bab ii landasan teori - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab2/2011-2-00029 ak bab ii.pdf ·...

27
6 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pajak II.1.1 Definisi dan Klasifikasi Pajak Ada beberapa definisi yang dikemukakan oleh berbagai ahli dibidang perpajakan, antara lain : Menurut Mardiasmo (2006:1) mendefinisikan, “pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa imbalan (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”. Sedangkan menurut Prof. Dr. P. J. A. Andriani dalam waluyo (2009:2) mendefinisikan: “Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan”. Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri yang melekat pada definisi pajak, yaitu : 1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan.

Upload: vuongcong

Post on 15-Mar-2019

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00029 AK BAB II.pdf · 8 2. Menurut Sifat : Pembagian pajak menurut sifat dimaksud pembedaan dan pembagiannya

6

BAB II

LANDASAN TEORI 

 

II.1 Pajak

  II.1.1 Definisi dan Klasifikasi Pajak

Ada beberapa definisi yang dikemukakan oleh berbagai ahli dibidang

perpajakan, antara lain :

Menurut Mardiasmo (2006:1) mendefinisikan, “pajak adalah iuran rakyat

kepada kas negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada

mendapat jasa imbalan (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang

digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.

Sedangkan menurut Prof. Dr. P. J. A. Andriani dalam waluyo (2009:2)

mendefinisikan:

“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh

yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat

prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk

membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara yang

menyelenggarakan pemerintahan”.

Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri yang

melekat pada definisi pajak, yaitu :

1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya yang

sifatnya dapat dipaksakan.

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00029 AK BAB II.pdf · 8 2. Menurut Sifat : Pembagian pajak menurut sifat dimaksud pembedaan dan pembagiannya

7

2. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah

berdasarkan Undang-Undang serta aturan pelaksanaannya.

3. Pajak berfungsi sebagai sumber pembiayaan negara (budgeter) dan untuk tujuan

mengatur dan melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial ekonomi

(regulered).

4. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi individual

oleh pemerintah.

Sebagaimana telah diketahui ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak dari

berbagai definisi, terlihat adanya dua fungsi pajak yaitu Fungsi penerimaan (budgeter)

dan fungsi mengatur (regulerend).

Mengacu pada Waluyo (2009:12), Pajak di Indonesia dapat dikelompokan

menjadi beberapa kelompok menurut golongan, sifat, dan lembaga pemungutnya untuk

memudahkan pemahaman dan prakteknya dimasyarakat. Klasifikasi pajak adalah

sebagai berikut:

1. Menurut Golongan

a. Pajak Langsung adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan

pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung Wajib Pajak yang bersangkutan.

Contoh : Pajak Penghasilan.

b. Pajak Tidak langsung adalah pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan

kepada pihak lain.

Contoh : Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00029 AK BAB II.pdf · 8 2. Menurut Sifat : Pembagian pajak menurut sifat dimaksud pembedaan dan pembagiannya

8

2. Menurut Sifat :

Pembagian pajak menurut sifat dimaksud pembedaan dan pembagiannya

berdasarkan ciri-ciri prinsip :

a. Pajak Subjektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya

yang selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam arti memperhatikan keadaan

dari Wajib Pajak.

Contoh: Pajak Penghasilan (PPH).

b. Pajak Objektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada objeknya,

tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.

Contoh: PPN dan PPNBM.

3. Menurut Lembaga Pemungutnya

a. Pajak Pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan

untuk membiayai rumah tangga negara.

Contoh: PPH, PPN dan PPn BM serta Bea Materai.

b. Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan

untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak Daerah terdiri atas:

• Pajak Propinsi, contoh : Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan Bakar

Kendaraan Bermotor.

• Pajak Kabupaten/Kota, contoh : Pajak Hotel, Pajak Restoran

Contoh: pajak reklame dan pajak hiburan dan Pajak Hiburan.

 

 

 

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00029 AK BAB II.pdf · 8 2. Menurut Sifat : Pembagian pajak menurut sifat dimaksud pembedaan dan pembagiannya

9

II.1.2 Sistem Pemungutan Pajak

Dibawah ini akan dijelaskan tentang sistem pemungutan pajak yang berlaku di

Indonesia mengacu pada Waluyo (2009:17):

1. Official Assesment System

Adalah sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah

(fiskus) untuk memnetukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

Ciri-cirinya:

• Wewenang untuk men entukan besarnya pajak yang terutang ada pada

fiskus.

• Wajib Pajak bersifat pasif.

• Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.

2. Self Assesment System

Adalah system pemungutan pajak yang memberikan wewenang,

kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung,

memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang

terutang. Ciri-cirinya:

• Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib

Pajak sendiri.

• Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan

sendiri pajak yang terutang.

• Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

3. Witholding System

Adalah sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00029 AK BAB II.pdf · 8 2. Menurut Sifat : Pembagian pajak menurut sifat dimaksud pembedaan dan pembagiannya

10

ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk

memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

Ciri-cirinya: Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada

pada pihak ketiga, pihak lain selain fiskus dan Wajib Pajak.

II.2 Pajak Penghasilan

  II.2.1 Definisi Penghasilan dan Pajak Penghasilan

Berdasarkan Undang-undang Pajak Penghasilan No.17 Tahun 2000 Pasal (1)

memberikan definisi “Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek

pajak atas penghasilan yang diterimanya atau diperolehnya dalam tahun pajak”.

Sedangkan peraturan terbaru dalam Undang-Undang PPh No.36 tahun 2008

Pasal 4 ayat 1, “Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang

diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar

Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib

Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun”.

Gunadi (2003:3) mendefinisikan “Pajak Penghasilan (PPh) merupakan jenis

Pajak Subjektif yang kewajiban pajaknya melekat pada Subjek Pajak yang

bersangkutan, artinya kewajiban pajak tersebut dimaksudkan untuk tidak dilimpahkan

kepada Subjek Pajak lainnya”. Pajak Penghasilan ini dikenakan terhadap Subjek Pajak

atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun pajak. PPh adalah

salah satu penerimaan terbesar negara dari sektor perpajakan jika dibandingkan dengan

jenis-jenis pajak lainnya. PPh dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh Wajib

Pajak orang pribadi maupun badan. Pengertian PPh tidak lepas dari Penghasilan Kena

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00029 AK BAB II.pdf · 8 2. Menurut Sifat : Pembagian pajak menurut sifat dimaksud pembedaan dan pembagiannya

11

Pajak, yaitu Penghasilan (Bruto) setelah dikurangi dengan penghasilan yang tidak

dikenakan pajak, biaya-biaya untuk memperoleh, menagih, dan mempertahankannya

serta biaya pengurang lainnya yang ditentukan oleh undang-undang perpajakan.

Sedangkan peraturan terbaru dalam Undang-Undang PPh No. 36 tahun 2008

pasal (1) mendefinisikan, “Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap

subyek pajak atas penghasilan yang diterimanya atau diperolehnya dalam tahun pajak”.

Dari definisi tersebut maka ada tiga unsur pokok dalam pengenaan pajak penghasilan,

yaitu :

1. Subyek Pajak

2. Penghasilan

3. Tahun Pajak

II.2.2 Subjek dan Objek Pajak

Menurut Waluyo (2009:89), Subjek Pajak diartikan sebagai orang yang dituju

oleh Undang-Undang untuk dikenakan pajak. Pajak Penghasilan dikenakan terhadap

Subjek Pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam

Tahun Pajak. Berdasarkan pasal 2 ayat (1) No. 36 Tahun 2008, subjek pajak

dikelompokan sebagai berikut :

1. a. Subjek Pajak Orang pribadi

b. Subjek Pajak Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan

menggantikan yang berhak.

2. Subjek Pajak Badan

3. Subjek Pajak Bentuk Usaha Tetap

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00029 AK BAB II.pdf · 8 2. Menurut Sifat : Pembagian pajak menurut sifat dimaksud pembedaan dan pembagiannya

12

Berdasarkan lokasi geografis, Subjek Pajak dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri

Yang menjadi objek penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis

yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang dapat dipakai untuk konsumsi

atau menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan bentuk

apapun.

Menurut Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 yang termasuk

penghasilan sebagai Objek Pajak antara lain :

1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima

atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus,

gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali

ditentukan lain dalam Undang-undang ini;

2. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;

3. laba usaha;

4. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:

a. keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan

badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;

b. keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau

anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00029 AK BAB II.pdf · 8 2. Menurut Sifat : Pembagian pajak menurut sifat dimaksud pembedaan dan pembagiannya

13

c. keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,

pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan

dalam bentuk apa pun;

d. keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau

sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis

keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan,

badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang

menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut

dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan

dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-

pihak yang bersangkutan; dan

e. keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak

penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam

perusahaan pertambangan;

5. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya

dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;

6. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian

utang;

7. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari

perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha

koperasi;

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00029 AK BAB II.pdf · 8 2. Menurut Sifat : Pembagian pajak menurut sifat dimaksud pembedaan dan pembagiannya

14

8. royalti atau imbalan atas penggunaan hak;

9. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;

10. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;

11. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu

yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;

12. keuntungan selisih kurs mata uang asing;

13. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;

14. premi asuransi;

15. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri

dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;

16. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan

pajak;

17. penghasilan dari usaha berbasis syariah;

18. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur

mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan

19. surplus Bank Indonesia.

Sedangkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, Pasal 4 ayat

(3) yang dikecualikan dari objek pajak adalah:

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00029 AK BAB II.pdf · 8 2. Menurut Sifat : Pembagian pajak menurut sifat dimaksud pembedaan dan pembagiannya

15

1. a. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil

zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh

pemerintah dan para penerima zakat yang berhak.

b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan

lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badab pendidikan atau

badan sosial atau pengusaha kecil, termasuk koperasi yang ditetapkan oleh

Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,

kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.

2. Warisan.

3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti

saham atau penyertaan modal.

4. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang

diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari wajib

pajak atau pemerintah.

5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan

asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan

asuransi beasiswa.

6. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas

sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau

badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang

didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:

a. Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan.

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00029 AK BAB II.pdf · 8 2. Menurut Sifat : Pembagian pajak menurut sifat dimaksud pembedaan dan pembagiannya

16

b. Bagi perseroan terbatas, badan usaha mili negara dan badan usaha milik

daerah yang menerima dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen)

dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif diluar

kepemilikan saham tersebut.

7. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiiun yang pendiriannya telah

disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja

maupun pegawai.

8. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana

dimaksud pada angka 7, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan oleh

Menteri Keuangan.

9. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer

yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perumpulan,

firma, dan kongsi.

10. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selama 5

(lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberiaan izin usaha.

11. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa

bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha

atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:

a. Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan

kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan

Peraturan Menteri Keuangan; dan

b. Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00029 AK BAB II.pdf · 8 2. Menurut Sifat : Pembagian pajak menurut sifat dimaksud pembedaan dan pembagiannya

17

12. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih

lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

13. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang

bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan

pengembangan, yang telah terdaftar pada intasnsi yang membidanginya, yang

ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan

dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama

4(empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur

lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan

14. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial kepada wajib pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut

dengan atau berdasarkan peraturan dan keuangan.

II.2.3 Biaya Fiskal dan Non Fiskal

Menurut UU Pajak Penghasilan, biaya-biaya dapat digolongkan menjadi dua,

yaitu biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto (biaya fiskal/ deductable

expense) dengan biaya yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto (biaya

non-fiskal/ non-deductable expense).

Dalam Pasal 6 Ayat (1) Undang-undang PPh, biaya-biaya yang diperkenankan

menjadi pengurang dari penghasilan bruto (deductible expense) dalam menghitung

besarnya Penghasilan Kena Pajak (PKP) bagi Wajib Pajak Badan adalah pengeluaran

yang berhubungan langsung dengan usaha perusahaan untuk mendapatkan, menagih

dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak yang pembebanannya dapat

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00029 AK BAB II.pdf · 8 2. Menurut Sifat : Pembagian pajak menurut sifat dimaksud pembedaan dan pembagiannya

18

dilakukan dalam tahun pengeluaran atau selama masa manfaat dari pengeluaran

tersebut, termasuk:

1. Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha,

antara lain:

a. Biaya pembelian bahan.

b. Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium,

bonus, gratifikasi dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang.

c. Bunga, sewa, royalti.

d. Biaya perjalanan.

e. Biaya pengolahan limbah.

f. Premi asuransi.

g. Biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan

Menteri Keuangan.

h. Biaya administrasi.

i. Pajak kecuali Pajak Penghasilan.

2. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi

atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai

masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun.

3. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri

Keuangan.

4. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan

dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih dan

memelihara penghasilan.

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00029 AK BAB II.pdf · 8 2. Menurut Sifat : Pembagian pajak menurut sifat dimaksud pembedaan dan pembagiannya

19

5. Kerugian dari selisih kurs mata uang asing.

6. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia.

7. Biaya beasiswa, magang dan pelatihan.

8. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat :

a. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial.

b. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih

kepada Direktorat Jenderal Pajak.

c. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau

instansi pemerintah yang menangani piutang negara atau adanya perjanjian

tertulis mengenai penghapusan piutang atau pembebasan utang antara kreditur

dengan debitur yang bersangkutan atau telah dipublikasikan dalam penerbitan

umum atau khusus atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah

dihapuskan untuk jumlah utang tertentu.

d. Syarat sebagaimana dimaksud pada huruf c tidak berlaku untuk penghapusan

piutang tidak tertagih debitur kecil.

9. Sumbangan dalam rangka penaggulangan bencana nasionalyang ketentuannya

diatur dengan Peraturan Pemerintah.

10. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di

Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

11. Biaya pembagunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan

Pemerintah.

12. Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan

Pemerintah.

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00029 AK BAB II.pdf · 8 2. Menurut Sifat : Pembagian pajak menurut sifat dimaksud pembedaan dan pembagiannya

20

13. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan

Peraturan Pemerintah.

14. Kompensasi kerugian yang dapat dikompensasikan dengan penghasilan mlai tahun

pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun.

15. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) bagi Wajib Pajak Dalam Negeri Orang

Pribadi.

Sedangkan biaya-biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto

menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan Pasal 9 ayat (1) sebagai berikut :

1. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk

dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan

pembagian sisa hasil usaha koperasi.

2. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang

saham, sekutu atau anggota.

3. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali

a. Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang

menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan

konsumen, dan perusahaan anjak piutang.

b. Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang

dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

c. Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan.

d. Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan.

e. Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan.

f. Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00029 AK BAB II.pdf · 8 2. Menurut Sifat : Pembagian pajak menurut sifat dimaksud pembedaan dan pembagiannya

21

industri untuk usaha pengolahan limbah industri.

4. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna

dan asuransi beasiswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak Orang Pribadi, kecuali jika

dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi

Wajib Pajak yang bersangkutan. Premi asuransi tersebut yang dibayar oleh Wajib

Pajak Orang Pribadi tidak boleh dibebankan sebagai biaya karena pada saat Orang

Pribadi tersebut menerima penggantian atau santunan asuransi, penerimaan

tersebut bukan merupakan objek pajak.

5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan

dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyelenggaraan penyediaan

makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan

dalam bentuk natura atau kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan

dengan pelaksanaan pekerjaan, yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri

Keuangan.

6. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau

kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan

dengan pekerjaan yang dilakukan.

7. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, kecuali zakat atas penghasilan

yang nyata-nyata dibayarkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi pemeluk agama

Islam dan atau Wajib Pajak Badan Dalam Negeri yang dimiliki oleh pemeluk

agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau

disahkan oleh Pemerintah.

8. Pajak penghasilan.

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00029 AK BAB II.pdf · 8 2. Menurut Sifat : Pembagian pajak menurut sifat dimaksud pembedaan dan pembagiannya

22

9. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak

atau orang yang menjadi tanggungannya.

10. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma atau perseroan

komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham. Anggota badan-badan

tersebut diperlakukan sebagai satu kesatuan sehingga tidak ada imbalan sebagai

gaji.

11. Sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan serta sanksi pidana berupa

denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang

perpajakan.

 

II.3 Penghasilan Kena Pajak

Penghasilan Kena Pajak merupakan dasar perhitungan untuk menentukan

besarnya pajak penghasilan yang terutang. Tarif pajak adalah tarif untuk menghitung

besarnya pajak yang harus dibayar. ketentuan tentang tarif pajak adalah ketentuan

tentang cara menghitung besarnya pajak yang terutang. Tarif pajak penghasilan

biasanya merupakan persentase untuk diterapkan atas penghasilan netto untuk

menghitung besarnya pajak penghasilan yang harus dibayar oleh Wajib Pajak.

Berdasarkan ketentuan Pasal 17 ayat (1) tahun 2000 Undang-Undang Pajak

Penghasilan, besarnya tarif Pajak Penghasilan yang diterapkan atas Penghasilan Kena

Pajak bagi Wajib Pajak Dalam Negeri dan Wajib Pajak Luar Negeri yang menjalankan

usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia melalui suatu Bentuk Usaha Tetap di

Indonesia, sebagai berikut:

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00029 AK BAB II.pdf · 8 2. Menurut Sifat : Pembagian pajak menurut sifat dimaksud pembedaan dan pembagiannya

23

Tabel II.1

Tarif Pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

sampai dengan Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) 10%

di atas Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai

Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah)

15%

di atas Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah) 30%

Sedangkan Besarnya Tarif Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan baru

Undang-Undang PPh No.36 Tahun 2008 Pasal 17 atas Penghasilan kena pajak bagi

wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebagai berikut:

Tabel II.2

Tarif Pajak Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap

Berlaku Tarif Tunggal

(Single Tax)

Tahun Pajak Tarif Pajak

2009 28 %

2010 dan seterusnya 25 %

Dalam penggunaan tarif PPh badan pasal 17 Undang-Undang PPh No.36 Tahun

2008 berlaku mekanisme yang diatur dalam pasal 31 huruf (e) sebagai berikut:

1. Jika Penghasilan Bruto (PB) lebih dari Rp. 50 Milyar, maka Penghasilan

Kena Pajaknya (PKP) langsung dikalikan dengan tarif 28 % atau 25 %

pada tahun 2010.

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00029 AK BAB II.pdf · 8 2. Menurut Sifat : Pembagian pajak menurut sifat dimaksud pembedaan dan pembagiannya

24

2. Jika Penghasilan Bruto (PB) berkisar antara Rp. 0 s.d Rp. 50 Milyar, maka:

a. Jika PB kurang dari Rp. 4,8 Milyar, maka PKP pendapat pengurangan

50 %, jadi tarif yang dikenakan adalah sebesar 14 %.

b. Jika PB lebih dari Rp. 4,8 Milyar tetapi tidak melebihi Rp. 50 Milyar,

maka yang mendapat pengurangan 50 % hanya bagian PB s.d Rp. 4,8

Milyar.

II.4 Manajemen Pajak

  II.4.1 Definisi Manajemen Pajak

Pemerintah saat ini melakukan upaya dalam bidang perpajakan. Oleh karena

itu, pengusaha harus menanggapinya dengan berbagai cara, yaitu dengan menempuh

manajemen pajak. Pajak bagi perusahaan merupakan “biaya”. Artinya sekecil apapun

pajak yang harus dibayar oleh perusahaan, tetap saja akan mengurangi laba yang

diterima oleh perusahaan. Jika pengelolaan pajak tidak dilakukan dengan baik

kemungkinan di kemudian hari perusahaan akan menimbulkan masalah.

Upaya dalam melakukan penghematan pajak secara legal dapat dilakukan

melalui manajemen pajak. Namun perlu diingat bahwa legalitas manajemen pajak

tergantung dari instrumen yang dipakai. Legalitas baru dapat diketahui secara pasti

setelah ada putusan pengadilan.

Menurut Erly Suandy (2008:6), Manajemen Pajak adalah sarana untuk

memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar tetapi jumlah pajak yang dibayar dapat

ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan.

Sedangkan tujuan Manajemen Pajak adalah untuk memperoleh likuiditas dan dana

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00029 AK BAB II.pdf · 8 2. Menurut Sifat : Pembagian pajak menurut sifat dimaksud pembedaan dan pembagiannya

25

yang cukup. manajemen pajak sebagai memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar,

tetapi jumlah pajak yang ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan

likuiditas yang diharapkan. Dengan demikian, di kemudian hari tidak terjadi restitusi

pajak atau kurang bayar yang mengakibatkan denda dan sebagainya.

II.5 Perencanaan Pajak

  II.5.1 Definisi dan Manfaat Perencanaan Pajak.

Perencanaan pajak merupakan langkah awal dalam manajemen pajak. strategi

penghematan pajak disusun pada saat perencanaan, dapat juga diartikan sebagai upaya

membayar pajak sebatas hanya diwajibkan sehingga dapat ditarik kesimpulan, bahwa

perencanaan pajak adalah proses mengorganisasi usaha Wajib Pajak atau kelompok

Wajib Pajak sedemikian rupa sehingga hutang pajaknya baik pajak penghasilan

maupun pajak-pajak lainnya, berada dalam posisi yang minimal.

Menurut Zain dalam buku Manajemen Perpajakan (2003: 43),

“Perencanaan pajak (tax planning) adalah proses mengorganisasi usaha wajib pajak

atau kelompok wajib pajak sedemikian rupa sehingga utang pajaknya, baik pajak

penghasilan maupun pajak-pajak lainnya, berada dalam posisi paling minimal,

sepanjang hal ini dimungkinkan baik oleh ketentuan peraturan peundang-undangan

perpajakan maupun secara komersial”.

Dari definisi tersebut dapat dilihat bahwa perencanaan pajak melalui

penghindaran pajak merupakan satu-satunya cara legal yang dapat ditempuh oleh wajib

pajak dalam rangka mengefisiensikan pembayaran pajaknya. ide dasarnya adalah usaha

pengaturan terlebih dahulu semua aktivitas perusahaan guna menghindarkan dampak

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00029 AK BAB II.pdf · 8 2. Menurut Sifat : Pembagian pajak menurut sifat dimaksud pembedaan dan pembagiannya

26

perpajakan sebanyak mungkin. Dalam hal ini tentunya sangat tergantung kepada para

manajer, sampai sejauh mana manajer tersebut mewaspadai secara konstan altenatif-

altenatif penghematan pajak pada setiap tindakan yang akan diambilnya.

Dapat disimpulkan bahwa suatu perencanaan pajak yang efektif tidak hanya

tergantung kepada seorang ahli pajak profesional, tetapi sangat tergantung kepada

kesadaran dan keterlibatan para pengambil keputusan akan adanya dampak pajak yang

melekat pada setiap aktivitas perusahaannya.

Manfaat Perencanaan Pajak dan untuk menghemat pajak dapat dilakukan dengan

prinsip-prinsip sebagai berikut :

1. Penghematan kas keluar yaitu perencanaan pajak dapat menghemat pajak yang

merupakan biaya bagi perusahaan.

2. Mengatur aliran kas (cash flow) yaitu perencanaan pajak dapat mengestimasi

kebutuhan kas untuk pajak dan menentukan saat pembayaran sehingga

perusahaan dapat menyusun anggaran kas secara lebih akurat. Sedangkan untuk

menghemat pajak dapat dilakukan dengan menggunakan prinsip-prinsip sebagai

berikut :

a. Memanfaatkan secara optimal ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku

b. Mengambil keuntungan dari pemilihan bentuk-bentuk usaha yang tepat.

c. Mendirikan perusahaan dalam satu jalur usaha sehingga dapat diatur

secara keseluruhan penggunaan tarif pajak dan potensi penghasilan.

d. Menyebar penghasilan ke beberapa tahun untuk menghindari pengenaan tarif

pajak tertinggi.

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00029 AK BAB II.pdf · 8 2. Menurut Sifat : Pembagian pajak menurut sifat dimaksud pembedaan dan pembagiannya

27

II.5.2 Motivasi Perencanaan Pajak

Mengacu pada Erly Suandy (2008:10), motivasi dilakukannya perencanaan pajak

pada umumnya bersumber dari tiga unsur perpajakan, yaitu:

1. Kebijakan Perpajakan (Tax Policy), merupakan alternatif dari berbagai sasaran

yang menjadi tujuan dalam sistem perpajakan. Faktor-faktor yang mendorong

dilakukannya suatu perencanaan pajak, antara lain :

a. Jenis Pajak yang akan dipungut.

b. Subjek Pajak.

c. Objek Pajak.

d. Besarnya Tarif Pajak.

e. Prosedur pembayaran pajak.

2. Undang-undang Perpajakan (Tax Law). Tidak ada undang-undang yang mengatur

setiap permasalahan secara sempurna. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya

selalu diikuti oleh ketentuan-ketentuan lain, seperti Peraturan Pemerintah,

Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Keuangan, dan Keputusan Direktur

Jenderal Pajak. Sering terjadi pertentangan antara ketentuan pelaksanaan tersebut

dengan undang-undang itu sendiri karena adanya penyesuaian dengan kepentingan

pembuat kebijakan dalam mencapai tujuan lain yang ingin dicapainya. Akibatnya

terbuka celah (loopholes) bagi Wajib Pajak untuk menganalisis dengan cermat

kesempatan tersebut untuk melakukan perencanaan pajak yang baik.

3. Administrasi Perpajakan (Tax Administration). Indonesia sebagai negara yang

sedang membangun masih mengalami kesulitan dalam melaksanakan administrasi

perpajakannya secara memadai. Hal ini mendorong perusahaan untuk

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00029 AK BAB II.pdf · 8 2. Menurut Sifat : Pembagian pajak menurut sifat dimaksud pembedaan dan pembagiannya

28

melaksanakan perencanaan dengan baik untuk menghindari sanksi administrasi

maupun pidana yang diakibatkan karena adanya perbedaan penafsiran antara

aparat fiskus dengan perusahaan selaku Wajib Pajak karena luasnya peraturan

perpajakan yang berlaku dan sistem informasi yang belum efektif.

II.5.3 Tahapan dalam Perencanaan Pajak

Dalam membuat suatu perencanaan pajak, harus memperhatikan faktor-faktor

yang mempengaruhi perencanaan tersebut secara komprehensif. Mengacu pada Erly

Suandy (2008:13), perencanaan pajak dapat berjalan sesuai tujuannya, maka rencana

itu seharusnya dilakukan melalui berbagai urutan tahap-tahap berikut ini:

1. Menganalisis informasi (Basis Data) yang ada

Tahap pertama dari proses pembuatan perencanaan pajak adalah menganalisis

komponen yang berbeda atas pajak yang terlibat dalam suatu proyek dan

menghitung dengan tepat beban pajak yang harus ditanggung. Untuk itu, seorang

perencanaan pajak harus memperhatikan faktor-faktor internal maupun eksternal,

yaitu:

a. Fakta yang relevan

Dalam arus globalisasi dan tingkat persaingan yang semakin ketat, seorang

perencana pajak dalam melakukan perencanaan pajak harus benar-benar

menguasai situasi yang dihadapinya, baik dari segi internal maupun eksternal

serta mengikuti perubahan-perubahan yang terjadi agar perencanaan pajak

dapat dilakukan secara tepat dan menyeluruh terhadap situasi dan transaksi-

transaksi yang berdampak dalam perpajakan.

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00029 AK BAB II.pdf · 8 2. Menurut Sifat : Pembagian pajak menurut sifat dimaksud pembedaan dan pembagiannya

29

b. Faktor-faktor Pajak

Dalam menganalisis setiap permasalahan yang dihadapi dalam penyusunan

perencanaan pajak tidak terlepas dari dua hal utama yang berkaitan dengan:

· Sistem perpajakan nasional yang dianut oleh suatu negara.

· Sikap fiskus dalam menafsirkan peraturan perpajakan.

c. Faktor Non Pajak

Beberapa faktor non pajak yang relevan untuk diperhatikan dalam penyusunan

suatu perencanaan pajak antara lain:

· masalah badan hukum.

· masalah mata uang dan nilai tukar.

· masalah pengawasan devisa.

· masalah program insentif investasi.

· masalah faktor nonpajak lainnya, seperti hukum, ekonomi, politik dan

lainnya.

2. Membuat satu model atau lebih rencana besarnya pajak

3. Mengevaluasi atas perencanaan pajak

4. Mencari kelemahan dan kemudian memperbaiki kembali rencana pajak

5. Memutakhirkan Rencana Pajak

Walaupun suatu rencana pajak telah dilaksanakan dan proyek juga telah berjalan,

namun tetap perlu diperhitungkan setiap perubahan yang terjadi baik dari undang-

undang maupun pelaksanaannya. Pemutakhiran dari suatu rencana pajak adalah

konsekuensi yang perlu dilakukan atas perkembangan yang akan datang maupun

situasi saat ini, dimana seorang perencana pajak mampu mengurangi resiko atas

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00029 AK BAB II.pdf · 8 2. Menurut Sifat : Pembagian pajak menurut sifat dimaksud pembedaan dan pembagiannya

30

perubahan dan mampu mengambil kesempatan untuk memperoleh manfaat yang

potensial.

II.5.4 Strategi Umum Perencanaan Pajak

Pengelola kewajiban pajak tersebut sering diasosiasikan dengan suatu elemen

dalam manajemen suatu perusahaan yang disebut dengan manajemen pajak. Menurut

Sophar Lumbantoruan (1996:5) menyebutkan manajemen pajak sebagai suatu strategi

penghematan pajak sebagai berikut:

a. Tax saving

Tax saving merupakan upaya efisiensi beban pajak melalui pemilihan

alternatif pengenaan pajak dengan tarif yang lebih rendah.

b. Tax avoidance

Tax avoidance merupakan upaya efisiensi beban pajak dengan

menghindari pengenaan pajak melalui transaksi yang bukan merupakan

objek pajak

c. Menghindari pelanggaran atas peraturan perpajakan

Dengan menguasai peraturan pajak yang berlaku, perusahaan dapat

menghindari timbulnya sanksi perpajakan berupa:

• Sanksi administrasi: denda, bunga, atau kenaikan;

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00029 AK BAB II.pdf · 8 2. Menurut Sifat : Pembagian pajak menurut sifat dimaksud pembedaan dan pembagiannya

31

d. Menunda pembayaran kewajiban pajak

Menunda pembayaran kewajiban pajak tanpa melanggar peraturan yang

berlaku dapat dilakukan melalui penundaan pembayaran PPN. Penundaan

ini dilakukan dengan menunda penerbitan faktur pajak keluaran hingga

batas waktu yang diperkenankan, khususnya untuk penjualan kredit.

Dalam hal ini, penjual dapat menerbitkan faktur pajak pada akhir bulan

berikutnya setelah bulan penyerahan barang.

e. Mengoptimalkan kredit pajak yang diperkenankan

Wajib Pajak sering kurang memperoleh informasi mengenai pembayaran

pajak yang dapat dikreditkan yang merupakan pajak dibayar dimuka.

Dalam kredit pajak PPN (Pajak Masukan), Pengusaha Kena Pajak dapat

menggunakan dokumen lain yang fungsinya sama dengan faktur pajak

standar, seperti SPPB atau Surat Perintah Pengiriman Barang (delivery

order) yang dikeluarkan oleh Bulog untuk penyaluran tepung terigu,

PNBP (Faktur Nota Bon Penyerahan) yang dikeluarkan oleh Pertamina

untuk penyerahan BBM dan/atau bukan BBM, dan tanda pembayaran

atau kwitansi telepon.

II.6 Laporan Keuangan Komersial Vs Laporan Keuangan Fiskal

Agar hasil suatu usaha dapat diketahui dalam setiap kurun waktu (periode

akuntansi) tertentu perusahaan perlu menyusun laporan keuangan. Penyusunan laporan

keuangan adalah tahap akhir dalam akuntansi. Laporan keuangan harus memenuhi

Page 27: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00029 AK BAB II.pdf · 8 2. Menurut Sifat : Pembagian pajak menurut sifat dimaksud pembedaan dan pembagiannya

32

beberapa syarat yaitu relevan, dapat dimengerti, dapat diuji, dapat dibandingkan, dapat

dipercaya, lengkap, penyampaian tepat waktu, akurat, dan objektif.

Laporan keuangan komersial adalah laporan keuangan yang disusun sesuai

dengan Standar Akuntansi Keuangan yang meliputi Laporan Laba Rugi, Laporan

Perubahan Ekuitas, Neraca, dan Laporan Arus Kas. Sedangkan laporan keuangan fiskal

adalah laporan keuangan yang disusun sesuai peraturan perpajakan dan digunakan

untuk keperluan penghitungan pajak. Undang-undang pajak tidak mengatur secara

khusus bentuk dari laporan keuangan, hanya memberikan pembatasan untuk hal-hal

tertentu baik dalam penghasilan maupun biaya.

Akibat dari perbedaan pengakuan ini menyebabkan laba akuntansi dan laba fiskal

dapat berbeda. Secara umum laporan keuangan disusun berdasarkan standar akuntansi

keuangan, kecuali diatur secara khusus dalam undang-undang. Perusahaan dapat

menyusun laporan keuangan akuntansi (komersial) dan laporan keuangan fiskal secara

terpisah, atau melakukan koreksi fiskal terhadap laporan keuangan akuntansi

(komersial). Laporan keuangan komersial yang direkonsiliasi dengan koreksi fiskal

akan menghasilkan laporan keuangan fiskal.