bab ii landasan teori 2.1 pengertian keselamatan dan
TRANSCRIPT
5
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) ini mempunyai banyak arti dari
berbagai tokoh para ahli yang mendefinikannya. Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3) ini dapat didefinisian sebagai bentuk implementasi atau sebuah tindakan kerja
dengan tujuan untuk menyelesaikan permasalahan dalam kecelakaan kerja baik
secara teori maupun kejadian langsung di suatu tempat kerja. Penerapan tersebut
sangat penting agar dapat terlaksananya kegiatan program (K3) baik dari pekerja
ataupun dari peralatan dan mesin lainnya agar terhindar dari kecelakaan kerja yang
tidak diinginkan, sehingga dapat menjamin pekerja tidak terkena dampaknya
ataupun dari perusahaan dan pekerjaan dapat terlaksana dengan sempurna (Setiono,
2017). Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan sebuah pemikiran dan
upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan tenaga kerja dan manusia pada
umumnya (baik jasmani maupun rohani), hasil karya dan budaya menuju
masyarakat adil, makmur dan sejahtera. Sedangkan kalau ditinjau dari bidang
keilmuan, keselamatan dan kesehatan kerja dapat diartikan sebagai ilmu
pengentahuan dan penerapannya dalam upaya untuk mencegah kecelakaan,
peledakan, kebakaran, pencemaran, penyakit, dan sebagainya. (Darmastuti, 2010)
kecelakaan kerja merupakan hasil dari tindakan dan kondisi tidak aman, dan
kedua hal tersebut kemudian akan tergantung pada seluruh macam faktor.
Gabungan dari berbagai faktor inilah dalam kaitan urutan tertentu akan
mengakibatkan terjadinya kecelakaan. Setiap perubahan pada urutan - urutan,
ataupun menghilangkan salah satu faktor dalam rangkaian kecelakaan, biasanya
akan dapat mencegah terjadinya kecelakaan kerja (Dauly, 2010).
2.1.1 Tujuan Manfaat Keselamatan dan Kesehatan Kerja
1) Pada program penerapan (K3) ini juga memilik tujuan berdasarkan pokok
permasalahan yang ada di sebuah tempat kerja ataupun pada dunia industri
lainnya. Menurut Setiono, (K3) ini memiliki beberapa penerapan tujuan
6
diantaranya sebagai berikut : Meninggikan derajat pekerja terkait program
(K3) mereka agar dapat menjamin dalam kesejahteraan hidup para pekerja
seperti buruh, petani ,pegawai negeri, dan pekerja lainnya.
2) Sebagai tempat untuk meninggikan atau menambahkan dengan melihat
produktivitas kerja tiap manusia yang memiliki faktor tertentu selama
kegiatan proses produksi berlangsung.
3) Dapat terlindunginya keselamatan bagi pekerja di suatu tempat kerja dan
mejamin kesejahteraan pekerja agar terhindar dari kejadian kecelakaan kerja
yang tidak diinginkan.
2.1.2 Faktor – Faktor Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Banyak berbagai macam faktor yang memiliki dampak pengaruh besar atas
terlaksanakannya proses produksi dengan maksimal, berikut diantaranya faktor
yang menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja (Setiono, 2017) :
a. Lingkungan Kerja Fisik
Pada faktor ini banyak kecelakaan kerja yang terjadi akibat mulai dari faktor:
penempatan suatu benda pada area kerja tertentu yang sering lalai tidak adanya
pemasangan rambu terkait bahaya yang ditimbulkan pada area tempat kerja tersebut
khususnya area yang memang jauh dari pemikiran, pemberian alat safety bagi
pekerja yang khususnya memang pekerja tersebut bekerja pada area proses
produksi yang berhubungan langsung dengan alat berat yang memiliki tingkat
resiko mengalami cidera yang tinggi.
b. Lingkungan Sosial Psikologis
Pada faktor ini ada beberapa faktor juga diantaranya: pemberian jaminan asuransi
bagi pekerja yang terkena kecelakan kerja agar segera mungkin cepat ditangani
tanpa adanya keresahan dari pihak yang bersangkutan, memperlakukan adil
terhadap semua pekerja tanpa membedakan status pekerja tersebut, memberikan
tunjangan pensiun kepada pekerja agar pekerja di saat masa mendatang dapat dengan
nyaman saat sudah tidak bekerja pada tempat kerja tersebut dan dapat dijadikan
modal berusaha untuk memenuhi kehidupannya.
7
2.2 Human Error
Human Error adalah kesalahan seseorang dalam mengambilan sebuah
keputusan kerja dari sikap seseorang tersebut dalam mengambil keputusan kerja
yang dapat berpengaruh terhadap produktivitas kinerja seseorang tersebut (Setiono,
2017). Beberapa hal yang dapat berpengaruh terhadap terjadinya kecelakaan kerja
akibat kesalahan human error diantaranya faktor dari individu itu sendiri, dan
faktor dari lingkungan kerja secara situasional. Untuk kejadian akibat human error
ini dapat digolongkan menjadi beberapa klasifikasi serta memberikan penjelasan
kecelakaan kerja tersebut digolongkan kedalam klasifikasi mana dan dapat
memberikan solusi terbaik dari kejadian yang ditimbulkan diantaranya (Dhillon,
2007) :
a. Kesalahan yang diakibatkan dari tiap individu yang lalai dalam
melakukan suatu pekerjaan.
b. Kesalahan yang diakibatkan karena pada saat melakukan pekerjaan tidak
sesuai dengan standar kriteria yang ditetapkan.
c. Kesalahan yang diakibatkan dalam pemberian urutan dalam rancangan
sistem kerja yang tidak terlaksana sesuai dengan urutan tersebut.
d. Kesalahan yang diakibatkan gagalnya seorang pekerja dalam melakukan
pekerjaanna pada kondisi tertentu.
2.3 HAZOP (Hazard and Oprability Study)
2.3.1 Pengertian HAZOP
HAZOP adalah studi keselamatan yang sistematis, berdasarkan pendekatan
sistemik ke arah penilaian keselamatan dan proses pengoperasian peralatan yang
kompleks, atau proses produksi (Kotek, dkk. 2012). Tujuannya untuk
mengidentifikasi kemungkinan bahaya yang muncul dalam fasilitas pengelolaan di
perusahaan menghilangkan sumber utama kecelakaan, seperti rilis beracun, ledakan
dan kebakaran (Dunjo, dkk 2009). HAZOP itu sendiri secara sistematis bekerja
dengan mencari berbagai faktor penyebab (cause) yang memungkinkan timbulnya
kecelakaan kerja namun dalam pelaksanaannya masih terdapat beberapa seperti
keadaan yang tidak aman, tindakan pekerja yang tidak aman,
8
maupun kondisi fisik pekerja (Juniani, dkk 2008). Untuk itu, potensi bahaya
(hazard) yang muncul harus segera diidentifikasi dan dikendalikan. Metode
Hazard and Operability Study melalu perangkingan OHS Risk Assessment and
Control dapat diterapkan pada perusahaan dengan tujuan untuk membantu
perusahaan dalam mengidentifikasi potensi bahaya serta dapat mengetahui
rekomendasi perbaikan yang tepat untuk potensi bahaya tersebut sehingga angka
kemunculan kecelakaan kerja di perusahaan dapat menurun (Munawir, 2010).
Munawir (2010) mendefinisikan HAZOP berasal dari kata hazard dan
operability studies sebagai berikut:
1. Hazard
Kondisi fisik yang berpotensi menyebabkan kerugian, kecelakaan, bagi manusia,
dan atau kerusakan alat, lingkungan atau bangunan.
2. Operability Study
Beberapa bagian kon disi operasi yang sudah ada dan dirancang namun
kemungkinan dapat menyebabkan shutdown/ menimbulkan rentetan insiden yang
merugikan perusahaan.
Tujuan penggunaan HAZOP sendiri adalah untuk meninjau suatu proses atau
operasi pada suatu sistem secara sistematis untuk menentukan apakah proses
penyimpangan dapat mendorong kearah kejadian atau kecelakaan yang
tidakdiinginkan.HAZOP secara sistematis mengidentifikasi setiap kemungkinan
penyimpangan (deviation) dari kondisi operasi yang telah ditetapkan dari suatu plant,
mencari berbagai faktor penyebab (cause) yang memungkinkan timbulnya kondisi
abnormal tersebut, dan menentukan konsekuensi yang merugikan sebagai akibat
terjadinya penyimpangan serta memberikan rekomendasi atau tindakan yang dapat
dilakukan untuk mengurangi dampak dari potensi risiko yang telah berhasil
diidentifikasi (Munawir, 2010).
Menurut (Juniani, dkk 2008), tujuan penggunaan Hazop adalah untuk meninjau
suatu proses atau operasi pada suatu sistem secara sistematis, untuk menentukan
9
apakah proses penyimpangan dapat mendorong kearah kejadian atau kecelakaan yang
tidak diinginkan. Hasil pemaparan dari beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa
tujuan dari Hazop adalah suatu metode yang digunakan dengan tujuan untuk meninjau
sebuah proses atau operasi pada suatu sistem pekerjaan secara sistematis dan untuk
mengidentifikasi penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dapat mendorong ke hal-
hal yang tidak diinginkan seperti kecelakaan kerja. Berikut istilah – istilah terminologi
yang dipakai untuk mempermudah pelaksanaan Hazop antara lain sebagai berikut:
1. Deviation (Penyimpangan). Adalah kombinasi yang sedang diterapkan.
(merupakan gabungan dari guide words dan parameters).
2. Cause (Penyebab). Adalah penyebab yang kemungkinan besar akan
mengakibatkan terjadinya penyimpangan.
3. Consequence (Akibat/konsekuensi). Adalah suatu akibat dari suatu kejadian
yang biasanya diekspresikan sebagai kerugian dari suatu kejadian atau resiko.
Dalam menentukan consequence tidak boleh melakukan batasan kerena hal
tersebut bias merugikan pelaksanaan penelitian.
4. Safeguards (Usaha Perlindungan). Adanya perlengkapan pencegahan yang
mencegah penyebab atau usaha perlindungan terhadap konsekuensi kerugian akan
didokumentasikan pada kolom ini. Safeguards juga memberikan informasi pada
operator tentang pemyimpangan yang terjadi dan juga untuk memperkecil akibat.
5. Action (Tindakan yang Dilakukan). Apabila suatu penyebab dipercaya akan
mengakibatkan konsekuensi negatif, harus diputuskan tindakantindakan apa yang
harus dilakukan. Tindakan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu tindakan yang
mengurangi atau menghilangkan penyebab dan tindakan yang menghilangkan
akibat (konsekuensi). Sedangkan apa yang terlebih dahulu diputuskan, hal ini tidak
selalu memungkinkan, terutama ketika berhadapan dengan kerusakan peralatan.
Namun, pertamatama selalu diusahakan untuk menyingkirkan penyebabnya, dan
hanya dibagian mana perlu mengurangi konsekuensi.
10
6. Node (Titik Studi). Merupakan pemisahan suatu unit proses menjadi beberapa
bagian agar studi dapat dilakukan lebih terorganisir. Titik studi bertujuan untuk
membantu dalam menguraikan dan mempelajari suatu bagian proses.
7. Severity. Merupakan tingkat keparahan yang diperkirakan dapat terjadi.
8. Likelihood. Adalah kemungkinan terjadinya konsekwensi dengan sistem
pengaman yang ada.
9. Risk atau resiko merupakan kombinasi atau kemungkinan likehood dan saverty
10. Tujuan desain. Tujuan desain diharapkan menggambarkan bagaimana proses
dilakukan pada node (titik studi). Digambarkan secara kualitatif sebagai aktivitas
(misalnya: reaksi, sedimentasi dsb) dan atau dengan kuantitatif dalam parameter
proses seperti suhu, laju alir, tekanan, komposisi dan lain sebagainya.
2.3.2 Jenis – Jenis Hazard
Dalam ruang atau ditempat kerja biasanya terdapat faktor-faktor yang menjadi
sebab penyakit akibat kerja atau potensi bahaya menurut (Suma’mur 1981)
1. Golongan fisik, seperti :
a. Suara, yang bisa menyebabkan pekak atau tuli.
b. Radiasi sinar-sinar Ro atau sinar-sinar radioaktif, yang menyebabkan antara
lain penyakit susunan darah dan kelainan-kelainan kulit. Radiasi sinar inframerah
bisa menyebabkan katarak pada lensa mata, sedangkan sinar ultraviolet menjadi
sebab conjuctivitis photoelectrica.
c. Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan heat stoke, heat cramps atau hyperpyrexi,
sedangkan suhu-suhu yang rendah antara lain menimbulkan frostbite.
d. Tekanan yang tinggi menyebabkan caisson disease.
e. Penerangan lampu yang kurang baik misalnya menyebabkan kelainan pada indera
penglihatan atau kesilauan yang memudahkan terjadinya kecelakaan.
2. Golongan kimia, seperti :
a. Debu yang menyebabkan pneumoconioses, diantaranya: silicos, asbestosis dan
lain-lain.
11
b. Uap yang diantaranya menyebabkan metal fume fever, dermatitis atau keracunan.
c. Gas, misalnya keracunan oleh CO, H2S dan lain-lain.
d. Larutan, yang misalnya menyebabkan dermatitis.
e. Awan atau kabut, misalnya racun serangga (insecticides), racun dan lain-lain
yang menimbulkan keracunan.
3. Golongan fisiologis, yang disebabkan oleh kesalahan-kesalahan konstruksi mesin,
sikap badan kurang baik, salah cara melakukan pekerjaan dan lain- lain yang
kesemuanya menimbulkan kelelahan fisik, bahkan lambat laun perubahan fisik
pekerja.
4. Golongan mental-psikologi, hal ini terlihat misalnya pada hubungan kerja yang
tidak baik, atau misalnya keadaan membosankan monoton.
Menurut (Ramli, 2010), jenis bahaya dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Bahaya Mekanis bersumber dari peralatan mekanis atau benda bergerak dengan
gaya mekanika baik yang digerakan secara manual maupun dengan penggerak.
Misalnya mesin gerinda, bubut, potong, press, tempa, pengaduk, dan lain-lain.
2. Bahaya Listrik adalah sumber bahaya yang berasal dari energi listrik. Energi listrik
dapat mengakibatkan berbagai bahaya seperti kebakaran,sengatan listrik, dan
hubungan singkat. Lingkungan di sekitar tempat kerja banyak ditemukan bahaya
listrik, baik dari jaringan listrik, maupun peralatan kerja atau yang menggunakan
energi listrik.
3. Bahaya Fisis Bahaya yang berasal dari faktor fisis yakni kebisingan, tekanan,
getaran, suhu panas atau dingin, cahaya atau penerangan, dan radiasi dari bahan
radioaktif.
4. Bahaya Biologi Pada beberapa lingkungan kerja terdapat bahaya yang bersumber
dari unsur biologis seperti flora dan fauna yang terdapat pada lingkungan kerja.
Potensi bahaya ini ditemukan dalam industri makanan, farmasi, pertanian, dan
kimia, pertambangan, minyak dan gas bumi.
12
5. Bahaya Kimia Bahan kimia mengandung berbagai potensi bahaya sesuai dengan
sifatdan kandunganya. Banyak kecelakaan terjadi akibat bahaya kimiawi seperti
keracunan, Iritasi, Kebakaran, dan polusi atau pencemaran lingkungan.
Menurut (Suma’mur 1981), jenis-jenis faktor bahaya yang dapat memapar tenaga
kerja adalah:
1. Faktor bahaya kimiawi yaitu gas, uap, debu, fume, mist, asap, kabut, dan smog.
2. Faktor bahaya fisik antara lain: panas, bising, getaran, pencahayaan, yang kurang,
radioaktif gelombang elektromagnetik seperti microwave, laser, radar, gelombang
radio, sinar ultra violet, dan sinar inframerah.
3. Faktor bahaya biologis antara lain: virus, vaksin, jamur (fungi), amuba, bakteri,
dan baksil.
4. Faktor bahaya mekanik adalah bagian-bagian yang berputar-putar atau bergerak
tanpa pengaman (machne guarding), bejana tekan tanpa keran pengaman (safety
valve), dan boiler tanpa katup pengaman.
5. Faktor bahaya fatal kerja/alat kerja antara lain: alat-alat kerja tidak sesuai dengan
sifat, karakteristik dan ukuran antropometri tenaga kerja atau tidak ergonomis.
6. Faktor bahaya psikologis atau kejiwaan antara lain: hubungan antara atasan dan
bawahan serta antara teman sekerja tidak serasi sehingga timbul stres dan
ketegangan jiwa.
2.3.3 Langkah - Langkah Hazop
Menurut Restuputri dan Sari (2015), langkah-langkah metode Hazop yang
dapat dilakukan pada penelitian ini ialah sebagai berikut :
1. Survei Pendahuluan, bertujuan untuk mengetahui kondisi sebenarnya pada
area produksi dengan melakukan wawancara kepada HRD dan karyawan
terhadap masalah yang sedang dihadapi perusahaan khususnya K3
2. Studi literatur, dimaksudkan untuk mempermudah dalam mempelajari teori
dan ilmu pengetahuan yang relavan dengan konsentrasi masalah yang ada
13
3. Identifikasi masalah, bertujuan sebagai pencari titik-titik tertentu yang
menjadi pusat timbulnya hazard (bahaya) yang menyebabkan kecelakaan
4. Perumusan masalah, berupa identifikasi bahaya pada kondisi sebenarnya
5. Tujuan penelitian, berisikan hasil akhir yang diharapkan selaras dengan latar
belakang dan perumusan masalah
Menurut Ashfal (2009) dalam Restuputri dan Sari (2015), langkah-langkah
yang dilakukan pada tahap pengumpulan dan pengolahan data adalah sebagai
berikut :
1. Mengetahui urutan proses yang ada pada produksi
2. Mengidentifikasi adanya potensi bahaya pada area produksi kaca dari
departemen awal sampai departemen akhir dengan mengamati adanya segala
penyimpangan yang terjadi sehingga mampu menyebabkan kecelakaan kerja
dilakukan dengan cara observasi lapangan secara langsung.
3. Melengkapi kriteria yang ada pada HAZOP worksheet dengan urutan sebagai
berikut:
a. mengklasifikasikan potensi bahaya yang ditemukan (sumber potensi
bahaya dan frekuensi temuan potensi bahaya).
b. mendeskripsikan deviation atau penyimpangan yang terjadi selama
proses operasi.
c. mendeskripsikan penyebab terjadinya (cause).
d. mendeskripsikan yang dapat ditimbulkan dari penyimpangan tersebut
(consequences).
e. menentukan action atau tindakan sementara yang dapat dilakukan.
f. menilai risiko (risk asessment) yang timbul dengan mendefinisikan
kriteria Likelihood dan Consequences (severity). Kriteria likelihood yang
digunakan adalah frekuensi dimana dalam perhitungannya secara
kuantitatif berdasarkan data perusahaan selama pada tahun 2013. Kriteria
consequences (severity) yang digunakan adalah akibat yang akan diterima
14
pekerja yang didefinisikan secara kualitatif dan mempertimbangkan hari
kerja yang hilang.
4. Melakukan perangkingan dari potensi bahaya yang telah diidentifikasi
menggunakan worksheet HAZOP dengan memperhitungkan likelihood dan
consequences, kemudian menggunakan risk matrix untuk mengetahui
prioritas potensi bahaya yang harus diberi prioritas untuk diperbaiki.
5. Analisis dan pembahasan, dengan menjabarkan sumber-sumber dan akar
penyebab dari permasalahan yang mengakibatkan kecelakaan kerja maupun
ganggun proses itu terjadi. Adapun langkah-langkah dalam analisis dan
pembahasan ini adalah:
a. melakukan analisis terhadap akar penyebab terjadinya kecelakaan kerja
maupun gangguan proses kerja yang terjadi.
b. melakukan analisis penilaian risiko sehingga diperoleh rekomendasi
perbaikan yang sesuai bahkan dapat diterapkan pada objek penelitian
tersebut.
6. Rekomendasi dan Rancangan Perbaikan, dilakukan dengan perancangan
perbaikan proses yang didapati pada titik-titik tertentu yang dapat menimbulkan
bahaya kecelakaan kerja pada PT. Mayatama Manunggal Sentosa untuk
mengurangi bahkan menghilangkan bahaya tersebut.
7. Kesimpulan dan Saran, untuk menemukan jawaban dari semua permasalahan
yang diangkat dalam penelitian ini. Berdasarkan dengan hasil pengambilan
kesimpulan maka dapat diberikan saran ataupun beberapa masukan usulan
perbaikan dalam upaya meningkatkan kinerja dan produktifitas perusahaan.
2.4 Pengertian Resiko
Setiap melakukan suatu pekerjaan pastinya memiliki penyebab resiko yang
ditimbulkan atas terjadinya suatu permasalahan. Resiko sendiri memiliki pengertian
kemungkinan terjadinya suatu permasalahan ataupun sumber dari bahaya yang
ditimbulkan akibat dari beberapa faktor pada lingkungan kerja sekitar yang berdampak
15
dapat timbulnya suatu kecelakaan kerja dengan tingkat keparahan beragam yang
menyangkut aspek beragam mulai dari aspek lingkungan kerja sekitar, dari faktor
manusia yang bekerja pada ruang lingkup tersebut, dan faktor lainnya (Setiono, 2017).
2.4.1 Jenis Resiko
Untuk resiko yang ditimbulkan ini juga memiliki beberapa jenis yang harus
diperhatikan agar dapat terlaksananya program (K3) diantaranya:
1) Resiko dengan tingkat keparahan resiko tersebut sudah diketahui penyebabnya
yaitu: pada resiko ini telah diberikan instruksi sebelumnya dan sudah dilakukannya
evaluasi kerja terhadap tiap kerjanya dan sumber kerja yang kurang valid
seperti,tidak pastinya tanggal pelaksanaan yang kurang valid, syarat serta arsip
dokumentasi lainnya yang kurang.
2) Resiko dengan tingkat yang dapat diramalkan terkait dengan pihak yang berkaitan
tentang adanya pergantian staff yang kurang sesuai dengan harapan dari perusahaan,
antara pihak dari perusahaan dengan konsumen melakukan komunikasi yang kurang
baik
3) Resiko dengan tingkat keparahan resiko ini tidak dapat diketahui penyebabnya dan
sulit dilakukannya identifikasi evaluasi pada proses sebelumnya.
2.4.2 Manajemen Resiko dan Tahapan Manajemen Resiko
Manajemen resiko adalah tahapan dimana pada pihak tertentu berusaha
melakukan upaya dalam mencegah agar terjadinya kecelakaan kerja pada suatu tempat
kerja dapat dikurangi agar tidak membawa dampak negatif pada perusahaan dan
konsumen dapat terpenuhi semua kebutuhan akan kebutuhan dalam pembangunan
infrastruktur yang mereka butuhkan (Setiono, 2017). Pada proses manajemen resiko
ini juga memiliki beberapa tahapan diantaranya :
1) Melakukan identifikasi terkait dengan potensi bahaya resiko apa saja yang nantinya
timbul dan dapat menyebabkan terjadinya potensi terjadi kecelakaan kerja.
2) Melakukan penempatan dari penggunaan skala bahaya yang nantinya diterapkan
pada tiap bahaya kerja agar tiap terjadi kecelakaan kerja dapat segera diatasi dengan
16
ukuran skala kecelakaan tersebut tergolong kecelakaan ringan atau berat agar dapat
segera mungkin diatasi untuk tiap kejadiannya sesuai dengan skalanya.
2.4.3 Penilaian Resiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja
1. Analis Resiko
Berdasarkan daftar bahaya dari hasil identifikasi bahaya, dilakukan
analisa atau penilaian resiko. Analisa resiko adalah untuk menentukan besarnya
suatu resiko yang di cerminkan dari kemungkinan dan keparahan yang
ditimbulkannya. Analisa risiko dimaksudkan untuk menentukan besarnya suatu
risiko dengan mempertimbangkan kemungkinan terjadinya dan besar akibat yang
ditimbulkannya. Berdasarkan hasil analisa akan dapat ditentukan peringkat risiko
sehingga dapat dilakukan pemilahan risiko yang memiliki dampak besar terhadap
perusahaan dan risiko yang ringan atau dapat diabaikan (Ramli, 2010).
2. Teknik Analisa Risiko
a) Teknik kualitatif
Metode kualitatif menggunakan matrik risiko yang menggambarkan
tingkat dari kemungkinan dan keparahan suatu kejadian yang dinyatakan
dalam bentuk rentang dari risiko paling rendah sampai risiko tertinggi. Metode
ini bersifat kasar, karena tidak jelas perbedaan antara tingkat risiko rendah,
medium atau tinggi. Hanya sekedar kata-kata sehingga pembaca atau pihak
terkait masih harus mereka-reka dan menafsirkannya sendiri menurut persepsi
masing-masing.Menuruut standart AS/NZS 4360, kemungkin atau likelihood
diberi rentang anatara suatau resiko yang jarang terjadi sampai dengan resiko
yang dapat terjadi setiap saat. Untuk keparahan atau consequency di
kategorikan antara kejadian yang tidak menimbulkan cedera atau hanya
kerugian kecil dan yang paling parah jika dapat menimbulkan kejadian fatal
(meninggal dunia) atau kerusakan besar terhadap aset perusahan.
17
Tabel 2.1 Ukuran Kualitatif dari likehood menurut Standart AS/NZS 4360
Level Descriptor Uraian
A Almost Certain Dapat terjadi setiap saat
B Likely Kemungkinan terjadi sering
C Possible Dapat terjadi sekali-sekali
D Unlikely Kemungkinan terjadi jarang
Sumber : Manajemen Resiko, (Ramli, 2010)
Tabel 2.2 Ukuran Kualitatif consequency menurut Standar AS/NZS 4360
Level Descriptor Uraian
1 Insignifant Tidak terjadi cedera, kerugian finansial
kecil
2 Minor Cedera ringan, kerugian finansial sedang
3 Moderate Cedera sedang, perlu penanganan medis,
kerugian finansial besar
4 Major Cedera berat lebih dari satu orang,
kerugian besar, gangguan produksi
5
Catastropic
Fatal lebih dari satu orang, kerugian
sangat besar dan dampak luas yang
berdampak panjang, terhentinya seluruh
kegiatan
Sumber : Manajemen Resiko, (Ramli,2010)
Rijanto (2011) dalam bukunya Pedoman Pencegahan Kecelakaan di Industri,
membagi ukuran kualitatif Kemungkinan (Probability) dalam 3 tingkatan kriteria dan
kriteria Keparahan (Hazard Effect) dibagi dalam 5 tingkatan.
Tabel 2.3 Kriteria Kemungkinan (Probability)
Kriteria Kejadian
HIGH
Suatu kejadian yang terjadi berulang-ulang (setiap hari, setiap
shift), dan diidentifikasikan sebagai sesuatu yang dapat
menimbulkan masalah. Kemungkinannya lebih dari 1 dalam 10
kejadian
MEDIUM
Suatu kejadian yang sering terjadi tapi dengan kekerapan yang
lebih jarang (setiap bulan, kuartal) dan diidentifikasikan
sebagai sesuatu yang dapat menimbulkan masalah.
Kemungkinannya 1 dalam 10 sampai dengan 1 dalam 1000
kejadian, kadang-kadang terjadi.
18
LOW
Suatu kejadian yang sangat jarang terjadi (setiap tahun atau
bahkan kurang) tapi tetap diidentifikasikan sebagai sesuatu
yang dapat menimbulkan masalah. Kemungkinannya 1 dalam
lebih dari 1000
kejadian.
VERY HIGH
Fatal banyak
Kerusakan besar fasilitas > $ 5.000.000
Pencemaran lingkungan 1.000 – 10.000 bbl cairan
HIGH
Fatal tunggal
Kerusakan cukup parah $ 500.000 - $ 5.000.000
Pencemaran lingkungan lebih dari 100 bbl cairan
MEDIUM
Cacat permanen
Kerusakan menengah > $ 100.000 - $ 500.000
Pencemaran lingkungan 15 – 100 bbl cairan
LOW
Cedera ringan
Kerusakan menengah $ 10.000 - $ 100.000
Sedikit pencemaran lingkungan 1 – 15 bbl cairan
VERY LOW
Pertolongan pertama ringan
Kerusakan ringan fasilitas < $ 10.000
Pencemaran lingkungan ringan < 1 bbl cairan
Sumber: Pedoman Pencegahan Kecelakaan di Industri (Rijanto, 2011)
b). Teknik semi kuantitatif
Metode semi kuantitatif lebih baik dalam mengungkapkan tingkat risiko
dibanding teknik kualitatif.
1. Nilai risiko digambarkan dalam angka numerik. Namun nilai ini tidak bersifat
absolut. Misalnya: risiko A bernilai 2 dan risiko B bernilai 4. Dalam hal ini,
bukan berarti risiko B secara absolut dua kali lipat dari risiko A.
2. Dapat menggambarkan tingkat risiko lebih konkrit dibanding metode kualitatif.
c). Teknik kuantitatif
Analisa risiko kuantitatif menggunakan perhitungan probabilitas kejadian atau
19
konsekuensinya dengan data numerik dimana besarnya risiko tidak berupa peringkat
seperti pada metode semi kuantitatif. Besarnya risiko lebih dinyatakan dalam angka
seperti 1, 2, 3, atau 4 yang mana 2 mengandung arti risikonya dua kali lipat dari 1.
Oleh karena itu hasil perhitungan kuantitatif akan memberikan data yang lebih
akurat mengenai suatu risiko dibanding metode kualitatif atau semi kuantitatif.
Namun demikian perhitungan secara kuantitatif membutuhkan dukungan data dan
informasi yang mendalam (Ramli, 2010). Peringkat Risiko Dari data tersebut
selanjutnya dikembangkan matrik atau peringkat risiko yang mengkombinasikan
antara kemungkinan dan keparahannya. Untuk itu berbagai perusahaan atau
organisasi mengembangkan peringkat risiko sesuai kebutuhan dan kondisinya
masing-masing. Salah satu diantaranya adalah standar AS/NZS 4360 yang membuat
peringkat risiko sebagai berikut:
E : Risiko Sangat Tinggi – Extreme Risk
H : Risiko Tinggi – High Risk
M : Risiko Sedang – Moderate Risk
L : Risiko Rendah – Low Risk (Ramli,2010).
Tabel 2.4 Risk Matrik Peringkat Risiko
Sumber: Manajemen Risiko, (Ramli, 2010)
Menurut Rijanto (2011), setelah menentukan besarnya Probability dan
Hazard Effect, langkah selanjutnya adalah menentukan pringkat/tingkatan risiko
dengan memperhitungkan kemungkinan dan efek yang kemudian akan membantu
Likelihood Consequence
1 2 3 4 5
A H H E E E
B M H H E E
C L M H E E
D L L M H E
20
dalam mengevaluasi risiko dan prioritasnya. Tabelnya adalah sebagai berikut:
Tabel 2.5 Tingkatan Risiko (Risk Level)
Keparahan
(Hazard Effect)
Kemungkinan (Probability)
HIGH MEDIUM LOW
VERY HIGH H15 H14 H11
HIGH H13 H12 H10
MEDIUM H9 M8 M4
LOW M7 M6 L2
VERY LOW M5 L3 L1
Sumber: Pedoman Pencegahan Kecelakaan di Industri (Rijanto, 2011)
1.Evaluasi Risiko
Tahapan berikutnya setelah melakukan analisa risiko adalah melakukan
evaluasi terhadap suatu risiko apakah risiko tersebut dapat diterima atau tidak. Ada
berbagai pendekatan dalam menentukan prioritas risiko antara lain berdasarkan
standar Australia 10014b yang menggunakan tiga kategori risiko yaitu:
a) Secara umum dapat diterima (generally acceptable)
b) Dapat ditolerir (tolerable).
c) Tidak dapat diterima (generally unacceptable
Dalam pembagian ini diperkenalkan konsep mengenai ALARP (As Low As
Reasonably Practicable) yang menekankan pengertian tentang “practicable” atau
praktis untuk dilaksanakan. Praktis untuk dilaksanakan artinya pengendalian risiko
tersebut dapat dikerjakan atau dilaksanakan dalam konteks biaya, manfaat,
interaksi dan operasionalnya (Ramli, 2010). Kriteria risiko diperlukan sebagai
landasan untuk melakukan pengendalian bahaya dan mengambil keputusan untuk
menentukan sistem pengaman yang akan digunakan. Pada area merah (risiko tidak
dapat diterima) adanya risiko tidak dapat ditolerir, sehingga harus dilakukan
langkah pencegahan. Pada bagian hijau atau area ALARP, risiko dapat ditolerir
dengan syarat semua pengaman telah dijalankan dengan baik. Pengendalian lebih
jauh tidak diperlukan jika biaya untuk menekan risiko sangat besar sehingga tidak
sebanding dengan manfaatnya. Pada area kuning risiko sangat kecil dan secara
21
umum dapat diterima dengan kondisi normal tanpa melakukan upaya tertentu
(Ramli, 2010). Sedangkan menurut Rijanto (2011), evaluasi risiko dilakukan
dengan mendefinisikan peringkat/tingkat risiko pada tindakan kontrol risiko.
Tabel 2.6 Kontrol Risiko
Sumber: Pedoman Pencegahan Kecelakaan di Industri (Rijanto, 2011
2.4.4 Pengendalian Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Pengendalian risiko merupakan langkah penting dan menentukan dalam
keseluruhan manajemen risiko. Jika pada tahapan sebelumnya lebih banyak bersifat
konsep dan perencanaan, maka pada tahap ini sudah merupakan realisasi dari upaya
pengelolaan risiko dalam perusahaan (Ramli, 2010). Setelah mengetahui tingkatan-
tingkatan dari risiko di suatu tempat kerja, maka dilakukan tindakan-tindakan
keselamatan dan kesehatan khusus untuk proyek yang dikerjakan agar tingkat
Nilai
Prioritas
Tingkat
Risiko
Tindakan Kontrol
Untuk Menurunkan Tingkat
Risiko
H15 Tindakan segera, pekerjaan tidak boleh dilakukan, potensi kerugian
yang serius. Pekerjaan harus direka ulang, atau tindakan kontrol yang
lebih jauh dilakukan untuk mengurangi risiko, kontrol ini harus
ditujukan pada penilaian menyeluruh dan disetujui sebelum pekerjaan dapat dilakukan.
H14
H13
H12 Pekerjaan mungkin dapat dilakukan dengan ijin langsung dari
Manager area setelah berkonsultasi dengan petugas ahli dan tim
penilai yang lengkap. Apabila mungkin pekerjaan direka ulang untuk
dapat mengukur bahaya yang berkaitan atau dapat mengurangi risiko
lebih jauh lagi sebelum pekerjaan dilakukan.
H11
H10
H9
M8 Pekerjaan dapat dilakukan, dengan pengawasan dan kontrol yang ketat. Sebelum pekerjaan boleh dilaksanakan otoritas harus
mengunjungi lagi area yang dinilai untuk melihat apakah risiko dapat
dikurangi lebih jauh.
M7
M6
M5
Hasil penilaian menyetujui pekerjaan dilakukan, walaupun demikian
perlu kajian ulang apakah risiko masih dapat dikurangi lebih jauh.
M4
M3
M2
L1 Tingkat risiko mengijinkan, tidak perlu kajian lebih jauh.
22
risiko bahaya-bahaya yang telah dianalisis level risk dapat di hilangkan atau di
turunkan menjadi resiko yang masih dalam batas-batas yang masih bisa di tolelir
(Acceptable Risk) (Rijanto, 2011). OHSAS 18001 memberikan pedoman pengendalian
risiko yang lebih spesifik untuk bahaya K3 dengan pendekatan sebagai berikut:
1. Eliminasi
2. Substitusi
3. Pengendalian Teknis (Engineering Control)
4. Pengendalian Administratif
5. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
Teknik pengendalian risiko dapat dilakukan dengan dua strategi, yaitu
dengan menekan kemungkinan (Likelihood) terjadinya risiko dan menekan
keparahan/konsekuensi (consequency) akibat risiko.
1. Menekan Kemungkinan (Likelihood) Strategi pertama untuk mengendalikan
risiko adalah dengan menekan kemungkinan terjadinya (likelihood). Pengurangan
kemungkinan ini dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan yaitu secara teknis,
administratif dan pendekatan manusia.
Pendekatan teknis merupakan bentuk pengendalian bahaya berupa perbaikan atau
modifikasi ulang terhadap peralatan atau cara kerja, dan pemasangan peralatan
pengaman. Pengendalian teknis terdiri dari eliminasi, isolasi, substitusi, dan
pengendalian jarak.
Pendekatan administratif merupakan bentuk pengendalian bahaya berupa
pengendalian pajanan dengan cara pelatihan terkait keselamatan pekerja,
pengaturan shift kerja, penempatan tanda-tanda keselamatan, pemeriksaan
kesehatan, rotasi pekerjaan, aklimatisasi dan reaklimatisasi, dan pengaturan
prosedur kerja. Sedangkan pendekatan manusia merupakan bentuk pengendalian
bahaya yang dilakukan dengan pelatihan pekerja dan sosialisasi tentang bahaya di
tempat kerja, cara pengendalian, dan prosedur kerja yang aman.
23
2. Menekan Keparahan (Consequency Pendekatan berikutnya untuk mengendalikan
risiko adalah dengan menekan keparahan atau konsekuensi yang ditimbulkannya.
Suatu risiko kemungkinan tidak dapat dihilangkan sepenuhnya karena pertimbangan
teknis, ekonomis, atau operasi. Strategi pengendalian risiko dengan menekan
keparahan/konsekuensi dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan, anatar lain
adalah dengan mengembangkan sistem tanggap darurat perusahaan untuk risiko-risiko
tertentu, penyediaan Alat Pelindung Diri (APD), serta dengan pendekatan pengalihan
risiko (risk transfer). Tanggap darurat merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan
dengan segera pada saat kejadian bencana di tempat kerja untuk menangani dampak
buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban,
harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, penyelamatan serta pemulihan
prasarana dan sarana (Ramli, 2010). Pengendalian melalui penggunaan Alat Pelindung
Diri (APD) merupakan bentuk pengendalian dengan mengunakan alat pelindung diri
berupa pelindung kepala, pelindung wajah, pelindung pendengaran, pelindung
pernafasan, pelindung tangan, pelindung kaki, dan pakaian pelindung. Perlu dilakukan
tindakan audit/pengawasan secara berkala oleh manajemen terhadap penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) oleh pekerja dan penerapan sanksi apabila tidak digunakan.
2.5 Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian peristiwa yang dapat disebabkan dari
berbagai faktor tindakan yang dilakukan oleh seseorang dari kejadian yang kurang
berhati-hatinya dalam melakukan kerja sampai dengan melanggar sebuah aturan kerja
yang tertera pada perusahaan. Banyak peristiwa kerja juga diakibatkan oleh peristiwa
yang tidak sesuai harapan dan dapat menyebabkan pada suatu tempat kerja atau
perusahaan mengalami kerugian akibat timbulnya peristiwa tersebut (Setiono, 2017).
2.5.1 Kerugian Akibat Kecelakaan Kerja
Banyak kerugian yang ditimbulkan akibat dari kecelakaan kerja yang terjadi (Setiono,
2017) :
a. Sistem yang mengalami kerusakan.
24
b. Pada suatu organisasi tertentu mengalami masalah.
c. Akibat terjadinya kecelakaan kerja banyak pekerja yang sering mengeluh.
d. Mengalami kecacatan atau gangguan pada organ tubuh setelah terjadi kecelakan
kerja.
e. Mengalami kematian. Dari hal-hal tersebut banyak kejadian kasus yang telah
dialami oleh beberapa orang dengan berbagai macam penyebab mulai dari:
peralatan, aturan perusahaan yang sering dilanggar dan berbagai macam bentuk
lainnya.
2.6 Pengertian APD (Alat Pelindung Diri)
Alat pelindung diri adalah dimana alat safety tubuh yang digunakan untuk
melindungi organ tubuh seseorang dalam melakukan sebuah aktifitas kerja yang dapat
memberikan keamanan organ tubuh seseorang agar terhindar dari benturan mesin
ataupun terhindar dari kecelakaan kerja yang tidak terduga lainnya dan penggunannya
agar sesuai dengan atau pedoman yang sudah tertera agar terjalannya proses produksi
dengan aman dan selamat (Setiono, 2017).
2.6.1 Jenis-Jenis APD
Alat pelindung diri ini memiliki bermacam-macam jenis kegunaan untuk safety
pada tiap organ tubuh diantaranya :
1) Safety pelindung mata
Berfungsi melindungi bagian mata saat berinteraksi dengan proses
produksi pada tiap mesin agar terhindar dari debu ataupun kabut lainnya
agar saat bekerja dapat dengan jelas melihat tiap prosesnya.
2) Safety pelindung kaki
Berfungsi melindungi bagian kaki berupa alas kaki sepatu safety sehingga
pada saat melakukan aktifitas pekerjaan kaki tersebut aman dari bahaya
tertimpa benda atau material berat.
3) Safety pelindung tangan
25
Berfungsi melindungi bagian alas tangan berupa sarung tangan safety agar
ketika melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan permukaan benda
tajam dapat terhindar dari kecelakaan kerja.
4) Safety pelindung kepala
Berfungsi melindungi bagian organ tubuh atas terutama kepala agar
terhindar dari benturan atau reruntuhan sisa material yang jatuh dari atas
mesin.
5) Safety pelindung telinga
Berfungsi melindungi bagian telinga pada saat berinteraksi dengan alat
berat yang memiliki tingkat kebisingan tinggi agar telinga terhindar dari
bahaya.
6) Safety pelindung diri lainnya
Dan masih banyak safety pelindung lainnya diantaranya: adanya
pemasangan pagar pembatas area, pemasangan rambu pada tiap titik yang
sering rawan terjadi kecelakaan kerja.