bab ii landasan teori a. penelitian yang relevanrepository.ump.ac.id/4403/3/silfiana safitri bab...

33
BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan Novel Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer Karya Pramoedya Ananta Toer sudah pernah dikaji oleh beberapa mahasiswa. Berikut ini kajian yang berkaitan dengan novel Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer. Pertama, skripsi berjudul Konflik Sosial dan Politik dalam Novel Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer Karya Pramoedya Ananta Toer: Tinjauan Sosiologi Sastra dan Implementasinya sebagai Bahan Ajar Sastra di SMA oleh Khoirun Nisa mahasiswi Universitas Muhammadiyah Surakarta tahun 2013. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan struktur, konflik sosial, konflik politik dan implementasi novel Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer. Perbedaannya dengan penelitian ini terletak pada data dan pendekatan yang dilakukan oleh peneliti. Penelitian yang dilakukan oleh Khoirun Nisa tentunya berbeda dengan penelitian ini. Pada penelitian yang dilakukan Khoirun Nisa datanya berupa struktur, konflik sosial, konflik politik serta implementasi pada novel sebagai bahan ajar di SMA. Sedangkan pendekatannya menggunakan sosiologi sastra. Lalu dalam penelitian ini datanya adalah teks novel yang berbentuk kata-kata, kalimat-kalimat atau ungkapan yang mengandung gaya bahasa pada novel Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer Karya Pramoedya Ananta Toer. Lalu pendekatannya menggunakan stilistika. Kedua, skripsi berjudul Analisis Wacana Kritis pada Novel Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer karya Pramoedya Ananta Toer oleh Nela Dian Octora salah satu mahasiswi Universitas Muhammadiyah Malang tahun 2015. Skripsi yang 8 Analisis Gaya Bahasa..., Selfiana Safitri, FKIP UMP 2017

Upload: others

Post on 28-Jan-2020

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/4403/3/SILFIANA SAFITRI BAB II.pdf10 B. Novel Nurgiyantoro (2007: 9-10), istilah novel berasal dari bahasa Itali

8

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Penelitian yang Relevan

Novel Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer Karya Pramoedya

Ananta Toer sudah pernah dikaji oleh beberapa mahasiswa. Berikut ini kajian yang

berkaitan dengan novel Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer. Pertama,

skripsi berjudul Konflik Sosial dan Politik dalam Novel Perawan Remaja dalam

Cengkeraman Militer Karya Pramoedya Ananta Toer: Tinjauan Sosiologi Sastra dan

Implementasinya sebagai Bahan Ajar Sastra di SMA oleh Khoirun Nisa mahasiswi

Universitas Muhammadiyah Surakarta tahun 2013. Penelitian ini bertujuan untuk

mendeskripsikan struktur, konflik sosial, konflik politik dan implementasi novel

Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer. Perbedaannya dengan penelitian ini

terletak pada data dan pendekatan yang dilakukan oleh peneliti.

Penelitian yang dilakukan oleh Khoirun Nisa tentunya berbeda dengan

penelitian ini. Pada penelitian yang dilakukan Khoirun Nisa datanya berupa struktur,

konflik sosial, konflik politik serta implementasi pada novel sebagai bahan ajar di

SMA. Sedangkan pendekatannya menggunakan sosiologi sastra. Lalu dalam

penelitian ini datanya adalah teks novel yang berbentuk kata-kata, kalimat-kalimat

atau ungkapan yang mengandung gaya bahasa pada novel Perawan Remaja dalam

Cengkeraman Militer Karya Pramoedya Ananta Toer. Lalu pendekatannya

menggunakan stilistika.

Kedua, skripsi berjudul Analisis Wacana Kritis pada Novel Perawan Remaja

dalam Cengkeraman Militer karya Pramoedya Ananta Toer oleh Nela Dian Octora

salah satu mahasiswi Universitas Muhammadiyah Malang tahun 2015. Skripsi yang

8

Analisis Gaya Bahasa..., Selfiana Safitri, FKIP UMP 2017

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/4403/3/SILFIANA SAFITRI BAB II.pdf10 B. Novel Nurgiyantoro (2007: 9-10), istilah novel berasal dari bahasa Itali

9

kedua ini berbeda dengan penelitian miliknya Khoirun Nisa yang berjudul Konflik

Sosial dan Politik dalam Novel Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer Karya

Pramoedya Ananta Toer: Tinjauan Sosiologi Sastra dan Implementasinya sebagai

Bahan Ajar Sastra di SMA. Perbedaannya, pada penelitian yang dilakukan oleh

Khoirun Nisa datanya struktur, konflik sosial, konflik politik serta implementasi pada

novel sebagai bahan ajar di SMA sedangkan pendekatannya menggunakan sosiologi

sastra. Adapun dalam penelitian yang dilakukan oleh Nela Dian Octora ini datanya

berupa tokoh perempuan dalam posisi subjek dan posisi objek serta posisi pembaca

yang ditampilkan pada novel Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer

sedangkan pendekatannya menggunakan model Sara Mills.

Dari kedua skripsi tersebut tentunya ada perbedaan dengan penelitian ini.

Perbedaanya terletak pada data dan pendekatannya. Dalam penelitian ini datanya

berupa teks novel yang berbentuk kata-kata, kalimat-kalimat atau ungkapan yang

mengandung gaya bahasa dalam novel Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer

karya Pramoedya Ananta Toer. Sedangkan pendekatannya menggunakan pendekatan

stilistika. Adapun persamaan dari kedua skripsi tersebut dari penelitian ini yaitu objek

penelitiannya berupa novel Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer karya

Pramoedya Ananta Toer. Berdasarkan penelusuran yang telah dilakukan, peneliti tidak

menemukan ulasan maupun kajian ilmiah yang meneliti tentang gaya bahasa pada

novel Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer sehingga peneliti meneliti

tentang gaya bahasa dalam penelitian ini.

Analisis Gaya Bahasa..., Selfiana Safitri, FKIP UMP 2017

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/4403/3/SILFIANA SAFITRI BAB II.pdf10 B. Novel Nurgiyantoro (2007: 9-10), istilah novel berasal dari bahasa Itali

10

B. Novel

Nurgiyantoro (2007: 9-10), istilah novel berasal dari bahasa Itali novella yang

berarti sebuah barang baru yang kecil dan kemudian diartikan sebagai cerita pendek

dalam prosa. Novel dapat mengemukakan sesuatu secara bebas, menyajikan sesuatu

secara lebih banyak, lebih rinci, lebih detail, dan lebih banyak melibatkan berbagai

permasalahan yang lebih kompleks. Dalam The American College Dictionary (dalam

Suyitno, 2009: 36), novel merupakan suatu cerita prosa fiktif dalam panjang yang

tertentu yang melukiskan para tokoh, gerak, serta adegan kehidupan nyata yang

representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut. Aziez

& Hasim (2010: 2), novel merupakan suatu karya fiksi yaitu karya dalam bentuk kisah

atau cerita yang melukiskan tokoh-tokoh dan peristiwa-peristiwa rekaan. Jadi

kesimpulannya novel merupakan suatu karya fiksi yang di dalamnya mengandung

tokoh, alur, dan peristiwa rekaan dan panjangnya melebihi dari cerpen.

C. Stilistika

Menurut Ratna (2013: 3), stilistika (stylistic) adalah ilmu tentang gaya dan stil

(style) secara umum sebagaimana akan dibicarakan secara lebih luas pada bagian

berikut adalah cara-cara yang khas, bagaimana segala sesuatu diungkapkan dengan

cara tertentu sehingga tujuan yang dimaksudkan dapat dicapai secara maksimal.

Adapun menurut lecch & short (dalam Nurgiyantoro, 2007: 279), stilistika menyaran

pada pengertian studi tentang stile. Kajian terhadap wujud performansi kebahasaan,

khususnya yang terdapat dalam karya sastra. Analisis stilistika biasanya dimaksudkan

untuk menerangkan sesuatu, yang pada umumnya dalam dunia kesastraan untuk

menerangkan hubungan antara bahasa dengan fungsi artistik dan maknanya.

Analisis Gaya Bahasa..., Selfiana Safitri, FKIP UMP 2017

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/4403/3/SILFIANA SAFITRI BAB II.pdf10 B. Novel Nurgiyantoro (2007: 9-10), istilah novel berasal dari bahasa Itali

11

Menurut Soeratno (2001: 172), secara etimologis stylistics berkaitan dengan

style. Style artinya gaya, sedangkan stylistics dapat diterjemahkan sebagai ilmu

tentang gaya. Gaya dalam kaitan ini tentu saja mengacu pada pemakaian atau

penggunaaan bahasa dalam karya sastra. Turner (dalam Soeratno, 2001: 172-173),

stylistics atau stilistika merupakan bagian dari linguistik yang memusatkan

perhatiannya pada variasi penggunaan bahasa yang tidak secara eksklusif, terutama

pemakaian bahasa dalam sastra. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat

disimpulkan bahwa stilistika merupakan ilmu yang mempelajari tentang gaya dan

memusatkan pada variasi penggunaan bahasa dalam karya sastra.

D. Gaya Bahasa

1. Pengertian Gaya Bahasa

Menurut Tarigan (2013: 4), gaya bahasa adalah bahasa indah yang digunakan

untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta membandingkan suatu

benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum. Sedangkan Keraf

(2004: 112-113), gaya bahasa dalam retorika dikenal dengan istilah style. Kata style

diturunkan dari kata latin stilus, yaitu semacam alat untuk menulis pada lempengan

lilin. Penekanan style dititikberatkan pada keahlian untuk menulis indah, maka style

lalu berubah menjadi kemampuan dan keahlian untuk menulis atau mempergunakan

kata-kata secara indah. Siswantoro (2014: 115), menambahkan gaya bahasa

merupakan suatu gerak membelok dari bentuk ekspresi sehari hari atau aliran ide-ide

yang biasa untuk menghasilkan suatu efek yang luar biasa. Gaya bahasa dapat dapat

memperkaya makna sehingga dapat menggapai pesan yang diinginkan secara lebih

intensif hanya dengan sedikit kata.

Analisis Gaya Bahasa..., Selfiana Safitri, FKIP UMP 2017

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/4403/3/SILFIANA SAFITRI BAB II.pdf10 B. Novel Nurgiyantoro (2007: 9-10), istilah novel berasal dari bahasa Itali

12

Menurut Kridalaksana (2001: 63), gaya bahasa merupakan pemanfaatan atas

kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis. Selain itu bisa diartikan

sebagai pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu atau

keseluruhan ciri-ciri bahasa sekelompok penulis sastra. Selain itu, gaya bahasa ialah

susunan perkataan yang terjadi karena perasaan yang timbul atau hidup dalam hati

penulis yang menimbulkan suatu perasaan tertentu dalam hati pembaca. Gaya bahasa

itu menghidupkan kalimat dan memberi gerak pada kalimat. Gaya bahasa itu untuk

menimbulkan reaksi tertentu, untuk menimbulkan tanggapan pikiran kepada pembaca

(Pradopo, 2009: 93). Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan gaya bahasa

ialah pemakaian ragam kekayaan bahasa yang dilakukan oleh seseorang dalam

menulis atau bertutur untuk memberikan efek tertentu kepada pembaca.

2. Jenis Gaya Bahasa

Menurut Ratna (2013: 164), gaya bahasa dibedakan menjadi empat macam,

yaitu (1) gaya bahasa penegasan, (2) gaya bahasa perbandingan, (3) gaya bahasa

pertentangan, dan (4) gaya bahasa sindiran. Beberapa jenis gaya bahasa dibedakan

lagi menjadi subjenis lain sesuai dengan cirinya masing-masing. Sedangkan menurut

Keraf (2004: 116-127), dilihat dari sudut bahasa atau unsur-unsur bahasa yang

digunakan, maka gaya bahasa dapat dibedakan berdasarkan titik tolak unsur bahasa

yang dipergunakan, yaitu (1) gaya bahasa berdasarkan pilihan kata, (2) gaya bahasa

berdasarkan nada yang terkandung dalam wacana, (3) gaya bahasa berdasarkan

struktur kalimat, dan (4) gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna.

Berdasarkan pilihan kata, gaya bahasa dibedakan menjadi tiga yaitu (a) gaya bahasa

resmi, (b) gaya bahasa tak resmi, dan (c) gaya bahasa percakapan. Berdasarkan nada

Analisis Gaya Bahasa..., Selfiana Safitri, FKIP UMP 2017

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/4403/3/SILFIANA SAFITRI BAB II.pdf10 B. Novel Nurgiyantoro (2007: 9-10), istilah novel berasal dari bahasa Itali

13

yang terkandung dalam wacana, gaya bahasa dibedakan menjadi tiga yaitu (a) gaya

sederhana, (b) gaya mulia dan bertenaga, dan (c) gaya menengah. Gaya bahasa

berdasarkan struktur kalimat dibedakan menjadi lima yaitu (a) klimaks, (b)

antiklimaks, (c) paralelisme, (d) antithesis, dan (e) repetisi. Repetisi itu sendiri ada

bermacam-macam yakni epizeuksis, tautotes, anafora, epistrofa, simploke,

mesodiplosis, epanalepsis, dan anadiplosis. Gaya bahasa berdasarkan langsung

tidaknya makna dibedakan menjadi dua yaitu (a) gaya bahasa retoris dan (b) gaya

bahasa kiasan (Keraf, 2004: 127-145).

Nurgiyantoro (2014: 218), menambahkan jenis gaya bahasa jumlahnya relatif

banyak bahkan tidak sedikit literatur dan orang yang memasukan stile yang bermain

dengan struktur. Dari sekian banyak bentuk gaya bahasa tampak bahwa gaya bahasa

itu pada umumnya berupa gaya bahasa perbandingan dan sebagian majas pertautan.

Gaya bahasa perbandingan yaitu simile, mertafora, personifikasi, dan alegori.

Sedangkan gaya bahasa pertautan yaitu metonimi dan sinekdoki.

Tarigan (2013: 6), mengemukakan ada empat bagian jenis gaya bahasa yaitu

(1) gaya bahasa perbandingan meliputi : perumpamaan, metafora, personifikasi,

depersonifikasi, alegori, antithesis, pleonasme, tautologi, periphrasis, prolepsis, dan

koreksio, (2) gaya bahasa pertentangan meliputi : hiperbola, litotes, ironi, oksimoron,

paronomasia, paralipsis, dan zeugma, satire, innuendo, antifrasis, paradoks, klimaks,

anti klimaks, apostrof, anastrof, apofasis, hysteron proteron, hipalase, sinisme, dan

sarkasme, (3) gaya bahasa pertautan meliputi : metonomia, sinekdoke, alusi,

eufemisme, elipsis, eponim, epitet, antonomia, erotesis, paralelisme, asindeton,

polisideton, dan gradasi, (4) gaya bahasa perulangan meliputi : aliterasi, antanaklasis,

asonansi, antanaklasis, kiasmus, epizeuksis, tautotes, anafora, epistrofa, simploke,

Analisis Gaya Bahasa..., Selfiana Safitri, FKIP UMP 2017

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/4403/3/SILFIANA SAFITRI BAB II.pdf10 B. Novel Nurgiyantoro (2007: 9-10), istilah novel berasal dari bahasa Itali

14

mesodiplosis, epanalepsis, dan anadiplosis. Dari beberapa pendapat di atas mengenai

jenis gaya bahasa tersebut dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendapat Keraf

karena menurut peneliti jenis gaya bahasa yang di kemukakan oleh Keraf sudah

mewakili paparan mengenai jenis gaya bahasa dari pakar yang lain. Teori penelitian

ini juga dibatasi pada gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat dan langsung tidaknya

makna karena data penelitian ini berupa novel.

a. Gaya Bahasa Berdasarkan Struktur Kalimat

Menurut Keraf (2004: 124-129), struktur sebuah kalimat dapat dijadikan

landasan untuk menciptakan gaya bahasa. Adapun yang dimaksud dengan struktur

kalimat disini adalah tempat sebuah unsur kalimat yang dipentingkan dalam kalimat

tersebut. Ada kalimat yang bersifat periodik, bila bagian yang terpenting atau gagasan

yang mendapat penekanan ditempatkan pada akhir kalimat. Ada kalimat yang bersifat

kendur, yaitu bila bagian kalimat yang mendapat penekanan ditempatkan pada awal

kalimat. Jenis yang ketiga adalah kalimat berimbang, yaitu kalimat yang mengandung

dua bagian kalimat atau lebih yang kedudukannya sama tinggi atau sederajat.

Berdasarkan ketiga macam struktur kalimat tersebut, maka dapat diperoleh gaya-gaya

bahasa antara lain: (1) klimaks, (2) antiklimaks, (3) paralesisme, (4) antithesis, dan (5)

repetisi.

1) Klimaks

Nurgiyantoro (2007: 303), mengemukakan klimaks adalah urutan

penyampaian yang menunjukkan semakin meningkatnya kadar pentingnya gagasan.

Sedangkan Tarigan (2013: 79), menjelaskan klimaks merupakan sejenis gaya bahasa

Analisis Gaya Bahasa..., Selfiana Safitri, FKIP UMP 2017

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/4403/3/SILFIANA SAFITRI BAB II.pdf10 B. Novel Nurgiyantoro (2007: 9-10), istilah novel berasal dari bahasa Itali

15

yang berupa susunan ungkapan yang semakin lama semakin mengandung penekanan.

Keraf (2004: 124-125), menambahkan bahwa klimaks adalah semacam gaya bahasa

yang mengandung urutan-urutan pikiran yang setiap kali semakin meningkat

kepentingannya dari gagasan-gagasan sebelumnya. Bila klimaks itu terbentuk dari

beberapa gagasan yang berturut-turut semakin tinggi kepentingannya maka disebut

anabasis, contoh: Tuan-tuan jangan terlalu banyak menghamburkan waktu, tenaga,

dan fikiran bagi saya. Jadi kesimpulannya klimaks adalah gaya bahasa yang terdiri

dari gagasan yang berturut-turut semakin tinggi tingkat kepentingannya.

2) Antiklimaks

Keraf (2004: 125-126), mengungkapkan bahwa antiklimaks merupakan suatu

acuan yang gagasan-gagasannya diurutkan dari yang terpenting berturut-turut ke

gagasan yang kurang penting. Antiklimaks dihasilkan oleh kalimat yang berstruktur

mengendur, contoh : Pembangunan lima tahun telah dilancarkan serentak di ibu kota

negara, ibu kota-ibu kota propinsi, kabupaten, kecamatan, dan semua desa di

seluruh Indonesia. Antiklimaks merupakan urutan penyampaian yang menunjukkan

semakin mengendur kadar pentingnya sebuah gagasan (Nurgiyantoro, 2007: 303).

Sedangkan Tarigan (2013: 81), menambahkan bahwa antiklimaks merupakan

suatu acuan yang berisi gagasan-gagasan yang diurutkan dari yang terpenting berturut-

turut ke gagasan yang kurang penting. Jadi kesimpulannya antiklimaks merupakan

gaya bahasa yang terdiri dari gagasan-gagasan yang diurutkan dari yang terpenting ke

gagasan yang kurang penting.

Analisis Gaya Bahasa..., Selfiana Safitri, FKIP UMP 2017

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/4403/3/SILFIANA SAFITRI BAB II.pdf10 B. Novel Nurgiyantoro (2007: 9-10), istilah novel berasal dari bahasa Itali

16

3) Paralelisme

Nurgiyantoro (2007: 302), paralelisme menyaran pada penggunaan bagian-

bagian kalimat yang mempunyai kesamaan struktur gramatikal dan menduduki fungsi

yang sama pula secara berurutan. Contoh : Diantara sejumlah warga terpaksa ada

yang dipilih, dibatasi, bahkan adakalanya ditolak untuk diterima sebagai anggota.

Paralelisme adalah gaya bahasa yang berusaha mencapai kesejajaran dalam

pemakaian kata-kata atau frasa-frasa yang menduduki fungsi yang sama dalam bentuk

gramatikal yang sama (Tarigan, 2013: 131).

Keraf (2004: 126), paralelisme adalah semacam gaya bahasa yang berusaha

mencapai kesejajaran dalam pemakaian kata-kata atau frasa-frasa yang menduduki

fungsi yang sama dalam bentuk gramatikal yang sama. Jadi kesimpulannya

paralelisme merupakan gaya bahasa yang mempunyai kesejajaran dalam pemakaian

kata-kata dan menduduki fungsi yang sama secara berurutan dalam sebuah kalimat.

4) Antithesis

Menurut Ducrot & Todoov (dalam Tarigan, 2013: 26), mengemukakan

antithesis merupakan sejenis gaya bahasa yang mengadakan komparasi atau

perbandingan antara dua antonim yaitu kata-kata yang mengandung ciri-ciri semantic

yang bertentangan. Antithesis merupakan penyampaian gagasan-gagasan yang

bertentangan (Nurgiyantoro, 2007: 302). Antithesis adalah sebuah gaya bahasa yang

mengandung gagasan-gagasan yang bertentangan. Gaya ini timbul dari kalimat

berimbang (Keraf, 2004: 126-127). Contoh: mereka sudah kehilangan banyak dari

harta bendanya, tetapi mereka juga telah banyak memperoleh keuntungan darinya.

Analisis Gaya Bahasa..., Selfiana Safitri, FKIP UMP 2017

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/4403/3/SILFIANA SAFITRI BAB II.pdf10 B. Novel Nurgiyantoro (2007: 9-10), istilah novel berasal dari bahasa Itali

17

Jadi kesimpulannya antithesis merupakan gaya bahasa yang menggunakan kata-kata

berlawanan atau bertentangan arti satu dengan lainnya.

5) Repetisi

Repetisi merupakan gaya pengulangan kata atau kelompok kata yang sama.

Kata atau kelompok kata yang diulang dalam repetisi bisa terdapat dalam satu kalimat

atau lebih, dan berada pada posisi awal, tengah, atau di tempat yang lain

(Nurgiyantoro 2007: 301). Repetisi adalah pengulangan bunyi, suku kata, kata atau

bagian kalimat yang dianggap penting. Repetisi seperti halnya dengan paralesisme dan

antithesis lahir dari kalimat yang berimbang. Macam-macam repetisi meliputi

epizeuksis, tautotes, anafora, epistrofa, simploke, mesodiplosis, epanalepsis, dan

anadiplosis. Keraf (2004: 127-129) menjelaskan macam-macam repetisi itu sebagai

berikut:

a) Epizeuksis adalah repetisi yang bersifat langsung, artinya kata yang

dipentingkan diulang beberapa kali berturut-turut. Contoh:

Kita harus bekerja, bekerja, sekali lagi bekerja untuk mengejar semua

ketinggalan kita.

b) Tautotes adalah repetisi atas sebuah kata berulang-ulang dalam sebuah

kontruksi. Contoh :

Kau menuding aku, aku menuding kau, kau dan aku menjadi seteru.

c) Anafora adalah repetisi yang berwujud perulangan kata pertama pada tiap

baris atau kalimat berikutnya. Sedangkan Nurgiyantoro (2007: 299-300),

mengemukakan anafora merupakan gaya bahasa yang menunjukkan

adanya pertautan atau menampilkan pengulangan kata pada awal

beberapa kalimat yang berurutan, contoh : Bahasa yang baku pertama-tama berperan sebagai pemersatu dalam pembentukan suatu masyarakat bahasa-bahasa yang bermacam-macam dialeknya. Bahasa yang baku akan mengurangi perbedaan variasi dialek Indonesia secara geografis, yang tumbuh karena kekuatan bawah sadar pemakai bahasa Indonesia, yang bahasa pertamanya suatu bahasa Nusantara. Bahasa yang baku itu akan mengakibatkan selingan bentuk yang sekecil-kecilnya.

d) Epistrofa adalah repetisi yang berwujud perulangan kata atau frasa pada akhir baris atau kalimat berurutan. Contoh : Bumi yang kau diami, laut yang kau layari adalah puisi

Analisis Gaya Bahasa..., Selfiana Safitri, FKIP UMP 2017

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/4403/3/SILFIANA SAFITRI BAB II.pdf10 B. Novel Nurgiyantoro (2007: 9-10), istilah novel berasal dari bahasa Itali

18

Udara yang kau hirupi, air yang kau tengguki adalah puisi e) Simploke adalah repetisi pada awal dan akhir beberapa baris atau kalimat

berturut-turut. Contoh : Kamu bilang hidup ini brengsek. Aku bilang biarin Kamu bilang hidup ini nggak punya arti. Aku bilang biarin

f) Mesodiplosis adalah repetisi di tengah baris-baris atau beberapa kalimat berurutan. Contoh : Pegawai kecil jangan mencuri kertas karbon Babu-babu jangan mencuri tulang-tulang ayam goreng

g) Epanalepsis adalah perulangan yang berwujud kata terakhir dari baris, klausa atau kalimat, mengulang kata pertama. Contoh : Kita gunakan pikiran dan perasaan kita Kuberikan setulusnya, apa yang harus kuberikan

h) Anadiplosis adalah kata atau frasa terakhir dari suatu klausa atau kalimat menjadi kata atau frasa pertama dari klausa atau kalimat berikutnya. Contoh : Dalam baju ada aku, dalam aku ada hati, dalam hati: ah takapa jua yang ada Dalam syair ada kata, dalam kata ada makna, dalam makna: Mudah-mudahan ada Kau!

Siswantoro (2014: 210), mengatakan bahwa repetisi merupakan penggunaan

gaya bahasa yang bertujuan untuk memberi penekanan kepada makna frasa. Jadi

kesimpulannya repetisi merupakan gaya bahasa yang berupa pengulangan kata atau

kelomok kata yang sama yang terdapat dalam satu kalimat atau lebih dan letak

posisinya bisa di awal, tengah maupun akhir kalimat.

b. Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna

Gaya bahasa berdasarkan ketidaklangsungan makna ini biasanya disebut

sebagai trope atau figure of speech. Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya

makna dibagi atas dua kelompok, yaitu gaya bahasa retoris yang semata-mata

merupakan penyimpangan dari kontruksi biasa untuk mencapai efek tertentu dan gaya

bahasa kiasan yang merupakan penyimpangan yang lebih jauh, khususnya dalam

bidang makna (Keraf, 2004: 129).

Analisis Gaya Bahasa..., Selfiana Safitri, FKIP UMP 2017

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/4403/3/SILFIANA SAFITRI BAB II.pdf10 B. Novel Nurgiyantoro (2007: 9-10), istilah novel berasal dari bahasa Itali

19

1) Gaya Bahasa Retoris

a) Aliterasi

Menurut Siswantoro (2014: 136), aliterasi merupakan pengulangan bunyi

konsonan di posisi akhir atau di posisi awal kata, seperti bunyi /t/ pada pasangan tried

atau true, bunyi /m/ pada pasangan might dan main, bunyi /n/ pada pasangan thin dan

pin. Sedangkan Tarigan (2013: 175), menjelaskan aliterasi yaitu sejenis gaya bahasa

yang memanfaatkan purwakanti atau kata-kata yang permulaannya sama bunyinya.

Contoh aliterasi seperti : Takut titik lalu tumpah. Kalimat tersebut merupakan aliterasi

t terlihat dengan pengulangan konsonan t berturut-turut pada satu kalimat.

Nurgiyantoto (2007: 303), menambahkan bahwa aliterasi merupakan penggunaan

kata-kata yang sengaja dipilih karena memiliki kesamaan fonem-konsonan, baik yang

berada di awal maupun di tengah kata. Jadi kesimpulannya aliterasi merupakan gaya

bahasa yang berupa pengulangan bunyi konsonan di posisi awal, tengah, dan akhir

kata.

b) Asonansi

Keraf (2004: 130), berpendapat bahwa asonansi adalah semacam gaya bahasa

yang berwujud perulangan bunyi vokal yang sama. Asonansi merujuk kepada

pengulangan bunyi vokal dengan tujuan memberi tekanan makna pada kata tertentu

dan menciptakan rangkaian suara yang musical, contoh: Kura-kura dalam perahu,

pura-pura tidak tahu. Siwantoro ( 2014: 140), mengemukakan asonansi merupakan

pengulangan bunyi hidup seperti bunyi /i/ pada pasangan he dan she. Jadi

kesimpulannya asonansi merupakan gaya bahasa yang berupa pengulangan bunyi

hidup dengan vokal yang sama.

Analisis Gaya Bahasa..., Selfiana Safitri, FKIP UMP 2017

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/4403/3/SILFIANA SAFITRI BAB II.pdf10 B. Novel Nurgiyantoro (2007: 9-10), istilah novel berasal dari bahasa Itali

20

c) Anastrof atau Inversi

Ducrot & Todorov (dalam Tarigan, 2013: 85), inversi merupakan permutasi

atau perubahan unsur-unsur konstruksi sintaksis. Dengan kata lain inversi merupakan

perubahan urutan subjek predikat (SP) menjadi predikat subjek (PS). Sedangkan Keraf

(2004:130), berpendapat bahwa anastrof atau inversi adalah semacam gaya retoris

yang diperoleh dengan pembalikan susunan kata yang biasa dalam kalimat. Anastrof

ini mengubah urutan unsur-unsur kontruksi sintaksis dengan menyebutkan terlebih

dahulu predikat sebelum subjeknya, contoh: Pergilah ia meninggalkan kami,

keheranan kami melihat perangainya. Jadi kesimpulannya inversi merupakan gaya

bahasa yang melakukan pembalikan urutan susunan kata subjek predikat menjadi

predikat subjek.

d) Apofasis atau Preterisio

Keraf (2004: 130-131), berpendapat bahwa Apofasis atau disebut juga

Preterisio merupakan sebuah gaya dimana penulis atau pengarang menegaskan

sesuatu, tetapi tampaknya menyangkal. Berpura-pura membiarkan sesuatu berlalu,

tetapi sebenarnya ia menekankan hal itu. Berpura-pura melindungi atau

menyembunyikan sesuatu, tetapi sebenarnya memamerkannya, contoh: Saya tidak

mau mengungkapkan dalam forum ini bahwa Saudara telah menggelapkan ratusan

juta rupiah uang negara. Sedangkan Tarigan (2013: 86), mengemukakan preterisio

adalah jenis gaya bahasa yang digunakan oleh penulis, pengarang, atau pembicara

untuk menegaskan sesuatu tetapi nampaknya menyangkalnya. Jadi kesimpulannya

apofasis atau preterisio merupakan gaya bahasa yang menegaskan sesuatu tetapi

menyangkal dengan cara berpura-pura.

Analisis Gaya Bahasa..., Selfiana Safitri, FKIP UMP 2017

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/4403/3/SILFIANA SAFITRI BAB II.pdf10 B. Novel Nurgiyantoro (2007: 9-10), istilah novel berasal dari bahasa Itali

21

e) Apostrof

Keraf (2004: 131) berpendapat bahwa apostrof adalah semacam gaya yang

berbentuk pengalihan amanat dari para hadirin kepada sesuatu yang tidak hadir.

Dalam pidato yang disampaikan pada suatu masa, sang orator secara tiba-tiba

mengarahkan pembicaraannya langsung kepada sesuatu yang tidak hadir kepada

mereka yang sudah meninggal, atau kepada barang atau objek khayalan atau sesuatu

yang abstrak. Dengan demikian dia tampak tidak berbicara pada hadirin, contoh: Hai

kamu dewa-dewa yang berada di surga, datanglah dan bebaskanlah kami dari

belenggu penindasan ini. Sedangkan Tarigan (2013: 83), berpendapat apostrof

merupakan sejenis gaya bahasa yang berupa pengalihan amanat dari yang hadir

kepada yang tidak hadir. Jadi kesimpulannya apostrof merupakan gaya bahasa yang

mengalihkan amanat dari yang hadir kepada yang tidak hadir.

f) Asindeton

Nurgiyantoro (2007: 303), asindeton merupakan penggunaan pungtuasi yang

berupa „‟tanda koma‟‟. Keraf (2004: 131), berpendapat asindeton adalah suatu gaya

yang berupa acuan, yang bersifat padat di mana beberapa kata, frasa, atau klausa yang

sederajat tidak dihubungkan dengan kata sambung. Bentuk-bentuk ini biasanya

dipisahkan saja dengan koma, seperti ucapan terkenal dari Julius Caesar: Veni, vidi,

vici, “saya datang, saya lihat, saya menang”. Contoh: kesesakkan, kepedihan,

kesakitan, seribu derita detik-detik penghabisan orang melepaskan nyawa. Asindeton

merupakan gaya bahasa yang berupa acuan padat dan mampat di mana beberapa kata,

farasa, atau klausa yang sederajat tidak dihubungkan dengan kata sambung (dalam

Tarigan 2013: 136). Jadi kesimpulannya asindeton merupakan gaya bahasa yang

Analisis Gaya Bahasa..., Selfiana Safitri, FKIP UMP 2017

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/4403/3/SILFIANA SAFITRI BAB II.pdf10 B. Novel Nurgiyantoro (2007: 9-10), istilah novel berasal dari bahasa Itali

22

mengemukakan beberapa kata, frasa, maupun klausa secara berurutan tanpa

menggunakan kata sambung dalam kalimat.

g) Polisindeton

Tarigan (2013: 137), polisindeton merupakansuatu gaya yang merupakan

kebalikan asindeton. Dalam polisindeton beberapa kata, frasa, atau klausa yang

berurutan dihubungkan satu sama lain dengan kata sambung. Sedangkan Keraf (2004:

131), polisindeton adalah suatu gaya yang merupakan kebalikan dari asindeton.

Polisindeton ialah bentuk pengulangan yang menggunakan kata tugas tertentu

misalnya kata „‟dan‟‟ (Nurgiyantoro, 2007: 303). Contoh polisindeton sebagai berikut

: Dan ke manakah burung-burung yang gelisah dan tak berumah dan tak menyerah

pada gelap dan dingin yang bakal merontokkan bulu-bulunya?. Jadi kesimpulannya

polisindeton merupakan gaya bahasa yang berupa pengulangan yang menggunakan

kata penghubung secara berurutan dalam suatu kalimat.

h) Kiasmus

Keraf (2004: 132), berpendapat bahwa kiasmus adalah semacam acuan atau

gaya bahasa yang terdiri dari dua bagian. Kiasmus berisikan pengulangan dan

sekaligus merupakan inversi atau pembalikan susunan antara dua kata dalam satu

kalimat. Contoh: Semua kesabaran kami sudah hilang, lenyap sudah ketekunan kami

untuk melanjutkan usaha itu. Sedangkan menurut Ducrot & Todorov (dalam Tarigan,

2013: 180), mengemukakan kiasmus adalah gaya bahasa yang berisikan perulangan

atau repetisi dan sekaligus merupakan inversi hubungan antara dua kata dalam satu

kalimat. Jadi kesimpulannya kiasmus adalah gaya bahasa yang berisikan pengulangan

dengan pembalikan susunan antara dua kata dalam satu kalimat.

Analisis Gaya Bahasa..., Selfiana Safitri, FKIP UMP 2017

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/4403/3/SILFIANA SAFITRI BAB II.pdf10 B. Novel Nurgiyantoro (2007: 9-10), istilah novel berasal dari bahasa Itali

23

i) Elipsis

Keraf, (2004: 132), elipsis adalah suatu gaya yang berwujud menghilangkan

suatu unsur kalimat yang dengan mudah dapat diisi atau ditafsirkan sendiri oleh

pembaca atau pendengar. Bila bagian yang dihilangkan itu berada di tengah-tengah

kalimat itu disebut anakoluton. Bila pemutusan di tengah-tengah kalimat tersebut

dimaksudkan untuk menyatakan secara tak langsung suatu peringatan atau karena

suatu emosi yang kuat, maka disebut aposiopesis, contoh: jika anda gagal

melaksanakan tugasmu…..tetapi baiklah kita tiak membicarakan hal itu. Sedangkan

Tarigan (2013: 133), memaparkan elipsis ialah gaya bahasa yang di dalamnya

dilaksanakan pembuangan atau penghilangan kata yang memenuhi bentuk kata

berdasarkan tata bahasa. Jadi kesimpulannya elipsis merupakan gaya bahasa yang

menghilangkan unsur kalimat dengan posisi penghilangan bisa di awal, tengah,

maupun akhir kalimat.

j) Eufemisme

Eufemisme adalah semacam acuan berupa ungkapan-ungkapan yang tidak

menyinggung perasaan orang. Eufemisme mengandung ungkapan-ungkapan yang

halus untuk menggantikan acuan-acuan yang mungkin dirasakan menghina,

menyinggung perasaan atau mensugestikan sesuatu yang tidak menyenangkan (Keraf,

2004: 132). Contoh: Anak saudara memang tidak terlalu cepat mengikuti pelajaran

seperti anak-anak lainnya (=bodoh). Tarigan (2013: 125), mengungkapkan eufemisme

adalah ungkapan yang lebih halus sebagai pengganti ungkapan yang dirasakan kasar,

yang dianggap merugikan, atau yang tidak menyenangkan. Jadi kesimpulannya

eufemisme merupakan gaya bahasa yang berupa ungkapan secara halus sebagai

Analisis Gaya Bahasa..., Selfiana Safitri, FKIP UMP 2017

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/4403/3/SILFIANA SAFITRI BAB II.pdf10 B. Novel Nurgiyantoro (2007: 9-10), istilah novel berasal dari bahasa Itali

24

pengganti ungkapan kasar agar ungakapan tersebut tidak menyinggung perasaan

seseorang.

k) Litotes

Moeliono (dalam Tarigan, 2013: 58), litotes merupakan sejenis gaya bahasa

yang di dalam pengungkapannya menyatakan sesuatu yang positif dengan bentuk

yang negatif atau bentuk yang bertentangan. Keraf, (2004: 132-133) mengemukakan

litotes adalah semacam gaya bahasa yang dipakai untuk menyatakan sesuatu dengan

tujuan merendahkan diri. Contoh: Rumah yang buruk inilah yang merupakan hasil

usaha kami bertahun-tahun lamanya. Jadi kesimpulannya litotes adalah gaya bahasa

yang menyatakan sesuatu dengan cara merendahkan diri dari yang sebenarnya terjadi.

l) Histeron Proteron

Keraf (2004: 133), histeron proteron adalah semacam gaya bahasa yang

merupakan kebalikan dari sesuatu yang logis atau kebalikan dari sesuatu yang wajar.

Histeron Proteron menempatkan sesuatu yang terjadi kemudian pada awal peristiwa,

contoh : Kereta melaju dengan cepat di depan kuda yang menariknya. Histeron

proteton juga bisa diartikan sebagai gaya bahasa yang membalikkan sesuatu yang

logis dan membalikkan sesuatu yang wajar (Tarigan, 2013: 88). Jadi kesimpulannya

histeron proteron merupakan gaya bahasa yang berupa kebalikan dari sesuatu yang

logis ataupun kebalikan dari sesuatu yang wajar.

Analisis Gaya Bahasa..., Selfiana Safitri, FKIP UMP 2017

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/4403/3/SILFIANA SAFITRI BAB II.pdf10 B. Novel Nurgiyantoro (2007: 9-10), istilah novel berasal dari bahasa Itali

25

m) Pleonasme dan Tautologi

Menurut Poerwadarminta (dalam Tarigan, 2013: 28), pleonasme merupakan

pemakaian kata yang mubazir yang sebenarnya tidak perlu. Sedangkan tautologi

merupakan acuan yang menggunakan kata-kata lebih banyak daripada yang

dibutuhkan untuk menyatakan suatu gagasan atau pikiran. Keraf (2004: 133-134),

menjelaskan pleonasme dan tautologi adalah acuan yang mempergunakan kata-kata

lebih banyak daripada yang diperlukan untuk menyatakan satu pikiran atau gagasan.

Suatu acuan disebut pleonasme bila kata yang berlebihan itu dihilangkan salah satu

kata mubazir artinya tetap utuh. Sebaliknya acuan itu disebut tautologi kalau kata

yang berlebihan itu sebenarnya mengandung perulangan dari sebuah kata yang lain.

Misalnya :

(1) Saya telah mendengar hal itu dengan telinga saya sendiri.

Saya telah melihat kejadian itu dengan mata kepala saya sendiri.

Darah yang merah itu melumuri seluruh tubuhnya.

Ungkapan diatas adalah pleonasme karena semua acuan itu tetap utuh dengan

makna yang sama, walaupun dihilangkan kata-kata : dengan telinga saya, dengan

mata kepala saya, dan yang merah itu.

(2) Ia tiba jam 20.00 malam waktu setempat.

Globe itu bundar bentuknya

Acuan di atas disebut tautologi karena kata berlebihan itu sebenarnya

mengulang kembali gagasan yang sudah disebut sebelumnya, yaitu malam sudah

tercakup dalam jam 20.00, dan bundar tercakup dalam globe. Jadi kesimpulannya

pleonasme merupakan gaya bahasa yang menggunakan kata mubazir dalam suatu

kalimat tetapi jika dihilangkan, artinya tetap utuh. Sedangkan tautologi merupakan

gaya bahasa yang menggunakan kata yang berlebihan yang sebenarnya kata tersebut

mengulang kembali gagasan yang sudah disebutkan di awal.

Analisis Gaya Bahasa..., Selfiana Safitri, FKIP UMP 2017

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/4403/3/SILFIANA SAFITRI BAB II.pdf10 B. Novel Nurgiyantoro (2007: 9-10), istilah novel berasal dari bahasa Itali

26

n) Perifrasis

Menurut Keraf (2004: 134), perifrasis mempergunakan kata lebih banyak dari

yang diperlukan. Perbedaannya terletak dalam hal bahwa kata-kata yang berlebihan

itu sebenarnya dapat diganti dengan satu kata saja. Contoh: Ia telah beristirahat

dengan damai (=mati, atau meninggal). Sedangkan Tarigan (2013: 31),

mengungkapkan perifrasis merupakan gaya bahasa yang mirip dengan pleonasme.

Jadi kesimpulannya perifrasis merupakan gaya bahasa yang menggunakan kata yang

berlebihan tetapi sebenarnya dapat diganti hanya dengan satu kata saja.

o) Prolepsis atau Antisipasi

Prolepsis atau antisipasi adalah semacam gaya bahasa di mana orang

mempergunakan lebih dahulu kata-kata atau sebuah kata sebelum peristiwa atau

gagasan yang sebenarnya terjadi. Contoh : Pada pagi yang naas itu, ia mengendarai

sebuah sedan biru (Keraf, 2004: 134). Sedangkan Shadily (dalam Tarigan, 2013: 33),

menjelaskan prolepsis atau antisipasi berarti gaya bahasa yang mendahului tentang

sesuatu yang masih akan dikerjakan atau akan terjadi. Jadi kesimpulannya prolepsis

atau antisipasi merupakan gaya bahasa yang menggunakan kata-kata terlebih dahulu

sebelum peristiwa yang sebenarnya terjadi.

p) Erotesis atau Pertanyaan Retoris

Keraf (2004: 134-135), berpendapat bahwa erotesis atau pertanyaan retoris

adalah semacam pertanyaan yang dipergunakan dalam pidato atau tulisan dengan

tujuan untuk mencapai efek yang lebih mendalam dan penekanan yang wajar. Kalimat

retoris ini tidak menghendaki adanya sebuah jawaban. Dalam pernyataan retoris

Analisis Gaya Bahasa..., Selfiana Safitri, FKIP UMP 2017

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/4403/3/SILFIANA SAFITRI BAB II.pdf10 B. Novel Nurgiyantoro (2007: 9-10), istilah novel berasal dari bahasa Itali

27

terdapat asumsi bahwa hanya ada satu jawaban yang mungkin, contoh : Rakyatlah

yang harus menanggung akibat semua korupsi dan manipulasi di negara ini? Kalimat

pada contoh tersebut merupakan erotesis karena tidak membutuhkan jawaban.

Sedangkan Tarigan (2013: 130), menambahkan erotesis sejenis gaya bahasa yang

berupa pertanyaan yang digunakan dalam tulisan atau pidato yang bertujuan untuk

mencapai efek yang lebih mendalam dan penekanan yang wajar dan sama sekali tidak

menuntut suatu jawaban. Jadi kesimpulannya erotesis atau pertanyaan retoris adalah

gaya bahasa yang berupa penegasan kalimat pertanyaan yang tidak menghendaki

adanya jawaban karena pertanyaannya telah menyindir dari jawabannya.

q) Silepsis dan Zeugma

Keraf (2004: 135) berpendapat bahwa silepsis dan zeugma adalah gaya di

mana orang mempergunakan dua konstruksi rapatan dengan menghubungkan sebuah

kata dengan kata lain yang sebenarnya hanya salah satunya mempunyai hubungan

dengan kata pertama. Dalam silepsis, kontruksi yang digunakan secara gramatikal

benar tetapi secara semantik tidak benar. Contohnya :

Ia sudah kehilangan topi dan semangatnya

Fungsi dan sikap bahasa.

Konstruksi yang lengkap adalah kehilangan topi dan kehilangan semangat,

yang satu memiliki makna denotasional, yang lain memiliki makna kiasan, demikian

juga ada konstruksi fungsi bahasa dan sikap bahasa namun makna gramatikalnya

berbeda, yang satu berarti „‟fungsi dari bahasa‟‟ dan yang lain „‟sikap terhadap

bahasa‟‟.

Analisis Gaya Bahasa..., Selfiana Safitri, FKIP UMP 2017

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/4403/3/SILFIANA SAFITRI BAB II.pdf10 B. Novel Nurgiyantoro (2007: 9-10), istilah novel berasal dari bahasa Itali

28

Dalam zeugma kata yang dipakai untuk membawahi kedua kata berikutnya,

sebenarnya hanya cocok untuk salah satu daripadanya baik secara logis maupun

secara gramatikal. Tarigan (2013: 68), menjelaskan zeugma adalah kata yang dipakai

untuk membawahi kedua kata berikutnya sebenarnya hanya cocok untuk salah satu

daripadanya baik secara logis maupun gramatikal. Misalnya :

Dengan membelalakkan mata dan telinganya, ia mengusir orang itu.

Ia menundukkan kepala dan badannya untuk memberi hormat kepada kami.

Jadi kesimpulannya zeugma merupakan gaya bahasa yang berupa gabungan

dua kata yang sebenarnya hanya cocok untuk salah satu kata saja dalam sebuah

kalimat.

r) Koreksio atau Epanortosis

Keraf, (2004: 135), koreksio atau epanortosis adalah suatu gaya yang berwujud

mula-mula menegaskan sesuatu. Namun, kemudian memeriksa dan memperbaiki yang

mana yang salah, contoh: Sudah empat kali saya mengunjungi daerah itu, ah bukan,

sudah lima kali. Sedangkan Tarigan (2013: 34), mengemukakan koreksio adalah gaya

bahasa yang menegaskan sesuatu tetapi kemudian memperbaikinya atau

mengoreksinya kembali. Jadi kesimpulannya koreksio merupakan gaya bahasa

yang awalnya menegaskan sesuatu tetapi kemudian memperbaiki yang dianggap

salah.

Analisis Gaya Bahasa..., Selfiana Safitri, FKIP UMP 2017

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/4403/3/SILFIANA SAFITRI BAB II.pdf10 B. Novel Nurgiyantoro (2007: 9-10), istilah novel berasal dari bahasa Itali

29

s) Hiperbola

Menurut Keraf (2004: 135), hiperbola adalah semacam gaya bahasa yang

mengandung suatu pernyataan yang berlebihan dengan membesar-besarkan suatu hal.

Contoh hiperbola sebagai berikut : Kemarahanku sudah menjadi-jadi hingga hampir-

hampir meledak aku. Nurgiyantoro (2007: 300), mengemukakan hiperbola adalah

suatu cara penuturan yang bertujuan menekankan maksud dengan sengaja melebih-

lebihkan. Sedangkan Tarigan (2013: 55), menambahkan hiperbola adalah suatu cara

yang berlebih-lebihan untuk mencapai efek. Jadi kesimpulannya hiperbola adalah

gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan dan membesar-

besarkan terhadap suatu hal yang sebenarnya hal tersebut biasa saja.

t) Paradoks

Paradoks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang

nyata dengan fakta-fakta yang ada. Paradoks dapat juga berarti semua hal yang

menarik perhatian karena kebenarannya (Keraf, 2004: 136). Paradoks menyatakan

sesuatu secara berlawanan, tetapi sebenarnya tidak sungguh-sungguh dipikir dan

dirasakan, contoh: Musuh sering merupakan kawan yang akrab. Kalimat tersebut

merupakan paradoks karena mengandung pertentangan tetapi menarik perhatian

karena kebenarannya memang ada. Nurgiyantoro (2007: 300), berpendapat bahwa

paradoks merupakan cara penekanan penuturan yang sengaja menampilkan unsur

pertentangan di dalamnya. Jadi kesimpulannya paradoks adalah gaya bahasa yang

mengandung pertentangan dengan fakta yang ada.

u) Oksimoron

Menurut Keraf (2004: 136), oksimoron adalah suatu acuan yang berusaha

untuk menggabungkan kata-kata untuk mencapai efek yang bertentangan. Oksimoron

Analisis Gaya Bahasa..., Selfiana Safitri, FKIP UMP 2017

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/4403/3/SILFIANA SAFITRI BAB II.pdf10 B. Novel Nurgiyantoro (2007: 9-10), istilah novel berasal dari bahasa Itali

30

sifatnya lebih padat dan tajam dari paradoks, contoh: Itu sudah menjadi rahasia

umum. Sedangkan Ducrot & Tororov (dalam Tarigan 2013: 63), menambahkan

oksimoron merupakan jenis gaya bahasa yang mengandung penegasan atau pendirian

suatu hubungan sintaksis, baik koordinasi maupun determinasi antara dua antonim.

Jadi kesimpulannya oksimoron merupakan gaya bahasa yang menggabungkan kata-

kata berupa penegasan untuk menimbulkan efek yang bertentangan.

2) Gaya Bahasa Kiasan

Keraf (2004: 136) berpendapat bahwa gaya bahasa kiasan ini pertama-tama

dibentuk berdasarkan perbandingan atau persamaan. Membandingkan sesuatu dengan

sesuatu hal yang lain, berarti mencoba menemukan ciri-ciri yang menunjukkan

kesamaan antara kedua hal tersebut. Perbandingan sebenarnya mengandung dua

pengertian, yaitu perbandingan yang termasuk dalam gaya bahasa yang polos atau

langsung dan perbandingan yang termasuk dalam gaya bahasa kiasan. Adapun jenis-

jenis bahasa kiasan meliputi: (a) persamaan/ simile, (b) metafora, (c) alegori, parabel,

dan fabel, (d) personifikasi atau prosopopoeia, (e) alusi, (f) eponim, (g) epitet, (h)

sinekdoke, (i) metonimia, (j) antonomasia, (k) hipalase, (l) ironi, sinisme, dan

sarkasme, (m) satire, (n) inuendo, (o) antifrasis, dan (p) pun/ paronomasia (Keraf,

2004: 138-145).

a) Simile

Tarigan (2013: 9), menjelaskan simile merupakan perbandingan dua hal yang

pada hakikatnya berlainan dan yang sengaja kita anggap sama. Nurgiyantoro (2007:

Analisis Gaya Bahasa..., Selfiana Safitri, FKIP UMP 2017

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/4403/3/SILFIANA SAFITRI BAB II.pdf10 B. Novel Nurgiyantoro (2007: 9-10), istilah novel berasal dari bahasa Itali

31

298), mengungkapkan simile merupakan perbandingan yang langsung dan eksplisit

dengan mempergunakan kata-kata tugas tertentu sebagai penanda keeksplisitan.

Sedangkan Keraf (2004: 138), menambahkan simile adalah perbandingan yang

bersifat eksplisit. Upaya yang secara eksplisit menunjukkan kesamaan itu, yaitu kata-

kata: seperti, sama, sebagai, bagaikan, laksana, dan sebagainya. Perumpamaan atau

perbandingan ini dapat dikatakan bahasa kiasan yang paling sederhana dan paling

banyak dipergunakan dalam karya sastra, contoh: matanya seperti bintang timur. Jadi

kesimpulannya simile merupakan gaya bahasa perbandingan yang langsung dengan

mempergunakan kata-kata tugas tertentu sebagai penanda keeksplisitan.

b) Metafora

Menurut Siswantoro (2014: 116), metafora merupakan perbandingan antara

dua objek atau ide yang masing-masing sebagai tenor (yang dibandingkan) dengan

vehicle (pembanding). Sedangkan Keraf (2004: 139), berpendapat bahwa metafora

adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam

bentuk yang singkat : bunga bangsa, buaya darat, buah hati, cindera mata, dan

sebagainya. Metafora sebagai perbandingan langsung tidak mempergunakan kata:

seperti, bak, bagai, dan sebagainya. Metafora ini menyatakan sesuatu sebagai hal

yang sama atau seharga dengan hal lain yang sesungguhnya tidak sama. Contoh:

Orang itu buaya darat. Baldic (dalam Nurgiyantoro, 2014: 224), juga mengemukakan

bahwa metafora adalah bentuk pembandingan anatara dua hal yang dapat berwujud

benda, fisik, ide, dan sifat yang bersifat implisit. Jadi kesimpulannya metafora adalah

gaya bahasa yang membandingkan dua objek secara langsung.

Analisis Gaya Bahasa..., Selfiana Safitri, FKIP UMP 2017

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/4403/3/SILFIANA SAFITRI BAB II.pdf10 B. Novel Nurgiyantoro (2007: 9-10), istilah novel berasal dari bahasa Itali

32

c) Alegori, Parabel, dan Fabel

Bila sebuah metafora mengalami perluasan, maka ia dapat berwujud alegori,

parable, atau fabel. Ketiga bentuk perluasan ini biasanya mengandung ajaran-ajaran

moral dan sering sukar dibedakan satu dari yang lain. Alegori adalah suatu cerita

singkat yang mengandung kiasan. Makna kiasan ini harus ditarik dari bawah

permukaan ceritanya. Dalam alegori, nama-nama pelakunya adalah sifat-sifat yang

abstrak, serta tujuannya selalu jelas tersurat. Nurgiyantoro (2014: 239), alegori

merupakan sebuah cerita kiasan yang maknanya tersembunyi pada makna literal.

Parabel adalah suatu kisah singkat dengan tokoh-tokoh biasanya manusia,

yang selalu mengandung tema moral. Istilah parabel dipakai untuk menyebut cerita-

cerita fiktif di dalam kitab suci yang bersifat alegoris, untuk menyampaikan kebenaran

moral atau kebenaran spiritual. Tarigan (2013: 25), parabel merupakan cerita yang

berkaitan dengan kitab suci dan merupakan alegori singkat yang mengandungv

pengajaran mengenai moral dan kebenaran. Jadi kesimpulannya parabel adalah gaya

bahasa yang berupa cerita dengan tokohnya manusia yang mengandung nilai moral.

Fabel adalah suatu metafora berbentuk cerita mengenai dunia binatang, di

mana binatang-binatang bahkan makhluk-makhluk yang tidak bernyawa bertindak

seolah-olah seperti manusia. Fabel menyampaikan suatu prinsip tingkah laku melalui

analogi yang transparan dari tindak-tanduk binatang, tumbuhan, atau makhluk tak

bernyawa (Keraf, 2004: 140). Sedangkan Tarigan (2013: 24), menjelaskan fabel

merupakan sejenis alegori yang di dalamnya binatang-binatang bicara dan bertingkah

laku seperti manusia. Jadi kesimpulannya fabel merupakan gaya bahasa yang

mengenai dunia binatang dengan tingkah lakunya seperti manusia.

Analisis Gaya Bahasa..., Selfiana Safitri, FKIP UMP 2017

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/4403/3/SILFIANA SAFITRI BAB II.pdf10 B. Novel Nurgiyantoro (2007: 9-10), istilah novel berasal dari bahasa Itali

33

d) Personifikasi atau Prosopopoeia

Keraf (2004: 140-141), mengungkapkan bahwa personifikasi atau

prosopopoeia adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda

mati atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-seolah memiliki sifat-sifat

kemanusiaan. Contoh personifikasi sebagai berikut : Angin yang meraung di tengah

malam yang gelap itu menambah lagi ketakutan kami. Nurgiyantoro (2007: 299),

mengemukakan bahawa personifikasi merupakan gaya bahasa yang memberi sifat-

sifat benda mati dengan sifat-sifat seperti yang dimiliki manusia sehingga dapat

bersikap dan bertingkah laku sebagaimana halnya manusia. Personifikasi adalah jenis

gaya bahasa yang melekatkan sifat-sifat insani kepada benda yang tidak bernyawa dan

ide yang abstrak (Tarigan, 2013: 17). Jadi kesimpulannya personifikasi merupakan

gaya bahasa yang menggambarkan benda mati seolah-olah hidup seperti perilaku yang

dilakukan manusia.

e) Alusi

Keraf (2004: 141), alusi adalah semacam acuan yang berusaha mensugestikan

persamaan antara orang, tempat, atau peristiwa. Biasanya, alusi ini adalah suatu

referensi yang eksplisit atau implisit kepada peristiwa-peristiwa, tokoh-tokoh, atau

tempat dalam kehidupan nyata, mitologi, atau dalam karya-karya sastra yang terkenal.

Contoh Alusio sebagai berikut : Bandung adalah Paris Jawa. Sedangkan Tarigan

(2013: 124), menerangkan alusi adalah gaya bahasa yang menunjuk secara tidak

langsung ke suatu peristiwa atau tokoh berdasarkan anggapan adanya pengetahuan

bersama yang dimiliki oleh pengarang dan pembaca untuk menangkap pengacuan itu.

Jadi kesimpulannya alusi merupakan gaya bahasa yang menunjukkan secara tidak

langsung kepada peristiwa, tokoh, maupun tempat dalam karya sastra.

Analisis Gaya Bahasa..., Selfiana Safitri, FKIP UMP 2017

Page 27: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/4403/3/SILFIANA SAFITRI BAB II.pdf10 B. Novel Nurgiyantoro (2007: 9-10), istilah novel berasal dari bahasa Itali

34

f) Eponim

Keraf (2004: 141), eponim adalah suatu gaya di mana seseorang yang

namanya begitu sering dihubungkan dengan sifat tertentu. Contohnya : Kerakusannya

persis Karun. Sedangkan Tarigan (2013: 127), menjelaskan eponim merupakan gaya

bahasa yang mengandung nama seseorang yang begitu sering dihubungkan dengan

sifat tertentu sehingga nama tersebut dipakai untuk menyatakan sifat itu. Jadi

kesimpulannya eponim merupakan gaya bahasa yang menggunakan nama seseorang

yang sering dihubungkan dengan sifat tertentu sehingga nama tersebut dipakai untuk

menyatakan sifatnya.

g) Epitet

Epitet adalah semacam acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang

khusus dari seseorang atau suatu hal. Keterangan itu adalah suatu frasa deskriptif yang

menjelaskan atau menggantikan nama seseorang atau suatu barang, contoh: Putri

malam sudah bangun dari peranduannya (Keraf, 2004: 141). Sedangkan Tarigan

(2013: 128), berpendapat epiteton merupakan gaya bahasa yang mengandung acuan

yang menyatakan suatu sifat atau ciri khas dari seseorang atau sesuatu hal. Pada

epiteton tampak adanya ajektif atau frasa deskriptif untuk menunjukkan sifat sesuatu

yang menjadi subjek gaya. Frasa seperti itu biasanya disebut epitet. Jadi

kesimpulannya epitet merupakan gaya yang berupa sifat atau ciri yang khusus dari

seseorang untuk menggantikan nama seseorang atau suatu barang.

h) Sinekdoke

Menurut Siswantoro (2014: 117-228), sinekdoke terkait dengan tuturan yang

menyatakan sebagian untuk keseluruhan (pars pro toto) atau keseluruhan untuk

Analisis Gaya Bahasa..., Selfiana Safitri, FKIP UMP 2017

Page 28: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/4403/3/SILFIANA SAFITRI BAB II.pdf10 B. Novel Nurgiyantoro (2007: 9-10), istilah novel berasal dari bahasa Itali

35

sebagian (totem pro parte). Sedangkan Keraf (2004: 142), berpendapat bahwa

sinekdoke adalah suatu istilah yang diturunkan dari kata Yunani synekdechesthai yang

berarti menerima bersama-sama. Sinekdoke adalah semacam bahasa figuratif yang

mempergunakan sebagian dari sesuatu hal untuk menyatakan keseluruhan (pars pro

toto) atau mempergunakan keseluruhan untuk menyatakan sebagian (totum pro parte),

contoh: Setiap kepala dikenakan sumbangan sebesar Rp 1.000,00. Kalimat tersebut

mengandung sinekdoke pars pro toto karena kepala merupakan bagian dari anggota

tubuh manusia. Dalam pertandingan sepakbola antara Indonesia melawan Malaysia

di Stadion Utama Senayan, tuan rumah menderita kekalahan 3-4.

Kalimat di atas mengandung sinekdoke totum pro parte karena

mempergunakan keseluruhan (Indonesia dan Malaysia) untuk menyatakan sebagian

(kelompok pemain sepak bola). Nurgiyantoro (2007: 300), menambahkan sinekdoke

berarti „‟menerima bersama-sama‟‟ dan merupakan gaya yang tergolong gaya

pertautan yang mempergunakan sebagian untuk menyatakan keseluruhannya (pars pro

toto), atau mempergunakan keseluruhan untuk menyatakan sebagian (totum pro

parte). Jadi kesimpulannya sinekdoke merupakan gaya bahasa yang digunakan untuk

menyebutkan nama sebagian sebagai pengganti keseluruhan atau sebaliknya.

i) Metonimia

Metonomia merupakan sebuah gaya yang menunjukkan adanya pertautan atau

pertalian yang dekat (Nurgiyantoro, 2007: 300). Sedangkan Keraf (2004: 142)

berpendapat bahwa metonimia adalah suatu gaya bahasa yang mempergunakan

sebuah kata untuk menyatakan suatu hal lain, karena mempunyai pertalian yang

sangat dekat. Metonomia dalam bahasa Indonesia sering disebut kiasan pengganti

Analisis Gaya Bahasa..., Selfiana Safitri, FKIP UMP 2017

Page 29: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/4403/3/SILFIANA SAFITRI BAB II.pdf10 B. Novel Nurgiyantoro (2007: 9-10), istilah novel berasal dari bahasa Itali

36

nama, contoh: Ia membeli sebuah kijang. Kalimat tersebut mengandung metonomia.

Hal ini digambarkan dengan kata kijang merupakan merk sebuah mobil. Moeliono

(dalam Tarigan, 2013: 121), menambahkan bahwa metonimia adalah gaya bahasa

yang memakai nama ciri atau nama hal yang ditautkan dengan nama orang, barang

atau hal sebagai penggantinya. Jadi kesimpulannya metonomia merupakan gaya

bahasa yang memakai nama ciri atau hal yang ditautkan dengan orang, barang, atau

hal sebagai penggantinya.

j) Antonomasia

Keraf (2004: 142), antonomasia juga merupakan sebuah bentuk khusus dari

sinekdoke yang berwujud penggunaan sebuah epipeta untuk menggantikan nama diri,

atau gelar resmi, atau jabatan untuk menggantikan nama diri. Misalnya : Yang Mulia

tak dapat menghadiri pertemuan ini. Sedangkan Tarigan (2013: 129), antonomasia

adalah gaya bahasa yang merupakan penggunaan gelar resmi atau jabatan sebagai

pengganti nama diri. Jadi kesimpulannya antonomasia merupakan gaya bahasa yang

menggambarkan suatu benda dengan simbol dan gelar sebagai pengganti nama yang

sebenarnya.

k) Hipalase

Keraf (2004: 142) mengungkapkan bahwa hipalase merupakan gaya bahasa

yang berupa sebuah pernyataan atau sindiran yang berlainan dengan yang

dimaksudkan. Contoh: Ia berbaring di atas sebuah bantal yang gelisah. Ungkapan

tersebut mengandung hipalase. Hal ini dikarenakan yang gelisah manusianya bukan

bantalnya. Sedangkan Tarigan (2013: 89), menjelaskan hipalase merupakan gaya

Analisis Gaya Bahasa..., Selfiana Safitri, FKIP UMP 2017

Page 30: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/4403/3/SILFIANA SAFITRI BAB II.pdf10 B. Novel Nurgiyantoro (2007: 9-10), istilah novel berasal dari bahasa Itali

37

bahasa yang menggunakan suatu kata tertentu untuk menerangkan sebuah kata yang

seharusnya dikenakan pada sebuah kata lain. Jadi kesimpulannya hipalase merupakan

gaya bahasa yang menggunakan kata tertentu untuk menerangkan sebuah kata yang

berlainan dengan kata yang dimaksud.

l) Ironi, Sinisme, dan Sarkasme

Menurut Keraf (2004: 143), sebagai bahasa kiasan, ironi atau sindiran adalah

suatu acuan yang ingin mengatakan sesuatu dengan makna atau maksud berlainan dari

apa yang terkandung dalam rangkaian kata-katanya. Ironi menyampaikan impresi

yang mengandung pengekangan yang besar. Entah dengan sengaja atau tidak,

rangkaian kata-kata yang dipergunakan itu mengingkari maksud yang sebenarnya.

Sebab itu, ironi akan berhasil kalau pendengar juga sadar akan maksud yang

disembunyikan dibalik rangkaian kata-katanya, contoh : Tidak diragukan lagi bahwa

Andalah orangnya, sehingga semua kebijaksanaan terdahulu harus dibatalkan

seluruhnya!

Menurut Tarigan (2013: 61), mengungkapkan ironi merupakan sejenis gaya

bahasa yang mengimplikasikan sesuatu yang nyata berbeda bahkan sering kali

bertentangan dengan yang sebenarnya dikatakan. Jadi kesimpulannya ironi merupakan

gaya bahasa yang bertujuan untuk menyindir seseorang secara halus dan tersirat.

Selain ironi ada pula sinisme menurut Tarigan (2013: 91), sinisme merupakan

ironi lebih kasar sifatnya namun kadang-kadang sukar ditarik batas yang tegas antara

keduanya. Sedangkan Keraf (2004: 143), sinisme merupakan suatu sindiran yang

berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan

hati. Walaupun sinisme dianggap lebih keras dari ironi namun kadang-kadang masih

Analisis Gaya Bahasa..., Selfiana Safitri, FKIP UMP 2017

Page 31: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/4403/3/SILFIANA SAFITRI BAB II.pdf10 B. Novel Nurgiyantoro (2007: 9-10), istilah novel berasal dari bahasa Itali

38

sukar diadakan perbedaan antara keduanya. Bila contoh mengenai ironi di atas diubah,

maka akan dijumpai gaya yang lebih bersifat sinis. Contoh : Tidak diragukan lagi

bahwa Andalah orangnya, sehingga semua kebijaksanaan akan lenyap bersamamu!.

Jadi kesimpulannya sinisme merupakan gaya bahasa yang berupa sindiran dan

biasanya terjadi ejekan.

Keraf (2004: 143-144), sarkasme merupakan suatu acuan yang lebih kasar dari

ironi dan sinisme. Sarkasme mengandung kepahitan dan celaan yang getir. Sarkasme

dapat saja bersifat ironis, dapat juga tidak, tetapi yang jelas adalah bahwa gaya ini

selalu akan menyakiti hati dan kurang enak didengar. Contoh: Kelakuanmu

memuakkan saya. Sedangkan Poerwadarminta (dalam Tarigan, 2013: 92), sarkasme

merupakan sejenis gaya bahasa yang mengandung olok-olok atau sindiran pedas dan

menyakiti hati. Jadi kesimpulannya sarkasme merupakan gaya bahasa yang lebih

kasar dari ironi dan sinisme sehingga dirasa sangat menyakiti hati dan kurang enak di

dengar.

m) Satire

Keraf (2004: 144) berpendapat bahwa satire adalah ungkapan yang

menertawakan atau menolak sesuatu. Bentuk ini tidak perlu harus bersifat ironis.

Satire mengandung kritik tentang kelemahan manusia. Tujuan utamanya adalah agar

diadakan perbaikan secara etis maupun estetis. Satire berisi kritik sosial baik secara

terang-terangan maupun terselubung. Contoh:

Maling-maling kecil kau adili

Maling-maling besar kau lindungi

Di mana letak keadilan

Bila masih memandang golongan

Analisis Gaya Bahasa..., Selfiana Safitri, FKIP UMP 2017

Page 32: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/4403/3/SILFIANA SAFITRI BAB II.pdf10 B. Novel Nurgiyantoro (2007: 9-10), istilah novel berasal dari bahasa Itali

39

Sedangkan Tarigan (2013: 70), menambahkan satire merupakan sejenis bentuk

argumen yang beraksi secara tidak langsung, terkadang secara aneh bahkan ada

kalanya dengan cara yang cukup lucu yang menimbulkan tertawaan. Jadi

kesimpulannya satire merupakan gaya bahasa yang mengandung ungkapan

ironi untuk menertawakan suatu masalah dan biasanya berupa kritik moral atau

politik.

n) Inuendo

Inuendo adalah semacam sindiran dengan mengecilkan kenyataan yang

sebenarnya. Contoh : Setiap ada pesta, pasti ia akan sedikit mabuk karena terlalu

kebanyakan minum (Keraf, 2004: 144). Sedangkan Tarigan (2013: 74),

mengemukakan inuendo merupakan gaya bahasa yang menyatakan kritik dengan

sugesti yang tidak langsung dan tampaknya tidak menyakitkan hati kalau ditinjau

sekilas. Jadi kesimpulannya inuendo merupakan gaya bahasa ironi yang mengecilkan

kenyataan yang sebenarnya dan tampak tidak menyakitkan sekilas.

o) Antifrasis

Menurut Keraf (2004: 144-145), antifrasis adalah semacam ironi yang

berwujud penggunaan sebuah kata dengan makna kebalikannya. Antifrasis yang bisa

saja dianggap sebagai ironi sendiri, contoh: Engkau memang orang yang mulia dan

terhormat. Antifrasis merupakan gaya bahasa yang berupa penggunaan sebuah kata

dengan makna kebalikannya (Tarigan, 2013:76). Jadi kesimpulannya antifrasis

merupakan gaya bahasa yang menggunakan kata dengan makna kebalikannya.

Analisis Gaya Bahasa..., Selfiana Safitri, FKIP UMP 2017

Page 33: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/4403/3/SILFIANA SAFITRI BAB II.pdf10 B. Novel Nurgiyantoro (2007: 9-10), istilah novel berasal dari bahasa Itali

40

p) Pun atau Paronomasia

Ducrot & Todorov (dalam Tarigan, 2013: 64), paronomasia ialah gaya bahasa

yang berisi penjajaran kata-kata yang berbunyi sama tetapi bermakna lain, kata-kata

yang sama bunyinya tetapi artinya berbeda. Pun atau paronomasia adalah kiasan

dengan mempergunakan kemiripan bunyi. Ia merupakan permainan kata yang

didasarkan pada kemiripan bunyi, tetapi terdapat perbedaan besar dalam maknanya

(Keraf, 2004: 145). Pun atau paronomasia ini disebut juga dengan homonim, contoh:

Bisa ular itu bisa membunuh manusia. Jadi kesimpulannya pun atau paronomasia

adalah gaya bahasa yang berupa jajaran kata yang mempunyai kemiripan bunyi sama

tetapi bermakna lain.

Analisis Gaya Bahasa..., Selfiana Safitri, FKIP UMP 2017