bab ii landasan teori a. tinjauan pustaka 1. · lapangan bulutangkis (wikipedia) peraturan...

31
5 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Permainan Bulutangkis a. Karakteristik Permainan Bulutangkis Bulutangkis sudah dikenal sejak abad 12 di England. Juga ada bukti bahwa pada abad ke 17 di Polandia permainan ini dikenal dengan nama Battledore dan Shuttlecock”. Disebut Battledose karena pemukulan dengan pemukul kayu yang dikenali dengan nama Bat atau “Batedor”. Bulutangkis sudah dimainkan di Eropa antara abad ke 11 dan ke 14. “Cara permainannya adalah pemain diharuskan untuk menjaga bola agar tetap dapat dimainkan selama mungkin” (Poole James, 2005:2). Battledore dan Shuttlecock dimainkan di ruangan besar yang disebut dengan Badminton House di Gloucestershire, England selama tahun 1860-an. Nama Badminton diambil dari nama kota Badminton tempat kediamkan Duke of Beaufort. Nama “bulutangkis menggantikan Battledore dan Shuttlecock untuk Indonesia karena bola yang dipukul dibuat dari rangkaian bulu itik berwarna putih dan cara memukulnya dengan ditangkis atau dikembalikan” (Poole James, 2005:2). Dewasa ini, permainan bulutangkis didukung oleh Federasi Bulutangkis Internasional (IBF). “Sembilan negara anggota mendirikan IBF Pada tahun 1993 telah berkembang dengan negara anggota sebanyak 120 negara yang tersebar luas” (Poole James, 2005:2). Kejuaraan yang didukung oleh IBF adalah kejuaraan dunia bulutangkis beregu putra untuk Thomas Cup, kejuaraan dunia beregu putri untuk Uber Cup, kejuaraan dunia perorangan kejuaraan dunia ganda campuran untuk Sudirman Cup, dan Grand Prix. Lapangan yang dibagi dua dengan membentangkan net di tengahnya. Permainan bulutangkis menggunakan raket sebagai pemukul bola, dan bola dibuat dari rangkaian bulu beratnya antara 73 sampai 85 gram. Cara bermain bulutangkis adalah melewatkan shutlecock di atas net agar dapat jatuh menyentuh lantai

Upload: phamxuyen

Post on 29-Apr-2019

253 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

5

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Permainan Bulutangkis

a. Karakteristik Permainan Bulutangkis

Bulutangkis sudah dikenal sejak abad 12 di England. Juga ada bukti

bahwa pada abad ke 17 di Polandia permainan ini dikenal dengan nama

“Battledore dan Shuttlecock”. Disebut Battledose karena pemukulan dengan

pemukul kayu yang dikenali dengan nama Bat atau “Batedor”. Bulutangkis sudah

dimainkan di Eropa antara abad ke 11 dan ke 14. “Cara permainannya adalah

pemain diharuskan untuk menjaga bola agar tetap dapat dimainkan selama

mungkin” (Poole James, 2005:2).

Battledore dan Shuttlecock dimainkan di ruangan besar yang disebut

dengan Badminton House di Gloucestershire, England selama tahun 1860-an.

Nama Badminton diambil dari nama kota Badminton tempat kediamkan Duke of

Beaufort. Nama “bulutangkis menggantikan Battledore dan Shuttlecock untuk

Indonesia karena bola yang dipukul dibuat dari rangkaian bulu itik berwarna putih

dan cara memukulnya dengan ditangkis atau dikembalikan” (Poole James,

2005:2).

Dewasa ini, permainan bulutangkis didukung oleh Federasi Bulutangkis

Internasional (IBF). “Sembilan negara anggota mendirikan IBF Pada tahun 1993

telah berkembang dengan negara anggota sebanyak 120 negara yang tersebar

luas” (Poole James, 2005:2). Kejuaraan yang didukung oleh IBF adalah kejuaraan

dunia bulutangkis beregu putra untuk Thomas Cup, kejuaraan dunia beregu putri

untuk Uber Cup, kejuaraan dunia perorangan kejuaraan dunia ganda campuran

untuk Sudirman Cup, dan Grand Prix.

Lapangan yang dibagi dua dengan membentangkan net di tengahnya.

Permainan bulutangkis menggunakan raket sebagai pemukul bola, dan bola dibuat

dari rangkaian bulu beratnya antara 73 sampai 85 gram. Cara bermain bulutangkis

adalah melewatkan shutlecock di atas net agar dapat jatuh menyentuh lantai

6

lapangan lawan dan untuk mencegah usaha yang sama dari lawan. Perlengkapan

permainan bulutangkis adalah:

1) Lapangan yang rata dengan ukuran panjang 13,40 meter atau 44 feet dan lebar

6,10 meter atau 20 feet (Tohar, 1992:27). Net atau jaring direntangkan di

tengah - tengah lapangan sebagai batas pembagi dua lapangan. Tinggi net

yang ada di tengah 1,524 meter atau 5 feet. Tinggi net dekat tiang net atau di

pinggir 1,55 meter atau 5 feet, 1 inchi” (Poole James, 2005:10).

2) Raket: “Raket dipergunakan sebagai pemukul bola. Panjang raket sekitar 26

inchi beratnya antara 3¾ sampai 5½ ons” (Poole James, 2005:7).

3) Shuttlecock: “shuttlecock adalah bola yang dipergunakan dalam permainan.

Dibuat dari rangkaian bulu beratnya antara 73 sampai 85 grain. Pada

umumnya berat shuttlecock yang digunakan adalah 76 grain (1 grain = 0,0648

gram)” (Poole James, 2005:8).

Gambar 2.1. Lapangan Bulutangkis (Wikipedia)

Peraturan permainannya pertama kali ditegaskan pada tahun 1877,

Diperbaharui tahun 1887, dan diperbaharui lagi tahun 1890. Tahun 1901 bentuk

dan ukuran lapangan seperti yang berlaku sekarang sudah mulai dipakai.

7

Kejuaraan All England pertama kali diadakan pada tahun 1897.

Keberhasilan penyelenggaraan kejuaraaan ini merupakan perangsang bagi

tersebarnya permainan bulutangkis seluruh dunia. Persatuan Bulutangkis Irlandia

didirikan tahun 1889 dan mengadakan kejuaraan yang pertama tahun 1902, dan

tahun 1903 mengadakan pertandingan internasional yang pertama antara Inggris

dan Irlandia. Di Skotlandia olahraga bulutangkis pertama kali dimainkan di

Aberdeen tahun 1907 dan tahun 1911 dibentuk persatuan olahraga bulutangkis di

Skotlandia. “The Badminton Gazette merupakan jurnal resmi dari perkumpulan

bulutangkis Inggris, diterbitkan pertama kali tahun 1907” (Poole James, 2005:3).

Gambar 2.2. Raket

(Tony Grice, 2002:10)

Turnamen-turnamen pertama ini sangat berperan untuk memperkenalkan

olahraga ini ke negara-negara lain. Tahun 1925 dan 1930 sebuah tim dari Inggris

mengadakan tour perkenalan ke Kanada, dan dengan demikian mereka

8

menyebarkan bibit bulutangkis di Amerika Serikat dan Kanada. Perkumpulan

Bulutangkis Kanada didirikan pertama kali tahun 1931 dan perkumpulan

Bulutangkis Amerika Serikat didirikan pada tahun 1936. IBF atau International

Badminton Federation didirikan tahun 1934 dan diusulkan agar membantu

digalakannya permainan bulutangkis sebagai permainan internasional.

Untuk itu “Sir George Thomas, serorang pemain Inggris dan pemegang

administrasi perkumpulan bulutangkis Inggris yang berpengaruh menyumbangkan

piala yang kemudian di sebut sebagai Thomas Cup untuk diperebutkan anggota

anggota IBF” (Poole James, 2005:4).

Perkembangan permainan ini terhenti pada perang dunia II (1939-1945)

dan pada tahun 1948 pertandingan pertama untuk memperebutkan Thomas Cup

dimulai diikuti oleh 10 negara. Indonesia berhasil merebut piala Thomas ini

pertyama kali tahun 1958, dipertahankan tahun 1961 dan tahun-tahun berikutnya

Indonesia menjadi raja pada perebutan piala Thomas ini sampai “China bisa

mematahkan supremasi Indonesia atas piala Thomas pada tahun 1980an” (Poole

James, 2005:5).

Tahun 1950 Mrs. H.S. Uber yang disebut sebagai pemain ganda terbaik

dunia merasa sudah saatnya pemain puteri ikut ambil bagian dalam pertandingan

internasional. Ia menyumbangkan sebuah piala yanag akan diperebutkan oleh

pemain puteri untuk tingkat dunia. “Dan pada tahun 1957 untuk pertama kalinya

piala tersebut diperebutkan oleh para pemain puteri dan terkenal dengan nama

Piala Uber, diperebutkan untuk 3 tahun sekali” (Poole James, 2005:5).

Pemain-pemain top dunia kebanyakan dari dunia timur. “Negara-negara

Thailand, Malaysia, dan Indonesia merupakan negara-negara raksasa di cabang

bulutangkis pada era 20 sebelum dominasi negara-negara tersebut dipatahkan oleh

negara-negara Asia timur seperti China dan Korea.” (Poole James, 2005:5).

Bulutangkis merupakan salah satu jenis olahraga yang termasuk dalam

kategori permainan. Bulutangkis sering pula dikenal dengan nama badminton.

Permainan bulutangkis dilakukan dengan menggunakan alat khusus, yaitu net,

raket dan shuttlecock. Shuttlecock yang digunakan dalam pertandingan resmi

9

harus terbuat dari bulu angsa yang berwarna putih. Lapangan permainan

berbentuk segi empat dan dibatasi oleh net untuk memisahkan antara daerah

permainan sendiri dan daerah permainan lawan. Tujuan permainan bulutangkis

adalah berusaha untuk menjatuhkan shuttlecock di daerah permainan lawan dan

berusaha agar lawan tidak dapat memukul shuttelcock dan menjatuhkannya di

daerah permainan sendiri.

Permainan bulutangkis merupakan permainan yang bersifat individual

yang dapat dilakukan dengan cara satu orang melawan satu orang atau dua orang

melawan dua orang. Dalam pelaksanaan permainan bulutangkis dibutuhkan

keterampilan gerak yang baik. Permainan bulutangkis dilakukan dengan gerakan

memukul menggunakan raket, gerakan berdiri, melangkah, berlari, gerakan

menggeser, gerakan meloncat, gerakan badan ke berbagai arah dari posisi diam

dan lainn sebagainya. Dari semua gerakan itu terangkai dalam satu pola gerak

yang menghasilkan suatu kesatuan gerak pemain bulutangkis untuk

menyelesaikan tugas. Menurut Herman Subardjah (1999/2000: 14) bahwa,

”Dilihat dari rumpun gerak dan jenis keterampilan bulutangkis seluruh gerakan

yang ada dalam bulutangkis bersumber pada tiga keterampilan dasar yaitu

lokomotor, non lokomotor dan manipulatif”.

Gerak lokomotor ditandai dengan pergerakan seluruh tubuh dan anggota

badan, dalam proses perpindahan tempat atau titik berat badan dari satu bidang

tumpu ke bidang tumpu lainnya. Gerakan lokomotor dalam permainan

bulutangkis seperti gerakan langkah pengambilan bola atau penempatan posisi

bola tertentu, gerakan melompat saat memukul bola tinggi.

Gerakan non lokomotor adalah gerakan yang dilakukan di tempat, dan

hal ini merupakan sikap dasar dalam permainan bulutangkis. Sikap dasar ini

berupa kuda-kuda yaitu kedua kaki sedikit dibengkokkan, namun kedua kaki

dibuka dengan jarak yang enak. Maksudnya gerakan tetap labil, meskipun pada

saat memukul sangat dianjurkan agar pemain benar-benar bertumpu pada bidang

tumpu. Permainan di depan net tampak nyata memerlukan akurasi yang didukung

oleh sikap dasar yang baik karena ada kaitannya dengan posisi permukaan raket

yang diupayakan segera menyambut shuttlecock sebelum jatuh ke lantai.

10

Gerakan manipulatif dapat dilaksanakan apabila seorang pemain mampu

menggunakan anggota badannya dengan koordinasi yang baik. Gerakan

manipulatif berupa gerakan memukul dengan menggunakan raket merupakan

keterampilan yang dominan dalam permainan bulutangkis. Antisipasi dan

koordinasi merupakan landasan kemampuan yang sangat penting dalam

permainan bulutangkis.

Karakteristik permainan bulutangkis ini sangat penting untuk dipahami

dan dimengerti oleh pembina maupun pelatih. Hal ini karena tugas pembina atau

pelatih adalah merencanakan tugas-tugas ajar (tugas latihan) dengan

memperhatikan struktur gerak dan jenis keterampilan dasar. Tata urut tugas gerak

perlu diperhatikan, karena makin kuat dasar kemampuan gerak (ability) seseorang,

maka ia akan terampil untuk melaksanakan tugas-tugas gerak dalam suatu cabang

olahraga termasuk permainan bulutangkis.

b. Teknik Dasar Permainan Blutangkis

Menurut Sudjarwo (1995: 40) menyatakan bahwa:

Teknik merupakan rangkuman metode yang dipergunakan dalam

melakukan gerakan suatu cabang olahraga”. Teknik juga merupakan

suatu proses gerakan dan pembuktian dalam praktek dengan sebaik

mungkin untuk menyelesaikan tugas yang pasti dalam suatu cabang

olahraga. Pengusaaan teknik dasar dalam permainan bulutangkis

merupakan salah satu unsur yang turut menentukan menang atau

kalahnya suatu regu di dalam suatu pertandingan disamping unsur-unsur

kondisi fisik, taktik dan mental.

Dalam permainan bulutangkis teknik dasar harus dipelajari lebih dahulu

guna mengembangkan mutu permainan bulutangkis dimainkan oleh dua regu

ataupun ada juga perorangan. Mengingat permainan bulutangkis ada yang beregu,

maka kerjasama antar pemain mutlak diperlukan sifat toleransi antar kawan serta

saling percaya dan saling mengisi kekurangan dalam regu.

Atlet, untuk dapat berprestasi semaksimal mungkin, maka suatu tim

harus menguasai teknik dasar pemain bulutangkis supaya strategi yang diterapkan

11

oleh pelatih akan berjalan disekitar pertandingan. Salah satu teknik yang harus

dikuasai adalah teknik pukulan dalam olahraga bulutangkis yang harus dikuasai

oleh para pemain antara lain :

1). Teknik Memegang Raket

Menurut Tohar ( 1992: 34 ) menyatakan, “Di dalam permainan

bulutangkis ada beberapa macam cara memegang raket, ialah :

(a) Pegangan geblok kasur atau pegangan Amerika.

Cara memegang raket : letakkan raket di lantai secara mendatar, kemudian

ambillah dan peganglah sehingga bagian tangan antara ibu jari dan jari

telunjuk menempel pada bagian permukaan yang lebar.

Gambar 2.3 : Pegangan Geblok Kasur (Tohar, 1992: 34)

(b) Pegangan Kampak atau pegangan Inggris.

Cara memegang raket miring di atas lantai, kemudian raket letakan

diangkat pegangannya, sehingga bagian tangan antara ibu jari dan jari

telunjuk menempel pada bagian permukaan pegangan raket yang kecil atau

sempit.

Gambar 2.4 : Pegangan Inggris atau Kampak (Tohar, 1992: 36)

12

(c) Pegangan gabungan atau pegangan berjabat tangan.

Pegangan jenis ini juga disebut Shakehand grip atau pegangan berjabat

tangan. Caranya adalah memegang raket seperti orang yang berjabat

tangan. Caranya hampir sama dengan pegangan Inggris, tetapi setelah

raket dimiringkan tangkai dipegang dengan cara ibu jari melekat pada

bagian dalam yang kecil sedang jari-jari lain melekat pada bagian dalam

yang lebar.

Gambar 2.5 : Pegangan Jabat Tangan (Tohar, 1992: 37)

(d) Pegangan Backhand.

Cara memegang raket, letakkan raket miring di atas lantai kemudian ambil

dan peganglah pada pegangannya. Letak ibu jari menempel pada bagian

pegangan raket yang lebar, jari telunjuk letaknya berada di bawah

pegangan pada bagian yang kecil. Kemudian raket diputar sedikit ke kanan

sehingga letak raket bagian belakang menghadap ke depan

Gambar 2.6 : Pegangan Backhand (Tohar, 1992: 38)

2) Kerja Kaki (Footwork)

Kerja kaki memiliki peranan yang sangat penting dalam permainan

bulutangkis. James Poole (2005: 51) menyatakan, ”tujuan dari footwork yang baik

adalah supaya pemain dapat bergerak seefisien mungkin ke segala bagian dari

13

lapangan”. Menurut Herman Subardjah (1999/2000: 27) “footwork adalah

gerakan-gerakan langkah kaki yang mengatur badan untuk menempatkan posisi

badan sedemikian rupa sehingga memudahkan dalam melakukan gerakan

memukul shuttlecock sesuai dengan posisinya”. Untuk memperoleh footwork

yang baik ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Menurut Saiful Aristanto

(1992: 26) menyatakan bahwa hal-hal yang harus diperhatikan dalam teknik

melangkah (footwork) dalam permainan bulutangkis yaitu “(1) Menentukan saat

yang tepat untuk bergerak mengejar bola dan menentukan saat-saat yang tepat

kapan harus berbuat dan memukul bola dengan tenang, (2) Tetap memiliki

keseimbangan badan pada saat melakukan pukulan”.

Prinsip dasar footwork bagi pemain yang menggunakan pegangan kanan

(right hended) adalah kaki kanan selalu berada di ujung/akhir atau setiap

melakukan langkah selalu diakhiri dengan kaki kanan. Sebagai contoh, jika

hendak memukul shuttlecock yang berada di lapangan bagian depan atau samping

badan, kaki kanan selalu berada di depan. Demikian pula jika hendak memukul

shuttlecock di belakang, posisi kaki kanan berada di belakang.

3) Teknik Memukul Bola

Memukul bola (shuttlecock) merupakan ciri dalam permainan

bulutangkis. Prinsip teknik memukul bola dalam permainan bulutagnkis adalah

untuk menyeberangkan bola ke daerah permainan lawan. Tohar (1992: 67)

menyatakan, ”teknik pukulan adalah cara-cara melakukan pukulan pada

permainan bulutangkis dengan tujuan menerbangkan shuttlecock ke bidang

lapangan lawan”.

Dapat dikatakan bahwa seorang pebulutangkis yang terampil apabila

memiliki keterampilan melakukan pukulan yang baik. Hal yang mendasar dan

harus dikuasai agar terampil melakukan pukulan dalam permainan bulutangkis

adalah menguasai teknik memukul yang benar dan didukung kemampuan kondisi

fisik yang baik.

Menurut Tohar (1992: 67) jenis-jenis pukulan yang harus dikuasai oleh

pemain bulutangkis antara lain “ Pukulan service, Pukulan lob, Pukulan dropshot,

Pukulan smash, Pukulan drive, Pengembalian servis”. Pendapat lain dikemukakan

14

Icuk Sugiarto (1993: 39) bahwa, ”macam-macam pukulan dalam permainan

bulutangkis terutama adalah service, lob, smash, dropshot, drive dan netting”.

Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa teknik pukulan

yang harus dikuasai dalam permainan bulutangkis meliputi service, lob, drive,

dropshot, smash, netting dan pengembalian servis. Jenis-jenis pukulan dapat

dilakukan dengan forehand maupun backhand, kecuali pukulan servis tinggi yang

sulit dilakukan dengan pukulan backhand.

a) Pukulan Lob (Clear)

Pukuan clear biasanya dilakukan dengan tinggi dan panjang. Gunanya

untuk mendapatkan waktu untuk kembali ke posisi bagian tengah lapangan.

Pukulan ini merupakan strategi yang digunakan khususnya untuk pemain tunggal.

Pukulan clear yang bersifat bertahan merupakan pengembalian yang tinggi yang

hampir sama dengan pukulan lob dalam tenis. Clear dapat dilakukan dengan

pukulan overhand atau underhand, baik dari sisi forehand ataupun backhand

untuk memaksa lawan bergerak mundur ke arah sisi belakang lapangannya.

Kegunaan utama dari pukulan clear adalah untuk membuat bola menjauh

dari lawan dan membuatnya bergerak dengan cepat. Dengan mengarahkan bola ke

belakang lawan atau dengan membuat dia bergerak lebih cepat dari yang dia

inginkan, akan membuat dia kekurangan waktu dan membuatnya cepat lelah. Jika

melakukan clear dengan benar maka lawan harus bergegas melakukan pukulan

balasan dengan akurat dan efektif. Pukulan clear yang bersifat menyerang

merupakan clear yang cepat dan mendatar, yang berguna untuk menempatkan

bola ke belakang lawan dan menyebabkan lawan melakukan pengembalian yang

lemah. Tony Grice (2002: 41) menyatakan bahwa, “Pukulan clear yang bersifat

bertahan memiliki lintasan yang tinggi dan panjang” .

b) Pukulan Drive

Drive adalah pukulan datar yang mengarahkan bola dengan lintasan

horisontal melintasi net. Baik drive forehand ataupun backhand mengarahkan

bola dengan ketinggian yang cukup untuk melakukan clear pada bola dengan jalur

yang datar atau sedikit menurun. Gerakan memukul hampir bersama dengan

gerakan memukul dari samping dan biasanya dilakukan dari bagian samping

15

lapangan. Pukulan drive memberi kesempatan untuk melatih foot work karena

pukulan ini biasanya dilakukan pada ketinggian antara bahu dan lutut kesebelah

arah kiri atau kanan lapangan. Dengan demikian Tony Grice (2002: 97)

mengemukakan, “pukulan ini menekankan pada pencapaian bola dengan menyeret

atau menggelincirkan kaki pada posisi memukul”

Drive adalah pukulan pengembalian yang aman akan memaksa lawan

mengembalikan bola tinggi. Tony Grice (2002: 97) berpendapat bahwa, “Jika

pukulan kurang keras, pengembalian bola lebih mirip dengan pukulan push

(mendorong bola) atau drive dari bagian tengah lapangan” Sasaran utama drive

adalah untuk mengarahkan bola melintasi net dengan cepat. Tony Grice (2002:

97) menyatakan, “Arah bola harus dijauhkan dari lawan agar lawan terpaksa

bergerak lebih cepat, dengan hanya mempunyai sedikit waktu dan pengembalian

kerah atas”.

c) Pukulan Drop (Dropshot)

Pukulan drop shot adalah pukulan rendah dan pelan, tepat di atas net

sehingga bola langsung jatuh ke lantai. Bola dipukul di depan tubuh dengan jarak

lebih jauh dari pukulan clear overhead, dan permukaan raket dimiringkan untuk

mengarahkan lebih ke bawah. Larinya bola lebih seperti diblok atau ditahan dari

pada dipukul. Ciri yang paling penting dari pukulan drop overhead yang baik

adalah gerakan tipuan. Jika gerakan dapat menipu lawan pukulan mungkin tidak

dikembalikan sama sekali. Tony Grice (2002: 74) mengemukakan bahwa ciri

yang paling merugikan dari “pukulan drop adalah bolanya lambat sehingga

memberikan banyak waktu pada lawan”. Nilai dari pukulan drop adalah terletak

pada kombinasi pukulan ini dengan clear untuk membuat lawan sibuk dan

memaksanya untuk mempertahankan seluruh lapangan. Tony Grice (2002:71)

menyebutkan bahwa untuk menjadikan pukulan ini efektif “pukulan drop haruslah

akurat agar lawan terpaksa menutupi bagian lapangannya seluas mungkin”.

d) Pukulan Smash

Pukulan Smash adalah pukulan yang cepat, diarahkan ke bawah dengan

kuat dan tajam untuk mengembalikan bola pendek yang dipukul ke atas. Pukulan

smash hanya dapat dilakukan dari posisi overhead. Bola dipukul dengan kuat

16

tetapi harus diatur tempo dan keseimbanganya sebelum mencoba mempercepat

kecepatan smash. Ciri yang paling penting dari pukulan smash overhead yang

baik selain kecepatan adalah sudut raket yang mengarah ke bawah. Bola dipukul

di depan tubuh lebih jauh dari pukulan clear atau drop. Permukaan raket

diarahkan untuk mengarahkan bola lebih ke bawah. Tony Grice (2002 : 85)

mengemukakan, “Jika smash dilakukan cukup tajam, pukulan tersebut mungkin

tidak dapat dikembalikan”. Arti penting dari pukulan smash adalah pukulan ini

hanya memberikan sedikit waktu pada lawan untuk bersiap-siap atau

mengembalikan setiap bola pendek yang telah mereka pukul ke atas. Pukulan

smash digunakan secara ekstensif dalam partai ganda. Tony Grice (2002: 85)

menyatakan bahwa, “Semakin tajam sudut yang dibuat semakin sedikit waktu

yang dimiliki lawan untuk bereaksi. Selain itu semakin akurat pukulan smash,

semakin luas lapangan yang harus ditutupi lawan”.

e) Pukulan Netting

Pukulan netting atau jaring adalah salah satu jenis pukulan yang cukup

sulit dalam permainan bulutangkis, karena permainan netting ini banyak

memerlukan kecermatan yang penuh perasaan atau feeling. Faktor tenaga dalam

permainan nettting hampir tidak diperlukan sama sekali. Pukulan dilakukan

dengan tenang dan pasti. Dalam permainan net, bola harus diambil sewaktu bola

masih di atas. Apabila bola diambil setelah berada di bawah, tempo permainan

akan menjadi lambat dan hal ini memberi kesempatan lawan lebih siap untuk

maju. Bola harus serendah mungkin dengan bibir jaring, hal ini mempertinggi

target kesulitan lawan memukul kembali bola, terutama untuk menerobosnya.

Icuk Sugiarto (2002: 68) menyatakan “Tujuan penempatan bolayang jatuh dekat

net adalah agar lawan kesulitan untuk mengembalikan bola, karena jatuhnya bola

dekat dengan net, maka pengembalian bola lawan kemungkinan tanggung”.

2. Hakikat Latihan

a. Pengertian Latihan

Pengertian latihan menurut Sudjarwo (1992: 11):

17

Latihan adalah suatu proses yang sistematis secara berulang–ulang secara ajeg

dengan selalu memberikan peningkatan beban latihan”. Suharno HP. (1993: 7)

mengemukakan “Latihan adalah suatu proses mempersiapkan organisme atlet

secara sistematis untuk mencapai mutu prestasi maksimal dengan memberi

beban-beban fisik dan mental yang teratur, terarah, meningkat dan berulang-

ulang waktunya.

Berdasarkan pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa, latihan

secara sistematis maksudnya berencana, menurut jadwal, menurut pola dan sistem

tertentu , metodis, dari yang mudah ke yang lebih sukar, latihan teratur, dari yang

sederhana ke yang lebih kompleks. Latihan berulang – ulang adalah setiap elemen

teknik haruslah diulang sesering mungkin, maksudnya adalah agar gerakan yang

semula sukar dilakukan menjadi semakin mudah dan otomatis pelaksanaannya

sehingga semakin menghemat energi. Kian hari kian ditambah bebannya, segera

setelah tiba saatnya beban latihan harus ditambah. Kalau beban tidak pernah

ditambah prestasi atau kemampuan juga tidak akan meningkat. Latihan harus

direncanakan dengan baik, hal ini meliputi program latihan, sasaran yang hendak

dikembangkan yang pada akhirnya akan terjadi peningkatan kemampuan dan

prestasi yang lebih baik.

Salah satu tujuan dari latihan adalah pencapaian prestasi yang setinggi

mungkin. Upaya mencapai prestasi olahraga banyak faktor yang

mempengaruhinya. Salah satu faktor yang memberikan sumbangan bagi

pencapaian prestasi dalam olahraga dan masalah pembinaan olahraga yang

kompleks ialah penerapan metode latihan yang ilmiah.

Metode latihan merupakan suatu cara yang digunakan oleh pelatih dalam

menyajikan materi latihan, agar tujuan latihan dapat tercapai. Berkaitan dengan

metode latihan. Metode latihan merupakan cara yang digunakan seorang pembina

atau pelatih berfungsi sebagai alat yang bertujuan untuk meningkatkan

kemampuan atau keterampilan bagi atlet yang dilatih. Dalam hal ini seorang

pelatih harus menerapkan metode latihan yang efektif. Efektivitas latihan

merupakan jalan keberhasilan dalam proses pembiasaan atau sosialisasi siswa atau

18

atlet dan pengembangan sikap serta pengetahuan yang mendukung pencapaian

keterampilan yang lebih baik dalam kerangka program pembinaan.

b. Latihan Teknik

Setiap cabang olahraga selalu berisikan teknik-teknik dari cabang

olahraga yang bersangkutan. Untuk menguasai teknik dengan baik, diperlukan

latihan teknik yang sistematis dan kontinyu. Berikut ini disajikan pengertian-

pengertian latihan teknik yang disajikan oleh beberapa ahli, sebagai berikut :

1) Menurut Sudjarwo (1995: 41) “latihan teknik bertujuan untuk pengembangan

dan pembentukan sikap dan gerak melalui pengembangan motorik dan system

persarafan menuju gerakan otomatis”.

2) Yusuf Hadisasmita dan Aip Syarifuddin (1996: 127) “latihan teknik adalah

latihan yang khusus dimaksudkan untuk membentuk dan mengembangkan

kebiasaan-kebiasaan motorik dan neuromuskular”.

Berdasarkan pengertian latihan teknik di atas dapat diambil kesimpulan

bahwa latihan teknik merupakan latihan yang bertujuan untuk mengembangkan

dan menyempurnakan teknik-teknik gerakan pada cabang olahraga. Suatu teknik

dalam cabang olahraga dapat dikuasai dengan baik apabila dilakukan secara

sistematis dan kontinyu dengan berpedoman pada prinsip-prinsip latihan yang

tepat.

c. Prinsip-Prinsip Latihan

Latihan merupakan suatu proses yang dilakukan secara berulang-ulang

dengan meningkatkan beban latihan secara periodik. Dalam pemberian beban

latihan harus memahami prinsip-prinsip latihan yang sesuai dengan tujuan latihan.

Sedangkan tujuan penerapan prinsip latihan menurut Sudjarwo (1995: 21) yaitu:

“agar pemberian dosis latihan dapat dilaksanakan secara tepat dan tidak merusak

atlet”.

Adapun prinsip-prinsip latihan yang harus diperhatikan dalam latihan

menurut Bompa (1999: 27-52) meliputi:

1) Prinsip aktif dan bersungguh-sungguh dalam berlatih

2) Prinsip perkembangan menyeluruh

3) Prinsip spesialisasi

19

4) Prinsip individual

5) Prinsip latihan bervariasi

6) Prinsip modeling adalah proses pelatihan

7) Prinsip beban meningkat

Prinsip latihan merupakan dasar yang harus digunakan sebagai pedoman

dalam pelaksanaan latihan. Penerapan prinsip-prinsip latihan yang benar akan

lebih memperbesar kemungkinan dalam pencapaian tujuan yang diinginkan.

Disini peneliti melatih teknik sehingga faktor fisik pada prinsip latihan tidak

dilatih.

a) Prinsip Aktif dan Bersungguh-Sungguh dalam Berlatih

Didalam pelatihan perlu timbal balik informasi yang diberikan kepada

siswa. Dengan partisipasi aktif dan bersungguh-sungguh maka pelatih akan

mudah dalam pemberian materi. Menurut Bompa (1990: 29) bahwa

”Keikutsertaan aktif dan teliti didalam pelatihan akan dimaksimalkan pelatih pada

waktu tertentu secara konsisten”. Dengan keikutsertaan atlet maka materi yang

diajarkan akan cepat ditangkap oleh siswa. Mendiskusikan kemajuan atlet perlu

diketahui, atlet perlu menghubungkan informasi sasaran menerima dari pelatih

dengan penilaian tentang pencapaiannya, apa yang ia harus tingkatkan dan

bagaimana ia boleh meningkatkan hasilnya.

b) Prinsip Perkembangan Menyeluruh

Didalam pelatihan kita dapat mengamati atlet-atlet muda yang sangat

cepat, dari sinilah kita dapat mengembangkan suatu program latihan khusus.

Pengembangan persiapan phisik terutama adalah suatu kebutuhan dasar.

Pendekatan seperti itu ke pelatihan adalah suatu prasyarat untuk mengkhususkan

sesuatu dibidang olahraga. Program latihan menurut Bompa (1999: 30)

menjelaskan bahwa:

Program pelatihan, pertunjukan secara multilateral pengembangan.

Ketika pengembangan ini menjangkau suatu tingkatan dapat diterima

oleh atlet, terutama pengembangan phisik, dari sinilah atlet masuk tahap

pengembangan hal ini dapat didorong atlet yakni dalam pelatihan untuk

capaian tinggi.

20

Berdasarkan pengertian program latihan diatas dapat disimpulkan latihan

yang menunjukan pengembangan atau peningkatan terutama fisik dapat dilakukan

atlit dengan pelatihan pelatihan sesuai progam untuk capaian yang tinggi

c) Prinsip Spesialisasi

Pada dasarnya pengaruh yang ditimbulkan akibat latihan itu bersifat

khusus, sesuai dengan karakteristik gerakan keterampilan, unsur kondisi fisik dan

sistem energi yang digunakan selama latihan. Menurut Soekarman (1986 :60) “

latihan itu harus khusus untuk meningkatkan kekuatan atau sistem energi yang

digunakan dalam cabang olahraga yang bersangkutan”. Pendapat lain

dikemukakan Bompa dalam Andi Suhendro (1993: 3.13) menyatakan:

Spesialisasi latihan olaharaga dianjurkan sebagai aktivitas-aktivitas

motorik khusus. Ada dua hal yang harus diperhatikan dalam spesialisasi

yaitu: (1) melakukan latihan khusus sesuai dengan karakteristik cabang

olahraga. Misalnya pemain bola melakukan latihan secara khusus

terhadap kemampuan dribble, shooting, dan (2) melakukan latihan

mengembangkan kemampuan motorik yang dibutuhkan oleh cabang

olahraga yang menjadi spesialisasinya. Misalnya latihan-latihan fisik

khusus sesuai dengan cabang olahraga yang ditekuni.

Berdasarkan prinsip spesialisasi latihan dapat disimpulkan bahwa,

program latihan yang dilaksanakan harus bersifat khusus, disesuiakan dengan

tujuan yang akan dicapai. Bentuk latihan yang dilakukan harus memiliki cirri-ciri

tertentu sesuai dengan cabang olahraga yang akan dikembangkan, baik pola gerak,

jenis kontraksi otot maupun kelompok otot yang dilatih harus disesuaikan dengan

jenis olahraga yang dikembangkan.

d) Prinsip individual

Manfaat latihan akan lebih berarti, jika didalam pelaksanaan latihan

didasarkan pada karakteristik atau kondisi atlet yang dilatih. Perbedaan antara

atlet satu dengan yang lainnya tentunya tingkat kemampuan dasar serta

prestasinya juga berbeda. Oleh karena perbedaan individu harus diperhatikan

dalam pelaksanaan latihan. Menurut Andi Suhendro (1999: 3.15) menyatakan:

“Prinsip individual merupakan salah astu syarat dalam melakukan

olahraga kontemporer. Prinsip ini harus diterapkan kepada setiap atlet,

sekalipun atlet tersebut memiliki prestasi yang sama. Konsep latihan ini

21

harus disusun dengan kekhususan yang dimiliki setiap individu agar

tujuan latihan dapat tercapai”.

Berdasarkan pendapat tentang prinsip individual dapat disimpulkan

bahwa latihan yang ditetapkan harus bersifat individual. Manfaat latihan akan

lebih berarti jika program latihan yang diterapkan direncanakan dan dilaksanakan

berdasarkan karakteristik dan kondisi atlet.

e) Prinsip Latihan Bervariasi

Prestasi yang tinggi dalam olahraga dapat dicapai melalui proses waktu

latihan yang cukup lama. Latihan yang memakan waktu cukup lama tentu akan

menimbulkan rasa jenuh atau bosan bagi atlet. Untuk menghindari hal tersebut,

maka pelatih harus dapat merancang program latihan secara bervariasi, dengan

tujuan atlet tetap senang dalam mengikuti latihan. Konsep ini harus dipegang

teguh oleh seorang pelatih, agar atlet selama mengikuti latihan merasa senang dan

dapat berkonsentrasi mengikuti latihan.

f) Prinsip Modeling (Proses Pelatihan)

Model pelatihan, walaupun tidak selalu diorganisir dengan baik dan

sering juga memanfaatkan suatu pendekatan acak telah ada sejak tahun 1960.

Didalam istilah umum suatu model adalah suatu tiruan, suatu simulasi suatu

kenyataan dibuat dari unsur-unsur spesifik yang mana peristiwa itu orang

mengamati atau menyelidiki. Menurut Bompa (1999:40) menyatakan bahwa

”Model pelatihan adalah usaha pelatih untuk mengarahkan dan mengorganisir

pelajaran pelatihannya sedemikian sehingga sasaran hasil, isi dan metode adalah

serupa bagi mereka pada suatu kompetisi”.

Pelatih mengenal pokok-pokok kompetisi suatu hal yang diperlukan

prasyarat dengan sukses memperagakan proses pelatihan. Pokok-pokoknya

menyangkut struktur seperti volume, intensitas, kompleksitas, jumlah periode atau

game, dan semacamnya harus secara penuh dipahami. Persamaan dengan

perbandingan kontribusi menyangkut sistem anaerobic dan aerobic untuk suatu

olahraga menjadi arti penting modal untuk pemahaman aspek atau kebutuhan

harus ditekankan didalam pelatihan.

22

Berikut ini adalah langkah kesimpulan ketika pelatih berdasarkan pada

pengamatan memutuskan unsur-unsur tentang pelatihan harus ditahan, apakah

sedang berkurang. Didalam langkah-langkah berikutnya pelatih memperkenalkan

(1) unsur-unsur kwalitatif yang mengacu pada intensitas pelatihan, teknis,

rencana, dan aspects, (2) psikologis komponen kwalitatif, mengenai volume

pelatihan, jangka waktu dan jumlah pengulangan yang diperlukan otomatis unsur

kwalitatif yang baru berdasarkan pada penambahan. Selanjutnya pelatih merinci

dan mencoba untuk menyempurnakan kedua-duanya dengan model kwantitatif

kwalitatif.

g) Prinsip Beban Berlebih

Prinsip beban berlebih yaitu peningkatan didalam proses latihan, dalam

pelatihan memerlukan waktu lama dan adaptasi. Atlet bereaksi menurut anatomi,

secara fisiologis, dan secara psikologis jenis program yang ditingkatkan didalam

pelatihan, untuk meningkatkan reaksi dan fungsi sistem nerves, neuromuscular,

koordinasi dan kapasitas tubuh dan psikologis untuk mengatasi tekanan dari beban

latihan yang diberikan, atlet memerlukan waktu dan kepemimpinan pelatih yang

berkompeten (Bompa, 1999: 44) menyatakan bahwa:

Prinsip dari berangsur-angsur beban meningkat adalah untuk pelatihan

atlet dalam perencanaan, dari suatu siklus program latihan, dan semua

atlet perlu mengikuti dengan mengabaikan tingkatan capaian mereka.

Peningkatan menilai capaian tergantung secara langsung pada tingkat dan

cara dimana atlit meningkatkan beban pelatihan tersebut.

Berdasarkan pengertian prinsip dari berangsur – angsur beban meningkat

dapat disimpulkan latihan atlet dalam mengikuti perencanaan progam latihan akan

mengalami peningkatan menilai capaian masing – masing tolok ukur individu

akan tetapi tergantung pada tingkat dan cara atlit meningkatkan beban latihan.

d. Komponen-Komponen Latihan

Setiap kegiatan olahraga yang dilakukan seorang atlet, akan mengarah

kepada sejumlah perubahan yang bersifat anatomis, fisiologis, biokimia dan

kejiwaan. Efisiensi dari suatu kegiatan merupakan akibat dari waktu yang dipakai,

jarak yang ditempuh dan jumlah pengulangan (volume), beban dan kecepatannya

intensitas, serta frekuensi penampilan (densitas). Apabila seorang pelatih

23

merencanakan suatu latihan yang dinamis, maka harus mempertimbangkan semua

aspek yang menjadi komponen latihan tersebut di atas.

Semua komponen dibuat sedemikian dalam berbagai model yang sesuai

dengan karakteristik fungsional dan ciri kejiwaan dari cabang olahraga yang

dipelajari. Sepanjang fase latihan, pelatih harus menentukan tujuan latihan secara

pasti, komponen mana yang menjadi tekanan latihan dalam mencapai tujuan

penampilannya yang telah direncanakan. Cabang olahraga yang banyak

menentukan keterampilan yang tinggi termasuk tenis lapangan, maka

kompleksitas latihan merupakan hal yang sangat diutamakan. Untuk lebih

jelasnya komponen-komponen latihan dapat diuraikan secara singkat sebagai

berikut :

1) Volume Latihan

Sebagai komponen utama, menurut Bompa (1999: 80) bahwa “Volume

adalah hal penting prasyarat yang kuantitatif untuk taktis tinggi dan terutama

prestasi”. Menurut Andi Suhendro (1999: 3.17) bahwa, “Volume latihan adalah

ukuran yang menunjukkan jumlah atau kuantitas derajat besarnya suatu rangsang

yang dapat ditujukan dengan jumlah repetisi, seri atau set dan panjang jarak yang

ditempuh”. Sedangkan repetisi menurut Suharno HP. (1993: 32) adalah “Ulangan

gerak berapa kali atlet harus melakukan gerak setiap giliran". Pengertian seri atau

set, menurut M. Sajoto (1995: 34) adalah, “Suatu rangkaian kegiatan dari satu

repetisi”.

Peningkatan volume latihan merupakan puncak latihan dari semua

cabang olahraga yang memiliki komponen aerobik dan juga pada cabang olahraga

yang menuntut kesempurnaan teknik atau keterampilan taktik. Hanya jumlah

pengulangan latihan yang tinggi yang dapat menjamin akumulasi jumlah

keterampilan yang diperlukan untuk perbaikan penampilan secara kuantitatif.

Perbaikan penampilan seorang atlet merupakan hasil dari adanya peningkatan

jumlah satuan latihan serta jumlah kerja yang diselesaikan setiap satuan latihan.

2) Intensitas Latihan

Intensitas latihan merupakan salah satu komponen yang sangat penting

untuk dikaitkan dengan komponen kualitatif kerja yang dilakukan dalam kurun

24

waktu yang diberikan. Lebih banyak kerja yang dilakukan dalam satuan waktu

akan lebih tinggi pula intensitasnya.

Menurut Bompa (1999: 81) bahwa “Intensitas adalah fungsi dari

kekuatan rangsangan syaraf yang dilakukan dalam latihan, dan kekuatan

rangsangan tergantung dari beban kecepatan geraknya, variasi interval atau

istirahat diantara tiap ulangannya”. Suharno HP. (1993: 31) menyatakan,

“Intensitas adalah takaran yang menunjukkan kadar atau tingkatan pengeluaran

energi atlet dalam aktivitas jasmani baik dalam latihan maupun pertandingan”.

Frekuensi latihan adalah jumlah ulangan latihan yang dilakukan dalam

jangka waktu satu minggu. Menurut Fox dalam Sajoto (1988: 209) bahwa

“Frekuensi latihan untuk meningkatkan an aerobik 3 x per minggu cukup efektif.”

Lamanya latihan adalah sampai seberapa lama latihan yang akan

dilakukan, apakah satu minggu, satu bulan atau lebih. Dalam menentukan

lamanya latihan ini, Fox dalam Sajoto (1988: 210) menyebutkan bahwa : “Lama

latihan hendaknya dilakukan selama 8 – 10 minggu.” Bila dalam 12 kali

pertemuan sudah ada peningkatan maka pelatihan dihentikan.

Hasil latihan dapat dicapai secara optimal, maka intensitas latihan yang

diberikan tidak boleh terlalu tinggi atau terlalu rendah. Intensitas suatu latihan

yang tidak memadai atau terlalu rendah, maka pengaruh latihan yang ditimbulkan

sangat kecil bahkan tidak ada sama sekali. Sebaliknya bila intensitas latihan

terlalu tinggi dapat menimbulkan cidera.

3) Densitas Latihan

Menurut Bompa (1999: 91) bahwa “Densitas adalah frekuensi dimana

atlet di tunjukkan ke suatu rangkaian stimuli per bagian waktu.” Menurut Andi

Suhendro (1999: 3.24) “Density merupakan ukuran yang menunjukkan derajat

kepadatan suatu latihan yang dilakukan”. Dengan demikian densitas berkaitan

dengan suatu hubungan yang dinyatakan dalam waktu antara akan mengarah

kepada pencapaian rasio optimal antara rangsangan latihan dan pemulihan.

Istirahat interval yang direncanakan diantara dua rangsangan, bergantung

langsung pada intensitasnya dan lamanya setiap rangsangan yang diberikan.

Rangsangan di atas tingkat intensitas submaksimal menuntut interval istirahat

25

yang relatif lama, dengan maksud untuk memudahkan pemulihan seseorang dalam

menghadapi rangsangan berikutnya. Sebaliknya rangsangan pada intensitas

rendah membutuhkan sedikit waktu untuk pemulihan, karena tuntutan terhadap

organismenya pun juga rendah.

4) Kompleksitas Latihan

Kompleksitas dikaitan pada kerumitan bentuk latihan yang dilaksanakan

dalam latihan. Kompleksitas dari suatu keterampilan membutuhkan koordinasi,

dapat menjadi penyebab penting dalam menambah intensitas latihan.

Keterampilan teknik yang rumit atau sulit, mungkin akan menimbulkan

permasalahan dan akhirnya akan menyebabkan tekanan tambahan terhadap otot,

khususnya selama tahap dimana koordinasi syaraf otot berada dalam keadaan

lemah. Suatu gambaran kelompok individual terhadap keterampilan yang

kompleks, dapat membedakan dengan cepat mana yang memiliki koordinasi yang

baik dan yang jelek. Seperti dikemukakan Astrand dan Rodahl dalam Bompa

(1983: 36) “Semakin sulit bentuk latihan semakin besar juga perbedaan individual

serta efisiensi mekanismenya”.

Komponen-komponen latihan yang telah disebutkan di atas harus

dipahami dan diperhatikan dalam pelaksanaan latihan. Untuk memperoleh hasil

latihan yang optimal, komponen-komponen latihan tersebut harus diterapkan

dengan baik dan benar.

3. Latihan Drill

a. Pengertian Latihan Drill

Metode latihan pada umumnya digunakan untuk memperoleh suatu

ketangkasan atau keterampilan dari apa yang telah dipelajari. Mengingat latihan

ini kurang mengembangkan bakat atau inisiatif siswa untuk berpikir, maka

hendaknya guru atau pengajar memperhatikan tingkat kewajaran dari metode

drill.

Menurut delsajoesafira.blogspot.com/2010/05 “Drill merupakan suatu

cara mengajar dengan memberikan latihan-latihan terhadap apa yang telah

dipelajari siswa sehingga memperoleh suatu keterampilan tertentu”. Kata latihan

mengandung arti bahwa sesuatu itu selalu diulang-ulang, akan tetapi bagaimana

26

pun juga antara situasi belajar yang pertama dengan situasi belajar yang realistis,

ia akan berusaha melatih keterampilannya. Bila situasi belajar itu diubah-ubah

kondisinya sehingga menuntut respons yang berubah, maka keterampilan akan

lebih disempurnakan.

Ada keterampilan yang dapat disempurnakan dalam jangka waktu yang

pendek dan ada yang membutuhkan waktu cukup lama. Perlu diperhatikan latihan

itu tidak diberikan begitu saja kepada siswa tanpa pengertian, jadi latihan itu

didahului dengan pengertian dasar. Hal - hal yang perlu diperhatikan dalam

latihan drill:

1) Tujuan harus dijelaskan kepada siswa sehingga selesai latihan mereka

diharapkan dapat mengerjakan dengan tepat sesuai apa yang diharapkan.

2) Tentukan dengan jelas kebiasaan yang dilatihkan sehingga siswa mengetahui

apa yang harus dikerjakan.

3) Lama latihan harus disesuaikan dengan kemampuan siswa.

4) Selingilah latihan agar tidak membosankan.

5) Perhatikan kesalahan-kesalahan umum yang dilakukan siswa untuk perbaikan

secara klasikal sedangkan kesalahan perorangan dibetulkan secara perorangan

pula.

Kelebihan latihan drill:

1) Pengertian siswa lebih luas melalui latihan berulang-ulang.

2) Siswa siap menggunakan keterampilannya karena sudah dibiasakan.

Kelemahan latihan drill:

1) Siswa cenderung belajar secara mekanis.

2) Dapat rnenyebabkan kebosanan.

3) Mematikan kreasi siswa.

4) Menimbulkan verbalisme (tahu kata-kata tetapi tak tahu arti).

Metode latihan drill biasa digunakan dalam situasi pembelajaran dan dapat

berperan sebagai:

1) Latihan, wajar digunakan untuk hal-hal yang bersifat motorik, seperti

menulis, permainan, pembuatan, dan lain-lain.

27

2) Untuk melatih kecakapan mental, misalnya perhitungan penggunaan rumus-

rumus, dan lain-lain.

3) Untuk melatih hubungan, tanggapan, seperti penggunaan bahasa, grafik,

simbul peta, dan lain-lain.

Prinsip dan petunjuk menggunakan metode drill:

1) Siswa harus diberi pengertian yang mendalam sebelum diadakan latihan

tertentu.

2) Latihan untuk pertama kalinya hendaknya bersifat diagnosis, mula-mula

kurang berhasil, lalu diadakan perbaikan untuk kemudian bisa lebih

sempurna.

3) Latihan tidak perlu lama asal sering dilaksanakan.

4) Harus disesuaikan dengan taraf kemampuan siswa.

5) Proses latihan hendaknya mendahulukan hal-hal yang essensial dan berguna.

b. Latihan Drill Dalam Olahraga

Menurut blog.persimpangan.com/blog/2007/08 “Seorang atlet perlu

memiliki ketangkasan atau keterampilan dalam sesuatu, misalnya dalam lari cepat,

atletik, atau berenang”. Sebab itu di dalam proses belajar, perlu diadakan latihan

untuk menguasai keterampilan tersebut. Maka salah satu teknik penyajian

pelajaran untuk memenuhi tuntutan tersebut ialah teknik latihan atau drill, ialah

suatu teknik yang dapat diartikan sebagai suatu cara mengajar dimana atlet

melaksanakan kegiatan-kegiatan latihan, agar atlet memiliki ketangkasan atau

keterampilan yang lebih tinggi dari apa yang telah dipelajari. Latihan yang praktis,

mudah dilakukan, serta teratur melaksanakannya membina anak dalam

meningkatkan penguasaan keterampilan itu, bahkan mungkin anak dapat memiliki

ketangkasan itu dengan sempurna. Hal ini menunjang atlet berprestasi dalam

bidang tertentu, misalnya juara lari, juara sepakbola, juara bersepeda dan

sebagainya. Teknik ini memang banyak digunakan untuk pelajaran olahraga.

Dalam hal ini banyak cabang olahraga yang memerlukan latihan khusus dan

teratur, serta pengawasan dari trainer yang baik.

Kemampuan untuk mencapai keberhasilan belajar secara akurat dan

tuntas adalah dengan berlatih dan melakukan praktik, yang diterapkan pada

28

berbagai subjek mata pelajaran. Berlatih juga bisa dikatakan bagian dari praktik

sebagai prosedur pembelajaran, contohnya: (1) drill (berlatih): mengeja kata,

menghapal, dan sebagainya. (2) Practice (praktik): menulis, melaksanakan gerak

dalam olahraga, dan lain-lain.

Sering kali dalam pembelajaran olahraga yang selalu membutuhkan

praktik dikatakan bahwa berlatih dan praktik itu dikategorikan menjadi satu

strategi karena dipakai bersamaan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa drill dalam

olahraga adalah latihan dengan praktik yang dilakukan berulang kali atau

kontinyu untuk mendapatkan keterampilan dan ketangkasan praktis tentang

pengetahuan yang dipelajari. Metode ini mempunyai keuntungan dan kerugian,

Penggunaan metode drill yang kurang tepat akan menimbulkan hal-hal yang

negatif misalnya anak menjadi kurang kreatif dan kurang dinamis. Tetapi latihan

yang praktis, mudah dilakukan, serta teratur melaksanakannya membina anak

dalam meningkatkan penguasaan keterampilan itu, bahkan mungkin siswa dapat

memiliki ketangkasan itu dengan sempurna. Metode ini lebih banyak digunakan

dalam bidang pelajaran olahraga karena dalam bidang ini banyak memerlukan

latihan khusus dan teratur, serta pengawaasan dari trainer yang baik.

Metode drill umumnya digunakan untuk memperoleh suatu ketangkasan

atau keterampilan dari materi yang dipelajari. Karena itu, metode ceramah dapat

digunakan sebelum maupun sesudah latihan dilakukan. Tujuan dari ceramah

untuk memberikan penjelasan kepada siswa mengenai bentuk keterampilan

tertentu yang akan dilakukannya.

Sedangkan demonstrasi di sini dimaksudkan untuk memperagakan atau

mempertunjukkan suatu keterampilan yang akan dipelajari oleh atlet. Misalnya

belajar teknik berlari. Atlet sebelum berlatih diberikan penjelasan dulu seluruh

geraklan tangan, gerakan badan, dan sebagainya melalui ceramah. Lalu guru

mendemonstrasikan teknik berlari dan atlet memperhatikan demonstrasi tersebut.

Setelah itu baru mulai latihan jaipongan seperti yang dilakukan pelatih. Akhirnya

selain kombinasi sebagaimana disebutkan di depan, masih terbuka kemungkinan

adanya kombinasi yang lain. Bahkan tidak mustahil kombinasi metode mengajar

dapat dibuat untuk dua atau empat metode mengajar.

29

Menurut Sapta Kunta (2010:28) “Kiat dalam melatih teknik keterampilan

bulutangkis adalah dengan metode drill. Pelaksanaan drill sebaiknya dilakukan

saat tidak dalam keadaan lelah, karena dalam kondisi lelah penguasaan latihan

teknik yang baik akan sulit dicapai”.

Berdasarkan pengertian diatas dijelaskan untuk melatih teknik

keterampilan bulutangkis menggunakan metode drill dan pelaksanaanya

sebaiknya saat keadaan atlit lelah dengan kondisi tersebut kurang fokus dengan

latihan teknik yang diberikan akibatnya teknik yang baik akan sulit dicapai.

4. Drill Pola

Yang dimaksud dengan pola pukulan adalah: “pukulan rangkaian yang dilakukan

secara berurutan dan berkesinambungan antara teknik pukulan yang satu dengan

teknik pukulan yang lain yang dilakukan secara berulang-ulang sehingga

menjadikan suatu bentuk rangkaian teknik yang dapat dimainkan secara harmonis

dan terpadu.” (Tohar, 1992:70). Hal ini dapat melakukan teknik pukulan tersebut

sebagai keterampilan yang bisa karena terbiasa.

Penguasaan pola-pola pukulan penting untuk mengembangkan

permainan dan memperoleh kemenangan dalam permainan bulutangkis. Pemain

perlu mendapat pola latihan teknik pukulan secara sistematis, berulang-ulang dan

teratur. Icuk Sugiarto (2002: 39) mengemukakan, “Pola latihan teknik pukulan

adalah pukulan yang dilakukan secara berurutan dan berkesinambungan yang

dilakukan dengan cara berulang-ulang sehingga menjadi bentuk/pola teknik

pukulan yang dapat dimainkan secara harmonis dan terpadu”.

Pola pukulan pada dasarnya merupakan rangkaian dari beberapa pukulan

yang dikombinasikan dan dilakukan secara terpadu. Untuk dapat mengalahkan

lawan dengan mudah, pemain harus memiliki kemampuan memukul bola dengan

baik dan ditunjang dengan penguasaan pola pukulan yang baik pula.

Kemenangan dalam suatu pertandingan bulutangkis sangat sulit diperoleh

jika hanya mengandalkan kemampuan memukul bola dengan baik, tanpa disertai

dengan penguasaan pola-pola pukulan yang baik. Menurut Saiful Aristanto

(1992:30) pola pukulan yang dapat dikembangkan dalam permainan diantaranya

yaitu:

30

1) Pola pukulan panjang-tajam-lurus (lob-chop-lurus)

2) Pola pukulan panjang-pendek (lob-dropshot)

3) Pola pukulan panjang-smash (lob-smash)

4) Pola pukulan panjang-tajam-jaring (lob-chop-net)

5) Pola pukulan panjang-smash-jaring (lob-smash-net)

6) Pola pukulan panjang-pendek-jaring (lob-dropshot-net)

7) Pola pukulan panjang-tajam-smash (lob-chop-smash)

Pola-pola pukulan yang dapat dikembangkan oleh pemain banyak sekali jenisnya

dan bervariasi. Selain dengan pola-pola tersebut pemain dapat pula

mengembangkan dengan pola yang lain. Namun pola pukulan yang

dikembangkan harus memperhitungkan efisiensi dan efektifitas gerakan.

Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, teknik dasar permainan

bulutangkis merupakan faktor yang mendasar yang harus dipahami dan dikuasai

oleh setiap pemain agar mampu bermain bulutangkis dengan baik dan terampil.

5. Drill Umpan

Yang dimaksud dengan drill adalah: “latihan yang dilakukan dengan cara

diumpan terus menerus dengan shutllecock yang jumlahnya kurang lebih 20

buah”. (Tohar, 1992:60) latihan ini mempunyai banyak variasi supaya atlet

tidak cepat mengalami kebosanan. Drill mempunyai motivasi yang kuat

karena ada teman yang memberikan umpan, dan arah bola selalu tepat

sehingga mudah untuk dipukul dengan benar.

Cara pengajaran teknik pukulan dengan drill umpan dapat dilakukan

dengan menggunakan satu lapangan penuh, karena umpan yang diberikan tidak

hanya satu arah tetapi dua arah baik disebalah kanan maupun sebelah kiri dari

pemain yang melakukan teknik pukulan. Dengan menggunakan satu lapangan

penuh satu arah atau dua arah dapat membiasakan seperti benar – benar dalam

posisi turnamen. Tetapi untuk mematangkan teknik pukulan menggunakan satu

arah contohnya seperti melakukan teknik pukulan lob , pengumpan memberi

umpan dengan membawa beberapa shuttlecock dan siswa hanya melakukan

pukulan lob begitu juga teknik pukulan smash, netting, dropshoot dan drive.

Dengan cara ini jumlah bola masuk dapat terhitung dengan jumlah total

shuttlecock yang diumpan dikurangi bola out dan nyangkut net.

31

6. Hakikat Kegiatan Ekstrakurikuler

1) Hakikat Ekstrakurikuler adalah kegiatan yang hampir di setiap sekolah dan

perguruan tinggi ada tetapi tidak jarang kita perhatikan kegiatan

ekstrakurikuler itu tidak seperti yang diharapkan. Maka lewat tulisan ini saya

ingin menggambarkan kepada kita tentang hal-hal yang kurang tepat dalam

memahami dan melaksanakan kegiatan ekstrakurikuler disekolah.

Pemahaman tentang pengertian dan hakikat ekstrakurikuler merupakan hal

yang sangat penting, karena dari pemahaman inilah kegiatan ekstrakurikuler

itu dapat dijabarkan dalam bentuk sub kegiatan. Kesalahan dalam memahami

ekstrakurikuler akan mengakibatkan kesalahan dalam merumuskan sub

akhirnya tujuannya pun tidak akan tercapai. Kata ekstrakurikuler berasal

dari dua kata atau dikenal dengan istilah majemuk, yaitu kata "ekstra" yang

berarti di luar dan "kurikuler" yang berarti kurikulum. Maka secara

sederhana dapat kita pahami bahwa ekstrakurikuler adalah kegiatan di

luar kurikulum yang dapat menambah pengetahuan dan keterampilan siswa.

Ekstrakurikuler pada dasarnya adalah aktivitas

penunjang dan sarana untuk mengembangkan minat dan bakat siswa.

Ekstrakurikuler harus ditata dengan cara-cara yang modern dan gaya

yang menarik serta lebih santai, dan tidak terkesan memberi beban tambahan

kepada siswa serta mampu menampung keinginan dan partisipasi siswa.

Siswa harus merasa senang dan bahagia yang dilakukan di ekstrakurikuler,

contoh di bidang seni, siswa harus mampu memberikan waktu

dan perhatiannya demi untuk peran seni yang sedang ia geluti tanpa ada rasa

beban, begitu juga bidang olah raga siswa dituntut senantiasa bahagia apa

pun yang diinstruksikan oleh pelatihnya demi perkembangannya di dunia

olah raga tersebut. Jadi apabila ada siswa yang merasa terbebani dengan

adanya ekstrakurikuler yang ia ikuti maka ini sudah lari dari harapan yang

idealnya.

7. Karakteristik Siswa SMP

Melihat dari tahapan perkembangan yang disetujui oleh banyak ahli, anak

32

usia sekolah menengah pertama (SMP) berada pada tahap perkembangangan

pubertas (Desmita, 2010: 36). Karakteristik masa usia SMP menurut Desmita

(2010: 36) ada 8 diantaranya:

a. Terjadi ketidakseimbangan proporsi tinggi dan berat badan

b. Kecenderungan ambivalens, antara keinginan menyendiri dan keinginan

bergaul, serta keinginan untuk bebas dari dominasi dengan kebutuhan

bimbingan dan bantuan dari orang tua.

c. Senang membandingkan kaedah-kaedah, nilai-nilai etika atau norma

dengan kenyataan yang terjadi dalam kehidupan orang dewasa.

d. Mulai mempertanyakan secara skeptic mengenai eksistensi dan sifat

kemurahan dan keadilan tuhan.

e. Reaksi dan emosi masih labil.

f. Mulai mengembangkan standar dan harapan terhadap perilaku diri sendiri

sesuai dengan dunia sosial.

g. Kecenderungan minat dan pilihan relatif sudah lebih jelas.

h. Anak usia SMP memiliki karakter fisik dan psikis yang khas, sehingga

memerlukan aktivitas fisik yang proporsional agar dapat berpengaruh

terhadap pertumbuhan dan perkembangannya menjadi optimal. Perubahan

yang terjadi di masa remaja memerlukan hal-hal yang menyenamgkan,

penuh tantangan dan diisi dengan kegiatan- kegiatan yang merangsang

organ tubuhnya agar berkembang secara

33

baik, sehingga terbentuk tingkat kesegaran tubuh seseorang yang akan berguna

untuk melaksanakan kehidupannya di masa mendatang.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik siswa SMP

terbagi menjadi tiga tahap pertumbuhan dan perkembangan yaitu mengenai

keadaan jasmani, psikis, dan sosisal siswa. Siswa SMP mengalami masa transisi

dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang ditandai dari karateristiknya,

antara lain mudah gelisah, emosi kurang tekontrol dan takut bertanggung jawab

sendiri sebab takut gagal. Dengan keadaan ini siswa SMP memerlukan

bimbingan dan dorongan oleh orang yang lebih berpengalaman. Dalam hal ini

peran seorang guru sangat diperlukan untuk membimbing siswanya.

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian lain yang relevan atau sehubungan dengan masalah dalam

penelitian ini adalah “Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Melalui Rekonstruksi

Tes Keterampilan bulutangkis Tahun 2002”, oleh Sapta Kunta Purnama dan

Waluyo.

C. Kerangka Berpikir

Berdasarkan uraian landasan teori di atas dapat dirumuskan kerangka

pemikitran sebagai berikut:

1 Pengaruh latihan drill umpan drill pola terhadap keterampilan bermain

bulutangkis

Latihan drill umpan dan drill pola biasanya diberikan untuk melatih

tekhnik dasar , bisa melakukan karena di drill. Perbedaan drill umpan dan drill

pola ini terletak pada cara pemberian materi latihan ketrampilan bermain

bulutangkis . Dalam latihan drill umpan, siswi melakukan tekhnik dasar

bulutangkis dengan diberi umpan dari peneliti ke siswi dilakukan satu persatu

,peneliti(pengumpan) membawa shuttlecock dengan jumlah 10 dan diumpankan

ke siswi sesuai tekhnik, setiap 1(satu) tekhnik dilakukan 1(satu) menit per siswi

bola yang masuk sesuai tekhnik dan ketentuan dihitung yang belum melakukan

giliran. Dalam latihan drill pola peniliti(pengumpan) memberi umpan pada siswi

dengan 1 (satu) shuttlecock langsung tanpa terhenti selama 1(satu) menit untuk

34

tiap tekhnik per siswi dapat melakukan berapa banyak dengan waktu 1(satu) menit

dihitung teman yang akan belum melakukan giliran.

2. Latihan drill yang lebih baik pengaruhnya antara latihan drill umpan dan

drill pola terhadap keterampilan bermain bulutangkis ekstrakurikuler di

SMP Negeri 7 Surakarta

Latihan drill umpan dan drill pola pada bulutangkis masing-masing

mempunyai kelebihan dan kekuranganya. Latihan drill umpan dalam pembebanan

porsi latihan siswi dengan umpanan dari peneliti (pengumpan) kelebihannya bisa

cepat melakukan. Adapun kelemahan drill pola adalah shuttlecock yang diumpan

terkadang ada yang lajunya cepat atau lambat dan sehingga arahnya nanti tidak

sesuai ketentuan dan memerlukan waktu lebih lama untuk mengumpan

shuttlecock. Latihan drill pola menggunakan interaksi langsung antara pengumpan

dengan siswi karena dilakukan tanpa henti dalam 1 (satu) menit, pukulan demi

pukulan langsung bisa merasakan gerakan yang benar dengan umpan yang lebih

tepat. Adapun kelemahan drill pola adalah saat melakukan tiap 1 (satu) menit

mungkin bisa lebih menguras energi karena sama-sama melakukan dan hanya

menggantungkan pada satu shuttlecock bila bola mati terhenti untuk

mengambilnya akan terpotong waktunya untuk mengambil bola. Drill pola lebih

baik karena dengan berinteraksi dengan fokus satu shuttlecock lebih terarah

dengan posisi siswa dan lebih bisa langsung mengawasi teknik lob (clear) dan

smash yang kurang benar jadi bisa diarahkan kembali.

D. Hipotesis

Berdasarkan kerangka berpikir yang telah tersusun sebelumnya maka

dapat diajukan hipotesis terhadap penelitian sebagai berikut:

1. Ada perbedaan pengaruh latihan drill pola dan drill umpan terhadap

keterampilan bermain Bulutangkis ekstrakulikuler SMP Negeri 7 Surakarta

Tahun 2015.

2. Latihan drill pola memiliki pengaruh yang lebih baik dari pada latihan drill

umpan terhadap keterampilan bermain Bulutangkis ekstrakulikuler di SMP

Negeri 7 Surakarta Tahun 2015.

35