Bergerak Rantai Pasok (Return on Supply Chain Fixed Assets)
Pendapatan Rantai Pasok (Supply Chain Revenue) Harga Pokok Penjualan (Cost of Goods Sold) Aset Tetap Rantai Pasok (Supply Chain Fixed Assets) Biaya Manajemen Rantai Pasok (Supply Chain Management Costs)
Imbalan terhadap Modal Kerja (Return on Working Capital)
Uang yang dapat Diterima atau Penjualan yang Belum Dibayar (Accounts Receivable atau Sales Outstanding) Uang yang Harus Dibayarkan atau Pembayaran yang Harus Dilakukan (Accounts Payable Atau Payables Outstanding) Persediaan (Inventory) Biaya Manajemen Rntai Pasok (Supply Chain Management Costs) Pendapatan Rantai Pasok (Supply Chain Revenue) Harga Pokok Penjualan (Cost of Goods Sold)
55
Indikator kinerja tingkat 1 dan 2 di atas dapat didefinisikan lebih lanjut sebagai
berikut:
− Pemenuhan Pesanan yang Sempurna (Perfect Order Fulfillment)
Pemenuhan Pesanan yang Sempurna merupakan persentasi pesanan yang
memenuhi kinerja penyerahan produk dengan dokumentasi lengkap dan akurat
dan tidak ada kerusakan. Bagian-bagiannya termasuk semua item dengan
kuantitasnya adalah tepat waktu berdasarkan definisi tepat waktu menurut
pelanggan, dan demikian pula dokumentasi – packing slips, bills of lading,
invoices, dan lain-lain.
Pemenuhan Pesanan yang Sempurna = (Pesanan Total yang Sempurna) : (Jumlah
Total Pesanan) X 100 %.
Suatu Pesanan adalah Sempurna jika setiap item dalam pesanan adalah sempurna
dalam hal kuantitas, kualitas maupun ketepatan waktu beserta dokumentasinya.
Indikator tingkat 2 didefinisikan sebagai berikut:
- % Pesanan Dikirim Penuh (% of Orders Delivered in Full)
Suatu pesanan dianggap dikirim “sepenuhnya” bila kuantitas yang
diterima pelanggan sesuai dengan kuantitas pesanan (dalam toleransi yang
disetujui bersama).
[Jumlah pesanan yang dikirim penuh] : [Jumlah pesanan yang dikirim] x
100%
- Kinerja Pengiriman terhadap Tanggal Komitmen dengan Pelanggan
(Delivery Performance to Customer Commit Date)
Suatu pesanan dianggap dikirim sesuai dengan tanggal komitmen semula
dengan pelanggan bila:
• Pesanan diterima tepat waktu sebagaimana ditetapkan pelanggan
• Pengiriman dibuat ke lokasi dan entitas yang benar dari pelanggan
56
[Jumlah pesanan yang dikirim sesuai dengan tanggal komitmen semula
dengan pelanggan] : [Jumlah pesanan yang dikirim] x 100%
- Keakuratan Dokumen (Documentation Accuracy)
Suatu pesanan dianggap mempunyai dokumentasi yang akurat ketika yang
berikut diterima oleh pelanggan:
• Dokumen pengapalan
• Dokumen pembayaran
• Dokumen kesesuaian
• Dokumen lain yang dipersyaratkan
[Jumlah pesanan yang dikirim dengan dokumentasi akurat] : [Jumlah
pesanan yang dikirim] x 100%
Dokumen pendukung pesanan mencakup:
Dokumen pengapalan:
o Slip pengepakan (Pelanggan)
o Daftar Muatan - Bill of lading (Pengangkut)
o Dokumentasi / Formulir Pemerintah atau Bea Cukai
Dokumentasi Pembayaran:
o Faktur (Invoice)
o Perjanjian / Kontrak
Dokumen Pemenuhan Persyaratan
o Lembar Data Keamanan Material
Dokumen lain yang diperlukan
o Sertifikasi Kualitas
- Kondisi Sempurna (Perfect Condition)
Suatu pesanan dianggap dikirim dalam kondisi sempurna bila semua item
memenuhi kriteria berikut:
• Tidak rusak
• Memenuhi spesifikasi dan mempunyai konfigurasi benar (sebagaimana
berlaku)
57
• Dipasang tanpa kesalahan (sebagaimana berlaku) dan disetujui oleh
pelanggan.
• Tidak dikembalikan untuk perbaikan atau penggantian (dalam masa
garansi)
[Jumlah Pesanan Dikirim dengan Kondisi Sempurna] : [Jumlah Pesanan
Dikirim] x 100%
− Waktu Siklus Pemenuhan Pesanan (Order Fulfillment Cycle Time)
Waktu Siklus Pemenuhan Pesanan merupakan waktu siklus aktual yang dicapai
secara konsisten untuk memenuhi pesanan pelanggan. Untuk setiap pesanan,
waktu siklus ini mulai dari penerimaan pesanan oleh perusahaan dan berakhir
dengan penerimaan pesanan oleh pelanggan.
Waktu Siklus Pemenuhan Pesanan = Waktu Siklus Sumber + Waktu Siklus Buat
+ Waktu Siklus Kirim.
Indikator Tingkat 2 didefinisikan sebagai berikut:
- Waktu Siklus Sumber / Pengadaan (Source Cycle Time)
Waktu Siklus Sumber / Pengadaan ≈ (Waktu Siklus untuk Identifikasi
Sumber Pengadaan + Pilih Pemasok dan Negosiasi) + Waktu Siklus
Penjadwalan Pengiriman Produk + Waktu Siklus Penerimaan Produk +
Waktu Siklus Verifikasi Produk + Waktu Siklus Transfer Produk + Waktu
Siklus Otorisasi Pembayaran Pemasok
- Waktu Siklus Buat (Make Cycle Time)
Waktu Siklus Buat ≈ (Waktu Siklus Finalisasi Rekayasa Produksi) +
Waktu Siklus Penjadwalan Kegiatan Produksi + Waktu Siklus
Pengeluaran Material/Produk + Waktu Siklus Produksi dan Test
- Waktu Siklus Kirim (Deliver Cycle Time)
Waktu Siklus Pengiriman ≈ {[Waktu Siklus Penerimaan, Mengatur,
Memasukkan dan Validasi Pesanan + Waktu Siklus Pencadangan
58
Sumberdaya dan Menentukan Tanggal Pengiriman + (Waktu Siklus
Konsolidasi Pesanan + Waktu Siklus Penjadwalan Instalasi) + Waktu
Siklus Penyiapan Beban (Build Loads Cycle Time) + Waktu Siklus
Menyiapkan Rute Pengangkutan + Waktu Siklus Pilih Pengangkut dan
Penilaian Angkutan], Waktu Siklus Penerimaan Produk dari Buat/Sumber}
+ Waktu Siklus Pengambilan Produk + Waktu Siklus Pengepakan Produk
+ Waktu Siklus Muat Kendaraan dan Pembuatan Dokumentasi Pengiriman
+ Waktu Siklus Kirim Produk + (Waktu Siklus Penerimaan & Verifikasi
Produk) + (Waktu Siklus Instalasi Produk)
− Fleksibilitas Rantai Pasok Bagian Atas/Hulu (Upside Supply Chain
Flexibility)
Fleksibilitas Rantai Pasok Bagian Atas (Hulu) adalah jumlah hari yang diperlukan
untuk mencapai peningkatan kuantitas sebesar 20% yang tidak terencana dalam
kuantitas yang dikirim. 20% adalah suatu angka yang diberikan untuk keperluan
tolok ukur. Untuk beberapa industri 20% mungkin dalam beberapa kasus tidak
dapat dicapai, atau pada industri lain malahan terlalu konservatif.
Indikator tingkat 2 didefinisikan sebagai berikut:
- Fleksibilitas Sumber/Pengadaan Hulu (Upside Source Flexibility)
Jumlah hari yang diperlukan untuk mencapai penambahan tanpa rencana
pada kuantitas bahan baku. sebesar 20%.
- Fleksibilitas Buat Hulu (Upside Make Flexibility)
Jumlah hari yang diperlukan untuk mencapai penambahan tanpa rencana
sebesar 20% pada produksi, dengan asumsi tidak ada keterbatasan bahan
baku.
- Fleksibilitas Kirim Hulu (Upside Deliver Flexibility)
Jumlah hari yang diperlukan untuk mencapai penambahan tanpa rencana
sebesar 20% dalam kuantitas yang dikirim, dengan asumsi tidak ada
keterbatasan lain.
59
- Fleksibilitas Pengembalian Sumber/Pengadaan Hulu (Upside Source
Return Flexibility)
Jumlah hari yang diperlukan untuk mencapai penambahan tanpa rencana
sebesar 20% pada pengembalian bahan baku ke pemasok.
- Fleksibilitas Pengembalian Pengiriman Hulu (Upside Deliver Return
Flexibility)
Jumlah hari yang diperlukan untuk mencapai penambahan tanpa rencana
sebesar 20% pada pengembalian produk jadi dari pelanggan.
− Adaptabilitas Rantai Pasok Bagian Atas/Hulu (Upside Supply Chain
Adaptability)
Adaptabilitas Rantai Pasok Bagian Atas (Hulu) adalah maksimum peningkatan
persentase dalam kuantitas yang dikirim yang dapat dicapai dalam 30 hari. 30 hari
adalah sembarang angka yang diberikan untuk keperluan tolok ukur. Untuk
beberapa industri/organisasi mungkin dalam beberapa kasus peningkatan kuantitas
tersebut tidak dapat tercapai dalam 30 hari, atau di yang lainnya malahan terlalu
lama.
Indikator tingkat 2 didefinisikan sebagai berikut:
− Adaptabilitas Sumber/Pengadaan Hulu (Upside Source Adaptability)
Penambahan dalam kuantitas pengadaan (dalam persentase) yang dapat
didukung perusahaan, dalam 30 hari.
− Adaptabilitas Buat Hulu (Upside Make Adaptability)
Penambahan dalam kuantitas produksi (dalam persentase) yang dapat
didukung perusahaan, dalam 30 hari.
− Adaptabilitas Kirim Hulu (Upside Deliver Adaptability)
Penambahan dalam kuantitas yang dikirim (dalam persentase) yang dapat
didukung perusahaan, dalam 30 hari.
60
− Adaptabilitas Pengembalian Sumber / Pengadaan Hulu (Upside Source
Return Adaptability)
Penambahan dalam kuantitas yang dikembalikan ke pemasok (dalam
persentase), dalam 30 hari.
− Adaptabilitas Pengembalian Pengiriman Hulu (Upside Deliver Return
Adaptability)
Penambahan dalam kuantitas yang dikembalikan dari pelanggan (dalam
persentase), dalam 30 hari.
− Adaptabilitas Rantai Pasok Bagian Bawah/Hilir (Downside Supply Chain
Adaptability)
Adaptabilitas Rantai Pasok Bagian Bawah (Hilir) adalah pengurangan dalam
kuantitas pesanan (dalam persentase) pada 30 hari sebelum pengiriman dengan
tanpa kerugian persediaan atau biaya. 30 hari adalah sembarang angka yang
diberikan untuk keperluan tolok ukur. Untuk beberapa industri/organisasi
mungkin dalam beberapa kasus tidak dapat tercapai dalam 30 hari, atau di yang
lainnya malahan terlalu lama.
Indikator tingkat 2 didefinisikan sebagai berikut:
− Adaptabilitas Sumber/Pengadaan Hilir (Downside Source Adaptability)
Pengurangan kuantitas bahan baku (dalam persentase) yang dapat
ditanggung perusahaan pada 30 hari sebelum pengiriman, tanpa kerugian
dalam persediaan atau biaya.
− Adaptabilitas Buat Hilir (Downside Make Adaptability)
Pengurangan produksi (dalam persentase) yang dapat ditanggung
perusahaan pada 30 hari sebelum pengiriman, tanpa kerugian dalam
persediaan atau biaya.
61
− Adaptabilitas Kirim Hilir (Downside Deliver Adaptability)
Pengurangan kuantitas (dalam persentase) yang dikirim yang dapat
ditanggung perusahaan pada 30 hari sebelum pengiriman, tanpa kerugian
dalam persediaan atau biaya.
− Biaya Manajemen Rantai Pasok (Supply Chain Management Cost)
Biaya Manajemen Rantai Pasok adalah seluruh pengeluaran langsung dan tidak
langsung yang berhubungan dengan operasi bisnis SCOR dalam rantai pasok.
Biaya Manajemen Rantai Pasok = Biaya Pelayanan (a.l. pemasaran, penjualan,
administrasi).
Indikator tingkat 2 didefinisikan sebagai berikut:
− Biaya untuk Rencana (Management Cost to Plan)
Biaya untuk Rencana = Jumlah dari Biaya untuk Rencana (Rencana +
Sumber/Pengadaan + Buat + Kirim + Kembali)
− Biaya Manajemen untuk Sumber / Pengadaan (Management Cost to
Source)
Biaya untuk Sumber/Pengadaan = Jumlah Biaya dari (Manajemen
Pemasok + Manajemen Pengadaan Material)
- Manajemen Pemasok = perencanaan material + staf perencanaan
material + negosiasi dan kualifikasi pemasok + dll.
- Manajemen Pengadaan Material = permintaan penawaran dan
penawaran + pemesanan + penerimaan + pemeriksaan material yang
datang + penyimpanan material + otorisasi pembayaran + aturan dan
persyaratan pengadaan + pengangkutan masuk dan bea + dll.
− Biaya Manajemen untuk Buat (Management Cost to Make)
Jumlah biaya yang berhubungan dengan Buat.
62
− Biaya Manajemen untuk Kirim (Management Cost to Deliver)
Biaya untuk Kirim = Jumlah biaya dari (manajemen pesanan penjualan +
manajemen pelanggan)
- Manajemen pesanan penjualan = permintaan penawaran & penawaran
+ pencatatan dan pemeliharaan pesanan + manajemen hubungan +
pemenuhan pesanan + distribusi + transportasi + pengangkutan keluar
dan bea + instalasi + akuntansi / penagihan pelanggan + pengenalan
produk baru + dll.
- Manajemen pelanggan = pembiayaan + layanan pelanggan purna jual
+ penanganan perselisihan + perbaikan di lapangan + teknologi
pendukung + dll.
− Biaya Manajemen untuk Pengembalian (Management Cost to Return)
Biaya untuk pengembalian = Jumlah biaya pengembalian (ke
Sumber/Pemasok + dari Pelanggan)
- Biaya Pengembalian ke Sumber = Biaya verifikasi produk cacat +
Biaya disposisi produk cacat + Identifikasi kondisi biaya
pemeliharaan, perbaikan, pemeriksaan berat (Maintenance, Repair,
Overhaul - MRO) + Biaya permintaan otorisasi untuk MRO + Biaya
penjadwalan pengangkutan MRO + Biaya pengembalian produk MRO
+ dll.
- Biaya untuk Pengembalian dari Pelanggan = Biaya otorisasi + Biaya
penjadwalan pengembalian + Biaya penerimaan + Biaya otorisasi
pengembalian MRO + Biaya penjadwalan pengembalian MRO + Biaya
Penerimaan MRO yang dikembalikan + Biaya transfer produk MRO +
dll.
− Harga Pokok Penjualan (Cost of Goods Sold)
Biaya ini sehubungan dengan pengadaan bahan baku dan produksi barang jadi.
Biaya ini termasuk biaya langsung (tenaga kerja, material) dan biaya tidak
langsung (overhead).
63
Indikator tingkat 2 didefinisikan sebagai berikut:
− Biaya untuk Buat (Cost to Make)
Harga Pokok Penjualan (Cost of Goods Sold - COGS) = Biaya untuk
Buat (Cost to Make).
COGS = biaya material langsung + biaya tenaga kerja langsung + biaya
tidak langsung yang berkaitan dengan pembuatan produk.
− Waktu Siklus Kas-ke-Kas (Cash-to-Cash Cycle Time)
Waktu ini adalah yang diperlukan suatu investasi untuk mengalir kembali ke
dalam perusahaan setelah dibelanjakan untuk bahan baku. Untuk jasa, ini
merupakan waktu dari titik di mana perusahaan membayar untuk sumberdaya
yang dipakainya dalam pelaksanaan suatu jasa sampai waktu perusahaan
menerima pembayaran dari pelanggan untuk jasa tersebut.
Waktu Siklus Kas-ke-Kas = Jumlah Hari Suplai Persediaan + Jumlah Hari
Penjualan Belum Dibayar – Jumlah Hari Pengadaan Belum Dibayar.
Indikator tingkat 2 didefinisikan sebagai berikut:
− Jumlah Hari Penjualan Belum Dibayar (Days Sales Outstanding)
Lama waktu dari penjualan dilakukan sampai dengan uang tunai
diterima dari pelanggan. Nilai penjualan yang belum dibayar dihitung
dalam hari.
Contoh: Bila penjualan senilai $5000 dilakukan per hari dan penjualan
senilai $50,000 belum dibayar, ini akan mewakili penjualan yang
belum dibayar sebesar 10 hari ($50,000/$5000).
Nama lain: Jumlah Hari Pembayaran yang akan Diterima (Days Sales
in Accounts Receivables)
− Jumlah Hari Suplai Persediaan (Inventory Days of Supply)
Jumlah persediaan (stok) dihitung dalam hari dari penjualan.
Hari Persediaan = (Persediaan : Harga Pokok Penjualan ) x 365
64
Nama lain: Hari Biaya-Penjualan Dalam Persediaan., (Days Cost-of-
Sales in Inventory), Hari Penjualan Dalam Persediaan (Days’ Sales in
Inventory)
− Jumlah Hari Pengadaan Belum Dibayar (Days Payable Outstanding)
Lama waktu dari pengadaan material, tenaga kerja dan/atau sumber
daya konversi sampai dengan pembayaran tunai harus dilakukan
dihitung dalam hari.
Jumlah Hari Pengadaan Belum Dibayar = [Pembayaran bruto yang
harus dilakukan (gross accounts payable) : Jumlah pengadaan tahunan
bruto dari material] x 365
Nama lain: Periode rata-rata pembayaran untuk material (Average
payment period for materials), Hari Pengadaan dalam Pembayaran
yang harus dilakukan (Days purchases in accounts payable), Hari dari
Pembayaran Terhutang dalam Pembayaran yang harus dibayar (Days’
outstanding in accounts payable).
− Imbalan terhadap Aset Tidak Bergerak Rantai Pasok (Return on Supply
Chain Fixed Assets)
Indikator ini mengukur imbalan yang diterima perusahaan/organisasi untuk modal
yang diinvestasikan dalam aset tidak bergerak rantai pasok. Ini termasuk aset
tidak bergerak dalam Rencana, Sumber, Buat, Kirim dan Kembali.
Imbalan terhadap Aset Tidak Bergerak Rantai Pasok = (Pendapatan Rantai Pasok
- Harga Pokok Penjualan - Biaya Manajemen Rantai Pasok) : Aset Tidak
Bergerak Rantai Pasok.
Indikator tingkat 2 didefinisikan sebagai berikut:
− Pendapatan Rantai Pasok (Supply Chain Revenue)
Pendapatan operasional yang diperoleh dari rantai pasok. Ini tidak
termasuk pendapatan non-operasional seperti menyewakan real estate,
investasi, putusan pengadilan, penjualan gedung kantor, dan lain lain.
65
− Harga Pokok Penjualan (Cost of Goods Sold)
COGS = biaya material langsung + biaya tenaga kerja langsung +
biaya tidak langsung yang berkaitan dengan pembuatan produk
− Aset Tetap Rantai Pasok (Supply Chain Fixed Assets)
Nilai Aset Tetap Sumber/Pengadaan + Nilai Aset Tetap Buat + Nilai
Aset Tetap Kirim + Nilai Aset Tetap Kembali + Nilai Aset Tetap
Rencana
− Biaya Manajemen Rantai Pasok
Biaya Manajemen Rantai Pasok adalah seluruh pengeluaran langsung
dan tidak langsung yang berhubungan dengan operasi bisnis SCOR
dalam rantai pasok.
Biaya Manajemen Rantai Pasok = Biaya Pelayanan (a.l. pemasaran,
penjualan, administrasi).
− Imbalan terhadap Modal Kerja (Return on Working Capital)
Imbalan terhadap Modal Kerja (Return on Working Capital) merupakan laba yang
diperoleh sebagai hasil investasi dalam bentuk modal kerja.
Imbalan terhadap modal kerja = (Pendapatan Rantai Pasok - Harga Pokok
Penjualan - Biaya Manajemen Rantai Pasok) : (Persediaan + Penjualan yang
belum Dibayar – Pembayaran yang harus dilakukan)
Indikator tingkat 2 didefinisikan sebagai berikut:
− Uang yang dapat Diterima atau Penjualan yang Belum Dibayar
(Accounts Receivable atau Sales Outstanding)
Jumlah dari Pembayaran yang akan diterima (accounts receivable)
yang belum diselesaikan dihitung dalam dollar.
66
− Uang yang Harus Dibayarkan atau Pembayaran yang Harus Dilakukan
(Accounts Payable Atau Payables Outstanding)
Dihitung dalam dollar, jumlah dari material, tenaga kerja dan/atau
sumber daya konversi yang dibeli, yang harus dibayar (accounts
payable).
− Persediaan (Inventory)
Nilai persediaan.
− Pendapatan Rantai Pasok (Supply Chain Revenue)
Pendapatan operasional yang diperoleh dari rantai pasok. Ini tidak
termasuk pendapatan non-operasional seperti menyewakan real estate,
investasi, putusan pengadilan, penjualan gedung kantor, dan lain lain.
− Harga Pokok Penjualan (Cost of Goods Sold)
COGS = biaya material langsung + biaya tenaga kerja langsung +
biaya tidak langsung yang berkaitan dengan pembuatan produk.
− Biaya Manajemen Rantai Pasok
Biaya Manajemen Rantai Pasok adalah seluruh pengeluaran langsung
dan tidak langsung yang berhubungan dengan operasi bisnis SCOR
dalam rantai pasok.
Biaya Manajemen Rantai Pasok = Biaya Pelayanan (a.l. pemasaran,
penjualan, administrasi).
Indikator-indikator kinerja tersebut berhubungan dengan sudut pandang dari sisi
pelanggan dan dari sisi internal sebagai berikut:
67
Tabel II.7. Atribut SCOR dari Sisi Pelanggan dan Internal (Supply Chain Council, 2008)
Ukuran Tingkat 1
Atribut Sisi Pelanggan Sisi Internal
Keandalan (Reliability)
Ketanggapan (Responsiveness)
Ketangkasan (Agility)
Biaya (Costs)
Aset (Asset)
Pemenuhan Pesanan yang Sempurna (Perfect Order Fulfillment)
V
Waktu Siklus Pemenuhan Pesanan (Order Fulfillment Cycle Time)
V
Fleksibilitas Rantai Pasok Bagian Atas /Hulu (Upside Supply Chain Flexibility)
V
Adaptabilitas (Kemampuan Penyesuaian) Rantai Pasok Bagian Atas /Hulu (Upside Supply Chain Adaptability)
V
Adaptabilitas (Kemampuan Penyesuaian) Rantai Pasok Bagian Bawah /Hilir (Downside Supply Chain Adaptability)
V
Biaya Manajemen Rantai Pasok (Supply Chain Management Cost)
V
Harga Pokok Penjualan (Cost of Goods Sold) V
Waktu Siklus Kas-ke-Kas (Cash-to-Cash Cycle Time) V
Imbalan terhadap Aset Tidak Bergerak Rantai Pasok (Return on Supply Chain Fixed Assets)
V
Imbalan terhadap Modal Kerja (Return on Working Capital) V
II.4.6 Dimension Based Measurement System
Sistem ini menyarankan bahwa setiap rantai pasok dapat diukur dalam tiga
dimensi kunci (Hausman, 2000 dalam Sushil dan Shankar, 2004):
A) Layanan
B) Aset
C) Kecepatan
Layanan berhubungan dengan kemampuan untuk mengantisipasi, menangkap dan
memenuhi kebutuhan pelanggan dengan produk yang dipesan khusus dan
pengiriman tepat waktu. Aset melibatkan setiap hal dengan nilai komersial,
terutama persediaan dan kas. Kecepatan mencakup metrik-metrik yang
68
berhubungan dengan waktu, mereka melacak ketanggapan dan kecepatan dari
pelaksanaan. Setiap rantai pasok harus mempunyai paling sedikit satu ukuran
kinerja untuk masing-masing dari tiga dimensi kritis ini.
A) Metrik Layanan
Premis dasar untuk metrik layanan adalah untuk mengukur sebaik mana
perusahaan melayani (atau tidak melayani) pelanggannya. Umumnya, sulit untuk
mengkuantifikasikan biaya daripada kehabisan persediaan atau keterlambatan
pengiriman, sehingga target ditetapkan dengan metrik layanan pelanggan. Juga,
situasi built-to-stock berbeda dengan situasi built-to-order, sehingga metrik yang
berhubungan tetapi berbeda dipakai pada lingkungan ini. Pada Tabel II.6 terdapat
beberapa metrik layanan yang umum dipakai dalam dua lingkungan ini. Ini adalah
ukuran uji waktu, yang terus menjadi metrik layanan pelanggan yang berharga
untuk rantai pasok. Kecepatan Pemenuhan Item Baris (Line Item Fill Rate) adalah
persentase dari baris individu pada pesanan pelanggan, yang dipenuhi segera,
sedangkan Kecepatan Pemenuhan Pemesanan (Order Fill Rate) menghitung
sebagai sukses hanya pesanan pelanggan yang semua barisnya telah terpenuhi.
“Umur” (Aging) menunjuk pada pemeliharaan data tentang berapa lama
diperlukan untuk memenuhi pesanan yang belum selesai, atau berapa lama
diperlukan untuk menyelesaikan sebuah pesanan, yang terlambat. Pelacakan data
ini dan memeliharanya dalam database yang dapat diakses memungkinkan
pemanggilan data kembali secara periodik.
69
Tabel II.8. Metrik Layanan Pelanggan (Hausman, 2000 dalam Sushil dan Shankar, 2004)
Buat untuk Stock Buat untuk Pesanan
Kecepatan Pemenuhan Item Baris Waktu Tanggap Terhadap Pelanggan yang Ditawarkan
Kecepatan Pemenuhan Pesanan yang Selesai % Penyelesaian Tepat Waktu
Proses Pengiriman Tepat Waktu Proses Pengiriman Tepat Waktu
Nilai $ Pesanan yang Belum Terpenuhi/ Penjualan Hilang
Nilai $ Pesanan yang Terlambat
Banyaknya Pesanan yang Belum Terpenuhi Banyaknya Pesanan yang Terlambat
Umur Pesanan yang Belum Terpenuhi
Frekuensi
Durasi
Umur Pesanan yang Terlambat
Frekuensi
Durasi
Dalam teknologi informasi dan terutama era internet, perluasan waktu tanggap
pesanan pelanggan mencakup waktu tanggap layanan on-line dari suatu situs web
dan juga waktu tanggap yang diperlukan untuk menyelesaikan pengiriman produk
atau jasa.
B) Metrik Aset
Aset utama yang terlibat dalam rantai pasok adalah persediaan sepanjang rantai.
Dua metrik yang umumnya dipakai untuk persediaan adalah:
1) Nilai Moneter ($, Yen, Euro, dan lain-lain)
2) Suplai Waktu atau Perputaran Persediaan.
Persediaan dapat diukur sebagai suplai waktu. Misalnya suplai 3-minggu dari
persediaan, atau sebagai perputaran persediaan, didefinisikan sebagai
Perputaran = Harga Pokok Penjualan (Cost of goods sold) dibagi Nilai Persediaan.
Ukuran Suplai Waktu atau Perputaran berhubungan dengan aliran persediaan,
Nilai Persediaan berhubungan dengan persediaan sebagai aset pada Neraca
Keuangan perusahaan. Perputaran persediaan dihitung dalam isolasi, oleh akuntan
70
dengan akses ke data finansial dan persediaan tetapi tanpa akses yang
berhubungan dengan data layanan pelanggan.
C) Metrik Kecepatan
Terdapat satu seri ukuran yang berhubungan dengan ketepatan waktu, kecepatan,
ketanggapan dan fleksibilitas
- Waktu Siklus (aliran) pada sebuah Noda
- Waktu Siklus Rantai Pasok
- Siklus Konversi Kas
- Fleksibilitas “Hulu”
Pengurangan Waktu Siklus yaitu pengurangan lead-time dan tingkat persediaan
barang dalam proses (WIP). Waktu Siklus Rantai Pasok – mengukur waktu total
yang diambil untuk memenuhi pesanan baru jika tingkat persediaan semua bagian
hulu dan persediaan dalam perusahaan adalah nol. Ini diukur dengan
menjumlahkan lead times terpanjang (bottleneck) pada setiap tahap dalam rantai
pasok. Siklus Konversi Kas (atau Waktu Siklus Kas-ke-Kas) berusaha untuk
mengukur waktu yang terlewat antara pembayaran kepada pemasok untuk
material dan dapat pembayaran oleh pelanggan. Ini diestimasi sebagai berikut,
dengan semua kuantitas diukur dalam hari suplai:
Siklus Konversi Kas = Persediaan + Accounts Receivable - Accounts Payable
Fleksibilitas Hulu menunjuk pada kebutuhan dalam industri teknologi tinggi,
bahwa suatu vendor supaya siap untuk menyediakan 25% material tambahan di
atas dan melampaui pesanan yang disepakati, agar pembeli terproteksi ketika
kebutuhan pembeli lebih tinggi dari yang diprakirakan.
Sistem pengukuran berdasarkan dimensi mencoba untuk mencakup dimensi yang
berbeda dari rantai pasok dan juga menyediakan ukuran detail untuk setiap
dimensi. Sistem mempunyai keterbatasan untuk menyediakan penyelarasan dari
dimensi yang berbeda dan untuk mengukur pengaruh dari imbalan pertukaran
(trade off) yang berbeda antara dimensi-dimensi.
71
II.4.7 Interface Based Measurement System
Kerangka kerja ini menyelaraskan kinerja pada setiap hubungan (pasangan
pemasok pelanggan) dalam rantai pasok. Kerangka kerja mulai hubungan pada
perusahaan yang menjadi fokus dan bergerak keluar suatu hubungan pada satu
waktu. Pendekatan hubungan-demi-hubungan menyediakan cara untuk
menyelaraskan kinerja dari titik asal ke titik konsumsi dengan tujuan menyeluruh
memaksimalkan nilai pemegang saham untuk rantai pasok dan juga untuk setiap
perusahaan (Pohlen dan Lambert, 2001 dalam Sushil dan Shankar, 2004).
Kerangka kerja ini terdiri atas tujuh langkah:
- Petakan rantai pasok dari titik asal ke titik konsumsi untuk mengidentifikasikan
di mana hubungan kunci berada.
- Gunakan proses-proses manajemen hubungan pelanggan dan manajemen
hubungan pemasok untuk menganalisis setiap hubungan (pasangan pelanggan
pemasok) dan tentukan di mana nilai tambahan dapat diciptakan untuk rantai
pasok.
- Kembangkan Laporan Laba dan Rugi pelanggan dan pemasok untuk menilai
pengaruh dari hubungan terhadap profitabilitas dan nilai pemegang saham dari
dua perusahaan.
- Selaraskan proses dan aktivitas rantai pasok untuk mencapai tujuan kinerja.
- Tetapkan ukuran kinerja non-finansial yang menyelaraskan perilaku individu
dengan tujuan proses rantai pasok dan sasaran finansial.
- Bandingkan nilai pemegang saham dan kapitalisasi pasar lintas perusahaan-
perusahaan dengan tujuan rantai pasok dan revisi proses dan ukuran kinerja
seperlunya.
- Replikasi langkah-langkah pada setiap hubungan dalam rantai pasok.
Sistem pengukuran berdasarkan hubungan (interface based measurement system)
melihat rantai pasok sebagai suatu seri hubungan-hubungan yang berbeda dan
untuk mengoptimasi rantai pasok total suatu pendekatan saling menguntungkan
diperlukan pada semua hubungan. Secara konseptual ini terlihat bagus tetapi
dalam keadaan bisnis nyata ini memerlukan keterbukaan dan berbagi informasi
72
secara total pada setiap hubungan dari rantai, yang kelihatannya sulit untuk
mengimplementasikannya.
II.4.8 Pengukuran Kinerja Rantai Pasok: Sumber Daya, Keluaran dan
Fleksibilitas
Selain tujuh sistem pengukuran kinerja tersebut di atas, Beamon (1999)
menyarankan sistem pengukuran kinerja rantai pasok yang mencakup pengukuran
sumber daya (resources), keluaran (output) dan fleksibilitas (flexibility).
Sistem pengukuran kinerja rantai pasok yang mempunyai ukuran kinerja tunggal
pada umumnya tidak cukup karena ini tidak inklusif, mengabaikan interaksi antara
karakteristik rantai pasok yang penting, mengabaikan aspek kritis dari tujuan
strategis organisasi. Tujuan strategis melibatkan elemen kunci yang mencakup
pengukuran sumber daya, keluaran dan fleksibilitas. Ukuran sumber daya (pada
umumnya biaya) dan ukuran keluaran (pada umumnya ketanggapan tehadap
pelanggan) telah banyak dipakai dalam model rantai pasok. Walaupun fleksibilitas
terbatas dalam aplikasinya pada rantai pasok, terdapat banyak keuntungan pada
rantai pasok yang fleksibel. Penggunaan sumber daya, keluaran dan fleksibilitas
yang diinginkan (sebaik apa sistem bereaksi terhadap ketidakpastian) telah
diidentifikasikan sebagai komponen vital untuk keberhasilan rantai pasok. Karena
itu, suatu sistem rantai pasok harus menekankan pada tiga jenis yang terpisah dari
ukuran kinerja: ukuran sumber daya (resources, R), ukuran keluaran (output, O),
dan ukuran fleksibilitas (flexiblity, F). Masing-masing dari ketiga jenis ukuran
kinerja mempunyai tujuan yang berbeda, sebagaimana diilustrasikan dalam Tabel
II.9.
73
Tabel II.9. Tujuan Jenis Ukuran Kinerja (Beamon, 1999)
Jenis Ukuran Kinerja Tujuan Maksud
Sumber daya (R) Efisiensi tingkat tinggi Manajemen sumber daya yang efisien adalah kritis untuk profitabilitas
Keluaran (O) Layanan pelanggan tingkat tinggi
Tanpa keluaran yang dapat diterima, pelanggan akan beralih ke rantai pasok lain
Fleksibilitas (F) Kemampuan untuk menanggapi perubahan lingkungan
Dalam lingkungan ketidakpastian, rantai pasok harus dapat menanggapi perubahan
Sistem pengukuran kinerja rantai pasok harus mengukur setiap jenis ukuran (R, O,
dan F), karena setiap jenis adalah vital untuk keberhasilan kinerja yang
menyeluruh dari rantai pasok. Masing-masing dari ketiga jenis ukuran mempunyai
karakteristik penting dan ukuran masing-masing mempengaruhi yang lainnya.
Inter-relasi antara ketiga jenis ukuran ini diilustrasikan pada Gambar II.11.
O F
R
Gambar II.11. Sistem Pengukuran Rantai Pasok (Beamon, 1999)
Karena itu, sistem pengukuran kinerja rantai pasok harus mempunyai satu ukuran
individual dari masing-masing ketiga jenis yang diidentifikasikan. Ukuran
individual yang dipilih dari ketiga jenis harus sesuai dengan tujuan strategis
74
organisasi. Sistem pengukuran ini kemudian dapat memungkinkan studi terhadap
interaksi antara ukuran-ukuran atau paling sedikit menjamin tingkat minimum dari
kinerja dalam area yang berbeda. Masing-masing jenis ukuran kinerja yaitu
sumber daya (resources), keluaran (output) dan fleksibilitas (flexibility), adalah
sebagai berikut.
Sumber Daya (Resources)
Berikut ini adalah contoh dari kinerja sumber daya rantai pasok:
(1) Biaya total: Biaya total dari sumber daya yang digunakan.
(2) Biaya distribusi: Biaya total dari distribusi, termasuk biaya transportasi dan
penanganan.
(3) Biaya manufaktur: Biaya manufaktur total, termasuk tenaga kerja,
pemeliharaan, dan biaya pengerjaan kembali.
(4) Persediaan: Biaya yang berhubungan dengan persediaan.
(5) Return on investment (ROI): Ukuran dari profitabilitas suatu organisasi. ROI
umumnya adalah rasio dari laba bersih terhadap aset total.
Keluaran (Output)
Berikut ini contoh dari ukuran kinerja keluaran rantai pasok:
(1) Penjualan: Pendapatan total.
(2) Laba: Pendapatan total dikurangi biaya.
(3) Kecepatan pemenuhan (Fill rate): Proporsi dari pesanan yang segera dipenuhi.
(4) Pengiriman tepat waktu: Mengukur kinerja pengiriman item, pesanan, atau
produk.
(5) Pesanan yang belum dipenuhi/persediaan habis (Backorder/stockout):
Mengukur kinerja pengiriman item, pesanan, atau produk yang tersedia.
(6) Waktu tanggap terhadap pelanggan: Waktu antara suatu pesanan dan
pengiriman produknya.
(7) Lead time manufaktur: Waktu total yang diperlukan untuk membuat item
tertentu.
(8) Kesalahan pengiriman: Jumlah pengiriman yang salah.
(9) Keluhan pelanggan: Jumlah keluhan pelanggan yang tercatat.
75
Fleksibilitas (Flexibility)
Fleksibilitas, yang jarang dipakai dalam analisis rantai pasok, dapat mengukur
kemampuan sistem untuk mengakomodasikan fluktuasi volume dan jadwal dari
pemasok, manufaktur, dan pelanggan. Fleksibilitas adalah vital untuk suksesnya
rantai pasok, karena rantai pasok berada dalam lingkungan ketidakpastian. Slack
(1991) dalam Beamon (1999) mengidentifikasikan dua jenis fleksibilitas:
fleksibilitas kisaran (range) dan fleksibilitas tanggapan (response). Fleksibilitas
kisaran didefinisikan sebagai sejauh mana operasi dapat diubah. Fleksibilitas
tanggapan didefinisikan sebagai kemudahan (dalam biaya, waktu, atau keduanya)
dengan mana operasi dapat diubah. Walaupun ada keterbatasan dalam fleksibilitas
kisaran dan tanggapan dari rantai pasok, rantai pasok dapat dirancang untuk cukup
mengadaptasi ketidakpastian lingkungan.
II.5 Perbandingan Sistem Pengukuran Kinerja Rantai Pasok
Menurut Sushil dan Shankar (2004), ketujuh sistem pengukuran kinerja yang
tersebut di atas dapat dibandingkan dengan menggunakan lima dimensi: (1)
Hirarki (Strategis, Taktis dan Operasional); (2) Hasil (Finansial dan Non-
Finansial); (3) Hubungan (Terintegrasi dan Terisolasi); (4) Faktor Penentu
(Kualitas, Fleksibilitas dan Waktu); dan (5) Stabilitas (Statis dan Dinamis).
Terlihat jelas dari penjelasan yang telah disampaikan bahwa Balanced Scorecard
Rantai Pasok mencakup semua parameter. Sistemnya mudah diimplementasikan
jika strategi perusahaan didefinisikan dengan baik.
Hierarchical Based Measurement System mencakup semua parameter tetapi pada
satu waktu itu mencoba untuk mencakup hanya satu perspektif, jadi suatu model
hybrid antara Balanced Scorecard dan hierarchical dapat menjadi suatu alternatif,
yaitu untuk setiap tingkat hirarki ditetapkan ukuran untuk setiap perspektif.
Perspective Based Measurement System juga melihat ukuran-ukuran dalam cara
terisolasi tetapi itu mencakup perspektif unik yang tidak tercakup dalam Balanced
76
Scorecard seperti dinamika sitem dan riset operasi yang memberikan banyak
bantuan dalam mengukur kemampuan dinamis dari rantai pasok.
Supply Chain Operations Reference (SCOR) mencakup semua indikator kinerja
yang diperlukan dalam sistem rantai pasok dan mencoba untuk mencakup rantai
pasok keseluruhan dalam perangkat standar dari proses-proses. Ini juga mencakup
dimensi-dimensi berbeda pada setiap tingkat dari rantai pasok. Aplikasi dari
model menjadi lebih mudah bila praktek Enterprise Resource Planning (ERP) dan
Business Process Reengineering (BPR) sedang dalam kemajuan dan perangkat
lunak besar pengumpul data telah terpasang. Untuk usaha kecil dan menengah
(small and medium enterprise) aplikasinya masih dipertanyakan karena biaya
ekstra untuk memelihara sistem yang sangat lengkap seperti itu.
Interface Based Measurement System tidak mencakup ukuran non-finansial dan
hubungan strategis ke hubungan-hubungan yang berbeda tidak dimungkinkan.
Sistem ini memberikan penekanan lebih pada penguatan hubungan internal dan
eksternal untuk memperbaiki rantai pasok keseluruhan.
II.6 Metode Analytic Hierarchy Process (AHP)
Analytic Hierarchy Process (AHP) pertama kali dikembangkan oleh Thomas L.
Saaty, seorang ahli matematika dari Universitas Pittsburg, Amerika Serikat pada
tahun 1970-an. AHP pada dasarnya didesain untuk menangkap secara rasional
persepsi orang yang berhubungan sangat erat dengan permasalahan tertentu
melalui prosedur yang didesain untuk sampai pada suatu skala preferensi diantara
berbagai alternatif. AHP juga banyak digunakan pada keputusan untuk banyak
kriteria, perencanaan, alokasi sumberdaya dan penentuan prioritas dari strategi-
strategi yang dimiliki pemain dalam situasi konflik (Saaty, 1994).
77
AHP merupakan analisis yang digunakan dalam pengambilan keputusan dengan
pendekatan sistem. Pada penyelesaian persoalan dengan AHP ada beberapa
prinsip dasar yang harus dipahami antara lain :
a. Dekomposisi, setelah mendefinisikan permasalahan atau persoalan yang akan
dipecahkan, maka dilakukan dekomposisi, yaitu : memecah persoalan yang utuh
menjadi unsur – unsurnya. Jika menginginkan hasil yang akurat, maka dilakukan
pemecahan unsur-unsur tersebut sampai tidak dapat dipecah lagi, sehingga
didapatkan beberapa tingkatan persoalan.
b. Comparative Judgement, yaitu membuat penilaian tentang kepentingan relatif
diantara dua elemen pada suatu tingkatan tertentu dalam kaitannya dengan
tingkatan diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena akan
berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen yang disajikan dalam bentuk
matriks Pairwise Comparison.
c. Synthesis of Priority, yaitu melakukan sintesis prioritas dari setiap matriks
pairwise comparison “vektor eigen” (ciri) – nya untuk mendapatkan prioritas
lokal. Matriks pairwise comparison terdapat pada setiap tingkat, oleh karena itu
untuk melakukan prioritas global harus dilakukan sintesis diantara prioritas lokal.
d. Logical Consistency, yang dapat memiliki dua makna, yaitu 1) obyek-obyek
yang serupa dapat dikelompokkan sesuai keseragaman dan relevansinya; dan 2)
tingkat hubungan antara obyek-obyek yang didasarkan pada kriteria tertentu.
Beberapa keuntungan menggunakan AHP sebagai alat analisis adalah (Saaty,
1994):
a. AHP memberi model tunggal yang mudah dimengerti dan luwes untuk beragam
persoalan yang tidak terstruktur.
b. AHP memadukan rancangan deduktif dan rancangan berdasarkan sistem dalam
memecahkan persoalan kompleks.
c. AHP dapat menangani saling ketergantungan elemen-elemen dalam satu sistem
dan tidak memaksakan pemikiran linier.
d. AHP mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk memilah-milah
elemen-elemen suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan
mengelompokkan unsur serupa dalam setiap tingkat.
78
e. AHP memberi suatu skala dalam mengukur hal-hal yang tidak terwujud untuk
mendapatkan prioritas.
f. AHP melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang
digunakan dalam menetapkan berbagai prioritas.
g. AHP menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap alternatif.
h. AHP mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari berbagai faktor sistem
dan memungkinkan orang memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan-tujuan
mereka.
i. AHP tidak memaksakan konsensus tetapi mensintesis suatu hasil yang
representatif dari penilaian yang berbeda-beda.
j. AHP memungkinkan orang memperhalus definisi mereka pada suatu persoalan
dan memperbaiki pertimbangan dan pengertian mereka melalui pengulangan.
Pendekatan AHP menggunakan skala perbandingan berpasangan menurut Saaty
(1994). Skala perbandingan berpasangan tersebut disajikan pada Tabel 1.
Tabel II.9. Skala Banding Secara Berpasangan (Saaty, 1994) Skala Absolut Tingkat
Kepentingan
Definisi Keterangan
1 Kedua elemen sama pentingnya Kedua elemen mempunyai kontribusi yang
sama terhadap sasaran/pilihan
3 Elemen yang satu sedikit lebih penting
dari yang lain
Elemen yang satu memiliki kontribusi yang
sedikit lebih penting daripada elemen yang lain
5 Elemen yang satu lebih penting dari
yang lain
Elemen yang satu memiliki kontribusi yang
lebih penting daripada elemen yang lain
7 Elemen yang satu sangat lebih penting
dari yang lain
Elemen yang satu memiliki kontribusi yang
sangat lebih penting daripada elemen yang lain
9 Elemen yang satu mutlak lebih penting
dari yang lain
Elemen yang satu memiliki kontribusi yang
mutlak lebih penting daripada elemen yang lain
2, 4, 6, 8 Nilai tengah antara 2 pertimbangan
yang berdekatan
Jika terdapat keraguan antara 2 penilaian yang
berdekatan
Kebalikan/reciprocal Jika elemen A memiliki salah satu nilai di atas pada saat dibandingkan dengan elemen B,
maka elemen B memiliki nilai kebalikan bila dibandingkan dengan elemen A.
79
Tahapan dalam melakukan analisis data AHP menurut Saaty (1994) dikemukakan
sebagai berikut:
1. Identifikasi sistem, yaitu untuk mengidentifikasi permasalahan dan
menentukan solusi yang diinginkan. Identifikasi sistem dilakukan dengan cara
mempelajari referensi dan berdiskusi dengan para pakar yang memahami
permasalahan, sehingga diperoleh konsep yang relevan dengan permasalahan
yang dihadapi.
2. Penyusunan struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan
dengan sub tujuan, kriteria dan kemungkinan alternatif-alternatif pada
tingkatan kriteria paling bawah.
3. Perbandingan berpasangan, menggambarkan pengaruh relatif setiap elemen
terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat diatasnya. Teknik
perbandingan berpasangan yang digunakan dalam AHP berdasarkan
judgement atau pendapat dari para responden yang dianggap sebagai key
person. Mereka dapat terdiri atas : 1) pengambil keputusan; 2) para pakar;
serta 3) orang yang terlibat dan memahami permasalahan yang dihadapi.
4. Matriks pendapat individu, formulasinya dapat disajikan sebagai berikut:
C1 C2 …… Cn
C1 1 a12 …… a1n
A = (aij) = C2 1/a12 1 …… a2n
…… . . …… .
Cn 1/a1n 1/a2n …… 1
Dalam hal ini C1, C2, ..... Cn adalah set elemen pada satu tingkat dalam hirarki.
Kuantifikasi pendapat dari hasil perbandingan berpasangan membentuk
matriks n x n. Nilai aij merupakan nilai matriks pendapat hasil perbandingan
yang mencerminkan nilai kepentingan Ci terhadap Cj. 5. Matriks pendapat gabungan, merupakan matriks baru yang elemen-elemennya
berasal dari rata-rata geometrik elemen matriks pendapat individu.
6. Penentuan prioritas pengaruh setiap elemen pada tingkat hirarki keputusan
tertentu terhadap sasaran utama.
80
7. Nilai pengukuran konsistensi yang diperlukan untuk menghitung konsistensi
jawaban responden.
8. Revisi pendapat, dapat dilakukan apabila nilai rasio inkonsistensi pendapat
cukup tinggi (> 0,1). Beberapa ahli berpendapat jika jumlah revisi terlalu
besar, sebaiknya responden tersebut dihilangkan. Jadi penggunaan revisi ini
sangat terbatas mengingat akan terjadinya penyimpangan dari jawaban yang
sebenarnya.