bab ii landasan teori 2.1 kajian teori 2.1.1 pengertian...
TRANSCRIPT
8
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 KAJIAN TEORI
2.1.1 Pengertian Belajar
Menurut Burton belajar adalah perubahan tingkah laku pada diri
individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan
individu dengan lingkungannya. Sedangkan menurut H.C. Witherington
belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri
sebagai suatu pola baru dari reaksi berupa kecakapan, sikap, kebiaaan dan
kepribadian (Aunnurrahman. 2011).
Dari pendapat yang dikemukakan Burton dan H.C. Witherington
penulis menarik kesimpulan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku
yang terjadi akibat adanya interaksi dengan lingkungan di sekitarnya. Jika
dikaitkan dengan belajar di sekolah dasar maka belajar merupakan interaksi
antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, dan siswa degan llingkungan
yang ada di sekitar sekolah ataupun dengan lingkungan keluarga. Disini
peran keluarga merupakan pilar penting dalam menentukan hasil belajar
siswa karena setelah siswa selesai belajar di sekolah keluarga berperan
dalam mengawasi anaknya jika pengawasan ini dapat dilakukan secara
maksimal maka hasil belajar akan maksimal pula. Hal – hal seperti ini bisa
dikatakan sebagai factor – faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Maka
berhasil baik atau tidaknya belajar tergantung dari faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut terdiri dari faktor internal dan
eksternal.
1. Faktor internal adalah faktor dari dalam diri siswa, yaitu keadaan/
kondisi jasmani dan rohani siswa meliputi aspek fisiologis (kondisi
tubuh dan panca indera), dan aspek psikologis antara lain: intelegensi
dalam, sikap misalnya dalam beradaptasi dengan teman, bakat dalam
mengerjakan soal, minat dalam mengikuti pelajaran serta punya
kemauan besar untuk belajar dan mempunyai motivasi untuk belajar
baik individu maupun dalam kelompok.
9
2. Faktor eksternal adalah faktor dari luar diri siswa, yaitu kondisi
lingkungan di sekitar siswa meliputi faktor lingkungan sosial (guru,
teman, masyarakat, dan keluarga) dan faktor lingkungan non-sosial
(gedung, sekolah, tempat tinggal, alat belajar, cuaca dan waktu belajar)
(Basuki Hery, 2005)
2.1.2 Hasil Belajar
Nana Sudjana, (2008) mengemukakan bahwa belajar dan mengajar
sebagai aktivitas utama di sekolah meliputi tiga unsur, yaitu tujuan
pengajaran, pengalaman belajar mengajar dan hasil belajar. Hasil belajar
merupakan hasil yang dicapai siswa setelah mengalami proses belajar
dalam waktu tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hasil
belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah
ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar biasanya diacukan
pada tercapainya tujuan belajar. Hasil belajar menurut Hamzah B. Uno,
(2008) adalah perubahan perilaku yang relatif menetap dalam diri
seseorang sebagai akibat dari interaksi seseorang dengan lingkungannya.
Hasil belajar memiliki beberapa ranah atau kategori dan secara umum
merujuk kepada aspek pengetahuan, sikap, dan ketrampilan.
Menurut Gagne (Hamzah B. Uno 2008) hasil belajar yang nampak
dari kemampuan yang diperoleh siswa, dapat dilihat dari lima kategori
yaitu: ketrampilan intelektual (intelectual skills), informasi verbal (verbal
information), staategi kognitif (cognitive strategies), ketrampilan motorik
(motor skills), dan sikap (attitudes).
Hasil belajar merupakan tolok ukur yang utama untuk mengetahui
keberhasilan belajar seseorang. Seseorang yang hasil belajarnya tinggi
dapat dikatakan bahwa dia telah berhasil dalam belajar demikian pula
sebaliknya. Sedangkan dalam usaha untuk mencapai suatu hasil belajar
dari proses belajar mengajar, seorang siswa dipengaruhi oleh berbagai
faktor baik faktor internal maupun faktor eksternal.
10
Dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan maka dapat
disimpulkan bahwa prestasi/ hasil belajar adalah hasil yang dicapai dari
suatu kegiatan atau usaha yang dapat diartikan sebagai hasil dari proses
belajar mengajar yakni penguasaan materi yang dapat diukur dengan tes.
2.1.3 Pembelajaran Aktif dan Menyenangkan
2.1.3.1 Pembelajaran aktif
Menurut Izhab Hassoubah (Moh. Sholeh Hamid, 2011) pembelajaran
aktif yaitu pembelajaran yang lebih berpusat ke peserta didik daripada
berpusat pada guru. Untuk mengaktifkan peserta didik, kata kunci yang
dapat dipegang guru adalah adanya kegiatan yang dirancang untuk
dilakukan siswa baik kegiatan berfikir dan berbuat. Fungsi dan peran guru
lebih banyak sebagai fasilitator. Sehingga diharapkan siswa dapat
mengembangkan kemampuannya dalam menyampaiakan pendapat atau
solusi yang telah diketahuinya. Peran aktif siswa sangat penting dalam
rangka pembentukan generasi yang kreatif, yang mampu menghasilkan
sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain. Seseorang bisa dikatakan
kreatif apabila ia secara konsisten dan terus menerus menghasilkan sesuatu
yang kreatif, yaitu hasil yang asli/orisinal dan sesuai dengan keperluan
Menurut Melvin L. Silberman (Moh. Sholeh Hamid, 2011)
mengemukakan belajar bukan merupakan konsekuensi otomatis dari
penyampaian informasi kepada siswa. Sebab, pada dasarnya belajar
membutuhkan keterlibatan mental, sekalipun tindakan. Pada saat aktif
belajar, siswa melakukan sebagian besar pekerjaan belajar. Ia mempelajari
gagasan-gagasan, memecahkan masalah dan menetapkan apa yang ia
pelajari. Dan inilah sebenarnya yang menjadi dasar pembelajaran aktif.
Dengan demikian pembelajaran aktif pembelajaran yang cenderung
melibatkan siswa untuk berbuat sehingga siswa lebih mengingat
pembelajaran yang telah diberikan karena tekah melakukan sendiri dengan
berbuat tidak hanya berangan-angan saja. Oleh karena itu pembelajaran aktif
merupakan alternatif yang perlu diperhitungkan bila ingin meningkatkan
hasil belajar siswa.
11
Keaktifan siswa bisa dilihat pada kemampuannya dalam
mengajukan pertanyaan maupun menjawab pertanyaan. Selain itu keaktifan
siswa juga bisa dilihat dari kecekatannya dalam mengikuti proses belajar
mengajar di dalam kelas atau dengan kata lain keaktifan disini dilihat dari
sudut pandang siswa jadi siswa yang aktif dalam pembelajaran sedangkan
guru hanya sebagai fasilitator untuk merangsang keaktifan dari siswanya
sendiri.
Menurut Bonwell (dalam Moh. Sholeh Hamid, 2011),
pembelajaran aktif memiliki bebrapa karakteristik, diantaranya:
1. Pendekatan proses pembelajaran bukan pada penyampaian
informasi oleh pengajar, melainkan pada pengembangan
ketrampilan pemikiran analitis dan kritis terhadap
permaslahan yang dibahas.
2. Siswa tidak hanya mendengarkan pembelajaran secara pasif,
tetapi juga mengerjakan sesuatu yang berkaitan dengan
materi pembelajaran.
3. Penekanan pada eksplorasi nilai-nilai dan sikap-sikap
berkenaan dengan materi pembelajaran.
4. Siswa lebih banyak dituntut berfikir kritis, menganalisa, dan
melakukan evaluasi.
5. Umpan balik yang cepat akan terjadi dalam proses
pembelajaran.
Dengan diterapkan pembelajaran yang demikian maka diharapkan
siswa akan lebih paham dan mengerti tentang materi yang diajarkan
sehingga hasil belajar siswa akan meningkat. Suatu studi yang dilakukan
Thomas (dalam Moh. Sholeh Hamid, 2011) menunjukan bahwa setelah 10
menit belajar siswa akan cenderung hilang konsentrasinya untuk mendengar
pembelajaran yang dilakukan pengajar secara pasif. Hal itu bila terjdi terus
menerus maka hasil pembelajaran yang diharapkan akan sulit dicapai. Maka
dari itu, dengan menggunakan cara pembelajaran aktif yang mulanya siswa
pasif dan bosan mengikuti pembelajaran hal tersebut dapat dihindari.
Penerapan pembelajaran ini untuk menjadikan siswa lebih aktif, ini akan
mengurangi tingkat kebosanan siswa dan minat belajar akan lebih. Karena
siswa telah aktif maka akan menjadikan siswa senang mengikuti
pembelajaran dengan siswa senang maka konsentrasi siswa akan focus pada
mata pelajaran yang diajarkan maka akan mempengaruhi hasil belajar siswa.
12
Karena dalam pembelajaran nantinya siswa akan dibuat kelompok untuk
berdiskusi dan menyampaikan hasil diskusinya bersama kelompok. Menurut
Silberman (dalam Moh. Sholeh Hamid, 2011) cara belajar dengan
mendengarkan dan melihat siswa akan lebih mudah lupa namun jika
pembelajaran dengan melihat, mendengarkan dan mendiskusikan akan
membuat siswa lebih paham.
2.1.3.2 Pembelajaran Menyenangkan
Menyenangkan adalah suasana belajar mengajar yang membuat
siswa senang sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada
belajar sehingga waktu curah perhatiannya (time on task) tinggi. Tingginya
waktu curah akan meningkatkan hasil belajar (dalam Dasim Budimansyah,
2010). Namun senang disini bukan hanya bersenang– senang saja tetapi
menciptakan suasana pembelajaran yang tidak membuat siswa jenuh dan
bosan.
Dengan diciptakannya pembelajaran menyenangkan maka siswa
akan semangat dan fokus untuk mengikuti pembelajaran. Ini di harapkan
agar siswa tidak bosan dan jenuh dengan pembelajaran yang konvensional
yaitu guru hanya ceramah, klasikal dll. Dengan perasaan siswa yang
menyenangkan maka materi yang diaajarkan akan lebih mudah dipahami
siswa dari pada siswa yang merasa bosan dan jenuh dengan pembelajaran
yang konvensional. Dengan dilaksanakan pembelajaran yang aktif dan
menyenagkan siswa diharapakan paham dan hasil pembelajaran akan
meningkat yang semula masih dibawah KKM (Kriteria Ketuntasan
Minimal) akan meningkat menjadi diatas KKM. Keadaan aktif dan
menyenangkan tidaklah cukup jika proses pembelajaran tidaklah efektif,
yaitu tidak menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa setelah proses
pembelajaran berlangsung, sebab pembelajaran memiliki sejumlah tujuan
pembelajaran yang harus dicapai. Jika pembelajaran hanya aktif dan
menyenangkan tetapi tidak efektif maka pembelajaran tersebut tidak
ubahnya seperti bermain biasa. Maka dengan ini pembelajaran tidak hanya
13
mengutamakan aktif dan menyenagkan namun juga mencapai tujuan
pembelajaran yang telah dirancang sebelumnya oleh guru. Sehingga guru
tidak boleh lupa untuk mencapai tujuan yang akan dicapai.
Secara garis besar, gambaran PAKEM adalah sebagai berikut:
1. Siswa terlibat dalam kegiatan yang mengembangkan
pemahaman dan kemampuan mereka dengan penekanan
belajar melalui berbuat.
2. Guru menggunakan berbagai alat bantu dan cara
membangkitkan semangat termasuk menggunakan lingkungan
sebagai sumber belajar untuk menjadikan pembelajaran
menarik, menyenangkan dan cocok bagi siswa.
3. Guru mengatur kelas dengan memajang buku-buku dan bahan
belajar yang lebih menarik dan menyediakan pojok belajar.
4. Guru menerapkan cara mengajar yang lebih kooperatif dan
interaktif, termasuk cara belajar kelompok.
5. Guru mendorong siswa untuk menemukan caranya sendiri
dalam pemecahan suatu masalah, untuk mengungkapkan dan
melibatkan siswa dalam menciptakan lingkungan sekolahnya.
(Dasim Budimansyah, Suparlan, Danny Meirawan: 2010)
Dengan demikian bila mengambil kesimpulan dari garis besar
PAKEM ini yang kemudian akan diterapkan dalam pembelajaran IPA yaitu
siswa diharapkan dapat menjadi aktif dan menyenagkan sehingga akan
mampu mengembangkan konsep yang telah dipahami dengan bantuan guru,
dapat dengan berbagai media yang telah disiapkan guru sebelumnaya
setelah mengetahui tujuan pembelajarannya. Media yang digunakan guru
disesuaikan dengan tujuan sebelumnya guru dapat memanfaatkan
lingkungan sekitar untuk menarik perhatian siswa dan dapat juga
menggunakan media yang nyata (media realia). Dan bila diterapkan dalam
pelajaran IPA dengan materi cahaya dan sifat-sifatnya dapat menggunakan
benda nyata seperti senter, cahaya matahari, lampu neon, cermin, kertas
karton, sendok, lilin dll. Hal ini dapat menarik perhatian siswa yang
sebelumnya pernah mengethui atau melihat benda-benda tersebut yang
kemudian menjadikan anak berfikir apa yang akan dilakukan guru? Ini
menarik perhatian siswa yang kemudian menjadi tertarik dan menyimak
penjelasan guru yang kemudian dapat berakibat siswa dapat memahami
penjelasan guru secara maksimal sehingga ini akan berakibat pada hasil
14
belajar siswa. Kemudian dengan menggunakan media nyata (media realia)
guru dapat menerapkan pembelajaran yang kooperatif dan interaktif dengan
siswa sehingga pembelajaan lebih aktif dan menyenangkan. Dalam
pembelajaran guru dapat meminta siswa untuk menyampaikan pendapat dan
permasalahan yang dihapinya kemudian guru membimbing untuk
memecahkan masalahnya setelah siswa berusaha namun masih belum dapat
memecahkan masalahnya. Dengan penerapan pembelajaran yang demikian
maka diharapkan hasil belajar siswa akan meningkat.
Tabel 2.1
Model Penerapan Pembelajaran Aktif dan Menyenangkan
Menggunakan Media Realia
No Konsep Pelaksanaan Kegiatan
1 Guru sebagai
fasilitator
- mendekati anak belajar
- membantu/ memotivasi anak yang mengalami kesulitan
- membimbing siswa memecahkan masalah
- mengajukan pertanyaan dalam proses penemuan konsep
cahaya dan sifat- sifatnya.
2 Pemberian
kesempatan kepada
siswa untuk
berekspresi
aktualisasi diri
- mengamati benda nyata
- memperagakan
- menceritakan
- menyimpulkan hasil pengamatan
3 Belajar harus
menyenangkan
- belajar dengan diselangi candaan.
- belajar sambil bernyanyi
- sikon belajar tidak terlalu tegang tetapi di upayakan untuk
santai tetapi serius.
4 Lingkungan sebagai
sumber belajar
- lingkungan yang sesuai dengan perkembangan jiwa anak
- situasional
- kondisional
5 Penggunaan media
- media realia : senter, cahaya matahari, lampu neon dll
- media lingkungan : perpustakaan
6 Tidak harus mahal - Memanfaatkan kardus bekas untuk pengganti karton,
sendok untuk cermin cekung dan cembung, lilin.
15
2.1.4 Media Pembelajaran
Menurut Sadiman, Raharja, Haryono, dan Rahadjito, (Daryanto,
2010). Media berasal dari bahasa latin merupakan bentuk jamak dari
”medium” yang secara harfiah berarti ”perantara” atau ”pengantar” yaitu
perantara atau pengantar sumber pesan dengan penerima pesan. Media
adalah bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak maupun audiovisual serta
peralatannya
Sebagai salah satu komponen pembelajaran, media tidak bisa luput
dari pembahasan sistem pembelajaran secara menyeluruh. Pemanfaatan
media seharusnya merupakan bagian yang harus mendapatkan perhatian
guru dalam setiap kegiatan pembelajaran. Namun kenyataannya bagian
inilah yang masih sering terabaikan dengan berbagai alasan. Alasan yang
sering muncul antara lain: terbatasnya waktu untuk membuat persiapan
mengajar, sulit mencari media yang tepat, tidak tersedianya biaya, dan lain-
lain. Hal ini sebenarnya tidak terjadi jika setiap guru telah membekali diri
dengan pengetahuan dan keterampilan dalam hal media pembelajaran.
Media pembelajaran menempati posisi yang cukup penting sebagai
salah satu komponen system pembelajaran. Tanpa media, komunikasi tidak
akan terjadi dan proses pembelajaan sebagai proses komunikasi juga tidak
akan bisa berlangsung secara optimal. Media pembelajaran adalah
komponen integral dari sistem pembelajaran. Posisi media dalam
pembelajaran adalah:
Sumber pengalaman pengalaman Penerima
Sumber: Daryanto, 2010
Gambar 2.2 Posisi Media Dalam Pembelajaran
IDE PENGKODEAN MEDIA PENAFSIRAN
KODE MENGERTI
GANGGUAN
UMPAN BALIK
16
Gerlach & Ely (Daryanto, 2010) mengemukakan tiga kelebihan
kemampuan media.
1. Kemampuan fiksatif, artinya dapat menangkap, menyimpan, dan
menampilkan kembali suatu objek atau kejadian. Dengan
kemampuan ini , objek atau kejadian dapat digambar, dipotret,
direkam, diflemkan, kemudian dapat disimpan dan pada saat
dibutuhkan dapat digunakan kembali.
2. Kemapuan manipulative, artinya media dapat menampilkan
kembali obyek atau kejadian dengan berbagai macam perubahan
(manipulasi) sesuai keprluan, misalnya diubah ukurannya,
wrnanya, serta dapa diulang-ulang penyajiannya.
3. Kemanpuan distributf, artinya media mampu menjangkau audien
yang jumlahnya besar dalam satu kali penyajian secara serempak,
misalnya siaran TV atau Radio.
Jadi, pemilihan media itu perlu kita lakukan agar kita dapat
menentukan media yang terbaik, tepat dan sesuai dengan kebutuhan dan
kondisi sasaran didik. Untuk itu, pemilihan jenis media harus dilakukan
dengan prosedur yang benar, karena begitu banyak jenis media dengan
berbagai kelebihan dan kelemahan masing-masing.
2.1.4.1 Jenis-jenis media
Menurut Gagne (Daryanto, 2010) media diklasifikasikan menjadi
tujuh kelompok yaitu benda untuk didemonstrasikan, komunikasi lisan,
media cetak, gambar diam, gambar bergerak, film bersuara, dan mesin
belajar. Ketujuh kelompok media pembelajaran tersebut dikaitkan dengan
kemampuannya memenuhi fungsi menurut hirarli belajar yang
dikembangkan. Contoh macam-macam media:
a. Media Audio: radio, piringan hitam, pita audio, tape recorder, dan
telepon.
b. Media Visual:
– Media visual diam: foto, buku, ansiklopedia, majalah, surat kabar, buku
referensi dan barang hasil cetakan lain, gambar, ilustrasi, kliping, film
bingkai/slide, film rangkai (film stip), transparansi, mikrofis, overhead
17
proyektor, grafik, bagan, diagram, sketsa, poster, gambar kartun, peta,
dan globe.
– Media visual gerak: film bisu.
c. Media audio-visual
– Media audiovisual diam: televisi diam, slide dan suara, film rangkai
dan suara, buku dan suara.Media audiovisual gerak: video, CD, film
rangkai dan suara, televisi, gambar dan suara.
d. Media Serba aneka:
– Papan dan display: papan tulis, papan pamer/pengumuman/majalah
dinding, papan magnetik, white board, mesin pangganda.
– Media tiga dimensi: realia, sampel, artifact, model, diorama, display.
– Media teknik dramatisasi: drama, pantomim, bermain peran,
demonstrasi, pawai/ karnaval, pedalangan/panggung boneka, simulasi.
– Sumber belajar pada masyarakat: kerja lapangan, studi wisata,
perkemahan.
– Belajar terprogram Komputer
e. Media yang tidak memerlukan keahlian khusus misalnya: Papan tulis /
whiteboard, Transparansi (OHT), Bahan cetak (buku, modul, handout).
f. Media yang memerlukan keahlian khusus: Program audio visual
Program slide, Microsoft Powerpoint, Program internet.
Dari beberapa jenis media yang telah disebutkan diatas penulis disini
menggunakan media realia yang termasuk jenis media visual, ini di pakai
penulis karena media yang dimanfaatkan sering di lihat ataupun dipakai
dalam kehidupan sehari- hari.
2.1.4.2 Media Realia
Kajian psikologis menyatakan bahwa anak akan lebih mudah
mempelajari hal yang konkrit ketimbang yang abstrak. Menurut pendapat
Charles F. Haban (dalam Daryanto, 2010), mengemukakan bahwa
sebenarnya nilai dari media terletak pada tingkat realistiknya dalam proses
penanaman konsep, ia membuat jenjang berbagai jenis media mulai yang
18
paling nyata ke yang paling abstrak. Dan menurut Edgar Dale (dalam
Daryanto, 2010), membuat jenjang konkrit-abstrak dengan dimulai dari
siswa yang berpartisipasi dalam pengalaman nyata, kemudian menuju siswa
sebagai pengamat kejadian nyata, dilanjutkan ke siswa sebagai pengamat
terhadap kejadian yang disajikan dengan simbol. Jenjang konkrit-abstrak ini
ditunjukkan dengan bagan dalam bentuk kerucut pengalaman (cone of
experiment) (Daryanto, 2010).
Dari pendapat yang telah dikemukakan media realia merupakan media
yang menggunakan benda nyatanya (kongkrit ke abstrk). Pengguanaan
media realia lebih mendekatkan peserta didik (penerima pesan) dengan
benda nyatanya sehingga akan semakin mudah memahaminya. Karena jika
siswa terlibat langsung menggunakan media yang nyata berarti siswa ikut
serta dalam pembelajaran dan menimbulkan kesan tersendiri baginya, hal ini
ynag diharapkan penulis agar siswa selalu mengingat hasil pembelajaran
yang mengguanakan media realia/ nyata.
Media pembelajaran yang disesuaikan dengan kondisi nyata atau
merupakan benda nyata akan memberikan pengalaman tersendiri bagi
peserta didik yang tidak akan mudah dilupakan. Dengan melihat sendiri
benda nyatanya maka diharapkan peserta didik akan mampu
mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata dan bukan hanya secara teori
yang dipahaminya, namun benda sendiri hanya dilihat melalui gambar.
Sebagai ilustrasi seorang pilot yang diberikan pembelajaran praktek
langsung dengan yang hanya diberikan teori dan melihat gambarnya,
tentunya akan mampu dilihat hasilnya. Seorang pilot yang sudah terbiasa
praktek langsung akan lebih terampil dalam menjalankan pesawatnya.
”Mereka akan belajar lebih banyak tentang binatang serangga yang
dikumpulkan dari hasil perjalanan karya wisata, dibandingkan dengan
melihat difilm strip mengenai kehidupan binatang tersebut”.
Kecenderungan belajar anak usia SD memiliki tiga ciri (Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah, CV.
Timur Putra Mandiri, 2006) yaitu:
19
a. Konkrit
Konkrit mengandung makna proses belajar beranjak dari
hal-hal yang konkrit dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan
diotak-atik, dengan titik penekanan pada pemanfaatan lingkungan
sebagai sumber belajar. Pemanfaatan lingkungan akan
menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih bermakna dan
bernilai, sebab siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan
sebenarnya, keadaan yang alami, sehingga lebih nyata, lebih
faktual, lebih bermakna dan kebenarannya lebih dapat
dipertanggung jawabkan.
b. Integratif
Pada tahap usia sekolah dasar anak memandang sesuatu
yang dipelajari sebagai suatu keutuhan, mereka belum mampu
memilah-milah konsep dari berbagai disiplin ilmu, hal ini
melukiskan cara berpikir anak yang deduktif yakni dari hal yang
umum ke bagian demi bagian.
c. Hierarkis
Pada tahapan usia sekolah dasar, cara anak belajar
berkembang secara bertahap mulai dari hal-hal yang sederhana
kehal-hal yang lebih kompleks. Sehubungan dengan hal tersebut
maka perlu diperhatikan mengenai urutan logis, keterkaitan antar
materi, dan cakupan keluasan dan kedalaman materi.
Menggunakan media realia tidak selalu tepat dan baik, karena
terkadang terhambat dengan biaya dan benda aslinya. Sebagai contoh untuk
menunjukkan bentuk bumi, tentunya akan merasa kesulitan apabila tanpa
adanya bantuan media lainnya seperti media gambar (globe).
Penggunaan media realia merupakan alat peraga yang paling tepat
karena peserta didik dapat langsung mengamati benda aslinya/nyatanya.
Dalam penggunaan media realia/benda nyata ini terdapat kelebihan dan
keterbatasan. Diantara kelebihan-kelebihan yang dimaksud adalah sebagai
berikut :
a. Dapat memperlihatkan seluruh atau sebagian besar rangsangan yang
relevan dari kerja, dengan biaya yang sedikit.
b. Dapat memberikan kesempatan yang semaksimal mungkin pada siswa
untuk melaksanakan tugas-tugas nyata, atau tuga-tugas simulasi dan
mengurangi transfer belajar.
c. Memudahkan pengukuran penampilan siswa, bila ketangkasan fisik
atau ketrampilan koordinasi diperlukan dalam pekerjaan.
20
d. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengalami dan melatih
ketrampilan manipulatif mereka dengan menggunakan indera peraba.
Dari kelebihan-kelebihan penggunaan media realia, ada
keterbatasan-keterbatasan penggunaan media tersebut, yaitu:
a. Tidak selalu memberikan gambaran dari objek yang sebenarnya,
seperti pembesaran, pemotongan, dan gambar bagian demi bagian,
sehingga pengajaran harus didukung dengan media lain.
b. Sulit untuk mengontrol hasil belajar, karena konflik-konflik yang
mungkin terjadi dengan pekerjaan atau dengan lingkungan kelas.
c. Seringkali dapat menimbulkan bahaya bagi siswa atau orang lain
dalam lingkungan kerja.
d. Mahal, karena biaya yang diperlukan untuk peralatan tidak sedikit.
e. Seringkali sulit mendapatkan tenaga ahli untuk menangani latihan
kerja, mengambil tenaga ahli dari pekerjaannya untuk melatih yang
lain dapat menurunkan produktivitasnya (dalam Fenti Anggita Rohma,
2008).
Setiap media yang digunakan dalam pembelajaran akan mencapai
keberhasilan apabila sesuai dengan materi yang tepat. Sehingga dalam
menyampaikan materi yang akan diajarkan guru sebaiknya menyiapkan
media yang tepat sehingga akan berfungsi secara maksimal. Dalam hal ini
peneliti menggunakan media realia dalam mata pelajaran IPA dengan pokok
bahasan cahaya dan sifat-sifatnya karena menurut peneliti cahaya yang
sering dilihat siswa dalam kehidupan sehari-hari itu dapat digunakan
sebagai media pembelajaran seperti sinar senter sebagai sumber cahaya serta
benda-benda lain. Dengan menggunakan media nyata (media realia) yang
ada dalam kehidupan siswa sehari-hari diharapkan siswa akan cepat
memahami materi yang diajarkan sehingga akan berpengaruh pada hasil
belajar siswa.
21
2.1.4.3 Penggunaan Media Realia Dalam Pembelajaran IPA
Dalam ilmu pengetahuan, istilah ilmu pengetahuan alam merujuk
kepada pendekatan logis untuk mempelajari alam semesta. Ilmu
pengetahuan alam mempelajari alam dengan menggunakan metode-metode
sains. Ilmu pengetahuan jenis ini berbeda dengan Ilmu Pengetahuan Sosial
yang menggunakan metode sains untuk mempelajari perilaku manusia dan
masyarakat ataupun ilmu pengetahuan formal seperti matematika.
Ilmu pengetahuan alam atau sains (science) diambil dari kata latin
Scientia yang arti harfiahnya adalah pengetahuan, tetapi kemudian
berkembang menjadi khusus Ilmu Pengetahuan Alam atau Sains. Sund dan
Trowbribge merumuskan bahwa Sains merupakan kumpulan pengetahuan
dan proses.
Sains sebagai proses merupakan langkah-langkah yang ditempuh para
ilmuwan untuk melakukan penyelidikan dalam rangka mencari penjelasan
tentang gejala-gejala alam. Langkah tersebut adalah merumuskan masalah,
merumuskan hipotesis, merancang eksperimen, mengumpulkan data,
menganalisis dan akhimya menyimpulkan. Dari sini tampak bahwa
karakteristik yang mendasar dari Sains ialah kuantifikasi artinya gejala alam
dapat berbentuk kuantitas.
Maka dapat disimpulkan bahwa IPA adalah mata pelajaran yang
mempelajari alam dan seluruh isinya, IPA identik dengan kegiatan
percobaan yang di dalamnya memuat aspek-aspek perumusan masalah,
perumusan hipotesis, merancang percobaan, pengumpulan data, dan tahap
penyimpulan.
Penggunaan media realia dalam penelitian di SD N 02
Karanganyar Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan yang diterapkan pada
mata pelajaran IPA dengan materi Cahaya dan Sifat-sifatnya. Sebelum
pembelajaran dilaksanakan diadakan dulu pre-test. Setelah selesai pre-test
untuk mengetahui kemampuan awal siswa, setelah diadakan pre-tes baru
dilakukan pembelajaran aktif dan menyenangkan menggunakan media realia
yaitu dilakukan dengan cara mengajak siswa mengamati dan melihat
22
langsung sumber-sumber cahaya seperti cahaya yang berasal dari matahari,
cahaya yang berasal dari lampu, cahaya yang berasal dari senter. Kemudian
siswa diajak untuk mempelajari sifat-sifat cahaya dengan cara mengamati,
melihat dan praktek langsung dengan benda seperti:
a. Untuk mengetahui bukti cahaya dapat merambat lurus dengan cara
siswa diajak mengamati dan melihat cahaya lilin pada 3 karton
yang dilubangi.
b. Menunjukkan contoh benda yang dapat memantulkan cahaya yaitu
cermin datar, cermin cembung dan cermin cekung beserta
manfaatnya masing-masing cermin. Dan kemudian guru mengajak
siswa untuk mengamati hasil pemantulan cahaya dari masing-
masing cermin tersebut dengan menggunakan sendok makan yang
masih mengkilap..
c. Menunjukkan contoh peristiwa pembiasan cahaya yaitu dengan
pensil yang dimasukkan dalam gelas bening yang berisi air terlihat
patah. Serta mengajak siswa untuk mengamati anak yang sedang
berenang, dengan adanya pembiasan cahaya maka kaki anak yang
berenang terlihat lebih pendek.
d. Mengajak siswa untuk melihat dan mengamati bahwa cahaya putih
terdiri dari berbagai warna yaitu dengan memasukkan cermin datar
ke dalam baskom yang berisi air kemudian cermin disinari cahaya
matahari, dan hasil pantulan cahaya matahari tersebut diarahkan
pada kertas HVS untuk melihat berbagai warna yang dihasilkan
oleh cahaya putih.
Dengan siswa melakukan kegiatan seperti mengamati, melakukan
percobaan, dan berdiskusi dengan kelompok maka siswa akan aktif dan
merasa senang karena siswa terlibat aktif dalam pembelajaran sehingga
siswa dengan mudah memahami materi pembelajaran kerena telah
mengalami, merasakan dan melaksanakan sendiri tanpa harus
membayangkan. Setelah semua materi selesai diajarkan guru bersama
siswa menarik kesimpulan hasil pembelajaran kemudian siswa
23
mengerjakan soal post test untuk mengetahui kemampuan siswa setelah
pembelajaran aktif dan menyenangkan menggunakan media realia. Yang
diharapkan akan meningkatkan hasil belajar siswa.
2.1.5 Gender
Menurut Santrok (2007), gender adalah dimensi psikologis dan
sosiokultural yang dimiliki karena seseorang adalah lelaki atau perempuan.
Ada dua aspek penting dari gender yaitu identitas gender dan peran gender.
Identitas gender adalah perasaan menjadi laki-laki atau perempuan, yang
biasanya dicapai anak berusia 3 tahun. Peran gender adalah sebuah set
ekspektasi yang menggambarkan bagaimana pria atau wanita seharusnya
berfikir, bertindak atau merasa.
Menurut Santrock (dalam Marisa, 2010),hal-hal yang mempengaruhi
perkembangan gender dibagi menjadi 3 bagian utama yaitu pengaruh
biologis, pengaruh sosial, dan pengaruh kognitif.
1 . Perkembangan Biologis.
a. Pandangan psikologi evolusioner, menyatakan bahwa adaptasi yang
terjadi pada proses evolusi manusia menghasilkan perbedaan
psikologis antara laki-laki dan perempuan. Para psikologis
evolusioner berpendapat bahwa karena perbedaan peran dalam
reproduksi laki-laki dan perempuan menghadapi tantangan yang
berbeda ketika manusia berevolusi pada zaman purba.
b. Pandangan interaksionis, berpendapat bahwa perilaku anak sebagai
laki-laki dan perempuan disebabkan oleh interaksi oleh faktor
biologis dan lingkungan.
2. Pengaruh Sosial
a. Teori gender psikoanalisis, pandangan ini tumbuh dari pandangan
Freud yang menyatakan bahwa anak usia prasekolah
mengembangkan ketertarikan seksual terhadap orang tua yang
berjenis kelamin berbeda darinya. Pada usia 5 - 6 tahun, anak
menghentikan ketertarikan ini karena timbul kecemasan dalam
24
dirinya. Kemudian anak akan mengidentifikasikan dirinya dan secara
tidak sadar mengadopsi karakteristik orang tua tersebut.
b. Teori gender kognitif sosial, teori ini menekankan bahwa
perkembangan gender anak-anak terjadi melalui proses reward dan
punishment yang dialami anak untuk perilaku yang sesuai atau tidak
sesuai dengan gender tertentu. Orang tua seringkali menggunakan
reward dan punishment untuk mengajari anak perempuan untuk
menjadi feminim ketika mengajarkan anak laki-laki untuk menjadi
maskulin.
3. Pengaruh Kognitif
a. Teori perkembangan kognitif gender menyatakan bahwa pembagian
gender anak terjadi setelah anak berfikir bahwa dirinya laki-laki atau
perempuan. setelah merekan konsisten menyadari bahwa dirinya
laki-laki atau perempuan, anak memilih aktivitas, objek, dan sikap
yang konsisten dengan label ini.
b. Teori skema gender, menyatakan bahwa pembagian gender
menyatakan bahwa pembagian gender muncul ketika anak secara
bertahap mengembangkan skema gender tentang apa yang secara
gender sesuai atau tidak sesuai dalam kebudayaan mereka. Skema
adalah sebuah struktur kognitif, sebuah jaringan dari asosiasi yang
menuntun persepsi individu. Skema gender mengatur dunia dalam
bentuk lak-laki dan perempuan. anak secara internal termotivasi
untuk mempersepsikan dunia untuk bertindak sesuai dengan skema
mereka yang sedang berkembang.
Banyak hal yang mempengaruhi perkembangan gender, perkembangan
perilaku gender merupakan interaksi atau perbedaan peran dalam diri anak
dan lingkungannya, pengaruh dari orang tua, dan adanya pembagian peran
sebagai laki-laki dan sebagai perempuan.
25
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Pada dasarnya suatu penelitian yang akan dibuat dapat
memperhatikan penelitian lain yang dijadikan rujukan dalam mengadakan
penelitian. Adapun penelitian yang terdahulu diantara sebagai berikut:
Parmin, 2009 dalam penelitiannya “Pengaruh penggunaan media
model dan gambar terhadap Prestasi belajar ilmu pengetahuan alam ditinjau
dari Motivasi belajar siswa”. Menyimpulkan bahwa: Ada perbedaan
pengaruh yang signifikan antara penggunaan media model dan media
gambar terhadap prestasi belajar IPA, ada perbedaan pengaruh yang
signifikan antara siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dengan siswa
yang memiliki motivasi belajar rendah terhadap prestasi belajar IPA, dan
ada interaksi pengaruh yang signifikan antara penggunaan media dengan
motivasi belajar terhadap prestasi belajar IPA.
Penelitian tindakan kelas yang dilakukan Relik Indarti, 2007 di SD
N Turunan Andong Boyolali tentang peningkatan hasil belajar siswa dalam
pokok bahasan bangun ruang dengan model PAKEM melalui penggunaan
alat peraga matematika buatan siswa pada kelas V menunjukkan hasil yang
baik. Penelitian ini dilakukan dengan mengajukan masalah sejauh mana
peningkatan hasil belajar dan aktivitas siswa dalam pembelajaran pada
pokok bahasan bangun ruang dengan mengunakan model PAKEM melalui
penggunaan alat peraga matematika buatan siswa. Pengumpulan data
dilakukan melalui kegiatan observasi dan tes evaluasi akhir siklus. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan PAKEM membuat
pelaksanaan pembelajaran baik sehingga hasil belajar meningkat.
Dari penelitian yang dilakukan Relik Indarti yang mengkaji tentang
peningkatan hasil belajar siswa dalam pokok bahasan bangun ruang dengan
model PAKEM melalui penggunaan alat peraga matematika buatan siswa
dan Eni Nur Rahmawati dalam penelitiannya tentang peningkatan
kemampuan bernalar melalui model pembelajaran aktif kreatif efektif dan
menyenangkan (PAKEM) menunjukan peningkatan pada pembelajaran dan
hasil belajar.
26
Fenty Angita Rohma, 2011 dalam penelitiannya “Pengaruh media
realia pada mata pelajaran Ipa tehadap hasil belajar siswa kelas V SD N
Ngawen kecamatan wedung kabupaten demak tahun 2010/ 2011”.
Menyimpulakan bahwa terdapat perbedaan yang positif dan signifikan
antara kelompok siswa yang menggunakan media realia dan kelompok yang
tidan menggunakan media realia.
Dalam penelitian-penelitian untuk meningkatkan prestasi belajar
siswa yang tercantum di atas menggunakan patokan pada hasilnya. Namun
dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa peningkatan prestasi ataupun
hasil belajar tersebut disebabkan oleh proses pembelajaran yang aktif dan
menyenangkan sehingga konsep IPA menjadi lebih mudah dipahami.
Karena dalam pembelajaran yang menerapkan pembelajaran yang aktif dan
menyenangkan dapat meningkatkatkan daya tarik siswa yang di kemas
dalam situasi yang menyenangkan dulu bagi siswa namun tidak hanya
menyenangkan saja disini juga mengutamakan hasil yang akan di capai.
Dari penelitian di atas terdapat perbedaan dengan penelitian yang
akan dilakukan yaitu pada penlitian ini menekankan pada penerapan
pembelajaran aktif dan menyenangkan menggunakan media realia dalam
mata pelajaran IPA pada pokok cahaya dan sifat-sifatnya.
2.3 Kerangka Pikir
Penyampaian materi secara tradisional yaitu ceramah, tanya jawab
dan mencatat apa yang ditulis guru di papan tulis akan membuat siswa
merasa jenuh dan bosan. Sebagai akibatnya siswa akan jenuh karena siswa
hanya pasif tidak ikut serta aktif dalam pembelajaran dan merasa bosan
terhadap pembelajaran IPA yang dialakukan guru ini akan berakibat hasil
belajar siswa menjadi rendah.
Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang mulanya hanya
dengan metode konvensional yang membuat siswa menjadi bosan dan jenuh
sehingga siswa kurang memperhatikan guru yang telah menjelaskan bila ini
terjadi terus menerus maka hasil belajar yang akan dicapai tidak dapat
27
dicapai dengan maksimal. Maka atas dasar tersebut penulis menerapkan
pembelajaran aktif dan menyenagkan menggunakan media realia kegiatan
belajar ini menarik dan melibatkan siswa untuk terlibat dalam mempelajari
materi sehingga dimungkinkan tercipta suasana belajar yang aktif dan
menyenangkan sehingga akan meningkatkan hasil belajar siswa. Hasil
belajar yang mulanya tidak memenuhi KKM dengan diterapkan
pembelajaran yang aktif dan menyenangkan menggunakan media realia
maka diharapkan hasil pembelajaran akan meningkat.
2.4 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang telah
dipaparkan di atas maka dapat dirumuskan:
H0: Diduga tidak ada perbedaan yang signifikan antara hasil belajar
melalui pembelajaran aktif dan menyenangkan menggunakan media
realia pada kelas ekspermen dengan hasil belajar melalui
pembelajaran konvensional pada kelas kontrol berdasarkan gender
pada mata pelajaran IPA kelas V SD N 02 Karanganyar Kecamatan
Geyer Kabupaten Grobogan Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012
H1: Diduga ada perbedaan yang signifikan antara hasil belajar melalui
pembelajaran aktif dan menyenangkan menggunakan media realia
pada kelas ekspermen dengan hasil belajar melalui pembelajaran
konvensional pada kelas kontrol berdasarkan gender pada mata
pelajaran IPA kelas V SD N 02 Karanganyar Kecamatan Geyer
Kabupaten Grobogan Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012.