bab ii landasan teori 2.1 kajian teori 2.1.1 pengertian...

20
8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 KAJIAN TEORI 2.1.1 Pengertian Belajar Menurut Burton belajar adalah perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungannya. Sedangkan menurut H.C. Witherington belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi berupa kecakapan, sikap, kebiaaan dan kepribadian (Aunnurrahman. 2011). Dari pendapat yang dikemukakan Burton dan H.C. Witherington penulis menarik kesimpulan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku yang terjadi akibat adanya interaksi dengan lingkungan di sekitarnya. Jika dikaitkan dengan belajar di sekolah dasar maka belajar merupakan interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, dan siswa degan llingkungan yang ada di sekitar sekolah ataupun dengan lingkungan keluarga. Disini peran keluarga merupakan pilar penting dalam menentukan hasil belajar siswa karena setelah siswa selesai belajar di sekolah keluarga berperan dalam mengawasi anaknya jika pengawasan ini dapat dilakukan secara maksimal maka hasil belajar akan maksimal pula. Hal hal seperti ini bisa dikatakan sebagai factor faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Maka berhasil baik atau tidaknya belajar tergantung dari faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut terdiri dari faktor internal dan eksternal. 1. Faktor internal adalah faktor dari dalam diri siswa, yaitu keadaan/ kondisi jasmani dan rohani siswa meliputi aspek fisiologis (kondisi tubuh dan panca indera), dan aspek psikologis antara lain: intelegensi dalam, sikap misalnya dalam beradaptasi dengan teman, bakat dalam mengerjakan soal, minat dalam mengikuti pelajaran serta punya kemauan besar untuk belajar dan mempunyai motivasi untuk belajar baik individu maupun dalam kelompok.

Upload: voanh

Post on 25-May-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

8

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 KAJIAN TEORI

2.1.1 Pengertian Belajar

Menurut Burton belajar adalah perubahan tingkah laku pada diri

individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan

individu dengan lingkungannya. Sedangkan menurut H.C. Witherington

belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri

sebagai suatu pola baru dari reaksi berupa kecakapan, sikap, kebiaaan dan

kepribadian (Aunnurrahman. 2011).

Dari pendapat yang dikemukakan Burton dan H.C. Witherington

penulis menarik kesimpulan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku

yang terjadi akibat adanya interaksi dengan lingkungan di sekitarnya. Jika

dikaitkan dengan belajar di sekolah dasar maka belajar merupakan interaksi

antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, dan siswa degan llingkungan

yang ada di sekitar sekolah ataupun dengan lingkungan keluarga. Disini

peran keluarga merupakan pilar penting dalam menentukan hasil belajar

siswa karena setelah siswa selesai belajar di sekolah keluarga berperan

dalam mengawasi anaknya jika pengawasan ini dapat dilakukan secara

maksimal maka hasil belajar akan maksimal pula. Hal – hal seperti ini bisa

dikatakan sebagai factor – faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Maka

berhasil baik atau tidaknya belajar tergantung dari faktor-faktor yang

mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut terdiri dari faktor internal dan

eksternal.

1. Faktor internal adalah faktor dari dalam diri siswa, yaitu keadaan/

kondisi jasmani dan rohani siswa meliputi aspek fisiologis (kondisi

tubuh dan panca indera), dan aspek psikologis antara lain: intelegensi

dalam, sikap misalnya dalam beradaptasi dengan teman, bakat dalam

mengerjakan soal, minat dalam mengikuti pelajaran serta punya

kemauan besar untuk belajar dan mempunyai motivasi untuk belajar

baik individu maupun dalam kelompok.

9

2. Faktor eksternal adalah faktor dari luar diri siswa, yaitu kondisi

lingkungan di sekitar siswa meliputi faktor lingkungan sosial (guru,

teman, masyarakat, dan keluarga) dan faktor lingkungan non-sosial

(gedung, sekolah, tempat tinggal, alat belajar, cuaca dan waktu belajar)

(Basuki Hery, 2005)

2.1.2 Hasil Belajar

Nana Sudjana, (2008) mengemukakan bahwa belajar dan mengajar

sebagai aktivitas utama di sekolah meliputi tiga unsur, yaitu tujuan

pengajaran, pengalaman belajar mengajar dan hasil belajar. Hasil belajar

merupakan hasil yang dicapai siswa setelah mengalami proses belajar

dalam waktu tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hasil

belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah

ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar biasanya diacukan

pada tercapainya tujuan belajar. Hasil belajar menurut Hamzah B. Uno,

(2008) adalah perubahan perilaku yang relatif menetap dalam diri

seseorang sebagai akibat dari interaksi seseorang dengan lingkungannya.

Hasil belajar memiliki beberapa ranah atau kategori dan secara umum

merujuk kepada aspek pengetahuan, sikap, dan ketrampilan.

Menurut Gagne (Hamzah B. Uno 2008) hasil belajar yang nampak

dari kemampuan yang diperoleh siswa, dapat dilihat dari lima kategori

yaitu: ketrampilan intelektual (intelectual skills), informasi verbal (verbal

information), staategi kognitif (cognitive strategies), ketrampilan motorik

(motor skills), dan sikap (attitudes).

Hasil belajar merupakan tolok ukur yang utama untuk mengetahui

keberhasilan belajar seseorang. Seseorang yang hasil belajarnya tinggi

dapat dikatakan bahwa dia telah berhasil dalam belajar demikian pula

sebaliknya. Sedangkan dalam usaha untuk mencapai suatu hasil belajar

dari proses belajar mengajar, seorang siswa dipengaruhi oleh berbagai

faktor baik faktor internal maupun faktor eksternal.

10

Dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan maka dapat

disimpulkan bahwa prestasi/ hasil belajar adalah hasil yang dicapai dari

suatu kegiatan atau usaha yang dapat diartikan sebagai hasil dari proses

belajar mengajar yakni penguasaan materi yang dapat diukur dengan tes.

2.1.3 Pembelajaran Aktif dan Menyenangkan

2.1.3.1 Pembelajaran aktif

Menurut Izhab Hassoubah (Moh. Sholeh Hamid, 2011) pembelajaran

aktif yaitu pembelajaran yang lebih berpusat ke peserta didik daripada

berpusat pada guru. Untuk mengaktifkan peserta didik, kata kunci yang

dapat dipegang guru adalah adanya kegiatan yang dirancang untuk

dilakukan siswa baik kegiatan berfikir dan berbuat. Fungsi dan peran guru

lebih banyak sebagai fasilitator. Sehingga diharapkan siswa dapat

mengembangkan kemampuannya dalam menyampaiakan pendapat atau

solusi yang telah diketahuinya. Peran aktif siswa sangat penting dalam

rangka pembentukan generasi yang kreatif, yang mampu menghasilkan

sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain. Seseorang bisa dikatakan

kreatif apabila ia secara konsisten dan terus menerus menghasilkan sesuatu

yang kreatif, yaitu hasil yang asli/orisinal dan sesuai dengan keperluan

Menurut Melvin L. Silberman (Moh. Sholeh Hamid, 2011)

mengemukakan belajar bukan merupakan konsekuensi otomatis dari

penyampaian informasi kepada siswa. Sebab, pada dasarnya belajar

membutuhkan keterlibatan mental, sekalipun tindakan. Pada saat aktif

belajar, siswa melakukan sebagian besar pekerjaan belajar. Ia mempelajari

gagasan-gagasan, memecahkan masalah dan menetapkan apa yang ia

pelajari. Dan inilah sebenarnya yang menjadi dasar pembelajaran aktif.

Dengan demikian pembelajaran aktif pembelajaran yang cenderung

melibatkan siswa untuk berbuat sehingga siswa lebih mengingat

pembelajaran yang telah diberikan karena tekah melakukan sendiri dengan

berbuat tidak hanya berangan-angan saja. Oleh karena itu pembelajaran aktif

merupakan alternatif yang perlu diperhitungkan bila ingin meningkatkan

hasil belajar siswa.

11

Keaktifan siswa bisa dilihat pada kemampuannya dalam

mengajukan pertanyaan maupun menjawab pertanyaan. Selain itu keaktifan

siswa juga bisa dilihat dari kecekatannya dalam mengikuti proses belajar

mengajar di dalam kelas atau dengan kata lain keaktifan disini dilihat dari

sudut pandang siswa jadi siswa yang aktif dalam pembelajaran sedangkan

guru hanya sebagai fasilitator untuk merangsang keaktifan dari siswanya

sendiri.

Menurut Bonwell (dalam Moh. Sholeh Hamid, 2011),

pembelajaran aktif memiliki bebrapa karakteristik, diantaranya:

1. Pendekatan proses pembelajaran bukan pada penyampaian

informasi oleh pengajar, melainkan pada pengembangan

ketrampilan pemikiran analitis dan kritis terhadap

permaslahan yang dibahas.

2. Siswa tidak hanya mendengarkan pembelajaran secara pasif,

tetapi juga mengerjakan sesuatu yang berkaitan dengan

materi pembelajaran.

3. Penekanan pada eksplorasi nilai-nilai dan sikap-sikap

berkenaan dengan materi pembelajaran.

4. Siswa lebih banyak dituntut berfikir kritis, menganalisa, dan

melakukan evaluasi.

5. Umpan balik yang cepat akan terjadi dalam proses

pembelajaran.

Dengan diterapkan pembelajaran yang demikian maka diharapkan

siswa akan lebih paham dan mengerti tentang materi yang diajarkan

sehingga hasil belajar siswa akan meningkat. Suatu studi yang dilakukan

Thomas (dalam Moh. Sholeh Hamid, 2011) menunjukan bahwa setelah 10

menit belajar siswa akan cenderung hilang konsentrasinya untuk mendengar

pembelajaran yang dilakukan pengajar secara pasif. Hal itu bila terjdi terus

menerus maka hasil pembelajaran yang diharapkan akan sulit dicapai. Maka

dari itu, dengan menggunakan cara pembelajaran aktif yang mulanya siswa

pasif dan bosan mengikuti pembelajaran hal tersebut dapat dihindari.

Penerapan pembelajaran ini untuk menjadikan siswa lebih aktif, ini akan

mengurangi tingkat kebosanan siswa dan minat belajar akan lebih. Karena

siswa telah aktif maka akan menjadikan siswa senang mengikuti

pembelajaran dengan siswa senang maka konsentrasi siswa akan focus pada

mata pelajaran yang diajarkan maka akan mempengaruhi hasil belajar siswa.

12

Karena dalam pembelajaran nantinya siswa akan dibuat kelompok untuk

berdiskusi dan menyampaikan hasil diskusinya bersama kelompok. Menurut

Silberman (dalam Moh. Sholeh Hamid, 2011) cara belajar dengan

mendengarkan dan melihat siswa akan lebih mudah lupa namun jika

pembelajaran dengan melihat, mendengarkan dan mendiskusikan akan

membuat siswa lebih paham.

2.1.3.2 Pembelajaran Menyenangkan

Menyenangkan adalah suasana belajar mengajar yang membuat

siswa senang sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada

belajar sehingga waktu curah perhatiannya (time on task) tinggi. Tingginya

waktu curah akan meningkatkan hasil belajar (dalam Dasim Budimansyah,

2010). Namun senang disini bukan hanya bersenang– senang saja tetapi

menciptakan suasana pembelajaran yang tidak membuat siswa jenuh dan

bosan.

Dengan diciptakannya pembelajaran menyenangkan maka siswa

akan semangat dan fokus untuk mengikuti pembelajaran. Ini di harapkan

agar siswa tidak bosan dan jenuh dengan pembelajaran yang konvensional

yaitu guru hanya ceramah, klasikal dll. Dengan perasaan siswa yang

menyenangkan maka materi yang diaajarkan akan lebih mudah dipahami

siswa dari pada siswa yang merasa bosan dan jenuh dengan pembelajaran

yang konvensional. Dengan dilaksanakan pembelajaran yang aktif dan

menyenagkan siswa diharapakan paham dan hasil pembelajaran akan

meningkat yang semula masih dibawah KKM (Kriteria Ketuntasan

Minimal) akan meningkat menjadi diatas KKM. Keadaan aktif dan

menyenangkan tidaklah cukup jika proses pembelajaran tidaklah efektif,

yaitu tidak menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa setelah proses

pembelajaran berlangsung, sebab pembelajaran memiliki sejumlah tujuan

pembelajaran yang harus dicapai. Jika pembelajaran hanya aktif dan

menyenangkan tetapi tidak efektif maka pembelajaran tersebut tidak

ubahnya seperti bermain biasa. Maka dengan ini pembelajaran tidak hanya

13

mengutamakan aktif dan menyenagkan namun juga mencapai tujuan

pembelajaran yang telah dirancang sebelumnya oleh guru. Sehingga guru

tidak boleh lupa untuk mencapai tujuan yang akan dicapai.

Secara garis besar, gambaran PAKEM adalah sebagai berikut:

1. Siswa terlibat dalam kegiatan yang mengembangkan

pemahaman dan kemampuan mereka dengan penekanan

belajar melalui berbuat.

2. Guru menggunakan berbagai alat bantu dan cara

membangkitkan semangat termasuk menggunakan lingkungan

sebagai sumber belajar untuk menjadikan pembelajaran

menarik, menyenangkan dan cocok bagi siswa.

3. Guru mengatur kelas dengan memajang buku-buku dan bahan

belajar yang lebih menarik dan menyediakan pojok belajar.

4. Guru menerapkan cara mengajar yang lebih kooperatif dan

interaktif, termasuk cara belajar kelompok.

5. Guru mendorong siswa untuk menemukan caranya sendiri

dalam pemecahan suatu masalah, untuk mengungkapkan dan

melibatkan siswa dalam menciptakan lingkungan sekolahnya.

(Dasim Budimansyah, Suparlan, Danny Meirawan: 2010)

Dengan demikian bila mengambil kesimpulan dari garis besar

PAKEM ini yang kemudian akan diterapkan dalam pembelajaran IPA yaitu

siswa diharapkan dapat menjadi aktif dan menyenagkan sehingga akan

mampu mengembangkan konsep yang telah dipahami dengan bantuan guru,

dapat dengan berbagai media yang telah disiapkan guru sebelumnaya

setelah mengetahui tujuan pembelajarannya. Media yang digunakan guru

disesuaikan dengan tujuan sebelumnya guru dapat memanfaatkan

lingkungan sekitar untuk menarik perhatian siswa dan dapat juga

menggunakan media yang nyata (media realia). Dan bila diterapkan dalam

pelajaran IPA dengan materi cahaya dan sifat-sifatnya dapat menggunakan

benda nyata seperti senter, cahaya matahari, lampu neon, cermin, kertas

karton, sendok, lilin dll. Hal ini dapat menarik perhatian siswa yang

sebelumnya pernah mengethui atau melihat benda-benda tersebut yang

kemudian menjadikan anak berfikir apa yang akan dilakukan guru? Ini

menarik perhatian siswa yang kemudian menjadi tertarik dan menyimak

penjelasan guru yang kemudian dapat berakibat siswa dapat memahami

penjelasan guru secara maksimal sehingga ini akan berakibat pada hasil

14

belajar siswa. Kemudian dengan menggunakan media nyata (media realia)

guru dapat menerapkan pembelajaran yang kooperatif dan interaktif dengan

siswa sehingga pembelajaan lebih aktif dan menyenangkan. Dalam

pembelajaran guru dapat meminta siswa untuk menyampaikan pendapat dan

permasalahan yang dihapinya kemudian guru membimbing untuk

memecahkan masalahnya setelah siswa berusaha namun masih belum dapat

memecahkan masalahnya. Dengan penerapan pembelajaran yang demikian

maka diharapkan hasil belajar siswa akan meningkat.

Tabel 2.1

Model Penerapan Pembelajaran Aktif dan Menyenangkan

Menggunakan Media Realia

No Konsep Pelaksanaan Kegiatan

1 Guru sebagai

fasilitator

- mendekati anak belajar

- membantu/ memotivasi anak yang mengalami kesulitan

- membimbing siswa memecahkan masalah

- mengajukan pertanyaan dalam proses penemuan konsep

cahaya dan sifat- sifatnya.

2 Pemberian

kesempatan kepada

siswa untuk

berekspresi

aktualisasi diri

- mengamati benda nyata

- memperagakan

- menceritakan

- menyimpulkan hasil pengamatan

3 Belajar harus

menyenangkan

- belajar dengan diselangi candaan.

- belajar sambil bernyanyi

- sikon belajar tidak terlalu tegang tetapi di upayakan untuk

santai tetapi serius.

4 Lingkungan sebagai

sumber belajar

- lingkungan yang sesuai dengan perkembangan jiwa anak

- situasional

- kondisional

5 Penggunaan media

- media realia : senter, cahaya matahari, lampu neon dll

- media lingkungan : perpustakaan

6 Tidak harus mahal - Memanfaatkan kardus bekas untuk pengganti karton,

sendok untuk cermin cekung dan cembung, lilin.

15

2.1.4 Media Pembelajaran

Menurut Sadiman, Raharja, Haryono, dan Rahadjito, (Daryanto,

2010). Media berasal dari bahasa latin merupakan bentuk jamak dari

”medium” yang secara harfiah berarti ”perantara” atau ”pengantar” yaitu

perantara atau pengantar sumber pesan dengan penerima pesan. Media

adalah bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak maupun audiovisual serta

peralatannya

Sebagai salah satu komponen pembelajaran, media tidak bisa luput

dari pembahasan sistem pembelajaran secara menyeluruh. Pemanfaatan

media seharusnya merupakan bagian yang harus mendapatkan perhatian

guru dalam setiap kegiatan pembelajaran. Namun kenyataannya bagian

inilah yang masih sering terabaikan dengan berbagai alasan. Alasan yang

sering muncul antara lain: terbatasnya waktu untuk membuat persiapan

mengajar, sulit mencari media yang tepat, tidak tersedianya biaya, dan lain-

lain. Hal ini sebenarnya tidak terjadi jika setiap guru telah membekali diri

dengan pengetahuan dan keterampilan dalam hal media pembelajaran.

Media pembelajaran menempati posisi yang cukup penting sebagai

salah satu komponen system pembelajaran. Tanpa media, komunikasi tidak

akan terjadi dan proses pembelajaan sebagai proses komunikasi juga tidak

akan bisa berlangsung secara optimal. Media pembelajaran adalah

komponen integral dari sistem pembelajaran. Posisi media dalam

pembelajaran adalah:

Sumber pengalaman pengalaman Penerima

Sumber: Daryanto, 2010

Gambar 2.2 Posisi Media Dalam Pembelajaran

IDE PENGKODEAN MEDIA PENAFSIRAN

KODE MENGERTI

GANGGUAN

UMPAN BALIK

16

Gerlach & Ely (Daryanto, 2010) mengemukakan tiga kelebihan

kemampuan media.

1. Kemampuan fiksatif, artinya dapat menangkap, menyimpan, dan

menampilkan kembali suatu objek atau kejadian. Dengan

kemampuan ini , objek atau kejadian dapat digambar, dipotret,

direkam, diflemkan, kemudian dapat disimpan dan pada saat

dibutuhkan dapat digunakan kembali.

2. Kemapuan manipulative, artinya media dapat menampilkan

kembali obyek atau kejadian dengan berbagai macam perubahan

(manipulasi) sesuai keprluan, misalnya diubah ukurannya,

wrnanya, serta dapa diulang-ulang penyajiannya.

3. Kemanpuan distributf, artinya media mampu menjangkau audien

yang jumlahnya besar dalam satu kali penyajian secara serempak,

misalnya siaran TV atau Radio.

Jadi, pemilihan media itu perlu kita lakukan agar kita dapat

menentukan media yang terbaik, tepat dan sesuai dengan kebutuhan dan

kondisi sasaran didik. Untuk itu, pemilihan jenis media harus dilakukan

dengan prosedur yang benar, karena begitu banyak jenis media dengan

berbagai kelebihan dan kelemahan masing-masing.

2.1.4.1 Jenis-jenis media

Menurut Gagne (Daryanto, 2010) media diklasifikasikan menjadi

tujuh kelompok yaitu benda untuk didemonstrasikan, komunikasi lisan,

media cetak, gambar diam, gambar bergerak, film bersuara, dan mesin

belajar. Ketujuh kelompok media pembelajaran tersebut dikaitkan dengan

kemampuannya memenuhi fungsi menurut hirarli belajar yang

dikembangkan. Contoh macam-macam media:

a. Media Audio: radio, piringan hitam, pita audio, tape recorder, dan

telepon.

b. Media Visual:

– Media visual diam: foto, buku, ansiklopedia, majalah, surat kabar, buku

referensi dan barang hasil cetakan lain, gambar, ilustrasi, kliping, film

bingkai/slide, film rangkai (film stip), transparansi, mikrofis, overhead

17

proyektor, grafik, bagan, diagram, sketsa, poster, gambar kartun, peta,

dan globe.

– Media visual gerak: film bisu.

c. Media audio-visual

– Media audiovisual diam: televisi diam, slide dan suara, film rangkai

dan suara, buku dan suara.Media audiovisual gerak: video, CD, film

rangkai dan suara, televisi, gambar dan suara.

d. Media Serba aneka:

– Papan dan display: papan tulis, papan pamer/pengumuman/majalah

dinding, papan magnetik, white board, mesin pangganda.

– Media tiga dimensi: realia, sampel, artifact, model, diorama, display.

– Media teknik dramatisasi: drama, pantomim, bermain peran,

demonstrasi, pawai/ karnaval, pedalangan/panggung boneka, simulasi.

– Sumber belajar pada masyarakat: kerja lapangan, studi wisata,

perkemahan.

– Belajar terprogram Komputer

e. Media yang tidak memerlukan keahlian khusus misalnya: Papan tulis /

whiteboard, Transparansi (OHT), Bahan cetak (buku, modul, handout).

f. Media yang memerlukan keahlian khusus: Program audio visual

Program slide, Microsoft Powerpoint, Program internet.

Dari beberapa jenis media yang telah disebutkan diatas penulis disini

menggunakan media realia yang termasuk jenis media visual, ini di pakai

penulis karena media yang dimanfaatkan sering di lihat ataupun dipakai

dalam kehidupan sehari- hari.

2.1.4.2 Media Realia

Kajian psikologis menyatakan bahwa anak akan lebih mudah

mempelajari hal yang konkrit ketimbang yang abstrak. Menurut pendapat

Charles F. Haban (dalam Daryanto, 2010), mengemukakan bahwa

sebenarnya nilai dari media terletak pada tingkat realistiknya dalam proses

penanaman konsep, ia membuat jenjang berbagai jenis media mulai yang

18

paling nyata ke yang paling abstrak. Dan menurut Edgar Dale (dalam

Daryanto, 2010), membuat jenjang konkrit-abstrak dengan dimulai dari

siswa yang berpartisipasi dalam pengalaman nyata, kemudian menuju siswa

sebagai pengamat kejadian nyata, dilanjutkan ke siswa sebagai pengamat

terhadap kejadian yang disajikan dengan simbol. Jenjang konkrit-abstrak ini

ditunjukkan dengan bagan dalam bentuk kerucut pengalaman (cone of

experiment) (Daryanto, 2010).

Dari pendapat yang telah dikemukakan media realia merupakan media

yang menggunakan benda nyatanya (kongkrit ke abstrk). Pengguanaan

media realia lebih mendekatkan peserta didik (penerima pesan) dengan

benda nyatanya sehingga akan semakin mudah memahaminya. Karena jika

siswa terlibat langsung menggunakan media yang nyata berarti siswa ikut

serta dalam pembelajaran dan menimbulkan kesan tersendiri baginya, hal ini

ynag diharapkan penulis agar siswa selalu mengingat hasil pembelajaran

yang mengguanakan media realia/ nyata.

Media pembelajaran yang disesuaikan dengan kondisi nyata atau

merupakan benda nyata akan memberikan pengalaman tersendiri bagi

peserta didik yang tidak akan mudah dilupakan. Dengan melihat sendiri

benda nyatanya maka diharapkan peserta didik akan mampu

mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata dan bukan hanya secara teori

yang dipahaminya, namun benda sendiri hanya dilihat melalui gambar.

Sebagai ilustrasi seorang pilot yang diberikan pembelajaran praktek

langsung dengan yang hanya diberikan teori dan melihat gambarnya,

tentunya akan mampu dilihat hasilnya. Seorang pilot yang sudah terbiasa

praktek langsung akan lebih terampil dalam menjalankan pesawatnya.

”Mereka akan belajar lebih banyak tentang binatang serangga yang

dikumpulkan dari hasil perjalanan karya wisata, dibandingkan dengan

melihat difilm strip mengenai kehidupan binatang tersebut”.

Kecenderungan belajar anak usia SD memiliki tiga ciri (Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah, CV.

Timur Putra Mandiri, 2006) yaitu:

19

a. Konkrit

Konkrit mengandung makna proses belajar beranjak dari

hal-hal yang konkrit dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan

diotak-atik, dengan titik penekanan pada pemanfaatan lingkungan

sebagai sumber belajar. Pemanfaatan lingkungan akan

menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih bermakna dan

bernilai, sebab siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan

sebenarnya, keadaan yang alami, sehingga lebih nyata, lebih

faktual, lebih bermakna dan kebenarannya lebih dapat

dipertanggung jawabkan.

b. Integratif

Pada tahap usia sekolah dasar anak memandang sesuatu

yang dipelajari sebagai suatu keutuhan, mereka belum mampu

memilah-milah konsep dari berbagai disiplin ilmu, hal ini

melukiskan cara berpikir anak yang deduktif yakni dari hal yang

umum ke bagian demi bagian.

c. Hierarkis

Pada tahapan usia sekolah dasar, cara anak belajar

berkembang secara bertahap mulai dari hal-hal yang sederhana

kehal-hal yang lebih kompleks. Sehubungan dengan hal tersebut

maka perlu diperhatikan mengenai urutan logis, keterkaitan antar

materi, dan cakupan keluasan dan kedalaman materi.

Menggunakan media realia tidak selalu tepat dan baik, karena

terkadang terhambat dengan biaya dan benda aslinya. Sebagai contoh untuk

menunjukkan bentuk bumi, tentunya akan merasa kesulitan apabila tanpa

adanya bantuan media lainnya seperti media gambar (globe).

Penggunaan media realia merupakan alat peraga yang paling tepat

karena peserta didik dapat langsung mengamati benda aslinya/nyatanya.

Dalam penggunaan media realia/benda nyata ini terdapat kelebihan dan

keterbatasan. Diantara kelebihan-kelebihan yang dimaksud adalah sebagai

berikut :

a. Dapat memperlihatkan seluruh atau sebagian besar rangsangan yang

relevan dari kerja, dengan biaya yang sedikit.

b. Dapat memberikan kesempatan yang semaksimal mungkin pada siswa

untuk melaksanakan tugas-tugas nyata, atau tuga-tugas simulasi dan

mengurangi transfer belajar.

c. Memudahkan pengukuran penampilan siswa, bila ketangkasan fisik

atau ketrampilan koordinasi diperlukan dalam pekerjaan.

20

d. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengalami dan melatih

ketrampilan manipulatif mereka dengan menggunakan indera peraba.

Dari kelebihan-kelebihan penggunaan media realia, ada

keterbatasan-keterbatasan penggunaan media tersebut, yaitu:

a. Tidak selalu memberikan gambaran dari objek yang sebenarnya,

seperti pembesaran, pemotongan, dan gambar bagian demi bagian,

sehingga pengajaran harus didukung dengan media lain.

b. Sulit untuk mengontrol hasil belajar, karena konflik-konflik yang

mungkin terjadi dengan pekerjaan atau dengan lingkungan kelas.

c. Seringkali dapat menimbulkan bahaya bagi siswa atau orang lain

dalam lingkungan kerja.

d. Mahal, karena biaya yang diperlukan untuk peralatan tidak sedikit.

e. Seringkali sulit mendapatkan tenaga ahli untuk menangani latihan

kerja, mengambil tenaga ahli dari pekerjaannya untuk melatih yang

lain dapat menurunkan produktivitasnya (dalam Fenti Anggita Rohma,

2008).

Setiap media yang digunakan dalam pembelajaran akan mencapai

keberhasilan apabila sesuai dengan materi yang tepat. Sehingga dalam

menyampaikan materi yang akan diajarkan guru sebaiknya menyiapkan

media yang tepat sehingga akan berfungsi secara maksimal. Dalam hal ini

peneliti menggunakan media realia dalam mata pelajaran IPA dengan pokok

bahasan cahaya dan sifat-sifatnya karena menurut peneliti cahaya yang

sering dilihat siswa dalam kehidupan sehari-hari itu dapat digunakan

sebagai media pembelajaran seperti sinar senter sebagai sumber cahaya serta

benda-benda lain. Dengan menggunakan media nyata (media realia) yang

ada dalam kehidupan siswa sehari-hari diharapkan siswa akan cepat

memahami materi yang diajarkan sehingga akan berpengaruh pada hasil

belajar siswa.

21

2.1.4.3 Penggunaan Media Realia Dalam Pembelajaran IPA

Dalam ilmu pengetahuan, istilah ilmu pengetahuan alam merujuk

kepada pendekatan logis untuk mempelajari alam semesta. Ilmu

pengetahuan alam mempelajari alam dengan menggunakan metode-metode

sains. Ilmu pengetahuan jenis ini berbeda dengan Ilmu Pengetahuan Sosial

yang menggunakan metode sains untuk mempelajari perilaku manusia dan

masyarakat ataupun ilmu pengetahuan formal seperti matematika.

Ilmu pengetahuan alam atau sains (science) diambil dari kata latin

Scientia yang arti harfiahnya adalah pengetahuan, tetapi kemudian

berkembang menjadi khusus Ilmu Pengetahuan Alam atau Sains. Sund dan

Trowbribge merumuskan bahwa Sains merupakan kumpulan pengetahuan

dan proses.

Sains sebagai proses merupakan langkah-langkah yang ditempuh para

ilmuwan untuk melakukan penyelidikan dalam rangka mencari penjelasan

tentang gejala-gejala alam. Langkah tersebut adalah merumuskan masalah,

merumuskan hipotesis, merancang eksperimen, mengumpulkan data,

menganalisis dan akhimya menyimpulkan. Dari sini tampak bahwa

karakteristik yang mendasar dari Sains ialah kuantifikasi artinya gejala alam

dapat berbentuk kuantitas.

Maka dapat disimpulkan bahwa IPA adalah mata pelajaran yang

mempelajari alam dan seluruh isinya, IPA identik dengan kegiatan

percobaan yang di dalamnya memuat aspek-aspek perumusan masalah,

perumusan hipotesis, merancang percobaan, pengumpulan data, dan tahap

penyimpulan.

Penggunaan media realia dalam penelitian di SD N 02

Karanganyar Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan yang diterapkan pada

mata pelajaran IPA dengan materi Cahaya dan Sifat-sifatnya. Sebelum

pembelajaran dilaksanakan diadakan dulu pre-test. Setelah selesai pre-test

untuk mengetahui kemampuan awal siswa, setelah diadakan pre-tes baru

dilakukan pembelajaran aktif dan menyenangkan menggunakan media realia

yaitu dilakukan dengan cara mengajak siswa mengamati dan melihat

22

langsung sumber-sumber cahaya seperti cahaya yang berasal dari matahari,

cahaya yang berasal dari lampu, cahaya yang berasal dari senter. Kemudian

siswa diajak untuk mempelajari sifat-sifat cahaya dengan cara mengamati,

melihat dan praktek langsung dengan benda seperti:

a. Untuk mengetahui bukti cahaya dapat merambat lurus dengan cara

siswa diajak mengamati dan melihat cahaya lilin pada 3 karton

yang dilubangi.

b. Menunjukkan contoh benda yang dapat memantulkan cahaya yaitu

cermin datar, cermin cembung dan cermin cekung beserta

manfaatnya masing-masing cermin. Dan kemudian guru mengajak

siswa untuk mengamati hasil pemantulan cahaya dari masing-

masing cermin tersebut dengan menggunakan sendok makan yang

masih mengkilap..

c. Menunjukkan contoh peristiwa pembiasan cahaya yaitu dengan

pensil yang dimasukkan dalam gelas bening yang berisi air terlihat

patah. Serta mengajak siswa untuk mengamati anak yang sedang

berenang, dengan adanya pembiasan cahaya maka kaki anak yang

berenang terlihat lebih pendek.

d. Mengajak siswa untuk melihat dan mengamati bahwa cahaya putih

terdiri dari berbagai warna yaitu dengan memasukkan cermin datar

ke dalam baskom yang berisi air kemudian cermin disinari cahaya

matahari, dan hasil pantulan cahaya matahari tersebut diarahkan

pada kertas HVS untuk melihat berbagai warna yang dihasilkan

oleh cahaya putih.

Dengan siswa melakukan kegiatan seperti mengamati, melakukan

percobaan, dan berdiskusi dengan kelompok maka siswa akan aktif dan

merasa senang karena siswa terlibat aktif dalam pembelajaran sehingga

siswa dengan mudah memahami materi pembelajaran kerena telah

mengalami, merasakan dan melaksanakan sendiri tanpa harus

membayangkan. Setelah semua materi selesai diajarkan guru bersama

siswa menarik kesimpulan hasil pembelajaran kemudian siswa

23

mengerjakan soal post test untuk mengetahui kemampuan siswa setelah

pembelajaran aktif dan menyenangkan menggunakan media realia. Yang

diharapkan akan meningkatkan hasil belajar siswa.

2.1.5 Gender

Menurut Santrok (2007), gender adalah dimensi psikologis dan

sosiokultural yang dimiliki karena seseorang adalah lelaki atau perempuan.

Ada dua aspek penting dari gender yaitu identitas gender dan peran gender.

Identitas gender adalah perasaan menjadi laki-laki atau perempuan, yang

biasanya dicapai anak berusia 3 tahun. Peran gender adalah sebuah set

ekspektasi yang menggambarkan bagaimana pria atau wanita seharusnya

berfikir, bertindak atau merasa.

Menurut Santrock (dalam Marisa, 2010),hal-hal yang mempengaruhi

perkembangan gender dibagi menjadi 3 bagian utama yaitu pengaruh

biologis, pengaruh sosial, dan pengaruh kognitif.

1 . Perkembangan Biologis.

a. Pandangan psikologi evolusioner, menyatakan bahwa adaptasi yang

terjadi pada proses evolusi manusia menghasilkan perbedaan

psikologis antara laki-laki dan perempuan. Para psikologis

evolusioner berpendapat bahwa karena perbedaan peran dalam

reproduksi laki-laki dan perempuan menghadapi tantangan yang

berbeda ketika manusia berevolusi pada zaman purba.

b. Pandangan interaksionis, berpendapat bahwa perilaku anak sebagai

laki-laki dan perempuan disebabkan oleh interaksi oleh faktor

biologis dan lingkungan.

2. Pengaruh Sosial

a. Teori gender psikoanalisis, pandangan ini tumbuh dari pandangan

Freud yang menyatakan bahwa anak usia prasekolah

mengembangkan ketertarikan seksual terhadap orang tua yang

berjenis kelamin berbeda darinya. Pada usia 5 - 6 tahun, anak

menghentikan ketertarikan ini karena timbul kecemasan dalam

24

dirinya. Kemudian anak akan mengidentifikasikan dirinya dan secara

tidak sadar mengadopsi karakteristik orang tua tersebut.

b. Teori gender kognitif sosial, teori ini menekankan bahwa

perkembangan gender anak-anak terjadi melalui proses reward dan

punishment yang dialami anak untuk perilaku yang sesuai atau tidak

sesuai dengan gender tertentu. Orang tua seringkali menggunakan

reward dan punishment untuk mengajari anak perempuan untuk

menjadi feminim ketika mengajarkan anak laki-laki untuk menjadi

maskulin.

3. Pengaruh Kognitif

a. Teori perkembangan kognitif gender menyatakan bahwa pembagian

gender anak terjadi setelah anak berfikir bahwa dirinya laki-laki atau

perempuan. setelah merekan konsisten menyadari bahwa dirinya

laki-laki atau perempuan, anak memilih aktivitas, objek, dan sikap

yang konsisten dengan label ini.

b. Teori skema gender, menyatakan bahwa pembagian gender

menyatakan bahwa pembagian gender muncul ketika anak secara

bertahap mengembangkan skema gender tentang apa yang secara

gender sesuai atau tidak sesuai dalam kebudayaan mereka. Skema

adalah sebuah struktur kognitif, sebuah jaringan dari asosiasi yang

menuntun persepsi individu. Skema gender mengatur dunia dalam

bentuk lak-laki dan perempuan. anak secara internal termotivasi

untuk mempersepsikan dunia untuk bertindak sesuai dengan skema

mereka yang sedang berkembang.

Banyak hal yang mempengaruhi perkembangan gender, perkembangan

perilaku gender merupakan interaksi atau perbedaan peran dalam diri anak

dan lingkungannya, pengaruh dari orang tua, dan adanya pembagian peran

sebagai laki-laki dan sebagai perempuan.

25

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Pada dasarnya suatu penelitian yang akan dibuat dapat

memperhatikan penelitian lain yang dijadikan rujukan dalam mengadakan

penelitian. Adapun penelitian yang terdahulu diantara sebagai berikut:

Parmin, 2009 dalam penelitiannya “Pengaruh penggunaan media

model dan gambar terhadap Prestasi belajar ilmu pengetahuan alam ditinjau

dari Motivasi belajar siswa”. Menyimpulkan bahwa: Ada perbedaan

pengaruh yang signifikan antara penggunaan media model dan media

gambar terhadap prestasi belajar IPA, ada perbedaan pengaruh yang

signifikan antara siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dengan siswa

yang memiliki motivasi belajar rendah terhadap prestasi belajar IPA, dan

ada interaksi pengaruh yang signifikan antara penggunaan media dengan

motivasi belajar terhadap prestasi belajar IPA.

Penelitian tindakan kelas yang dilakukan Relik Indarti, 2007 di SD

N Turunan Andong Boyolali tentang peningkatan hasil belajar siswa dalam

pokok bahasan bangun ruang dengan model PAKEM melalui penggunaan

alat peraga matematika buatan siswa pada kelas V menunjukkan hasil yang

baik. Penelitian ini dilakukan dengan mengajukan masalah sejauh mana

peningkatan hasil belajar dan aktivitas siswa dalam pembelajaran pada

pokok bahasan bangun ruang dengan mengunakan model PAKEM melalui

penggunaan alat peraga matematika buatan siswa. Pengumpulan data

dilakukan melalui kegiatan observasi dan tes evaluasi akhir siklus. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan PAKEM membuat

pelaksanaan pembelajaran baik sehingga hasil belajar meningkat.

Dari penelitian yang dilakukan Relik Indarti yang mengkaji tentang

peningkatan hasil belajar siswa dalam pokok bahasan bangun ruang dengan

model PAKEM melalui penggunaan alat peraga matematika buatan siswa

dan Eni Nur Rahmawati dalam penelitiannya tentang peningkatan

kemampuan bernalar melalui model pembelajaran aktif kreatif efektif dan

menyenangkan (PAKEM) menunjukan peningkatan pada pembelajaran dan

hasil belajar.

26

Fenty Angita Rohma, 2011 dalam penelitiannya “Pengaruh media

realia pada mata pelajaran Ipa tehadap hasil belajar siswa kelas V SD N

Ngawen kecamatan wedung kabupaten demak tahun 2010/ 2011”.

Menyimpulakan bahwa terdapat perbedaan yang positif dan signifikan

antara kelompok siswa yang menggunakan media realia dan kelompok yang

tidan menggunakan media realia.

Dalam penelitian-penelitian untuk meningkatkan prestasi belajar

siswa yang tercantum di atas menggunakan patokan pada hasilnya. Namun

dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa peningkatan prestasi ataupun

hasil belajar tersebut disebabkan oleh proses pembelajaran yang aktif dan

menyenangkan sehingga konsep IPA menjadi lebih mudah dipahami.

Karena dalam pembelajaran yang menerapkan pembelajaran yang aktif dan

menyenangkan dapat meningkatkatkan daya tarik siswa yang di kemas

dalam situasi yang menyenangkan dulu bagi siswa namun tidak hanya

menyenangkan saja disini juga mengutamakan hasil yang akan di capai.

Dari penelitian di atas terdapat perbedaan dengan penelitian yang

akan dilakukan yaitu pada penlitian ini menekankan pada penerapan

pembelajaran aktif dan menyenangkan menggunakan media realia dalam

mata pelajaran IPA pada pokok cahaya dan sifat-sifatnya.

2.3 Kerangka Pikir

Penyampaian materi secara tradisional yaitu ceramah, tanya jawab

dan mencatat apa yang ditulis guru di papan tulis akan membuat siswa

merasa jenuh dan bosan. Sebagai akibatnya siswa akan jenuh karena siswa

hanya pasif tidak ikut serta aktif dalam pembelajaran dan merasa bosan

terhadap pembelajaran IPA yang dialakukan guru ini akan berakibat hasil

belajar siswa menjadi rendah.

Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang mulanya hanya

dengan metode konvensional yang membuat siswa menjadi bosan dan jenuh

sehingga siswa kurang memperhatikan guru yang telah menjelaskan bila ini

terjadi terus menerus maka hasil belajar yang akan dicapai tidak dapat

27

dicapai dengan maksimal. Maka atas dasar tersebut penulis menerapkan

pembelajaran aktif dan menyenagkan menggunakan media realia kegiatan

belajar ini menarik dan melibatkan siswa untuk terlibat dalam mempelajari

materi sehingga dimungkinkan tercipta suasana belajar yang aktif dan

menyenangkan sehingga akan meningkatkan hasil belajar siswa. Hasil

belajar yang mulanya tidak memenuhi KKM dengan diterapkan

pembelajaran yang aktif dan menyenangkan menggunakan media realia

maka diharapkan hasil pembelajaran akan meningkat.

2.4 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang telah

dipaparkan di atas maka dapat dirumuskan:

H0: Diduga tidak ada perbedaan yang signifikan antara hasil belajar

melalui pembelajaran aktif dan menyenangkan menggunakan media

realia pada kelas ekspermen dengan hasil belajar melalui

pembelajaran konvensional pada kelas kontrol berdasarkan gender

pada mata pelajaran IPA kelas V SD N 02 Karanganyar Kecamatan

Geyer Kabupaten Grobogan Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012

H1: Diduga ada perbedaan yang signifikan antara hasil belajar melalui

pembelajaran aktif dan menyenangkan menggunakan media realia

pada kelas ekspermen dengan hasil belajar melalui pembelajaran

konvensional pada kelas kontrol berdasarkan gender pada mata

pelajaran IPA kelas V SD N 02 Karanganyar Kecamatan Geyer

Kabupaten Grobogan Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012.