bab ii landasan teori

86
BAB II LANDASAN TEORI II.1 TINJAUAN PUSTAKA II.1.1 INFERTILITAS II.1.1.1 DEFINISI Infertilitas (pasangan mandul) adalah pasangan suami istri yang telah menikah selama satu tahun dan sudah melakukan hubungan seksual tanpa menggunakan alat kontrasepsi, tetapi belum memiliki anak. (Sarwono, 2008). Infertilitas adalah ketidakmampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya satu tahun berhubungan seksual sedikitnya empat kali seminggu tanpa kontrasepsi (Strigh B, 2005 : 5 ). Infertilitas adalah bila pasangan suami istri, setelah bersanggama secara teratur 2-3 kali seminggu, tanpa memakai metode pencegahan belum mengalami kehamilan selama satu tahun (Mansjoer, 2004 : 389).

Upload: dedeh-koesmiyati

Post on 01-Jan-2016

147 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab II Landasan Teori

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1 TINJAUAN PUSTAKA

II.1.1 INFERTILITAS

II.1.1.1 DEFINISI

Infertilitas (pasangan mandul) adalah pasangan suami

istri yang telah menikah selama satu tahun dan sudah

melakukan hubungan seksual tanpa menggunakan alat

kontrasepsi, tetapi belum memiliki anak. (Sarwono, 2008).

Infertilitas adalah ketidakmampuan untuk hamil setelah

sekurang-kurangnya satu tahun berhubungan seksual

sedikitnya empat kali seminggu tanpa kontrasepsi (Strigh B,

2005 : 5 ).

Infertilitas adalah bila pasangan suami istri, setelah

bersanggama secara teratur 2-3 kali seminggu, tanpa memakai

metode pencegahan belum mengalami kehamilan selama satu

tahun (Mansjoer, 2004 : 389).

Infertilitas adalah ketidakmampuan untuk hamil

(mempunyai anak). Seorang pasangan dapat dianggap infertil

jika, setelah dua tahun hubungan seksual teratur tanpa

kontrasepsi, tetapi wanita tersebut tidak kunjung hamil (dan

tidak ada alasan lain, seperti menyusui atau setelah melahirkan

amenorea) (WHO, 2012).

Page 2: Bab II Landasan Teori

II.1.1.2 EPIDEMIOLOGI

Secara umum, diperkirakan satu dari tujuh pasangan di

dunia bermasalah dalam hal kehamilan. Di Indonesia, angka

kejadian perempuan infertil primer 15% pada usia 30-34

tahun, meningkat 30% pada usia 35-39 tahun dan 64% pada

usia 40-44 tahun (Adriani, Julisa, 2010).

Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga tahun

1996, diperkirakan ada 3.5 juta pasangan (7 juta orang) yang

infertil. Infertil telah meningkat mencapai 15-20 % dari

sekitar 50 juta pasangan di Indonesia. Penyebab infertilas

sebanyak 40 % berasal dari pria, 40% dari wanita dan 10 %

tidak diketahui (Kurniawan, 2010)

II.1.1.3 ETIOLOGI

Penyebab infertilitas dapat dibagi menjadi tiga kelompok :

satu pertiga masalah terkait pada wanita, satu pertiga pada

pria dan satu pertiga disebabkan oleh faktor kombinasi

.

1.Infertilitas pada wanita

a. Masalah vagina

Masalah vagina yang dapat terjadi akibat adanya

sumbatan atau peradangan. Sumbatan psikogen disebut

vaginismus atau disperenia, sedangkan sumbatan

anatomic dapat karena bawaan atau perolehan. Infeksi

vagina seperti vaginitis karena Candida albicans atau

Trikomonas vaginalis yang hebat dapat merupakan

masalah, bukan karna antispermisidalnya, melainkan

antisanggamanya. (Sarwono, 2008)

b. Masalah serviks

Page 3: Bab II Landasan Teori

infertilitas yang berhubungan dengan faktor serviks

dapat disebabkan oleh sumbatan kanalis servikalis,

lendir serviks yang abnormal, malposisi dari serviks,

atau kombinasinya. Terdapat berbagai kelainan anatomi

serviks yang dapat berperan dalam infertilitas, yaitu

cacat bawaan (atresia), polip serviks, stenosis akibat

trauma, peradangan (servisitis menahun), sinekia

(biasanya bersamaan dengan sinekia intrauterine)

setelah konisasi, dan inseminasi yang tidak adekuat.

(Sarwono, 2008)

c. Masalah uterus

Masalah lain yang dapat mengganggu tranportasi

spermatozoa melalui uterus ialah distorsi kavum uteri

karena sinekia, mioma, atau polip; peradangan

endometrium, dan gangguan kontraksi uterus

(endometriosis). Kelainan-kelainan tersebut dapat

mengganggu dalam hal implantasi, pertumbuhan

intrauterine,dan nutrisi serta oksigenisasi janin.

(Sarwono, 2008)

d. Masalah tuba

Saluran telur mempunyai fungsi yang sangat vital

dalam proses kehamilan. Apabila terjadi masalah dalam

saluran reproduksi wanita tersebut, maka dapat

menghambat pergerakan ovum ke uterus, mencegah

masuknya sperma atau menghambat implantasi ovum

yang telah dibuahi. Sumbatan di tuba fallopi

merupakan salah satu dari banyak penyebab infertilitas.

Sumbatan tersebut dapat terjadi akibat infeksi,

pembedahan tuba atau adhesi yang disebabkan oleh

endometriosis atau inflamasi. Infertilitas yang

Page 4: Bab II Landasan Teori

berhubungan dengan masalah tuba ini yang paling

menonjol adalah adanya peningkatan insiden penyakit

radang panggul ( pelvic inflammatory disease –PID).

PID ini menyebabkan jaringan parut yang memblok

kedua tuba fallopi. (……………)

e. Masalah Ovarium.

Wanita perlu memiliki siklus ovulasi yang teratur untuk

menjadi hamil, ovumnya harus normal dan tidak boleh

ada hambatan dalam jalur lintasan sperma atau

implantasi ovum yang telah dibuahi. Dalam hal ini

masalah ovarium yang dapat mempengaruhi infertilitas

yaitu kista atau tumor ovarium, penyakit ovarium

polikistik, atau riwayat pembedahan yang mengganggu

siklus ovarium. Dari perspektif psikologis, terdapat

juga suatu korelasi antara hyperprolaktinemia dan

tingginya tingkat stress diantara pasangan yang

mempengaruhi fungsi hormone.( Handersen C & Jones

K, 2006 : 86 )

2. Infertilitas pada pria

a. Faktor koitus pria

faktor-faktor ini mempengaruhi spermatogenesis

abnormal, motilitas abnormal, kelainan anatomi,

gangguan endokrin dan disfungsi seksual. Kelainan

anatomi yang mungkin menyebabkan inferilitas adalah

tidak adanya vas deferens congenital, obstruksi vas

deferens dan kelinan congenital system ejakulasi.

Spermatogenesis abnormal dapat terjadi akibat orkitis

karena mumps, kelainan kromosom, terpajan bahan

Page 5: Bab II Landasan Teori

kimia, radiasi atau varikokel (Benson R & Pernoll M,

2009 : 680 )

b. Masalah ejakulasi

ejakulasian retrograde yang berhubungan dengan

diabetes, kerusakan saraf, obat-obatan atau trauma

bedah.

c. Faktor lain

Adapun yang berpengaruh terhadap produksi sperma

atau semen adalah infeksi yang ditularkan melalui

hubungan seksual, stress, nutrisi yang tidak adekuat,

asupan alkohol berlebihan dan nikotin.

d. Faktor pekerjaan

Produksi sperma yang optimal membutuhkan suhu di

bawah temperature tubuh, Spermagenesis diperkirakan

kurang efisien pada pria dengan jenis pekerjaan

tertentu, yaitu pada petugas pemadam kebakaran dan

pengemudi truk jarak jauh (Henderson C & Jones K,

2006 : 89)

e. Masalah interatif

Berupa masalah yang berasal dari penyebab spesifik

untuk setiap pasangan meliputi : frekuensi sanggama

yang tidak memadai, waktu sanggama yang buruk,

perkembangan antibody terhadap sperma pasangan dan

ketidakmampuan sperma untuk melakukan penetrasi ke

sel telur (Stritgh B, 2005 : 61 ).

3. Penyebab infertilas pada keduanya (suami dan istri)

Page 6: Bab II Landasan Teori

Gangguan pada hubungan seksual. Kesalahan

teknik sanggama dapat menyebabkan penetrasi

tak sempurna ke vagina, impotensi, ejakulasi prekoks,

vaginismus,kegagalan ejakulasi, dan kelainan anatomik

seperti hipospadia, epispadia, penyakit Peyronie.

Faktor psikologis antara kedua pasangan (suami dan

istri).

Masalah tertekan karena sosial ekonomi

belum stabil.

Masalah dalam pendidikan.

Emosi karena didahului orang lain hamil

Manifestasi klinis.

Belum ada tanda-tanda kehamilan meski

sudah diupayakan terus-menerus

Adanya menstruasi terus menerus setelah

diupayakan terus menerus.

II.1.1.4 KLASIFIKASI

Infertilitas terdiri dari 2 macam, yaitu :

1) Infertilitas primer yaitu jika perempuan belum pernah

hamil walaupun bersenggama secara teratur dan dihadapkan

kepada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan berturut-turut.

 

2) Infertilitas sekunder yaitu jika perempuan pernah hamil,

akan tetapi kemudian tidak terjadi kehamilan lagi

walaupun bersenggama teratur dan dihadapkan kepada

kemungkinan kehamilan selama 12 bulan berturut- turut.

Page 7: Bab II Landasan Teori

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi infertilitas

sekunder, yakni:

a. Usia

Faktor usia sangat berpengaruh pada kesuburan

seorang wanita. Selama wanita tersebut masih dalam

masa reproduksi yang berarti mengalami haid yang

teratur, kemungkinan masih bisa hamil. Akan tetapi

seiring dengan bertambahnya usia maka kemampuan

indung telur untuk menghasilkan sel telur akan

mengalami penurunan. Penelitian menunjukkan bahwa

potensi wanita untuk hamil akan menurun setelah usia

25 tahun dan menurun drastis setelah usia diatas 38

tahun. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

National Center for Health Statistics menunjukkan

bahwa wanita subur berusia dibawah 25 tahun

memiliki kemungkinan hamil 96% dalam setahun, usia

25 – 34 tahun menurun menjadi 86% dan 78% pada

usia 35 – 44 tahun.

Pada pria dengan bertambahnya usia juga

menyebabkan penurunan kesuburan. Meskipun pria

terus menerus memproduksi sperma sepanjang

hidupnya, akan tetapi morfologi sperma mereka mulai

menurun. Penelitian mengungkapkan hanya sepertiga

pria yang berusia diatas 40 tahun mampu menghamili

isterinya dalam waktu 6 bulan dibanding pria yang

berusia dibawah 25 tahun. Selain itu usia yang

semakin tua juga mempengaruhi kualitas sperma

( Kasdu, 2001:63 ).

Page 8: Bab II Landasan Teori

b. Masalah reproduksi

Masalah pada system reproduksi dapat berkembang

setelah kehamilan awal, bahkan kehamilan

sebelumnya kadang-kadang menyebabkan masalah

reproduksi yang benar-benar mengarah pada

infertilitas sekunder, misalnya perempuan yang

melahirkan dengan operasi caesar, dapat menyebabkan

jaringan parut yang mengarah pada menyumbatan

tuba. Masalah lain juga berperan dalam reproduksi

yaitu: ovulasi tidak teratur, gangguan pada kelenjar

pituitary dan penyumbatan saluran sperma.

c. Faktor gaya hidup

Perubahan pada faktor gaya hidup juga dapat

berdampak pada kemampuan setiap pasangan untuk

dapat menghamili atau hamil lagi. Wanita dengan

berat badan yang berlebihan sering mengalami

gangguan ovulasi, karena kelebihan berat badan dapat

mempengaruhi estrogen dalam tubuh dan mengurangi

kemampuan untuk hamil. Pria yang berolah raga

secara berlebihan juga dapat meningkatkan suhu tubuh

mereka,yang mempengaruhi perkembangan sperma

dan penggunaan celana dalam yang ketat juga

mempengaruhi motilitas sperma ( Kasdu, 2001:66 ).

II.1.1.5 GAMBARAN KLINIS

1. Wanita

Terjadi kelainan system endokrin

Page 9: Bab II Landasan Teori

Hipomenore dan amenore

Diikuti dengan perkembangan seks sekunder yang tidak adekuat

menunjukkan masalah pada aksis ovarium hipotalamus

hipofisis atau aberasi genetik 

Wanita dengan sindrom turner biasanya pendek, memiliki

payudara yang tidak  berkembang,dan gonatnya abnormal

Wanita infertil dapat memiliki uterus

Motilitas tuba dan ujung fimbrienya dapat menurun

atau hilang akibat infeksi,adhesi, atau tumor 

Traktus reproduksi internal yang abnormal.

2. Pria

Riwayat terpajan benda ± benda mutan yang

membahayakan reproduksi (panas,radiasi, rokok,

narkotik, alkohol, infeksi)

Status gizi dan nutrisi terutama kekurangan protein

dan vitamin tertentu

Riwayat infeksi genitorurinaria

Hipertiroidisme dan hipotiroid

Tumor hipofisis atau prolactinoma

Disfungsi ereksi berat

Ejakulasi retrograt

Hypo/epispadia

Mikropenis

Andesensus testis (testis masih dalam perut/dalam liat paha

Gangguan spermatogenesis (kelainan jumla, bentuk

dan motilitas sperma)

Hernia scrotalis (hernia berat sampai ke kantong testis)

Varikokel (varises pembuluh balik darah testis)

Abnormalitas cairan semen

Page 10: Bab II Landasan Teori

II.1.1.6 PATOFISIOLOGI

Wanita

Pria

II.1.1.7 DIAGNOSIS

- Anamnesa

- Manifestasi klinis

- Pemeriksaan Fisik

- Pemeriksaan Penunjang

II.1.1.8 PENATALAKSANAAN

II.1.1.9 PROGNOSIS

Menurut Behrman dan Kistner, prognosis terjadinya

kehamilan tergantung pada umur suami, umur istri, dan

lamanya dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan

(frekuensi senggama dan lamanya perkawinan). Fertilitas

maksimal wanita dicapai pada usia 24 tahun, kemudian

Page 11: Bab II Landasan Teori

menurun perlahan-lahan sampai usia 30 tahun, dan setelah itu

menurun dengan cepat.

Penyelidikan jumlah bulan yang diperlukan untuk

terjadinya kehamilan tanpa pemakaian kontrasepsi telah

dilakukan di Taiwan dan di Amerika Serikat dengan

kesimpulan bahwa 25% akan hamil dalm 1 bulan pertama,

63% dalam 6 bulan pertama, 75% dalam 9 bulan pertama,

80% dalam 12 bulan pertama, dan 90% dalam 18 bulan

pertama. Dengan demikian, makin lama pasangan kawin tanpa

hasil, makin turun prognosis kehamilannya.

Turner et al. menyatakan pula bahwa lamanya infertilitas

sangat mempengaruhi prognosis terjadinya kehamilan.

Page 12: Bab II Landasan Teori
Page 13: Bab II Landasan Teori
Page 14: Bab II Landasan Teori

II.1.2 ENDOMETRIOSIS

II.1.2.1 DEFINISI

Penyakit endometriosis itu sendiri adalah adanya

jaringan seperti endometrium berada diluar kavum uteri yang

bisa menyebabkan reaksi inflamasi kronis (European Society

for Human Reproduction and Embriology(ESHRE), 2006).

Endometriosis adalah pertumbuhan kelenjar

endometrium dan stroma yang berasal dari rahim.

Endometrium adalah lapisan yang terdapat pada rahim.

Apabila seorang wanita tidak hamil, lapisan tersebut tumbuh

dan kemudian meluruh setiap bulannya, hal ini disebut

menstruasi. Pada endometriosis, lapisan yang menyerupai

endometrium tumbuh dan ditemukan di luar rahim (Bambang

Widjanarko,2009)

II.1.2.2 EPIDEMIOLOGI

Endometriosis merupakan penyakit progresif

ginekologik yang sering ditemukan. Namun demikian

prevalensi dan insidensi (angka kejadian) yang sesungguhnya

di populasi umum tidak diketahui, sangat beragam, dan

bergantung pada banyak faktor (Tabel 2.5).

Tabel 2.5. faktor-faktor yang mempengaruhi angka kejadian

endometriosis.

- Jenis populasi yang dikaji

- Cara yang digunakan untuk membuat diagnosis

- Minat dan pengetahuan dokter tentang berbagai aspek klinis

endometriosis

Page 15: Bab II Landasan Teori

- Status sosio-ekonomis, ras dan kebiasaan merokok

- Sebaran umur

- Ketersediaan layanan

- Kemudahan pemakaian kontrasepsi (intrauterine)

- Perbedaan budaya tentang kehamilan

- Perangai haid dan nyeri

- Permintaan layanan

- Berhubungan dengan usia dan paritas

Umumnya endometriosis menyerang remaja dan wanita

usia reproduktif, walau tak menutup kemungkinan adanya

kasus pada usia perimenopause, menopause dan pasca

menopause. Ketika diagnosis dibuat biasanya penderita

berusia reproduksi (25-29 tahun). Angka kejadian maksimum

adalah selama usia 30-40 tahun.

II.1.2.3 ETIOLOGI dan PATOGENESIS

Etiologi dan mekanisme pasti tentang perkembangan

endometriosis belum seluruhnya diketahui. Kemunculan

endometriosis itu sendiri disebabkan oleh multifaktor, yakni

faktor-faktor anatomik, imunologik, hormonal dan genetik

(buku hijau).

Ada beberapa teori-teori yang mengkaitkan adanya

endometriosis, yaitu:

- Menstruasi Retrograd (Sampson)

Haid berbalik merupakan fenomena yang teratur pada

wanita dengan siklus haid normal dan dapat ditemukan

pada sebagian besar wanita dengan tuba falloppii yang

terbuka (paten). Lebih dari 70% wanita selama kurun haid

Page 16: Bab II Landasan Teori

ternyata alir-balik ini membawa sel-sel dan jaringan

endometrium mampu hidup ke dalam zalir peritoneal.

Dengan demikian, keberadaan endometrium ektopik di

dalam rongga peritoneum dapat dianggap bersifat

fisiologis. Alir-balik haid tersebut dapat sangat berlimpah,

terlalu agrasif, atau terhalang bilamana keadaan tersebut

disertai cacat system pertahanan peritoneum.

Penyusukan serpih endometrium yang mampu hidup serta

melintas melalui tuba falloppii akan menjadi titik awal

perkembangan edometriosis. Pada penderita endometriosis,

sel-sel endometrium yang berbalik itu menyusuk ke pelvis

dan kemudian berdarah akibat adanya rangsangan

hormonal siklik. Ukurannya akan bertambah seiring

dengan memberatnya gejala.

Tabel 2. Dukungan untuk teori haid berbalik

Aliran darah dari ujung fimbria tuba falloppii telah dilihat

ketika pemeriksaan laparoskopi (pada 90% wanita dengan

tuba yang paten)

Endometriosis paling sering ditemukan pada bagian pelvis

yang tergantung

Angka kejadian endometriosis lebih tinggi pada wanita

dengan bendungan aliran keluar normal darah haid, misalnya

kelainan anatomis (stenosis serviks)

Endometriosis lebih sering terjadi pada wanita dengan siklus

haid yang lebih pendek atau lama alirang yang lebih

panjang, karena keadaan ini memberikan peluang lebih besar

bagi penyusukan sel-sel endometrium.

Page 17: Bab II Landasan Teori

- Metaplasia sel epitel selomik multipoten (Meyers-

Iwanoff)

Epitel selomik merupakan model umum bagi sek-sel

peritoneum dan endometrium, yang memungkinkan dapat

beralih-bentuk dari satu jenis sel menjadi yang lainnya.

Pada metaplasia selomik, sel-sel epitel di abdomen dan

pelvis yang secara embriologis umum sama dengan sel-sel

dari sistem reproduksi wanita (sel-sel totipoten ovarium

dan peritoneum) yang mampu berkembang multipotensial,

dan dapat dipicu berdeferensiasinya untuk lambat-laun

beralih bentuk secara metaplasia menjadi sel-sel dan lesi

(jaringan) endometriosis.

Proses ini dapat berlangsung akibat pengaruh

rangsangan hormonal, infeksi yang berulang-ulang,

peradangan menahun, iritasi kimiawi, pajanan ke serpih

darah haid yang berbalik dan rangsangan estrogen serta

progesterone.

Tabel 2… Dukungan untuk teori metaplasia

- Menjelaskan endometriosis pada wanita dengan

infertilitas primer atau pria yang ditangani dengan

estrogen

- Membenarkan alih-bentuk metaplastik sel-sel menjadi

jaringan endometriosis pada suasana hormonal tertentu

- Kadar progesterone yang rendah di rongga peritoneum

pasca siklus anovulatorik (kadar tinggi jika ada ovulasi

normal) sangat berperan penting dalam menyarangkan

sel-sel endometrium

- Temuan endometriosis pada teratoma matur dan

pembentukan endometrioma I tempat-tempat yang jauh

dan sisi-sisi ekstraperitoneal

Page 18: Bab II Landasan Teori

- Temuan jaringan endometriosis yang terjadi akibat alih-

bentuk jaringan di tempat ekstrauterin.

- Penyebran limfatik (Halban-Javert) dan vaskuler

(Navatril)

Ditemukan pada autopsi sekitar 29-30% penderita

endometriosis kelenjar getah bening pelvik nya positf (+).

Ini merupakan mekanisme lain untuk menjelaskan

bagaimana endometriosis dapat dijumpai di kawasan

anatomik yang jauh dan sangat berangam, seperti paru,

kolumna spinalis, hidung, lengan bawah dan paha.

Pada kasus ini terjadi penyebaran hematogen dari sel-sel

endometrium yang mampu hidup melalui aliran darah atau

saluran getah bening (limf) dengan penebaran dan

penyusukan di sisi-sisi yang jauh.

- Sisa sel epitel Muller embrionik (Von Recklinghausen-

Russel)

- Perubahan sel genitoblas (De-Snoo)

- Penyebaran iatrogenik atau pencangkokkan mekanik

(Dewhurst)

Endometriosis dapat ditemukan di dinding abdomen wanita

yang telah menjalani pembedahan seksio sesarea, dan pada

parut episiotomi meskipun lebih jarang. Diduga jaringan

kelenjar dan stroma tersasar selama pembedahan, kemudian

menyusuk dan tumbuh pada tempat ditebarkannya.

Jaringan tersebut biasanya ditemukan subkutan di sayatan

abdominal.

Page 19: Bab II Landasan Teori

- Imunodefisiensi local

- Cacat enzim aromatase

Aromatase merupakan enzim yang terpenting dalam

produksi estrogen, dan ternyata juga dapat dibentuk di

susukan endometriosis dan tidak akan dihasilkan pada

jaringan endometrium yang normal. Prostaglandin E₂

(PGE₂) juga merupakan pemicu yang kuat bagi aktivitas

aromatase di susukan endometriosis, karena prostaglandin

juga ikutserta pada sifat proinflamatorik keseluruhan

proliferasi endometriosis.

II.1.2.4. KLASIFIKASI

Kebanyakan endometriosis tumbuh di bagian-bagian

tertentu pelvis wanita. Lokasi anatomis yang paling umum

terkena endometriosis tersebut adalah organ-organ pelvik

(ovarium, tuba faloppii); pada 60% penderita endometriosis

ovariumnya terlibat, biasanya bilateral. Dan ada pula beberapa

penderita, terkena endometriosis di bagian ekstrapelvik

(organ-organ non-ginekologik) (buku hijau).

Dalam kepustakaan lain dipakai istilah adenomiosis

untuk endometriosis interna sedangkan endometriosis untuk

yang endometriosis eksterna (buku patofisiologi oleh Dr. Jan

Tambayong)

Page 20: Bab II Landasan Teori

Gambar 2. . Lokasi endometriosis

Tabel 2.8. Angka kejadian endometriosis menurut lokasi

Lokasi %

Intrapelvik

Peritoneum

Rongga vesiko-uterina dan kavum douglas

Cul-de-sac anterior (kavum retzi)

Cul-de-sac posterior (kavum douglas)

Ovarium

Ovarium kanan

Ovarium kiri

Ligamentum latum anterior kanan

Ligamentum latum anterior kiri

Ligamentum latum posterior kanan

Ligamentum latum posterior kiri

Ligamentum rotundum kanan

Ligamentum rotundum kiri

Ligamentum sakrouterina

68.4 %

34.0 %

34.6 %

34.0 %

42.8-44.0 %

31.3 %

44.0 %

1.1 %

0.0 %

21.4 %

25.2 %

0.5 %

0.5 %

20.0 %

Page 21: Bab II Landasan Teori

Ligamentum sakrouterina kanan

Ligamentum sakrouterina kiri

Peritoneum pelvis di sekitarnya

Tuba falloppii kanan

Tuba falloppii kiri

Uterus

Lepit kandung kemih anterior

15.3 %

20.8 %

22.0 %

1.6 %

4.3 %

11.5 %

0.5 %

Ekstrapelvik

Appendiks

Usus halus

Usus kecil

Usus sigmoid

Serosa retrosigmoid

Endometriosis menyebuk-dalam:

- Retrosigmoid

- Retroservikal

- Vesica urinaria

Omentum

Paru dan pleura

Rongga pericardium

Ureter

Ureter (pada penderita endometriosis retrovaginal)

Ureter kanan

Ureter kiri

Saluran kemih

Kandung kemih

Serviks

Kanal inguinal

Parut (sikatriks) laparotomi

Parut (sikatriks) episiotomi

Dinding abdomen anterior

1.0-1.4 %

0.2-12.0 %

0.5 %

0.8-12.1 %

10.0-15.0 %

56.1 %

41.8 %

8.9-9.2 %

0.6-2.2 %

< 0.5 %

0.18 %

0.2-0.6 %

4.4 %

1.6 %

1.1 %

0.5-1.6 %

8.9 %

2.5-3.2 %

0.8 %

1-5 %

0.03 %

Page 22: Bab II Landasan Teori

0.5-4.5 %

Keterangan:

- Merah: paling sering terjadi

- Biru: jarang terjadi

Klasifikasi berdasarkan hasil biopsi

Ada dua jenis endometrioma, yaitu endometrioma primer atau

jenis I dan endometrioma sekunder atau jenis II (tabel 2…).

Diagnosis dapat dipastikan dengan biopsi yang diperoleh

dengan laparoskopi. Model etiopatogenesis ini juga didukung

oleh data biologis yang mengungkapkan kemampuan zalir

folikel untuk mendukung pertumbuhan sel endometriosis.

Dimana zalir folikel penderita endometriosis dapat memicu

peningkatan proliferasi sel dibandingkan dengan zalir folikel

dari wanita yang tanpa penyakit.

Tabel 2… klasifikasi endometrioma

Jenis I Endometrioma kecil (1-2 cm) dan berisi cairan

gelap.

Terbentuk dari kelenjar-kelenjar endometrium dan

stroma

Berkembang dari susukan endometriosis

permukaan dan sukar dieksisi

Merupakan endometriosis sejati (true

endometriosis)

Secara mikroskopis jaringan endometriosis terlihat

pada semuanya.

Jenis II Terbentuk dari kista luteal atau folikuler

Jenis IIA Kista hemoragik, penampakan endometrioma yang

menyeluruh

Page 23: Bab II Landasan Teori

Dinding kista terpisah dengan mudah dari jaringan

ovarium

Susukan endometriosis terletak superficial dan

berdekatan dengan kista hemoragik, yang berasal

folikuler atau luteal

Mikroskopis tidak terlihat selaput endometrium

Jenis IIB Selaput kista mudah dipisahkan dari kapsul

ovarium dan stroma, kecuali yang dekat dengan

susukan endometriosis

Jenis IIC Susuakn endometriosis superficial menyebuk jauh

ke dalam dinding kista, sehingga sukar dieksisi

Temuan histologis endometriosis terlihat pada

dinding kista pada kedua subtype ini

Endometrioma jenis IIB dan IIC berukuran besar

dan seringkali terkait dengan perlekatan adneksa

dan pelvic.

II.1.2.5. GAMBARAN KLINIS

Gambaran klinis seringkali tidak spesifik. 25% kasus

pasien endometriosis tidak menunjukkan gejala ; sisanya

menunjukkan gejala yang sangat bervariasi tergantung pada

lokasi dan bukan pada luasnya penyakit.(Bambang

Widjanarko,2009)

Tabel 2.7. Gejala-gejala endometriosis.

Jenis Gejala Sifat Gejala

Gejala-gejala Utama

Dismenorea Nyeri merata(difus), ringan

Page 24: Bab II Landasan Teori

Infertilitas

Nyeri Pelvik

Usia pada saat diagnosis

sampai berat, di daerah pelvis

atau setempat, mulai dari

rectum hingga ureter atau

kandung kemih, dengan pola

yang terus-menerus sepanjang

waktu.

Terutama primer, namun dapat

pula sekunder

Kronik, siklik

Usia rerata 25-30 tahun,

terkadang tanda dan gejala

terlambat diketahui 6-7 tahun

sebelum terdiagnosis

endometriosis

Gejala-gejala Tambahan

Dispareunia

Nyeri Ovulasi

Gejala-gejala siklis dan

perihaid

Perdarahan uterus abnormal

Keletihan menahun

Massa pelvik

Nyeri-dalam

Siklik

Berkaitan dengan usus atau

kandung kemih

Berccak prahaid atau

hipermenoorea

Mialgia, astenia tanpa sebab

nyata lainya

Makin membesar seiring

dengan berjalannya siklus haid

Gejala pertama pada setiap wanita usia reproduksi

adalah nyeri pelvic, dan yang tersering (80%) adalah

dismenorea (Tabel 2.8.). dismenorea dapat disebabkan karena:

(1) melimpahnya darah ke dalam rongga pelvis sehingga

merangsang peritoneum, dan (2) kontraksi uterus akibat

Page 25: Bab II Landasan Teori

meningkatnya kadar prostaglandin yang dihasilkan oleh

jaringan endometriosis itu sendiri.

Tabel 2.8. Presentase Keluhan

Jenis Keluhan %

Nyeri pelvic generalisata 40-50 %

Nyeri haid (Dismenorea) 80 %

Nyeri senggama (Dispareunia) 40-50 %

Nyeri pinggang (Lumbago) 20 %

Nyeri rectum dan nyeri defekasi

(Dizkezia)

12 %

Nyeri berkemih (Disuria) 1 %

Nyeri gastrointestinal 1 %

Infertilitas 20-40 %

Hematokezia prahaid 5 %

Gangguan jumlah dan irama haid 20 %

Rasa massa (benjolan) dalam perut

bawah

2 %

Gangguan miksi (Poliuria,

Urgensi)

0.4 %

Gangguan defekasi (Diare,

Obstipasi)

0.5 %

Dysmenorrhoea

Dismenorea pada endometriosis umumnya berjenis sekunder

atau peningkatan dari yang primer. Dismenorea dan

dispareunia makin mngarah ke endometriosis apabila

gejalanya muncul setelah bertahun-tahun dengan haid dan

senggama yang semula tanpa nyeri. Endometriosis juga telah

ditemukan di lokasi-lokasi ekstrapelvik, yang memunculkan

gejala-gejala yang tidak khas. Bila kista endometrium cukup

Page 26: Bab II Landasan Teori

besar, dan disertai perlekatan atau lesi menyangkut

peritoneum sekitar usus maka akan ada keluhan nyeri perut

bagian bawah yang menetap diluar siklus haid dan dengan

intensitas bervariasi.

Dyspareunia

Bila endometrium berada di cavum douglassi, khususnya bila

disertai dengan retro-versio uteri dan perlekatan maka akan

terdapat keluhan dispareunia pada saat penetrasi penis

berlangsung secara maksimal saat sexual intercourse.

Bila lesi menyangkut peritoneum usus maka akan ada keluhan

nyeri saat defekasi (diskezia) serta adanya nyeri pinggang

yang memburuk selama haid.

Gangguan Haid

Pada 60% pasien endometriosis terjadi gangguan siklus haid

(perdarahan uterus disfungsional). Keluhan mungkin berupa

bercak pra-haid (spotting), hipermenorea , menorrhagia atau

periode haid yang pendek.

Infertilitas

Endometriosis sering disertai dengan infertilitas, mungkin hal

ini berhubungan dengan distorsi anatomis saluran reproduksi

internal. Kadang-kadang diagnosa endometriosis baru

terdeteksi setelah pemeriksaan infertilitas dengan

menggunakan Laparoskopi.

II.1.2.6. PATOFISIOLOGI

Bagaimanapun juga lapisan endometrium yang berada

di luar rahim (endometriosis) tidak memiliki jalan keluar

Page 27: Bab II Landasan Teori

untuk perdarahan yang dialaminya setiap bulan sehingga

lapisan disekitarnya akan meradang dan membengkak.

Endometriosis sering ditemukan di indung telur, saluran tuba,

daerah antara vagina dan rektum, dan di rongga panggul.

Namun endometriosis dapat ditemukan di seluruh bagian

tubuh seorang wanita, seperti di paru-paru yang dapat

menyebabkan batuk darah dan sesak napas.

Dimanapun lokasi endometriosis, terdapat

endometrium ektopik berselubung stroma yang mengalami

implantasi dan berbentuk seperti kista miniatur serta

memberikan respon siklis terhadap estrogen dan progesteron

seperti halnya endometrium dalam cavum uteri. Selama

proses menstruasi, terjadi perdarahan pada kista mini tersebut.

Darah – jaringan endometrium dan cairan jaringan selanjutnya

akan terperangkap didalam kista. Pada siklus berikutnya,

cairan jaringan dan plasma darah diabsorbsi dan menyisakan

darah berwarna kehitaman yang kental. Siklus berulang setiap

bulan dan secara perlahan kista menjadi besar berisi cairan

coklat kehitaman yang semakin bertambahbanyak. Ukuran

maksimum kista tergantung pada lokasi . Kista kecil akan

tetap kecil dan terjadi serbukan makrofag sehingga menjadi

lesi fibrotik kecil.

Ruptura atau kebocoran dari kista kecil sering terjadi

sehingga menyebabkan adanya perlekatan pada jaringan

sekitarnya.

Kista ovarium (endometrioma) cenderung bertambah

besar sampai sebesar buah jeruk. Dengan pembesaran kista,

Page 28: Bab II Landasan Teori

terjadi kerusakan sel kista sehingga menjadi bersifat non-

fungsional.

II.1.2.7. DIAGNOSIS

Anamnesis

Keluhan utama pada endometriosis adalah nyeri. Nyeri

pelvik kronis yang disertai infertilitas, juga merupakan

masalah klinis utama pada endometriosis. Endometrium pada

organ tertentu akan menimbulkan efek yang sesuai dengan

fungsi organ tersebut, sehingga lokasi penyakit dapat diduga.

Riwayat dalam keluarga sangat penting untuk

ditanyakan karena penyakit ini bersifat genetik (diwariskan).

Endometriosis juga lebih mungkin berkembang pada saudara

perempuan monozigot daripada dizigot.

Tanda dan Gejala

Tanda dan Gejala pada endometriosis tidak spesifik. Gejala

pada endometriosis biasanya disebabkan oleh pertumbuhan

jaringan endometriosis, yang dipengaruhi hormon ovarium

selama siklus haid, berupa nyeri pada daerah pelvik, akibat

dari:

Melimpahnya darah dari endometrium sehingga

merangsang peritoneum.

kontraksi uterus akibat meningkatnya kadar

prostaglandin (PGF2alpha dan PGE) yang dihasilkan

oleh jaringan endometriosis itu sendiri.

Dismenore pada endometriosis umumnya bersifat sekunder

atau peningkatan dari yang primer, dimenore dan dispareuni

makin mengarah ke endometriosis jika gejala muncul

bertahun-tahun dengan haid dan senggama yang semula tanpa

Page 29: Bab II Landasan Teori

nyeri. Semakin lama dan berat intensitas nyeri semakin berat

stadium endometriosis pada diagnosis awal.

Endometriosis juga dijumpai ekstrapelvik, sehingga

menimbulkan gejala yang tidak khas (Tabel 2.9). Dispareunia

juga dirasakan pada daerah kavum douglas dan nyeri

pinggang yang semakin berat selama haid nyeri rektum dan

saat defekasi juga dapat terjadi tergantung daerah invasi

jaringan endometriosisnya. Sering dirasakan nyeri pelvik

siklik yang mungkin berkaitan dengan nyeri traktus urinarius

dan gastrointestinal. Pada penderita endometriosis juga sering

dijumpai infertilitas dan Gangguan haid berupa bercak prahaid

atau hipermenore.

Tabel 2.9. Keluhan berdasarkan lokasi endometriosis

Lokasi endometriosis Tampilan keluhan

Pelvis: nyeri perut bawah, nyeri

pinggang, hematuria, dismeroea,

dispareunia, massa di pelvis,

infertilitas, menometroragia.

Intestinal dan Omentum:

Gastrointestinal

Ileum

Kolon

Appendiks dan sekum

Rektosigmoid

gangguan fungsi usus, diskezia,

hematokezia siklik, bendungan

(obstruksi) usus.

Nyeri perut bagian tengah,

kembung, muntah, diare.

Nyeri perut kanan bawah,

obstruksi, diare.

Nyeri abdomen, nyeri pinggang,

muntah

Nyeri perut kanan bawah, nyeri

pelvic, dismenorea,

Page 30: Bab II Landasan Teori

Omentum dengan asites

obstruksi,konstipasi, diare,

hematokezia dan perdarahan

rectal berulang, infertilitas.

Kembung, rasa tak nyaman di

perut, dismenorea.

Saluran kemih:

Saluran kemih

Ginjal

Ureter

Detrusor kandung kemih

Hematuria, disuria, desak-kemih

(urgensi) dan sering berkemih.

Nyeri perut, nyeri pinggang,

hematuria

Nyeri perut bawah dan fossa

iliaka (stenosis ureter sebagian

atau sempurna), mikrohematuria,

disuria, dismeroea, gangguan

haid.

Nyeri perut bawah, disuria, mirip

sistitis interstisial.

Paru-paru:

Lobus paru

Pleura

Batuk, hemoptisis, sesak napas,

nyeri dada, bronchitis,

bronkhoektasis, emfisema, napas

pendek mirip embolisme paru.

Nyeri bahu, efusi pleura,

pneumotoraks, hematotoraks.

Diafragma: Nyeri ujung bahu siklik dan

kronik.

Saraf tepi: Gangguan musculoskeletal umum,

nyeri siklik (skiatika).

Lain-lain:

Hati Nyeri epigastrium, massa di

subkosta kanan siklik, gangguan

Page 31: Bab II Landasan Teori

Otak

Mata

Pancreas

Lutut

Pubis

Umbilicus

haid.

Nyeri kepala perihaid, kejang,

gangguan haid.

Gangguan penglihatan.

Nyeri epigastrium, massa di perut.

Nyeri dan pembengkakan lutut.

Nyeri, rasa tidak nyaman di

inguinal.

Nyeri dan adanya massa di

periumbilikus.

Tabel 2.10. Kemungkinan endometriosis berdasarkan gejala

Kelompok Gabungan Gejala Kemungkinan

Endometriosis

(%)

1 Nyeri haid

Tumor ≥ 2x2 cm atau nodul-

nodul

Infertilitas

89.09 %

2 Nyeri haid

Tumor ≥ 2x2 cm atau nodul-

nodul

65.45 %

3 Nyeri haid

Infertilitas

60.00 %

4 Tumor ≥ 2x2 cm atau nodul-

nodul

Infertilitas

52.73 %

Page 32: Bab II Landasan Teori

Pada pemeriksaan fisik

Umum

Jarang dilakukan kecuali penderita menunjukkan adanya

gejala fokal siklik pada daerah organ non ginekologi.

Pemeriksaan dilakukan untuk mencari penyebab nyeri yang

letaknya kurang tegas dan dalam.

Ginekologik

Pada genitalia eksterna dan permukaan vagina biasanya tidak

ada kelainan. Lesi endometriosis terlihat hanya 14,4% pada

pemeriksaan inspekulo, sedangkan pada pemeriksaan manual

lesi ini teraba pada 43,1% penderita. Ada keterkaitan antara

stenosis pelvik dan endometriosis pada penderita nyeri pelvik

kronik. Paling umum, tanda positif dijumpai pada

pemeriksaan bimanual dan rektovaginal. Hasil pemeriksaaan

fisik yang normal tidak menyingkirkan diagnosis

endometriosis, pemeriksaan pelvik sebagai pendekatan non

bedah untuk diagnosis endometriosis dapat dipakai pada

endometrioma ovarium. Jika tidak tersedia pemeriksaan

penunjang lain yang lebih akurat untuk menegakkan diagnosis

endometriosis berdasarkan gejala, tanda fisis dan pemeriksaan

bimanual.

Tabel 2.10. Tanda-tanda pada pemeriksaan fisik dan temuan

klinis pada penderita endometriosis.

Jenis pemeriksaan Temuan klinis

Pemeriksaan fisis umum: Jarang dilakukan kecuali

jika penderita

menampilkan gejala-gejala

fokal siklik yang mengarah

endometriosis pada organ-

Page 33: Bab II Landasan Teori

organ non-ginekologik.

Pemeriksaan abdominal

dapat mengungkap nyeri

yang letaknya kurang tegas

dan dalam.

Seringkali tak ditemukan

kelainan, kecuali jika ada

massa intraabdomen atau

intrapelvik yang besar

(endometrioma)

Pemeriksaan fisis ginekologik: Temuan sangat luas

ragamnya.

Perlu dilakukan selama

masa awal-awal haid.

Pemeriksaan pelvic:

Pemeriksaan speculum

Genitalia eksterna dan

permukaan vagina

biasanya tak ada kelainan.

Susukan-susukan kebiruan

yang khas endometriosis

atau lesi-lesi hipertropik,

merah yang berdarah pada

sentuhan, biasanya di

forniks posterior.

Nodul-nodul coklat

kebiruan di forniks

posterior.

Pemeriksaan palpasi bimanual

Vagina atas:

Serviks:

Lesi-lesi yang tampak di

vagina atau di serviks.

Salah-letak serviks ke

lateral akibat parut akibat

parut pada ligamentum

Page 34: Bab II Landasan Teori

Uterus:

Kavum douglas, ligamentum

sakrouterina.

Palpasi adneksa:

sakrouterina ipsilateral.

Uterus sukar digerakkan

(mobilitas menurun atau

lenyap) dan lunak.

Massa lunak, fibrosis,

nodul-nodul (umumnya

lunak dan membesar)

menyebuk-dalam yang

nyeri raba atau nyeri tekan,

terutama di kavum douglas

dan ligamentum

sakrouterina (lebih sering

kiri, ditemukan sekitar

pada 30% penderita

endometriosis).

Endometriosis-dalam dan

perlengketan kavum

douglas (5x lipat

dibandingkan pemeriksaan

rutin di luar masa haid).

Endometrioma berupa

massa adneksa yang lunak

atau tak-lunak, nyeri

sentuh, seringkali terfiksasi

ke uterus atau ke dinding

samping pelvis.

Nyeri goyang uterus dan

adneksa.

Pemeriksaan rektovaginal Nodul-nodul pada

ligamentum sakrouterina,

kavum douglas atau septum

rektovaginal.

Septum retrovaginal nyeri

Page 35: Bab II Landasan Teori

dan bengkak.

Susukan adenomiosis

sepanjang ligamentum

sakroutrina (dapat salah-

tafsir dengan endometriosis

pelvic).

Pemerikaan Penunjang

- Diagnosis Pencitraan

Pencitraan berguna untuk memeriksa penderita endometriosis

terutama bila dijumpai massa pelvis atau adnexa seperti

endometrioma. Ultrasonografi pelvis secara transabdomnial (USG-

TA), transvaginal (USG-TV) atau secara transrektal (TR), CT Scan

dan pencitraan resonansi magnetik telah digunakan secara non-

invasif untuk mengenali implan endometriosis yang besar dan

endometrioma. Tetapi hal ini tidak dapat menilai luasnya

endometriosis. Hanya untuk menetapkan sisi lesi atau menilai

dimensinya, yang mungkin bermanfaat untuk menentukan pilihan

teknik pembedahan yang akan dilakukan.

- Diagnosis Laparoskopi

Menurut ASRM, 2004 Laparoskopi merupakan gold standart diagnosis

endometriosis, dengan pemeriksaan visualisasi langsung ke rongga

abdomen,yang mana pada banyak kasus sering dijumpai jaringan

endometriosis tanpa adanya gejala klinis.

Invasi jaringan endometrium paling sering dijumpai pada

ligamentum sakrouterina, kavum douglasi, kavum retzi, fossa

ovarika, dan dinding samping pelvik yang berdekatan. Selain itu

juga dapat ditemukan di daerah abdomen atas, permukaan kandung

Page 36: Bab II Landasan Teori

kemih dan usus. Penampakan klasik dapat berupa jelaga biru-hitam

dengan keragaman derajat pigmentasi dan fibrosis di sekelilingnya.

Warna hitam disebabkan timbunan hemosiderin dari serpih

haid yang terperangkap, kebanyakan invasi ke peritoneum berupa

lesi-lesi atipikal tak berpigmen berwarna merah atau putih.

Diagnosis endometriosis secara visual pada laparoskopi tidak selalu

sesuai dengan pemastian histopatologi meski penderitanya

mengalami nyeri pelvic kronik. Endometriosis yang didapat dari

laparoskopi sebesar 36%, ternyata secara histopatologi hanya

terbukti 18% dari pemeriksaan histopatologi.

Tabel 2. . Hubungan warna lesi endometriosis peritoneal secara

laparoskopi dan makna klinisnya.

Warna Lesi Aktivitas Biologis Makna Klinis

Merah Sangat tervaskularisasi dan

proliferatif, aktivitas

produksi prostaglandin F₂α

sama dengan lesi hitam.

Stadium dini

endometriosis

Putih Sedikit sekali

tervaskularisasi, metabolic

tak-aktif, jaringan fibrosa.

Lesi yang sembuh atau

laten; kurang nyeri

dibandingkan lesi

hitam atau merah.

Hitam Aktivasi produksi

prostaglandin F₂α sama

dengan lesi merah.

Stadium lanjut

endometriosis (76-93

% terpastikan secara

histologis)

Arn

Endometriosis diklasifikasikan sebagai lesi dalam jika invasi

lebih dari 5 mm dibawah permukaan peritoneum. Ukuran dan

kedalaman sulit didapat dengan laparoskopi, tetapi retraksi usus

halus dapat mengarah pada adanya invasi yang dalam.

Page 37: Bab II Landasan Teori

Dua hal yang harus diperhatikan pada saat dilakukan laparoskopi:

a) Pemeriksaan USG terhadap ovarium pralaparoskopi akan

sangat membantu menemukan abnormalitas yang tidak terlihat

hanya dengan laparoskopi, misalnya: hanya bagian permukaan

ovarium yang terlihat dengan laparoskopi, sehingga

keberadaan endometrioma ovarium sering luput.

b) Seluruh permukaan ovarium harus terlihat dengan cara

memutar ovarium, agar fossa ovarika dan bagian yang

tersembunyi terlihat.

- BiopsiInspeksi visual biasanya adekuat tetapi konfirmasi histologi dari

salah satu lesi idealnya tetap dilakukan. Pada pemeriksaan

histopatologis dapat dijumpai endometriosis yang menyebuk dalam

dan makrofag yang termuati hemosiderin dapat dikenal pada 77%

bahan biopsi endometriosis. Secara histopatologis, endometriosis

ada beberapa bentuk (distrofik, glanduler, stroma, atau diferensiasi

progresif. Diagnosis pasti endometriosis dapat dibuat hanya dengan

laparoskopi dan pemeriksaan histopatologis, yang menampilkan

kelenjar-kelenjar endometrium dan stroma.

Tabel 2. . Tanda-tanda pada pemeriksaan penunjang klinis pada

penderita endometriosis

Jenis pemeriksaan Temuan klinis

Laparoskopik diagnostic - Lesi endometriosis pada permukaan

peritoneum dengan berbagai earna

dan ukuran (lihat tabel atas).

- Defek pada peritoneum berupa parut

yang menutupi susukan

endometriosis (sindrom Allen-

Page 38: Bab II Landasan Teori

Masters).

- Endometrioma (disebut kista coklat

karena menampakkan warna coklat

tua)

Teknik pencitraan:

USG

Pindai CT

MRI

- Transabdominal, transvaginal, atau

transrektal: massa dengan echo

internal kuat (jika ada lesi di

ovarium).

- Gambaran kista atau massa padat.

- Endometrioma tergambar khas

dengan isyarat hipointens,

endometriosis retroservikal.

Laboratorium:

Histopatologik

CA-125

Imunohistokimia aromatase

- Kelenjar, stroma mirip

endometrium, dan pigmen

hemosiderin pada jaringan yang

diperiksa.

- Kadar >35 mU/ml adalah

positif untuk kista ovarium

- Positif jika skor H diatas 20%.

II.1.2.8 DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding nya dapat dilihat berdasarkan tanda dan

gejala pada pasien endometriosis.

Tabel 2.5. Presentase keluhan dan diagnosis banding

emdometriosis menurut jenis keluhan.

Jenis keluhan % Diagnosis banding

Page 39: Bab II Landasan Teori

Nyeri pelvic

generalisata

40-50 % Penyakit radang pelvic,

endometriosis, perlekatan

pelvic, neoplasma jinak

atau ganas, puntiran

ovarium.

Pemaksaan seksual atau

fisik, penyebab non-

organik.

Nyeri haid (dismeroea) 80 % Primer; sekunder

(adenomiosis, miom

infeksi, stenosis serviks).

Nyeri senggama

(dispareunia)

40-50 % Gangguan

musculoskeletal (relaksasi

pelvic, spasme levator

ani); saluran

gastrointestinal (sindrom

usus iritabel); saluran

kemih (sindrom uretra,

sistitis interstisial).

Infeksi; kongesti vascular

pelvik; pelumasan atau

peregangan vagina

berkurang karena gairah

yang berkurang.

Nyeri pinggang

(lumbago)

20 % Regang otot lumbosakral,

hernia diskus lumbal (L4-

5 dan L5-S1); rupture

intervetebra, geliatan

lumbosakral,

spondilolistesis,

osteomielitis, aneurisma

aorta abdominal,

ankilosis, sindrom kauda

Page 40: Bab II Landasan Teori

ekuina, disfungsi sendi

lumbosakral.

Appendicitis, kolesistitis,

pancreatitis akut,

pielonefritis akut, kanker.

Nyeri rektum dan nyeri

defekasi (diskezia)

12 % Proktitis, striktur rectum,

hemoroid.

Nyeri berkemih

(disuria)

1 % Infeksi kandung kemih,

polip intravesika, stenosis

uretra.

Nyeri gastrointestinal 1 % Polip intralumen usus,

infeksi gastrointestinal,

obstruksi atau strangulasi

usus.

Infertilitas 20-40 % Faktor pria; penyakit tuba

(infeksi); anovulasi;

faktor-faktor serviks

(getah, antibodi

antisperma, stenosis);

defek fase luteal.

Hematokezia prahaid 5 % Hemoroid interna, polip

intrarektum atau

intrasigmoid.

Gangguan jumlah dan

irama haid

20 % Gangguan hormonal dan

ovulasi, endometritis,

hipoplasia uterus, miom

uterus, adenomiosis,

ovarium polikistik.

Terasa massa (benjolan)

dalam perut bawah

2 % Massa intrauterin (miom,

adenomiosis, hamil),

usus, kandung kemih,

rekrosigmoid.

Page 41: Bab II Landasan Teori

Gangguan miksi

(poliuria, urgensi)

0.4 % Infeksi saluran kemih,

sistokel, inkontinensia

urin, diabetes melitus.

Gangguan defekasi

(diare, obstipasi)

0.5 % Infeksi saluran cerna

(organik, enzimatik).

II.1.2.8. PENATALAKSANAAN

Begitu diagnosis endometriosis telah ditegakkan, maka

untuk penanganannya tersedia dua cara, yaitu medicinal dan

pembedahan. Hasil akhir penanganan tersebut sangat

bergantung pada dasar pemikiran yang ditetapkan dan cara

yang dipilih (Tabel 2.11.). Selain itu pemilihan

penatalaksanaan klinis endometriosis bagi wanita infertil juga

belum seragam karena bergantung pada sejumlah faktor

objektif dan subjektif (Tabel 2.12.).

Tabel 2.11. Pertimbangan pilihan penanganan endometriosis

secara umum.

Dasar Pertimbangan:

Belum menikah

Sudah menikah tetapi belum punya anak (infertilitas primer dan

sekunder)

Sudah punya anak dan tidak peduli dengan infertilitas

sekundernya.

Pemilihan cara penanganan bergantung pada:

Beratnya keluhan

Lokasi dan luasnya penyakit serta luasnya perlekatan pelvis

Derajat endometriosis dengan nyeri dan keinginan untuk

melenyapkan nyeri saja.

Nyeri pelvik yang bersamaan dengan infertilitas.

Page 42: Bab II Landasan Teori

Kebutuhan untuk penyelamatan fungsi reproduksi dan / atau

fertilitas.

Umur penderita

Faktor infertilitas yang bersamaan lainnya.

Besarnya kemungkinan kekambuhan.

Masalah kesehatan lainnya yangterkait endometriosis.

Tabel 2.12. Pertimbangan untuk pilihan penanganan pada

endometriosis dengan infertilitas.

Umur penderita

Keadaan dan lamanya infertilitas

Faktor infertilitas lain yang bersamaan pada pasangan suami-

istri (yang harus disingkirkan)

Keinginan pasangan suami-istri untuk keturunan (rencana

fertilitas)

- Belum ingin hamil begitu terdiagnosis endometriosis, tetapi

mendatang masih ingin hamil

- Ingin segera hamil.

Letak, luas, sifat, gejala, letak perlekatan pelvik, dan beratnya

penyakit.

Patologi pelvik lain yang bersamaan.

1. OBSERVASI

Pada pasien asimptomatik atau dengan rasa nyeri ringan.

Pada pasien infertil dengan kelainan ringan sebaiknya

dilakukan terapi ekspektatif.

2. TERAPI ANALGESIK

- NSAID’s,

Page 43: Bab II Landasan Teori

- Prostaglandine synthetase – inhibiting drugs

3. TERAPI HORMONAL

a. Pil kontrasepsi oral

- Terutama dari jenis monofasik

- Diberikan setiap hari selama 6 – 12 bulan

- Bila terjadi perdarahan lucut:berikan tambahan

estrogen

b. Progestin

- Bekerja dengan mekanisme seperti kontrasepsi oral

- Dosis Medroxyprogesteron acetate – MPA 10 – 30

mg/hari

- Alternatif : Depo-Provera® 150 mg setiap 3 bulan

c. Danazol

Danazol adalah androgen lemah yang merupakan derivat

dari isoxazole 17α – ethinyl testosterone (ethisterone) .

Mekanisme kerja obat :

1) Danazole bekerja pada level hipotalamus untuk

mencegah lepasnya gonadotropin , sehingga

mencegah keluarnya FSH dan LH

2) Danazol mencegah aktivitas enzym steroidogenesis

dalam ovarium sehingga terjadi suasana yang

hipoestrogenik yang menambah efek androgenik dari

Danazole untuk mencegah pertumbuhan

endometrium.

- Dosis 800 mg/hari qid selama 6 bulan [ terapi ini

mahal ].

- Rasa nyeri dapat diatasi dengan penggunaan

Danazole pada 90% kasus.

- Efek samping :

Jerawat

Page 44: Bab II Landasan Teori

Berat badan meningkat

Edema

Perubahan lipoprotein plasma

Perubahan suara [kadang-kadang menetap]

d. Gestrinone

Gestrinone adalah derivat dari 19-nortestosterone yang

berperan untuk menekan FSH dan LH.

- Tidak ada dipasaran USA

- Efektif namun efek samping androgenik sangat

menonjol dan tidak terjadi hambatan pada ovulasi.

e. GnRH agonis

Merupakan Analog dengan 10-aminoacid peptide

hormon GnRH.Terjadi penekanan sekresi gonadotropin

dengan akibat menghilangkan steroidogenesis ovarium

dan menekan endometrium. Rasa nyeri menghilang pada

bulan ke II atau ke III.

Pemberian GnRH agonis :

- Leuprolide 3.75 mg / bulan secara intramuscular

- Nafareline 200 mg 2 kali sehari intranasal

- Goserelin 3.75 mg / bulan subcutan

GnRH agonis hanya boleh diberikan selama 6 bulan

oleh karena efek samping berupa status hipoestrogenik

dengan akibat lanjutan yang berupa penurunan densitas

tulang.

Efek samping lain :

- gejala vasomotorik

- rasa kering mulut

- dan gangguan emosi

Page 45: Bab II Landasan Teori

Untuk menghindari penurunan densitas tulang

nampaknya cukup bila diberikan norethindrone acetate

5 mg saja atau disertai juga dengan pemberian CE dosis

rendah.

4. TERAPI PEMBEDAHAN

Indikasi:

- Infertilitas dengan endometriosis sedang sampai berat

- Penyakit berat dengan perlekatan hebat

- Usia “tua”

- Endometriosis berat, fertilitas masa mendatang masih

diharapkan.

- Gagal dengan pengobatan hormonal atau pra-pemberian

hormonal.

Terapi bedah konservatif antara lain meliputi:

- pelepasan perlekatan

- merusak jaringan endometriotik

- rekonstruksi anatomis sebaik mungkin.

Bila fungsi reproduksi tak diperlukan lagi : TAH + BSO

dan lisis semua perlekatan yang terjadi

Tabel 2.13. PERBANDINGAN ANTARA INTERVENSI MEDIS

DAN PEMBEDAHAN :

CARA

PENGOBATAN

KEUNTUNGAN KERUGIAN

MEDISINAL biaya lebih Sering ditemukan

Page 46: Bab II Landasan Teori

murah.

Terapi empiris

(dapat di

modifikasi

dengan mudah)

Efektif untuk

menghilangkan

nyeri

efek samping

Tidak

memperbaiki

fertilitas

Beberapa obat

hanya digunakan

untuk waktu

singkat

PEMBEDAHAN Efektif untuk

menghilangkan

rasa nyeri.

Lebih efisien

dibandingkan

terapi medis.

Melalui biopsy

dapat ditegakkan

diagnose pasti

Biaya

Resiko medis

“poorly defined

and probably

underestimated”

sekitar 3%.

Efisien

diragukan, efek

menghilangkan

rasa nyeri

temporer 70-80%

II.1.2.9. PENCEGAHAN

Masalah klinis yang lazim dijumpai adalah

endometriosis ringan pada wanita muda yang masih belum

ingin hamil. Untuk ini dpat diberikan kontrasepsi oral siklik

untuk mencegah perluasan penyakit, misalnya beberapa

focus di kavum douglas. Pada penyakit yang lanjut dapat

diberikan danazol atau MPA selama 6 bulan, diikuti dengan

pemberian kontrasepsi siklik untuk menurunkan risiko

penyebaran (buku hijau)

Page 47: Bab II Landasan Teori

II.1.3 HUBUNGAN ENDOMETRIOSIS TERHADAP INFERTILITAS.

Endometriosis memperbesar kemungkinan penderitanya untuk

menjadi infertil, tetapi mekanismenya belum seluruhnya terungkap. Hal

ini terlihat dari banyaknya penderita endometriosis yang fertilitasnya

tak nyata menurun dan adanya konsepsi spontan di antara mereka.

Berat endometriosis (jumlah dan sebaran lesi, keterlibatan berebagai

organ, perlekatan, dan kerusakan jaringan) mempunyai hubungan erat

dengan keberadaan dan intensitas gejala endometriosis, termasuk

infertilitas. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan sebagai penyebab

infertilitas pada penderita endometriosis:

1. Perubahan zalir peritoneal dan sitokin

Zalir peritoneal dan sitokin berubah pada penderita endometriosis.

Terjadi penambahan IL-6 ke medium biakan embrio tikus telah

diperlihatkan dapat menekan pembentukkan blastosis. Selain itu,

TNF-alfa juga dapat menurunkan peningkatan spermatozoa yang

kuat ke zona pelusida oosit.

2. Defek penyusukan (implantasi)

Integrin khas (αvβ3) akan ada selama jendela implantasi pada siklus

haid, yaitu pada hari ke 20-24. Integrin khas ini menurun pada

endometrium wanita infertil dengan endometriosis. Faktor pada

oosit sendiri mungkin juga dapat mengurangi implantasi,

sebagaimana oosit donor penderita endometrioma memperlihatkan

pengurangan bermakna laju implantasi sebesar 7%.

3. Endometriosis minimal-ringan dan infertilitas

Endometriosis minimal atau ringan cenderung berdampak negatif

terhadap fertilitas, yakni menurunkan fertilitas dan dapat

Page 48: Bab II Landasan Teori

menyebabkan infertilitas, dengan mekanisme yang tidak seragam,

baik secara tersendiri atau secara gabungan.

Penyebab infertilitas pada penderita endometriosis minimal-

ringan antara lain adalah jaringan endometriosis mengandung sel-

sel makrofag yang akan menghancurkan spermatozoa (spermiofagi)

sehingga tidak dapat membuahi oosit. Juga terjadi perubahan

seluler (makrofag) berupa kemampuannya melakukan fagositosis

terhadap gamet dan zigot. Peningkatan prostaglandin (PG) zalir

peritoneal ininjuga merupakan salah satu penyebab infertilitas. Ini

dapat terjadi dengan cara mengganggu fungsi ovarium,

menimbulkan motilitas abnormal tuba, dan mengganggu nidasi

serta implantasi hasil pembuahan (blastosis). Selain itu

prostaglandin (PG) juga dapat menghalangi pembuahan karena

pergerakan silia pada saluran tuba mengarah ke ostium tuba

abdominal sehingga mendorong oosit keluar. Dan juga telah

ditemukan dampak negatif dari zat-zat yang disekresikan oleh

makrofag, seperti interleukin-1 (IL-1) yang dapat menghambat

pembelahan zigot dan menghalangi perkembangan dini embrio.

4. Endometriosis sedang-berat dan infertilitas

Infertilitas pada penderita endometriosis sedang-berat mudah

dijelaskan secara anatomik, karena banyak sekali penyebabnya dan

saling memperberat. Di sini gangguan mekanis terhadap fungsi

reproduksi sangat berperan, terutama perlengketan pelvik dan

periadneksa dengan jaringan parut luas yang melibatkan ovarium

dan tuba falloppii atau endometrioma yang besar dan berganda.

Perlengketan pelvic tersebut terbentuk karena endometriosis

melepaskan perantara peradangan. Perlengketannya dapat

menghalangi mobilitas tuba normal atau membungkus sebagian

ovarium, sehingga mencegah pelepasan atau penangkapan oosit dari

permukaan ovarium dan menghalangi pengangkutan oosit.

Page 49: Bab II Landasan Teori

Obstruksi tuba jaran terjadi (hanya sekitar 7% penderita

endometriosis berat), tetapi edema dan bentu tuba abnormal sangat

sering ditemukan pada semua derajat endometriosis. Dengan

demikian pada endometriosis berat, dugaan mekanisme molekuler

untuk menerangkan infertilitas pada endometriosis dapat diabaikan

karena faktor makronya sudah dapat menerangkan.

Tabel 2… Beberapa mekanisme infertilitas pada endometriosis

Gangguan terhadap Tampilannya

Endometriosis minimal-ringan

Fungsi seksual

Fungsi perkembangan oosit dan

ovulasi

Pengangkutan oosit

Fertilisasi

Cacat embrio

Implantasi dan abortus spontan

dini

- Dispareunia, penghindaran

senggama, penetrasi penis tak

sempurna.

- Siklus haid abnormal: anovulasi,

puncak LH abnormal, sidrom

LUF, defek fase luteal.

- Oosit abnormal.

- Motilitas tuba meningkat dan

kehilangan oosit.

- Perubahan kemotaksis terhadap

ovum.

- Perubahan zalir peritoneal:

peningkatan fagositosis

spermatozoa oleh makrofag

- Implantasi gagal

- Defek fase luteal

- Antibody anti-endometrium

- Disfungsi imun

Page 50: Bab II Landasan Teori

Perubahan endokrin lain

- Perubahan sekresi prostaglandin

- Hiperprolaktinemia

- Puncak ganda LH

Endometriosis sedang-berat

Perlengketan tuba-ovarium,

periovarium, perituba, dan

obliterasi fossa ovarika

Sumbatan tuba falloppii

Kerusakan jaringan ovarium

- Mencegah penangkapan ovum

dan menghambat pelepasan

oosit.

- Menghambat fertilisasi

- Menghambat perkembangan

folikel dan ovulasi

II.2 KERANGKA TEORI

Keterangan:

Variabel yan

Masalah Vagina

Infeksi vagina

Lingkugan vagina yg sangat asam

Masalah Serviks

Peningkatan alkalinitas

Peningkatan sekresi

Page 51: Bab II Landasan Teori

II.3 KERANGKA KONSEP

Untuk lebih jelasnya tentang hubungan derajat endometriosis dan lokasi

endometriosis terhadap kejadian infertilitas dapat di lihat dari variabel independen

dan variabel dependen yang akan tergambar pada skema kerangka konsep penelitian

dibawah ini:

Masalah Uterus

Polip endometrium

Adenomiosis

Mioma uterus (leiomioma)

Bekas kuretase

Abortus septic

Masalah Tuba

Infeksi tuba (PID)

Masalah Ovarium

Kista ovarium

Tumor ovarium

Menilai angka kejadian INFERTILITAS

- Infertil- Tidak infertil

Endometriosis

- Derajat - Lokasi

endometriosis

Page 52: Bab II Landasan Teori

Variabel Independen

Derajat Endometriosis

Lokasi Endometriosis

Variabel Dependen

Infertilitas

II.4 HIPOTESIS

H-1: Terdapat hubungan antara Derajat Endometriosis dengan Infertilitas

H-2: Terdapat hubungan antara Lokasi Endometriosis dengan Infertilitas.

Hastono, S.P., 2007. Analisis Data Kesehatan. Jakarta

Dahlan, M.S., 2009. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. 4th rev. ed. Dewi, I.J.,

Jakarta

Notoatmodjo, S., 20010. Metodologi Penelitian Kesehatan

Page 53: Bab II Landasan Teori

Sarjono, H., 2011. SPSS vs Lisrel sebuah Pengantar Aplikasi untuk Riset. Salemba

Empat. Jakarta

Sopiyudin MD, 2010. “langkah-Langkah Membuat Proposal Bidang Kedokteran dan

Kesehatan”. Jakarta; Sagung Seto

Sopiyudin MD, 2010. “Besar Sampel Dan Cara Pengambilan Sampel dalam

Penelitian Kedokteran dan Kesehatan”. Jakarta: Salemba Medika.

Sopiyudin MD, 2009. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan, Jakarta: Salemba

Medika.

Refrensi

ASRM,2004. Endometriosis and infertility. The Practice Committee of The American

Society for Reproductive Medicine. Fertil Steril 82(suppl 1): 40-45.

Mansjoer, Arif dkk, 2004. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia.

Sarwono, 2008. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.

Dr. Budi Wiweko,SpOG ,2011. Infertilitas. pada makalah World Human

Reproduction Congress,2011).

Jacoeb, T.Z dan Hadisaputra, W, 20009. Penanganan Endometriosis panduan klinis

dan algoritme. CV Sagung Seto.

ACOG Committee on Practice Bulletins: Medical management of endometriosis.

Number 11, December 1999 (replaces Technical Bulletin Number 184, September

1993).Clinical management guidelines for obstetrician-gynecologists. Int J Gynaecol

Obstet 2000 Nov; 71(2): 183-96.

Page 54: Bab II Landasan Teori

Ailawadi RK, Jobanputra S, Kataria M: Treatment of endometriosis and chronic

pelvic pain with letrozole and norethindrone acetate: a pilot study. Fertil Steril 2004

Feb; 81(2): 290-6.

Alborzi S, Momtahan M, Parsanezhad ME: A prospective, randomized study

comparing laparoscopic ovarian cystectomy versus fenestration and coagulation in

patients with endometriomas. Fertil Steril 2004 Dec; 82(6): 1633-7.

Bukulmez O, Yarali H, Gurgan T: The presence and extent of endometriosis do not

affect clinical pregnancy and implantation rates in patients undergoing

intracytoplasmic sperm injection. Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol 2001 May;

96(1): 102-7.

Droegemuller W: : Endometriosis and Adenomyosis in “Comprehensive

Gynecology” 4th ed , pp 531 - 564. St Louis Missouri, Mosby Inc. 2001

Ferrero S, Esposito F, Abbamonte LH: Quality of sex life in women with

endometriosis and deep dyspareunia. Fertil Steril 2005 Mar; 83(3): 573-9.

Harada T, Momoeda M, Taketani Y, Hoshiai H, Terakawa N (November 2008).

"Low-dose oral contraceptive pill for dysmenorrhea associated with endometriosis: a

placebo-controlled, double-blind, randomized trial". Fertility and Sterility 90 (5):

1583–8. doi:10.1016/j.fertnstert.2007.08.051. ISSN 0015-0282. PMID 18164001.

Harrison RF, Barry-Kinsella C: Efficacy of medroxyprogesterone treatment in

infertile women with endometriosis: a prospective, randomized, placebo-controlled

study. Fertil Steril 2000 Jul; 74(1): 24-30.

Jones KD, Sutton C: Patient satisfaction and changes in pain scores after ablative

laparoscopic surgery for stage III-IV endometriosis and endometriotic cysts. Fertil

Steril 2003 May; 79(5): 1086-90.

Llewellyn-Jones D : Endometriosis and Adenomyosis in Fundamentals of Obstetric

& Gynaecology. 6th ed Mosby 1999

Page 55: Bab II Landasan Teori

Matsuzaki S, Canis M, Pouly JL: Cyclooxygenase-2 expression in deep

endometriosis and matched eutopic endometrium. Fertil Steril 2004 Nov; 82(5):

1309-15

Memarzadeh S, Muse KN, Fox MD: Endometriosis in “ Current Obstetric &

Gynecologic Diagnosis and Treatment 9th ed , pp 767 – 776 , McGraw-Hill 2003.

Rabe, Thomas, 2002. Buku Saku Ilmu Kandungan, Hipokrates, Jakarta.

www/portalkalbe/files/cdk/files/13obatovulasiO81/13obatovulasiO81. Setiabudy, R.

Tinjauan Farmakologik Beberapa Obat Yang Menginduksi Ovulasi. Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Medical Faculty Of Hasanudin University, 2005. Hubungan Endometriosis Dengan

Infertilitas, Makasar.

Wardoyo, Hasto, 2002. Infertilitas. Makalah Seminar Bayi Tabung. RSUP dr.

Sardjito, Yogyakarta.

Dr. Budi Wiweko,SpOG ,2011. Infertilitas. pada makalah World Human

Reproduction Congress,2011).

Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana untuk

PendidikanBidan.oleh Prof. Ida Bagus Gde Manuaba, SpOG.

Ilmu Kandungan, Editor ketua Prof. Hanifa Wiknjosatro, dr , DSOG. Editor

Prof.Abdul Bari saifudin, dr, DSOG, MPH & Trijatmo Rachimhadhi, dr,

dsog,edisikedua.(yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo. Jakarta, 1994.

Page 56: Bab II Landasan Teori

laparoscopic surgery for stage III-IV endometriosis and endometriotic cysts. Fertil

Steril 2003 May; 79(5): 1086-90.

Llewellyn-Jones D : Endometriosis and Adenomyosis in Fundamentals of Obstetric

& Gynaecology. 6th ed Mosby 1999

Lone Hummelshoj. "Adhesions in Endometriosis". endometriosis.org.

http://www.endometriosis.org/adhesions.html. Retrieved 2009-04-25.

Matsuzaki S, Canis M, Pouly JL: Cyclooxygenase-2 expression in deep

endometriosis and matched eutopic endometrium. Fertil Steril 2004 Nov; 82(5):

1309-15

Memarzadeh S, Muse KN, Fox MD: Endometriosis in “ Current Obstetric &

Gynecologic Diagnosis and Treatment 9th ed , pp 767 – 776 , McGraw-Hill 2003.

Ailawadi RK, Jobanputra S, Kataria M: Treatment of endometriosis and chronic pelvic pain with letrozole and norethindrone acetate: a pilot study. Fertil Steril 2004 Feb; 81(2): 290-6.

Alborzi S, Momtahan M, Parsanezhad ME: A prospective, randomized study comparing laparoscopic ovarian cystectomy versus fenestration and coagulation in patients with endometriomas. Fertil Steril 2004 Dec; 82(6): 1633-7.

Bukulmez O, Yarali H, Gurgan T: The presence and extent of endometriosis do not affect clinical pregnancy and implantation rates in patients undergoing intracytoplasmic sperm injection. Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol 2001 May; 96(1): 102-7.

Droegemuller W: : Endometriosis and Adenomyosis in “Comprehensive Gynecology” 4th ed , pp 531 - 564. St Louis Missouri, Mosby Inc. 2001

Ferrero S, Esposito F, Abbamonte LH: Quality of sex life in women with endometriosis and deep dyspareunia. Fertil Steril 2005 Mar; 83(3): 573-9.

Harada T, Momoeda M, Taketani Y, Hoshiai H, Terakawa N (November 2008). "Low-dose oral contraceptive pill for dysmenorrhea associated with endometriosis: a placebo-controlled, double-blind, randomized trial". Fertility and Sterility 90 (5): 1583–8. doi:10.1016/j.fertnstert.2007.08.051. ISSN 0015-0282. PMID 18164001.

Page 57: Bab II Landasan Teori

Harrison RF, Barry-Kinsella C: Efficacy of medroxyprogesterone treatment in infertile women with endometriosis: a prospective, randomized, placebo-controlled study. Fertil Steril 2000 Jul; 74(1): 24-30.

Jones KD, Sutton C: Patient satisfaction and changes in pain scores after ablative laparoscopic surgery for stage III-IV endometriosis and endometriotic cysts. Fertil Steril 2003 May; 79(5): 1086-90.

ASRM,2004. Endometriosis and infertility. The Practice Committee of The American Society for Reproductive Medicine. Fertil Steril 82(suppl 1): 40-45.

Annemiek WN, Groothuis PG, Demir AY, Evers J, Dunselman GA, 2004.Pathogenesis of endometriosis. Best Practice &amp; Research Clin ObstetGynecol 18(2): 233-244.

Samsulhadi,2002. Endometriosis : Dari biomolekuler sampai masalah klinis. Majalah Obstetri dan Ginekologi 10(1):43-50.

Sutton C, 2006. The history of endometriosis. In (Sutton C, Jones K, Adamson GD) Modern management of endometriosis. London: Taylor &amp; Francis, pp 3-15.