bab ii landasan teori a. penelitian relevanrepository.ump.ac.id/3091/3/bab ii.pdf · 2017-08-03 ·...
TRANSCRIPT
10
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Penelitian Relevan
Penelitian yang berjudul Referensi dan Inferensi pada Wacana Spanduk
Suporter Sepak Bola Liga Super Indonesia 2014 memiliki dua penelitian yang
relevan. Penelitian yang telah ditulis sebelumnya yaitu Analisis Ekstenal Wacana
pada Iklan Kosmetik di Televisi dan Analisis Unsur Eksternal Wacana pada Iklan
Produk Home Shopping Di Lejel TV. Skripsi ini memiliki perbedaan dengan skripsi
sebelumnya. Perbedaan tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Analisis Eksternal Wacana pada Iklan Kosmetik di Televisi oleh Elis
Kristiyanti Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
Penelitian yang dilakukan oleh Elis Kristiyanti termasuk dalam penelitian
deskriptif kualitatif. Penelitian tersebut dilakukan bertujuan untuk mendiskripsikan
unsur eksternal wacana pada iklan kosmetik di televisi. Data dalam penelitian tersebut
berupa tuturan pada iklan kosmetik di televisi. Sumber data dalam penelitian tersebut
adalah iklan kosmetik di televisi. Kajian dan hasil dalam penelitian tersebut adalah
unsur ekternal wacana meliputi implikatur, presuposisi, referensi, inferensi, dan
konteks wacana.
Penelitian yang dilakukan oleh penulis yakni penelitian yang berjudul
“Referensi dan Inferensi pada Wacana Spanduk Suporter Sepak Bola Liga Super
Indonesia 2014” berbeda dengan penelitian sebelumnya. Perbedaan antara penelitian
yang dilakukan Elis Kristiyanti dengan penelitian yang akan dilakukan terletak pada
10
Referensi Dan Inferensi Pada…, Hasenda Adityawan, FKIP, UMP, 2016
11
data dan sumber data. Penelitian yang dilakukan oleh Elis Kristiyanti menggunakan
data berupa tuturan pada iklan kosmetik di televisi dan sumber data berupa iklan
kosmetik di televisi, sedangkan pada penelitian kali ini menggunakan data berupa
wacana spanduk suporter sepak bola Liga Super Indonesia 2014 dan sumber data
berupa spanduk suporter sepak bola Liga Super Indonesia 2014. Kajian dan hasil
penelitian yang dilakukan penulis pun dibatasi yakni unsur eksternal wacana meliputi
referensi dan inferensi.
2. Analisis Unsur Eksternal Wacana pada Iklan Produk Home Shopping di Lejel
TV oleh Shinta Ana Pudjiman Mahasiswa Universitas Muhammadiyah
Purwokerto.
Penelitian yang dilakukan oleh Shinta Ana Pudjiman termasuk penelitian
deskriptif kualitatif. Penelitian tersebut dilakukan bertujuan untuk mendiskripsikan
unsur eksternal wacana pada iklan produk home shopping di Lejel TV. Data yang
digunakan dalam penelitian adalah tuturan iklan produk home shopping di Lejel TV.
Sumber data dalam penelitian tersebut adalah iklan produk home shopping di Lejel
TV. Kajian dan hasil penelitian adalah unsur eksternal wacana meliputi implikatur,
presuposisi, referensi, inferensi, dan konteks wacana.
Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh penulis yakni penelitian yang
berjudul “Referensi dan Inferensi pada Wacana Spanduk Suporter Sepak Bola Liga
Super Indonesia 2014” berbeda dengan penelitian sebelumnya. Perbedaan antara
penelitian yang dilakukan Shinta Ana Pudjiman dengan penelitian yang akan
dilakukan terletak pada data dan sumber data. Penelitian yang dilakukan oleh Shinta
Ana Pudjiman menggunakan data berupa tuturan iklan produk home shopping di Lejel
TV dan sumber data berupa iklan produk home shopping di Lejel TV, sedangkan pada
Referensi Dan Inferensi Pada…, Hasenda Adityawan, FKIP, UMP, 2016
12
penelitian kali ini menggunakan data berupa wacana spanduk suporter sepak bola Liga
Super Indonesia 2014 dan sumber data berupa spanduk suporter sepak bola Liga
Super Indonesia 2014. Kajian dan hasil penelitian yang dilakukan penulis pun dibatasi
yakni unsur eksternal wacana meliputi referensi dan inferensi. Berdasarkan dua kajian
pustaka tersebut, maka penelitian dengan judul “Referensi dan Inferensi pada Wacana
Spanduk Suporter Sepak Bola Liga Super Indonesia 2014”, memang berbeda dengan
penelitian sebelumnya. Oleh karena itu, dapat dilihat kembali perbedaan yang
dilakukan oleh peneliti dengan penelitian sebelumnya.
B. Wacana
1. Pengertian Wacana
Wacana merupakan satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki
gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Sebagai satuan bahasa
yang lengkap, maka dalam wacana itu berarti terdapat konsep, gagasan atau ide yang
utuh, yang dapat dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam
wacana lisan). Sebagai satuan gramatikal tertinggi atau terbesar, maka wacana itu
dibentuk dari kalimat atau kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal
dan persyaratan kewacanaan lainnya. Persyaratan gramatikal dalam wacana dapat
dipenuhi jika dalam wacana tersebut sudah terbina yang disebut kekohesian.
Kekohesian yaitu adanya keserasian hubungan antara unsur-unsur yang ada dalam
wacana tersebut (Chaer, 2007: 267).
Sebuah tulisan merupakan sebuah wacana. Akan tetapi tidak hanya tulisan
saja. Seperti halnya yang dinyatakan dalam kamus webster, sebuah pidato pun adalah
wacana. Jadi kita akan mengenal wacana lisan maupun wacana tulis. Hal ini sejalan
Referensi Dan Inferensi Pada…, Hasenda Adityawan, FKIP, UMP, 2016
13
dengan pendapat Tarigan (dalam Sobur, 2009: 10) yaitu istilah wacana dipergunakan
untuk mencakup bukan hanya percakapan atau obrolan, tetapi juga pembicaraan di
muka umum, tulisan, serta upaya formal seperti laporan ilmiah dan sandiwara atau
lakon.
Menurut Alwi (2007: 1265) wacana merupakan komunikasi verbal,
percakapan, keseluruhan tutur yang merupakan suatu kesatuan, satuan bahasa
terlengkap. Realisasinya tampak pada bentuk karangan atau laporan utuh, seperti
spanduk, novel, buku, artikel, pidato atau khotbah. Semua dapat dikatakan wacana
karena selalu berhubungan dengan sebuah perkataan dan tuturan. Wacana merupakan
kesatuan bahasa paling lengkap yang terdiri atas seperangkat kalimat yang
mempunyai hubungan antara yang satu dengan yang lain.
Menurut Rani (2013: 30) wacana merupakan satuan bahasa di atas tataran
kalimat yang digunakan untuk berkomunikasi dalam konteks sosial. Satuan bahasa
dapat berupa rangkaian kalimat atau ujaran. Wacana dapat berbentuk lisan atau tulis
dan dapat bersifat transaksional atau interaksional. Dalam peristiwa komunikasi secara
lisan, dapat dilihat bahwa wacana sebagai proses komunikasi antara penyapa dan
pesapa, sedangkan dalam komunikasi secara tulis, wacana terlihat sebagai hasil dari
pengungkapan ide/gagasan penyapa.
Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
wacana adalah satuan bahasa yang lengkap dan satuan gramatikal tertinggi atau
terbesar yang digunakan untuk berkomunikasi dalam konteks sosial yang dinyatakan
dalam bentuk karangan utuh. Karangan yang utuh tersebut diantaranya spanduk,
novel, buku, artikel, dan sebagainya. Wacana terlihat sebagai hasil dari pengungkapan
ide/gagasan penyapa atau penulis. Akan tetapi yang dinamakan wacana tidak hanya
Referensi Dan Inferensi Pada…, Hasenda Adityawan, FKIP, UMP, 2016
14
tulisan saja, sebuah pidato pun adalah wacana. Jadi, semuanya dapat dikatakan
wacana karena selalu berhubungan dengan sebuah perkataan dan tuturan.
2. Jenis Wacana
Menurut Mulyana (2005: 47-63) wacana dapat dikelompokkan menjadi enam,
yaitu: (a) berdasarkan bentuk, (b) berdasarkan media penyampaian, (c) berdasarkan
jumlah penutur, (d) berdasarkan sifat, (e) berdasarkan isi, dan (f) berdasarkan gaya
dan tujuan. Pada dasarnya, klasifikasi diperlukan untuk memahami, mengurai, dan
menganalisis wacana secara tepat. Ketika analisis dilakukan, perlu diketahui terlebih
dahulu jenis wacana yang dihadapi. Pemahaman ini sangat penting agar proses
pengkajian, pendekatan, dan teknik-teknik analisis wacana yang digunakan tidak
keliru. Dalam penelitian ini klasifikasi wacana dibatasi menjadi dua jenis menurut
dasar pengklasifikasiannya, yaitu media penyampaian dan tujuannya.
a. Berdasarkan Media Penyampaian
Dalam media penyampaiannya dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu
wacana tulis dan wacana lisan. Wacana tulis yaitu jenis wacana yang disampaikan
melalui tulisan. Wacana lisan yaitu jenis wacana yang disampaikan secara lisan atau
langsung dengan bahasa verbal. Selanjutnya akan dipaparkan secara lebih jelas
mengenai wacana tulis dan wacana lisan.
1) Wacana Tulis
Wacana tulis adalah jenis wacana yang disampaikan melalui tulisan. Berbagai
bentuk wacana sebenarnya dapat dipresentasikan atau direalisasikan melalui tulisan
karena tulisan merupakan media yang sangat efektif dan efisiensi untuk
Referensi Dan Inferensi Pada…, Hasenda Adityawan, FKIP, UMP, 2016
15
menyampaikan gagasan, wawasan, ilmu pengetahuan, atau apapun yang dapat
mewakili kreativitas manusia.
2) Wacana Lisan
Wacana lisan adalah jenis wacana yang disampaikan secara lisan atau
langsung dengan bahasa verbal. Jenis wacana ini sering disebut sebagai tuturan atau
ujaran. Adanya kenyataan bahwa pada dasarnya bahasa pertama kali lahir melalui
mulut atau lisan. Oleh karena itu, wacana yang utama, primer, dan sebenarnya adalah
wacana lisan. Wacana lisan memiliki beberapa kelebihan yaitu, bersifat alami dan
langsung.
b. Berdasarkan Tujuannya
Wacana dapat dikelompokkan menjadi lima yaitu wacana narasi, wacana
deskripsi, wacana eksposisi, wacana persuasi, dan wacana argumentasi (Mahmudi,
2013: 20-33). Wacana narasi mengisahkan suatu kejadian bedasarkan urutan waktu.
Wacan deskripsi menggambarkan sesuatu berdasarkan pengalaman. Wacana eksposisi
menginformasikan tentang sesuatu sehingga memperluas pengetahuan pembaca.
Wacana persuasi membujuk pembaca agar mau berbuat sesuai dengan keinginan
penulisnya. Wacana argumentasi meyakinkan pembaca agar mau mengubah
pandangan kemudian mengikuti pandangan penulis. Selanjutnya akan dipaparkan
secara lebih jelas mengenai kelima wacana berdasarkan tujuannya tersebut.
1) Wacana Narasi
Wacana narasi merupakan salah satu jenis wacana yang mengisahkan suatu
kejadian atau peristiwa berdasarkan urutan waktu. Wacana narasi terdiri atas narasi
Referensi Dan Inferensi Pada…, Hasenda Adityawan, FKIP, UMP, 2016
16
kejadian dan narasi runtut cerita. Wacana narasi kejadian adalah paragraf yang
menceritakan suatu kejadian atau peristiwa, sedangkan wacana narasi runtut cerita
adalah pola pengembangan yang menceritakan suatu urutan dari tindakan atau
perbuatan dalam menciptakan sesuatu. Berdasarkan jenis cerita, naratif dibagi menjadi
dua macam yaitu narasi yang mengisahkan peristiwa yang benar-benar terjadi atau
cerita non fiksi. Serta narasi yang hanya mengisahkan suatu hasil rekaan, khayalan,
atau imajinasi pengarang.
2) Wacana Deskripsi
Wacana deskripsi adalah paragraf yang melukiskan atau menggambarkan
sesuatu berdasarkan pengalaman semua pancaindra dengan kata-kata secara jelas dan
terperinci. Objek yang dikembangkan dalam wacana deskripsi berhubungan dengan
ruang dan waktu. Wacana deskripsi dapat dikembangkan dengan pola pengembangan
pengamatan, pola pengembangan fokus, pola tidak bergerak/statis, dan pola bergerak.
3) Wacana Eksposisi
Eksposisi merupakan karangan yang bertujuan untuk menginformasikan
tentang sesuatu sehingga memperluas pengetahuan pembaca. Wacana eksposisi
ini bersifat ilmiah/nonfiksi. Sumber karangan ini dapat diperoleh dari hasil
pengamatan, penelitian, atau pengalaman. Paragraf eksposisi lebih mengarah pada
tingkat kecerdasan atau akal. Untuk memperjelas paparan, karangan atau paragraf
eksposisi disertai data serperti grafik, gambar, data statistik, contoh, denah, diagram,
dan peta.
Referensi Dan Inferensi Pada…, Hasenda Adityawan, FKIP, UMP, 2016
17
4) Wacana Persuasi
Persuasi adalah suatu bentuk karangan yang bertujuan membujuk pembaca
agar mau berbuat sesuatu sesuai dengan keinginan penulisnya. Agar tujuan dapat
tercapai, penulis harus mampu mengemukakan pembuktian dengan data dan fakta.
Langkah-langkah yang dapat ditempuh ketika akan menulis paragraf persuasi adalah
menentukan topik dan tujuan yaitu tujuan penulis dapat dikemukakan secara langsung.
Membuat kerangka karangan yaitu kerangka tulisan perlu mendapat perhatian dalam
rumusannya. Selanjutnya yaitu mengumpulkan bahan, menarik kesimpulan, dan
penutup.
5) Wacana Argumentasi
Wacana argumentasi bertujuan untuk meyakinkan pembaca agar pembaca mau
mengubah pandangan dan keyakinannya kemudian mengikuti pandangan dan
keyakinan penulis. Keberhasilan sebuah wacana argumentasi ditentukan oleh adanya
pernyataan/pendapat penulis, keseluruhan data, fakta, atau alasan-alasan yang secara
langsung dapat mendukung pendapat penulis. Keberadaan data, fakta, dan alasan
sangat mutlak dalam karangan argumentasi.
3. Unsur-Unsur Wacana
Wacana memiliki dua unsur pendukung utama, yaitu unsur dalam (internal)
dan unsur luar (eksternal). Unsur internal berkaitan dengan aspek formal
kebahasaannya, sedangkan unsur eksternal berkenaan dengan hal-hal di luar wacana
itu sendiri. Kedua unsur tersebut membentuk satu kepaduan dalam suatu struktur yang
Referensi Dan Inferensi Pada…, Hasenda Adityawan, FKIP, UMP, 2016
18
utuh dan lengkap. Unsur-unsur eksternal wacana terdiri atas implikatur, presuposisi,
referensi, inferensi, dan konteks wacana. Analisis dan pemahaman terhadap unsur-
unsur tersebut dapat membantu pemahaman tentang suatu wacana (Mulyana,
2005:11). Unsur eksternal wacana adalah sesuatu yang menjadi bagian wacana.
Namun, tidak nampak secara eksplisit. Sesuatu itu berada di luar satuan lingual
wacana. Sesuai judul penelitian, penulis membatasi unsur-unsur wacana tersebut
hanya unsur eksternal wacana. Sebab yang akan penulis analisis yaitu mengenai unsur
eksternal wacananya. Namun, dalam penelitian ini tidak menggunakan semua unsur
eksternal. Dikarenakan hanya ada dua unsur eksternal yang dapat digunakan untuk
menganalisis data yang diperoleh peneliti. Unsur eksternal yang digunakan dalam
penelitian ini meliputi unsur referensi dan inferensi.
a. Implikatur
Menurut Lubis (1993:67) implikatur merupakan arti atau aspek arti pragmatik.
Dengan demikian hanya sebagian saja dari arti literal (harfiah) itu yang turut
mendukung arti sebenarnya dari sebuah kalimat, selebihnya berasal dari fakta-fakta
disekeliling kita (atau dunia ini) situasinya, kondisinya. Sedangkan implikatur
menurut Grice (dalam Mulyana, 2005:11) merupakan ujaran yang menyiratkan
sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya diucapkan. Sesuatu “yang berbeda”
tersebut adalah maksud pembicara yang tidak dikemukakan secara eksplisit. Dengan
kata lain, implikatur adalah maksud, keinginan, atau ungkapan-ungkapan hati yang
tersembunyi. Dalam lingkup analisis wacana, implikatur berarti sesuatu yang terlibat
atau menjadi bahan pembicaraan. Secara struktural, implikatur berfungsi sebagai
jembatan/rantai yang menghubungkan antara “yang diucapkan” dengan “yang
diimplikasikan”.
Referensi Dan Inferensi Pada…, Hasenda Adityawan, FKIP, UMP, 2016
19
Implikatur dapat dibedakan menjadi dua yaitu implikatur konvensional dan
implikatur percakapan Grice (dalam Mulyana, 2005:12). Implikatur konvensional
adalah pengertian yang bersifat umum dan konvensional. Implikatur percakapan yaitu
memiliki makna dan pengertian yang lebih bervariasi. Pemahaman terhadap hal yang
dimaksud sangat bergantung kepada konteks terjadinya percakapan.
1) Implikatur Konvensional
Implikatur konvensional yaitu pengertian yang bersifat umum dan
konvensional. Semua orang umunya sudah mengetahui tentang maksud dan
pengertian sesuatu hal tertentu. Implikatur konvensional ini bersifat non temporer.
Artinya, makna atau pengertian tentang sesuatu bersifat lebih tahan lama. Suatu
leksem, yang terdapat dalam suatu bentuk ujaran, dapat dikenali implikasinya karena
maknanya “yang tahan lama” dan sudah diketahui secara umum.
2) Implikatur Percakapan
Implikatur percakapn memiliki makna dan pengertian yang lebih bervariasi,
karena pemahaman terhadap hal yang dimaksudkan sangat bergantung pada konteks
terjadinya percakapan. Oleh karena itu implikatur tersebut bersifat temporer (terjadi
saat berlangsungnya tindak percakapan). Non konvensioanl atau sesuatu yang
diimplikasikan tidak mempunyai relasi langsung dengan tuturan yang diucapkan.
Dalam suatu dialog sering terjadi seorang penutur tidak mengutarakan maksudnya
secara langsung. Hal yang hendak diucapkan justru disembunyikan, diucapkan secara
tidak langsung, atau yang diucapkan sama sekali berbeda dengan maksud ucapannya
(Levinson, dalam Mulyana, 2005: 13).
Referensi Dan Inferensi Pada…, Hasenda Adityawan, FKIP, UMP, 2016
20
b. Presuposisi
Menurut Nababan dalam (Mulyana, 2005: 14) istilah presuposisi adalah
tuturan dari bahasa Inggris presupposition yang berarti perkiraan, prasangkaan.
Praanggapan merupakan anggapan dasar atau penyimpulan dasar mengenai konteks
menjadi bermakna bagi pendengar atau pembaca. Praanggapan membantu pembicara
menentukan bentuk-bentuk bahasa (kalimat) untuk mengungkapkan makna atau pesan
yang ingin dimaksudkan. Jadi, semua pernyataan atau ungkapan kalimat, baik yang
bersifat positif maupun negatif, tetap mengandung ungkapan dasar. Anggapan dasar
tersebut sebagai isi dan substansi dari kalimat tersebut.
c. Referensi
Secara tradisional referensi berarti hubungan antara kata dengan benda (orang,
tumbuhan, sesuatu lainnya) yang dirujuknya. Referensi merupakan perilaku
penulis/pembicara. Jadi, yang menentukan referensi suatu tuturan adalah pihak penulis
sendiri, sebab hanya pihak penulis yang paling mengetahui hal yang diujarkan dengan
hal yang dirujuk oleh pengujarnya. Pendengar atau pembaca hanya dapat menerka hal
yang dimaksud oleh pembicara dalam ujarannya itu. Terkaan itu bersifat relatif, bisa
benar, bisa pula salah (Lubis, 1993: 29).
Lubis (dalam Mulyana, 2005:18) membagi referensi menjadi dua yaitu
referensi menurut jenisnya dan referensi menurut bentuknya. Referensi menurut
jenisnya dapat dipilah menjadi tiga jenis, yaitu: (1) referensi personal, (2) referensi
demonstratif, dan (3) referensi komparatif. Sedangkan berdasarkan bentuknya dapat
dipilah menjadi tiga bagian, yaitu: (1) referensi dengan nama, (2) referensi dengan
kata ganti, dan (3) referensi dengan pelesapan.
Referensi Dan Inferensi Pada…, Hasenda Adityawan, FKIP, UMP, 2016
21
Menurut Halliday (dalam Mulyana, 2005:16-17) referensi dilihat dari
acuannya dapat dibagi menjadi dua bagian. Kedua bagian tersebut yaitu referensi
eksofora dan referensi endofora. Referensi eksofora adalah interpretasi terhadap kata
yang terletak di luar teks. Referensi endofora adalah interpretasi terletak di dalam teks
itu sendiri. Selanjutnya akan dipaparkan secara lebih jelas mengenai referensi
eksofora dan referensi endofora.
1) Referensi Eksofora
Referensi eksofora adalah interpretasi terhadap kata yang terletak di luar teks
yaitu pada konteks situasi. Referensi ini membawa kita ke luar teks , misalnya, tampak
pada kalimat di bawah ini.
(4) Kami ada untuk Barito Putra.
Pada wacana (4), terlihat bahwa pembaca atau pendengar tidak akan tahu yang
dimaksud kami dalam wacana tersebut. Kata kami menunjukkan sesuatu yaitu
kelompok suporter Barito Putra. Pembaca atau pendengar akan tahu maksudnya jika
kita mengetahui konteks saat penutur mengucapkannya atau menunjukkannya. Jadi,
referensi eksofora itu mengaitkan langsung antara teks dengan sesuatu yang ditunjuk
di luar teks. Referensi eksofora merupakan penunjukan atau interpretasi terhadap kata
yang relasinya terletak dan tergantung pada konteks situasional. Bila interpretasi itu
terletak di dalam teks itu sendiri, maka relasi penunjuk itu dinamakan referensi
endofora.
2) Referensi Endofora
Referensi endofora adalah interpretasi terletak di dalam teks itu sendiri.
Referensi ini merupakan referensi intratekstual yang mengacu kepada sesuatu yang
Referensi Dan Inferensi Pada…, Hasenda Adityawan, FKIP, UMP, 2016
22
teridentifikasi di dalam teks di sekelilingnya. Referensi endoforik termasuk kategori
umum untuk menamakan pengacuan ke dalam teks, entah secara anaforik ataupun
kataforik (Budiman, 1999: 32). Hubungan endofora ini dibagi atas dua bagian, yaitu
referensi endofora anafora dan referensi endofora katafora. Untuk lebih jelasnya,
dapat dilihat paparan berikut ini.
a) Referensi endofora anafora yaitu hubungan antara bagian yang satu dengan
bagian lainnya dalam teks. Hubungan ini menunjuk pada sesuatu yang telah
disebut sebelumnya. Sebagai contoh referensi endafora anafora sebagai berikut:
(5) Muhamad Ridwan adalah pemain sepak bola. Dia bermain di Persib
Bandung
Pada wacana (5), kata dia pada kalimat kedua mengacu pada Muhamad
Ridwan, yaitu nama yang disebutkan sebelumnya pada kalimat pertama. Pada
pengacuan masih merujuk pada sesuatu atau seseorang yang berada dalam teks, jadi
tidak perlu dicari nama Muhamad Ridwan yang mana.
b) Referensi endofora katafora yaitu bagian yang ditunjuk mengacu pada sesuatu
yang akan disebut sesudahnya. Contoh kalimat referensi endofora katafora
sebagai berikut:
(6) Turunkan CEO Persegres. Bang Anton
Pada wacana (6), kata CEO pada kalimat pertama mengacu pada kata yang
disebut sesudahnya, yaitu Bang Anton. Penunjuk ini sekaligus menjadi jawabannya.
Pada pengacuan masih merujuk pada sesuatu atau seseorang yang berada dalam teks,
jadi tidak perlu dicari siapa yang menjadi CEO tim Persegres.
Dari penjelasan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa referensi
merupakan penjelasan kata yang terdapat pada wacana dengan benda (orang,
Referensi Dan Inferensi Pada…, Hasenda Adityawan, FKIP, UMP, 2016
23
kelompok suporter, sesuatu lainnya) yang dirujuknya. Pada penelitian ini, peneliti
menggunakan jenis referensi menurut Halliday yaitu referensi eksofora dan referensi
endofora. Peneliti membatasi penelitian ini dengan menggunakan referensi eksofora
dan referensi endofora, karena peneliti hanya menganalisis tentang interpretasi di luar
wacana dan interpretasi di dalam wacana.
d. Inferensi
Menurut Hasan (dalam Mulyana, 2005: 19) inferensi atau inference secara
leksikal berarti kesimpulan. Inferensi adalah proses yang harus dilakukan pembaca
untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat dalam wacana yang
diungkapkan oleh pembicara atau penulis (Alwi, 2003: 441). Dalam bidang wacana,
istilah inferensi sebagai proses yang harus dilakukan. Pembaca dapat mengambil
pengertian, pemahaman atau penafsiran suatu makna tertentu. Dengan kata lain,
pembaca harus bisa membuat kesimpulan sendiri meskipun makna tidak terungkap
secara eksplisit. Contoh inferensi yaitu sebagai berikut. Ada seorang anak yang
hendak meminta uang untuk membeli tiket pertandingan Persib kepada ibunya. Dalam
usahanya itu, mungkin sekali si anak akan menyatakan wacana berikut:
(7) Bu, besok Persib main di Jalak Harupat. Pertandingan dimulai sore hari.
Tapi harga tiket masuk lumayan mahal.
Pada wacana (7), terlihat bahwa pernyataan seorang anak pada wacana di atas
jelas tidak menyangkut masalah permintaannya untuk diperbolehkan menonton
pertandingan atau untuk meminta uang membeli tiket menonton pertandingan Persib.
Dari pernyataan tersebut, si ibu harus mengambil inferensi apa yang dimaksud anak
itu. Pengambilan inferensi pada umumnya memakan waktu yang lebih lama dari pada
Referensi Dan Inferensi Pada…, Hasenda Adityawan, FKIP, UMP, 2016
24
penafsiran secara langsung, tanpa memerlukan inferensi. Hal itu merupakan bukti
bahwa ada sesuatu yang tidak disampaikan kepada pembaca atau pendengar. Bukti
tersebut dapat dilihat dari wacana pada contoh inferensi tersebut.
Menurut Mulyana (2005:20-21) untuk memahami atau menafsirkan wacana
yang mengandung inferensi dapat diterapkan dua prinsip, yaitu prinsip analogi dan
prinsip penafsiran lokal. Prinsip analogi merupakan penafsiran tentang makna yang
terkandung didalam wacana yang didasarkan pada akal atau pengetahuan dan
pengalaman. Contoh prinsip analogi:
(8) Awas tegangan tinggi!
Pada wacana (8), jelas merupakan suatu peringatan penting kepada siapa pun agar
tidak menyentuh gardu listrik terebut. Jika dilakukan resikonya dapat mati karena
tersengat aliran listrik bertegangan tinggi. Pengetahuan bahwa gardu itu bertegangan
tinggi diperoleh dari pengalaman dunia. Tulisan tersebut tentunya tidak ditulis di
sembarang tempat.
Prinsip penafsiran lokal merupakan anjuran kepada pembaca untuk memahami
wacana berdasarkan konteks lokal yang melingkupi wacana. Pembaca tidak perlu
mencari konteks yang lebih luas dari yang diperlukan. Konteks yang dimaksud adalah
wilayah, area atau lokal (setting). Contoh prinip penafsiran lokal:
(9) Jangan nyalakan kembang api saat pertandingan!
Pada wacana (9), jelas merupakan peringatan bagi penonton yang berada di stadion.
Wacana tersebut khusus bagi penonton sepak bola dan di tulis di lapangan. Wacana itu
ditulis dengan tujuan penonton tidak menyalakan kembang api di sekitar stadion
karena menggangu penglihatan penonton lain dalam menikmati pertandingan sepak
bola.
Referensi Dan Inferensi Pada…, Hasenda Adityawan, FKIP, UMP, 2016
25
Dari penjelasan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa inferensi
merupakan hasil menyimpulkan wacana yang harus dilakukan pembaca untuk
memahami makna ungkapan pada wacana yang dilakukan oleh penulis berdasarkan
konteks yang melingkupi wacana. Jadi, inferensi merupakan kesimpulan berdasarkan
ungkapan dan konteks.
1) Ungkapan
Ungkapan adalah perkataan atau kelompok kata yang khusus untuk
menyatakan suatu maksud dengan arti kiasan (Poerwadarminta, 2007:1341).
Ungkapan dapat berupa perkataan, perbuatan , tulisan dan ekspresi wajah. Ungkapan
dalam bidang wacana berarti mengemukakan, menyatakan dan memaparkan sesuatu
yang tadinya menjadi rahasia atau tidak banyak diketahui oleh umum sehingga semua
orang dapat mengetahui apa maksud dari ungkapan tersebut. Dari penjelasan di atas,
ungkapan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah menceritakan atau memaparkan
sesuatu yang dituangkan dalam bentuk wacana spanduk yang dilakukan oleh suporter.
Ungkapan dalam spanduk suporter merupakan wacana yang maksud dari wacananya
hanya diketahui oleh suporter atau pembuatnya dan tidak banyak diketahui oleh
umum. Contoh ungkapan:
(10) Kami datang karena panggilan jiwa Arema.
Pada wacana (10), jelas merupakan suatu ungkapan seluruh suporter yang menyatakan
bahwa datang ke stadion untuk mendukung tim kebanggaan karena panggilan jiwa.
Suporter datang mendukung tim kebanggaan bukan karena paksaan, tetapi karena
ikhlas mendukung demi penyemangat.
Referensi Dan Inferensi Pada…, Hasenda Adityawan, FKIP, UMP, 2016
26
2) Konteks
Menurut Mulyana (2005:21-22) konteks ialah situasi atau latar terjadinya suatu
komunikasi. Konteks dapat dianggap sebagai sebab dan alasan terjadinya suatu
komunikasi. Segala sesuatu yang berhubungan dengan tuturan langsung/tidak
langsung, apakah itu berkaitan dengan arti, maksud, maupun informasinya, sangat
tergantung pada konteks yang melatar belakangi peristiwa tuturan itu. Salah satu unsur
konteks yang cukup penting yaitu waktu dan tempat.
Imam Syafi’ie (dalam Mulyana, 2005:24) konteks terjadinya percakapan
langsung/tidak langsung dapat dipilah menjadi empat macam, yaitu; (a) konteks
linguistik (linguistic context), yaitu kalimat-kalimat dalam percakapan, (b) konteks
epistemis (epistemic context), adalah latar belakang pengetahuan yang sama-sama
diketahui oleh partisipan, (c) konteks fisik (physical context), meliputi tempat
terjadinya percakapan, objek yang disajikan dalam percakapan, dan tindakan para
partisipan, (d) konteks sosial (social context), yaitu relasi sosio-kultural yang
melengkapi hubungan antarpelaku atau partisipan dalam percakapan.
Halliday & Hasan (1994:62-63) membagi konteks menjadi konteks situasi dan
konteks budaya.
a) Konteks Situasi
Konteks situasi adalah lingkungan langsung tempat teks itu benar-benar
berfungsi. Atau dengan kata lain, kontek situasi adalah keseluruhan lingkungan, baik
lingkungan tutur (verbal) maupun lingkungan tempat teks itu diproduksi (diucapkan
atau ditulis). Dell Hymes (dalam Mulyana, 2005:23-24) merumuskan dengan baik
sekali ihwal faktor-faktor penentu dalam konteks situasi, melalui akronim
SPEAKING. Tiap-tiap fonem mewakili faktor penentu yang dimaksudkan.
Referensi Dan Inferensi Pada…, Hasenda Adityawan, FKIP, UMP, 2016
27
S : Setting and scene, yaitu latar dan suasana. Latar (setting) lebih bersifat fisik, yang meliputi tempat dan waktu terjadinya tuturan. Sementara scene adalah latar psikis yang lebih mengacu pada suasana psikologis yang menyertai peristiwa tuturan.
P : Participants, peserta tuturan, yaitu orang-orang yang terlibat dalam percakapan, baik langsung maupun tidak langsung. Hal-hal yang berkaitan dengan partisipan, seperti usia, pendidikan, latar sosial, dsb, juga menjadi perhatian.
E : Ends, hasil, yaitu hasil atau tanggapan dari suatu pembicaraan yang memang diharapkan oleh penutur (ends as outcomes), dan tujuan akhir pembicaraan itu sendiri (ends in view goals).
A : Act sequence, pesan/amanat, terdiri dari bentuk pesan (message form) dan isi pesan (message content).
K : Key, meliputi cara, nada, sikap, atau semangat dalam percakapan. Semangat percakapan, misalnya: serius, santai, akrab, dan sebagainya.
I : Instrumentalities atau sarana, yaitu sarana percakapan. Maksudnya dengan media apa percakapan tersebut disampaikan. Misalnya: dengan cara lisan, tertulis, surat, radio, dan sebagainya.
N : Norms, atau norma, menunjuk pada norma atau aturan yang membatasi percakapan. Misalnya, apa yang boleh dibicarakan dan tidak, bagaimana cara membicarakannya: halus, kasar, terbuka, jorok, dan sebagainya.
G : Genres atau jenis, yaitu jenis atau bentuk wacana. Hal ini langsung menunjuk pada jenis wacana yang disampaikan. Misalnya: wacana telepon, wacana koran, wacana puisi, wacana ceramah, dan sebagainya.
Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa konteks situasi
merupakan lingkungan langsung tempat teks itu benar-benar berfungsi yang
dijelaskan dalam akronim speaking. Segala sesuatu yang berhubungan dengan tuturan
langsung/tidak langsung, apakah itu berkaitan dengan arti, maksud, maupun
informasinya, sangat tergantung pada konteks yang melatar belakangi peristiwa
tuturan itu.
b) Konteks Budaya
Konteks kultural merupakan keseluruhan latar belakang sistem kultural
(budaya, sosial, dan artefak) sebagai pengetahuan bersama, pra-anggapan bersama,
atau pengetahuan ensiklopedi partisipan suatu teks/wacana. Contoh kalimat yang
mengandung konteks budaya sebagai berikut:
(11) Yang menggunakan tiket “hallo” bukan jiwa aremania. Alias bonek
Referensi Dan Inferensi Pada…, Hasenda Adityawan, FKIP, UMP, 2016
28
Pada wacana (11), kata bonek merupakan nama suporter Persebaya Surabaya.
Bonek yang dimaksud dalam kalimat tersebut memiliki arti bondho nekat. Secara
pemikiran dan pengetahuan masyarakat, bonek merupakan suporter yang memiliki
kenekatan dalam mendukung tim kebanggannya. Walaupun biaya pas-pasan mereka
berani mendukung hingga keluar daerah Surabaya. Tindakan bondho nekat tersebut,
merupakan kebudayaan suporter bonek yang selalu diingat oleh masyarakat.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, peneliti menyimpulkan bahwa konteks
merupakan situasi atau latar terjadinya suatu komunikasi baik langsung maupun tidak
langsung yang didasarkan pada konteks situasi dan konteks budaya. Seperti yang telah
disebutkan oleh Halliday & Hasan, peneliti menggunakan pendapat tersebut sebagai
kajian dalam penelitian ini. Halliday & Hasan membagi konteks menjadi konteks
situasi dan konteks budaya. Konteks situasi merupakan lingkungan langsung tempat
teks itu benar-benar berfungsi yang dijelaskan dalam akronim speaking, sedangkan
konteks budaya merupakan seluruh latar belakang sistem kultural (budaya, sosial dan
artefak) sebagai pengetahuan bersama atau pra-anggapan bersama.
C. Spanduk Suporter Sepak Bola
Spanduk adalah suatu kain yang direntangkan berisi semboyan misalnya
pernyataan sikap, propaganda, slogan, atau berita (Poerwadarminta, 2007:1142).
Spanduk biasanya dibentangkan di tempat umum yang banyak keramaian misalnya di
tepi jalan, di gedung, di lapangan atau yang dibawa pada saat demonstasi, pawai dan
lain sebagainya. Spanduk suporter merupakan kain rentang yang berisi tentang
dukungan, penyemangat, protes, kekecewaan, kerinduan, harapan, himbauan, ucapan
terima kasih, dan menciptakan persaudaraan. Perasaan sayang, peduli, rindu, simpati,
Referensi Dan Inferensi Pada…, Hasenda Adityawan, FKIP, UMP, 2016
29
gembira, sedih, takut, prihatin marah, dan benci terhadap sepak bola dapat
disampaikan lewat tulisan. Sekarang ini banyak suporter mengungkapkan dukungan
maupun kekecewaan kepada tim sepak bola yang didukung, pengelola tim sepak bola
maupun pemerintah. Suporter melakukan aksinya menggunakan spanduk yang berisi
tulisan-tulisan tentang apa yang sedang terjadi dalam dunia sepak bola. Aksi suporter
yang membentangkan spanduk di dalam stadion dengan harapan aspirasinya dilihat
dan ditanggapi dengan baik.
D. Liga Super Indonesia 2014
Sepak bola Indonesia dibagi menjadi 3 kasta yaitu Indonesia Super League,
Divisi Utama dan Liga Nusantara. Indonesia Super League atau yang biasa dikenal
dengan singkatan ISL merupakan kasta sepak bola tertinggi di Indonesia. Indonesia
Super League (yang biasa dikenal dalam istilah bahasa inggris) merupakan Liga Super
Indonesia (yang biasa dikenal oleh masyarakat Indonesia) . Liga Super Indonesia
merupakan pertarungan klub profesional level tertinggi di Indonesia yang dimulai
sejak tahun 2008 sampai 2014. Pemain-pemain yang bertarung di liga tertinggi
merupakan pemain nomor wahid yang ada di Indonesia dan tidak banyak juga yang
berani mengontrak pemain mahal dari luar negara. Liga Super Indonesia 2014 dimulai
pada bulan Februari dan berakhir bulan November. Di tahun 2014 Liga Super
Indonesia dihuni oleh 22 tim yaitu (1) Arema Malang, (2) Barito Putra, (3) Gresik
United, (4) Mitra Kukar, (5) Pelita Bandung Raya, (6) Persebaya Surabaya, (7) Persela
Lamongan, (8) Persepam Madura United, (9) Perseru Serui, (10) Persib Bandung, (11)
Persiba Balikpapan, (12) Persiba Bantul, (13) Persija Jakarta, (14) Persijap Jepara,
(15) Persik Kediri, (16) Persipura Jaya Pura, (17) Persiram Raja Ampat, (18) Persisam
Referensi Dan Inferensi Pada…, Hasenda Adityawan, FKIP, UMP, 2016
30
Samarinda, (19) Persita Tangerang, (20) PSM Makasar, (21) Semen Padang dan (22)
Sriwijaya FC.
Dari seluruh tim peserta Liga Super Indonesia memiliki kelompok suporter
fanatik yang berbeda-beda. Kelompok suporter fanatik yang ada di Liga Super
Indonesia diantaranya Bobotoh Viking (Persib Bandung), The Jak (Persija Jakarta),
Bonek (Persebaya Surabaya) dan lain sebagainya. Setiap kelompok suporter juga
memiliki cara yang berbeda dalam mendukung timnya masing-masing. Perbedaan
supoter tersebut terlihat jelas dari pakaian yang digunakan meliputi warna, tulisan dan
gambar logo tim kesebelasan. Selain dari pakaian bentuk dukungan juga terlihat dari
yel-yel atau nyanyian yang dinyanyikan di dalam stadion ketika tim kesebelasan
sedang bertanding. Bentuk penyemangat yang terlihat juga bisa berupa tulisan-tulisan
pada sanduk yang terbentang di dalam stadion.
Referensi Dan Inferensi Pada…, Hasenda Adityawan, FKIP, UMP, 2016