bab ii landasan teori
TRANSCRIPT
BAB II
LANDASAN TEORI
II.1 TINJAUAN PUSTAKA
II.1.1 INFERTILITAS
II.1.1.1 DEFINISI
Infertilitas (pasangan mandul) adalah pasangan suami
istri yang telah menikah selama satu tahun dan sudah
melakukan hubungan seksual tanpa menggunakan alat
kontrasepsi, tetapi belum memiliki anak. (Sarwono, 2008).
Infertilitas adalah ketidakmampuan untuk hamil setelah
sekurang-kurangnya satu tahun berhubungan seksual
sedikitnya empat kali seminggu tanpa kontrasepsi (Strigh B,
2005 : 5 ).
Infertilitas adalah bila pasangan suami istri, setelah
bersanggama secara teratur 2-3 kali seminggu, tanpa memakai
metode pencegahan belum mengalami kehamilan selama satu
tahun (Mansjoer, 2004 : 389).
Infertilitas adalah ketidakmampuan untuk hamil
(mempunyai anak). Seorang pasangan dapat dianggap infertil
jika, setelah dua tahun hubungan seksual teratur tanpa
kontrasepsi, tetapi wanita tersebut tidak kunjung hamil (dan
tidak ada alasan lain, seperti menyusui atau setelah melahirkan
amenorea) (WHO, 2012).
II.1.1.2 EPIDEMIOLOGI
Secara umum, diperkirakan satu dari tujuh pasangan di
dunia bermasalah dalam hal kehamilan. Di Indonesia, angka
kejadian perempuan infertil primer 15% pada usia 30-34
tahun, meningkat 30% pada usia 35-39 tahun dan 64% pada
usia 40-44 tahun (Adriani, Julisa, 2010).
Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga tahun
1996, diperkirakan ada 3.5 juta pasangan (7 juta orang) yang
infertil. Infertil telah meningkat mencapai 15-20 % dari
sekitar 50 juta pasangan di Indonesia. Penyebab infertilas
sebanyak 40 % berasal dari pria, 40% dari wanita dan 10 %
tidak diketahui (Kurniawan, 2010)
II.1.1.3 ETIOLOGI
Penyebab infertilitas dapat dibagi menjadi tiga kelompok :
satu pertiga masalah terkait pada wanita, satu pertiga pada
pria dan satu pertiga disebabkan oleh faktor kombinasi
.
1.Infertilitas pada wanita
a. Masalah vagina
Masalah vagina yang dapat terjadi akibat adanya
sumbatan atau peradangan. Sumbatan psikogen disebut
vaginismus atau disperenia, sedangkan sumbatan
anatomic dapat karena bawaan atau perolehan. Infeksi
vagina seperti vaginitis karena Candida albicans atau
Trikomonas vaginalis yang hebat dapat merupakan
masalah, bukan karna antispermisidalnya, melainkan
antisanggamanya. (Sarwono, 2008)
b. Masalah serviks
infertilitas yang berhubungan dengan faktor serviks
dapat disebabkan oleh sumbatan kanalis servikalis,
lendir serviks yang abnormal, malposisi dari serviks,
atau kombinasinya. Terdapat berbagai kelainan anatomi
serviks yang dapat berperan dalam infertilitas, yaitu
cacat bawaan (atresia), polip serviks, stenosis akibat
trauma, peradangan (servisitis menahun), sinekia
(biasanya bersamaan dengan sinekia intrauterine)
setelah konisasi, dan inseminasi yang tidak adekuat.
(Sarwono, 2008)
c. Masalah uterus
Masalah lain yang dapat mengganggu tranportasi
spermatozoa melalui uterus ialah distorsi kavum uteri
karena sinekia, mioma, atau polip; peradangan
endometrium, dan gangguan kontraksi uterus
(endometriosis). Kelainan-kelainan tersebut dapat
mengganggu dalam hal implantasi, pertumbuhan
intrauterine,dan nutrisi serta oksigenisasi janin.
(Sarwono, 2008)
d. Masalah tuba
Saluran telur mempunyai fungsi yang sangat vital
dalam proses kehamilan. Apabila terjadi masalah dalam
saluran reproduksi wanita tersebut, maka dapat
menghambat pergerakan ovum ke uterus, mencegah
masuknya sperma atau menghambat implantasi ovum
yang telah dibuahi. Sumbatan di tuba fallopi
merupakan salah satu dari banyak penyebab infertilitas.
Sumbatan tersebut dapat terjadi akibat infeksi,
pembedahan tuba atau adhesi yang disebabkan oleh
endometriosis atau inflamasi. Infertilitas yang
berhubungan dengan masalah tuba ini yang paling
menonjol adalah adanya peningkatan insiden penyakit
radang panggul ( pelvic inflammatory disease –PID).
PID ini menyebabkan jaringan parut yang memblok
kedua tuba fallopi. (……………)
e. Masalah Ovarium.
Wanita perlu memiliki siklus ovulasi yang teratur untuk
menjadi hamil, ovumnya harus normal dan tidak boleh
ada hambatan dalam jalur lintasan sperma atau
implantasi ovum yang telah dibuahi. Dalam hal ini
masalah ovarium yang dapat mempengaruhi infertilitas
yaitu kista atau tumor ovarium, penyakit ovarium
polikistik, atau riwayat pembedahan yang mengganggu
siklus ovarium. Dari perspektif psikologis, terdapat
juga suatu korelasi antara hyperprolaktinemia dan
tingginya tingkat stress diantara pasangan yang
mempengaruhi fungsi hormone.( Handersen C & Jones
K, 2006 : 86 )
2. Infertilitas pada pria
a. Faktor koitus pria
faktor-faktor ini mempengaruhi spermatogenesis
abnormal, motilitas abnormal, kelainan anatomi,
gangguan endokrin dan disfungsi seksual. Kelainan
anatomi yang mungkin menyebabkan inferilitas adalah
tidak adanya vas deferens congenital, obstruksi vas
deferens dan kelinan congenital system ejakulasi.
Spermatogenesis abnormal dapat terjadi akibat orkitis
karena mumps, kelainan kromosom, terpajan bahan
kimia, radiasi atau varikokel (Benson R & Pernoll M,
2009 : 680 )
b. Masalah ejakulasi
ejakulasian retrograde yang berhubungan dengan
diabetes, kerusakan saraf, obat-obatan atau trauma
bedah.
c. Faktor lain
Adapun yang berpengaruh terhadap produksi sperma
atau semen adalah infeksi yang ditularkan melalui
hubungan seksual, stress, nutrisi yang tidak adekuat,
asupan alkohol berlebihan dan nikotin.
d. Faktor pekerjaan
Produksi sperma yang optimal membutuhkan suhu di
bawah temperature tubuh, Spermagenesis diperkirakan
kurang efisien pada pria dengan jenis pekerjaan
tertentu, yaitu pada petugas pemadam kebakaran dan
pengemudi truk jarak jauh (Henderson C & Jones K,
2006 : 89)
e. Masalah interatif
Berupa masalah yang berasal dari penyebab spesifik
untuk setiap pasangan meliputi : frekuensi sanggama
yang tidak memadai, waktu sanggama yang buruk,
perkembangan antibody terhadap sperma pasangan dan
ketidakmampuan sperma untuk melakukan penetrasi ke
sel telur (Stritgh B, 2005 : 61 ).
3. Penyebab infertilas pada keduanya (suami dan istri)
Gangguan pada hubungan seksual. Kesalahan
teknik sanggama dapat menyebabkan penetrasi
tak sempurna ke vagina, impotensi, ejakulasi prekoks,
vaginismus,kegagalan ejakulasi, dan kelainan anatomik
seperti hipospadia, epispadia, penyakit Peyronie.
Faktor psikologis antara kedua pasangan (suami dan
istri).
Masalah tertekan karena sosial ekonomi
belum stabil.
Masalah dalam pendidikan.
Emosi karena didahului orang lain hamil
Manifestasi klinis.
Belum ada tanda-tanda kehamilan meski
sudah diupayakan terus-menerus
Adanya menstruasi terus menerus setelah
diupayakan terus menerus.
II.1.1.4 KLASIFIKASI
Infertilitas terdiri dari 2 macam, yaitu :
1) Infertilitas primer yaitu jika perempuan belum pernah
hamil walaupun bersenggama secara teratur dan dihadapkan
kepada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan berturut-turut.
2) Infertilitas sekunder yaitu jika perempuan pernah hamil,
akan tetapi kemudian tidak terjadi kehamilan lagi
walaupun bersenggama teratur dan dihadapkan kepada
kemungkinan kehamilan selama 12 bulan berturut- turut.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi infertilitas
sekunder, yakni:
a. Usia
Faktor usia sangat berpengaruh pada kesuburan
seorang wanita. Selama wanita tersebut masih dalam
masa reproduksi yang berarti mengalami haid yang
teratur, kemungkinan masih bisa hamil. Akan tetapi
seiring dengan bertambahnya usia maka kemampuan
indung telur untuk menghasilkan sel telur akan
mengalami penurunan. Penelitian menunjukkan bahwa
potensi wanita untuk hamil akan menurun setelah usia
25 tahun dan menurun drastis setelah usia diatas 38
tahun. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
National Center for Health Statistics menunjukkan
bahwa wanita subur berusia dibawah 25 tahun
memiliki kemungkinan hamil 96% dalam setahun, usia
25 – 34 tahun menurun menjadi 86% dan 78% pada
usia 35 – 44 tahun.
Pada pria dengan bertambahnya usia juga
menyebabkan penurunan kesuburan. Meskipun pria
terus menerus memproduksi sperma sepanjang
hidupnya, akan tetapi morfologi sperma mereka mulai
menurun. Penelitian mengungkapkan hanya sepertiga
pria yang berusia diatas 40 tahun mampu menghamili
isterinya dalam waktu 6 bulan dibanding pria yang
berusia dibawah 25 tahun. Selain itu usia yang
semakin tua juga mempengaruhi kualitas sperma
( Kasdu, 2001:63 ).
b. Masalah reproduksi
Masalah pada system reproduksi dapat berkembang
setelah kehamilan awal, bahkan kehamilan
sebelumnya kadang-kadang menyebabkan masalah
reproduksi yang benar-benar mengarah pada
infertilitas sekunder, misalnya perempuan yang
melahirkan dengan operasi caesar, dapat menyebabkan
jaringan parut yang mengarah pada menyumbatan
tuba. Masalah lain juga berperan dalam reproduksi
yaitu: ovulasi tidak teratur, gangguan pada kelenjar
pituitary dan penyumbatan saluran sperma.
c. Faktor gaya hidup
Perubahan pada faktor gaya hidup juga dapat
berdampak pada kemampuan setiap pasangan untuk
dapat menghamili atau hamil lagi. Wanita dengan
berat badan yang berlebihan sering mengalami
gangguan ovulasi, karena kelebihan berat badan dapat
mempengaruhi estrogen dalam tubuh dan mengurangi
kemampuan untuk hamil. Pria yang berolah raga
secara berlebihan juga dapat meningkatkan suhu tubuh
mereka,yang mempengaruhi perkembangan sperma
dan penggunaan celana dalam yang ketat juga
mempengaruhi motilitas sperma ( Kasdu, 2001:66 ).
II.1.1.5 GAMBARAN KLINIS
1. Wanita
Terjadi kelainan system endokrin
Hipomenore dan amenore
Diikuti dengan perkembangan seks sekunder yang tidak adekuat
menunjukkan masalah pada aksis ovarium hipotalamus
hipofisis atau aberasi genetik
Wanita dengan sindrom turner biasanya pendek, memiliki
payudara yang tidak berkembang,dan gonatnya abnormal
Wanita infertil dapat memiliki uterus
Motilitas tuba dan ujung fimbrienya dapat menurun
atau hilang akibat infeksi,adhesi, atau tumor
Traktus reproduksi internal yang abnormal.
2. Pria
Riwayat terpajan benda ± benda mutan yang
membahayakan reproduksi (panas,radiasi, rokok,
narkotik, alkohol, infeksi)
Status gizi dan nutrisi terutama kekurangan protein
dan vitamin tertentu
Riwayat infeksi genitorurinaria
Hipertiroidisme dan hipotiroid
Tumor hipofisis atau prolactinoma
Disfungsi ereksi berat
Ejakulasi retrograt
Hypo/epispadia
Mikropenis
Andesensus testis (testis masih dalam perut/dalam liat paha
Gangguan spermatogenesis (kelainan jumla, bentuk
dan motilitas sperma)
Hernia scrotalis (hernia berat sampai ke kantong testis)
Varikokel (varises pembuluh balik darah testis)
Abnormalitas cairan semen
II.1.1.6 PATOFISIOLOGI
Wanita
Pria
II.1.1.7 DIAGNOSIS
- Anamnesa
- Manifestasi klinis
- Pemeriksaan Fisik
- Pemeriksaan Penunjang
II.1.1.8 PENATALAKSANAAN
II.1.1.9 PROGNOSIS
Menurut Behrman dan Kistner, prognosis terjadinya
kehamilan tergantung pada umur suami, umur istri, dan
lamanya dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan
(frekuensi senggama dan lamanya perkawinan). Fertilitas
maksimal wanita dicapai pada usia 24 tahun, kemudian
menurun perlahan-lahan sampai usia 30 tahun, dan setelah itu
menurun dengan cepat.
Penyelidikan jumlah bulan yang diperlukan untuk
terjadinya kehamilan tanpa pemakaian kontrasepsi telah
dilakukan di Taiwan dan di Amerika Serikat dengan
kesimpulan bahwa 25% akan hamil dalm 1 bulan pertama,
63% dalam 6 bulan pertama, 75% dalam 9 bulan pertama,
80% dalam 12 bulan pertama, dan 90% dalam 18 bulan
pertama. Dengan demikian, makin lama pasangan kawin tanpa
hasil, makin turun prognosis kehamilannya.
Turner et al. menyatakan pula bahwa lamanya infertilitas
sangat mempengaruhi prognosis terjadinya kehamilan.
II.1.2 ENDOMETRIOSIS
II.1.2.1 DEFINISI
Penyakit endometriosis itu sendiri adalah adanya
jaringan seperti endometrium berada diluar kavum uteri yang
bisa menyebabkan reaksi inflamasi kronis (European Society
for Human Reproduction and Embriology(ESHRE), 2006).
Endometriosis adalah pertumbuhan kelenjar
endometrium dan stroma yang berasal dari rahim.
Endometrium adalah lapisan yang terdapat pada rahim.
Apabila seorang wanita tidak hamil, lapisan tersebut tumbuh
dan kemudian meluruh setiap bulannya, hal ini disebut
menstruasi. Pada endometriosis, lapisan yang menyerupai
endometrium tumbuh dan ditemukan di luar rahim (Bambang
Widjanarko,2009)
II.1.2.2 EPIDEMIOLOGI
Endometriosis merupakan penyakit progresif
ginekologik yang sering ditemukan. Namun demikian
prevalensi dan insidensi (angka kejadian) yang sesungguhnya
di populasi umum tidak diketahui, sangat beragam, dan
bergantung pada banyak faktor (Tabel 2.5).
Tabel 2.5. faktor-faktor yang mempengaruhi angka kejadian
endometriosis.
- Jenis populasi yang dikaji
- Cara yang digunakan untuk membuat diagnosis
- Minat dan pengetahuan dokter tentang berbagai aspek klinis
endometriosis
- Status sosio-ekonomis, ras dan kebiasaan merokok
- Sebaran umur
- Ketersediaan layanan
- Kemudahan pemakaian kontrasepsi (intrauterine)
- Perbedaan budaya tentang kehamilan
- Perangai haid dan nyeri
- Permintaan layanan
- Berhubungan dengan usia dan paritas
Umumnya endometriosis menyerang remaja dan wanita
usia reproduktif, walau tak menutup kemungkinan adanya
kasus pada usia perimenopause, menopause dan pasca
menopause. Ketika diagnosis dibuat biasanya penderita
berusia reproduksi (25-29 tahun). Angka kejadian maksimum
adalah selama usia 30-40 tahun.
II.1.2.3 ETIOLOGI dan PATOGENESIS
Etiologi dan mekanisme pasti tentang perkembangan
endometriosis belum seluruhnya diketahui. Kemunculan
endometriosis itu sendiri disebabkan oleh multifaktor, yakni
faktor-faktor anatomik, imunologik, hormonal dan genetik
(buku hijau).
Ada beberapa teori-teori yang mengkaitkan adanya
endometriosis, yaitu:
- Menstruasi Retrograd (Sampson)
Haid berbalik merupakan fenomena yang teratur pada
wanita dengan siklus haid normal dan dapat ditemukan
pada sebagian besar wanita dengan tuba falloppii yang
terbuka (paten). Lebih dari 70% wanita selama kurun haid
ternyata alir-balik ini membawa sel-sel dan jaringan
endometrium mampu hidup ke dalam zalir peritoneal.
Dengan demikian, keberadaan endometrium ektopik di
dalam rongga peritoneum dapat dianggap bersifat
fisiologis. Alir-balik haid tersebut dapat sangat berlimpah,
terlalu agrasif, atau terhalang bilamana keadaan tersebut
disertai cacat system pertahanan peritoneum.
Penyusukan serpih endometrium yang mampu hidup serta
melintas melalui tuba falloppii akan menjadi titik awal
perkembangan edometriosis. Pada penderita endometriosis,
sel-sel endometrium yang berbalik itu menyusuk ke pelvis
dan kemudian berdarah akibat adanya rangsangan
hormonal siklik. Ukurannya akan bertambah seiring
dengan memberatnya gejala.
Tabel 2. Dukungan untuk teori haid berbalik
Aliran darah dari ujung fimbria tuba falloppii telah dilihat
ketika pemeriksaan laparoskopi (pada 90% wanita dengan
tuba yang paten)
Endometriosis paling sering ditemukan pada bagian pelvis
yang tergantung
Angka kejadian endometriosis lebih tinggi pada wanita
dengan bendungan aliran keluar normal darah haid, misalnya
kelainan anatomis (stenosis serviks)
Endometriosis lebih sering terjadi pada wanita dengan siklus
haid yang lebih pendek atau lama alirang yang lebih
panjang, karena keadaan ini memberikan peluang lebih besar
bagi penyusukan sel-sel endometrium.
- Metaplasia sel epitel selomik multipoten (Meyers-
Iwanoff)
Epitel selomik merupakan model umum bagi sek-sel
peritoneum dan endometrium, yang memungkinkan dapat
beralih-bentuk dari satu jenis sel menjadi yang lainnya.
Pada metaplasia selomik, sel-sel epitel di abdomen dan
pelvis yang secara embriologis umum sama dengan sel-sel
dari sistem reproduksi wanita (sel-sel totipoten ovarium
dan peritoneum) yang mampu berkembang multipotensial,
dan dapat dipicu berdeferensiasinya untuk lambat-laun
beralih bentuk secara metaplasia menjadi sel-sel dan lesi
(jaringan) endometriosis.
Proses ini dapat berlangsung akibat pengaruh
rangsangan hormonal, infeksi yang berulang-ulang,
peradangan menahun, iritasi kimiawi, pajanan ke serpih
darah haid yang berbalik dan rangsangan estrogen serta
progesterone.
Tabel 2… Dukungan untuk teori metaplasia
- Menjelaskan endometriosis pada wanita dengan
infertilitas primer atau pria yang ditangani dengan
estrogen
- Membenarkan alih-bentuk metaplastik sel-sel menjadi
jaringan endometriosis pada suasana hormonal tertentu
- Kadar progesterone yang rendah di rongga peritoneum
pasca siklus anovulatorik (kadar tinggi jika ada ovulasi
normal) sangat berperan penting dalam menyarangkan
sel-sel endometrium
- Temuan endometriosis pada teratoma matur dan
pembentukan endometrioma I tempat-tempat yang jauh
dan sisi-sisi ekstraperitoneal
- Temuan jaringan endometriosis yang terjadi akibat alih-
bentuk jaringan di tempat ekstrauterin.
- Penyebran limfatik (Halban-Javert) dan vaskuler
(Navatril)
Ditemukan pada autopsi sekitar 29-30% penderita
endometriosis kelenjar getah bening pelvik nya positf (+).
Ini merupakan mekanisme lain untuk menjelaskan
bagaimana endometriosis dapat dijumpai di kawasan
anatomik yang jauh dan sangat berangam, seperti paru,
kolumna spinalis, hidung, lengan bawah dan paha.
Pada kasus ini terjadi penyebaran hematogen dari sel-sel
endometrium yang mampu hidup melalui aliran darah atau
saluran getah bening (limf) dengan penebaran dan
penyusukan di sisi-sisi yang jauh.
- Sisa sel epitel Muller embrionik (Von Recklinghausen-
Russel)
- Perubahan sel genitoblas (De-Snoo)
- Penyebaran iatrogenik atau pencangkokkan mekanik
(Dewhurst)
Endometriosis dapat ditemukan di dinding abdomen wanita
yang telah menjalani pembedahan seksio sesarea, dan pada
parut episiotomi meskipun lebih jarang. Diduga jaringan
kelenjar dan stroma tersasar selama pembedahan, kemudian
menyusuk dan tumbuh pada tempat ditebarkannya.
Jaringan tersebut biasanya ditemukan subkutan di sayatan
abdominal.
- Imunodefisiensi local
- Cacat enzim aromatase
Aromatase merupakan enzim yang terpenting dalam
produksi estrogen, dan ternyata juga dapat dibentuk di
susukan endometriosis dan tidak akan dihasilkan pada
jaringan endometrium yang normal. Prostaglandin E₂
(PGE₂) juga merupakan pemicu yang kuat bagi aktivitas
aromatase di susukan endometriosis, karena prostaglandin
juga ikutserta pada sifat proinflamatorik keseluruhan
proliferasi endometriosis.
II.1.2.4. KLASIFIKASI
Kebanyakan endometriosis tumbuh di bagian-bagian
tertentu pelvis wanita. Lokasi anatomis yang paling umum
terkena endometriosis tersebut adalah organ-organ pelvik
(ovarium, tuba faloppii); pada 60% penderita endometriosis
ovariumnya terlibat, biasanya bilateral. Dan ada pula beberapa
penderita, terkena endometriosis di bagian ekstrapelvik
(organ-organ non-ginekologik) (buku hijau).
Dalam kepustakaan lain dipakai istilah adenomiosis
untuk endometriosis interna sedangkan endometriosis untuk
yang endometriosis eksterna (buku patofisiologi oleh Dr. Jan
Tambayong)
Gambar 2. . Lokasi endometriosis
Tabel 2.8. Angka kejadian endometriosis menurut lokasi
Lokasi %
Intrapelvik
Peritoneum
Rongga vesiko-uterina dan kavum douglas
Cul-de-sac anterior (kavum retzi)
Cul-de-sac posterior (kavum douglas)
Ovarium
Ovarium kanan
Ovarium kiri
Ligamentum latum anterior kanan
Ligamentum latum anterior kiri
Ligamentum latum posterior kanan
Ligamentum latum posterior kiri
Ligamentum rotundum kanan
Ligamentum rotundum kiri
Ligamentum sakrouterina
68.4 %
34.0 %
34.6 %
34.0 %
42.8-44.0 %
31.3 %
44.0 %
1.1 %
0.0 %
21.4 %
25.2 %
0.5 %
0.5 %
20.0 %
Ligamentum sakrouterina kanan
Ligamentum sakrouterina kiri
Peritoneum pelvis di sekitarnya
Tuba falloppii kanan
Tuba falloppii kiri
Uterus
Lepit kandung kemih anterior
15.3 %
20.8 %
22.0 %
1.6 %
4.3 %
11.5 %
0.5 %
Ekstrapelvik
Appendiks
Usus halus
Usus kecil
Usus sigmoid
Serosa retrosigmoid
Endometriosis menyebuk-dalam:
- Retrosigmoid
- Retroservikal
- Vesica urinaria
Omentum
Paru dan pleura
Rongga pericardium
Ureter
Ureter (pada penderita endometriosis retrovaginal)
Ureter kanan
Ureter kiri
Saluran kemih
Kandung kemih
Serviks
Kanal inguinal
Parut (sikatriks) laparotomi
Parut (sikatriks) episiotomi
Dinding abdomen anterior
1.0-1.4 %
0.2-12.0 %
0.5 %
0.8-12.1 %
10.0-15.0 %
56.1 %
41.8 %
8.9-9.2 %
0.6-2.2 %
< 0.5 %
0.18 %
0.2-0.6 %
4.4 %
1.6 %
1.1 %
0.5-1.6 %
8.9 %
2.5-3.2 %
0.8 %
1-5 %
0.03 %
0.5-4.5 %
Keterangan:
- Merah: paling sering terjadi
- Biru: jarang terjadi
Klasifikasi berdasarkan hasil biopsi
Ada dua jenis endometrioma, yaitu endometrioma primer atau
jenis I dan endometrioma sekunder atau jenis II (tabel 2…).
Diagnosis dapat dipastikan dengan biopsi yang diperoleh
dengan laparoskopi. Model etiopatogenesis ini juga didukung
oleh data biologis yang mengungkapkan kemampuan zalir
folikel untuk mendukung pertumbuhan sel endometriosis.
Dimana zalir folikel penderita endometriosis dapat memicu
peningkatan proliferasi sel dibandingkan dengan zalir folikel
dari wanita yang tanpa penyakit.
Tabel 2… klasifikasi endometrioma
Jenis I Endometrioma kecil (1-2 cm) dan berisi cairan
gelap.
Terbentuk dari kelenjar-kelenjar endometrium dan
stroma
Berkembang dari susukan endometriosis
permukaan dan sukar dieksisi
Merupakan endometriosis sejati (true
endometriosis)
Secara mikroskopis jaringan endometriosis terlihat
pada semuanya.
Jenis II Terbentuk dari kista luteal atau folikuler
Jenis IIA Kista hemoragik, penampakan endometrioma yang
menyeluruh
Dinding kista terpisah dengan mudah dari jaringan
ovarium
Susukan endometriosis terletak superficial dan
berdekatan dengan kista hemoragik, yang berasal
folikuler atau luteal
Mikroskopis tidak terlihat selaput endometrium
Jenis IIB Selaput kista mudah dipisahkan dari kapsul
ovarium dan stroma, kecuali yang dekat dengan
susukan endometriosis
Jenis IIC Susuakn endometriosis superficial menyebuk jauh
ke dalam dinding kista, sehingga sukar dieksisi
Temuan histologis endometriosis terlihat pada
dinding kista pada kedua subtype ini
Endometrioma jenis IIB dan IIC berukuran besar
dan seringkali terkait dengan perlekatan adneksa
dan pelvic.
II.1.2.5. GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis seringkali tidak spesifik. 25% kasus
pasien endometriosis tidak menunjukkan gejala ; sisanya
menunjukkan gejala yang sangat bervariasi tergantung pada
lokasi dan bukan pada luasnya penyakit.(Bambang
Widjanarko,2009)
Tabel 2.7. Gejala-gejala endometriosis.
Jenis Gejala Sifat Gejala
Gejala-gejala Utama
Dismenorea Nyeri merata(difus), ringan
Infertilitas
Nyeri Pelvik
Usia pada saat diagnosis
sampai berat, di daerah pelvis
atau setempat, mulai dari
rectum hingga ureter atau
kandung kemih, dengan pola
yang terus-menerus sepanjang
waktu.
Terutama primer, namun dapat
pula sekunder
Kronik, siklik
Usia rerata 25-30 tahun,
terkadang tanda dan gejala
terlambat diketahui 6-7 tahun
sebelum terdiagnosis
endometriosis
Gejala-gejala Tambahan
Dispareunia
Nyeri Ovulasi
Gejala-gejala siklis dan
perihaid
Perdarahan uterus abnormal
Keletihan menahun
Massa pelvik
Nyeri-dalam
Siklik
Berkaitan dengan usus atau
kandung kemih
Berccak prahaid atau
hipermenoorea
Mialgia, astenia tanpa sebab
nyata lainya
Makin membesar seiring
dengan berjalannya siklus haid
Gejala pertama pada setiap wanita usia reproduksi
adalah nyeri pelvic, dan yang tersering (80%) adalah
dismenorea (Tabel 2.8.). dismenorea dapat disebabkan karena:
(1) melimpahnya darah ke dalam rongga pelvis sehingga
merangsang peritoneum, dan (2) kontraksi uterus akibat
meningkatnya kadar prostaglandin yang dihasilkan oleh
jaringan endometriosis itu sendiri.
Tabel 2.8. Presentase Keluhan
Jenis Keluhan %
Nyeri pelvic generalisata 40-50 %
Nyeri haid (Dismenorea) 80 %
Nyeri senggama (Dispareunia) 40-50 %
Nyeri pinggang (Lumbago) 20 %
Nyeri rectum dan nyeri defekasi
(Dizkezia)
12 %
Nyeri berkemih (Disuria) 1 %
Nyeri gastrointestinal 1 %
Infertilitas 20-40 %
Hematokezia prahaid 5 %
Gangguan jumlah dan irama haid 20 %
Rasa massa (benjolan) dalam perut
bawah
2 %
Gangguan miksi (Poliuria,
Urgensi)
0.4 %
Gangguan defekasi (Diare,
Obstipasi)
0.5 %
Dysmenorrhoea
Dismenorea pada endometriosis umumnya berjenis sekunder
atau peningkatan dari yang primer. Dismenorea dan
dispareunia makin mngarah ke endometriosis apabila
gejalanya muncul setelah bertahun-tahun dengan haid dan
senggama yang semula tanpa nyeri. Endometriosis juga telah
ditemukan di lokasi-lokasi ekstrapelvik, yang memunculkan
gejala-gejala yang tidak khas. Bila kista endometrium cukup
besar, dan disertai perlekatan atau lesi menyangkut
peritoneum sekitar usus maka akan ada keluhan nyeri perut
bagian bawah yang menetap diluar siklus haid dan dengan
intensitas bervariasi.
Dyspareunia
Bila endometrium berada di cavum douglassi, khususnya bila
disertai dengan retro-versio uteri dan perlekatan maka akan
terdapat keluhan dispareunia pada saat penetrasi penis
berlangsung secara maksimal saat sexual intercourse.
Bila lesi menyangkut peritoneum usus maka akan ada keluhan
nyeri saat defekasi (diskezia) serta adanya nyeri pinggang
yang memburuk selama haid.
Gangguan Haid
Pada 60% pasien endometriosis terjadi gangguan siklus haid
(perdarahan uterus disfungsional). Keluhan mungkin berupa
bercak pra-haid (spotting), hipermenorea , menorrhagia atau
periode haid yang pendek.
Infertilitas
Endometriosis sering disertai dengan infertilitas, mungkin hal
ini berhubungan dengan distorsi anatomis saluran reproduksi
internal. Kadang-kadang diagnosa endometriosis baru
terdeteksi setelah pemeriksaan infertilitas dengan
menggunakan Laparoskopi.
II.1.2.6. PATOFISIOLOGI
Bagaimanapun juga lapisan endometrium yang berada
di luar rahim (endometriosis) tidak memiliki jalan keluar
untuk perdarahan yang dialaminya setiap bulan sehingga
lapisan disekitarnya akan meradang dan membengkak.
Endometriosis sering ditemukan di indung telur, saluran tuba,
daerah antara vagina dan rektum, dan di rongga panggul.
Namun endometriosis dapat ditemukan di seluruh bagian
tubuh seorang wanita, seperti di paru-paru yang dapat
menyebabkan batuk darah dan sesak napas.
Dimanapun lokasi endometriosis, terdapat
endometrium ektopik berselubung stroma yang mengalami
implantasi dan berbentuk seperti kista miniatur serta
memberikan respon siklis terhadap estrogen dan progesteron
seperti halnya endometrium dalam cavum uteri. Selama
proses menstruasi, terjadi perdarahan pada kista mini tersebut.
Darah – jaringan endometrium dan cairan jaringan selanjutnya
akan terperangkap didalam kista. Pada siklus berikutnya,
cairan jaringan dan plasma darah diabsorbsi dan menyisakan
darah berwarna kehitaman yang kental. Siklus berulang setiap
bulan dan secara perlahan kista menjadi besar berisi cairan
coklat kehitaman yang semakin bertambahbanyak. Ukuran
maksimum kista tergantung pada lokasi . Kista kecil akan
tetap kecil dan terjadi serbukan makrofag sehingga menjadi
lesi fibrotik kecil.
Ruptura atau kebocoran dari kista kecil sering terjadi
sehingga menyebabkan adanya perlekatan pada jaringan
sekitarnya.
Kista ovarium (endometrioma) cenderung bertambah
besar sampai sebesar buah jeruk. Dengan pembesaran kista,
terjadi kerusakan sel kista sehingga menjadi bersifat non-
fungsional.
II.1.2.7. DIAGNOSIS
Anamnesis
Keluhan utama pada endometriosis adalah nyeri. Nyeri
pelvik kronis yang disertai infertilitas, juga merupakan
masalah klinis utama pada endometriosis. Endometrium pada
organ tertentu akan menimbulkan efek yang sesuai dengan
fungsi organ tersebut, sehingga lokasi penyakit dapat diduga.
Riwayat dalam keluarga sangat penting untuk
ditanyakan karena penyakit ini bersifat genetik (diwariskan).
Endometriosis juga lebih mungkin berkembang pada saudara
perempuan monozigot daripada dizigot.
Tanda dan Gejala
Tanda dan Gejala pada endometriosis tidak spesifik. Gejala
pada endometriosis biasanya disebabkan oleh pertumbuhan
jaringan endometriosis, yang dipengaruhi hormon ovarium
selama siklus haid, berupa nyeri pada daerah pelvik, akibat
dari:
Melimpahnya darah dari endometrium sehingga
merangsang peritoneum.
kontraksi uterus akibat meningkatnya kadar
prostaglandin (PGF2alpha dan PGE) yang dihasilkan
oleh jaringan endometriosis itu sendiri.
Dismenore pada endometriosis umumnya bersifat sekunder
atau peningkatan dari yang primer, dimenore dan dispareuni
makin mengarah ke endometriosis jika gejala muncul
bertahun-tahun dengan haid dan senggama yang semula tanpa
nyeri. Semakin lama dan berat intensitas nyeri semakin berat
stadium endometriosis pada diagnosis awal.
Endometriosis juga dijumpai ekstrapelvik, sehingga
menimbulkan gejala yang tidak khas (Tabel 2.9). Dispareunia
juga dirasakan pada daerah kavum douglas dan nyeri
pinggang yang semakin berat selama haid nyeri rektum dan
saat defekasi juga dapat terjadi tergantung daerah invasi
jaringan endometriosisnya. Sering dirasakan nyeri pelvik
siklik yang mungkin berkaitan dengan nyeri traktus urinarius
dan gastrointestinal. Pada penderita endometriosis juga sering
dijumpai infertilitas dan Gangguan haid berupa bercak prahaid
atau hipermenore.
Tabel 2.9. Keluhan berdasarkan lokasi endometriosis
Lokasi endometriosis Tampilan keluhan
Pelvis: nyeri perut bawah, nyeri
pinggang, hematuria, dismeroea,
dispareunia, massa di pelvis,
infertilitas, menometroragia.
Intestinal dan Omentum:
Gastrointestinal
Ileum
Kolon
Appendiks dan sekum
Rektosigmoid
gangguan fungsi usus, diskezia,
hematokezia siklik, bendungan
(obstruksi) usus.
Nyeri perut bagian tengah,
kembung, muntah, diare.
Nyeri perut kanan bawah,
obstruksi, diare.
Nyeri abdomen, nyeri pinggang,
muntah
Nyeri perut kanan bawah, nyeri
pelvic, dismenorea,
Omentum dengan asites
obstruksi,konstipasi, diare,
hematokezia dan perdarahan
rectal berulang, infertilitas.
Kembung, rasa tak nyaman di
perut, dismenorea.
Saluran kemih:
Saluran kemih
Ginjal
Ureter
Detrusor kandung kemih
Hematuria, disuria, desak-kemih
(urgensi) dan sering berkemih.
Nyeri perut, nyeri pinggang,
hematuria
Nyeri perut bawah dan fossa
iliaka (stenosis ureter sebagian
atau sempurna), mikrohematuria,
disuria, dismeroea, gangguan
haid.
Nyeri perut bawah, disuria, mirip
sistitis interstisial.
Paru-paru:
Lobus paru
Pleura
Batuk, hemoptisis, sesak napas,
nyeri dada, bronchitis,
bronkhoektasis, emfisema, napas
pendek mirip embolisme paru.
Nyeri bahu, efusi pleura,
pneumotoraks, hematotoraks.
Diafragma: Nyeri ujung bahu siklik dan
kronik.
Saraf tepi: Gangguan musculoskeletal umum,
nyeri siklik (skiatika).
Lain-lain:
Hati Nyeri epigastrium, massa di
subkosta kanan siklik, gangguan
Otak
Mata
Pancreas
Lutut
Pubis
Umbilicus
haid.
Nyeri kepala perihaid, kejang,
gangguan haid.
Gangguan penglihatan.
Nyeri epigastrium, massa di perut.
Nyeri dan pembengkakan lutut.
Nyeri, rasa tidak nyaman di
inguinal.
Nyeri dan adanya massa di
periumbilikus.
Tabel 2.10. Kemungkinan endometriosis berdasarkan gejala
Kelompok Gabungan Gejala Kemungkinan
Endometriosis
(%)
1 Nyeri haid
Tumor ≥ 2x2 cm atau nodul-
nodul
Infertilitas
89.09 %
2 Nyeri haid
Tumor ≥ 2x2 cm atau nodul-
nodul
65.45 %
3 Nyeri haid
Infertilitas
60.00 %
4 Tumor ≥ 2x2 cm atau nodul-
nodul
Infertilitas
52.73 %
Pada pemeriksaan fisik
Umum
Jarang dilakukan kecuali penderita menunjukkan adanya
gejala fokal siklik pada daerah organ non ginekologi.
Pemeriksaan dilakukan untuk mencari penyebab nyeri yang
letaknya kurang tegas dan dalam.
Ginekologik
Pada genitalia eksterna dan permukaan vagina biasanya tidak
ada kelainan. Lesi endometriosis terlihat hanya 14,4% pada
pemeriksaan inspekulo, sedangkan pada pemeriksaan manual
lesi ini teraba pada 43,1% penderita. Ada keterkaitan antara
stenosis pelvik dan endometriosis pada penderita nyeri pelvik
kronik. Paling umum, tanda positif dijumpai pada
pemeriksaan bimanual dan rektovaginal. Hasil pemeriksaaan
fisik yang normal tidak menyingkirkan diagnosis
endometriosis, pemeriksaan pelvik sebagai pendekatan non
bedah untuk diagnosis endometriosis dapat dipakai pada
endometrioma ovarium. Jika tidak tersedia pemeriksaan
penunjang lain yang lebih akurat untuk menegakkan diagnosis
endometriosis berdasarkan gejala, tanda fisis dan pemeriksaan
bimanual.
Tabel 2.10. Tanda-tanda pada pemeriksaan fisik dan temuan
klinis pada penderita endometriosis.
Jenis pemeriksaan Temuan klinis
Pemeriksaan fisis umum: Jarang dilakukan kecuali
jika penderita
menampilkan gejala-gejala
fokal siklik yang mengarah
endometriosis pada organ-
organ non-ginekologik.
Pemeriksaan abdominal
dapat mengungkap nyeri
yang letaknya kurang tegas
dan dalam.
Seringkali tak ditemukan
kelainan, kecuali jika ada
massa intraabdomen atau
intrapelvik yang besar
(endometrioma)
Pemeriksaan fisis ginekologik: Temuan sangat luas
ragamnya.
Perlu dilakukan selama
masa awal-awal haid.
Pemeriksaan pelvic:
Pemeriksaan speculum
Genitalia eksterna dan
permukaan vagina
biasanya tak ada kelainan.
Susukan-susukan kebiruan
yang khas endometriosis
atau lesi-lesi hipertropik,
merah yang berdarah pada
sentuhan, biasanya di
forniks posterior.
Nodul-nodul coklat
kebiruan di forniks
posterior.
Pemeriksaan palpasi bimanual
Vagina atas:
Serviks:
Lesi-lesi yang tampak di
vagina atau di serviks.
Salah-letak serviks ke
lateral akibat parut akibat
parut pada ligamentum
Uterus:
Kavum douglas, ligamentum
sakrouterina.
Palpasi adneksa:
sakrouterina ipsilateral.
Uterus sukar digerakkan
(mobilitas menurun atau
lenyap) dan lunak.
Massa lunak, fibrosis,
nodul-nodul (umumnya
lunak dan membesar)
menyebuk-dalam yang
nyeri raba atau nyeri tekan,
terutama di kavum douglas
dan ligamentum
sakrouterina (lebih sering
kiri, ditemukan sekitar
pada 30% penderita
endometriosis).
Endometriosis-dalam dan
perlengketan kavum
douglas (5x lipat
dibandingkan pemeriksaan
rutin di luar masa haid).
Endometrioma berupa
massa adneksa yang lunak
atau tak-lunak, nyeri
sentuh, seringkali terfiksasi
ke uterus atau ke dinding
samping pelvis.
Nyeri goyang uterus dan
adneksa.
Pemeriksaan rektovaginal Nodul-nodul pada
ligamentum sakrouterina,
kavum douglas atau septum
rektovaginal.
Septum retrovaginal nyeri
dan bengkak.
Susukan adenomiosis
sepanjang ligamentum
sakroutrina (dapat salah-
tafsir dengan endometriosis
pelvic).
Pemerikaan Penunjang
- Diagnosis Pencitraan
Pencitraan berguna untuk memeriksa penderita endometriosis
terutama bila dijumpai massa pelvis atau adnexa seperti
endometrioma. Ultrasonografi pelvis secara transabdomnial (USG-
TA), transvaginal (USG-TV) atau secara transrektal (TR), CT Scan
dan pencitraan resonansi magnetik telah digunakan secara non-
invasif untuk mengenali implan endometriosis yang besar dan
endometrioma. Tetapi hal ini tidak dapat menilai luasnya
endometriosis. Hanya untuk menetapkan sisi lesi atau menilai
dimensinya, yang mungkin bermanfaat untuk menentukan pilihan
teknik pembedahan yang akan dilakukan.
- Diagnosis Laparoskopi
Menurut ASRM, 2004 Laparoskopi merupakan gold standart diagnosis
endometriosis, dengan pemeriksaan visualisasi langsung ke rongga
abdomen,yang mana pada banyak kasus sering dijumpai jaringan
endometriosis tanpa adanya gejala klinis.
Invasi jaringan endometrium paling sering dijumpai pada
ligamentum sakrouterina, kavum douglasi, kavum retzi, fossa
ovarika, dan dinding samping pelvik yang berdekatan. Selain itu
juga dapat ditemukan di daerah abdomen atas, permukaan kandung
kemih dan usus. Penampakan klasik dapat berupa jelaga biru-hitam
dengan keragaman derajat pigmentasi dan fibrosis di sekelilingnya.
Warna hitam disebabkan timbunan hemosiderin dari serpih
haid yang terperangkap, kebanyakan invasi ke peritoneum berupa
lesi-lesi atipikal tak berpigmen berwarna merah atau putih.
Diagnosis endometriosis secara visual pada laparoskopi tidak selalu
sesuai dengan pemastian histopatologi meski penderitanya
mengalami nyeri pelvic kronik. Endometriosis yang didapat dari
laparoskopi sebesar 36%, ternyata secara histopatologi hanya
terbukti 18% dari pemeriksaan histopatologi.
Tabel 2. . Hubungan warna lesi endometriosis peritoneal secara
laparoskopi dan makna klinisnya.
Warna Lesi Aktivitas Biologis Makna Klinis
Merah Sangat tervaskularisasi dan
proliferatif, aktivitas
produksi prostaglandin F₂α
sama dengan lesi hitam.
Stadium dini
endometriosis
Putih Sedikit sekali
tervaskularisasi, metabolic
tak-aktif, jaringan fibrosa.
Lesi yang sembuh atau
laten; kurang nyeri
dibandingkan lesi
hitam atau merah.
Hitam Aktivasi produksi
prostaglandin F₂α sama
dengan lesi merah.
Stadium lanjut
endometriosis (76-93
% terpastikan secara
histologis)
Arn
Endometriosis diklasifikasikan sebagai lesi dalam jika invasi
lebih dari 5 mm dibawah permukaan peritoneum. Ukuran dan
kedalaman sulit didapat dengan laparoskopi, tetapi retraksi usus
halus dapat mengarah pada adanya invasi yang dalam.
Dua hal yang harus diperhatikan pada saat dilakukan laparoskopi:
a) Pemeriksaan USG terhadap ovarium pralaparoskopi akan
sangat membantu menemukan abnormalitas yang tidak terlihat
hanya dengan laparoskopi, misalnya: hanya bagian permukaan
ovarium yang terlihat dengan laparoskopi, sehingga
keberadaan endometrioma ovarium sering luput.
b) Seluruh permukaan ovarium harus terlihat dengan cara
memutar ovarium, agar fossa ovarika dan bagian yang
tersembunyi terlihat.
- BiopsiInspeksi visual biasanya adekuat tetapi konfirmasi histologi dari
salah satu lesi idealnya tetap dilakukan. Pada pemeriksaan
histopatologis dapat dijumpai endometriosis yang menyebuk dalam
dan makrofag yang termuati hemosiderin dapat dikenal pada 77%
bahan biopsi endometriosis. Secara histopatologis, endometriosis
ada beberapa bentuk (distrofik, glanduler, stroma, atau diferensiasi
progresif. Diagnosis pasti endometriosis dapat dibuat hanya dengan
laparoskopi dan pemeriksaan histopatologis, yang menampilkan
kelenjar-kelenjar endometrium dan stroma.
Tabel 2. . Tanda-tanda pada pemeriksaan penunjang klinis pada
penderita endometriosis
Jenis pemeriksaan Temuan klinis
Laparoskopik diagnostic - Lesi endometriosis pada permukaan
peritoneum dengan berbagai earna
dan ukuran (lihat tabel atas).
- Defek pada peritoneum berupa parut
yang menutupi susukan
endometriosis (sindrom Allen-
Masters).
- Endometrioma (disebut kista coklat
karena menampakkan warna coklat
tua)
Teknik pencitraan:
USG
Pindai CT
MRI
- Transabdominal, transvaginal, atau
transrektal: massa dengan echo
internal kuat (jika ada lesi di
ovarium).
- Gambaran kista atau massa padat.
- Endometrioma tergambar khas
dengan isyarat hipointens,
endometriosis retroservikal.
Laboratorium:
Histopatologik
CA-125
Imunohistokimia aromatase
- Kelenjar, stroma mirip
endometrium, dan pigmen
hemosiderin pada jaringan yang
diperiksa.
- Kadar >35 mU/ml adalah
positif untuk kista ovarium
- Positif jika skor H diatas 20%.
II.1.2.8 DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding nya dapat dilihat berdasarkan tanda dan
gejala pada pasien endometriosis.
Tabel 2.5. Presentase keluhan dan diagnosis banding
emdometriosis menurut jenis keluhan.
Jenis keluhan % Diagnosis banding
Nyeri pelvic
generalisata
40-50 % Penyakit radang pelvic,
endometriosis, perlekatan
pelvic, neoplasma jinak
atau ganas, puntiran
ovarium.
Pemaksaan seksual atau
fisik, penyebab non-
organik.
Nyeri haid (dismeroea) 80 % Primer; sekunder
(adenomiosis, miom
infeksi, stenosis serviks).
Nyeri senggama
(dispareunia)
40-50 % Gangguan
musculoskeletal (relaksasi
pelvic, spasme levator
ani); saluran
gastrointestinal (sindrom
usus iritabel); saluran
kemih (sindrom uretra,
sistitis interstisial).
Infeksi; kongesti vascular
pelvik; pelumasan atau
peregangan vagina
berkurang karena gairah
yang berkurang.
Nyeri pinggang
(lumbago)
20 % Regang otot lumbosakral,
hernia diskus lumbal (L4-
5 dan L5-S1); rupture
intervetebra, geliatan
lumbosakral,
spondilolistesis,
osteomielitis, aneurisma
aorta abdominal,
ankilosis, sindrom kauda
ekuina, disfungsi sendi
lumbosakral.
Appendicitis, kolesistitis,
pancreatitis akut,
pielonefritis akut, kanker.
Nyeri rektum dan nyeri
defekasi (diskezia)
12 % Proktitis, striktur rectum,
hemoroid.
Nyeri berkemih
(disuria)
1 % Infeksi kandung kemih,
polip intravesika, stenosis
uretra.
Nyeri gastrointestinal 1 % Polip intralumen usus,
infeksi gastrointestinal,
obstruksi atau strangulasi
usus.
Infertilitas 20-40 % Faktor pria; penyakit tuba
(infeksi); anovulasi;
faktor-faktor serviks
(getah, antibodi
antisperma, stenosis);
defek fase luteal.
Hematokezia prahaid 5 % Hemoroid interna, polip
intrarektum atau
intrasigmoid.
Gangguan jumlah dan
irama haid
20 % Gangguan hormonal dan
ovulasi, endometritis,
hipoplasia uterus, miom
uterus, adenomiosis,
ovarium polikistik.
Terasa massa (benjolan)
dalam perut bawah
2 % Massa intrauterin (miom,
adenomiosis, hamil),
usus, kandung kemih,
rekrosigmoid.
Gangguan miksi
(poliuria, urgensi)
0.4 % Infeksi saluran kemih,
sistokel, inkontinensia
urin, diabetes melitus.
Gangguan defekasi
(diare, obstipasi)
0.5 % Infeksi saluran cerna
(organik, enzimatik).
II.1.2.8. PENATALAKSANAAN
Begitu diagnosis endometriosis telah ditegakkan, maka
untuk penanganannya tersedia dua cara, yaitu medicinal dan
pembedahan. Hasil akhir penanganan tersebut sangat
bergantung pada dasar pemikiran yang ditetapkan dan cara
yang dipilih (Tabel 2.11.). Selain itu pemilihan
penatalaksanaan klinis endometriosis bagi wanita infertil juga
belum seragam karena bergantung pada sejumlah faktor
objektif dan subjektif (Tabel 2.12.).
Tabel 2.11. Pertimbangan pilihan penanganan endometriosis
secara umum.
Dasar Pertimbangan:
Belum menikah
Sudah menikah tetapi belum punya anak (infertilitas primer dan
sekunder)
Sudah punya anak dan tidak peduli dengan infertilitas
sekundernya.
Pemilihan cara penanganan bergantung pada:
Beratnya keluhan
Lokasi dan luasnya penyakit serta luasnya perlekatan pelvis
Derajat endometriosis dengan nyeri dan keinginan untuk
melenyapkan nyeri saja.
Nyeri pelvik yang bersamaan dengan infertilitas.
Kebutuhan untuk penyelamatan fungsi reproduksi dan / atau
fertilitas.
Umur penderita
Faktor infertilitas yang bersamaan lainnya.
Besarnya kemungkinan kekambuhan.
Masalah kesehatan lainnya yangterkait endometriosis.
Tabel 2.12. Pertimbangan untuk pilihan penanganan pada
endometriosis dengan infertilitas.
Umur penderita
Keadaan dan lamanya infertilitas
Faktor infertilitas lain yang bersamaan pada pasangan suami-
istri (yang harus disingkirkan)
Keinginan pasangan suami-istri untuk keturunan (rencana
fertilitas)
- Belum ingin hamil begitu terdiagnosis endometriosis, tetapi
mendatang masih ingin hamil
- Ingin segera hamil.
Letak, luas, sifat, gejala, letak perlekatan pelvik, dan beratnya
penyakit.
Patologi pelvik lain yang bersamaan.
1. OBSERVASI
Pada pasien asimptomatik atau dengan rasa nyeri ringan.
Pada pasien infertil dengan kelainan ringan sebaiknya
dilakukan terapi ekspektatif.
2. TERAPI ANALGESIK
- NSAID’s,
- Prostaglandine synthetase – inhibiting drugs
3. TERAPI HORMONAL
a. Pil kontrasepsi oral
- Terutama dari jenis monofasik
- Diberikan setiap hari selama 6 – 12 bulan
- Bila terjadi perdarahan lucut:berikan tambahan
estrogen
b. Progestin
- Bekerja dengan mekanisme seperti kontrasepsi oral
- Dosis Medroxyprogesteron acetate – MPA 10 – 30
mg/hari
- Alternatif : Depo-Provera® 150 mg setiap 3 bulan
c. Danazol
Danazol adalah androgen lemah yang merupakan derivat
dari isoxazole 17α – ethinyl testosterone (ethisterone) .
Mekanisme kerja obat :
1) Danazole bekerja pada level hipotalamus untuk
mencegah lepasnya gonadotropin , sehingga
mencegah keluarnya FSH dan LH
2) Danazol mencegah aktivitas enzym steroidogenesis
dalam ovarium sehingga terjadi suasana yang
hipoestrogenik yang menambah efek androgenik dari
Danazole untuk mencegah pertumbuhan
endometrium.
- Dosis 800 mg/hari qid selama 6 bulan [ terapi ini
mahal ].
- Rasa nyeri dapat diatasi dengan penggunaan
Danazole pada 90% kasus.
- Efek samping :
Jerawat
Berat badan meningkat
Edema
Perubahan lipoprotein plasma
Perubahan suara [kadang-kadang menetap]
d. Gestrinone
Gestrinone adalah derivat dari 19-nortestosterone yang
berperan untuk menekan FSH dan LH.
- Tidak ada dipasaran USA
- Efektif namun efek samping androgenik sangat
menonjol dan tidak terjadi hambatan pada ovulasi.
e. GnRH agonis
Merupakan Analog dengan 10-aminoacid peptide
hormon GnRH.Terjadi penekanan sekresi gonadotropin
dengan akibat menghilangkan steroidogenesis ovarium
dan menekan endometrium. Rasa nyeri menghilang pada
bulan ke II atau ke III.
Pemberian GnRH agonis :
- Leuprolide 3.75 mg / bulan secara intramuscular
- Nafareline 200 mg 2 kali sehari intranasal
- Goserelin 3.75 mg / bulan subcutan
GnRH agonis hanya boleh diberikan selama 6 bulan
oleh karena efek samping berupa status hipoestrogenik
dengan akibat lanjutan yang berupa penurunan densitas
tulang.
Efek samping lain :
- gejala vasomotorik
- rasa kering mulut
- dan gangguan emosi
Untuk menghindari penurunan densitas tulang
nampaknya cukup bila diberikan norethindrone acetate
5 mg saja atau disertai juga dengan pemberian CE dosis
rendah.
4. TERAPI PEMBEDAHAN
Indikasi:
- Infertilitas dengan endometriosis sedang sampai berat
- Penyakit berat dengan perlekatan hebat
- Usia “tua”
- Endometriosis berat, fertilitas masa mendatang masih
diharapkan.
- Gagal dengan pengobatan hormonal atau pra-pemberian
hormonal.
Terapi bedah konservatif antara lain meliputi:
- pelepasan perlekatan
- merusak jaringan endometriotik
- rekonstruksi anatomis sebaik mungkin.
Bila fungsi reproduksi tak diperlukan lagi : TAH + BSO
dan lisis semua perlekatan yang terjadi
Tabel 2.13. PERBANDINGAN ANTARA INTERVENSI MEDIS
DAN PEMBEDAHAN :
CARA
PENGOBATAN
KEUNTUNGAN KERUGIAN
MEDISINAL biaya lebih Sering ditemukan
murah.
Terapi empiris
(dapat di
modifikasi
dengan mudah)
Efektif untuk
menghilangkan
nyeri
efek samping
Tidak
memperbaiki
fertilitas
Beberapa obat
hanya digunakan
untuk waktu
singkat
PEMBEDAHAN Efektif untuk
menghilangkan
rasa nyeri.
Lebih efisien
dibandingkan
terapi medis.
Melalui biopsy
dapat ditegakkan
diagnose pasti
Biaya
Resiko medis
“poorly defined
and probably
underestimated”
sekitar 3%.
Efisien
diragukan, efek
menghilangkan
rasa nyeri
temporer 70-80%
II.1.2.9. PENCEGAHAN
Masalah klinis yang lazim dijumpai adalah
endometriosis ringan pada wanita muda yang masih belum
ingin hamil. Untuk ini dpat diberikan kontrasepsi oral siklik
untuk mencegah perluasan penyakit, misalnya beberapa
focus di kavum douglas. Pada penyakit yang lanjut dapat
diberikan danazol atau MPA selama 6 bulan, diikuti dengan
pemberian kontrasepsi siklik untuk menurunkan risiko
penyebaran (buku hijau)
II.1.3 HUBUNGAN ENDOMETRIOSIS TERHADAP INFERTILITAS.
Endometriosis memperbesar kemungkinan penderitanya untuk
menjadi infertil, tetapi mekanismenya belum seluruhnya terungkap. Hal
ini terlihat dari banyaknya penderita endometriosis yang fertilitasnya
tak nyata menurun dan adanya konsepsi spontan di antara mereka.
Berat endometriosis (jumlah dan sebaran lesi, keterlibatan berebagai
organ, perlekatan, dan kerusakan jaringan) mempunyai hubungan erat
dengan keberadaan dan intensitas gejala endometriosis, termasuk
infertilitas. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan sebagai penyebab
infertilitas pada penderita endometriosis:
1. Perubahan zalir peritoneal dan sitokin
Zalir peritoneal dan sitokin berubah pada penderita endometriosis.
Terjadi penambahan IL-6 ke medium biakan embrio tikus telah
diperlihatkan dapat menekan pembentukkan blastosis. Selain itu,
TNF-alfa juga dapat menurunkan peningkatan spermatozoa yang
kuat ke zona pelusida oosit.
2. Defek penyusukan (implantasi)
Integrin khas (αvβ3) akan ada selama jendela implantasi pada siklus
haid, yaitu pada hari ke 20-24. Integrin khas ini menurun pada
endometrium wanita infertil dengan endometriosis. Faktor pada
oosit sendiri mungkin juga dapat mengurangi implantasi,
sebagaimana oosit donor penderita endometrioma memperlihatkan
pengurangan bermakna laju implantasi sebesar 7%.
3. Endometriosis minimal-ringan dan infertilitas
Endometriosis minimal atau ringan cenderung berdampak negatif
terhadap fertilitas, yakni menurunkan fertilitas dan dapat
menyebabkan infertilitas, dengan mekanisme yang tidak seragam,
baik secara tersendiri atau secara gabungan.
Penyebab infertilitas pada penderita endometriosis minimal-
ringan antara lain adalah jaringan endometriosis mengandung sel-
sel makrofag yang akan menghancurkan spermatozoa (spermiofagi)
sehingga tidak dapat membuahi oosit. Juga terjadi perubahan
seluler (makrofag) berupa kemampuannya melakukan fagositosis
terhadap gamet dan zigot. Peningkatan prostaglandin (PG) zalir
peritoneal ininjuga merupakan salah satu penyebab infertilitas. Ini
dapat terjadi dengan cara mengganggu fungsi ovarium,
menimbulkan motilitas abnormal tuba, dan mengganggu nidasi
serta implantasi hasil pembuahan (blastosis). Selain itu
prostaglandin (PG) juga dapat menghalangi pembuahan karena
pergerakan silia pada saluran tuba mengarah ke ostium tuba
abdominal sehingga mendorong oosit keluar. Dan juga telah
ditemukan dampak negatif dari zat-zat yang disekresikan oleh
makrofag, seperti interleukin-1 (IL-1) yang dapat menghambat
pembelahan zigot dan menghalangi perkembangan dini embrio.
4. Endometriosis sedang-berat dan infertilitas
Infertilitas pada penderita endometriosis sedang-berat mudah
dijelaskan secara anatomik, karena banyak sekali penyebabnya dan
saling memperberat. Di sini gangguan mekanis terhadap fungsi
reproduksi sangat berperan, terutama perlengketan pelvik dan
periadneksa dengan jaringan parut luas yang melibatkan ovarium
dan tuba falloppii atau endometrioma yang besar dan berganda.
Perlengketan pelvic tersebut terbentuk karena endometriosis
melepaskan perantara peradangan. Perlengketannya dapat
menghalangi mobilitas tuba normal atau membungkus sebagian
ovarium, sehingga mencegah pelepasan atau penangkapan oosit dari
permukaan ovarium dan menghalangi pengangkutan oosit.
Obstruksi tuba jaran terjadi (hanya sekitar 7% penderita
endometriosis berat), tetapi edema dan bentu tuba abnormal sangat
sering ditemukan pada semua derajat endometriosis. Dengan
demikian pada endometriosis berat, dugaan mekanisme molekuler
untuk menerangkan infertilitas pada endometriosis dapat diabaikan
karena faktor makronya sudah dapat menerangkan.
Tabel 2… Beberapa mekanisme infertilitas pada endometriosis
Gangguan terhadap Tampilannya
Endometriosis minimal-ringan
Fungsi seksual
Fungsi perkembangan oosit dan
ovulasi
Pengangkutan oosit
Fertilisasi
Cacat embrio
Implantasi dan abortus spontan
dini
- Dispareunia, penghindaran
senggama, penetrasi penis tak
sempurna.
- Siklus haid abnormal: anovulasi,
puncak LH abnormal, sidrom
LUF, defek fase luteal.
- Oosit abnormal.
- Motilitas tuba meningkat dan
kehilangan oosit.
- Perubahan kemotaksis terhadap
ovum.
- Perubahan zalir peritoneal:
peningkatan fagositosis
spermatozoa oleh makrofag
- Implantasi gagal
- Defek fase luteal
- Antibody anti-endometrium
- Disfungsi imun
Perubahan endokrin lain
- Perubahan sekresi prostaglandin
- Hiperprolaktinemia
- Puncak ganda LH
Endometriosis sedang-berat
Perlengketan tuba-ovarium,
periovarium, perituba, dan
obliterasi fossa ovarika
Sumbatan tuba falloppii
Kerusakan jaringan ovarium
- Mencegah penangkapan ovum
dan menghambat pelepasan
oosit.
- Menghambat fertilisasi
- Menghambat perkembangan
folikel dan ovulasi
II.2 KERANGKA TEORI
Keterangan:
Variabel yan
Masalah Vagina
Infeksi vagina
Lingkugan vagina yg sangat asam
Masalah Serviks
Peningkatan alkalinitas
Peningkatan sekresi
II.3 KERANGKA KONSEP
Untuk lebih jelasnya tentang hubungan derajat endometriosis dan lokasi
endometriosis terhadap kejadian infertilitas dapat di lihat dari variabel independen
dan variabel dependen yang akan tergambar pada skema kerangka konsep penelitian
dibawah ini:
Masalah Uterus
Polip endometrium
Adenomiosis
Mioma uterus (leiomioma)
Bekas kuretase
Abortus septic
Masalah Tuba
Infeksi tuba (PID)
Masalah Ovarium
Kista ovarium
Tumor ovarium
Menilai angka kejadian INFERTILITAS
- Infertil- Tidak infertil
Endometriosis
- Derajat - Lokasi
endometriosis
Variabel Independen
Derajat Endometriosis
Lokasi Endometriosis
Variabel Dependen
Infertilitas
II.4 HIPOTESIS
H-1: Terdapat hubungan antara Derajat Endometriosis dengan Infertilitas
H-2: Terdapat hubungan antara Lokasi Endometriosis dengan Infertilitas.
Hastono, S.P., 2007. Analisis Data Kesehatan. Jakarta
Dahlan, M.S., 2009. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. 4th rev. ed. Dewi, I.J.,
Jakarta
Notoatmodjo, S., 20010. Metodologi Penelitian Kesehatan
Sarjono, H., 2011. SPSS vs Lisrel sebuah Pengantar Aplikasi untuk Riset. Salemba
Empat. Jakarta
Sopiyudin MD, 2010. “langkah-Langkah Membuat Proposal Bidang Kedokteran dan
Kesehatan”. Jakarta; Sagung Seto
Sopiyudin MD, 2010. “Besar Sampel Dan Cara Pengambilan Sampel dalam
Penelitian Kedokteran dan Kesehatan”. Jakarta: Salemba Medika.
Sopiyudin MD, 2009. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan, Jakarta: Salemba
Medika.
Refrensi
ASRM,2004. Endometriosis and infertility. The Practice Committee of The American
Society for Reproductive Medicine. Fertil Steril 82(suppl 1): 40-45.
Mansjoer, Arif dkk, 2004. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Sarwono, 2008. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.
Dr. Budi Wiweko,SpOG ,2011. Infertilitas. pada makalah World Human
Reproduction Congress,2011).
Jacoeb, T.Z dan Hadisaputra, W, 20009. Penanganan Endometriosis panduan klinis
dan algoritme. CV Sagung Seto.
ACOG Committee on Practice Bulletins: Medical management of endometriosis.
Number 11, December 1999 (replaces Technical Bulletin Number 184, September
1993).Clinical management guidelines for obstetrician-gynecologists. Int J Gynaecol
Obstet 2000 Nov; 71(2): 183-96.
Ailawadi RK, Jobanputra S, Kataria M: Treatment of endometriosis and chronic
pelvic pain with letrozole and norethindrone acetate: a pilot study. Fertil Steril 2004
Feb; 81(2): 290-6.
Alborzi S, Momtahan M, Parsanezhad ME: A prospective, randomized study
comparing laparoscopic ovarian cystectomy versus fenestration and coagulation in
patients with endometriomas. Fertil Steril 2004 Dec; 82(6): 1633-7.
Bukulmez O, Yarali H, Gurgan T: The presence and extent of endometriosis do not
affect clinical pregnancy and implantation rates in patients undergoing
intracytoplasmic sperm injection. Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol 2001 May;
96(1): 102-7.
Droegemuller W: : Endometriosis and Adenomyosis in “Comprehensive
Gynecology” 4th ed , pp 531 - 564. St Louis Missouri, Mosby Inc. 2001
Ferrero S, Esposito F, Abbamonte LH: Quality of sex life in women with
endometriosis and deep dyspareunia. Fertil Steril 2005 Mar; 83(3): 573-9.
Harada T, Momoeda M, Taketani Y, Hoshiai H, Terakawa N (November 2008).
"Low-dose oral contraceptive pill for dysmenorrhea associated with endometriosis: a
placebo-controlled, double-blind, randomized trial". Fertility and Sterility 90 (5):
1583–8. doi:10.1016/j.fertnstert.2007.08.051. ISSN 0015-0282. PMID 18164001.
Harrison RF, Barry-Kinsella C: Efficacy of medroxyprogesterone treatment in
infertile women with endometriosis: a prospective, randomized, placebo-controlled
study. Fertil Steril 2000 Jul; 74(1): 24-30.
Jones KD, Sutton C: Patient satisfaction and changes in pain scores after ablative
laparoscopic surgery for stage III-IV endometriosis and endometriotic cysts. Fertil
Steril 2003 May; 79(5): 1086-90.
Llewellyn-Jones D : Endometriosis and Adenomyosis in Fundamentals of Obstetric
& Gynaecology. 6th ed Mosby 1999
Matsuzaki S, Canis M, Pouly JL: Cyclooxygenase-2 expression in deep
endometriosis and matched eutopic endometrium. Fertil Steril 2004 Nov; 82(5):
1309-15
Memarzadeh S, Muse KN, Fox MD: Endometriosis in “ Current Obstetric &
Gynecologic Diagnosis and Treatment 9th ed , pp 767 – 776 , McGraw-Hill 2003.
Rabe, Thomas, 2002. Buku Saku Ilmu Kandungan, Hipokrates, Jakarta.
www/portalkalbe/files/cdk/files/13obatovulasiO81/13obatovulasiO81. Setiabudy, R.
Tinjauan Farmakologik Beberapa Obat Yang Menginduksi Ovulasi. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Medical Faculty Of Hasanudin University, 2005. Hubungan Endometriosis Dengan
Infertilitas, Makasar.
Wardoyo, Hasto, 2002. Infertilitas. Makalah Seminar Bayi Tabung. RSUP dr.
Sardjito, Yogyakarta.
Dr. Budi Wiweko,SpOG ,2011. Infertilitas. pada makalah World Human
Reproduction Congress,2011).
Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana untuk
PendidikanBidan.oleh Prof. Ida Bagus Gde Manuaba, SpOG.
Ilmu Kandungan, Editor ketua Prof. Hanifa Wiknjosatro, dr , DSOG. Editor
Prof.Abdul Bari saifudin, dr, DSOG, MPH & Trijatmo Rachimhadhi, dr,
dsog,edisikedua.(yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo. Jakarta, 1994.
laparoscopic surgery for stage III-IV endometriosis and endometriotic cysts. Fertil
Steril 2003 May; 79(5): 1086-90.
Llewellyn-Jones D : Endometriosis and Adenomyosis in Fundamentals of Obstetric
& Gynaecology. 6th ed Mosby 1999
Lone Hummelshoj. "Adhesions in Endometriosis". endometriosis.org.
http://www.endometriosis.org/adhesions.html. Retrieved 2009-04-25.
Matsuzaki S, Canis M, Pouly JL: Cyclooxygenase-2 expression in deep
endometriosis and matched eutopic endometrium. Fertil Steril 2004 Nov; 82(5):
1309-15
Memarzadeh S, Muse KN, Fox MD: Endometriosis in “ Current Obstetric &
Gynecologic Diagnosis and Treatment 9th ed , pp 767 – 776 , McGraw-Hill 2003.
Ailawadi RK, Jobanputra S, Kataria M: Treatment of endometriosis and chronic pelvic pain with letrozole and norethindrone acetate: a pilot study. Fertil Steril 2004 Feb; 81(2): 290-6.
Alborzi S, Momtahan M, Parsanezhad ME: A prospective, randomized study comparing laparoscopic ovarian cystectomy versus fenestration and coagulation in patients with endometriomas. Fertil Steril 2004 Dec; 82(6): 1633-7.
Bukulmez O, Yarali H, Gurgan T: The presence and extent of endometriosis do not affect clinical pregnancy and implantation rates in patients undergoing intracytoplasmic sperm injection. Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol 2001 May; 96(1): 102-7.
Droegemuller W: : Endometriosis and Adenomyosis in “Comprehensive Gynecology” 4th ed , pp 531 - 564. St Louis Missouri, Mosby Inc. 2001
Ferrero S, Esposito F, Abbamonte LH: Quality of sex life in women with endometriosis and deep dyspareunia. Fertil Steril 2005 Mar; 83(3): 573-9.
Harada T, Momoeda M, Taketani Y, Hoshiai H, Terakawa N (November 2008). "Low-dose oral contraceptive pill for dysmenorrhea associated with endometriosis: a placebo-controlled, double-blind, randomized trial". Fertility and Sterility 90 (5): 1583–8. doi:10.1016/j.fertnstert.2007.08.051. ISSN 0015-0282. PMID 18164001.
Harrison RF, Barry-Kinsella C: Efficacy of medroxyprogesterone treatment in infertile women with endometriosis: a prospective, randomized, placebo-controlled study. Fertil Steril 2000 Jul; 74(1): 24-30.
Jones KD, Sutton C: Patient satisfaction and changes in pain scores after ablative laparoscopic surgery for stage III-IV endometriosis and endometriotic cysts. Fertil Steril 2003 May; 79(5): 1086-90.
ASRM,2004. Endometriosis and infertility. The Practice Committee of The American Society for Reproductive Medicine. Fertil Steril 82(suppl 1): 40-45.
Annemiek WN, Groothuis PG, Demir AY, Evers J, Dunselman GA, 2004.Pathogenesis of endometriosis. Best Practice & Research Clin ObstetGynecol 18(2): 233-244.
Samsulhadi,2002. Endometriosis : Dari biomolekuler sampai masalah klinis. Majalah Obstetri dan Ginekologi 10(1):43-50.
Sutton C, 2006. The history of endometriosis. In (Sutton C, Jones K, Adamson GD) Modern management of endometriosis. London: Taylor & Francis, pp 3-15.