bab ii landasan teori 2.1 penelitian sebelumnyaeprints.umm.ac.id/41896/3/bab ii.pdf · yang...
TRANSCRIPT
5
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Penelitian Sebelumnya
Dari penelitian yang dilakukan (Pinke, 2005) ini membahas tentang hasil
yang mempengaruhi struktur mikro paduan titanium Ti6Al4V dengan perlakuan
pada suhu 1050oC, 950
oC, dan 800
oC diikuti dengan media pendingin air dan
udara. Kemudian hasil efek parameter perlakuan panas di dokumentasikan oleh
Scanning Electron Microscopy(SEM) dan pengukuran kekerasan.
a) b)
Gambar 2.1 Mikro awal dari paduan model Ti6Al4V.
a) Karakter mikro b) Detail struktur lamellar (α + β)
Jenis- jenis mikrostruktur yang dihasilkan oleh perlakuan solusi terapan
yang berbeda ditunjukkan gambar 2.2 Pendinginan air dari 1050oC menyebabkan
struktur martensit α acicular. Antara selubung martensitik fase β dapat dilihat,
tidak ada pengendapan batas butir α yang diketahui. Perawatan solusi pada
6
1050oC diikuti oleh pendinginan udara mengarah ke struktur α + β khas dengan
batas butir α di β butiran sebelumnya.
Pendinginan air dari 950oC mengahsilkan struktur mikro yang terdiri dari
α martensit dan fase α primer, yang tidak dilarutkan dalam fase β pada 950oC.
Investigasi metalografi menunjukkan tidak ada fase α martensit yang
terbentuk setelah perawatan pada 800oC/air. Sebagai hasil dari pendinginan cepat,
fase β matastabil dengan tingkat kejenuhan tertentu bisa terjadi. Setelah
pendinginan udara dari 800oC struktur lamellar fase α + β diamati. Fase butir
batas muncul dalam struktur setelah treatment solusi pada 800oC baik stelah air
dan pendinginan udara.
Gambar 2.2 Mikrostruktur dikembangkan setelah perawatan solusi dari paduan
titanium model Ti6Al4V.
7
Setelah setiap proses perawatan solusi, perlakuan penuaan 4 jam pada
550oC diikuti dengan pendinginan udara dilakukan. Ciri-ciri khas dari struktur
mikro yang terbentuk setelah heat treatment dasarnya tidak berubah bahkan
setelah perlakuan penuaan ini. Pada gambar 2.3 dan gambar 2.4 mikrostruktur
tipikal ditunjukkan setelah proses air panas 950oC / air + 550
oC dan 950
oC / udara
+ 550oC.
Gambar 2.3 Ti6Al4V, 950oC/1h/air + Gambar 2.4 Ti6Al4V, 950
oC/1h/udara+
550oC 550
oC
Mikrostruktur setelah proses perlakuan panas diterapkan juga diamati
dengan scanning mikroskop elektron (SEM). Analisis SEM memverifikasi hasil
yang diperoleh dengan mikroskop optik. Gambar 2.5 menampilkan struktur
martensit yang masih khas asikuler setelah 1050oC/air+550
oC. Tampilan
mendetail ke daerah lamellar fase α dengan daerah sempit fase β (kolon α + β)
setelah 1050oC/udara+550
oC treatment ditunjukkan pada gambar 2.6.
8
Gambar 2.5 Ti6Al4V, 1050oC/1h/air Gambar 2.6 Ti6Al4V, 1050
oC/1h/udara
+ 550oC/4h, SEM + 550
oC/4h, SEM
Pengukuran kekerasan dilakukan untuk menyelidiki efek dari proses
perlakuan panas yang diterapkan pada sifat mekanik dari spesimen. Kekerasan
awal dari paduan cor adalah 312 HV. Hasil tes kekerasan setelah perlakuan panas
yang berbeda ditunjukkan pada tabel 2.1 nilai kekerasan tertinggi diukur setelah
1050 oC / air dan 950
oC / perawatan air. Pendinginan udara pada dasarnya tidak
memiliki pengaruh pada kekerasan awal paduan. Perlakuan penuaan berikutnya
pada 550oC menyebabkan peningkatan kekerasan dibandingkan dengan perlakuan
sebelumnya. Pertumbuhan kekerasan dapat dijelaskan oleh dekomposisi struktur
martensit, yaitu α ′ → α + β. Jika struktur martensit tidak terbentuk setelah adanya
perlakuan, kekerasan selama perawatan penuaan akan naik mungkin sebagai hasil
pengendapan fase α halus dari fase β, yaitu metastabil β → α halus + β.
9
Tabel 2.1 Pengaruh perlakuan panas diterapkan pada kekerasan paduan model
Ti6Al4V.
2.2 Titanium
Titanium pertama kali ditemukan pada tahun 1970. Dalam tabel periodik,
titanium mempunyai simbol Ti dan memiliki nomor atom 22. Merupakan logam
transisi dengan densitas yang rendah. Selain itu, titanium memiliki sifat
elektropositif dan mudah bersenyawa dengan karbon sehingga mengakibatkan
logam ini sulit untuk dimurnikan.
Gambar 2.7 Paduan titanium dalam bentuk batang bulat (Donachie, 2000).
10
Pada saat ini titanium banyak digunakan dalam industri karena keunikan
dari sifat yang dimiliki oleh logam ini. Keunikan yang dimiliki oleh logam
titanium lebih unggul dibandingkan dengan logam lainnya seperti alumunium,
baja dan supperalloy. Beberapa fakta yang dimiliki oleh titanium dan paduannya
antara lain (Donachie & Matthew, 2000):
a) Densitas yang dimiliki titanium hanya berkisar 60% dari baja, nikel, atau
supperalloy.
b) Titanium paduan dapat digunakan pada suhu sekitar 538oC sampai 595
oC
(1000oF hingga 1100
oF), tergantung pada komposisinya. Beberapa paduan
titanium (titanium aluminides) mungkin memiliki kemampuan bertahan diatas
suhu ini.
c) Titanium sangat tahan korosi. Bahkan lebih baik dari stainless steel yang
beredar dipasaran.
d) Titanium memiliki sifat biokompatibel yang baik sehingga dapat digunakan
didalam tubuh manusia.
Titanium mempunyai sifat nonmagnetik. Dengan koefisien dari ekspansi
termal yang sedikit lebih rendah dibandingkan dengan baja dan kurang dari
setengah material aluminium. Dibandingkan dengan baja, titanium dan paduannya
mempunyai titik leleh yang lebih tinggi, tetapi suhu maksimum yang digunakan
untuk aplikasi struktural umumnya berkisar kurang dari 427oC (800
oF) untuk
temperatur 583oC sampai 595
oC (1000
oF – 1100
oF) yang bergantung pada
komposisi.
11
Titanium memiliki kemampuan pasif dengan demikian menunjukkan
tingkat kekebalan terhadap mineral, asam dan klorida. Titanium murni nontoxic
dan beberapa paduan titanium umumnya memiliki kompetibelitas dengan jaringan
dan tulang manusia karena tahan terhadap korosi, ringan dan memiliki kekuatan
yang baik dibandingkan dengan aluminium dan baja. Selain itu, titanium banyak
digunakan dalam aplikasi lainnya seperti aplikasi biomaterial, kimia dan
petrokimia, lingkungan laut, serta struktur pesawat.
2.3 Paduan Titanium (Ti 6Al-4V)
Titanium pada umumnya merupakan elemen allotropik atau logam yang
memiliki lebih dari satu bentuk kristalograpi. Pada suhu kamar, titanium memiliki
struktur kristal heksagonal (Hexagonal closed Packed, HCP) yang disebut
sebagai fase alpha. Struktur ini akan berubah menjadi struktur kubik berpusat
(BCC) ketika dipanaskan dengan temperatur 888°C (1621°F), struktur ini disebut
juga sebagai fase beta.
Gambar 2.8 Struktur kristal titanium pada tingkat atom (a. heksagonal) dan (b.
Kubik) (Donachie, 2000).
12
Titanium 6Al-4V merupakan titanium paduan yang berada pada fase
alpha-beta yang berisi 6 wt% almunium dan 4 wt% vanadium. Titanium jenis ini
biasanya digunakan untuk pressure vassel, baling-baling turbin gas pesawat dan
implan biomedis. Titanium 6Al-4V memiliki kombinasi kekuatan dan
ketangguhan yang lebih baik serta memiliki ketahanan terhadap korosi.
Titanium 6Al-4V memiliki kelebihan antara lain berat yang lebih ringan
dibandingkan baja dengan tingkat kekerasan yang sama, memiliki kemampuan
pasif dan dengan demikian menunjukkan tingkat ketahanan terhadap mineral,
asam, protein dan klorida. Titanium murni nontoxic dan beberapa paduan titanium
lainnya umumnya memiliki kompatibelitas dengan jaringan dan tulang manusia
karena tahan terhadap korosi, serta memiliki kekuatan yang baik jika
dibandingkan dengan aluminium dan baja selain itu titanium paduan juga
memiliki sifat biokompatibel atau kemampuan suatu material untuk dapat
ditanamkan dalam tubuh manusia tanpa menimbulkan reaksi negatif terhadap
sistem biologi tubuh makhluk hidup. Dengan demikian, titanium merupakan
paduan yang paling cocok digunakan sebagai implan biomaterial karena dari
material implan yang telah diambil dan dipelajari tingkat korosi yang terjadi
sangatlah kecil. (Enderle & Bronzino,2000)
13
Gambar 2.9 Diagram Fasa Ti-Al.
2.4 Perlakuan Panas (Heat Treatment)
Perlakuan panas (heat treatment) pada umumnya dilakukan untuk
memodifikasi struktur mikro baja sehingga dapat meningkatkan sifat mekanik
yang salah satunya adalah kekerasan (Smallman and Bishop, 1999)
Perlakuan panas (heat treatment) didefinisikan sebagai kombinasi dari
proses pendinginan dan pemanasan dengan kecepatan tertentu yang dilakukan
sebagai upaya untuk memperoleh sifat-sifat tertentu terhadap logam/paduan.
Tujuan dari perlakuan panas (heat traetment) adalah suapaya didapatkan sifat
mekanik yang lebih baik seperti meningkatkan kekerasan, mengurangi tegangan,
melunakkan dan menghaluskan butir kristal yang berpengaruh pada pengerjaan
sebelumnya dan menghaluskan butir kristal yang akan berpengaruh pada keuletan
bahan (ASM handbook Vol. 4 1991)
14
Pada penelitian kali ini bahan di heat treatment dengan suhu 1000oC
selama 1 jam kemudian didinginkan dengan media quenching menggunakan oli,
udara, dan air.
2.5 Klasifikasi Perlakuan Panas
Secara luas proses perlakuan panas (heat treatment) dapat diklasifikasikan
menjadi dua jenis, yaitu proses perlakuan panas yang menghasilkan kondisi
seimbang dan perlakuan panas yang menghasilkan kondisi yang tidak seimbang.
Sedangkan proses perlakuan panas secara umum dapat diklasifikan sebagai
berikut :
1. Annealing
2. Normalizing
3. Hardening
4. Tempering
2.5.1 Annealing
Annealing dapat di definisikan sebagai pemanasan yang dilakukan pada
suhu yang sesuai dan diikuti dengan proses pendinginan yang dilakukan pada
kecepatan yang sesuai. Hal ini bertujuan untuk memperbaiki sifat-sifat pengerjaan
dingin dan membebaskan tegangan-tegangan serta dapat menginduksi kelunakan
pada material sehingga diperoleh struktur yang dikehendaki. Adapun jenis dari
proses annealing diantaranya :
Annealing penuh
15
Isotermis
Annealing kritis bawah
2.5.2 Normalizing
Normalizing adalah proses pemanasan yang dilakukan pada suhu austenit
dengan cara memanaskan bahan pada suhu 10oC-40
oC diatas daerah kritis
kemudian pendinginan dibiarkan di udara terbuka. Hasil proses normalizing pada
bahan akan mendapatkan hasil berbutir yang lebih halus, lebih homogen dari hasil
annealing ( Wardoyo, 2005).
2.5.3 Hardening
Hardening adalah proses perlakuan panas (heat treatment) terhadap baja
dengan tujuan untuk meningkatkan kekerasan alami baja. Perlakuan panas
menurut pemanasan benda kerja menuju suhu pengerasan kemudian dilakukan
pendinginan secara cepat dengan kecepatan pendinginan kritis ( Schonmetz dan
Gruber, 1985).
Hardening dilakukan untuk mendapatkan sifat tahan aus yang tinggi dan
kekuataan yang lebih baik pada bahan. Kekerasan yang ingin didapatkan
tergantung dari waktu penahan (holding time), perlakuan pendinginan yang
dilakukan, dan ketebalan sampel. Agar mendapat kekerasan yang baik (martensit
yang keras) dapat dilakukan dengan pemanasan untuk mencapai struktur austenit.
Apabila pada saat pemanasan masih terdapat struktur lain maka setelah di quench
akan mendapatkan struktur yang tidak seluruhnya terdiri dari martensit (Dalil dkk,
1999).
16
2.5.4 Tempering
Tempering adalah suatu proses pemanasan setelah diquenching pada
temperatur tempering (dibawah suhu kritis) sehingga didapatkan keuletan tertentu,
yang kemudian dilanjutkan dengan proses pendinginan (Koswara, 1991).
Baja yang sudah dikeraskan bersifat rapuh dan tidak cocok untuk
digunakan. Dengan temper kekerasan dan kerapuhan dapat dilakukan sampai
dengan yang diinginkan sehingga kekerasan dan kekuatan tarik akan turun dan
sedangkan kekuatan dan ketangguhan baja meningkat (Djafrie, 1985).
Temper yang dilakukan pada suhu rendah antara 150-230oC akan
menghasilkan penurunan yang tidak berarti. Tetapi bila suhu temper meningkat,
martensit dapat terurai lebih cepat dan sekitar suhu 3150C perubahan fasa menjadi
martensit berlangsung dengan cepat.
2.6 Pendinginan (Quenching)
Quenching merupakan proses pengerjaan logam dengan pendinginan yang
dilakukan secara cepat. Sehingga akan mencegah adanya proses yang terjadi pada
pendinginan lambat seperti pertumbuhan butir. Laju quenching tergantung pada
beberapa faktor dianataranya panas spesifik, panas pada penguapan, viskositas,
konduktifitas termal medium, dan agritas (aliran media pendingin) (Syaefudin,
2001).
Proses pendinginan quenching ini dilakukan pendinginan secara cepat.
Tujuannya untuk mendapatkan struktur martensite.
Proses pendinginan (quenching) dapat dilakukan dengan cara:
17
Pendinginan langsung (Direct Quenching) adalah pendinginan secara
langsung dari media karburasi. Efek yang didapat biasanya adanya
pengelupasan pada benda kerja dan juga permukaan benda kerja yang
getas.
Pendinginan tunggal (Single Quenching) adalah pemanasan dan
pendinginan benda kerja setelah di karburasi dan telah didinginkan
pada suhu kamar. Tujuannya adalah memperbaiki difusisitas dari
atom-atom karbon, dan agar gradien komposisi lebih halus.
Double Quenching adalah proses pendinginan atau pengerasan benda
kerja yang telah di karburasi dan didinginkan pada suhu kamar
kemudian dipanaskan lagi diluar kotak karbon pada suhu kamar lalu
dipanaskan lagi pada temperatur austenit dan baru didinginkan cepat.
Tujuannya adalah untuk mendapat butir struktur yang lebih halus.
2.7 Waktu Penahanan (Holding Time)
Holding time adalah waktu penahanan yang dilakukan dengan cara menahan
benda kerja berada dalam tungku (furnace) guna memperoleh kekerasan yang
diinginkan dari suatu bahan dengan menahan pada suhu pengerasan untuk
memperoleh pemanasan yang homogen. Holding time dilakukan pada saat suhu
dapur mencapai suhu panas yang dikehendaki sehingga memberi kesempatan
penyempurnaan bentuk kristal yang terbentuk pada suhu transformasi.
18
2.8 Media Pendingin
Terdapat beberapa macam media pendingin yang sering digunakan dalam
proses perlakuan panas, diantaranya yaitu :
1. Air
Dalam senyawa kimia air mempunyai rumus kimia H2O dengan titik beku
0oC dan titik didih 100
oC. Air mempunyai ciri-ciri tidak berwarna, tidak
berasa dan juga tidak berbau (Halliday dan Resnick, 1985). Dengan
memiliki sifat yang mudah menyerap panas yang dilewatinya dan panas
yang terserap menjadi cepat dingin, air sering digunakan sebagai media
pendingin. Kemampuan menahan panas yang dimiliki air besarnya 10 kali
dari minyak (Soedjono, 1978).
2. Oli
Oli juga banyak dipakai sebagai media pendingin dalam perlakuan panas.
Viskositas yang dimiliki oli sangat berpengaruh dalam proses pendinginan
sampel. Viskositas yang lebih rendah memiliki kemampuan menyerap
panas lebih baik dibandingkan dengan oli yang memiliki viskositas lebih
tinggi karena penyerapan panas akan lebih lambat (Soedjono,1978).
3. Udara
Pendinginan menggunakan udara digunakan untuk perlakuan panas yang
laju pendinginan berjalan lambat dengan cara bahan dibiarkan berada di
ruangan terbuka. Udara sebagai media pendingin akan memberi
kesempatan logam untuk membentuk kristal dan memungkinkan logam
untuk mengikat unsur-unsur lain dari udara(Soedjono,1978).
19
2.9 Pengujian Kekerasan
Pengujian kekerasan adalah pengujian yang dilakukan untuk mencari
kekerasan dari suatu bahan dan dapat dilakukan pada benda uji yang relatif kecil
tanpa melihat spesifikasi yang dimiliki benda uji. Pengujian yang sering dilakukan
yaitu dengan menekankan benda uji dengan indentor dengan beban bervariasi
kemudian menugukur bekas dari penekanan yang terbentuk untuk mengetahui
tingkat kekerasan bahan tersebut (surdia,2000).
2.9.1 Pengujian Vickers
Pengujian yang banyak digunakan dalam menentukan tingkat kekerasan
bahan adalah dengan metode uji kekerasan Vickers. Uji Vickers dikembangkan di
Inggris sekitar tahun 1925. Dikenal juga dengan Diamond Pyramid Hardness Test
(DPH). Uji kekerasan Vickers menggunakan indentor piramida intan, besar sudut
antar permukaan piramida intan yang saling berhadapan yaitu sekitar 136 derajat.
Terdapat dua rentang kekuatan yang berbeda yang dimiliki alat uji vikckers ini
yaitu micro dengan beban (10g-1000g) dan macro dengan beban (1kg-100kg).
Standart :
ASTM E 384 - Rentang Mikro (10g-1000g)
ASTM E 92 – Rentang Makro (1kg-100kg)
ISO 6507 – Rentang Mikro dan Makro
Cara pengujian Vickers :
20
1. Persiapkan alat dan bahan pengujian
a. Mesin uji kekerasan Vickers (Vickers Hardness Test)
b. Indentor piramida intan (diamond pyramid)
c. Stopwatch
d. Mikroskop pengukur (biasanya satu set dengan alatnya)
2. Indentor ditekankan ke benda uji dengan beban tertentu. (rentang
mikro 10g-1000g dan rentang makro 1kg-100kg).
3. Tunggu hingga 10-20 detik.
4. Lepaskan indentor dari benda uji.
5. Ukur 2 diagonal lekukan persegi (belah ketupat) yang terjadi
menggunakan mikroskop pengukur.
6. Masukkan data kedalam rumus.
Rumus perhitungan pengujian metode Vickers
VHN =
Dimana :
VHN : Vickers Hardness Number
P : Beban yang diberikan (kgf)
d : Panjang diagonal rata-rata hasil indentasi
21
2.10 Pengujian Mikrostruktur
Struktur bahan dalam orde kecil sering disebut struktur mikro. Pengujian
mikro adalah suatu pengujian untuk mengamati struktur perubahan fasa pada
suatu spesimen. Struktur ini tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, tetapi dapat
dilihat dengan menggunakan alat pengamat struktur mikro, diantaranya :
mikroskop elektron, mikroskop optis, dan mikroskop sinar X. Penelitian ini
menggunakan mikroskop cahaya, adapun manfaat dari pengamatan struktur mikro
ini adalah untuk :
1. Mempelajari hubungan antara sifat-sifat bahan dari struktur mikronya.
2. Mengetahui jenis-jenis fasa yang terbentuk pada bahan dengan jelas.