bab ii landasan teori a. tinjauan pustaka 1. a
TRANSCRIPT
5
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Pengetahuan
a. Pengertian
Pengetahuan merupakan seluruh pemikiran, gagasan, ide, konsep dan
pemahaman yang dimiliki seorang individu yang merupakan hasil
dari tahu dan proses pembelajaran, serta terjadi setelah orang melakukan
penginderaan (penglihatan, pendengaran, raba, rasa dan penciuman)
terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan mencakup adanya suatu
penalaran, penjelasan, dan pemahaman manusia tentang segala sesuatu
yang telah dipelajarinya, termasuk praktek atau kemauan teknis dalam
memecahkan berbagai permasalahan. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk sikap dan
perilaku seseorang. Dengan adanya pengetahuan yang tinggi, sikap,
persepsi dan kebiasaan seseorang dapat berubah. Tindakan serta perilaku
yang dilakukan dengan menggunakan pengetahuan lebih baik daripada
yang tidak didasari dengan pengetahuan yang cukup (Azwar, 1996;
Notoadmodjo, 2003).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seorang individu,
antara lain adalah:
1) Faktor Internal
Bersifat subjektif, merupakan dasar yang terdapat pada diri seorang
individu, dan tidak dipengaruhi oleh lingkungan luar, misalnya
intelegensia, minat, kondisi fisik.
2) Faktor Eksternal
Faktor pengaruh dari lingkungan luar individu, misalnya keluarga,
masyarakat, sarana, adat istiadat daerah setempat, pergaulan.
3) Faktor Pendekatan Belajar
Merupakan usaha untuk belajar dari masing-masing individu, yang
termasuk di dalamnya dipengaruhi oleh strategi dan metode dalam
pembelajaran.
Selain itu, faktor pendidikan, pekerjaan, umur, minat, pengalaman,
kebudayaan lingkungan sekitar, serta informasi yang didapat juga
mempengaruhi pengetahuan seorang individu (Mubarak, 2007;
Notoadmodjo,2003).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
c. Domain Kognitif Pengetahuan
Menurut Slamet (1999), pengetahuan yang mencakup dalam domain
kognitif mempunyai 6 (enam) tingkat yaitu:
1) Tahu (Know)
Yaitu dapat mengingat kembali suatu materi atau bahan yang telah
diberikan sebelumnya.
2) Memahami (Comprehension)
Yaitu suatu proses yang lebih tinggi dari hanya sekedar tahu tetapi
suatu individu mampu menjelaskan serta mengintepretasikan atau
menggambarkan secara benar dan tepat suatu materi, bahan, atau
objek yang telah dipelajari sebelumnya.
3) Aplikasi
Terjadi saat seorang individu sudah mampu menggunakan atau
merealisasikan atau menerapkan apa yang telah dipelajari
sebelumnya.
4) Analisis
Kemampuan seorang individu untuk menjabarkan atau menjelaskan
suatu materi yang telah diberikan ke dalam bentuk bagian-bagian
yang lebih kecil, tetapi masih tergolong dalam suatu organisasi dan
memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lainnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
5) Sintesa
Adalah ketika seorang individu mampu membentuk sesuatu yang
benar-benar baru dari bagian-bagian materi yang sebelumnya telah
dianalisis.
6) Evaluasi
Merupakan kemampuan seorang individu untuk menilai suatu materi
atau objek menurut suatu kriteria yang sebelumnya telah ada
ditentukan sendiri hingga dapat melakukan suatu evaluasi kembali.
2. Resusitasi Jantung Paru
a. Pengertian
Resusitasi Jantung Paru (RJP) merupakan suatu cara dan tindakan
darurat yang dilakukan untuk menghidupkan serta memulihkan kembali
keadaan henti nafas dan atau henti jantung agar kembali dapat berfungsi
secara optimal dan dapat menghindarkan dari kematian. Kematian yang
dimaksudkan di sini adalah kematian klinis yaitu suatu keadaan yang
ditandai dengan hilangnya nadi arteri karotis dan arteri femoralis,
terhentinya denyut jantung dan pembuluh darah, terhentinya pernafasan,
serta terjadi gangguan atau penurunan kesadaran yang selanjutnya akan
diikuti oleh terjadinya kematian biologis yaitu terjadinya kerusakan otak
yang tidak dapat diperbaiki, empat menit setelah terjadinya kematian
klinis (Alkatiri et al., 2007; Muhiman et al., 2004).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
Resusitasi Jantung Paru (RJP) memiliki tiga tahap, yaitu bantuan
hidup dasar (basic life support), bantuan hidup lanjut (advanced life
support), dan bantuan hidup jangka panjang (prolong life support).
Langkah yang paling menentukan keberhasilan RJP dari rangkaian
tersebut adalah bantuan hidup dasar, yang termasuk dalam survey primer
yang harus dapat dilakukan oleh setiap orang, termasuk mahasiswa FK
UNS. Kemudian dilanjutkan dengan survey sekunder yang hanya dapat
dilakukan oleh tenaga medis dan paramedis terlatih yang telah
mendapatkan pelatihan mengenai bantuan hidup lanjut. Namun tindakan
resusitasi tidak dapat dilakukan pada beberapa keadaan, seperti: kematian
normal, keadaan henti jantung yang telah berlangsung selama lebih dari
lima menit dikarenakan kemungkinan telah terjadinya kerusakan otak
permanen, stadium terminal penyakit yang sudah tidak dapat
disembuhkan, payah jantung refrakter, edema paru refrakter, syok yang
mendahului henti jantung, kelainan neurologi berat (Alkatiri et al., 2007;
Muhiman et al., 2004;Purwoko, 2012).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
b. Teknik Resusitasi Jantung Paru
Tindakan resusitasi jantung paru menurut Alkatiri dan Bakri (2007)
dan Muhiman (2004) dibagi dalam tiga fase, pada tiap fase terdapat
tindakan pokok yang harus dilakukan yang tersusun sesuai dengan abjad,
yaitu:
1) Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support)
a) Airway control : pembebasan jalan nafas agar tetap terbuka
b) Breathing support : mempertahankan ventilasi dan oksidasi
paru
c) Circulation support : mempertahankan sirkulasi darah dengan
mengadakan bantuan sirkulasi buatan dengan melakukan pijat
jantung
2) Bantuan Hidup Lanjut (Advance Life Support)
a) Drug and fluid : dilakukan pemberian obat dan cairan
b) Electrocardiography : dilakukan segera setelah pijat jantung
untuk penentuan irama jantung
c) Fibrilation treatment : dilakukan untuk mengatasi keadaan
fibrilasi ventrikel
3) Bantuan Hidup Jangka Panjang (Prolonged Life Support)
a) Gaunging : pelaksanaan penilaian dan evaluasi RJP
dengan melakukan pemeriksaan, penentuan penyebab dasar,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
penilaian pada pasien untuk mengetahui apakah pengobatan dapat
diteruskan atau tidak.
b) Human mentation : penentuan ada tidaknya kerusakan
serebral serta dilakukannya tindakan resusitasi serebral untuk
memulihkan fungsi dari sistem saraf pusat
c) Intensive care : penatalaksanaan selanjutnya untuk perawatan
intensif jangka panjang.
Penjelasan dari ketiga fase tindakan resusitasi jantung paru tersebut
adalah sebagai berikut :
1) Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support)
Bantuan hidup dasar merupakan tindakan pertolongan dasar
pertama setelah terjadinya henti jantung yang dilakukan untuk
membebaskan jalan nafas, membantu pernafasan, serta
mempertahankan sirkulasi darah pada penderita yang dilakukan tanpa
menggunakan alat bantu. Tujuan dari tindakan ini adalah pemberian
oksigenisasi darurat secara efektif pada organ vital untuk
mempertahankan ventilasi paru serta distribusi darah oksigenisasi ke
jaringan dalam tubuh. Indikasi dilakukannya tindakan ini adalah henti
nafas dan henti jantung, pasien dapat ditemukan dalam keadaan,
yaitu: tidak dapat ditemukan denyut nadi tetapi masih ada pernafasan,
denyut nadi ada tetapi pernafasan tidak didapatkan, atau keadaaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
tidak didapatkan baik denyut nadi maupun pernafasan (Alkatiri et al.,
2007; Latief et al., 2007).
a) Airway control
Pada saat pertolongan pertama sangat penting untuk
mengetahui ada tidaknya gangguan jalan nafas pada pasien yang
dapat mengganggu aliran nafas sehingga menimbulkan terjadinya
henti nafas. Penyebab utama obstruksi pada jalan nafas adalah
terjadinya penurunan atau hilangnya tonus otot tenggorokan
sehingga lidah akan jatuh ke belakang dan menyumbat faring
sehingga dapat menyebabkan terjadinya gangguan kesadaran,
dimana keadaan ini sering terjadi pada pasien dengan trauma
kepala. Selain itu obstruksi pada jalan nafas juga dapat
disebabkan oleh adanya bekuan darah, muntahan, edema, dan
trauma (fraktur pada tulang wajah, fraktur mandibula atau
maksila, fraktur laring atau trakea).
Pada beberapa kasus, ditemukan pasien yang tersedak dan
berada dalam keadaan tidak sadar yang disertai dengan henti
nafas, maka harus dilakukan pemeriksaan pada saluran nafas
dengan membuka mulut pasien untuk mengetahui ada tidaknya
benda asing yang harus segera dikeluarkan dengan menggunakan
jari penolong. Apabila sumbatan berupa cairan maka dapat
dibersihkan dengan menggunakan jari telunjuk atau jari tengah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
penolong yang dilapisi dengan sepotong kain, sedangkan apabila
sumbatan berupa benda keras maka dapat diambil dengan
menggunakan jari telunjuk penolong yang dibengkokkan. Pasien
yang masih dapat berbicara dianggap tidak memiliki gangguan
pada jalan nafas, tetapi tetap harus dilakukan penilaian ulang
terhadap jalan nafas (Achyar et al., 2011; Alkatiri et al., 2007;
Dobson, 1994; IKABI 2004; Purwoko, 2012).
Pembebasan jalan nafas ini dapat dilakukan dengan beberapa
cara, yaitu:
1) Head tild atau tindakan ekstensi kepala dan angkat leher
Tindakan ini dilakukan dengan cara mengekstensikan leher
sejauh mungkin dengan satu tangan yang lain menyangga
leher pasien. Tindakan ini dapat dilakukan apabila tidak
terdapat trauma pada leher (Latief et al., 2007; Muhiman et
al., 2004).
2) Chin lift atau tindakan angkat dagu
Tindakan ini dilakukan dengan menarik bagian dagu ke arah
sentral dengan meletakkan salah satu tangan pada bawah
rahang. Tindakan ini tidak boleh dilakukan dengan
hiperekstensi tulang leher. Manuver ini berguna pada pasien
dengan patah tulang leher (Alkatiri et al., 2007; IKABI,
2004).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
3) Jaw thrust atau tindakan mendorong rahang bawah
Dilakukan dengan memegang sudut rahang bawah pada
bagian kanan maupun kiri, kemudian mendorongnya ke depan
(IKABI, 2004).
b) Breathing support
Breathing support merupakan suatu usaha untuk memberikan
ventilasi serta oksigenisasi buatan yang dilakukan dengan
memberikan tekanan inflasi secara terus-menerus yang dapat
dilakukan dengan ekshalasi dari mulut ke mulut, mulut ke
hidung, dan dari mulut ke stoma. Tindakan ini harus segera
dilakukan setelah jalan nafas terbuka dan bersih (Alkatiri et al.,
2007; Muhiman et al., 2004).
Breathing support diawali dengan tindakan penilaian
pernafasan untuk memastikan pasien tidak bernafas. Penilaian ini
dilakukan dengan melihat pergerakan dinding dada,
mendengarkan bunyi udara pernafasan ekshalasi, dan merasakan
hembusan nafas pasien. Oleh karena itu pada penolong harus
mendekatkan telinga pada mulut dan hidung pasien serta secara
bersamaan tetap memastikan jalan nafas tetap terbuka. Penilaian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
terhadap pernafasan ini harus dilakukan secepatnya dan tidak
boleh melebihi sepuluh detik (Mansjoer, 2009; Purwoko, 2012).
Langkah selanjutnya apabila didapatkan pasien tidak
bernafas adalah memberikan ventilasi yang dilakukan sebanyak
dua kali hembusan nafas dalam waktu 1,5-2 detik tiap hembusan.
Dalam pemberian ventilasi ini volume udara yang diberikan lebih
penting dari pada irama, pada orang dewasa bantuan nafas
diberikan dengan tiupan yang kuat, sedangkan pada anak-anak
dilakukan secara perlahan. Selanjutnya segera dilakukan perabaan
pada nadi karotis atau femoralis, apabila henti nafas masih terjadi
tetapi denyut nadi dapat teraba, maka diberikan ventilasi setiap 5
detik. Apabila masih terjadi henti nafas dan denyut nadi tidak
teraba, maka akan diberikan 2 kali ventilasi setelah dilakukan
kompresi atau pijat jantung.
1) Mulut ke mulut
Dengan cara ini pemberian ventilasi dianggap paling efektif
dan cepat. Penolong harus mempertahankan posisi kepala dan
leher pasien untuk mempertahankan jalan nafas, menutup
hidung pasien, serta mulut pasien harus tertutup oleh mulut
penolong sepenuhnya untuk menghindarkan terjadinya
kebocoran. Sebelum melakukan ventilasi, penolong harus
mengambil nafas terlebih dahulu. Pemberian volume udara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
harus sesuai karena volume dan laju udara yang berlebihan
akan menyebabkan udara memasuki lambung sehingga terjadi
distensi lambung.
2) Mulut ke hidung
Ventilasi dengan cara ini dilakukan pada pasien dengan
keadaan tidak dimungkinkannya ventilasi melalui mulut ke
mulut, seperti keadaan trismus atau adanya luka berat pada
daerah mulut. Dengan teknik ini, udara akan dihembuskan
dari mulut penolong ke hidung pasien dan mulut pasien harus
tertutup untuk mencegah kebocoran udara.
3) Mulut ke stoma
Ventilasi dengan cara ini dilakukan pada pasien dengan
laringotomi yang akan menghubungkan langsung trakhea ke
kulit (Alkatiri et al., 2007; Muhiman et al., 2004; Purwoko,
2012).
c) Circulation support
Tindakan ini dilakukan untuk mempertahankan sirkulasi
darah dalam tubuh agar sel-sel saraf dalam otak tetap dapat hidup
dengan melakukan kompresi atau pijat jantung. Bantuan sirkulasi
dapat dilakukan melalui pijat jantung luar yang dilakukan secara
teratur pada akhir inspirasi (Alkatiri et al., 2007).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Sebelum dilakukan pijat jantung luar, dilakukan penilaian
denyut nadi arteri karotis yang maksimal dilakukan selama 5
detik, selanjutnya pasien diposisikan terlentang pada permukaan
yang keras. Dengan penolong yang berlutut di samping pasien,
kemudian meletakkan salah satu telapak tangan di atas dinding
dada pada tengah-tengah ujung sternum dan tangan yang lain
diletakkan di atas tangan pertama dengan jari-jari terkunci, lengan
lurus dan kedua bahu tepat di atas sternum pasien. Selanjutnya
dilakukan pijat jantung dengan tekanan vertikal hingga 4-5cm
menekan sternum dengan kecepatan 80-100 kali per menit.
Setelah dilakukan kompresi harus diikuti dengan relaksasi dan
waktu antara lama kompresi harus sama dengan waktu relaksasi
dengan tangan penolong yang masih berada di atas permukaan
dada pasien. Rasio bantuan sirkulasi dan ventilasi adalah 30 : 2
yang dilakukan selama 4 siklus dalam per menit. Tindakan pijat
jantung luar yang benar akan mencapai tekanan sistolik 60-80
mmHg dan tekanan diastolik yang sangat rendah, dan akan
menghasilkan curah jantung 10-25% dari normal (Alkatiri et al.,
2007; Mansjoer, 2009; Muhiman et al., 2004; Purwoko, 2012).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Tindakan resusitasi dapat dihentikan apabila terdapat tanda-
tanda:
1) Pasien yang tidak bergerak, pupil berdilatasi, dan
pernafasannya terhenti yang diakibatkan adanya cedera
kepala.
2) Pasien yang telah mendapatkan resusitasi selama 30 menit
tetapi menunjukkan prognosis yang buruk, seperti: tidak
bergerak dengan pupil berdilatasi, nadi femoralis dan karotis
yang tidak teraba, dan tidak didapatkannya pernafasan
(Dobson, 1994).
2) Bantuan Hidup Lanjut (Advance Life Support)
Bantuan hidup lanjut merupakan pertolongan lanjut yang
diberikan setelah bantuan hidup dasar yang bertujuan untuk
memperbaiki serta mengembalikan ventilasi, sirkulasi spontan, serta
stabilitas sistem kardiovaskuler pasien. Tindakan bantuan hidup lanjut
membutuhkan obat-obat tertentu dan peralatan khusus, yang terdiri
dari pemberian obat dan cairan (drug and fluid), elektrokardiografi,
dan terapi fibrilasi (fibrillation treatment) (Alkatiri et al., 2007;
Muhiman et al., 2004).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
a) Drugs and fluid
Pemberian obat dan cairan dapat diberikan untuk
memperbaiki sistem sirkulasi spontan serta menstabilkannya.
Pemberian obat dapat diberikan dengan pemasangan infus yang
dilakukan bersamaan dengan dimulainya tindakan resusitasi
jantung paru. Obat yang dapat langsung diberikan di antaranya
adalah adrenalin yang dapat diberikan secara intravena,
intratrakeal, intrakardiak dan natrium bikarbonat yang diberikan
secara intravena. Masing-masing obat tersebut diberikan hingga
timbul denyut nadi spontan atau mati jantung. Pada pasien yang
mengalami hipotensi, dapat diberikan dopamin atau metaraminol
yang dimasukkan ke dalam infus. Pada pasien yang mengalami
asidosis metabolik yang terjadi akibat henti jantung, diberikan
natrium bikarbonat. Pasien dengan asidosis respiratorik diberikan
ventilasi yang adekuat (Alkatiri et al.,2007; Muhiman et al.,
2004).
b) Electrocardiography
Pemeriksaan dengan elektrokardiografi dilakukan untuk
mengetahui jenis henti jantung dan aritmia jantung yang dapat
berupa fibrilasi ventrikel, asistol, atau kompleks ventrikuler
agonal (Alkatiri et al., 2007).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
c) Fibrillation treatment
Terapi fibrilasi atau defibrilasi merupakan terapi yang
diberikan dengan menggunakan listrik yang bertujuan untuk
membuat depolarisasi miokard semaksimal mungkin sehingga
dapat mengatasi gangguan irama jantung dan mengembalikan
irama normal jantung. Defibrilasi ini merupakan tindakan utama
yang diberikan pada pasien dengan henti jantung yang seringkali
diakibatkan oleh fibrilasi ventrikel. Semakin lama jarak
terjadinya henti jantung dengan pemberian defibrilasi,
prognosisnya akan semakin buruk. Saat ini sudah terdapat alat
defibrilasi yang dapat digunakan secara umum yang dapat
memberitahukan penolong apakah pasien membutuhkan terapi
defibrilasi atau tidak yang disebut dengan Automatic External
Defibrilation (Achyar et al., 2011; Alkatiri et al., 2007; Purwoko,
2012).
3) Bantuan Hidup Jangka Panjang (Prolonged Life Support)
Bantuan Hidup Jangka Panjang (BHJP) merupakan tindakan
perawatan yang dilaksanakan setelah tindakan resusitasi yang harus
dilakukan hingga pasien sadar kembali atau pertolongan dihentikan
karena adanya keadaan yang sudah tidak dapat disembuhkan atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
keadaan kematian serebral (Alkatiri et al., 2007). Bantuan hidup
jangka panjang terdiri dari:
a) Gauging
Gauging merupakan tindakan evaluasi dan pengobatan
penyebab utama keadaan pasien serta penilaian sejauh mana
pasien dapat diselamatkan sehingga dapat menentukan usaha
pertolongan lanjutan yang dibutuhkan sesuai dengan kondisi
pasien.
b) Human mentation
Tindakan resusitasi otak dan sistem saraf untuk mencegah
terjadinya kelainan neurologis yang menetap yang dilakukan
dengan cara hipotermi, yaitu dengan menurunkan suhu tubuh
hingga 32-330C pasca terjadinya hipoksia.
c) Intensive care
Perawatan jangka panjang pada pasien yang bergantung pada
hasil resusitasi. Perawatan ini dapat berupa usaha untuk
mempertahankan homeostasis ekstrakranial dan intrakranial. Pada
pasien tanpa kelainan neurologis maka akan dilakukan observasi
pada sistem pernfasan, kardiovaskular, metabolik fungsi ginjal,
dan hati. Bila pasien tetap tidak sadar dilakukan upaya untuk
memelihara perfusi dan oksigenasi otak untuk mencegah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
terjadinya kelainan yang menetap (Agarwal et al., 2008; Alkatiri
et al., 2007;).
c. Pelatihan Resusitasi Jantung Paru
Di Indonesia, hingga saat ini pelatihan resusitasi jantung paru yang
utamanya mengenai bantuan hidup dasar bagi masyarakat umum bisa
didapatkan melalui Palang Merah Indonesia yang mengadakan pelatihan
baik bagi masyarakat umum, masyarakat yang bekerja pada layanan
publik, maupun bagi para klinisi. Selain itu juga terdapat pelatihan yang
diadakan oleh Departemen Kesehatan RI melalui pelatihan Bakti Husada
dimana tujuan diadakannya pelatihan ini adalah agar masyarakat mampu
menjadi penolong pertama dan tercepat ketika terjadi kejadian
kedaruratan sebelum petugas kesehatan yang terlatih datang atau sebagai
first responder. Peranan masyarakat umum yang diharapkan dapat
dilakukan masyarakat umum ketika terdapat kedaruratan di antaranya
adalah sebagai penolong utama (first responder), dapat memberikan
pertolongan pertama, serta mencari pertolongan pertama guna
mendapatkan pertolongan lebih lanjut (Palang Merah Indonesia, 2003;
Depkes RI, 2006).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
3. Kepercayaan Diri
a. Pengertian Kepercayaan Diri
Kepercayaan diri adalah keyakinan seorang individu pada
kemampuan yang dimiliki dan dengan akal budi mampu melaksanakan
keinginan dan rencana yang telah diharapkan. Kepercayaan diri dapat
timbul dari alam bawah sadar dan hanya dipengaruhi oleh emosi dan
perasaan (Aryani et al., 2009; Davies, 2004).
Adanya kepercayaan diri pada seseorang akan membuatnya merasa
yakin dengan segala kemampuan dan tindakan tanpa rasa cemas,
sehingga individu tersebut menjadi lebih bertanggung jawab dan merasa
bebas dalam melaksanakan perbuatannya (Goleman, 2001; Lauster,
2002; Lie, 2003).
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepercayaan Diri
Secara umum, kepercayaan diri seseorang dipengaruhi oleh beberapa
faktor, di antaranya adalah konsep diri dan harga diri, kondisi fisik, usia,
kegagalan dan kesuksesan, pendidikan, faktor ekonomi, pengalaman, dan
lingkungan (Ahmadi, 1999; Atkinson, 1999; Hurlock, 1999; Ruwaida et
al., 2006).
1) Konsep Diri dan Harga Diri
Konsep diri merupakan salah satu hal yang mendasari timbulnya
kepercayaan diri pada seorang individu, dimana konsep diri ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
didapatkan dari terjalinnya suatu hubungan antarindividu dalam suatu
kelompok dalam pergaulan yang baik sehingga mendorongnya untuk
dapat menghargai dirinya. Timbulnya penghargaan terhadap diri
sendiri, akan meningkatkan rasa kepercayaan diri sehingga
menimbulkan rasa yakin pada seorang individu (Ruwaida et al., 2006).
2) Kondisi Fisik
Penampilan serta kondisi fisik seseorang sangat mempengaruhi
tingkat kepercayaan diri dan rasa penghargaan terhadap dirinya.
Seseorang yang memiliki kekurangan dalam kondisi fisiknya akan
memiliki tingkat kepercayaan diri yang lebih rendah daripada individu
lainnya, seperti pada penderita cacat fisik. Namun adanya kelainan
atau cacat rohani, seperti adanya lemah ingatan atau penderita
epilepsi, juga dapat menyebabkan rendahnya kepercayaan diri
individu (Ahmadi, 1999; Ruwaida et al., 2006).
3) Usia
Usia remaja dan dewasa muda yaitu hingga usia 18 tahun adalah
ketika individu memiliki rasa percaya diri dan optimisme yang kuat
dalam hidupnya, tetapi pada usia ini seseorang lebih mengutamakan
keinginan serta egonya daripada kemampuan untuk berpikir secara
rasional maupun kemampuan fisiknya. Berbeda dengan individu yang
telah dewasa, yaitu antara usia 20-40 tahun, di mana seorang individu
memiliki kepercayaan diri dalam melakukan aktivitasnya dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
memperhatikan rasionalitas serta kemampuan fisiknya (Atkinson,
1999; Hurlock, 1999).
4) Kegagalan dan Kesuksesan
Tingkat kesuksesan yang tinggi pada individu akan semakin
meningkatkan kepercayaan diri yang ada pada dirinya, sehingga
meningkatkan sifat optimisme dalam segala aspek. Sementara
individu yang sering mengalami kegagalan menimbulkan rasa cemas,
malu, dan ragu-ragu dalam melakukan tindakan dan pengambilan
keputusan (Ahmadi, 1999; Ruwaida et al., 2006).
5) Pendidikan
Tingkat pendidikan, termasuk pengetahuan yang didapatkan,
seperti pengetahuan yang rendah serta kesalahan dalam pengasuhan
pendidikan, seperti pada pendidikan yang terlalu disiplin atau terlalu
dimanjakan, dapat menyebabkan perkembangan seseorang kurang
baik sehingga menjadi individu yang kurang mandiri, apatis, dan
berada di bawah kekuasaan orang lain. Disebutkan pula bahwa
terdapat konsistensi antara tingkat kepercayaan diri dengan
kemampuan kognitif seseorang dalam menghadapi situasi tertentu.
Artinya semakin tinggi tingkat pendidikan dan pengetahuan
seseorang, semakin tinggi pula kepercayaan diri dalam seorang
individu sehingga akan berpengaruh terhadap kemampuan dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
menghadapi situasi tertentu. (Ahmadi, 1999; Kleitman et al., 2005 ;
Ruwaida et al., 2006).
6) Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi berbanding lurus dengan tingkat kepercayaan diri
dan penghargaan diri seorang individu (Ahmadi, 1999). Faktor
ekonomi juga mempengaruhi pengetahuan seseorang, selanjutnya
akan mempengaruhi tingkat kepercayaan diri individu tersebut.
Semakin baik keadaan ekonomi seorang individu, maka akses untuk
mendapatkan pendidikan dan informasi semakin mudah dan semakin
besar dibandingkan dengan seseorang dengan tingkat ekonomi yang
lebih rendah (Notoadmodjo, 2003).
7) Pengalaman
Pengalaman yang dimaksud di sini adalah terpenuhinya kasih
sayang, rasa aman, dan rasa penghargaan terhadap dirinya yang
terpupuk semenjak masih masa anak-anak (Ruwaida et al., 2006).
8) Lingkungan
Keluarga merupakan lingkungan utama yang mempengaruhi
pembentukan psikologi dan rasa kepercayaan diri seorang individu.
Keluarga merupakan faktor lingkungan yang berpengaruh secara
langsung terhadap individu (Ruwaida et al., 2006).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
c. Aspek dan Ciri Kepercayaan Diri
Beberapa aspek yang mendasari kepercayaan diri seorang individu di
antaranya adalah adanya keyakinan terhadap kemampuan diri-sendiri,
memiliki sikap dan pandangan yang optimis terhadap segala hal di
sekitarnya, memiliki sikap tanggung jawab yang tinggi, serta rasional
dan realistis terhadap permasalahan yang dihadapi (Ruwaida et al.,
2006).
Menurut Daradjat (1992) aspek kepercayaan diri juga meliputi
adanya rasa aman yang menyebabkan seseorang terbebas dari rasa takut
dan persaingan terhadap lingkungan sekitarnya, sikap mandiri, serta
adanya toleransi dengan sesama. Kemampuan bergaul terhadap sesama
juga termasuk ke dalam aspek kepercayaan diri (Priyanggraeni et al.,
2002).
Dikatakan Lauster (2002), bahwa individu yang memiliki
kepercayaan diri yang positif memiliki beberapa ciri, di antaranya
adalah:
1) Kehati-hatian
Dengan adanya kepercayaan diri, seorang individu akan memiliki
penilaian yang objektif terhadap kemampuan yang dimilikinya serta
dapat merespon diri secara tepat, yang disesuaikan dengan lingkungan
di sekitarnya. Namun, ketika kepercayaan diri ini menjadi terlalu
berlebihan, seseorang akan menjadi gegabah dan kurang berhati-hati
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
dalam bertindak, serta tidak memiliki rasa tanggung jawab yang
cukup.
2) Kebebasan
Kebebasan adalah ketika seorang individu mampu melaksanakan
minat dan keinginannya tanpa dipengaruhi adanya harapan serta
tuntutan dari orang lain. Selain itu seseorang yang memiliki kebebasan
dalam berpikir, akan memiliki pandangan yang luas dan tidak terlalu
kaku atau terikat dengan aturan lama.
3) Tidak mementingkan diri-sendiri
Merupakan suatu sikap rela berkorban dan menolong orang lain di
sekitarnya serta memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap
sesama.
4) Toleran
Mampu menghargai adanya perbedaan yang ada sehingga
menjadikannya bebas dari prasangka dan dapat beradaptasi dalam
suatu lingkungan yang baru dan berbeda.
5) Ambisi
Adanya dorongan dalam diri (ambisi) untuk dapat mencapai prestasi
yang diinginkan, dapat meningkatkan harga dirinya, serta memperkuat
kesadaran diri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
4. Hubungan antara Pengetahuan dan Kepercayaan Diri
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa kepercayaan diri sangat
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang didapatkan. Tingkat pendidikan
merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi pengetahuan
seseorang. Ketika seorang individu memiliki tingkat pengetahuan dan
pendidikan yang rendah, sering kali terjadi perkembangan yang kurang baik,
seperti kurangnya kemandirian yang membuatnya menjadi bergantung
terhadap orang lain, mudah berada di bawah kekuasaan orang lain, apatis,
serta merasa cemas dan tidak dapat mengambil keputusan dengan baik.
Keadaan ini selanjutnya akan mempengaruhi kepercayaan diri seseorang.
Adanya pengetahuan yang tinggi akan membuat seorang individu memiliki
pemikiran dan pandangan yang luas, sehingga menjadi lebih mudah
beradaptasi serta memudahkannya dalam mengadapi situasi tertentu.
(Ahmadi, 1999; Kleitman et al., 2005 ; Mubarak, 2007; Notoadmodjo, 2003;
Ruwaida et al., 2006).
Menurut Tarwoko (2003), semakin tinggi pengetahuan seorang individu
maka akan semakin mudah untuk menerima hal-hal baru dan menyesuaikan
dirinya dengan situasi yang baru tersebut, selain itu pengambilan keputusan
dan tindakan setiap individu tersebut selanjutnya. Menurut Daradjat (1992),
dengan adanya kepercayaan diri yang didapat seorang individu akan lebih
mudah dalam menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
B. Kerangka Pemikiran
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Keterangan:
: yang diteliti
: yang tidak diteliti
Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS Semester 6
1. Faktor Internal
2. Faktor Ekternal
3. Faktor
Pendekatan
Belajar
Bantuan hidup dasar
Kepercayaan diri melakukan tindakan penyelamatan
meningkat
a. Konsep diri
b. Harga diri
c. Usia
d. Kegagalan dan
kesuksesan
e. Pendidikan dan
pengetahuan
f. Pengalaman
g. Lingkungan
Pembekalan pengetahuan resusitasi jantung paru
Bantuan hidup lanjut Bantuan hidup jangka panjang
Mahasiswa paham dan mampu melakukan RJP
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
C. Hipotesis
Terdapat hubungan pengetahuan mahasiswa FK UNS mengenai RJP dengan
kepercayaan diri melakukan tindakan penyelamatan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user