bab ii landasan teori 2.1 radio...mengenai fenomena yang disebut gelombang radio. dari hasil...
TRANSCRIPT
-
8
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Radio
Perkembangan radio dimulai pada awal penemuan phonograph (gramofon)
oleh Edison tahun 1877, yang digunakan untuk merekam. Pada tahun yang sama James
Clerk Maxwell dan Helmholtz Hertz melakukan eksperimen elektromagnetik
mengenai fenomena yang disebut gelombang radio. Dari hasil eksperimen keduanya
menemukan bahwa gelombang radio merambat dalam bentuk bulatan, seperti contoh
ketika menjatuhkan sesuatu keair yang tenang. Dari contoh sederhana itulah dapat
menggambarkan bagaimana gelombang radio merambat (Mufid. Muhammad,
2005:25-33).
Seiring berjalannya waktu radio mulai dikembangkan penggunaannya. Pada
tahun 1912, Charles Herrold memulai siaran regular pertamanya tetapi pada tahap awal
ini siaran radio belum manfaatkan sebagai kegiatan ekonomi. Selanjutnya pada tahun
1922, stasiun AT&T menayangkan iklan siaran pertamanya dan menjadikan AT&T
sebagai pionir dalam penyiaran radio komersial. Dalam perkembangan radio di
Indonesia, radio komunikasi pertama kali mengudara pada tahun 1911 di Sabang.
Setelah PD 1, para penyiar amatir membangun Batavia Radio Society dan melakukan
siaran tetap pada 1925 (Mufid. Muhammad, 2005:25-33).
Menurut Handoyo Sunyoto, radio adalah alat media massa paling cepat dimana
bila digunakan dengan tepat radio membawa manusia lebih dekat satu sama lain untuk
saling memperhatikan, saling terlibat dan mencintai. Sebagai sarana komunikasi radio
msauk dalam kamar sebagai teman yang baik, radio menimbulkan kesan akrab antara
pendengar dengan penyiar. Sebuah pesan radio dapat memikat dengan mudah melalui
susunan yang menarik seperti dengan adanya musik serta bunyi-buatan yang
mengembangkan imajinasi. Dalam siaran-siaran pendidikan, radio bisa memanfaatkan
susunan tersebut untuk dikemas dalam bentuk hiburan (Murbandono L, HS . 2006 : 61-
62)
-
9
2.2 Pendekatan Urai-udar Drama Radio
Pendekatan urai-udar adalah cara memisahkan atau memilah-milah suatu
keutuhan menjadi bagian-bagian, sehingga mendapatkan sifat, imbangan, peran, dan
hubungan tumbal balik (Murbandono L, HS. 2006 : 126). Pendekatan ini
disempurnakan dan digunakan oleh Murbandono HS dalam menilai drama radio
Indonesia pada tahun 1980-an. Dalam bukunya yang berjudul “Drama Radio Indonesia
1980-an Tantangan Pendidikan dan Pembangunan manusia”, Murbandono
menjelaskan bahwa ia mengembangkan pendekatan urai-udar film karya Joseph M
Boggs dan pendekatan Handoyo Sunyoto dalam menciptakan karya audiovisual
menjadi pendekatan urai-durai untuk diterapkan di drama radio.
Urai-udar drama radio bertitik tolak dari pengandaian bahwa ada unsur-unsur
yang tersusun dalam seni drama radio. Dengan urai-udar dapat membantu lebih dalam
mengkritisi, memahami dan menilai drama radio sebagai sebuah karya seni
(Murbandono L, HS. 2006 : 127).
Dalam pendekatan urai-durai drama radio Murbandono membagi kedalam lima unsur
dalam menilai dan memahami sebuah seni drama radio. Pertama tema dan tujuan,
kedua unsur-unsur dramaris yang baku, ketiga dampak-dampak bunyi, dwiwicara, dan
musik, keempat penyutradaraan dan pemeranan, kelima permasalahan khusus dalam
drama radio.
2.2.1 Tema dan Tujuan
Sebagai suatu kesatuan dalam seni drama radio, tema berperan sebagai unsur
yang mendasar. Penetapan tema dilakukan sebagai langkah yang harus ditempuh
menuju kepenyajian selanjutnya dari seluruh unsur yang berperan dalam drama radio.
Setiap unsur lainnya dalam drama radio harus menyumbangkan pengembangan tema
sebagai suatu kesatuan yang utuh (Murbandono L, HS. 2006 : 127-128).
-
10
2.2.1.1 Jenis -jenis Dasar Tema Drama Radio
Murbandono membagi kedalam empat jenis dasar tema drama radio, yaitu alur
sebagai tema , dampak suasana hati sebagai tema, perwatakan sebagai tema, dan
gagasan sebagai tema.
2.2.1.1.1 Alur sebagai Tema
Dalam berbagai jenis drama radio dengan cerita petualangan atau kisah detektif,
penekanan alur ditekankan pada rangkaian kejadian yang terjadi. Alur sebagai tema
dalam drama radio seperti ini, bisa ditangkap dari rangkuman kejadian-kejadia yang
paling menonjol (Murbandono L, HS. 2006 : 129).
2.2.1.1.2 Dampak Suasana Hati sebagai Tema
Tema yang terbentuk dari suasana hati sangat besar sekali berdampak sebagai
dasar bangunan kisah. Dalam penggunaannya tema ini terlihat dari susunan cerita yang
memainkan emosi suasana hati dari titik yang terndah sampai pada klimaksnya pada
titik yang tinggi. Drama radio yang biasanya menggunakan tema ini adalah drama radio
horror dan drama radio romantic yang menekankan suasana hati sebagi pemersatu
unsur lainnya (Murbandono L, HS. 2006 : 129).
2.2.1.1.3 Perwatakan sebagai Tema
Beberapa drama radio memusatkan pada penggambaran melalui watak atau
perilaku tokoh. Perwatakan dalam cerita menjadi daya tarik dan keunikan cerita. Cara
untuk mengetahui tema dengan perwatakan sebagai pusatnya bisa terlihat dari uraian
dari latarbelakang tokoh utama yang ditekankan pada aspek istimewa dalam
kepribadiannya (Murbandono L, HS. 2006 : 130).
2.2.1.1.4 Gagasan sebagai Tema
Penggunaan gagasan sebagai tema seringkali digunakan dalam drama radio.
Tidak seperti jenis yang lain dimana tema bisa terlihat dari perwatakan, suasana hati
dan alur. Pemilihan gagasan sebagai tema sering kali tidak bisa terlihat. Pendengar
-
11
drama radio ditantang untuk menfsirkan sesuai dengan tema yang sesungguhnya. Dari
pendekatan ini kemungkinan tafsir yang berbeda sangat beragam, setiap pendengar
mampu untuuk menafsirkan tema dalam cerita. Dalam hal gagasan sebagai tema,
murbandono membaginya kembali kedalam lima pernyataan khusus gagasan sebagai
tema yaitu : tema sebagai ulasan kemasyarakatan, tema sebagai pernyataan mengenai
kehidupan, tema sebagai pernyataan mengenai sifat manusia, dan tema sebagai teka-
teki moral atau filosofis (Murbandono L, HS. 2006 : 130).
2.2.1.1.4.1 Tema sebagai Ulasan Kemasyarakatan
Drama radio denga tema ini adalah drama radio yang menampilkan
permasalahan yang ada di masyarakat. Contoh yang diangkat dalam drama radio
dengan tema ini seperti memaparkan masalah kejahatan dalam masyarakat dan
mengkritisi lembaga kemasyarakatan. Selain sebagai kritik, penggunaan tema seperti
ini ditujukan untuk adanya gerakan pembaruan didalam masyarakat. Peneliti drama
radio dengan tema ini seringkali tidak memberikan jawaban atas permasalahan yang
diangkat. Tetapi peneliti ingin menyadarkan masyarakat sendiri untuk bergerak dalam
perubahan (Murbandono L, HS. 2006 : 131-132).
2.2.1.1.4.2 Tema sebagai Pernyataan Sifat Manusia
Tema ini berbeda dengan watak yang sudah dijelaskan sebelumnya. Pada tema
ini ditekankan pada sifat manusia pada umumnya, drama radio menjadi peran sebagai
serana untuk menjelaskan kebenaran sifat manusia yang diterima secara meluas
(Murbandono L, HS. 2006 : 132).
2.2.1.4.3 Tema sebagai Pernyataan Kehidupan
Drama radio dengan tema ini memberikan kesadaran akan kebenaran hidup dan
mengulas kejadian pengalaman manusia tanpa membuat pernyataan moral khusus.
Pendengar dibebaskan untuk menyimpulkan aturan, sikap dan pemahaman mereka
sendiri (Murbandono L, HS. 2006 : 133).
-
12
2.2.1.4.4 Tema sebagai Pernyataan Moral
Drama radio dengan tema ini memiliki tujuan utama memberikan kaidah-
kaidah moral serta membujuk pendengar untuk menjalankan kaidah tersebut di dalam
kehidupan masing-masing. Pada umumnya dalam tema ini seringkali menggunakan
moral dengan kata-kata bijak (Murbandono L, HS. 2006 : 133).
2.2.1.4.5 Tema sebagai Teka-teki Moral dan Filosofis
Dalam tema ini peneliti drama radio secara sengaja melakukan aneka penafsiran
dengan cara menyisipkan teka-teki. Peneliti berusaha untuk mengaburkan inti cerita
dengan menunjukan pertanyaan moral dan filosofis dibandingkan harus secara jelas
memberika penjelasan secara langsung (Murbandono L, HS. 2006 : 133-134).
2.2.2 Unsur-unsur Dramatis yang Baku
Unsur dalam setiap bentuk seni tidak pernah terpisah satu dengan yang lain.
Murbandono menjelaskan dengan pendekatan urai-udar, unsur dalam setiap drama
radio dapat dipelajari secara terpisah, tanpa perlu khawatir akan saling kehubungan
timbal balik secara keseluruhan. Dalam hal ini Murbandono membagi kedalam lima
unsur dramatis yang baku yaitu : cerita yang baik, penokohan, pertikaian, ironi dan alur
(Murbandono L, HS. 2006 : 136).
2.2.2.1 Unsur-unsur Cerita yang Baik
Bagaimana cara menentukan cerita drama radio itu baik, setiap individu
memiliki pasti memiliki jawaban masing-masing. Murbandono merangkumnya
kedalam empat syarat cerita drama radio yang baik.
2.2.2.1.1 Alur yang Terpadu atau Tulang Punggung Cerita
Alur yang terpadu atau tulang punggung cerita terfokus pada
berkesinambungannya satu kejadian dengan kejadian yang lain dengan wajar dan
masuk akal. Konflik yang tercipta dalam drama radio harus dipecahkan oleh unsur atau
agen yang ada dalam alur itu sendiri. Alur menjadi tidak terpadu ketika terdapat
-
13
kejadian yang seba kebetulan, keajaiban, atau dari kekuatan manusia ajaib yang
menukik muncul dari antah berantah untuk menyelesaikan konflik (Murbandono L,
HS. 2006 : 137).
2.2.2.1.2 Dapat Dipercaya
Agar pendengar menjadi ikut terbawa dalam suasana cerita, pendengar harus
diyakinkan bahwa cerita itu benar. Menurut Murbandono peneliti drama radio dapat
menciptakan kebenaran dengan berbagai cara.
Kebenaran yang dapat diamati secara lahiriah. Kebenaran yang umum
mengenai kehidupan yang alami. Kebenaran ini lah yang Nampak dan bisa kita amati
dalam kehidupan pada umumnya.
Kebenaran batiniah dalam sifat manusia. Manusia memiliki pikiran yang
mengandung mimpi, ketakutan, kepercayaan kekanak-kanakan dan lugu atas sesuatu
yang tidak masuk akal dan tidak nyata. Sifat-sifat itulah yang bisa dimasukan kedalam
cerita agar menjadi suatu kebenaran secara lahriah.
Kemiripan kebenaran yang berseni. Penulisan cerita dapat membangun sebuah
dunia khayal cipta yang berbeda dengan kenyataan. Ketika membangun yang sifatnya
mustahil, pembuat drama radio harus membangun sedemikian rupa, untuk menciptakan
hal yang mirip kebenaran untuk meredam kesangsian khayal sehingga melahirkan
“keyakinan puitik” (Murbandono L, HS. 2006 : 138-139).
2.2.2.1.3 Menarik
Syarat penting pada cerita yang baik adalah menciptakan minat pendengar.
Drama radio diperbolehkan menciptakan kejutan, teka-teaki dan rasa kecewa. Dalam
waktu yang sangat terbatas, cerita drama radio harus dipadatkan menjadi cerita yang
selaras (Murbandono L, HS. 2006 : 139-140).
-
14
2.2.2.2 Bangunan Dramatis
Seni bercerita dalam drama radio selalu bergantung pada bangunan dramatis
yang kuat. Setiap rangkaian harus berseni dan mantiki agar berdampak pada perasaan
dan intelektual. Terdapat dua pola yang digunakan dalam drama radio untuk membuka
cerita agar lebih dramatis (Murbandono L, HS. 2006 : 142).
2.2.2.2.1 Pembeberan atau Pembukaan Kronologi
Bagian awal cerita yang dimaksudkan dalam bagian ini ketika diawal cerita
dimulai dengan mengenalkan tokoh, memperlihatkan hubungan timbal balik, dan
menempatkan tokoh dalam ruang waktu yang dapat dipercaya. Bagian berikutnya
dimuali dengan mulai pertikiaian lalu berkembang pada titik puncak pertikaiaan. Lalu
diikuti dan diakhiri masa tenang atau peleraian, dimana keadaan dikembalikan menjadi
kurang lebih seimbang (Murbandono L, HS. 2006 : 142-143).
2.2.2.2.2 Pembukaan dengan In Medias Res
In medias res adalah ungkapan latin yang berarti di tengah kiprah, dan mengacu
pada suatu kiat untuk membuka cerita. Dikarenakan untuk menangkap minat
pendengar sangat rumit, cara ini menyajikan permasalahan atau konflik yang
dimunculkan di awal cerita. Cara yang digunakan dalam in medias res dalam
menampilkan konflik atau masalah dengan cara dwiwicara saat tokoh menceritakan
keadaan yang menuju konflik inti atau kilas balik (Murbandono L, HS. 2006 : 143).
2.2.2.3 Penokohan
Tokoh adalah unsur yang tidak kalah penting dalam drama radio, jika sebuah
tokoh dalam cerita tidak menarik pendengar tentu saja kehilangan rasa ingin
mendengar drama radio tersebut. Untuk menjadi menarik, tokoh harus tampak nyata,
bisa dipahami, dan peduli pada hal-hal bernilai. Murbandono membagi beberapa cara
untuk membangun sebuah tokoh.
Dwiwicara dan kiprah batiniah. Dalam cara ini tokoh menampakan jati diri
lewat apa yang mereka katakana. Pikiran, tingkah laku dan perasaan mereka nyatakan
-
15
melalui pilihan kata, penekanan nada dan jeda-jeda yang terbangun dalam
pembicaraan.
Tanggapan tokoh lain. Dalam cara ini tokoh utama digambarkan dari cara
pandang tokoh lain. Cara ini menampilkan tokoh lain sangat kontras atau berbanding
terbalik dengan tokoh utama. Penggunaan Teknik ini biasanya tokoh utama
disampaikan sebelum ia muncul dalam adegan
Melebih-lebihkan, pengulangan, karikatur, dan motif utama. Dengan cara ini
tokoh dibentuk dengan cara dilebih-lebihkan, melencengkan tingkahlaku dan
menonjolkannya. Seperti contoh dari cara berbicara, pengulangan kata, dan tekanan
nada.
Penamaan. Cara ini menajdi sangat penting ketika membangun tokoh dalam
drama radio yaitu peneliti memilih nama tokoh yang khas yang menjadi tanda dan
melukiskan tokoh (Murbandono L, HS. 2006 : 144-148).
2.2.2.4 Pertikaian
Murbandono dalam bukunya menyebutkan, tak ada pertikaian taka da cerita.
Inilah unsur yang sejatinya menjadi daya tarik pendengar, mempertinggi pendalaman
pengalamannya, mempercepat denyut nadinya dan menantang pikirannya. Dalam
sebuh cerita terdapat beberapa konflik atau pertikaian, pertikaian yang utama terletak
pada titik inti atau pusat yang pada puncaknya menjadi paling penting bagi keseluruhan
cerita. Pertikaian mempunyai beberapa ciri-ciri pokok seperti, pertikaian utama
berpengarung pada tokoh, terdapat tujuan bermanfaat, dalam pemecahannya selalu
membawa perubahan penting bagi tokoh atay keadaan cerita.
Ada beberapa macam jenis pertikaian utama yaitu bersifat lahir dan batin.
Dalam bentuk sederhananya, pertikaian lahir berupa pergulatan kepribadian antara
tokoh utama dengan tokoh lain. Pada tingkat ini, pertikaian hanya sebatas pertarungan
kehendak manusia untuk menemukan sasaran yang sama atau mencapai tujuan
bersama. Pertikaian bersifat lahir bisa berkembang dari bentuknya yang sederhana
menjadi rumit. Bentuk lain dairi pertikaian bersifat lahir adalah dengan mengadu antar
-
16
tokoh seperti manusia melawan dewa, melawan kekuatan alam, atau tatanan
masyarakat.
Pertikaian yang bersifat batin merupakan pertikaian yang terpusat dalam batin
yang merupakan pertikian kejiwaan dalam diri tokoh utama. Dalam pertikaian batin
tokoh melawan aspek kepribadian yang lainnya. Pada beberapa kasus pertikaian batin
ini dalam cerita bisa terpecahkan , namun ada juga yang tidak ada penyelesaiannya
(Murbandono L, HS. 2006 : 149-155).
2.2.3 Dampak-dampak Bunyi, Dwiwicara dan Musik
Darama radio pada dasarnya merupakan alat komunikasi dengar dengan bidang
garapannya adalah bunyi. Terdapat tiga unsur bunyi dalam drama radio yaitu, bunyi
buatan, dwiwicara (suara manusia), dan ilustrasi musik. Tiga unsur tersebut
menciptakan tingkatan makna yang merangsang perasaan dan meningkatkan
kedalaman sert akekentalan pengalaman melebihi yang bisa dicapai melalui sarana
lihat (Murbandono L, HS. 2006 : 156).
2.2.3.1 Dampak-dampak Bunyi
Bunyi dapat bersifat sangat meyakinkan dan simbolis, selain itu berperan
sebagai “khayalan” dari suatu objek. Dengan bunyi makna khayal yang dikirimkan bisa
sama banyaknya dengan visual dan dalam hal tertentu bahkan bisa melebihi. Dalam
penggunannya bunyi seperti langkah kaki, pintu terbuka, lolongan serigala, atau
bahkan suara-suara yang tidak dikenal dapat mengambarkan sebuah visual yang tidak
bisa diberikan oleh drama radio. Terkadang bunyi digunakan juga sebagai gambaran
untuk menyampaikan gejolak dalam pikiran tokoh (Murbandono L, HS. 2006 :156-
157).
2.2.3.2 Dwiwicara dan Suara Manusia
Dwiwicara pada drama radio menjadi aspek yang penting dan mendasar,
kekuatan dramatis suara manusia menyumbangkan sisi baru dalam seni drama radio.
Para pemeran dalam drama radio harus menggunakan irama terukur, memainkan jeda
-
17
singkat dalam taya jawab sehingga drama radio menjadi lebih hidup (Murbandono L,
HS. 2006 : 157-158).
2.2.3.3 Musik
Musik sumbangsih yang penting dalam melengkapi drama radio sehingga tidak
bisa dipisahkan keberadaannya. Musik berperan umum sebagai iringan untuk
membangun perasaan dan irama kedalam gambaran khayalan di dalam drama radio.
Selain itu terdapat juga peran khusus dari musik yaitu, sebagai penanda waktu dan
tempat, meningkatkan dampak dramatis dwiwicara, membayangkan adegan-adegan
yang akan datang, membangun ketegangan dan menceritakan inti cerita. Selain itu
musik juga memiliki peran lain seperti memainkan peran dalam penokohan, memicu
tanggapan keadaan yang telah dikondisikan, mengiringi judul dan musik sebagai
swasicara (Murbandono L, HS. 2006 : 159).
2.2.4 Penyutradaraan dan Pemeranan
Selain unsur yang disebutkan diatas sebagai hubungan terciptanya drama radio,
terdapat juga unsur lain yaitu banyaknya kerjasama antara seniman dan teknisi dalam
proses produksi drama radio. Sutradara, pemain, penulis, editor, penata musik dan
teknisi adalah elemen dari proses produksi (Murbandono L, HS. 2006 : 166-167).
2.2.4.1 Penyutradaraan
Dalam proses produksi drama radio, sutradara mengmbil kendali yang sangat
luas dari awal hingga tahap akhir produksi. Selain itu sutradara dalam proses produksi
bisa juga merancang gagasan, menulis naskah, memilih peran, perekaman, pengolahan
dan penyuntingan semua dilakukan oleh sutradara. Dari keistimewaan atas pemegang
kendali itu, seorang sutradara memiliki kesempatan yang paling besar untuk
menanamkan pandangan seni, filosofi, Teknik dan pandangannya secara personal
(Murbandono L, HS. 2006 : 167).
-
18
2.2.4.2 Pemeran
Sumbangan para pemeran luar biasa penting dalam seni drama radio,
kecenderungan pendengar akan memusatkan perhatiannya kepada pemeran. Sebagai
pemeran harus mampu menampilkan ketulusan, kenenaran dan kewajaran sehingga
pendengar tidak pernah menyadari bahwa itu hanya bagian pemeranan belaka. Selain
itu pemeran harus mempunyai kecerdasan, daya khayal, kepekaan dan berwawasan.
Terdapat beberapa jenis memainkan peran dalam drama radio pemeran peniru,
pemeran penafsir, dan pemeran watak.
Pemeran peniru adalah seseorang yang pemeran yang berbakat meninggalkan
jati diri kepribadiannya, untuk menafsirkan keseluruhan kepribadian tokoh yang harus
diperankan. Pemeran peniru biasanya bisa larut dalam memerankan tokoh dari karakter
suara, mimik muka, watak hingga pola pikir.
Pemeran penafsir adalah pemeran yang memainkan peran tokoh yang mirip
dengan kepribadiannya. Pemeran menafsirkan bagian yang mirip secara dramatis tanpa
perlu mengubah kepribadiaannya secara menyeluruh.
Pemeran watak, adalah pemeran yang memainkan peran dirinya sendiri.
Biasanaya pemeran watak memiliki daya tarik tersendiri dengan memiliki suara yang
khusus (Murbandono L, HS. 2006 : 173-177).
2.3 Perkembangan Anak
Dalam penyusunan drama radio, peneliti menentukan target pendengar adalah
anak sekolah dasar usia 6 sampai 12 tahun. Pada tahap usia ini anak-anak disebut juga
sebagai usia kelompok (gang-age), dimana anak mulai mengalihkan perhatian dan
hubungan intim dalam keluarga ke kerjasama antar teman dan sikap-sikap terhadap
kerja atau belajar (Gunarsa, Singgih D, 1983:13). Selain itu juga usia 6-12 tahun
disebut juga masa anak sekolah, dikarenakan anak usia 6-12 tahun umumnya mereka
meluangkan banyak waktu di sekolah dasar untuk mempelajari berbagai pengetahuan,
keterampilan dan sikap dasar.
-
19
Pada masa ini anak-anak mengalami masa perluasan hubungan sosial, dimana
anak-anak mencoba menjalin persahabatan dalam lingkungan yang lebih luas. Anak-
anak usia 6-12 tahun, mulai ada dorongan kejiwaan untuk memasuki dunia konsep,
logika dan komunikasi secara dewasa, serta anak-anak memiliki rasa ingin tahu dan
ingin belajar yang tinggi dan berfikir amat realistis. Dengan adanya sikap realistis anak-
anak memiliki kecenderungan untuk mendapatkan informasi yang benar sebanyak-
banyaknya dalam interaksi dengan lingkungan sosialnya. Hasil belajar pada masa ini
barulah pada tingkat analisis, anak-anak belum mampu merangkum sendiri informasi
yang didapat menjadi suatuu susunan yang logis (IKIP Semarang, 1989: 102-120).
2.4 Penelitian Sebelumnya
Hasil tugas akhir sebelumnya menjadi salah satu acuan peneliti dalam
memproduksi sebuah drama radio. Dari tugas akhir terdahulu, peneliti tidak
menemukan judul yang sama seperti judul tugas akhir peneliti. Namun peneliti
mengangkat beberapa tugas akhir sebagai rujukan dalam rancangan drama radio yang
akan diproduksi oleh peneliti. Berikut merupakan hasil tugas akhir yang mengangkat
drama radio serta program radio mengenai anak-anak.
Penelitian yang dilakukan oleh Yona Aliviasari dari Universitas Kristen Satya
Wacana tugas akhir berjudul “Perancangan Program Siaran Radio untuk Anak-Anak:
Program Siaran Radio Enyong Bocah Tegal” tahun 2016, dengan hasil tugas akhir yaitu
program radio anak yang berjudul “Enyong Bocah Tegal”. Yona Aliviasari dalam tugas
akhirnya memproduksi sebuah program wawancara yang bercerita mengenai prestasi
narasumber yaitu Hesti Indriyani asal tegal yang berprestasi dibidang akademis dan
non akademis. Program ini bertujuan agar pendengarnya yaitu anak-anak mampu
mencontoh perilaku baik dari narasumber. Perbedaan tugas akhir peneliti dengan karya
Yona Aliviasari adalah peneliti memproduksi sebuah drama radio yang bertujuan untuk
menanamkan pendidikan karater sedangkan Yona Aliviasari memproduksi sebuah
program radio untuk anak-anak.
-
20
Penelitian yang dilakukan oleh Yulius David Bramantyo dari Universitas
Kristen Satya Wacana tugas akhir berjudul “Produksi Program Siaran Radio Anak-
Anak Kumpul Bocah” tahun 2014, dengan hasil tugas akhir yaitu program radio anak
yang berjudul “Kumpul Bocah”. Yulius David Bramantyo dalam tugas akhirnya
memproduksi sebuah program yang berisi informasi mengenai dunia anak, pembacaan
puisi oleh anak yang berprestasi dan mendengarkan cerita yang berisi pelajaran
sekolah. Program yang diproduksi Yulius David Bramantyo menyesuaikan dengan
kurikulum 2013 yang dipakai di sekolah serta penekanan pemahaman, keterampilan
dan pendidikan karakter. Perbedaan tugas akhir peneliti dengan karya Yulius David
Bramantyo adalah peneliti memproduksi sebuah drama radio yang bertujuan untuk
menanamkan pendidikan karater sedangkan Yulius David Bramantyo memproduksi
sebuah programn radio untuk anak-anak.
Penelitian yang dilakukan oleh Erwin Sitorus dari Universitas Dian
Nuswantoro tugas akhir berjudul “Penajaman Konflik Melalui Karakter Peran dalam
Penulisan Sandiwara Radio” tahun 2011, dengan hasil tugas akhir yaitu sandiwara
radio horror yang berjudul “Tangisan Malam”. Erwin sitorus dalam tugas akhirnya
ingin menekankan pada penyampaian pesan pada konflik dalam setiap scene serta
menonjolkan karakter agar sandiwara radionya menarik untuk didengar. Segmentasi
dalam tugas akhir dari Erwin Sitorus adalah untuk kalangan remaja dan juga orang tua
dan tema yang dipakai adalah cerita bertemakan horor. Perbedaan tugas akhir peneliti
dengan karya Erwin Sitorus adalah peneliti mempunyai cerita tentang petualangan dua
anak-anak Moli dan Pongpong dalam mempelajari apa yang ada disekitarnya, serta
peneliti menekankan penanaman pendidikan karakter kreatif, mandiri, rasa ingin tahu,
semangat, bertanggung jawab, dan peduli sosial.
Penelitian yang dilakukan oleh Nur Sahid, Sukatmi Susantina dan Purwanta
dari Instintut Seni Indonesia Yogyakarta dengan tugas akhir yang berjudul “Penciptaan
Drama Radio “Ratu Adil: Prahara Tegalrejo” Sebagai Media Pendidikan Karakter”
tahun 2017, dengan hasil tugas akhir yaitu drama radio yang berjudul “Ratu Adil:
Prahara Tegalrejo”. Nur Sahid, Sukatmi Susantina dan Purwanta dalam tugas akhirnya
-
21
ingin menciptakan drama radio yang bersumber pada perjuangan Pangeran Diponegoro
serta ingin mengatualisasi nilai-nilai semangat perjuangan, nasionalisme, keberanian
dan kerendahan hati. Perbedaan tugas akhir peneliti degan karya Nur Sahid, Sukatmi
Susantina dan Purwanta adalah pada tema cerita dan juga nilai yang ingin ditanamkan
dalam cerita. Peneliti mempunyai cerita tentang petualangan dua anak-anak Moli dan
Pongpong dalam mempelajari apa yang ada disekitarnya, serta peneliti menekankan
penanaman pendidikan karakter kreatif, mandiri, rasa ingin tahu, semangat,
bertanggung jawab, dan peduli sosial.
-
22
2.5 Kerangka Pikir
Hasil :
Produksi Drama Radio
“Moli Dan Pongpong – Berpetualang Di Kebun Binatang”
(Drama Radio Untuk Penanaman Pendidikan Karakter Anak)
Pendekatan Urai-udar Drama Radio
Fakta :
Kurangnya stasiun radio yang memiliki program dan bersegmen
anak-anak.
Masalah :
Anak – anak tidak mendapat porsi yang cukup dalam media,
dimana seharusnya media dalam fungsinya diwajibkan
menjalankan fungsi pendidikan.
Tema dan Tujuan
Tujuan :
Menjadikan drama radio sebagai media untuk pembelajaran dan
untuk menanamkan pendidikan karakter pada anak-anak.
Elemen
dramatis
yang baku
Bunyi
Dwiwicara
dan Musik
Solusi :
Produksi drama radio bersegmentasi anak-anak yang bejudul “Moli
dan Pongpong Berpetualang di Kebun Binatang”
Penyutradaraan
dan Pemeran
-
23
Radio di Indonesia berkembang secara besar seiring berjalan dengan waktu.
Program yang dihasilkan dari sebuah radio berbagai macam, secara garis besar karena
pendegar radio di Indonesia adalah usia remaja hingga dewasa program dalam radio
rata-rata adalah melulu mengenai hiburan. Hal ini menjadikan pendengar golongan
anak-anak dan juga program acara yang bernuansa pendidikan masih kurang
mendapatkan bagian dalam radio di Indonesia. Padahal sangat disayangkan, melihat
dari fungsi media yaitu fungsi pendidikan masih minim disiarkan secara massif kepada
anak-anak.
Dalam program siaran radio banyak cara yang dapat dilakukan untuk
menjalankan fungsi pendidikan, seperti salah satunya yaitu drama radio. Drama radio
bisa berperan untuk mengenalkan kosa kata baru, serta anak-anak bisa belajar dari
nilai-nilai yang disisipkan. Dari permasalahn diatas, peneliti bertujuan untuk
menciptakan drama radio untuk penanaman pendidikan karakter anak dengan
memproduksi drama radio yang berjudul “Moli dan Pongpong Berpetualang di Kebun
Binatang”. Dengan menggunakan pendekatan urai-udar drama radio yang dicetuskan
oleh L Murbandono Hs, peneliti menjadikan acuan untuk menciptakan sebuah seni
drama radio.