bab ii landasan teori a. tinjauan pustaka 1. a

27
5 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pengetahuan a. Pengertian Pengetahuan merupakan seluruh pemikiran, gagasan, ide, konsep dan pemahaman yang dimiliki seorang individu yang merupakan hasil dari tahu dan proses pembelajaran, serta terjadi setelah orang melakukan penginderaan (penglihatan, pendengaran, raba, rasa dan penciuman) terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan mencakup adanya suatu penalaran, penjelasan, dan pemahaman manusia tentang segala sesuatu yang telah dipelajarinya, termasuk praktek atau kemauan teknis dalam memecahkan berbagai permasalahan. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk sikap dan perilaku seseorang. Dengan adanya pengetahuan yang tinggi, sikap, persepsi dan kebiasaan seseorang dapat berubah. Tindakan serta perilaku yang dilakukan dengan menggunakan pengetahuan lebih baik daripada yang tidak didasari dengan pengetahuan yang cukup (Azwar, 1996; Notoadmodjo, 2003). perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

Upload: others

Post on 04-Oct-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. a

5

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Pengetahuan

a. Pengertian

Pengetahuan merupakan seluruh pemikiran, gagasan, ide, konsep dan

pemahaman yang dimiliki seorang individu yang merupakan hasil

dari tahu dan proses pembelajaran, serta terjadi setelah orang melakukan

penginderaan (penglihatan, pendengaran, raba, rasa dan penciuman)

terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan mencakup adanya suatu

penalaran, penjelasan, dan pemahaman manusia tentang segala sesuatu

yang telah dipelajarinya, termasuk praktek atau kemauan teknis dalam

memecahkan berbagai permasalahan. Pengetahuan atau kognitif

merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk sikap dan

perilaku seseorang. Dengan adanya pengetahuan yang tinggi, sikap,

persepsi dan kebiasaan seseorang dapat berubah. Tindakan serta perilaku

yang dilakukan dengan menggunakan pengetahuan lebih baik daripada

yang tidak didasari dengan pengetahuan yang cukup (Azwar, 1996;

Notoadmodjo, 2003).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. a

6

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seorang individu,

antara lain adalah:

1) Faktor Internal

Bersifat subjektif, merupakan dasar yang terdapat pada diri seorang

individu, dan tidak dipengaruhi oleh lingkungan luar, misalnya

intelegensia, minat, kondisi fisik.

2) Faktor Eksternal

Faktor pengaruh dari lingkungan luar individu, misalnya keluarga,

masyarakat, sarana, adat istiadat daerah setempat, pergaulan.

3) Faktor Pendekatan Belajar

Merupakan usaha untuk belajar dari masing-masing individu, yang

termasuk di dalamnya dipengaruhi oleh strategi dan metode dalam

pembelajaran.

Selain itu, faktor pendidikan, pekerjaan, umur, minat, pengalaman,

kebudayaan lingkungan sekitar, serta informasi yang didapat juga

mempengaruhi pengetahuan seorang individu (Mubarak, 2007;

Notoadmodjo,2003).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. a

7

c. Domain Kognitif Pengetahuan

Menurut Slamet (1999), pengetahuan yang mencakup dalam domain

kognitif mempunyai 6 (enam) tingkat yaitu:

1) Tahu (Know)

Yaitu dapat mengingat kembali suatu materi atau bahan yang telah

diberikan sebelumnya.

2) Memahami (Comprehension)

Yaitu suatu proses yang lebih tinggi dari hanya sekedar tahu tetapi

suatu individu mampu menjelaskan serta mengintepretasikan atau

menggambarkan secara benar dan tepat suatu materi, bahan, atau

objek yang telah dipelajari sebelumnya.

3) Aplikasi

Terjadi saat seorang individu sudah mampu menggunakan atau

merealisasikan atau menerapkan apa yang telah dipelajari

sebelumnya.

4) Analisis

Kemampuan seorang individu untuk menjabarkan atau menjelaskan

suatu materi yang telah diberikan ke dalam bentuk bagian-bagian

yang lebih kecil, tetapi masih tergolong dalam suatu organisasi dan

memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lainnya.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. a

8

5) Sintesa

Adalah ketika seorang individu mampu membentuk sesuatu yang

benar-benar baru dari bagian-bagian materi yang sebelumnya telah

dianalisis.

6) Evaluasi

Merupakan kemampuan seorang individu untuk menilai suatu materi

atau objek menurut suatu kriteria yang sebelumnya telah ada

ditentukan sendiri hingga dapat melakukan suatu evaluasi kembali.

2. Resusitasi Jantung Paru

a. Pengertian

Resusitasi Jantung Paru (RJP) merupakan suatu cara dan tindakan

darurat yang dilakukan untuk menghidupkan serta memulihkan kembali

keadaan henti nafas dan atau henti jantung agar kembali dapat berfungsi

secara optimal dan dapat menghindarkan dari kematian. Kematian yang

dimaksudkan di sini adalah kematian klinis yaitu suatu keadaan yang

ditandai dengan hilangnya nadi arteri karotis dan arteri femoralis,

terhentinya denyut jantung dan pembuluh darah, terhentinya pernafasan,

serta terjadi gangguan atau penurunan kesadaran yang selanjutnya akan

diikuti oleh terjadinya kematian biologis yaitu terjadinya kerusakan otak

yang tidak dapat diperbaiki, empat menit setelah terjadinya kematian

klinis (Alkatiri et al., 2007; Muhiman et al., 2004).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. a

9

Resusitasi Jantung Paru (RJP) memiliki tiga tahap, yaitu bantuan

hidup dasar (basic life support), bantuan hidup lanjut (advanced life

support), dan bantuan hidup jangka panjang (prolong life support).

Langkah yang paling menentukan keberhasilan RJP dari rangkaian

tersebut adalah bantuan hidup dasar, yang termasuk dalam survey primer

yang harus dapat dilakukan oleh setiap orang, termasuk mahasiswa FK

UNS. Kemudian dilanjutkan dengan survey sekunder yang hanya dapat

dilakukan oleh tenaga medis dan paramedis terlatih yang telah

mendapatkan pelatihan mengenai bantuan hidup lanjut. Namun tindakan

resusitasi tidak dapat dilakukan pada beberapa keadaan, seperti: kematian

normal, keadaan henti jantung yang telah berlangsung selama lebih dari

lima menit dikarenakan kemungkinan telah terjadinya kerusakan otak

permanen, stadium terminal penyakit yang sudah tidak dapat

disembuhkan, payah jantung refrakter, edema paru refrakter, syok yang

mendahului henti jantung, kelainan neurologi berat (Alkatiri et al., 2007;

Muhiman et al., 2004;Purwoko, 2012).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. a

10

b. Teknik Resusitasi Jantung Paru

Tindakan resusitasi jantung paru menurut Alkatiri dan Bakri (2007)

dan Muhiman (2004) dibagi dalam tiga fase, pada tiap fase terdapat

tindakan pokok yang harus dilakukan yang tersusun sesuai dengan abjad,

yaitu:

1) Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support)

a) Airway control : pembebasan jalan nafas agar tetap terbuka

b) Breathing support : mempertahankan ventilasi dan oksidasi

paru

c) Circulation support : mempertahankan sirkulasi darah dengan

mengadakan bantuan sirkulasi buatan dengan melakukan pijat

jantung

2) Bantuan Hidup Lanjut (Advance Life Support)

a) Drug and fluid : dilakukan pemberian obat dan cairan

b) Electrocardiography : dilakukan segera setelah pijat jantung

untuk penentuan irama jantung

c) Fibrilation treatment : dilakukan untuk mengatasi keadaan

fibrilasi ventrikel

3) Bantuan Hidup Jangka Panjang (Prolonged Life Support)

a) Gaunging : pelaksanaan penilaian dan evaluasi RJP

dengan melakukan pemeriksaan, penentuan penyebab dasar,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. a

11

penilaian pada pasien untuk mengetahui apakah pengobatan dapat

diteruskan atau tidak.

b) Human mentation : penentuan ada tidaknya kerusakan

serebral serta dilakukannya tindakan resusitasi serebral untuk

memulihkan fungsi dari sistem saraf pusat

c) Intensive care : penatalaksanaan selanjutnya untuk perawatan

intensif jangka panjang.

Penjelasan dari ketiga fase tindakan resusitasi jantung paru tersebut

adalah sebagai berikut :

1) Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support)

Bantuan hidup dasar merupakan tindakan pertolongan dasar

pertama setelah terjadinya henti jantung yang dilakukan untuk

membebaskan jalan nafas, membantu pernafasan, serta

mempertahankan sirkulasi darah pada penderita yang dilakukan tanpa

menggunakan alat bantu. Tujuan dari tindakan ini adalah pemberian

oksigenisasi darurat secara efektif pada organ vital untuk

mempertahankan ventilasi paru serta distribusi darah oksigenisasi ke

jaringan dalam tubuh. Indikasi dilakukannya tindakan ini adalah henti

nafas dan henti jantung, pasien dapat ditemukan dalam keadaan,

yaitu: tidak dapat ditemukan denyut nadi tetapi masih ada pernafasan,

denyut nadi ada tetapi pernafasan tidak didapatkan, atau keadaaan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. a

12

tidak didapatkan baik denyut nadi maupun pernafasan (Alkatiri et al.,

2007; Latief et al., 2007).

a) Airway control

Pada saat pertolongan pertama sangat penting untuk

mengetahui ada tidaknya gangguan jalan nafas pada pasien yang

dapat mengganggu aliran nafas sehingga menimbulkan terjadinya

henti nafas. Penyebab utama obstruksi pada jalan nafas adalah

terjadinya penurunan atau hilangnya tonus otot tenggorokan

sehingga lidah akan jatuh ke belakang dan menyumbat faring

sehingga dapat menyebabkan terjadinya gangguan kesadaran,

dimana keadaan ini sering terjadi pada pasien dengan trauma

kepala. Selain itu obstruksi pada jalan nafas juga dapat

disebabkan oleh adanya bekuan darah, muntahan, edema, dan

trauma (fraktur pada tulang wajah, fraktur mandibula atau

maksila, fraktur laring atau trakea).

Pada beberapa kasus, ditemukan pasien yang tersedak dan

berada dalam keadaan tidak sadar yang disertai dengan henti

nafas, maka harus dilakukan pemeriksaan pada saluran nafas

dengan membuka mulut pasien untuk mengetahui ada tidaknya

benda asing yang harus segera dikeluarkan dengan menggunakan

jari penolong. Apabila sumbatan berupa cairan maka dapat

dibersihkan dengan menggunakan jari telunjuk atau jari tengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. a

13

penolong yang dilapisi dengan sepotong kain, sedangkan apabila

sumbatan berupa benda keras maka dapat diambil dengan

menggunakan jari telunjuk penolong yang dibengkokkan. Pasien

yang masih dapat berbicara dianggap tidak memiliki gangguan

pada jalan nafas, tetapi tetap harus dilakukan penilaian ulang

terhadap jalan nafas (Achyar et al., 2011; Alkatiri et al., 2007;

Dobson, 1994; IKABI 2004; Purwoko, 2012).

Pembebasan jalan nafas ini dapat dilakukan dengan beberapa

cara, yaitu:

1) Head tild atau tindakan ekstensi kepala dan angkat leher

Tindakan ini dilakukan dengan cara mengekstensikan leher

sejauh mungkin dengan satu tangan yang lain menyangga

leher pasien. Tindakan ini dapat dilakukan apabila tidak

terdapat trauma pada leher (Latief et al., 2007; Muhiman et

al., 2004).

2) Chin lift atau tindakan angkat dagu

Tindakan ini dilakukan dengan menarik bagian dagu ke arah

sentral dengan meletakkan salah satu tangan pada bawah

rahang. Tindakan ini tidak boleh dilakukan dengan

hiperekstensi tulang leher. Manuver ini berguna pada pasien

dengan patah tulang leher (Alkatiri et al., 2007; IKABI,

2004).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. a

14

3) Jaw thrust atau tindakan mendorong rahang bawah

Dilakukan dengan memegang sudut rahang bawah pada

bagian kanan maupun kiri, kemudian mendorongnya ke depan

(IKABI, 2004).

b) Breathing support

Breathing support merupakan suatu usaha untuk memberikan

ventilasi serta oksigenisasi buatan yang dilakukan dengan

memberikan tekanan inflasi secara terus-menerus yang dapat

dilakukan dengan ekshalasi dari mulut ke mulut, mulut ke

hidung, dan dari mulut ke stoma. Tindakan ini harus segera

dilakukan setelah jalan nafas terbuka dan bersih (Alkatiri et al.,

2007; Muhiman et al., 2004).

Breathing support diawali dengan tindakan penilaian

pernafasan untuk memastikan pasien tidak bernafas. Penilaian ini

dilakukan dengan melihat pergerakan dinding dada,

mendengarkan bunyi udara pernafasan ekshalasi, dan merasakan

hembusan nafas pasien. Oleh karena itu pada penolong harus

mendekatkan telinga pada mulut dan hidung pasien serta secara

bersamaan tetap memastikan jalan nafas tetap terbuka. Penilaian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. a

15

terhadap pernafasan ini harus dilakukan secepatnya dan tidak

boleh melebihi sepuluh detik (Mansjoer, 2009; Purwoko, 2012).

Langkah selanjutnya apabila didapatkan pasien tidak

bernafas adalah memberikan ventilasi yang dilakukan sebanyak

dua kali hembusan nafas dalam waktu 1,5-2 detik tiap hembusan.

Dalam pemberian ventilasi ini volume udara yang diberikan lebih

penting dari pada irama, pada orang dewasa bantuan nafas

diberikan dengan tiupan yang kuat, sedangkan pada anak-anak

dilakukan secara perlahan. Selanjutnya segera dilakukan perabaan

pada nadi karotis atau femoralis, apabila henti nafas masih terjadi

tetapi denyut nadi dapat teraba, maka diberikan ventilasi setiap 5

detik. Apabila masih terjadi henti nafas dan denyut nadi tidak

teraba, maka akan diberikan 2 kali ventilasi setelah dilakukan

kompresi atau pijat jantung.

1) Mulut ke mulut

Dengan cara ini pemberian ventilasi dianggap paling efektif

dan cepat. Penolong harus mempertahankan posisi kepala dan

leher pasien untuk mempertahankan jalan nafas, menutup

hidung pasien, serta mulut pasien harus tertutup oleh mulut

penolong sepenuhnya untuk menghindarkan terjadinya

kebocoran. Sebelum melakukan ventilasi, penolong harus

mengambil nafas terlebih dahulu. Pemberian volume udara

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. a

16

harus sesuai karena volume dan laju udara yang berlebihan

akan menyebabkan udara memasuki lambung sehingga terjadi

distensi lambung.

2) Mulut ke hidung

Ventilasi dengan cara ini dilakukan pada pasien dengan

keadaan tidak dimungkinkannya ventilasi melalui mulut ke

mulut, seperti keadaan trismus atau adanya luka berat pada

daerah mulut. Dengan teknik ini, udara akan dihembuskan

dari mulut penolong ke hidung pasien dan mulut pasien harus

tertutup untuk mencegah kebocoran udara.

3) Mulut ke stoma

Ventilasi dengan cara ini dilakukan pada pasien dengan

laringotomi yang akan menghubungkan langsung trakhea ke

kulit (Alkatiri et al., 2007; Muhiman et al., 2004; Purwoko,

2012).

c) Circulation support

Tindakan ini dilakukan untuk mempertahankan sirkulasi

darah dalam tubuh agar sel-sel saraf dalam otak tetap dapat hidup

dengan melakukan kompresi atau pijat jantung. Bantuan sirkulasi

dapat dilakukan melalui pijat jantung luar yang dilakukan secara

teratur pada akhir inspirasi (Alkatiri et al., 2007).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. a

17

Sebelum dilakukan pijat jantung luar, dilakukan penilaian

denyut nadi arteri karotis yang maksimal dilakukan selama 5

detik, selanjutnya pasien diposisikan terlentang pada permukaan

yang keras. Dengan penolong yang berlutut di samping pasien,

kemudian meletakkan salah satu telapak tangan di atas dinding

dada pada tengah-tengah ujung sternum dan tangan yang lain

diletakkan di atas tangan pertama dengan jari-jari terkunci, lengan

lurus dan kedua bahu tepat di atas sternum pasien. Selanjutnya

dilakukan pijat jantung dengan tekanan vertikal hingga 4-5cm

menekan sternum dengan kecepatan 80-100 kali per menit.

Setelah dilakukan kompresi harus diikuti dengan relaksasi dan

waktu antara lama kompresi harus sama dengan waktu relaksasi

dengan tangan penolong yang masih berada di atas permukaan

dada pasien. Rasio bantuan sirkulasi dan ventilasi adalah 30 : 2

yang dilakukan selama 4 siklus dalam per menit. Tindakan pijat

jantung luar yang benar akan mencapai tekanan sistolik 60-80

mmHg dan tekanan diastolik yang sangat rendah, dan akan

menghasilkan curah jantung 10-25% dari normal (Alkatiri et al.,

2007; Mansjoer, 2009; Muhiman et al., 2004; Purwoko, 2012).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. a

18

Tindakan resusitasi dapat dihentikan apabila terdapat tanda-

tanda:

1) Pasien yang tidak bergerak, pupil berdilatasi, dan

pernafasannya terhenti yang diakibatkan adanya cedera

kepala.

2) Pasien yang telah mendapatkan resusitasi selama 30 menit

tetapi menunjukkan prognosis yang buruk, seperti: tidak

bergerak dengan pupil berdilatasi, nadi femoralis dan karotis

yang tidak teraba, dan tidak didapatkannya pernafasan

(Dobson, 1994).

2) Bantuan Hidup Lanjut (Advance Life Support)

Bantuan hidup lanjut merupakan pertolongan lanjut yang

diberikan setelah bantuan hidup dasar yang bertujuan untuk

memperbaiki serta mengembalikan ventilasi, sirkulasi spontan, serta

stabilitas sistem kardiovaskuler pasien. Tindakan bantuan hidup lanjut

membutuhkan obat-obat tertentu dan peralatan khusus, yang terdiri

dari pemberian obat dan cairan (drug and fluid), elektrokardiografi,

dan terapi fibrilasi (fibrillation treatment) (Alkatiri et al., 2007;

Muhiman et al., 2004).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. a

19

a) Drugs and fluid

Pemberian obat dan cairan dapat diberikan untuk

memperbaiki sistem sirkulasi spontan serta menstabilkannya.

Pemberian obat dapat diberikan dengan pemasangan infus yang

dilakukan bersamaan dengan dimulainya tindakan resusitasi

jantung paru. Obat yang dapat langsung diberikan di antaranya

adalah adrenalin yang dapat diberikan secara intravena,

intratrakeal, intrakardiak dan natrium bikarbonat yang diberikan

secara intravena. Masing-masing obat tersebut diberikan hingga

timbul denyut nadi spontan atau mati jantung. Pada pasien yang

mengalami hipotensi, dapat diberikan dopamin atau metaraminol

yang dimasukkan ke dalam infus. Pada pasien yang mengalami

asidosis metabolik yang terjadi akibat henti jantung, diberikan

natrium bikarbonat. Pasien dengan asidosis respiratorik diberikan

ventilasi yang adekuat (Alkatiri et al.,2007; Muhiman et al.,

2004).

b) Electrocardiography

Pemeriksaan dengan elektrokardiografi dilakukan untuk

mengetahui jenis henti jantung dan aritmia jantung yang dapat

berupa fibrilasi ventrikel, asistol, atau kompleks ventrikuler

agonal (Alkatiri et al., 2007).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. a

20

c) Fibrillation treatment

Terapi fibrilasi atau defibrilasi merupakan terapi yang

diberikan dengan menggunakan listrik yang bertujuan untuk

membuat depolarisasi miokard semaksimal mungkin sehingga

dapat mengatasi gangguan irama jantung dan mengembalikan

irama normal jantung. Defibrilasi ini merupakan tindakan utama

yang diberikan pada pasien dengan henti jantung yang seringkali

diakibatkan oleh fibrilasi ventrikel. Semakin lama jarak

terjadinya henti jantung dengan pemberian defibrilasi,

prognosisnya akan semakin buruk. Saat ini sudah terdapat alat

defibrilasi yang dapat digunakan secara umum yang dapat

memberitahukan penolong apakah pasien membutuhkan terapi

defibrilasi atau tidak yang disebut dengan Automatic External

Defibrilation (Achyar et al., 2011; Alkatiri et al., 2007; Purwoko,

2012).

3) Bantuan Hidup Jangka Panjang (Prolonged Life Support)

Bantuan Hidup Jangka Panjang (BHJP) merupakan tindakan

perawatan yang dilaksanakan setelah tindakan resusitasi yang harus

dilakukan hingga pasien sadar kembali atau pertolongan dihentikan

karena adanya keadaan yang sudah tidak dapat disembuhkan atau

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. a

21

keadaan kematian serebral (Alkatiri et al., 2007). Bantuan hidup

jangka panjang terdiri dari:

a) Gauging

Gauging merupakan tindakan evaluasi dan pengobatan

penyebab utama keadaan pasien serta penilaian sejauh mana

pasien dapat diselamatkan sehingga dapat menentukan usaha

pertolongan lanjutan yang dibutuhkan sesuai dengan kondisi

pasien.

b) Human mentation

Tindakan resusitasi otak dan sistem saraf untuk mencegah

terjadinya kelainan neurologis yang menetap yang dilakukan

dengan cara hipotermi, yaitu dengan menurunkan suhu tubuh

hingga 32-330C pasca terjadinya hipoksia.

c) Intensive care

Perawatan jangka panjang pada pasien yang bergantung pada

hasil resusitasi. Perawatan ini dapat berupa usaha untuk

mempertahankan homeostasis ekstrakranial dan intrakranial. Pada

pasien tanpa kelainan neurologis maka akan dilakukan observasi

pada sistem pernfasan, kardiovaskular, metabolik fungsi ginjal,

dan hati. Bila pasien tetap tidak sadar dilakukan upaya untuk

memelihara perfusi dan oksigenasi otak untuk mencegah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. a

22

terjadinya kelainan yang menetap (Agarwal et al., 2008; Alkatiri

et al., 2007;).

c. Pelatihan Resusitasi Jantung Paru

Di Indonesia, hingga saat ini pelatihan resusitasi jantung paru yang

utamanya mengenai bantuan hidup dasar bagi masyarakat umum bisa

didapatkan melalui Palang Merah Indonesia yang mengadakan pelatihan

baik bagi masyarakat umum, masyarakat yang bekerja pada layanan

publik, maupun bagi para klinisi. Selain itu juga terdapat pelatihan yang

diadakan oleh Departemen Kesehatan RI melalui pelatihan Bakti Husada

dimana tujuan diadakannya pelatihan ini adalah agar masyarakat mampu

menjadi penolong pertama dan tercepat ketika terjadi kejadian

kedaruratan sebelum petugas kesehatan yang terlatih datang atau sebagai

first responder. Peranan masyarakat umum yang diharapkan dapat

dilakukan masyarakat umum ketika terdapat kedaruratan di antaranya

adalah sebagai penolong utama (first responder), dapat memberikan

pertolongan pertama, serta mencari pertolongan pertama guna

mendapatkan pertolongan lebih lanjut (Palang Merah Indonesia, 2003;

Depkes RI, 2006).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. a

23

3. Kepercayaan Diri

a. Pengertian Kepercayaan Diri

Kepercayaan diri adalah keyakinan seorang individu pada

kemampuan yang dimiliki dan dengan akal budi mampu melaksanakan

keinginan dan rencana yang telah diharapkan. Kepercayaan diri dapat

timbul dari alam bawah sadar dan hanya dipengaruhi oleh emosi dan

perasaan (Aryani et al., 2009; Davies, 2004).

Adanya kepercayaan diri pada seseorang akan membuatnya merasa

yakin dengan segala kemampuan dan tindakan tanpa rasa cemas,

sehingga individu tersebut menjadi lebih bertanggung jawab dan merasa

bebas dalam melaksanakan perbuatannya (Goleman, 2001; Lauster,

2002; Lie, 2003).

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepercayaan Diri

Secara umum, kepercayaan diri seseorang dipengaruhi oleh beberapa

faktor, di antaranya adalah konsep diri dan harga diri, kondisi fisik, usia,

kegagalan dan kesuksesan, pendidikan, faktor ekonomi, pengalaman, dan

lingkungan (Ahmadi, 1999; Atkinson, 1999; Hurlock, 1999; Ruwaida et

al., 2006).

1) Konsep Diri dan Harga Diri

Konsep diri merupakan salah satu hal yang mendasari timbulnya

kepercayaan diri pada seorang individu, dimana konsep diri ini

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. a

24

didapatkan dari terjalinnya suatu hubungan antarindividu dalam suatu

kelompok dalam pergaulan yang baik sehingga mendorongnya untuk

dapat menghargai dirinya. Timbulnya penghargaan terhadap diri

sendiri, akan meningkatkan rasa kepercayaan diri sehingga

menimbulkan rasa yakin pada seorang individu (Ruwaida et al., 2006).

2) Kondisi Fisik

Penampilan serta kondisi fisik seseorang sangat mempengaruhi

tingkat kepercayaan diri dan rasa penghargaan terhadap dirinya.

Seseorang yang memiliki kekurangan dalam kondisi fisiknya akan

memiliki tingkat kepercayaan diri yang lebih rendah daripada individu

lainnya, seperti pada penderita cacat fisik. Namun adanya kelainan

atau cacat rohani, seperti adanya lemah ingatan atau penderita

epilepsi, juga dapat menyebabkan rendahnya kepercayaan diri

individu (Ahmadi, 1999; Ruwaida et al., 2006).

3) Usia

Usia remaja dan dewasa muda yaitu hingga usia 18 tahun adalah

ketika individu memiliki rasa percaya diri dan optimisme yang kuat

dalam hidupnya, tetapi pada usia ini seseorang lebih mengutamakan

keinginan serta egonya daripada kemampuan untuk berpikir secara

rasional maupun kemampuan fisiknya. Berbeda dengan individu yang

telah dewasa, yaitu antara usia 20-40 tahun, di mana seorang individu

memiliki kepercayaan diri dalam melakukan aktivitasnya dengan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. a

25

memperhatikan rasionalitas serta kemampuan fisiknya (Atkinson,

1999; Hurlock, 1999).

4) Kegagalan dan Kesuksesan

Tingkat kesuksesan yang tinggi pada individu akan semakin

meningkatkan kepercayaan diri yang ada pada dirinya, sehingga

meningkatkan sifat optimisme dalam segala aspek. Sementara

individu yang sering mengalami kegagalan menimbulkan rasa cemas,

malu, dan ragu-ragu dalam melakukan tindakan dan pengambilan

keputusan (Ahmadi, 1999; Ruwaida et al., 2006).

5) Pendidikan

Tingkat pendidikan, termasuk pengetahuan yang didapatkan,

seperti pengetahuan yang rendah serta kesalahan dalam pengasuhan

pendidikan, seperti pada pendidikan yang terlalu disiplin atau terlalu

dimanjakan, dapat menyebabkan perkembangan seseorang kurang

baik sehingga menjadi individu yang kurang mandiri, apatis, dan

berada di bawah kekuasaan orang lain. Disebutkan pula bahwa

terdapat konsistensi antara tingkat kepercayaan diri dengan

kemampuan kognitif seseorang dalam menghadapi situasi tertentu.

Artinya semakin tinggi tingkat pendidikan dan pengetahuan

seseorang, semakin tinggi pula kepercayaan diri dalam seorang

individu sehingga akan berpengaruh terhadap kemampuan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. a

26

menghadapi situasi tertentu. (Ahmadi, 1999; Kleitman et al., 2005 ;

Ruwaida et al., 2006).

6) Faktor Ekonomi

Faktor ekonomi berbanding lurus dengan tingkat kepercayaan diri

dan penghargaan diri seorang individu (Ahmadi, 1999). Faktor

ekonomi juga mempengaruhi pengetahuan seseorang, selanjutnya

akan mempengaruhi tingkat kepercayaan diri individu tersebut.

Semakin baik keadaan ekonomi seorang individu, maka akses untuk

mendapatkan pendidikan dan informasi semakin mudah dan semakin

besar dibandingkan dengan seseorang dengan tingkat ekonomi yang

lebih rendah (Notoadmodjo, 2003).

7) Pengalaman

Pengalaman yang dimaksud di sini adalah terpenuhinya kasih

sayang, rasa aman, dan rasa penghargaan terhadap dirinya yang

terpupuk semenjak masih masa anak-anak (Ruwaida et al., 2006).

8) Lingkungan

Keluarga merupakan lingkungan utama yang mempengaruhi

pembentukan psikologi dan rasa kepercayaan diri seorang individu.

Keluarga merupakan faktor lingkungan yang berpengaruh secara

langsung terhadap individu (Ruwaida et al., 2006).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. a

27

c. Aspek dan Ciri Kepercayaan Diri

Beberapa aspek yang mendasari kepercayaan diri seorang individu di

antaranya adalah adanya keyakinan terhadap kemampuan diri-sendiri,

memiliki sikap dan pandangan yang optimis terhadap segala hal di

sekitarnya, memiliki sikap tanggung jawab yang tinggi, serta rasional

dan realistis terhadap permasalahan yang dihadapi (Ruwaida et al.,

2006).

Menurut Daradjat (1992) aspek kepercayaan diri juga meliputi

adanya rasa aman yang menyebabkan seseorang terbebas dari rasa takut

dan persaingan terhadap lingkungan sekitarnya, sikap mandiri, serta

adanya toleransi dengan sesama. Kemampuan bergaul terhadap sesama

juga termasuk ke dalam aspek kepercayaan diri (Priyanggraeni et al.,

2002).

Dikatakan Lauster (2002), bahwa individu yang memiliki

kepercayaan diri yang positif memiliki beberapa ciri, di antaranya

adalah:

1) Kehati-hatian

Dengan adanya kepercayaan diri, seorang individu akan memiliki

penilaian yang objektif terhadap kemampuan yang dimilikinya serta

dapat merespon diri secara tepat, yang disesuaikan dengan lingkungan

di sekitarnya. Namun, ketika kepercayaan diri ini menjadi terlalu

berlebihan, seseorang akan menjadi gegabah dan kurang berhati-hati

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. a

28

dalam bertindak, serta tidak memiliki rasa tanggung jawab yang

cukup.

2) Kebebasan

Kebebasan adalah ketika seorang individu mampu melaksanakan

minat dan keinginannya tanpa dipengaruhi adanya harapan serta

tuntutan dari orang lain. Selain itu seseorang yang memiliki kebebasan

dalam berpikir, akan memiliki pandangan yang luas dan tidak terlalu

kaku atau terikat dengan aturan lama.

3) Tidak mementingkan diri-sendiri

Merupakan suatu sikap rela berkorban dan menolong orang lain di

sekitarnya serta memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap

sesama.

4) Toleran

Mampu menghargai adanya perbedaan yang ada sehingga

menjadikannya bebas dari prasangka dan dapat beradaptasi dalam

suatu lingkungan yang baru dan berbeda.

5) Ambisi

Adanya dorongan dalam diri (ambisi) untuk dapat mencapai prestasi

yang diinginkan, dapat meningkatkan harga dirinya, serta memperkuat

kesadaran diri.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. a

29

4. Hubungan antara Pengetahuan dan Kepercayaan Diri

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa kepercayaan diri sangat

dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang didapatkan. Tingkat pendidikan

merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi pengetahuan

seseorang. Ketika seorang individu memiliki tingkat pengetahuan dan

pendidikan yang rendah, sering kali terjadi perkembangan yang kurang baik,

seperti kurangnya kemandirian yang membuatnya menjadi bergantung

terhadap orang lain, mudah berada di bawah kekuasaan orang lain, apatis,

serta merasa cemas dan tidak dapat mengambil keputusan dengan baik.

Keadaan ini selanjutnya akan mempengaruhi kepercayaan diri seseorang.

Adanya pengetahuan yang tinggi akan membuat seorang individu memiliki

pemikiran dan pandangan yang luas, sehingga menjadi lebih mudah

beradaptasi serta memudahkannya dalam mengadapi situasi tertentu.

(Ahmadi, 1999; Kleitman et al., 2005 ; Mubarak, 2007; Notoadmodjo, 2003;

Ruwaida et al., 2006).

Menurut Tarwoko (2003), semakin tinggi pengetahuan seorang individu

maka akan semakin mudah untuk menerima hal-hal baru dan menyesuaikan

dirinya dengan situasi yang baru tersebut, selain itu pengambilan keputusan

dan tindakan setiap individu tersebut selanjutnya. Menurut Daradjat (1992),

dengan adanya kepercayaan diri yang didapat seorang individu akan lebih

mudah dalam menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. a

30

B. Kerangka Pemikiran

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Keterangan:

: yang diteliti

: yang tidak diteliti

Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS Semester 6

1. Faktor Internal

2. Faktor Ekternal

3. Faktor

Pendekatan

Belajar

Bantuan hidup dasar

Kepercayaan diri melakukan tindakan penyelamatan

meningkat

a. Konsep diri

b. Harga diri

c. Usia

d. Kegagalan dan

kesuksesan

e. Pendidikan dan

pengetahuan

f. Pengalaman

g. Lingkungan

Pembekalan pengetahuan resusitasi jantung paru

Bantuan hidup lanjut Bantuan hidup jangka panjang

Mahasiswa paham dan mampu melakukan RJP

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 27: BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. a

31

C. Hipotesis

Terdapat hubungan pengetahuan mahasiswa FK UNS mengenai RJP dengan

kepercayaan diri melakukan tindakan penyelamatan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user